Laporan Kasus Budiawan (1)
description
Transcript of Laporan Kasus Budiawan (1)
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 26 TAHUN
DENGAN OS GLAUKOMA SEKUNDER ET CAUSA HIFEMA
Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior
Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
PengujiKasus : dr. Paramastri Arintawati, Sp.M
Pembimbing : dr. Ika Setyaningrum
Dibacakan Oleh : Budiawan Pramono
Tanggal : 17 Februari 2013
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Budiawan Pramono
NIM : 22010113210044
Judul Laporan : Seorang Laki-laki 26 tahun dengan OS Glaukoma sekunder et
causa Hifema
Penguji :dr. Paramastri Arintawati, Sp.M
Pembimbing :dr. Ika Setyaningrum
Semarang, 17 Februari 2013
Pembimbing, Penguji,
dr. Ika Setyaningrum dr. Paramastri Arintawati, Sp.M
2
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 26 TAHUN DENGAN OS GLAUKOMA SEKUNDER ET CAUSA HIFEMA
Kepada Yth. : dr. Paramastri Arintawati, Sp.M
Dibacakan oleh : Budiawan Pramono
Pembimbing : dr. Ika Setyaningrum
Dibacakan tanggal : 17 Februari 2013
I. PENDAHULUAN
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana terdapat tekanan bola mata tinggi yang dapat
mengakibatkan kerusakan syaraf optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau
seluruh lapangan pandang. Glaukoma terjadi karena terdapat gangguan pada aliran humor
akuous.1
Glaukoma berdasarkan patofisiologinya dikelompokkan menjadi 2, yaitu glaukoma
sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma yang
terjadi karena adanya kelainan pada kinerja drainase trabecular meshwork. Glaukoma sudut
tertutup adalah glaukoma yang terjadi karena adanya kelainan anatomis dari sudut
iridokornealis.2
Glaukoma sudut terbuka dikelompokkan menjadi 2, yaitu glaukoma sudut terbuka
primer dan glaukoma sekunder. Glaukoma primer adalah glaukoma tanpa adanya sebab yang
jelas. Glaukoma primer biasanya terjadi pada kedua mata. Glaukoma sekunder adalah
glaukoma yang berhubungan dengan penyakit mata atau sistemik. Glaukoma sekunder
seringnya hanya mengenai satu mata.2
Laporan kasus ini membahas tentang pasien dengan glaukoma sekunder et causa
hifema. Perjalanan klinis dan penatalaksanaan pada pasien ini akan menjadi bahan diskusi.
3
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn SR
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Tlogo Pacing RT 02/ RW 07 Kel. Tlogomulyo – Kec. Genuk
Kab/Kota. Kodia Semarang
Pekerjaan : Pegawai swata
Nomor CM : C463277
III. ANAMNESIS
(autoanamnesis tanggal 12 Februari 2014)
Keluhan Utama : Mata kiri merah-merah dan cekot-cekot
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak 7 hari yang lalu pasien mengeluh mata kiri merah dan cekot-cekot. Keluhan
dirasakan sepanjang hari hingga mengganggu pekerjaannya disertai nerocos (+), tidak keluar
lodok. Pasien tidak dapat melihat sebelum sakit ± sejak 12 tahun yang lalu, riwayat trauma
sebelum sakit (-), riwayat mata merah berulang (-), riwayat cekot-cekot berulang (-).
Kemudian pasien berobat diberi obat tetes mata satu macam dan obat minum 3 macam.
Keluhan pasien sedikit berkurang setelah diberi obat sehingga pasien kontrol kembali
memeriksakan diri ke Poli Mata RSUP dr. Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat trauma mata (+), 12 tahun lalu yang lalu mata kiri pasien terkena lemparan
batu.
- Riwayat operasi mata kiri (+)
- Riwayat mata kiri tidak dapat melihat (+), sejak 12 tahun yang lalu
- Riwayat menggunakan kacamata (-)
- Riwayat obat-obatan jangka panjang (-)
- Riwayat Diabetes Mellitus (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
4
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang sakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Sosial Ekonomi
▪ Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, sudah menikah namun belum dikaruniai anak
▪ Biaya pengobatan ditanggung pribadi
▪ Kesan: sosial ekonomi cukup
IV. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK (12 Februari 2014)
Status Praesens
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : tekanan darah : 120/80 mmHg
suhu badan : afebris
nadi : 82 /menit
respirasi : 20/menit
Pemeriksaan Fisik : kepala : mesosefal
thoraks : cor : dalam batas normal
paru : dalam batas normal
abdomen : dalam batas normal
ekstremitas : dalam batas normal
Status Ophthalmologi
5
Hifema menutupi seluruh COA
Oculus Dexter Oculus Sinister
6/6 VISUS NLP
Emetrop KOREKSI -
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah
baik
PARASE/PARALYSE Gerak bola mata ke segala arah
baik
Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (+) minimal, spasme (-)
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA
PALPEBRALIS
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
CONJUNGTIVA FORNICES Hiperemis (-), sekret (-),
edema(-)
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Mixed injeksi (+), sekret (-)
Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan
Jernih CORNEA Edem (+), infiltrat (-)
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
BILIK ANTERIOR Kedalaman dangkal,
Hifema pada seluruh COA
Kripte (+) IRIS Sulit dinilai
Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
PUPIL Sulit dinilai
Jernih LENSA Sulit dinilai
(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS -
17,3 mmHg TENSIO OCULI 59 mmHg
Tidak dilakukan SISTEM CANALIS
LACRIMALIS
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan TEST FLUORESCEIN Tidak dilakukan
V. RESUME
6
ANAMNESIS
± 7 hari yang lalu, pasien datang berobat dengan keluhan mata merah dan cekot-cekot. Mata
merah (+), nyeri pada mata (+), lakrimasi (+), sekret (-). Pasien diberi obat tetes mata dan
obat minum 3 macam. Keadaan pasien tidak membaik sehingga pasien memeriksakan diri ke
Poli Mata RSUP dr. Kariadi.
PEMERIKSAAN FISIK
Status praesens : Dalam Batas Normal
Status oftalmologi :
Oculus Dexter Oculus Sinister
6/6 VISUS NLP
Injeksi (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Mixed injection (+), sekret (-)
Jernih CORNEA Edem (+), infiltrat (-)
Kedalaman cukup,
Tyndall Effect (-)
BILIK ANTERIOR Kedalaman dangkal,
Hifema menutupi seluruh COA
Kripte (+) IRIS Sulit dinilai
Bulat, central, regular,
diameter: 3 mm, RP (+) N
PUPIL Sulit dinilai
Jernih LENSA Sulit dinilai
(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS -
17,3 mmHg TENSIO OCULI 59 mmHg
VI. DIAGNOSIS
OS Glaukoma Sekunder et causa Hifema
VII. PENATALAKSANAAN
Timolol maleat ED 0,5% 2x1 gtt
Asetazolamide tab 250 mg 2x1 tab
KCl 150 mg 2x1 cap
Paracetamol 500mg 3x1 tab
VIII. PROGNOSIS
7
OD OS
Quo ad visam ad bonam ad malam
Quo ad sanam ad bonam ad malam
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad cosmeticam Dubia ad malam
IX. EDUKASI
1. Menjelaskan pada pasien tentang penyakit yang dideritanya disebabkan oleh kenaikan
tekanan bola mata yang dapat disebabkan karena adanya darah di bilik mata depan
yang menghambat aliran air mata.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini kemungkinan berhubungan dengan
riwayat trauma 12 tahun yang lalu.
3. Menjelaskan kepada pasien bahwa saat ini diberikan obat untuk menurunkan tekanan
bola mata dan mengurangi rasa sakit
4. Menjelaskan kepada pasien bahwa diperlukan tindakan operasi untuk menurunkan
tekanan bola mata.
5. Menjelaskan pada pasien agar beristirahat dulu dan memposisikan tidur dalam
keadaan telentang dengan posisi kepala diangkat (diberi alas bantal) sebesar 60⁰.
X. USUL-USUL
1. Rencana operasi siklo-cryoterapi
XI. DISKUSI
Humor akuous adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior
mata. Volumenya adalah sekitar 250 uL, dan kecepatan pembentukannya, yang bervariasi
tiap hari, berkisar antara 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik humor akuous sedikit lebih tinggi
daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini
8
memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan
glukosa yang lebih rendah.4
Humor akuous berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di
dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga
berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut.
Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam
bola mata/tekanan intra okular. Humor akuous juga berperan dalam mempertahankan
keseimbangan tekanan bola mata dalam batas normal (10-24 mmHg). Humor akuous
diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui sistem drainase mikroskopik.1
Humor akuous mengalir ke dalam bilik posterior kemudian masuk diantara
permukaan posterior iris dan selanjutnya masuk ke bilik anterior. Humor akuous keluar dari
bilik anterior melalui dua jalur, yaitu jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera
(jalur non trabekula). Jalur trabekula pada bilik anterior dibentuk oleh dasar iris dan kornea
perifer, melewati trabecular meshwork dari sklera, masuk ke kanal schlemn (sekitar 30
saluran pengumpul dan 12 vena akuous). Humor akuous dibawa ke pembuluh darah sklera
melalui kanal kolektor dimana humor akuous bercampur dengan darah. Humor akuous juga
dapat keluar dari bilik mata anterior melalui jalur uveosklera, mengalir melalui korpus siliaris
ke ruang supra arakhnoid dan masuk ke dalam sirkulasi pada vena.1
Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak berhubungan dengan penyakit pada mata
atau penyakit sistemik yang menyebabkan peningkatan resistensi aliran humor akuous atau
penutupan sudut iridokornealis. Glaukoma primer seringnya terjadi pada kedua mata, namun
kondisinya tidak selalu simetris. Glaukoma primer dibagi menjadi glaukoma primer sudut
terbuka dan glaukoma primer sudut tertutup.
9
Glaukoma primer sudut terbuka/Primary Open-Angle Closure (POAG) memiliki ciri-ciri
onset lambat, progresif, dan tidak ada nyeri. POAG umumnya ditemukan pada usia lebih dari
40 tahun, walaupun kadang-kadang dapat ditemukan pada usia muda. POAG diduga
diturunkan secara genetik. POAG disebabkan oleh adanya hambatan pada pengeluaran humor
akuous pada trabecular meshwork dan kanalis Schlemm.
Glaukoma primer sudut tertutup/ Primary Angle-Closure Glaucoma (PCAG) adalah
glaukoma yang dipengaruhi oleh posisi iris terhadap trabecular meshwork, posisi ini
menyebabkan gangguan perpindahan humor akuous dari bilik posterior ke camera anterior
oleh karena menyempitnya sudut iridokornealis.3
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata atau penyakit
sistemik, misal uveitis, tumor intraokuler, perubahan pada lensa, rubeosis iridis, hifema, dan
penyakit sistemik lainnya. Patofisiologi serupa dengan glaukoma sudut tertutup dan sudut
terbuka, tergantung penyebab dan lokasinya.4
Hifema adalah adanya akumulasi darah pada bilik anterior yang disebabkan oleh trauma
atau terjadi dengan spontan. Trauma pada bola mata adalah penyebab paling umum dari
hifema. Hifema juga bisa muncul secara spontan tanpa adanya trauma karena adanya
neovaskularisasi (pada diabetes mellitus, riwayat iskemik, neoplasma okuler seperti
retinoblastoma, dan rubeosis iridis). Hifema memiliki sistem grading berdasarkan banyaknya
darah pada bilik anterior, yang terbagi atas 4 stadium, yaitu5:
Stadium 1 : darah mengisi kurang dari 1/3 bilik anterior
Stadium 2 : darah mengisi 1/3 hingga ½ bilik anterior
Stadium 3 : darah mengisi lebih dari ½ bilik anterior
Stadium 4 : darah mengisi semua bilik anterior
10
Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder et causa hifema berhubungan
dengan sel darah merah dan sel-sel lainnya yang menyumbat trabecular meshwork. Sel-sel
radang yang ada pada darah juga dapat menyebabkan perubahan fibrotik pada trabecular
meshwork karena adanya peradangan.
Penatalaksanaan glaukoma dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu medikamentosa dan
pembedahan. Medikamentosa memiliki 4 cara untuk mengatasi glaukoma yaitu4:
Supresi pembentukan humor akuous (timolol 0,25% , Asetazolamid, dll)
Fasilitasi aliran keluar humor akuous (epinefrin 0,25%-2%)
Penurunan volume korpus vitreum (obat-obatan hiperosmotik, seperti Gliserin,
Manitol, dll)
Miotik, Midriatik, dan Sikloplegik (tergantung patofisiologi glaukomanya)
Pembedahan memiliki 4 cara untuk mengatasi glaukoma, yaitu7 :
Iridektomi dan iridotomi perifer (membuat saluran langsung antara bilik mata
anterior dan posterior)
Trabekuloplasti laser (penggunaan laser untuk membuat saluran pada trabecular
meshwork)
Bedah Drainase Glaukoma (pembedahan dengan membuat akses langsung dari
bilik anterior ke jaringan subkonjunctiva atau orbita)
Tindakan siklodestruktif (tindakan destruksi korpus siliaris dengan tujuan untuk
menghentikan produksi humor akuous)
Penatalaksanaan untuk glaukoma sekunder berhubungan dengan mengatasi penyakit
penyebabnya. Setelah diperbaiki, glaukoma sekunder sebagai gejala dari penyakit tersebut
akan hilang dengan sendirinya.
11
Penatalaksanaan hifema sangat bergantung kepada derajat hifema, komplikasi yang
terjadi, serta respons pasien terhadap pengobatan. Penatalaksanaan meliputi terapi konservatif
dan simptomatik5, yaitu :
Membatasi aktivitas pasien
Melakukan penutupan mata dengan eye patch atau eye cover
Melakukan elevasi kepala 30-45o. Tujuan dari elevasi kepala adalah untuk membuat
darah mengumpul di bagian inferior dari COA dan tidak menghalangi tajam
penglihatan. Posisi ini juga mempermudah dalam evaluasi harian COA tentang
resorbsi hifema sehingga dapat menunjukkan kemajuan pengobatan. Selain itu posisi
ini merupakan posisi optimal dalam mencegah kontak sel-sel darah merah dengan
kornea dan trabecula meshwork.
Pemberian analgesik pada nyeri yang ringan cukup diberikan asetaminofen, namun
bila nyeri yang dirasakan cukup berat, pasien dapat diberikan kodein. Hindari
penggunaan aspirin dan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS, NSAID) sebab dapat
menimbulkan perdarahan dan berisiko menyebabkan perdarahan sekunder.
Pemantauan berkala (setiap hari) dari tajam penglihatan, tekanan intraokular, serta
regresi hifema.
Terapi untuk mengatasi komplikasi yang mungkin terjadi seperti pemberian anti-
glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokuler dan asam aminokaproat sebagai
agent anti-plasmin untuk mencegah kerja enzim plasmin yang bekerja melisiskan
bekuan darah karena dapat menyebabkan perdarahan ulang.
12
Komplikasi hifema adalah terjadinya hemosiderosis yaitu pewarnaan pada kornea akibat
proses absorbsi dari darah yang terkumpul dalam bilik anterior. Hifema juga dapat
menyebabkan glaukoma sekunder bila bekuan darah tersebut menghalangi sudut
iridokornealis.
Penatalaksanaan pada glaukoma sekunder et causa hifema lebih berfokus untuk
memperbaiki hifema sambil mempertahankan agar tidak terjadi komplikasi dari glaukoma
sekunder. Terapi yang utama adalah operasi siklo-cryoterapi untuk mematikan processus
cilliaris dengan tujuan mengurangi produksi humor akuous. Terapi obat-obatan yang
diberikan adalah asam aminokaproat untuk mencegah lisis bekuan darah, pemberian steroid
topikal untuk mengatasi reaksi radang yang mungkin terjadi, pemberian β-blocker seperti
timolol untuk menurunkan sekresi humor akuous, bila tidak mendapat efek yang memadai,
dapat menggunakan agent hiperosmotik seperti Gliserin dan Manitol intravena untuk
mengontrol humor akuous.
ANALISIS KASUS
Diagnosis glaukoma sekunder et causa hifema pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis,
ditemukan adanya keluhan mata merah, nyeri pada mata, dan adanya lakrimasi. Pasien
memiliki riwayat trauma pada mata kiri 12 tahun lalu yang menyebabkan pasien tidak bisa
melihat. Pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan visus mata kiri adalah no light
perception, adanya mixed injeksi, edem pada kornea, kedalaman bilik anterior yang dangkal
karena adanya hifema, dan tekanan intraokuler yang tinggi pada mata kiri.
Penatalaksanaan pada pasien ini berfokus pada terapi pembedahan ciklo-cryoterapi untuk
menghentikan produksi humor akuous dengan mematikan korpus siliaris pada mata kiri
pasien. Riwayat trauma 12 tahun lalu hingga pasien tidak dapat melihat, pemeriksaan
13
penunjang USG mata untuk memeriksa bagian posterior bola mata tidak perlu dilakukan
karena kurang efektif.
Penatalaksanaan obat-obatan pada pasien ini adalah pemberian obat-obatan anti-
glaukoma seperti timolol maleat topikal dari golongan β-blocker yang berfungsi untuk
menurunkan sekresi humor akuous. Antiglaukoma sistemik diberikan asetazolamide yang
merupakan golongan carbonic inhibitor yang berfungsi untuk mengontrol humor akuous,
pemberian analgetik seperti paracetamol untuk meredakan nyeri pada pasien, dan pemberian
antifibrinolitik yaitu asam aminokaproat untuk mencegah lisis bekuan darah. Pemberian KCl
pada pasien ini untuk mengurangi efek samping dari carbonic inhibitor yang menurunkan
kadar Kalium tubuh.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta : Balai penerbit FK UI, 2004.
2. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma. USA : LEO, 2010
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2004.
4. Whitcher J P and Eva PR, Glaucoma. In Whitcher J P and Eva PR,Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill,2007
5. Sheppard JD. Hyphema. [Internet]. Updated: 6 December 2013, Cited: 14 February
2014. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview
6. Dersu II. Hyphema Glaucoma. [Internet]. Updated 30 January 2014, Cited : 14
February 2014. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1206635-
overview
7. American Academy of Ophthalmology. Surgery of Angle Closure Glaucoma in Basic
and Clinical Science Course. USA : LEO, 2010
15