laporan kasus Bph.doc

21
PRESENTASI KASUS I. IDENTITAS Nama : Tn. R Umur : 79 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. kedungkulon 03/10 Bumiayu Pekerjaan : swasta Masuk RS : 01 – 12 – 2009 II. ANAMNESIS (dilakukan autoanamnesis pada tanggal 2 Desember 2009 ) A. Keluhan utama : Tidak bisa buang air kecil B. Keluhan tambahan : Nyeri saat ingin buang air kecil C. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien laki-laki umur 79 tahun datang ke poliklinik bedah RSMS dengan keluhan buang air kecil tidak lancar, yang diikuti dengan rasa nyeri jika ingin kencing sejak 3 minggu yang lalu. 1

description

bph lapsus

Transcript of laporan kasus Bph.doc

Page 1: laporan kasus Bph.doc

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. R

Umur : 79 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. kedungkulon 03/10 Bumiayu

Pekerjaan : swasta

Masuk RS : 01 – 12 – 2009

II. ANAMNESIS (dilakukan autoanamnesis pada tanggal 2 Desember 2009 )

A. Keluhan utama : Tidak bisa buang air kecil

B. Keluhan tambahan : Nyeri saat ingin buang air kecil

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki umur 79 tahun datang ke poliklinik bedah RSMS dengan

keluhan buang air kecil tidak lancar, yang diikuti dengan rasa nyeri jika ingin

kencing sejak 3 minggu yang lalu.

Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh buang air kecil

tidak lancar, pancaran air kencing pendek dari biasanya, aliran kencing terputus-

putus dan pasien harus mengedan saat ingin buang air kecil. Pasien juga mengeluh

Pasien mengeluh merasa tidak puas setelah buang air kecil karena masih merasa

ada sisa urin sehabis kencing. Bahkan pasien juga mengeluh sering bangun pada

malam hari untuk buang air kecil ± 5 kali setiap malam dalam 2 bulan terakhir,

namun pasien tidak mengompol.

1

Page 2: laporan kasus Bph.doc

Pada saat buang air kecil alirannya tidak pernah berhenti tiba-tiba dan tidak

disertai rasa sakit yang hebat pada ujung penis, batang penis dan di daerah pinggang.

Jika buang air kecil tidak pernah bercabang dan tidak mengeluarkan batu saat

kencing.

Pasien tidak merasakan badannya panas atau demam. Pasien menyangkal

pernah mengeluarkan darah pada saat buang air kecil dan pasien menyangkal

merasakan nyeri daerah punggung. Sebelumnya pasien sempat berobat ke RS Bumi

Ayu dan sudah pasang selang kencing 3x dan jika selang dilepas pasien mengaku

tidak bisa kencing.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat infeksi saluran kemih disangkal.

Riwayat ganguan ginjal disangkal.

Riwayat batu saluran kemih disangkal.

Riwayat operasi daerah kelamin disangkal.

Riwayat kencing manis disangkal.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

2

Page 3: laporan kasus Bph.doc

IPSS (International prostat sympthom score)

1. Merasa masih terdapat sisa urin setelah kencing (4)

2. Harus kencing lagi padahal setengah jam yang lalu baru kencing (4)

3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai lagi berkali-kali (4)

4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing (3)

5. Merasakan pencaran urin lemah (4)

6. Harus mengejan dalam memulai kencing (4)

7. 1 bulan terakhir berapa kali terbangun dari tidur malam hanya

untuk kencing (5)

8. Dengan keluhan seperti in bagaimana Anda menikmati hidup (6)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : Tekanan darah : 130 / 80 mmHg

Nadi : 80 x/mnt

Respirasi : 20 x/mnt

Suhu : 36.8 °C (aksiler)

A. STATUS UMUM

- Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, tugor

cukup

- Kepala : mesochepal, rambut beruban, distribusi rambut merata

- Muka : simetris, tidak ada jejas dan bekas luka.

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

3 mm, reflek cahaya (+/+) normal .

3

Page 4: laporan kasus Bph.doc

- Telinga : simetris, serumen kanan kiri (+), tidak ada kelainan bentuk

- Hidung : deviasi septum(-), discharge (-)

- Mulut : bibir tidak kering, lidah tidak kotor,mukosa pucat (-)

- Gigi : gigi tidak lengkap, caries (+)

Pemeriksaan Leher

Inspeksi : Trachea di tengah

Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.

Pemeriksaan Thorax

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Batas kiri atas : ICS II LMC sinistra

Batas kanan atas : ICS II LPS dextra

Batas kiri bawah : ICS V LMC sinistra

Batas kanan bawah : ICS IV LPS dextra

Auskultasi : S1 > S2 reguler

Murmur (-), Gallop (-)

Paru

Inspeksi : dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis

Retraksi tidak ada ,ketinggalan gerak tidak ada.

4

Page 5: laporan kasus Bph.doc

Palpasi : simetris, vokal fremitus kanan=kiri, ketinggalan gerak

tidak ada .

Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi : suara dasar : vesikuler

suara tambahan : tidak ada

Pemeriksaan Abdomen

Status Lokalis

Pemeriksaan Extremitas :

Superior : kanan : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup

kiri : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup

Inferior : kanan : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup

kiri : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup

Reflek :

Ektremitas superior : RF : +/+ normal, RP : -/-

Ektremitas inferior : RF : +/+ normal, RP : -/-

B. STATUS LOKALIS

Regio Abdominal

Inspeksi : Perut tidak membuncit, darm countor tidak ada, Darm

steifung tidak ada,venektasi tidak ada,sikatrik tidak

ada.

5

Page 6: laporan kasus Bph.doc

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (+) regio suprapubik,

hepar dan lien tidak teraba,defans muskular tidak

ada,tidak teraba massa,ballotement tidak ada.

Perkusi : Timpani diseluruh lapangan abdomen

Regio Genitalia Eksterna.

Inspeksi : Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran skrotum,

Tampak DC 16 f, produksi (+), warna urine jernih.

Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba massa.

Regio Anal.

Inspeksi : Tidak ada luka dan tidak tampak adanya benjolan

Palpasi : Nyeri tekan (-).

Rectal toucher : Tonus sfingter ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa

rectum licin, teraba massa di jam 12, kenyal, permukaan

licin, simetris, batas atas dapat diraba, sulcus medianus

tidak teraba, batas lateral teraba pembesaran 3-4 cm

Hand Scoon : feces (-), darah (-), lendir (-).

6

Page 7: laporan kasus Bph.doc

IV. RESUME

Anamnesa :

Pasien laki-laki

Umur 79 tahun

Tidak bisa kencing sejak 2 bulan yang lalu

Nyeri perut saat ingin BAK

Dua bulan buang air kecil tidak lancar, pancaran lemah, mengedan, aliran

terputus-putus, dan tidak puas setelah buang air kecil (masih ada sisa setelah

kencing).

Sering bangun pada malam hari untuk buang air kecil ± 5 kali setiap malam

dalam 2 bulan terakhir.

Buang air kecil tidak pernah bercabang dan tidak mengeluarkan batu.

Tidak pernah mengeluarkan darah saat buang air kecil dan tidak merasakan

nyeri daerah punggung.

Riwayat infeksi saluran kemih disangkal.

Riwayat batu saluran kemih disangkal.

Penyakit Ginjal disangkal.

Riwayat operasi daerah kelamin disangkal.

Pemeriksaan Fisik

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Pernapasan : 20 x/menit

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,8o C (aksiler)

7

Page 8: laporan kasus Bph.doc

Status generalis : Dalam batas normal

Status lokalis :

R. Abdominal

Inspeksi : Datar, sikatrik (-).

Palpasi : Nyeri tekan (+), suprapubik.

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

R. Genitalia Eksterna.

Inspeksi : Tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran skrotum, tampak

DC 16 f, produksi (+), warna urine jernih.

Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba massa.

Regio Anal.

Inspeksi : Tidak tampak benjolan.

Palpasi : Nyeri tekan (-).

Rectal toucher : Tonus sfingter ani cukup, ampula rekti tidak kolaps, mukosa

rectum licin, teraba massa di jam 12, kenyal, permukaan

licin, simetris, batas atas dapat diraba, sulcus medianus

tidak teraba, batas lateral teraba pembesaran 3-4 cm

Hand Scoon : feces (-), darah (-), lendir (-).

Jumlah skore IPSS : 34

8

Page 9: laporan kasus Bph.doc

V. DIAGNOSIS

Retensio Urine e.c Hiperplasi Prostat.

VI. DIAGNOSIS BANDING.

Karsinoma prostat

Tumor buli-buli.

VII. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Darah lengkap: Hb, leukosit, LED, eritrosit, hitung jenis leukosit, ureum,

kreatinin.

Urine: Sedimen urine, Biakan urine.

Prostat Specific Antigen (PSA).

PA post operasi

Radiologi :

USG

BNO IVP : selektif

Cystogram

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif

Analgetik

Antibiotik.

Kateter

9

Page 10: laporan kasus Bph.doc

2. Operatif : Prostatectomy.

IX. PROGNOSIS.

Dubia ad Bonam.

10

Page 11: laporan kasus Bph.doc

LAMPIRAN

Operasi pada Hiperplasia Prostat

Pembedahan

Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling

baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non

invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil

terapi.

Pembedahan ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat

transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI). Pembedahan

direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang:

1. tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

2. mengalami retensi urin

3. infeksi saluran kemih berulang

4. hematuria

5. gagal ginjal

6. timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran

kemih bagian bawah

A. Pembedahan Terbuka

Beberapa macam teknik operasi terbuka adalah metode dari Millin yaitu

melakukan enukleasi kelenjar prostate melalui pendekatan retropubik infrafesika,

Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal. Prostatektomi

terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini,

paling invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat

dilalui melalui pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik

infravesikal (Millin). Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sagat

besar (>100 gram).

Penyulit dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah: inkontinensia urin

(3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%), dan kontraktur leher buli-

11

Page 12: laporan kasus Bph.doc

buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa

striktura uretra dan ejakulasi retrograd lebih banyak dijumpai pada prostatektomi

terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100%, dan angka mortalitas sebanyak

2%.

B. Pembedahan Endourologi

Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di

seluruh dunia. Oprerasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit

perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda

dengan tindakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat

dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (Transurethral Resection of the

Prostate) atau dengan memakai energi Laser. Operasi terhadap prostat berupa reseksi

(TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.

1. TURP (Reseksi Prostat Transuretra)

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan

irigan (pembilas) agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh

darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan

agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan

harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga

cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang

terbuka pada saat reseksi. Kelebihan H2O dapat menyebabkan terjadinya

hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP.

Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,

tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien

akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal. Angka

mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar 0,99%.

Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus

membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping itu

beberapa operator memasang sistosomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi

12

Page 13: laporan kasus Bph.doc

diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sitemik. Penggunaan cairan

non ionik lain selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia pada

TURP, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik urologi di Indonesia

lebih memilih pemakaian aquades sebagai cairan irigasi.

Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia,

atau retensi urin oleh karena bekuan darah. Komplikasi pasca bedah dini antara lain

perdarahan, infeksi lokal ataupun sistemik sedangkan komplikasi pasca bedah lanjut

dapat berupa inkontinensi, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, striktur uretra.

2. Trans Urethral Incision of the Prostate (TUIP)

Pada hiperplasi prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus

medius dan pada pasien yang umurnya masih muda hanya dilakukan insisi kelenjar

prostat atau TUIP atau insisi leher buli-buli atau BNI (bladder neck incision).

Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma

prostat dengan melakukan colok dubur, melakukan pemeriksaan ultrasonografi

transrektal, dan pengukuran kadar PSA.

3. Elektrovaporisasi prostat

Cara elektrovaporisasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya saja teknik

ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat,

sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak

banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan massa mondok di rumah

sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak

terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

13

Page 14: laporan kasus Bph.doc

4. Pembedahan dengan laser (Laser Prostectomy)

Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari

tahun ke tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai

yaitu Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan

melalui bare fibre, right angle fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu

60-65 derajat celcius akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 1000C

mengalami vaporasi.

Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih

sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan

lebih cepat dan dengan hasil yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini

membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah, tidak dapat

diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada Ho:YAG), sering

banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan,

tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah

daripada pasca TURP.

Penggunaan pembedahan dengan dengan energi laser telah berkembang

dengan pesat akhir-akhir ini. Penelitian klinis memakai Nd:YAG menunjukan hasil

yang hampir sama dengan cara desobstruksi TURP, terutama dalam perbaikan skor

miksi dan pancaran urine. Meskipun demikian efek lebih lanjut dari laser masih

belum diketahui dengan pasti. Tehnik ini dianjurkan pada pasien yang memakai

terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak mungkin dilakukan tindakan

TURP karena kesehatannya.

14