Laporan Kasus Bedah_2

19
LAPORAN KASUS BEDAH APENDISITIS KRONIK Disusun Oleh : DEWI AMALIA NPM : 09700301 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA TAHUN AJARAN

description

vbgsfdv

Transcript of Laporan Kasus Bedah_2

LAPORAN KASUS BEDAHAPENDISITIS KRONIK

Disusun Oleh :DEWI AMALIANPM : 09700301

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA TAHUN AJARAN 2013-2014

BAB ILAPORAN KASUS APENDISITIS KRONIK

I. IDENTITAS PENDERITANama Penderita: Ny. SulastriUmur: 50 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamSuku: JawaPekerjaan: Ibu Rumah TanggaPendidikan: SDStatus: MenikahAlamat: Damarsi 05/02, Buduran, SidoarjoTanggal MRS: 27 Juni 2013Tanggal Pemeriksaan: 27 Juni 2013Tanggal KRS: 5 juli 2013No.Rekam Medik: 159-11-57

II. ANAMNESISAnamnesis dilakukan terhadap pasienA. Keluhan Utama: Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawahB. Anamnesis Khusus: Pasien dirawat sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, demam, mual muntah, napsu makan menurunC. Riwayat Penyakit: Pasien dirawat sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan nyeri pada perutnya, nyeri terus bertambah hingga menjalar sampai ke perut sebelah kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan dirasakan 3 hari sebelum ke rumah sakit. Selain nyeri juga mengeluh rasa mual dan muntah. Disertai demam tinggi ketika nyeri dirasakan.D. Riwayat Penyakit DahuluTidak adaE. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang berpenyakit seperti iniF. Riwayat PengobatanSering minum obat maag promagG. Riwayat Sosial EkonomiIbu rumah tangga Tidak ada riwayat mengkonsumsi alcoholTidak ada riwayat merokok

III. PEMERIKSAAN FISIK1. Pemeriksaan Umuma. Keadaan Umum: lemahb. Kesadaran: komposmentis (GCS 4-5-6)c. Tanda Vital: TD: 150/90 mmHg N: 77 x/mnt RR: 18 x/mnt Tax: 36 C A/I/C/D : -/-/-/-d. Kulit: Turgor kulit normal, elastisitas baik, tidak ada Ruam, tidak ada ptekie, tidak ada nodul, tidak ada tanda infeksi.e. Kelenjar Limfe: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe di leher, Aksila, dan inguinalf. Otot: Tidak terdapat atrofi ototg. Tulang: Tidak ada deformitas

2. Pemeriksaan Keadaan Umuma. Kepala Bentuk: bulat, simetrisRambut: panjang beruban, warna hitam tidak mudah dicabutMata: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada edema Pada daerah palpebra pada kedua mataHidung: tidak ada sekret, tidak ada bau, tidak ada perdarahanTelinga: tidak ada secret, tidak ada bau, tidak ada perdarahanMulut: tidak sianosisLidah: tidak kotor, tidak hiperemib. LeherInspeksi: simetris, tidak tampak pembesaran KGB leherPalpasi: tidak teraba pembesaran KGB leherKaku kuduk: tidak adac. DadaRH: -/-WH: -/-S1 S2: Tunggald. ParuInspeksi: simetris Palpasi: fremitus raba (+) normalPerkusi : sonorAuskultasi: RH (-), WH (-)e. Abdomen Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare

Hepar: tidak teraba , tidak ada nyeri tekanLimpa: tidak teraba, tidak ada nyeri tekanInspeksi : datarAuskultasi: bising usus (-) normalPerkusi: timpani disekuruh lapang abdomenPalpasi: hepar dan lien tidak teraba, ada nyeri tekan, turgor kulit f. EktremitasSuperior: akral hangat -/-, edema -/-Inferior: akral hangat -/-, edema -/-3. Pemeriksaan Fisik khususa. Inspeksi, pada apendisitis kronis ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.b. Palpasi, pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). c. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika. d. Pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Hasil LaboratoriumHasil laboratorium pada tanggal 1 juli 2013PEMERIKSAANMETODEHASIL

HEMATOLOGIFaal HemostasisPPTControl PPTKPPT/APTTControl KPPT/APPT

KIMIA KLINIKELEKTROLITNatrium Kalium Chlorida

ISEISEISE

12,111,726,128,2

1463.7107

V. DIAGNOSA KERJAapendisitis kronis eksaserbasi akut melihat adanya riwayat nyeri perut kanan bawah sejak dua tahun yang lalu.

VI. PLANNINGPemeriksaan laboratorium :a. Cek ulang DL (Darah Lengkap)b. USG c. Foto BOF

Planning terapia. Non medikamentosa Bedrest Asupan gizi Diet bebas TKTP Mobilisasi jalanb. Medikamentosa Ceftriaxone 2x1 g (iv) Metronidazole 3x500 mg Metarnizole 3x1 g (iv) Ondaceton 3x8 mg Omeprazole 3x40 mgPlanning monitoringa. Evaluasi vital signb. Evaluasi komplikasi

Planning edukasi a. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakitnyab. Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya faktor-faktor pencetusc. Menjelaskan pada pasien pentingnya berobat dan control

VII. PROGNOSISDubia ad bonam

BAB IIPEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka1. Apendisitis Kronika. Definisi Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Pada masyarakat umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu. Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu. Umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecumDiagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.b. PatofisiologiObstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid. Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal Capacity Appendic adalah 0.1 ml, bila sekresinya 0.5ml sahaja distal terhadap obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal 50cm H20.5,6Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal dan kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu Reffered Pain.5,6 Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks.Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral ynag semakin meningkat. Selanjutnya apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis Hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan muncul gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri dan produk dari jaringan yang mati.Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis akut. Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut, immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks, pelvic appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinis yang berakhir dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.

B. Dasar Penegak Diagnosa

Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebuttitik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebuttanda Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator).Hiperestesia kutaneuspada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.Rovsings signPositif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau Obraztsovas signPasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator signPada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.

Dunphys signPertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn signNyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)s signNyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)s signNyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelsons signNyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanovas signBertambahnya nyeri dengan jari padapetit trianglekanan (akan positif Shchetkin-Bloombergs sign)

Blumberg signDisebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

Bartomier-Michelsons signNyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanovas signBertambahnya nyeri dengan jari padapetit trianglekanan (akan positif Shchetkin-Bloombergs sign)

Blumberg signDisebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan kehamilan harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus kebidanan. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%.Pasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah mempunyai diagnosis banding apendisitis, kolik saluran kemih, kelainan pada saluran pencernaan seperti divertikulitis, ileokolitis, typhoid, serta keganasan. Demam pada pasien ini didahului oleh nyeri sehingga kemungkinan typhoid dapat disingkirkan. Gejala buang air kecil dan besar tidak ada kelainan maka kolik saluran kemih, divertikulitis, ileokolitis, maupun keganasan dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing yang positif, maka kemungkinan letak apendiks di daerah retrosekal. Nilai Modified Alvarado Scoring System adalah 9 dari 10 sehingga pasien pasti didiagnosis apendisitis dan dilakukan apendektomi. Diagnosis kerja pada pasien adalah apendisitis kronis eksaserbasi akut melihat adanya riwayat nyeri perut kanan bawah sejak dua tahun yang lalu. Pada saat operasi ditemukan apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal sesuai dengan tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. Didapatkan pula appendiks yang gangrenosa sehingga diagnosis post operasi adalah apendisitis gangrenosa. Apendisitis gangrenosa merupakan stadium akhir dari apendisitis dimana terjadi nekrosis jaringan akibat adanya gangguan aliran darah pada apendiks sehingga dapat terjadi perforasi. Terapi antibiotic spektrum luas pada apendisitis sederhana dan supuratif hanya dilakukan profilaksis preoperatif.

DAFTAR PUSTAKA1. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis. Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048.2. Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J 1979 Sep 22; 2: 697e8.3. Heaton KW. In: Br Med J, Res Clin, eds. Aetiology of acute appendicitis 1987 Jun 27; 294:1632e3.4. Bewes P. Appendicitis. [Internet] April 2003. [cited April 2011] E-Talc Issue 3. Available from: http://web.squ.edu.om/med-Lib/MED_CD/E_CDs/health%2520development/html/clients/beweshtml/bewes_01.htm5. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery Basic Science and Clinical Evidence. 2nd Ed. New York: Springer. 2008.6. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.7. Appendicitis [Internet] [updated September 2010; cited April 2011]. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Appendicitis8. Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et al. A prospective study ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987 Sep 10; 317: 666e9.9. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.10. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215: 337e48.11. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.12. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Loves Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004.13. Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J Anat. Soc. India 50(2) 170-178 (2001)14. Appendectomy. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Appendectomy15. Vermiform Appendix. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/vermiform_appendix16. Peritonitis. [Internet] [cited April 2011] Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/peritonitis