laporan kasus
description
Transcript of laporan kasus
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 1/18
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dunia kedokteran saat ini mengalami kemajuan pesat terutama dengan
perkembangan dan aplikasi komputer bidang kedokteran sehingga ilmu radiologi
turut berkembang mulai dari pencitraan organ sampai ke pencitraan selular atau
molekular.1 Perkembangan Radiologi dimulai dengan penemuan sinar-X oleh
William Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie
Curie, 3 tahun kemudian, penemuan sinar-X ini telah menimbulkan ―demam
penggunaan radiasi pada masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman,
meskipun radiasi menimbulkan efek yang negatif bagi tubuh manusia ternyata
kemajuan teknologi radiasi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia
terutama di dunia kedokteran. Pemanfaatan radiasi ini meliputi tindakan
radiodiagnostik, radioterapi dan kedokteran nuklir.2
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau PPOK adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya.3 Di Indonesia tidak ada data yang akurat
tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986
asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai
penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes
RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia.3
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan
merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %), pertambahan
penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-
an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi dan polusi udara terutama
di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan.3
Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK ) ini ditandai oleh aliran udara
keterbatasan. Dari sudut pandang patogen, beberapa penyebab diantaranya adalah
peradangan kronis, kerusakan parenkim paru-paru, dan penyempitan saluran
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 2/18
2
napas. Perubahan tersebut terjadi pada waktu yang sama dan dominasi dari satu di
atas perubahan patologis lainnya ditentukan oleh berbagai faktor.4
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 3/18
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. GAMBARAN RADIOLOGI
Wilhem Conrad Rontgen adalah seorang fisikawan Jerman. Ia menerima
Penghargaan Nobel Fisika pada 1901 untuk penemuan sinar-X. Penemuan ini
menandai dimulainya zaman fisika modern dan revolusi kedokteran diagnostik.
Pada 1895 ia mengadakan percobaan dengan aliran arus listrik dan tabung gelas
yang dikosongkan sebagian (tabung sinar katode). Rontgen mengamati bahwa
potongan barium platinosianida yang berdekatan melepaskan sinar saat tabung
dioperasikan.
Ia merumuskan teori bahwa saat sinar katode (elektron) menembus
dinding gelas tabung, terjadilah fluoresensi. Pengamatan lebih lanjut
mengungkapkan bahwa kertas, kayu, dan aluminum, di antara bahan lain,
transparan pada bentuk baru radiasi ini. Hal ini mempengaruhi plat fotografi dan
menunjukkan beberapa sifat cahaya, seperti refleksi atau refraksi. Ia menyebutnya
fenomena radiasi X/radiasi Rontgen. Rontgen mengambil fotografi sinar-X
pertama dari bagian dalam obyek logam dan tulang tangan istrinya.
- Penghalang sinar x maka akan memberikan gambaran putih (opaq)
- Sesuatu yang ditembus sinar x akan memberikan gambaran hitam (lucent)
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 4/18
4
Gambar 1. Radioanatomy of the Lungs
Pada gambar di atas pulmo nampak lucent karena mengandung banyak
udara pada alveolinya. Namun dibandingkan dengan udara di luar tubuh, udara
dalam paru memiliki warna lucent yang lebih rendah. Jika warna lucent paru-parusama dengan udara luar tubuh maka ada kemungkinan pnemothorax (thorax
memiliki udara) misal saat luka tusuk yg mengakibatkan paru-paru mengempis,
maka di luar paru-paru terdapat udara.
Ukuran jantung dewasa: tidak boleh melebihi setengah diameter
interthoracal (CTR: Cardio Thoracic Ratio)
Ukuran jantung Batita : > setengah (sekitar 0,6 atau 0,7) tetapi jika
melebihi ukuran tersebut maka dicurigai bahwa jantung anak tersebut membesar.
Pemotretan thorax dapat dilakukan dengan 2 cara:
Posteroanterior (PA): sinar dari belakang ke depan
Anteroposterior (AP): sinar dari depan ke belakang.
Lateral yaitu dari samping
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 5/18
5
Gambar 2. Proyeksi Lateral Paru- paru
Gambar 3. Perbandingan Foto thorax PA saat Inspirasi dan Ekspirasi
Saat inspirasi adalah saat dimana udara masuk ke dalam paru – paru. Oleh
sebab itu pada foto thoraks didapatkan gambaran diafragma yang mendatar/rendah
(ketinggiannya adalah sebesar/ sejajarcostae 10 dihitung dari bawah). Pada orang
yang menderita asma biasanya ketinggian diaphragma hingga costae 12. Orang
yang menderita asma jika melakukan inspirasi mudah, tetapi kesulitan untuk
ekspirasi. Pada orang yang menderita asma biasanya ketinggian diaphragma
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 6/18
6
hingga costae 12. Orang yang menderita asma jika melakukan inspirasi mudah,
tetapi kesulitan untuk ekspirasi.
Saat ekspirasi adalah saat dimana udara keluar dari paru – paru. Oleh
sebab itu pada foto thoraks didapatkan gambaran diafragma yang melengkung
(ketinggiannya kurang dari costae 10). Warna sinus costophrenicus harus lucent,
jika warnanya opaq maka disana terdapat cairan yang disebut efusi. Jika terjadi
efusi paru maka sinus costophrenicusnya terlihat tumpul.
B. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS
1. Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.
a. Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut -
turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
b. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten
berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan
memenuhi kriteria PPOK.
3
2 Faktor Resiko3
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
-
Perokok pasif
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 7/18
7
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
-
Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktivitas bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5.
Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
3 Patogenesis dan Patologi
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis.3 Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.5 Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema:3
Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas
ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat
kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah
Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran
napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa
atau dekat pleuraObstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,
metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan
napas.3
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 8/18
8
Skema 1. Bagan patogenesis kerusakan paru pada PPOK
4. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas
dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
a. Gambaran klinis
1. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
2. Pemeriksaan fisis
b. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan rutin ( spirometri)
2. Pemeriksaan khusus (X- foto thorax, CT-Scan)
5. Diagnosis Banding3
a. Asma
b. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) adalah penyakit
obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
c. Pneumotoraks
d. Gagal jantung kronik
Kerusakan parenkim paru
Mekanisme
perbaikan
Inflamasi
Inhalasi bahan berbahaya
Mekanisme
perlindungan
Penyempitan saluran
nafas dan fibrosis
Destruksi
Parenkim
Hipersekresi Mukus
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 9/18
9
e. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :
bronkiektasis, destroyed lung.
C.
GAMBARAN RADIOLOGIS PADA EMFISEMA
Diagnosis emfisema berdasar pendekatan patologinya (diagnosis emfisema
menggunakan pendekatan pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti,
akan tetapi sangat sulit dilakukan), sehingga penegakan diagnostic masih
cenderung mempelajari emfisema dengan jalan mengukur derajat abnormalitas
faal paru dengan pemeriksaan spirometri sebagai standar baku emas.
Abnormalitas pemeriksaan faal paru pada emfisema menunjukkan tanda
obstruktif.5,6
Pemeriksaan spirometri cukup sulit dan cukup lama serta sangat
memerlukan kerjasama pasien dalam hal melakukan manouver berkali-kali.
Apabila pasien tidak mampu melakukan manuver secara benar maka tidak akan
didapatkan hasil spirometri yang akurat. Emfisema mempunyai kelainan berupa
pelebaran abnormal dan permanen ruang udara sebelah distal dari bronkhiolus
terminalis. Kelainan yang mendasari adalah destruksi difus dinding alveoli tanpa
fibrosis yang nyata, bersifat kronis progresif dan memberikan kecacatan yang
menetap. 5
Kelainan struktur parenkim diawali terjadinya inflamasi khronis yang akan
mengakibatkan destruksi jaringan elastin dinding jalan napas. Bentuk kelainan
struktur yang dijumpai adalah destruksi serat elastin septum interalveoli dan
ditemukannya peningkatan serat kolagen sebagai bentuk remodelling jaringan ikat
paru akibat destruksi serat elastin tersebut. Keadaan inilah yang berkaitan dengan
terjadinya penurunan fungsi paru. Elastin dan kolagen merupakan komponenutama dari anyaman (network) jaringan ikat paru yang secara bersama
menentukan daya elastisitas paru. 5
Destruksi serat elastin, deposisi dan bentuk remodelling kolagen,
merupakan kelainan yang mendasari terjadinya pembesaran ruang udara pada
emfisema. Kelainan struktur jaringan dapat memberi manifestasi pada gambaran
radiologi foto thorax proyeksi posterio-anterior (foto thorax PA) sehingga
pendekatan pemeriksaan foto thorax PA diharapkan mampu memberi kontribusi
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 10/18
10
penegakan diagnosis yang cepat dan akurat pada emfisema pulmonum dan
merupakan pemeriksaan yang lebih nyaman bagi pasien dibandingkan spirometri.5
Gambar 4. Foto Radiologis Emfisema ( X Foto Toraks Proyeksi AP )
Berdasarkan pada Foto toraks proyeksi AP , emfisema dapat ditunjukkan
dengan adanya gambaran paru – paru yang besar dan inflasi yang meningkat (
hyperinflated ). Tanda- tanda hiperinflasi adalah:7
Diafragma yang datar dan rendah,
Diafragma yang rendah paling baik ditentukan oleh proyeksi lateral dada
Gambaran hiperlusen pada lapangan paru.
Peningkatan diameter Antero Posterior (AP )
Peningkatan jumlah udara retrosternal
Vertical heart
Tanda - tanda hiperinflasi dapat juga ditemui pada bronchitis kronik asma
dan emfisema. Kita bisa menyebutnya emfisema hanya ketika hiperinflasi
dikaitkan dengan blebs ( lung bullae ) dan tanda tanda berkurangnya
vaskularisasi. 4,7
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 11/18
11
Gambar 5. Perbandingan skematik gambaran radiologis (PA) paru normal dan
Emfisema
Gambar 6. Gambaran Hiperinflasi Paru8
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 12/18
12
(A) Right diaphragmatic height (DMHT) — Mengukur garis tegak lurus dari
kubah atas dari diafragma kanan ke garis persendian costophrenic dan sudut
cardiophrenic.
(B) Right lung length (LL) — berlokasi dari tubercle tulang iga pertama ke kubah
bagian atas diaphragm kanan.
(C) Retrosternal space (RSP) — Posisi horizontal dari sudut posterior pada 3 cm
dibawah manubriosternal junction ke batas anterior dari aorta.
Tabel.1 kriteria untuk mengevaluasi emphysema pada radiograph thorax
Temuan pada radiograph thorax Skore
Level of right dome of diaphragm (DML) skore
0-3
≤6th rib 0
>6th rib - ≤7th rib 1
>7th rib - ≤8th rib 2
>8th rib 3
Height of right dome of diaphragm (DMHT)
>1.5cm 0 0
0-2<1.5cm - >1cm 1 1
<1cm 2
Retrosternal space (RSP)
<2.5cm 0
0-3≥2.5cm - <3.0cm 1
≥3.0cm - <3.5cm 2 2≥3.5cm 3
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 13/18
13
Gambar 7. Proyeksi PA ( Gambaran Bleb Wall )
D. GAMBARAN RADIOLOGIS PADA BRONKITIS KRONIK
Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok, polusi
udara, infeksi berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada bronkus.
Perubahan patologi yang terjadi pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai
ke saluran napas kecil (diameter 2-4 mm) berupa infiltrasi permukaan epitel jalan
napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan eksudat inflamasi (sel dan cairan)
yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+), makrofag dan neutrofil.9
Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan metaplasia sel goblet dan
sel squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran epitel epitel kelenjar,
peningkatan banyak otot polos dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas,
serta degenerasi tulang rawan jalan napas. Semua perubahan patologi itu
bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis kronis yaitu batuk kronik dan
produksi sputum berlebihan seperti yang dijelaskan sebagai definisi bronkitis
kronis dengan kemungkinan berkombinasi dengan masalah jalan napas perifer dan
emfisema.9
Gambaran radiologi pada penderita bronchitis kronik dapat tidak spesifik.
Dalam bronkitis kronis , gambaran radiologi dapat terlihat penebalan dinding
bronkial dapat dilihat di samping pembuluh membesar.10 Bahkan ada kepustakaan
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 14/18
14
yang menyebutkan bahwa Chest X Ray pada penderita bronchitis kronik jarang
bermanfaat untuk mendiagnosis Bronkitis Kronik.11
Gambar 8. Penebalan dinding bronkial di daerah perihilar
E.
GAMBARAN CT-SCAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF
KRONIK
Radiografi konvensional dada biasanya adalah salah satu pemeriksaan
penunjang pertama yang diminta dalam evaluasi pasien dengan keluhan dan
riwayat paparan yang sesuai dengan PPOK. Beberapa perubahan morfologi yang
terdeteksi dalam tahap awal dengan metode ini namun seiring dengan
progresivitas dari penyakit, radiografi konvensional dapat digunakan untuk
mendeteksi beberapa perubahan dengan sensitivitas dan spesifisitas rendah.4
Beberapa kepustakan menuliskan bahwa Computed Tomography atau CT
telah menjadi pendekatan utama untuk melakukan pencitraan di penyakit paru-
paru , termasuk penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK ) untuk beberapa dekade.
Penggunaan sistem CT yang lebih tua mungkin hanya memperlihatkan pencitraan
aksial , dan irisan 1 mm resolusi yang tinggi dapat diperoleh secara bertahap pada
1 cm untuk memberikan gambar detail struktur paru-paru sampai ukuran 1 mm3.
Pengembangan multi-detector row berikutnya dari sistem CT ( MDCT ) telah
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 15/18
15
memungkinkan untuk mendapatkan isotropic voxels volumetric , sehingga
mengarah ke beberapa proyeksi ( pendekatan sagittal dan koronal ) , sementara itu
pelaksanaan contrast-enhanced angiography telah membantu studi anatomi
vasculature jantung dan paru-paru. 4,12,13
Pengenalan computed tomography resolusi tinggi atau High Resolution
Computed Tomography (HRCT) paru-paru pada awal 1980 telah membuka
sebuah era baru dalam diagnosis COPD.
Gambar 9. CT Scan Paru – paru menggambarkan densitas yang tidak homogen
pada penderita PPOK
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 16/18
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Radiografi konvensional dada biasanya adalah salah satu pemeriksaan
penunjang pertama yang diminta dalam evaluasi pasien dengan keluhan dan
riwayat paparan yang sesuai dengan PPOK. Beberapa perubahan morfologi yang
terdeteksi dalam tahap awal dengan metode ini namun seiring dengan
progresivitas dari penyakit, radiografi konvensional dapat digunakan untuk
mendeteksi beberapa perubahan dengan sensitivitas dan spesifisitas rendah.
Pengenalan computed tomography resolusi tinggi atau High Resolution
Computed Tomography (HRCT) paru-paru telah membuka sebuah era baru dalam
diagnosis COPD. Hasil pemeriksaan radiologis pada pasien PPOK di dapatkan
hyperinflation. Hanya pemeriksaan radiologis saja yang dilakukan mungkin tidak
akurat untuk mengetahui emphysema. Computed tomography ( CT) merupakan
metode radiologi terbaik untuk menilai emphysema. Penurunan rata-rata densitas
paru adalah indikator dari kerusakan parenkim dan dapat menjadi mudan dan
reliably menilai dengan teknik yang sederhana. CT juga membantu menyaring
temuan lain yagn tidak dilihat pada radiologi konvensional seperti bullae,
bronchiectasis dan lainnya.
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 17/18
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
Irdam AI, Sudarmo P. PemeriksaanRadiografiPolos Abdomen
padaKasusGawatDarurat. MajalahKedokteran Indonesia Volum: 58,
Nomor: 12, Desember 2008.
2. Latief Abdul. Radiology Of Normal Thorax & Abdomen. 2009
3.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) : Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003
4. Capone D, Capone R, Rolim A, Bruno LP, Lopes A. Imaging in chronic
obstructive pulmonary disease. Revista Pedro Ernesto University Hospital.
Available on :
http://revista.hupe.uerj.br/busca_exibe.asp?buscar=imaging&button2=Sear
ch ( diaksestanggal 9 November 2014 )
5. Kusumaningrum S. ValiditasFoto Thorax Proyeksi Posterio-Anterior
untuk Menegakkan Diagnosis Emfisema Pulmonum. Biomedika, Volume
1, Nomor 2, Tahun 2009. 2009
6.
Putra IPW, Artika IDM. Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Paru
Obstruktif Kronis. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. [ Artikel ] Available on :
ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4872/3658 (
diaksestanggal 10 November 2014 )
7. Chandrasekhar A. Chronic Obstructive Lung Disease ( Copd) /
Emphysema. [ Internet ] Available on:
http://www.stritch.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Medicine/emp
hysema.htm (diakses tanggal 10 November 2014 )
7/21/2019 laporan kasus
http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 18/18
18
8. Chugh T, Goel N, Bhargava S.K, Kumar R. Correlation of Physiological
and Radiological Characteristics in Chronic Obstructive Pulmonary
Disease: Indian J Chest Dis Allied Sci Delhi. 2012;54:235-242
9. Sutoyo DK. Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal
(Vicious Circle). JurnalRespirologi Indonesia. 2009
10. Zompatori M, Sverzellati N, Gentile T, Spaggiari L, Laporta T, Fecci L.
Imaging of the patient with chronic bronchitis: an overview of old and new
signs. La RadiologiaMedica. 2006 . Available on :
http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11547-006-0061-0
(diaksestanggal 10 November 2014 )
11. Anonim. Chronic obstructive pulmonary disease. University of Maryland
Medical Center. Available on:
http://umm.edu/health/medical/reports/articles/chronic-obstructive-
pulmonary-disease. (diakses tanggal 10 November 2014 )
12. Van Beek EJR. Hoffman EA. Imaging in COPD. Imaging DecisionsVol 1.
2009. Available on
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.16170830.2009.01130.x/abstr
act (diaksestanggal 11 November 2014)
13. Pipavath SNJ, Schmidt RA, Takasugi JE, Godwin JD. Chronic
Obstructive Pulmonary Disease: Radiology-Pathology Correlation. J
Thorac Imaging _ Volume 24, Number 3, August 2009.