laporan kasus

18
7/21/2019 laporan kasus http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 1/18 1 BAB I PENDAHULUAN Dunia kedokteran saat ini mengalami kemajuan pesat terutama dengan  perkembangan dan aplikasi komputer bidang kedokteran sehingga ilmu radiologi turut berkembang mulai dari pencitraan organ sampai ke pencitraan selular atau molekular. 1 Perkembangan Radiologi dimulai dengan penemuan sinar-X oleh William Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 tahun kemudian, penemuan sinar-X ini tela h menimbulkan ―demam  penggunaan radiasi pada masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman, meskipun radiasi menimbulkan efek yang negatif bagi tubuh manusia ternyata kemajuan teknologi radiasi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia terutama di dunia kedokteran. Pemanfaatan radiasi ini meliputi tindakan radiodiagnostik, radioterapi dan kedokteran nuklir. 2 Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. 3 Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai  penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. 3  Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %), pertambahan  penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960- an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi dan polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan. 3 Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK ) ini ditandai oleh aliran udara keterbatasan. Dari sudut pandang patogen, beberapa penyebab diantaranya adalah  peradangan kronis, kerusakan parenkim paru-paru, dan penyempitan saluran

description

contoh laporan kasus radiologi

Transcript of laporan kasus

Page 1: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 1/18

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dunia kedokteran saat ini mengalami kemajuan pesat terutama dengan

 perkembangan dan aplikasi komputer bidang kedokteran sehingga ilmu radiologi

turut berkembang mulai dari pencitraan organ sampai ke pencitraan selular atau

molekular.1 Perkembangan Radiologi dimulai dengan penemuan sinar-X oleh

William Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie

Curie, 3 tahun kemudian, penemuan sinar-X ini telah menimbulkan ―demam

 penggunaan radiasi pada masyarakat. Sejalan dengan perkembangan zaman,

meskipun radiasi menimbulkan efek yang negatif bagi tubuh manusia ternyata

kemajuan teknologi radiasi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia

terutama di dunia kedokteran. Pemanfaatan radiasi ini meliputi tindakan

radiodiagnostik, radioterapi dan kedokteran nuklir.2

Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau PPOK adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif

nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan

emfisema atau gabungan keduanya.3 Di Indonesia tidak ada data yang akurat

tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986

asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai

 penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes

RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan

emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di

Indonesia.3 

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut yaitu kebiasaan

merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %), pertambahan

 penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-

an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi dan polusi udara terutama

di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan.3

Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK ) ini ditandai oleh aliran udara

keterbatasan. Dari sudut pandang patogen, beberapa penyebab diantaranya adalah

 peradangan kronis, kerusakan parenkim paru-paru, dan penyempitan saluran

Page 2: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 2/18

2

napas. Perubahan tersebut terjadi pada waktu yang sama dan dominasi dari satu di

atas perubahan patologis lainnya ditentukan oleh berbagai faktor.4

Page 3: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 3/18

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  GAMBARAN RADIOLOGI

Wilhem Conrad Rontgen adalah seorang fisikawan Jerman. Ia menerima

Penghargaan Nobel Fisika pada 1901 untuk penemuan sinar-X. Penemuan ini

menandai dimulainya zaman fisika modern dan revolusi kedokteran diagnostik.

Pada 1895 ia mengadakan percobaan dengan aliran arus listrik dan tabung gelas

yang dikosongkan sebagian (tabung sinar katode). Rontgen mengamati bahwa

 potongan barium platinosianida yang berdekatan melepaskan sinar saat tabung

dioperasikan.

Ia merumuskan teori bahwa saat sinar katode (elektron) menembus

dinding gelas tabung, terjadilah fluoresensi. Pengamatan lebih lanjut

mengungkapkan bahwa kertas, kayu, dan aluminum, di antara bahan lain,

transparan pada bentuk baru radiasi ini. Hal ini mempengaruhi plat fotografi dan

menunjukkan beberapa sifat cahaya, seperti refleksi atau refraksi. Ia menyebutnya

fenomena radiasi X/radiasi Rontgen. Rontgen mengambil fotografi sinar-X

 pertama dari bagian dalam obyek logam dan tulang tangan istrinya.

-  Penghalang sinar x maka akan memberikan gambaran putih (opaq)

-  Sesuatu yang ditembus sinar x akan memberikan gambaran hitam (lucent)

Page 4: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 4/18

4

Gambar 1. Radioanatomy of the Lungs 

Pada gambar di atas pulmo nampak lucent karena mengandung banyak

udara pada alveolinya. Namun dibandingkan dengan udara di luar tubuh, udara

dalam paru memiliki warna lucent yang lebih rendah. Jika warna lucent paru-parusama dengan udara luar tubuh maka ada kemungkinan pnemothorax (thorax

memiliki udara) misal saat luka tusuk yg mengakibatkan paru-paru mengempis,

maka di luar paru-paru terdapat udara.

Ukuran jantung dewasa: tidak boleh melebihi setengah diameter

interthoracal (CTR: Cardio Thoracic Ratio)

Ukuran jantung Batita : > setengah (sekitar 0,6 atau 0,7) tetapi jika

melebihi ukuran tersebut maka dicurigai bahwa jantung anak tersebut membesar.

Pemotretan thorax dapat dilakukan dengan 2 cara:

  Posteroanterior (PA): sinar dari belakang ke depan

  Anteroposterior (AP): sinar dari depan ke belakang.

  Lateral yaitu dari samping

Page 5: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 5/18

5

Gambar 2. Proyeksi Lateral Paru- paru

Gambar 3. Perbandingan Foto thorax PA saat Inspirasi dan Ekspirasi

Saat inspirasi adalah saat dimana udara masuk ke dalam paru  –  paru. Oleh

sebab itu pada foto thoraks didapatkan gambaran diafragma yang mendatar/rendah

(ketinggiannya adalah sebesar/ sejajarcostae 10 dihitung dari bawah). Pada orang

yang menderita asma biasanya ketinggian diaphragma hingga costae 12. Orang

yang menderita asma jika melakukan inspirasi mudah, tetapi kesulitan untuk

ekspirasi. Pada orang yang menderita asma biasanya ketinggian diaphragma

Page 6: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 6/18

6

hingga costae 12. Orang yang menderita asma jika melakukan inspirasi mudah,

tetapi kesulitan untuk ekspirasi.

Saat ekspirasi adalah saat dimana udara keluar dari paru  –   paru. Oleh

sebab itu pada foto thoraks didapatkan gambaran diafragma yang melengkung

(ketinggiannya kurang dari costae 10). Warna sinus costophrenicus harus lucent,

 jika warnanya opaq maka disana terdapat cairan yang disebut efusi. Jika terjadi

efusi paru maka sinus costophrenicusnya terlihat tumpul.

B.  PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

1. Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran

udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel

 parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan

keduanya.

a.  Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak

minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut -

turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

b.  Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga

udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga

memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten

 berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan

memenuhi kriteria PPOK.

3

2 Faktor Resiko3

1.  Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

a.  Riwayat merokok

-  Perokok aktif

Perokok pasif

Page 7: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 7/18

7

-  Bekas perokok

 b.  Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu

 perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan

lama merokok dalam tahun :

-  Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

-  Berat : >600

2.  Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3.  Hipereaktivitas bronkus

4.  Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5. 

Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

3 Patogenesis dan Patologi

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,

metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi

akibat fibrosis.3  Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

 bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.5  Secara anatomik

dibedakan tiga jenis emfisema:3

 

Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas

ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat

kebiasaan merokok lama

  Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara

merata dan terbanyak pada paru bagian bawah

  Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran

napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa

atau dekat pleuraObstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena

 perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis,

metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan

napas.3 

Page 8: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 8/18

8

Skema 1. Bagan patogenesis kerusakan paru pada PPOK

4. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala

ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan jelas

dan tanda inflasi paru

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

a. Gambaran klinis

1. Anamnesis

- Keluhan

- Riwayat penyakit

- Faktor predisposisi

2. Pemeriksaan fisis

 b. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan rutin ( spirometri)

2. Pemeriksaan khusus (X- foto thorax, CT-Scan)

5. Diagnosis Banding3

a. Asma

 b. SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) adalah penyakit

obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita

 pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

c. Pneumotoraks

d. Gagal jantung kronik

Kerusakan parenkim paru

Mekanisme

perbaikan

Inflamasi

Inhalasi bahan berbahaya

Mekanisme

perlindungan

Penyempitan saluran

nafas dan fibrosis

Destruksi

Parenkim

Hipersekresi Mukus

Page 9: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 9/18

9

e. Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :

 bronkiektasis, destroyed lung.

C. 

GAMBARAN RADIOLOGIS PADA EMFISEMA

Diagnosis emfisema berdasar pendekatan patologinya (diagnosis emfisema

menggunakan pendekatan pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti,

akan tetapi sangat sulit dilakukan), sehingga penegakan diagnostic masih

cenderung mempelajari emfisema dengan jalan mengukur derajat abnormalitas

faal paru dengan pemeriksaan spirometri sebagai standar baku emas.

Abnormalitas pemeriksaan faal paru pada emfisema menunjukkan tanda

obstruktif.5,6 

Pemeriksaan spirometri cukup sulit dan cukup lama serta sangat

memerlukan kerjasama pasien dalam hal melakukan manouver berkali-kali.

Apabila pasien tidak mampu melakukan manuver secara benar maka tidak akan

didapatkan hasil spirometri yang akurat. Emfisema mempunyai kelainan berupa

 pelebaran abnormal dan permanen ruang udara sebelah distal dari bronkhiolus

terminalis. Kelainan yang mendasari adalah destruksi difus dinding alveoli tanpa

fibrosis yang nyata, bersifat kronis progresif dan memberikan kecacatan yang

menetap. 5

Kelainan struktur parenkim diawali terjadinya inflamasi khronis yang akan

mengakibatkan destruksi jaringan elastin dinding jalan napas. Bentuk kelainan

struktur yang dijumpai adalah destruksi serat elastin septum interalveoli dan

ditemukannya peningkatan serat kolagen sebagai bentuk remodelling jaringan ikat

 paru akibat destruksi serat elastin tersebut. Keadaan inilah yang berkaitan dengan

terjadinya penurunan fungsi paru. Elastin dan kolagen merupakan komponenutama dari anyaman (network) jaringan ikat paru yang secara bersama

menentukan daya elastisitas paru. 5

Destruksi serat elastin, deposisi dan bentuk remodelling kolagen,

merupakan kelainan yang mendasari terjadinya pembesaran ruang udara pada

emfisema. Kelainan struktur jaringan dapat memberi manifestasi pada gambaran

radiologi foto thorax proyeksi posterio-anterior (foto thorax PA) sehingga

 pendekatan pemeriksaan foto thorax PA diharapkan mampu memberi kontribusi

Page 10: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 10/18

10

 penegakan diagnosis yang cepat dan akurat pada emfisema pulmonum dan

merupakan pemeriksaan yang lebih nyaman bagi pasien dibandingkan spirometri.5 

Gambar 4. Foto Radiologis Emfisema ( X Foto Toraks Proyeksi AP )

Berdasarkan pada Foto toraks proyeksi AP , emfisema dapat ditunjukkan

dengan adanya gambaran paru  –   paru yang besar dan inflasi yang meningkat (

hyperinflated  ). Tanda- tanda hiperinflasi adalah:7

  Diafragma yang datar dan rendah,

  Diafragma yang rendah paling baik ditentukan oleh proyeksi lateral dada

  Gambaran hiperlusen pada lapangan paru.

  Peningkatan diameter Antero Posterior (AP )

 

Peningkatan jumlah udara retrosternal

  Vertical heart

Tanda - tanda hiperinflasi dapat juga ditemui pada bronchitis kronik asma

dan emfisema. Kita bisa menyebutnya emfisema hanya ketika hiperinflasi

dikaitkan dengan blebs ( lung bullae )  dan tanda tanda berkurangnya

vaskularisasi. 4,7 

Page 11: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 11/18

11

Gambar 5. Perbandingan skematik gambaran radiologis (PA) paru normal dan

Emfisema

Gambar 6. Gambaran Hiperinflasi Paru8

Page 12: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 12/18

12

(A)  Right diaphragmatic height (DMHT)  —   Mengukur garis tegak lurus dari

kubah atas dari diafragma kanan ke garis persendian costophrenic dan sudut

cardiophrenic.

(B) Right lung length (LL) —  berlokasi dari tubercle tulang iga pertama ke kubah

 bagian atas diaphragm kanan.

(C) Retrosternal   space (RSP) — Posisi horizontal dari sudut posterior pada 3 cm

dibawah manubriosternal junction ke batas anterior dari aorta.

Tabel.1 kriteria untuk mengevaluasi emphysema pada radiograph thorax  

Temuan pada radiograph thorax Skore

 Level of right dome of diaphragm (DML)  skore

0-3

≤6th rib  0

>6th rib - ≤7th rib 1

>7th rib - ≤8th rib  2

>8th rib 3

 Height of right dome of diaphragm (DMHT)

>1.5cm 0  0

0-2<1.5cm - >1cm 1 1

<1cm 2

 Retrosternal space (RSP)

<2.5cm 0

0-3≥2.5cm - <3.0cm 1

≥3.0cm - <3.5cm 2 2≥3.5cm  3

Page 13: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 13/18

13

Gambar 7. Proyeksi PA ( Gambaran Bleb Wall )

D.  GAMBARAN RADIOLOGIS PADA BRONKITIS KRONIK

Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok, polusi

udara, infeksi berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada bronkus.

Perubahan patologi yang terjadi pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai

ke saluran napas kecil (diameter 2-4 mm) berupa infiltrasi permukaan epitel jalan

napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan eksudat inflamasi (sel dan cairan)

yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+), makrofag dan neutrofil.9 

Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan metaplasia sel goblet dan

sel squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran epitel epitel kelenjar,

 peningkatan banyak otot polos dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas,

serta degenerasi tulang rawan jalan napas. Semua perubahan patologi itu

 bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis kronis yaitu batuk kronik dan

 produksi sputum berlebihan seperti yang dijelaskan sebagai definisi bronkitis

kronis dengan kemungkinan berkombinasi dengan masalah jalan napas perifer dan

emfisema.9

Gambaran radiologi pada penderita bronchitis kronik dapat tidak spesifik.

Dalam bronkitis kronis , gambaran radiologi dapat terlihat penebalan dinding

 bronkial dapat dilihat di samping pembuluh membesar.10 Bahkan ada kepustakaan

Page 14: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 14/18

14

yang menyebutkan bahwa Chest X Ray pada penderita bronchitis kronik jarang

 bermanfaat untuk mendiagnosis Bronkitis Kronik.11

Gambar 8. Penebalan dinding bronkial di daerah perihilar

E. 

GAMBARAN CT-SCAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIK

Radiografi konvensional dada biasanya adalah salah satu pemeriksaan

 penunjang pertama yang diminta dalam evaluasi pasien dengan keluhan dan

riwayat paparan yang sesuai dengan PPOK. Beberapa perubahan morfologi yang

terdeteksi dalam tahap awal dengan metode ini namun seiring dengan

 progresivitas dari penyakit, radiografi konvensional dapat digunakan untuk

mendeteksi beberapa perubahan dengan sensitivitas dan spesifisitas rendah.4

Beberapa kepustakan menuliskan bahwa Computed Tomography atau CT

telah menjadi pendekatan utama untuk melakukan pencitraan di penyakit paru-

 paru , termasuk penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK ) untuk beberapa dekade.

Penggunaan sistem CT yang lebih tua mungkin hanya memperlihatkan pencitraan

aksial , dan irisan 1 mm resolusi yang tinggi dapat diperoleh secara bertahap pada

1 cm untuk memberikan gambar detail struktur paru-paru sampai ukuran 1 mm3.

Pengembangan multi-detector row  berikutnya dari sistem CT ( MDCT ) telah

Page 15: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 15/18

15

memungkinkan untuk mendapatkan isotropic voxels volumetric  , sehingga

mengarah ke beberapa proyeksi ( pendekatan sagittal dan koronal ) , sementara itu

 pelaksanaan contrast-enhanced   angiography telah membantu studi anatomi

vasculature jantung dan paru-paru. 4,12,13

Pengenalan computed tomography resolusi tinggi atau High Resolution

Computed Tomography (HRCT) paru-paru pada awal 1980 telah membuka

sebuah era baru dalam diagnosis COPD.

Gambar 9. CT Scan Paru –  paru menggambarkan densitas yang tidak homogen

 pada penderita PPOK

Page 16: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 16/18

16

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Radiografi konvensional dada biasanya adalah salah satu pemeriksaan

 penunjang pertama yang diminta dalam evaluasi pasien dengan keluhan dan

riwayat paparan yang sesuai dengan PPOK. Beberapa perubahan morfologi yang

terdeteksi dalam tahap awal dengan metode ini namun seiring dengan

 progresivitas dari penyakit, radiografi konvensional dapat digunakan untuk

mendeteksi beberapa perubahan dengan sensitivitas dan spesifisitas rendah.

Pengenalan computed tomography resolusi tinggi atau High Resolution

Computed Tomography (HRCT) paru-paru telah membuka sebuah era baru dalam

diagnosis COPD. Hasil pemeriksaan radiologis pada pasien PPOK di dapatkan

hyperinflation. Hanya pemeriksaan radiologis saja yang dilakukan mungkin tidak

akurat untuk mengetahui emphysema.  Computed tomography ( CT)  merupakan

metode radiologi terbaik untuk menilai emphysema. Penurunan rata-rata densitas

 paru adalah indikator dari kerusakan parenkim dan dapat menjadi mudan dan

reliably menilai dengan teknik yang sederhana. CT juga membantu menyaring

temuan lain yagn tidak dilihat pada radiologi konvensional seperti bullae,

 bronchiectasis dan lainnya.

Page 17: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 17/18

17

DAFTAR PUSTAKA

1. 

Irdam AI, Sudarmo P. PemeriksaanRadiografiPolos Abdomen

 padaKasusGawatDarurat. MajalahKedokteran Indonesia Volum: 58,

 Nomor: 12, Desember 2008.

2.  Latief Abdul. Radiology Of Normal Thorax & Abdomen. 2009

3. 

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) : Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003

4.  Capone D, Capone R, Rolim A, Bruno LP, Lopes A. Imaging in chronic

obstructive pulmonary disease. Revista Pedro Ernesto University Hospital.

Available on :

http://revista.hupe.uerj.br/busca_exibe.asp?buscar=imaging&button2=Sear 

ch ( diaksestanggal 9 November 2014 )

5.  Kusumaningrum S. ValiditasFoto Thorax Proyeksi Posterio-Anterior

untuk Menegakkan Diagnosis Emfisema Pulmonum. Biomedika, Volume

1, Nomor 2, Tahun 2009. 2009

6. 

Putra IPW, Artika IDM. Diagnosis Dan Tata Laksana Penyakit Paru

Obstruktif Kronis. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP

Sanglah Denpasar. [ Artikel ] Available on :

ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4872/3658 (

diaksestanggal 10 November 2014 )

7.  Chandrasekhar A. Chronic Obstructive Lung Disease ( Copd) /

Emphysema. [ Internet ] Available on:

http://www.stritch.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Medicine/emp

hysema.htm (diakses tanggal 10 November 2014 )

Page 18: laporan kasus

7/21/2019 laporan kasus

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-56d9ec209b158 18/18

18

8.  Chugh T, Goel N, Bhargava S.K, Kumar R. Correlation of Physiological

and Radiological Characteristics in Chronic Obstructive Pulmonary

Disease: Indian J Chest Dis Allied Sci Delhi. 2012;54:235-242

9.  Sutoyo DK. Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal

(Vicious Circle). JurnalRespirologi Indonesia. 2009

10. Zompatori M, Sverzellati N, Gentile T, Spaggiari L, Laporta T, Fecci L.

Imaging of the patient with chronic bronchitis: an overview of old and new

signs. La RadiologiaMedica. 2006 . Available on :

http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs11547-006-0061-0 

(diaksestanggal 10 November 2014 )

11. Anonim. Chronic obstructive pulmonary disease. University of Maryland

Medical Center. Available on:

http://umm.edu/health/medical/reports/articles/chronic-obstructive-

 pulmonary-disease. (diakses tanggal 10 November 2014 )

12. Van Beek EJR. Hoffman EA. Imaging in COPD. Imaging DecisionsVol 1.

2009. Available on

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.16170830.2009.01130.x/abstr 

act  (diaksestanggal 11 November 2014)

13. Pipavath SNJ, Schmidt RA, Takasugi JE, Godwin JD. Chronic

Obstructive Pulmonary Disease: Radiology-Pathology Correlation. J

Thorac Imaging _ Volume 24, Number 3, August 2009.