LAPORAN KASUS
-
Upload
yohanes-marulitua -
Category
Documents
-
view
7 -
download
3
description
Transcript of LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
STROKE ISKEMIK
Oleh:
YOHANES MARULIUA SARAGI 110100191
JONAS KRISTOPER 110100300
MEY MERY SIDAURUK 110100270
TAN WEE YEN 110100464
PHONON YONG HOY 110100469
Pembimbing:
dr. Caisar
DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan
kasus departemen neurologi yang berjudul “Stroke Iskemik” dapat tersusun dan
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas
pada Kepaniteraan Klinik Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara.
Meskipun penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, kesulitan
dan kendala, namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari
berbagai pihak, penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Di sini kami mengambil
kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada dr.Mira, selaku pembimbing
penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Namun demikian, karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan,
kepustakaan dan waktu, laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Medan, Mei
2015
Penulis
DAFTAR ISI
2
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................................iDAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang...........................................................................................11.2. Tujuan........................................................................................................21.3. Manfaat......................................................................................................2
BAB 2 LAPORAN KASUS2.1. Anamnesis..................................................................................................32.2. Pemeriksaan Jasmani.................................................................................42.3. Pemeriksaan Neurologis.............................................................................52.4. Kesimpulan Pemeriksaan.........................................................................122.5. Diagnosa...................................................................................................132.6. Penatalaksanaan.......................................................................................132.7. Rencana Prosedur Diagnostik..................................................................142.8. Follow Up................................................................................................142.9. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................17
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi.....................................................................................................203.2. Etiologi.....................................................................................................203.3. Faktor Resiko...........................................................................................203.4. Etiologi.....................................................................................................233.5. Patogenesis...............................................................................................243.6. Manifestasi Klinik....................................................................................253.7. Prosedur Diagnostik.................................................................................253.8. Diagnosis Banding...................................................................................263.9. Komplikasi...............................................................................................273.10. Penatalaksanaan.....................................................................................283.11. Prognosis................................................................................................33
BAB 4 DISKUSI KASUS............................................................................................34BAB 5 KESIMPULAN................................................................................................35DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................37
BAB 1
3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau
anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran,
gangguan penglihatan, mengalami secara mendadak kelumpuhan pada satu sisi
tubuh dengan atau tanpa kesemutan, mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan
otot mata, bicara pelo, sulit bicara/komunikasi atau tidak mengerti pembicaraan.1
Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia
masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah
penyakit jantung pada sebagian besar negara di dunia.2 Prevalensi stroke di
Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mempunyai prevalensi
tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka
Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke
berdasarkan terdiagnosis Riskesdas dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti
Jawa Timur sebesar 16 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan Riskesdas di
Sumatera Utara (6,0‰). Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis Riskesdas dan
gejala tertinggi di Sumatera Utara (10,3‰). Prevalensi penyakit stroke pada
kelompok yang didiagnosis Riskesdas serta yang didiagnosis atau gejala
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun
(43,1‰ dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang terdiagnosis Riskesdas maupun
berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan
(12,0‰ dan 12,1‰).1 Pada penelitian yang dilakukan survey ASNA (Asean
Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada penderita
stroke akut yang dirawat dirumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
4
penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45
(11,8%), usia 45-64 tahun (54,7%) dan >65 tahun (33,5%).3
Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan timbulnya stroke yaitu
umur, jenis kelamin, keturunan/genetik, sikap (merokok, diet tidak sehat: lemak,
garam berlebihan, asam urat, kolesterol, diet rendah buah, alkohol, obat-obatan),
fisik (hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, infeksi, arteritis, traumatik,
AIDS, lupus, gangguan ginjal, obesitas, polisitemia, viskositas darah meninggi),
faktor yang dominan (hipertensi, merokok, diabetes melitus, kelainan jantung,
kolesterol).4 Pada penelitian Grau dkk (2001) didapati secara signifikan (p<0.001)
faktor resiko hipertensi (67%), bukan peminum alkohol (48%),
hiperkolesterolemia (35%), diabetes melitus (29%), merokok (28%), aritmia
kordis (26%), penyakit jantung koroner (24%), daily alcohol consumed (10%).5
1.2 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk melaporkan kasus stroke
iskemik serta membandingkannya dengan landasan teori yang ada.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis
maupun pembaca untuk dapat mengindentifikasi kasus stroke yang dijumpai di
lapangan.
BAB 2
5
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
2.1.1. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Darmadi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 45 tahun
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Desa Namo Simpur ,Deli Serdang
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tgl Masuk : 21 Juni 2015
Tgl Keluar :
2.1.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
2.1.2.1 KELUHAN
Keluhan Utama : Lemah lengan dan tungkai kanan
Telaah : Hal ini dialami Os sejak 1 jam yang lalu
sebelum masuk rumah sakit, terjadi secara tiba-tiba sewaktu beristirahat. Riwayat
muntah tidak dijumpai, riwayat nyeri kepala tidak dijumpai, riwayat kejang tidak
dijumpai, riwayat terjatuh atau kecelakaan tidak dijumpai. Nyeri dada disebelah
kiri dirasakan seperti tertimpa beban berat dan menjalar ke lengan kiri. Riwayat
DM, Hipertensi, Hiperkolesterol disangkal oleh os. Riwayat stroke sebelumnya
(+) 9 tahun yang lalu di sebelah kanan dan mulai dapat berjalan (aktivitas) sekitar
setahun kemudian. Riwayat merokok disangkal.??
Riwayat Penyakit Terdahulu : Stroke
Riwayat Penggunaan Obat : Obat jantung (nama tidak jelas)
2.1.3. ANAMESA TRAKTUS
Traktus sirkulatorius : berdebar-debar (-)
6
Traktus respiratorius : sesak (-)
Traktus digestivus : BAB (+) dalam batas normal
Traktus urogenitalis : BAK (+) dalam batas normal
Penyakit terdahulu dan kecelakaan : Penyakit jantung
Intoksikasi dan Obat-obatan : Disangkal
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Spontan, pertumbuhan baik
Imunisasi : (-)
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Perkawinan dan Anak : Menikah, dan mempunyai 2 orang anak
2.2 PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Temperatur : 36,2oC
Kulit dan selaput lendir : dalam batas normal
Kelenjar dan getah bening : dalam batas normal
Persendian : dalam batas normal
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan posisi : Bulat dan Medial
7
Pergerakan : dalam batas normal
Kelainan Panca Indra : (-)
Rongga mulut dan gigi : dalam batas normal
Kelenjar Parotis : dalam batas normal
Desah : (-)
Lain-lain : (-)
RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi :Simetris Fusiform Simetris
Palpasi :SF kanan=kiri Soepel
Perkusi :Sonor Timpani
Auskultasi :Vesikuler Normoperistaltik
2.2.4 GENITALIA
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan
2.3 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
SENSORIUM : Compos Mentis
KRANIUM
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : A. Carotis dan A. Temporalis teraba
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : (-)
Tanda Kerniq : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinksi II : (-)
8
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (-)
Sakit Kepala : (-)
Kejang : (-)
SARAF OTAK/SARAF KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmi : (+) (+)
Anosmia : (-) (-)
Parosmia : (-) (-)
Hiposmia : (-) (-)
NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra(OS)
Visus : dalam batas normal dalam batas normal
Lapangan Pandang
Normal : (+) (+)
Menyempit : (-) (-)
Hemianopsia : (-) (-)
Scotoma : (-) (-)
Refleks Ancaman : (+) (+)
Fundus okuli
Warna : TDP TDP
Batas : TDP TDP
Ekskavasio : TDP TDP
Arteri : TDP TDP
Vena : TDP TDP
NERVUS III,IV,VI Oculi Dextra(OD) Oculi Sinistra(OS)
Gerakan Bola Mata : (+) (+)
Nistagmus : TDP TDP
Pupil
9
Lebar : 3mm 3mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung : (+) (+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)
Rima Palpebra :±7mm ±7mm
Deviasi Konjugate : (-) (-)
Fenomena Doll's Eye : TDP TDP
Strabismus : (-) (-)
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup mulut : (+) (+)
Palpasi Masseter & Temporalis : (+) normal
Kekuatan Gigitan : normal
Sensorik
Kulit : dalam batas normal
Selaput Lendir : dalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : (+) (+)
Tidak Langsung : (+) (+)
Refleks Masseter : (+) (+)
Refleks Bersin : TDP TDP
NERVUS VII
Motorik Kanan Kiri
Mimik : Sudut mulut tertarik ke kiri
Kerut kening : (+) (+)
Menutup mata : (+) (+)
Meniup sekuatnya : sulit dinilai sulit
dinilai
Memperlihatkan gigi : sudut mulut tertarik ke kiri
10
Tertawa : sudut mulut tertarik ke kiri
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : TDP TDP
Produksi kelenjar ludah : TDP TDP
Hiperakusis : (-) (-)
Refleks stapedial : TDP TDP
NERVUS VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran : (+) (+)
Tes Rinne : TDP TDP
Tes Weber : TDP TDP
Tes Schwabach : TDP TDP
Vestibularis
Nistagmus : TDP TDP
Reaksi kalori : TDP TDP
Vertigo : TDP TDP
Tinnitus : TDP TDP
2.3.5.7 NERVUS IX,X
Pallatum molle : Arcus pharynx kanan-kiri terangkat
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : sulit dinilai
Disfonia : sulit dinilai
Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
NERVUS XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : (+) (+)
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : (+) (+)
11
NERVUS XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Terdorong ke arah Kanan
SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Normotonus
Kekuatan Otot : ESD: 11111 ESS: 55555
EID: 11111 EIS: 55555
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Berbaring, duduk
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Dan lain-lain : (-)
2.3.7 TEST SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Dalam batas normal
Proprioseptif : Dalam batas normal
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
12
Stereognosis : TDP
Pengenalan dua titik : TDP
Grafestesia : TDP
2.3.8 REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+++) (++)
Tricep : (++) (++)
Radioperiost : (++) (++)
APR : (+++) (+++)
KPR : (+++) (+++)
Strumple : (+) (+)
Refleks Patologis
Babinski : (+) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
2.3.9 KOORDINASI
Lenggang : Tidak dilakukan pemeriksaan
Bicara : Sulit dinilai
Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : Dalam batas normal
Tes telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes telunjuk-hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
13
Diadokhinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Tumit-Lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3.10 VEGETATIF
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo-erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : Dalam Batas Normal
Defekasi : Dalam Batas Normal
Potens dan libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3.11 VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Dalam batas normal
Pinggang : Dalam batas normal
2.3.12 TANDA PERANGSANGAN MENINGEAL
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Test Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
2.3.13 GEJALA-GEJALA SEREBELAR
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
14
Nistagmus : (-)
Fenomena Rebound : (-)
Vertigo : (-)
Dan lain-lain : (-)
2.3.14 GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Dan lain-lain : (-)
2.3.15 FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Compos mentis
Ingatan baru : Sulit dinilai
Ingatan lama : Sulit dinilai
Oritentasi
Diri : Sulit dinilai
Tempat : Sulit dinilai
Waktu : Sulit dinilai
Situasi : Sulit dinilai
Intelegensia : Sulit dinilai
Daya pertimbangan : Sulit dinilai
Reaksi Emosi : Sulit dinilai
Afasia
Ekspresif : (+)
Represif : (-)
Apraksia : Sulit dinilai
Agnosia
Agnosia Visual : Sulit dinilai
Agnosia Jari-jari : Sulit dinilai
Akalkulia : Sulit dinilai
15
Disorientasi Kanan-kiri : Sulit dinilai
2.4 KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Lemah lengan dan tungkai kanan dialami Os sejak 1 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit, terjadi secara tiba-tiba sewaktu istirahat. Sebelum mengalami
serangan, orang tua Os mengatakan Os kelihatan sesak. Riwayat muntah tidak
dijumpai, riwayat nyeri kepala tidak dijumpai, riwayat kejang tidak dijumpai,
riwayat terjatuh, kecelakaan tidak dijumpai. Riwayat pemasangan balon pada
jantung sejak tahun 2008. Riwayat DM, Hipertensi, Hiperkolesterol, merokok
disangkal.
STATUS PRESENS
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/ menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Temperatur :37oC
STATUS NEUROLOGIS
Perangsangan Meningeal : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial : (-)
SARAF KRANIALIS
NERVUS I : Sulit dinilai
NERVUS II : RC+/+, pupil isokor kanan=kiri
NERVUS III,IV,VI : Gerakan Bola Mata Normal
NERVUS V : Membuka dan menutup mulut normal
NERVUS VII : sudut mulut tertarik ke kiri
NERVUS VIII : Pendengaran (+)
NERVUS IX,X : Pallatum terangkat, uvula medial
NERVUS XI : Kiri (+), Kanan (-)
16
NERVUS XII : Terdorong ke arah Kanan sewaktu lidah
dijulurkan
Kekuatan Otot : ESD: 11111 ESS: 55555
EID: 11111 EIS: 55555
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+++) (++)
Tricep : (++) (++)
Radioperiost : (++) (++)
APR : (+++) (+++)
KPR : (+++) (+++)
Strumple : (++) (++)
Refleks Patologis
Babinski : (+) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
2.5 DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Afasia motorik + Hemiparese dextra + P.
N. VII, XII
UMN Dextra
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Embolus
DIAGNOSA ANATOMIK : Korteks
DIAGNOSA BANDING : 1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemoragik
DIAGNOSA KERJA : Hemiparese dextra + P.N. VII,XII dextra
ec. Stroke Iskemik
2.6 PENATALAKSANAAN
Bedrest + Head up 30o
O2 2 L/’ via nasal kanul
IVFD RSOL 20 gtt/i
17
Aptor 1 x 100 mg tab
2.7 RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK
Ct-scan kepala
EKG
Pemeriksaan darah
Konsul Kardio
2.8 FOLLOW-UP PASIEN
Follow-up tanggal 6 Mei 2015
S : Lemah lengan dan tungkai kanan
O :
Sens : Compos mentis
Tekanan Darah: 110/60 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
Frekuensi Nafas : 22 x/menit
Temperatur :36,5oC
Perangsangan Meningeal : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial : (-)
Saraf Kranialis
N.I : Normosmia
N. II : RC+/+, pupil isokor kanan=kiri
N. III,IV,VI : Gerakan Bola Mata Normal
N. V : Membuka dan menutup mulut normal
N. VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N. VIII : Pendengaran (+)
N. IX,X : Pallatum terangkat, uvula medial
N. XI : Kiri (+), Kanan (-)
N. XII : Terdorong ke arah Kanan sewaktu lidah dijulurkan
18
Kekuatan Otot
ESD: 11111
ESS: 55555
EID: 11111
EIS: 55555
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : (+++) (++)
Tricep : (++) (++)
Radioperiost : (++) (++)
APR : (+++) (+++)
KPR : (+++) (+++)
Strumple : (++) (++)
Refleks Patologis
Babinski : (+) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (+)
2.6 PENATALAKSANAAN
Bedrest + Head up 30o
O2 2L via nasal kanul
IVFD RSOL 20 gtt/i
Aptor 1x100mg tab
2.7 RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK
Ct-scan kepala
EKG
Pemeriksaan darah
A : Hemiparese dextra + P.N. VII,XII dextra ec. Stroke Iskemik
P :
Bedrest + Head up 30o
O2 2L via nasal kanul
IVFD RSOL 20 gtt/i
19
Aptor 1x100mg tab
R:
Follow-up tanggal 7 Mei 2015
S : Lemah lengan dan tungkai kanan
O :
Sens : Compos mentis
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/ menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Temperatur :37oC
Perangsangan Meningeal : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial : (-)
Saraf Kranialis
N.I : Normosmia
N. II : RC+/+, pupil isokor kanan=kiri
N. III,IV,VI : Gerakan Bola Mata Normal
N. V : Membuka dan menutup mulut normal
N. VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N. VIII : Pendengaran (+)
N. IX,X : Pallatum terangkat, uvula medial
N. XI : Kiri (+), Kanan (-)
N. XII : Terdorong ke arah Kanan sewaktu lidah dijulurkan
Kekuatan Otot
ESD: 11111
ESS: 55555
EID: 11111
EIS: 55555
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
20
Biceps : (+++) (++)
Tricep : (++) (++)
Radioperiost : (++) (++)
APR : (+++) (+++)
KPR : (+++) (+++)
Strumple : (++) (++)
Refleks Patologis
Babinski : (+) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (+)
2.6 PENATALAKSANAAN
Bedrest + Head up 30o
O2 2L via nasal kanul
IVFD RSOL 20 gtt/i
Aptor 1x100mg tab
2.7 RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK
Ct-scan kepala
EKG
Pemeriksaan darah
A : Hemiparese dextra + P.N. VII,XII dextra ec. Stroke Iskemik
P :
Bedrest + Head up 30o
O2 2L via nasal kanul
IVFD RSOL 20 gtt/i
Aptor 1x100mg tab
R:
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (1 Mei 2015)Darah Lengkap (CBC):Hemoglobin (HGB) g% 14.80 11.7 – 15.5
21
Eritrosit (RBC) 106/mm3 4.88 4.20 – 4.67Leucosit (WBC) 103/mm3 11.75 4.5 – 11.0Hematokrit % 43.60 38 - 44Trombosit (PLT) 103/mm3 205 150 – 450MCV fL 89.30 85 - 95MCH Pg 30.30 28 - 32MCHC g% 33.90 33 – 35RDW % 12.80 11.6 – 14.8MPV fL 12.70 7.0-10.2PCT % 0.26PDW fL 18.7Hitung JenisNeutrofil % 72.60 37 – 80Limfosit % 14.90 20 – 40Monocyte % 8.80 2 – 8Eosinofil % 3.40 1 – 6Basofil % 0.300 0 – 1 Neutrofil Absolut 103/µL 8.54 2.7 – 6.5Limfosit Absolut 103/µL 1.75 1.5 – 3.7Monosit Absolut 103/µL 1.04 0.2 – 0.4Eosinofil Absolut 103/µL 0.40 0 – 0.10Basofil Absolut 103/µL 0.03 0 – 0.1
Kimia Klinik (1 Mei 2015)Troponin T µg/L Negative 0 - 0.1
HATILDH U/L 727 240 - 480
METABOLISME KARBOHIDRATGlukosa Darah Sewaktu Mg/dL 94.50 <200GINJALUreum Mg/dL 26.40 <50Kreatinin Mg/dL 0.77 0.50 - 0.90ELEKTROLITNatrium (Na) mEq/L 135 135-155Kalium (K) mEq/L 5.0 3.6-5.5Klorida (Cl) mEq/l 104 96 – 106 ENZIM JANTUNGCK-MB U/L 15 7-25
22
CT-SCAN
23
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.1
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
mengalami oklusi.6 Oklusi dapat berupa trombus, emboli, atau tromboemboli,
sehingga menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu pembuluh darah
daerah percabangan pembuluh darah otak.
3.2 Epidemiologi
20,5 juta jiwa di dunia menderita stroke pada tahun 2011. Stroke
merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia. Total penderita stroke di
Indonesia, sekitar 2,5% atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat
ringan maupun berat, dengan prevalensi sebesar 7%.7 Prevalensi stroke
berdasarkan Riskesdas di Sumatera Utara (6,0‰). Prevalensi penyakit stroke pada
kelompok yang didiagnosis Riskesdas serta yang didiagnosis atau gejala
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun
(43,1‰ dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang terdiagnosis Riskesdas maupun
berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan
(12,0‰ dan 12,1‰).1
3.3 Faktor Risiko
24
Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potetianly
modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65 tahun dan 70% stroke terjadi pada
usia 65 tahun. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk setiap dekade
setelah usia 55 tahun.
b. Jenis Kelamin
Infark/ Stroke terjadi 30% lebih sering pada pria dibandingkan pada
wanita.
c. Ras / Etnik
Africans-Americans mempunyai risiko tinggi untuk menderita stroke
dibandingkan dengan etnis lain.
d. Genetik
Prevalensi stroke meningkat lima kali lipat pada kondisi yang secara
genetik memiliki faktor perdisposisi terhadap stroke. Beberapa kasus
menunjukkan terjadinya peningkatan insidensi tiga kali lipat pada orang
yang ibunya meninggal karena stroke dibandingkan dengan orang yang
tidak mempunyai riwayat maternal seperti itu.
2. Modifiable risk factors :
a. Well documented and modifiable risk factors :
25
- Hipertensi
Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah setiap
10 mmHg meningkatkan risiko 1,9 kali pada pria dan 1,7 kali pada
wanita untuk terjadinya stroke.
- Diabetes Mellitus
Diabetes merupakan faktor predisposisi karena diabetes dapat
mempercepat terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah besar,
seperti arteri koroner dan arteri karotis atau dengan efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
- Merokok
Beberapa studi menunjukkan bahwa merokok memiliki hubungan
yang relevan terhadap terjadinya stroke dan derajat risiko
berhubungan dengan jumlah konsumsi rokok.
- Atrial Fibrilasi atau kelainan jantung lain
Orang-orang dengan kelainan jantung memiliki risiko dua kali lebih
besar untuk terjadinya stroke. Atrial Fibrilasi dapat meningkatkan
risiko terjadinya stroke sampai 17 kali lipat.
- Hiperlipidemia
Peningkatan kadar kolesterol menjadi faktor risiko untuk terjadinya
arterosklerosis. Penurunan kadar LDL menurunkan risiko terjadinya
stroke hingga 10% dan peningkatan kadar HDL adalah sebagai faktor
protektif.4 Selain itu, keadaan hipertrigliserida juga dianggap
berkorelasi terhadap tingginya kadar LDL dan rendahnya kadar HDL
yang akan meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.
- Obesitas
26
Obesitas dihubungkan dengan risiko peningkatan tekanan darah,
hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, dan stroke.
- Obstructive Sleep Apnea Syndrome
Obstructive Sleep Apnea Syndrome secara bermakna meningkatkan
risiko stroke dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya hipertensi.
b. Less well documented and modifiable risk factors :
- Alkohol abuse
Penyalahgunaan alkohol dihubungkan dengan peningkatan risiko
terjadinya infark serebral atau perdarahan sub arachnoid melalui
mekanisme gangguan viskositas aliran darah dan gangguan jantung
sebagai efek samping konsumsi alkohol.
- Penggunaan Kontrasepsi Oral
Kontrasepsi oral high-estrogen meningkatkan risiko untuk terjadinya
stroke pada wanita muda. Faktor risiko ini sangat besar pengaruhnya
pada wanita berusia lebih dari 35 tahun yang disertai dengan
kebiasaan merokok.
- Hiperhomosisteinimia
Hiperhomosisteinimia menjadi faktor predisposisi terhadap trombosis
arteri dan vena serebri.
- Hypercoagulability
Keadaan Hypercoagulability akan mempengaruhi viskositas aliran
darah dan adapat menyebabkan peningkatan risiko untuk terjadinya
stroke.
- Infeksi
27
Infeksi serebral dapat menyebabkan infark serebral melalui perubahan
dinding pembuluh darah akibat inflamasi.
3.4 Etiologi
Stoke iskemik dapat disebabkan oleh gangguan pada pembuluh darah,
jantung, dan komposisi darah.
1. Kelainan vaskuler atau pembuluh darah :
- Arterosklerosis
- Displasia Fibromuskular
- Gangguan inflamasi : artritis, SLE, polyartritis nodosa, syfilis arteritis,
AIDS
- Diseksi arteri carotis
- Trombosis sinus atau vena
2. Kelainan jantung :
- Atrial Fibrilasi
- Aritmia
- Penyakit Jantung Rematik
- Endokarditis
- Paradoxic Embolus
- Prostetic heart valves
3. Kelainan darah :
- Trombositosis
- Polisitemia
- Penyakit sickle cell anemia
- Leukositosis
- Keadaan Hiperkoagulasi5
3.5 Patogenesis
Gangguan terhadap aliran darah ke otak menyebabkan neuron dan sel
lainnya mengalami kekurangan glukosa dan oksigen, yang pada akhirnya akan
28
menyebabkan kematian apabila aliran darah ke otak tidak dikembalikan seperti
semula. Bila aliran darah ke otak dikembalikan sebelum terjadi kerusakan
permanen pada neuron, gejala dan manifestasi klinis bersifat sementara. Apabila
terjadi gangguan aliran darah terus menerus, akan terjadi iskemik yang ireversibel
(infark) dan defisit neurologis persisten.1
Dua mekanisme yang menyebabkan stroke iskemik, yakni thrombosis dan
embolus. Sekitar 75% dari kasus stroke iskemik adalah disebabkan oleh
thrombosis dan 25% lainnya disebabkan emboli. Keduanya sulit untuk dibedakan
berdasarkan gejala klinis.1
Trombosis menyebabkan stroke dengan menyumbat pembuluh arteri
serebral yang besar (terutama arteri karotis interna, arteri serebralis media, dan
arteri basilaris), arteri kecil, vena serebral, dan sinus venosus. Gejala umumnya
muncul dalam hitungan menit atau jam. Stroke yang terjadi akibat thrombus
biasanya didahului oleh TIA, yang cenderung menyebabkan gejala klinis yang
serupa.1
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri serebri tersumbat karena adanya
trombus pada aliran darah distal yang berasal dari jantung, arkus aorta, dan arteri
serebri besar. Emboli yang terjadi pada sirkulasi serebral anterior paling sering
menyumbat arteri serebri media dan cabang-cabannya, karena sekitar 85% aliran
darah hemisfer dibawa oleh pembuluh darah tersebut. Emboli pada sirkulasi
serebral posterior biasannya menyebabkan penyumbatan pada arteri basilaris atau
arteri serebri posterior. Stroke emboli menyebabkan defisit neurologis yang
langsung memburuk pada saat onset.1
3.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi defisit neurologis yang disebabkan stroke iskemik bervariasi
tergantung lokasi infark atau iskemik.2
Iskemia transien pada arteri oftalmika dapat menyebabkan kebutaan dan
infark retina. Iskemik yang terjadi pada arteri karotis interna dapat menyebabkan
29
kehilangan lapangan mandang dan hemiparese kontralateral, disertai dengan
defisit neurologis. Iskemik pada arteri serebri media beserta cabang-cabangnya
dapat menyebabkan berbagai macam manifestasi yaitu hemiparesis dan defisit
hemisensori, apraksia, afasia, dan juga kerusakan orientasi spasial. Iskemik pada
arteri koroidal anterior menyebabkan kerusakan lapangan pandang dan terkadang
hemiparesis. Iskemik yang terjadi pada arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesos kontralateral yang dominan mengenai ekstremitas bawah, ataksia
kontralateral, dan apraksia. Iskemik pada arteri serebri posterior menyebabkan
infark pada pedunkulus serebri, thalamus, dan bagian mediobasal dari lobus
temporal dan oksipital. Manifestasi klinis tersering adalah kontralateral
hemianopsia homonim, yang terkadang disertai defisit neurologis. Oklusi pada
arteri basilaris akan menyebabkan gejala-gejala seperti sindroama Benedikt,
sindroma Weber, sindroma Millard-Gubler, dan sindroma Wallenberg. Infark
thalamus biasanya bermanifestasi pada kehilangan kemampuan hemisensori
kontralateral, paresis ringan dan hemiataksia. Ingatan dapat juga terganggu. Infark
batang otak menyebabkan defisit nervus kranialis ipsilateral dan kerusakan
hemisensori kontralateral. Infark serebelum menyebabkan manifestasi beragam
mulai dari mual, muntah, vertigo, disartria, dan nyeri kepala akut. Pemeriksaan
neurologis terdapat ataksia, dismetria, dan nistagmus.2
3.7 Diagnosis
Diagnosis stroke iskemik ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis dapat didapati gejala yang muncul mendadak atau tiba-tiba
pada saat istirahat, gejala bisa berupa defisit neurologis fokal atau global, seperti
hemiparesis, hemihipestesia, afasia, gangguan kesadaran, dan sebagainya. Dari
anamnesis juga dapat diketahui apakah ada faktor risiko untuk terjadinya stroke.
Gejala klinis lebih tenang dan jarang disertai dengan tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial.
30
Dari pemeriksaan fisik didapati adanya peningkatan tekanan darah, dan
gangguan neurologis lain, seperti gangguan kesadaran, gangguan nervus kranialis,
gangguan motorik, refleks, dan sensorik.
Pemeriksaan penunjang, yaitu CT Scan merupakan gold standar untuk
menegakkan diagnose suatu stroke iskemik. Pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan gambaran hipodense pada arteri yang menandakan adanya klot pada
lumen pembuluh darah setelah 72 jam pertama.
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan, yaitu pemeriksaan foto
thorax. Pada pemeriksaan foto thoraks dapat dilihat apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke.
3.8 Diagnosa Banding
1. Stroke Hemoragik atau Perdarahan intrakranial
Stroke tipe hemoragik disebabkan karena rupturnya pembuluh darah sehingga
menyebebkan perdarahan intraparenkim atau subaraknoid. Onset stroke
hemoragik terjadi saat beraktifitas dan lebih banyak terjadi pada usia muda.
Faktor resiko stroke hemoragik termasuk hipertensi dan aneurysma.
Kesadaran menurun dengan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial
dan perangsangan meningeal. Gejalanya berupa nyeri kepala yang berat, kaku
kuduk, muntah hingga koma. CT atau MRI menunjukkan gambaran
hiperattenuasi oleh karena perdarahan.
2. Migraine mimicking stroke
Onset migraine lebih bertahap dan perkembangan lebih lambat dari stroke
iskemik. Terdapat presentasi fenomena visual pada migraine seperti skotoma.
Migrain tipe hemiplegik dengan gejala hemiparesis sering didiagnosa banding
dengan stroke iskemik. Riwayat migraine dan aura serta nyeri kepala yang
progresif dapat membedakan migraine dari stroke. Gejala migraine lebih
sering merupakan gejala positif seperti halusinasi visual, parestesia dan
manifestasi motoric yang abnormal dibanding dengan gejala stroke yang
31
negative termasuk kehilangan visual dan kelumpuhan. MRI pada migraine
menunjukkan tidak adanya bukti infark.
3. Kejang dan status postiktal
Gejala confusion atau afasia, paralisis postictal dan fenomena visual atau
sensorik lain saat kejang dan status postictal mirip dengan gejala stroke. Untuk
membedakan, sering adanya riwayat kerjang sebelumnya serta deficit postictal
seperti mengantuk setelah kejang dan menggigit lidah. Diagnosa kejang dapat
dikomfirmasikan dengan EEG.
4. Space Occupying Lesion
Lesi massa seperti hematoma subdural, absesserebral, tumor CNS dan tumor
metastatic mempunyai perkembangan lambat dan progresif. Efek sekunder
dari SOL seperti edema dan hidrosefalus obstruktif dapat menyebabkan gejala
seperti kejang. CT scan kepala menunjukkan lesi tersebut.
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat menyebabkan gejala serupa stroke seperti hemiplegi dan
afasia. Kesadaran pasien biasanya baik atau mengantuk. Hemiplegi pada
hipoglikemia akan hilang segera dengan terapi glukosa secara intrevena. Bisa
terdapat riwayat diabetes dengan terapi insulin. Serum glukosa yang rendah
dapat terdeteksi saat gejala muncul.
6. Ensefalopati dan konsiditoksik-metabolik
Ensefalopati metabolic termasuk hiperglikemi, hyponatremia dan ensefalopati
hepatik dapat menyebabkan gejala neurologic fokal seperti afasia, hemianopia,
deficit hemisensorik, hemiparesis, hiperrefleks unilateral dan Babinski.
7. Ensefalopati hipertensif
Kombinasi gejala termasuk sakit kepala, gangguan kognitif atau penurunan
kesadaran dan hipertensi merupakan gejala khas ensefalopati hipertensif.
Gejala lain termasuk gangguan visual dan tanda peningkatan tekanan
intracranial. Hasil CT scan dan MRI menunjukkan edema serebral.
3.9 Komplikasi
1. Deteriorasi neurologik
32
Deteriorasi neurologic terjadi 50% pada pasien stroke dengan komplikasi
dalam 24 jam setelah episode stroke. Termasuk edema otak, perkembangan
iskemik sehingga terjadi kerusakan disekeliling jaringan serebral, perdarahan
serebral dan hematoma, kejang serta kematian. Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan deteriorasi neurologic terutama inisiasi lambat atau gagal terapi.
2. Disfungsi neuromuscular
Gangguan seperti apraksia, syndrome nyeri, spastik ekstremitas dan
inkontinensia sering terjadi pada pasien stroke. Apraksia pada stroke
disebbakan oleh kelemahan, akinesia, tonus atau postur yang abnormal, tremor
atau khorea atau tidak kooperatif. Nyeri musculoskeletal pada pasien stroke
yang disebabkan oleh kontrol motorik yang buruk. Spastik ekstremitas
merupakan sequel stroke yang menyebabkan peningkatan resistensi terhadap
kapasitas otot. Inkontinensia pada pasien stroke dapat terjadi oleh karena
kerusakan atau gangguan secara langsung terhadap pusat mikturisi di otak,
sehingga menyebabkan hiperrefleks dan urgency.
3. Gangguan kognitif
Stroke menyebabkan gangguan pada sistem kognitif seperti gangguan ingatan,
disfungsi daya pertimbangan dan bicara (afasia). Hal ini terjadi karena adanya
gangguan pada jaras penghantar informasi ke otak atau pusat informasi di
otak.
4. Gangguan psikiatrik
Gangguan emosi sering terjadi pada pasien stroke, termasuk depresi, ansietas,
instabilitas emosi, reaksi krisis dan post stroke fatigue. Penyebab fisiologik
termasuk gangguan pada aras neuron di pusat neuromaturasi oleh kerusakan
secara langsung dari stroke. Faktor sekunder termasuk gangguan terhadap
emosi oleh karena disabilitas, kehilangan kemampuan untuk mengurus diri
sendiri, gangguan komunikasi dan kognitif serta kurangnya dukungan sosial.
5. Komplikasi medik
Gangguan mobilitas secara fisik oleh karena kelemahan, immobilitas yang
disebabkan oleh gangguan aras pergerakan dan neglektasi sering terjadi pada
pasien stroke. Hal yang sering terjadi termasuk tromboemboli venous (Deep
33
Vein Trombosis), Komplikasi paru seperti pneumonia yang disebabkan oleh
atelectasis dan aspirasi, infeksi saluran kemih, dekubitus dan resiko jatuh.
3.10 Penatalaksanaan (PERDOSSI, 2011)
A. Penatalaksanaan di Unit Gawat Darurat
1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan
Status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen
harus dipantau secara terus menerus dalam 72 jam pada pasien stroke
dengan deficit neurologi yang nyata. Pemberian oksigen dianjurkan pada
pasien dengan keadaan dengan saturasi oksigen < 95%. Bantuan ventilasi
diberikan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan napas. Intubasi ETT (Endo tracheal
Tube) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau
pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang beresiko untuk
terjadi aspirasi.
2. Stabilisasi hemodinamik
Untuk stabilisasi hemodinamik diberikan cairan kristaloid atau koloid
intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa).
Pemasangan CVC (Central Venous Catheter) dianjurkan dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkan
cairan dan nutrisi. Pada pasien dengan stroke iskemik akut tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (systolic maupun diastolic) dalam 24 jam pertama
setelah awitan apabila tekanan darah sistolik >220 mmHg atau tekanan
darah diastolic >120 mmHg. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah
labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena. Bila
tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka
obat-obat vasopressor dapat diberikan dengan titrasi seperti dopamine
dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
sistolik berkisar 140 mmHg. Pemantauan jantung harus dilakukan selama
34
24 jam pertama setelah serangan stroke iskemik. Bila terdapat adanya
penyakit jantung kongestif, segera konsutasil ke kardiologi.
3. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. Monitor TIK harus
dipasang pada pasien dengan GCS<9 dan penderita yang mengalami
penurunan kesadaran karena kenaikan TIK. Target tekanan TIK adalah
kurang dari 20 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan
TIK adalah sebagai berikut.
a. Posisi kepala ditinggikan 20o-30o
b. Menghindari pemberian cairan glukosa
c. Menghindari terjadinya hipertermia.
d. Manitol 0,25 – 0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 – 6
jam dengan target ≤ 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2
kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Kalau perlu,
furosemid dapat diberikan dengan dosiss inisial 1 mg/kgBB i.v.
e. Paralisis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat
dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya
tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk , suction, dan
bucking ventricular. Agen nondepolarized seperti vencuronium atau
pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan blok pada
ganglion lebih baik digunakan.pasien dengan kenaikan kritis TIK
sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain
sebagai alternatif.
4. Pengendalian Kejang
Bila terjadi kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20
mg dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu
dirawat di ICU.
5. Pengendalian suhu tubuh
35
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dan diatasi
penyebabnya. Asetaminofen 650 mg dapat diberikan bila suhu lebih dari
38,5 oC atau 37,5 oC. pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus
dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah, dan urin) dan diberikan
antibiotic. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal
harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat
1. Cairan
Cairan yang dapat diberikan adalah NaCl 0,9% dengan tujuan untuk
menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12
mmHg. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral
maupun enteral). Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan
(produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak
tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita
demam. Elektrolit (kalium, natrium, dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas
darah.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila
terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, nutrisi diberikan
melalui pipa nasogastrik (NGT). Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-
30 kkal/kg/hari dengan komposisi:
Karbohidrat 30-40% dari total kalori
Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55%)
Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0
g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).
3. Pencegahan dan penanganan komplikasi
36
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,
dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan. Antibiotic
dapat diberikan sesuai indikasi dan hasil kultur dan sensitivitas kuman atau
minimal terapi empiris. Pencegahan dekubitus dapat dilakukan dengan
mobilisasi terbatas atau memakai kasur antidekubitus. Pada pasien tertentu
yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin subkutan 5000
IU dua kali sehari perlu diberikan. Pada pasien immobilisasi yang tidak
bisa menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin
direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.
C. Penatalaksanaan Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg%
harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri
kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
37
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal
ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90
mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-
pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian
antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2
minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan
tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1
g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama
3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan
anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant
tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). Inisiasi pemberian terapi
antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian
intravena rtPA tidak direkomendasikan. Secara umum, pemberian heparin
setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih
merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut
dengan resiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat
arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga
38
termasuk infark besar >50%, hipertensi tidak dapat terkontrol, dan perubahan
mikrovaskuler otak yang luas.
Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam
setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Pemberian
klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut,
tidak dianjurkan. Kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik seperti angina
pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan harus
diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian. Dalam keadaan tertentu,
vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki aliran darah ke otak.
Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus
dilakukan secara ketat.
Pemberian plasmin oral 3x500 mg dapat memebrikan efek positif pada
penderita stroke akut berupa perbaikan motorik, skor Modified Rankin Scale
dan Barthel index.8
3.11 Prognosis
Prognosis penderita stroke iskemik bervariasi pada setiap individu, tergantung
keparahan stroke (deficit neurologis), usia, kondisi komorbid, dan komplikasi
paska stroke. Secara umum, perbaikan stroke digambarkan sebagai berikut.
1. 10% penderita stroke mengalami pemulihan hamper sempurna
2. 25% pulih dengan kelemahan minimum.
3. 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat tidak membutuhkan
perawatan khusus.
4. 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi di rumah atau
fasilitas perawatan jangka panjang lainnya.
5. 15% langsung meninggal setelah serangan stroke.9
39
BAB 4
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Faktor Resiko
Faktor risiko untuk terjadinya
stroke adalah Usia, Jenis Kelamin, Ras /
Etnik, Genetik, Hipertensi, Diabetes
Mellitus, Merokok, Atrial Fibrilasi atau
kelainan jantung lain, Hiperlipidemia,
Obesitas, Obstructive Sleep Apnea
Syndrome , Alkohol abuse, Penggunaan
Kontrasepsi Oral, Hiperhomosisteinimia,
Hypercoagulability, Infeksi.
Pada kasus, os memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya. Riwayat
stroke sebelumnya disangkal
40
Etiologi
Stoke iskemik dapat disebabkan oleh
gangguan pada pembuluh darah
(Arterosklerosis, Displasia
Fibromuskular, Gangguan inflamasi :
artritis, SLE, polyartritis nodosa, syfilis
arteritis, AIDS, Diseksi arteri carotis,
Trombosis sinus atau vena, jantung, dan
komposisi darah), Kelainan jantung
(Atrial Fibrilasi, Aritmia, Penyakit
Jantung Rematik, Endokarditis,
Paradoxic Embolus, Prostetic heart
valves), Kelainan darah (Trombositosis,
Polisitemia, Penyakit sickle cell anemia,
Leukositosis, Keadaan Hiperkoagulasi)
Os memiliki riwayat pemasangan
balon pada jantung sejak tahun 2008,
namun ibu os tidak tahu nama dari
penyakit jantung os serta penggunaan
obat jantung secara teratur.
Gejala Klinis
Manifestasi defisit neurologis yang
disebabkan stroke iskemik bervariasi
tergantung lokasi infark atau iskemik,
sehingga dapat menyebabkan: kebutaan,
infark retina, kehilangan lapangan
pandang, hemiparese kontralateral,
defisit neurologis, defisit hemisensori,
apraksia, afasia, kerusakan orientasi
spasial, hemiparesos kontralateral,
ataksia kontralateral, mual, muntah,
vertigo, disartria, dan nyeri kepala akut.
Pemeriksaan neurologis terdapat ataksia,
dismetria, dan nistagmus.
Os datang dengan keluhan lemah
lengan dan tungkai kanan, secara tiba-
tiba sewaktu istirahat, sejak 1 minggu
yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan Penunjang
CT Scan merupakan gold standar Pada gambaran CT Scan non kontras,
41
untuk menegakkan diagnose suatu stroke
iskemik.
terlihat adanya lesi hipodens di lobus
temporalis kiri.
BAB 5
KESIMPULAN
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal
dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi
saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.1
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3 Stroke iskemik
disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang mengalami oklusi.6
42
Oklusi dapat berupa trombus, emboli, atau tromboemboli, sehingga menyebabkan
hipoksia sampai anoksia pada salah satu pembuluh darah daerah percabangan
pembuluh darah otak. Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan
berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or
potetianly modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well
documented). Stoke iskemik dapat disebabkan oleh gangguan pada pembuluh
darah, jantung, dan komposisi darah. Manifestasi defisit neurologis yang
disebabkan stroke iskemik bervariasi tergantung lokasi infark atau iskemik,
sehingga dapat menyebabkan: kebutaan, infark retina, kehilangan lapangan
pandang, hemiparese kontralateral, defisit neurologis, defisit hemisensori,
apraksia, afasia, kerusakan orientasi spasial, hemiparesos kontralateral, ataksia
kontralateral, mual, muntah, vertigo, disartria, dan nyeri kepala akut. Pemeriksaan
neurologis terdapat ataksia, dismetria, dan nistagmus. Diagnosis stroke iskemik
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis dapat didapati gejala yang muncul mendadak atau tiba-tiba pada
saat istirahat, gejala bisa berupa defisit neurologis fokal atau global, seperti
hemiparesis, hemihipestesia, afasia, gangguan kesadaran, dan sebagainya. Dari
pemeriksaan fisik didapati adanya peningkatan tekanan darah, dan gangguan
neurologis lain, seperti gangguan kesadaran, gangguan nervus kranialis, gangguan
motorik, refleks, dan sensorik. Pemeriksaan penunjang, yaitu CT Scan merupakan
gold standar untuk menegakkan diagnose suatu stroke iskemik. Pada pemeriksaan
CT Scan didapatkan gambaran hipodense pada arteri yang menandakan adanya
klot pada lumen pembuluh darah setelah 72 jam pertama. Penatalaksanaan Stroke
di Unit Gawat Darurat berupa stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi
hemodinamik, pengendalian peninggian tekanan intrakranial (TIK), pengendalian
kejang, pengendalian suhu tubuh. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat berupa
cairan, nutrisi, pencegahan dan penanganan komplikasi dan Penatalaksanaan
Stroke Iskemik.
DAFTAR PUSTAKA
43
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf Diakses 7 Mei 2015.
2. Hankey, G.J., Davis,S.J., StewardWynne,E.G., Chekera,T.M. 1987.
Cranial CT Scan appearances that correlate with patient outcome ini acute
stroke. Clin Exp Neurol. 23:71-74.
3. Misbach, J. 2001. Stroke in Indonesia: A first large prospective hospital-
based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia. Journal of Clinical
Neuroscience 8(3):245-249.
4. Sjahrir, H., 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung Medan.
5. Grau, A.J., Buggle,F., Heinrich,A. dkk. 2001. Risk Factors, Outcome and
treatment in Subtypes of Ischemic Stroke. The German Stroke Data Bank.
Stroke. 32:2559-2566.
6. Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CKD
185: 38(4).
7. Yayasan Stroke Indonesia. 2012. Angka Kejadian Stroke Meningkat
Tajam. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=317. Diakses 6 Mei 2015
8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2011
9. Jullamate P, Azeredo Z, Rosenberg E, Pàul C, Subgranon R. Caregivers’
needs and strategies used for providing informal stroke rehabilitation: The
Thai caregivers’ perspective. J University of Porto. 2010: 8.
10. Bestpractice.bmj.com, (2014). Differential Diagnosis of Ischaemic Stroke.
[online] Available at:
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1078/diagnosis/
differential.html [Accessed 9 May 2015].
11. Huff, J. (2002). Stroke mimics and chameleons. Emergency Medicine
Clinics of North America, 20(3), pp.583-595.
12. Silver, B. (2011). Ischemic stroke - Differential diagnosis. [online]
Medmerits.com. Available at:
44
http://www.medmerits.com/index.php/article/ischemic_stroke/P8
[Accessed 9 May 2015].
13. Anderson, D., Zinkel, A., Wallace, G., Larson, J., Rabinstein, A., Larson,
D., Bluhm, J., Charipar, R., Fiscus, L. and Hanson, M. (2012). Diagnosis
and Initial Treatment of Ischemic Stroke. [online] Institute for Clinical
Systems Improvement. Available at:
https://www.icsi.org/_asset/xql3xv/Stroke.pdf [Accessed 9 May 2015].
14. Nora, I. (2013). The Neurologic Complications of Ischemic Stroke.
[online] 38(1), pp.HS1-HS5. Available at:
http://www.uspharmacist.com/content/d/feature/c/38758/ [Accessed 9
May 2015].
15. Janice, L. and Mary, M. (2007). Acute Ischemic Stroke Review. J
Neurosci Nurs, [online] 39(5), pp.285-293, 310. Available at:
http://www.medscape.com/viewarticle/567653_5 [Accessed 9 May 2015].
16. Greenberg, D.A., Aminoff, M.J., Simon, R.P., 2002. Stroke. Clinical
Neurology. 5th Ed. USA: McGraw-Hill.
17. Rohkamm, R., 2004. Neurological Syndrome. Color Atlas of Neurology.
Germany: Georg Thieme Verlag.
45