LAPORAN KASUS

66
LAPORAN KASUS STROKE ISKEMIK Oleh: YOHANES MARULIUA SARAGI 110100191 JONAS KRISTOPER 110100300 MEY MERY SIDAURUK 110100270 TAN WEE YEN 110100464 PHONON YONG HOY 110100469 Pembimbing: dr. Caisar DEPARTEMEN NEUROLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

description

wawasan tentang penyakit saraf

Transcript of LAPORAN KASUS

Page 1: LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

STROKE ISKEMIK

Oleh:

YOHANES MARULIUA SARAGI 110100191

JONAS KRISTOPER 110100300

MEY MERY SIDAURUK 110100270

TAN WEE YEN 110100464

PHONON YONG HOY 110100469

Pembimbing:

dr. Caisar

DEPARTEMEN NEUROLOGI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

1

Page 2: LAPORAN KASUS

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa laporan

kasus departemen neurologi yang berjudul “Stroke Iskemik” dapat tersusun dan

terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas

pada Kepaniteraan Klinik Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sumatera Utara.

Meskipun penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, kesulitan

dan kendala, namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari

berbagai pihak, penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Di sini kami mengambil

kesempatan untuk mengucapkan terima kasih kepada dr.Mira, selaku pembimbing

penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan kasus ini.

Namun demikian, karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan,

kepustakaan dan waktu, laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk

ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk

menyempurnakan makalah ini.

Medan, Mei

2015

Penulis

DAFTAR ISI

2

Page 3: LAPORAN KASUS

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................................iDAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang...........................................................................................11.2. Tujuan........................................................................................................21.3. Manfaat......................................................................................................2

BAB 2 LAPORAN KASUS2.1. Anamnesis..................................................................................................32.2. Pemeriksaan Jasmani.................................................................................42.3. Pemeriksaan Neurologis.............................................................................52.4. Kesimpulan Pemeriksaan.........................................................................122.5. Diagnosa...................................................................................................132.6. Penatalaksanaan.......................................................................................132.7. Rencana Prosedur Diagnostik..................................................................142.8. Follow Up................................................................................................142.9. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................17

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Definisi.....................................................................................................203.2. Etiologi.....................................................................................................203.3. Faktor Resiko...........................................................................................203.4. Etiologi.....................................................................................................233.5. Patogenesis...............................................................................................243.6. Manifestasi Klinik....................................................................................253.7. Prosedur Diagnostik.................................................................................253.8. Diagnosis Banding...................................................................................263.9. Komplikasi...............................................................................................273.10. Penatalaksanaan.....................................................................................283.11. Prognosis................................................................................................33

BAB 4 DISKUSI KASUS............................................................................................34BAB 5 KESIMPULAN................................................................................................35DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................37

BAB 1

3

Page 4: LAPORAN KASUS

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal

dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi

saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.

Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau

anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran,

gangguan penglihatan, mengalami secara mendadak kelumpuhan pada satu sisi

tubuh dengan atau tanpa kesemutan, mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan

otot mata, bicara pelo, sulit bicara/komunikasi atau tidak mengerti pembicaraan.1

Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia

masa puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah

penyakit jantung pada sebagian besar negara di dunia.2 Prevalensi stroke di

Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mempunyai prevalensi

tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka

Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke

berdasarkan terdiagnosis Riskesdas dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi

Selatan (17,9‰), DI Yogyakarta (16,9‰), Sulawesi Tengah (16,6‰), diikuti

Jawa Timur sebesar 16 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan Riskesdas di

Sumatera Utara (6,0‰). Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis Riskesdas dan

gejala tertinggi di Sumatera Utara (10,3‰). Prevalensi penyakit stroke pada

kelompok yang didiagnosis Riskesdas serta yang didiagnosis atau gejala

meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun

(43,1‰ dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang terdiagnosis Riskesdas maupun

berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan

(12,0‰ dan 12,1‰).1 Pada penelitian yang dilakukan survey ASNA (Asean

Neurologic Association) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada penderita

stroke akut yang dirawat dirumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

4

Page 5: LAPORAN KASUS

penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45

(11,8%), usia 45-64 tahun (54,7%) dan >65 tahun (33,5%).3

Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan timbulnya stroke yaitu

umur, jenis kelamin, keturunan/genetik, sikap (merokok, diet tidak sehat: lemak,

garam berlebihan, asam urat, kolesterol, diet rendah buah, alkohol, obat-obatan),

fisik (hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, infeksi, arteritis, traumatik,

AIDS, lupus, gangguan ginjal, obesitas, polisitemia, viskositas darah meninggi),

faktor yang dominan (hipertensi, merokok, diabetes melitus, kelainan jantung,

kolesterol).4 Pada penelitian Grau dkk (2001) didapati secara signifikan (p<0.001)

faktor resiko hipertensi (67%), bukan peminum alkohol (48%),

hiperkolesterolemia (35%), diabetes melitus (29%), merokok (28%), aritmia

kordis (26%), penyakit jantung koroner (24%), daily alcohol consumed (10%).5

1.2 Tujuan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk melaporkan kasus stroke

iskemik serta membandingkannya dengan landasan teori yang ada.

1.3 Manfaat

Laporan kasus ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis

maupun pembaca untuk dapat mengindentifikasi kasus stroke yang dijumpai di

lapangan.

BAB 2

5

Page 6: LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

2.1 ANAMNESIS

2.1.1. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Darmadi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 45 tahun

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Desa Namo Simpur ,Deli Serdang

Status : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Tgl Masuk : 21 Juni 2015

Tgl Keluar :

2.1.2. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

2.1.2.1 KELUHAN

Keluhan Utama : Lemah lengan dan tungkai kanan

Telaah : Hal ini dialami Os sejak 1 jam yang lalu

sebelum masuk rumah sakit, terjadi secara tiba-tiba sewaktu beristirahat. Riwayat

muntah tidak dijumpai, riwayat nyeri kepala tidak dijumpai, riwayat kejang tidak

dijumpai, riwayat terjatuh atau kecelakaan tidak dijumpai. Nyeri dada disebelah

kiri dirasakan seperti tertimpa beban berat dan menjalar ke lengan kiri. Riwayat

DM, Hipertensi, Hiperkolesterol disangkal oleh os. Riwayat stroke sebelumnya

(+) 9 tahun yang lalu di sebelah kanan dan mulai dapat berjalan (aktivitas) sekitar

setahun kemudian. Riwayat merokok disangkal.??

Riwayat Penyakit Terdahulu : Stroke

Riwayat Penggunaan Obat : Obat jantung (nama tidak jelas)

2.1.3. ANAMESA TRAKTUS

Traktus sirkulatorius : berdebar-debar (-)

6

Page 7: LAPORAN KASUS

Traktus respiratorius : sesak (-)

Traktus digestivus : BAB (+) dalam batas normal

Traktus urogenitalis : BAK (+) dalam batas normal

Penyakit terdahulu dan kecelakaan : Penyakit jantung

Intoksikasi dan Obat-obatan : Disangkal

ANAMNESA KELUARGA

Faktor Herediter : (-)

Faktor Familier : (-)

Lain-lain : (-)

ANAMNESA SOSIAL

Kelahiran dan Pertumbuhan : Spontan, pertumbuhan baik

Imunisasi : (-)

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Perkawinan dan Anak : Menikah, dan mempunyai 2 orang anak

2.2 PEMERIKSAAN JASMANI

PEMERIKSAAN UMUM

Tekanan Darah : 120/90 mmHg

Nadi : 92 x/ menit

Frekuensi Nafas : 24 x/menit

Temperatur : 36,2oC

Kulit dan selaput lendir : dalam batas normal

Kelenjar dan getah bening : dalam batas normal

Persendian : dalam batas normal

KEPALA DAN LEHER

Bentuk dan posisi : Bulat dan Medial

7

Page 8: LAPORAN KASUS

Pergerakan : dalam batas normal

Kelainan Panca Indra : (-)

Rongga mulut dan gigi : dalam batas normal

Kelenjar Parotis : dalam batas normal

Desah : (-)

Lain-lain : (-)

RONGGA DADA DAN ABDOMEN Rongga Dada Rongga Abdomen

Inspeksi :Simetris Fusiform Simetris

Palpasi :SF kanan=kiri Soepel

Perkusi :Sonor Timpani

Auskultasi :Vesikuler Normoperistaltik

2.2.4 GENITALIA

Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan

2.3 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

SENSORIUM : Compos Mentis

KRANIUM

Bentuk : Bulat

Fontanella : Tertutup

Palpasi : A. Carotis dan A. Temporalis teraba

Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

PERANGSANGAN MENINGEAL

Kaku Kuduk : (-)

Tanda Kerniq : (-)

Tanda Brudzinski I : (-)

Tanda Brudzinksi II : (-)

8

Page 9: LAPORAN KASUS

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL

Muntah : (-)

Sakit Kepala : (-)

Kejang : (-)

SARAF OTAK/SARAF KRANIALIS

NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra

Normosmi : (+) (+)

Anosmia : (-) (-)

Parosmia : (-) (-)

Hiposmia : (-) (-)

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra(OS)

Visus : dalam batas normal dalam batas normal

Lapangan Pandang

Normal : (+) (+)

Menyempit : (-) (-)

Hemianopsia : (-) (-)

Scotoma : (-) (-)

Refleks Ancaman : (+) (+)

Fundus okuli

Warna : TDP TDP

Batas : TDP TDP

Ekskavasio : TDP TDP

Arteri : TDP TDP

Vena : TDP TDP

NERVUS III,IV,VI Oculi Dextra(OD) Oculi Sinistra(OS)

Gerakan Bola Mata : (+) (+)

Nistagmus : TDP TDP

Pupil

9

Page 10: LAPORAN KASUS

Lebar : 3mm 3mm

Bentuk : Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung : (+) (+)

Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+)

Rima Palpebra :±7mm ±7mm

Deviasi Konjugate : (-) (-)

Fenomena Doll's Eye : TDP TDP

Strabismus : (-) (-)

NERVUS V Kanan Kiri

Motorik

Membuka dan menutup mulut : (+) (+)

Palpasi Masseter & Temporalis : (+) normal

Kekuatan Gigitan : normal

Sensorik

Kulit : dalam batas normal

Selaput Lendir : dalam batas normal

Refleks Kornea

Langsung : (+) (+)

Tidak Langsung : (+) (+)

Refleks Masseter : (+) (+)

Refleks Bersin : TDP TDP

NERVUS VII

Motorik Kanan Kiri

Mimik : Sudut mulut tertarik ke kiri

Kerut kening : (+) (+)

Menutup mata : (+) (+)

Meniup sekuatnya : sulit dinilai sulit

dinilai

Memperlihatkan gigi : sudut mulut tertarik ke kiri

10

Page 11: LAPORAN KASUS

Tertawa : sudut mulut tertarik ke kiri

Sensorik

Pengecapan 2/3 Depan Lidah : TDP TDP

Produksi kelenjar ludah : TDP TDP

Hiperakusis : (-) (-)

Refleks stapedial : TDP TDP

NERVUS VIII Kanan Kiri

Auditorius

Pendengaran : (+) (+)

Tes Rinne : TDP TDP

Tes Weber : TDP TDP

Tes Schwabach : TDP TDP

Vestibularis

Nistagmus : TDP TDP

Reaksi kalori : TDP TDP

Vertigo : TDP TDP

Tinnitus : TDP TDP

2.3.5.7 NERVUS IX,X

Pallatum molle : Arcus pharynx kanan-kiri terangkat

Uvula : Medial

Disfagia : (-)

Disartria : sulit dinilai

Disfonia : sulit dinilai

Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan

NERVUS XI Kanan Kiri

Mengangkat Bahu : (+) (+)

Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : (+) (+)

11

Page 12: LAPORAN KASUS

NERVUS XII

Lidah

Tremor : (-)

Atrofi : (-)

Fasikulasi : (-)

Ujung lidah sewaktu istirahat : Medial

Ujung lidah sewaktu dijulurkan : Terdorong ke arah Kanan

SISTEM MOTORIK

Trofi : Eutrofi

Tonus Otot : Normotonus

Kekuatan Otot : ESD: 11111 ESS: 55555

EID: 11111 EIS: 55555

Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Berbaring, duduk

Gerakan Spontan Abnormal

Tremor : (-)

Khorea : (-)

Ballismus : (-)

Mioklonus : (-)

Atetosis : (-)

Distonia : (-)

Spasme : (-)

Tic : (-)

Dan lain-lain : (-)

2.3.7 TEST SENSIBILITAS

Eksteroseptif : Dalam batas normal

Proprioseptif : Dalam batas normal

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

12

Page 13: LAPORAN KASUS

Stereognosis : TDP

Pengenalan dua titik : TDP

Grafestesia : TDP

2.3.8 REFLEKS

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps : (+++) (++)

Tricep : (++) (++)

Radioperiost : (++) (++)

APR : (+++) (+++)

KPR : (+++) (+++)

Strumple : (+) (+)

Refleks Patologis

Babinski : (+) (-)

Oppenheim : (-) (-)

Chaddock : (-) (-)

Gordon : (-) (-)

Schaefer : (-) (-)

Hoffman-Tromner : (-) (-)

Klonus Lutut : (-) (-)

Klonus Kaki : (-) (-)

Refleks Primitif : (-) (-)

2.3.9 KOORDINASI

Lenggang : Tidak dilakukan pemeriksaan

Bicara : Sulit dinilai

Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan

Percobaan Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Mimik : Dalam batas normal

Tes telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes telunjuk-hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan

13

Page 14: LAPORAN KASUS

Diadokhinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Test Tumit-Lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan

Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.3.10 VEGETATIF

Vasomotorik : Dalam batas normal

Sudomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pilo-erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan

Miksi : Dalam Batas Normal

Defekasi : Dalam Batas Normal

Potens dan libido : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.3.11 VERTEBRA

Bentuk

Normal : (+)

Scoliosis : (-)

Hiperlordosis : (-)

Pergerakan

Leher : Dalam batas normal

Pinggang : Dalam batas normal

2.3.12 TANDA PERANGSANGAN MENINGEAL

Laseque : (-)

Cross Laseque : (-)

Test Lhermitte : (-)

Test Naffziger : (-)

2.3.13 GEJALA-GEJALA SEREBELAR

Ataksia : (-)

Disartria : (-)

Tremor : (-)

14

Page 15: LAPORAN KASUS

Nistagmus : (-)

Fenomena Rebound : (-)

Vertigo : (-)

Dan lain-lain : (-)

2.3.14 GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL

Tremor : (-)

Rigiditas : (-)

Bradikinesia : (-)

Dan lain-lain : (-)

2.3.15 FUNGSI LUHUR

Kesadaran Kualitatif : Compos mentis

Ingatan baru : Sulit dinilai

Ingatan lama : Sulit dinilai

Oritentasi

Diri : Sulit dinilai

Tempat : Sulit dinilai

Waktu : Sulit dinilai

Situasi : Sulit dinilai

Intelegensia : Sulit dinilai

Daya pertimbangan : Sulit dinilai

Reaksi Emosi : Sulit dinilai

Afasia

Ekspresif : (+)

Represif : (-)

Apraksia : Sulit dinilai

Agnosia

Agnosia Visual : Sulit dinilai

Agnosia Jari-jari : Sulit dinilai

Akalkulia : Sulit dinilai

15

Page 16: LAPORAN KASUS

Disorientasi Kanan-kiri : Sulit dinilai

2.4 KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Lemah lengan dan tungkai kanan dialami Os sejak 1 minggu yang lalu sebelum

masuk rumah sakit, terjadi secara tiba-tiba sewaktu istirahat. Sebelum mengalami

serangan, orang tua Os mengatakan Os kelihatan sesak. Riwayat muntah tidak

dijumpai, riwayat nyeri kepala tidak dijumpai, riwayat kejang tidak dijumpai,

riwayat terjatuh, kecelakaan tidak dijumpai. Riwayat pemasangan balon pada

jantung sejak tahun 2008. Riwayat DM, Hipertensi, Hiperkolesterol, merokok

disangkal.

STATUS PRESENS

Sensorium : Compos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 98 x/ menit

Frekuensi Nafas : 24 x/menit

Temperatur :37oC

STATUS NEUROLOGIS

Perangsangan Meningeal : (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial : (-)

SARAF KRANIALIS

NERVUS I : Sulit dinilai

NERVUS II : RC+/+, pupil isokor kanan=kiri

NERVUS III,IV,VI : Gerakan Bola Mata Normal

NERVUS V : Membuka dan menutup mulut normal

NERVUS VII : sudut mulut tertarik ke kiri

NERVUS VIII : Pendengaran (+)

NERVUS IX,X : Pallatum terangkat, uvula medial

NERVUS XI : Kiri (+), Kanan (-)

16

Page 17: LAPORAN KASUS

NERVUS XII : Terdorong ke arah Kanan sewaktu lidah

dijulurkan

Kekuatan Otot : ESD: 11111 ESS: 55555

EID: 11111 EIS: 55555

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps : (+++) (++)

Tricep : (++) (++)

Radioperiost : (++) (++)

APR : (+++) (+++)

KPR : (+++) (+++)

Strumple : (++) (++)

Refleks Patologis

Babinski : (+) (-)

Hoffman-Tromner : (-) (-)

2.5 DIAGNOSA

DIAGNOSA FUNGSIONAL : Afasia motorik + Hemiparese dextra + P.

N. VII, XII

UMN Dextra

DIAGNOSA ETIOLOGIK : Embolus

DIAGNOSA ANATOMIK : Korteks

DIAGNOSA BANDING : 1. Stroke Iskemik

2. Stroke Hemoragik

DIAGNOSA KERJA : Hemiparese dextra + P.N. VII,XII dextra

ec. Stroke Iskemik

2.6 PENATALAKSANAAN

Bedrest + Head up 30o

O2 2 L/’ via nasal kanul

IVFD RSOL 20 gtt/i

17

Page 18: LAPORAN KASUS

Aptor 1 x 100 mg tab

2.7 RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK

Ct-scan kepala

EKG

Pemeriksaan darah

Konsul Kardio

2.8 FOLLOW-UP PASIEN

Follow-up tanggal 6 Mei 2015

S : Lemah lengan dan tungkai kanan

O :

Sens : Compos mentis

Tekanan Darah: 110/60 mmHg

Nadi : 92 x/ menit

Frekuensi Nafas : 22 x/menit

Temperatur :36,5oC

Perangsangan Meningeal : (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial : (-)

Saraf Kranialis

N.I : Normosmia

N. II : RC+/+, pupil isokor kanan=kiri

N. III,IV,VI : Gerakan Bola Mata Normal

N. V : Membuka dan menutup mulut normal

N. VII : sudut mulut tertarik ke kiri

N. VIII : Pendengaran (+)

N. IX,X : Pallatum terangkat, uvula medial

N. XI : Kiri (+), Kanan (-)

N. XII : Terdorong ke arah Kanan sewaktu lidah dijulurkan

18

Page 19: LAPORAN KASUS

Kekuatan Otot

ESD: 11111

ESS: 55555

EID: 11111

EIS: 55555

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biceps : (+++) (++)

Tricep : (++) (++)

Radioperiost : (++) (++)

APR : (+++) (+++)

KPR : (+++) (+++)

Strumple : (++) (++)

Refleks Patologis

Babinski : (+) (-)

Hoffman-Tromner : (-) (+)

2.6 PENATALAKSANAAN

Bedrest + Head up 30o

O2 2L via nasal kanul

IVFD RSOL 20 gtt/i

Aptor 1x100mg tab

2.7 RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK

Ct-scan kepala

EKG

Pemeriksaan darah

A : Hemiparese dextra + P.N. VII,XII dextra ec. Stroke Iskemik

P :

Bedrest + Head up 30o

O2 2L via nasal kanul

IVFD RSOL 20 gtt/i

19

Page 20: LAPORAN KASUS

Aptor 1x100mg tab

R:

Follow-up tanggal 7 Mei 2015

S : Lemah lengan dan tungkai kanan

O :

Sens : Compos mentis

Tekanan Darah: 110/70 mmHg

Nadi : 98 x/ menit

Frekuensi Nafas : 24 x/menit

Temperatur :37oC

Perangsangan Meningeal : (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial : (-)

Saraf Kranialis

N.I : Normosmia

N. II : RC+/+, pupil isokor kanan=kiri

N. III,IV,VI : Gerakan Bola Mata Normal

N. V : Membuka dan menutup mulut normal

N. VII : sudut mulut tertarik ke kiri

N. VIII : Pendengaran (+)

N. IX,X : Pallatum terangkat, uvula medial

N. XI : Kiri (+), Kanan (-)

N. XII : Terdorong ke arah Kanan sewaktu lidah dijulurkan

Kekuatan Otot

ESD: 11111

ESS: 55555

EID: 11111

EIS: 55555

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

20

Page 21: LAPORAN KASUS

Biceps : (+++) (++)

Tricep : (++) (++)

Radioperiost : (++) (++)

APR : (+++) (+++)

KPR : (+++) (+++)

Strumple : (++) (++)

Refleks Patologis

Babinski : (+) (-)

Hoffman-Tromner : (-) (+)

2.6 PENATALAKSANAAN

Bedrest + Head up 30o

O2 2L via nasal kanul

IVFD RSOL 20 gtt/i

Aptor 1x100mg tab

2.7 RENCANA PROSEDUR DIAGNOSTIK

Ct-scan kepala

EKG

Pemeriksaan darah

A : Hemiparese dextra + P.N. VII,XII dextra ec. Stroke Iskemik

P :

Bedrest + Head up 30o

O2 2L via nasal kanul

IVFD RSOL 20 gtt/i

Aptor 1x100mg tab

R:

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi (1 Mei 2015)Darah Lengkap (CBC):Hemoglobin (HGB) g% 14.80 11.7 – 15.5

21

Page 22: LAPORAN KASUS

Eritrosit (RBC) 106/mm3 4.88 4.20 – 4.67Leucosit (WBC) 103/mm3 11.75 4.5 – 11.0Hematokrit % 43.60 38 - 44Trombosit (PLT) 103/mm3 205 150 – 450MCV fL 89.30 85 - 95MCH Pg 30.30 28 - 32MCHC g% 33.90 33 – 35RDW % 12.80 11.6 – 14.8MPV fL 12.70 7.0-10.2PCT % 0.26PDW fL 18.7Hitung JenisNeutrofil % 72.60 37 – 80Limfosit % 14.90 20 – 40Monocyte % 8.80 2 – 8Eosinofil % 3.40 1 – 6Basofil % 0.300 0 – 1 Neutrofil Absolut 103/µL 8.54 2.7 – 6.5Limfosit Absolut 103/µL 1.75 1.5 – 3.7Monosit Absolut 103/µL 1.04 0.2 – 0.4Eosinofil Absolut 103/µL 0.40 0 – 0.10Basofil Absolut 103/µL 0.03 0 – 0.1

Kimia Klinik (1 Mei 2015)Troponin T µg/L Negative 0 - 0.1

HATILDH U/L 727 240 - 480

METABOLISME KARBOHIDRATGlukosa Darah Sewaktu Mg/dL 94.50 <200GINJALUreum Mg/dL 26.40 <50Kreatinin Mg/dL 0.77 0.50 - 0.90ELEKTROLITNatrium (Na) mEq/L 135 135-155Kalium (K) mEq/L 5.0 3.6-5.5Klorida (Cl) mEq/l 104 96 – 106 ENZIM JANTUNGCK-MB U/L 15 7-25

22

Page 23: LAPORAN KASUS

CT-SCAN

23

Page 24: LAPORAN KASUS

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal

dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi

saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.1

Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak

dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan

kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3

Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang

mengalami oklusi.6 Oklusi dapat berupa trombus, emboli, atau tromboemboli,

sehingga menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu pembuluh darah

daerah percabangan pembuluh darah otak.

3.2 Epidemiologi

20,5 juta jiwa di dunia menderita stroke pada tahun 2011. Stroke

merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia. Total penderita stroke di

Indonesia, sekitar 2,5% atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat

ringan maupun berat, dengan prevalensi sebesar 7%.7 Prevalensi stroke

berdasarkan Riskesdas di Sumatera Utara (6,0‰). Prevalensi penyakit stroke pada

kelompok yang didiagnosis Riskesdas serta yang didiagnosis atau gejala

meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun

(43,1‰ dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang terdiagnosis Riskesdas maupun

berdasarkan diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-laki dan perempuan

(12,0‰ dan 12,1‰).1

3.3 Faktor Risiko

24

Page 25: LAPORAN KASUS

Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan

kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potetianly

modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented).

1. Non modifiable risk factors :

a. Usia

Sekitar 30% stroke terjadi pada usia 65 tahun dan 70% stroke terjadi pada

usia 65 tahun. Faktor risiko meningkat dua kali lipat untuk setiap dekade

setelah usia 55 tahun.

b. Jenis Kelamin

Infark/ Stroke terjadi 30% lebih sering pada pria dibandingkan pada

wanita.

c. Ras / Etnik

Africans-Americans mempunyai risiko tinggi untuk menderita stroke

dibandingkan dengan etnis lain.

d. Genetik

Prevalensi stroke meningkat lima kali lipat pada kondisi yang secara

genetik memiliki faktor perdisposisi terhadap stroke. Beberapa kasus

menunjukkan terjadinya peningkatan insidensi tiga kali lipat pada orang

yang ibunya meninggal karena stroke dibandingkan dengan orang yang

tidak mempunyai riwayat maternal seperti itu.

2. Modifiable risk factors :

a. Well documented and modifiable risk factors :

25

Page 26: LAPORAN KASUS

- Hipertensi

Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah setiap

10 mmHg meningkatkan risiko 1,9 kali pada pria dan 1,7 kali pada

wanita untuk terjadinya stroke.

- Diabetes Mellitus

Diabetes merupakan faktor predisposisi karena diabetes dapat

mempercepat terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah besar,

seperti arteri koroner dan arteri karotis atau dengan efek lokal pada

mikrosirkulasi serebral.

- Merokok

Beberapa studi menunjukkan bahwa merokok memiliki hubungan

yang relevan terhadap terjadinya stroke dan derajat risiko

berhubungan dengan jumlah konsumsi rokok.

- Atrial Fibrilasi atau kelainan jantung lain

Orang-orang dengan kelainan jantung memiliki risiko dua kali lebih

besar untuk terjadinya stroke. Atrial Fibrilasi dapat meningkatkan

risiko terjadinya stroke sampai 17 kali lipat.

- Hiperlipidemia

Peningkatan kadar kolesterol menjadi faktor risiko untuk terjadinya

arterosklerosis. Penurunan kadar LDL menurunkan risiko terjadinya

stroke hingga 10% dan peningkatan kadar HDL adalah sebagai faktor

protektif.4 Selain itu, keadaan hipertrigliserida juga dianggap

berkorelasi terhadap tingginya kadar LDL dan rendahnya kadar HDL

yang akan meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.

- Obesitas

26

Page 27: LAPORAN KASUS

Obesitas dihubungkan dengan risiko peningkatan tekanan darah,

hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, dan stroke.

- Obstructive Sleep Apnea Syndrome

Obstructive Sleep Apnea Syndrome secara bermakna meningkatkan

risiko stroke dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya hipertensi.

b. Less well documented and modifiable risk factors :

- Alkohol abuse

Penyalahgunaan alkohol dihubungkan dengan peningkatan risiko

terjadinya infark serebral atau perdarahan sub arachnoid melalui

mekanisme gangguan viskositas aliran darah dan gangguan jantung

sebagai efek samping konsumsi alkohol.

- Penggunaan Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral high-estrogen meningkatkan risiko untuk terjadinya

stroke pada wanita muda. Faktor risiko ini sangat besar pengaruhnya

pada wanita berusia lebih dari 35 tahun yang disertai dengan

kebiasaan merokok.

- Hiperhomosisteinimia

Hiperhomosisteinimia menjadi faktor predisposisi terhadap trombosis

arteri dan vena serebri.

- Hypercoagulability

Keadaan Hypercoagulability akan mempengaruhi viskositas aliran

darah dan adapat menyebabkan peningkatan risiko untuk terjadinya

stroke.

- Infeksi

27

Page 28: LAPORAN KASUS

Infeksi serebral dapat menyebabkan infark serebral melalui perubahan

dinding pembuluh darah akibat inflamasi.

3.4 Etiologi

Stoke iskemik dapat disebabkan oleh gangguan pada pembuluh darah,

jantung, dan komposisi darah.

1. Kelainan vaskuler atau pembuluh darah :

- Arterosklerosis

- Displasia Fibromuskular

- Gangguan inflamasi : artritis, SLE, polyartritis nodosa, syfilis arteritis,

AIDS

- Diseksi arteri carotis

- Trombosis sinus atau vena

2. Kelainan jantung :

- Atrial Fibrilasi

- Aritmia

- Penyakit Jantung Rematik

- Endokarditis

- Paradoxic Embolus

- Prostetic heart valves

3. Kelainan darah :

- Trombositosis

- Polisitemia

- Penyakit sickle cell anemia

- Leukositosis

- Keadaan Hiperkoagulasi5

3.5 Patogenesis

Gangguan terhadap aliran darah ke otak menyebabkan neuron dan sel

lainnya mengalami kekurangan glukosa dan oksigen, yang pada akhirnya akan

28

Page 29: LAPORAN KASUS

menyebabkan kematian apabila aliran darah ke otak tidak dikembalikan seperti

semula. Bila aliran darah ke otak dikembalikan sebelum terjadi kerusakan

permanen pada neuron, gejala dan manifestasi klinis bersifat sementara. Apabila

terjadi gangguan aliran darah terus menerus, akan terjadi iskemik yang ireversibel

(infark) dan defisit neurologis persisten.1

Dua mekanisme yang menyebabkan stroke iskemik, yakni thrombosis dan

embolus. Sekitar 75% dari kasus stroke iskemik adalah disebabkan oleh

thrombosis dan 25% lainnya disebabkan emboli. Keduanya sulit untuk dibedakan

berdasarkan gejala klinis.1

Trombosis menyebabkan stroke dengan menyumbat pembuluh arteri

serebral yang besar (terutama arteri karotis interna, arteri serebralis media, dan

arteri basilaris), arteri kecil, vena serebral, dan sinus venosus. Gejala umumnya

muncul dalam hitungan menit atau jam. Stroke yang terjadi akibat thrombus

biasanya didahului oleh TIA, yang cenderung menyebabkan gejala klinis yang

serupa.1

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri serebri tersumbat karena adanya

trombus pada aliran darah distal yang berasal dari jantung, arkus aorta, dan arteri

serebri besar. Emboli yang terjadi pada sirkulasi serebral anterior paling sering

menyumbat arteri serebri media dan cabang-cabannya, karena sekitar 85% aliran

darah hemisfer dibawa oleh pembuluh darah tersebut. Emboli pada sirkulasi

serebral posterior biasannya menyebabkan penyumbatan pada arteri basilaris atau

arteri serebri posterior. Stroke emboli menyebabkan defisit neurologis yang

langsung memburuk pada saat onset.1

3.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi defisit neurologis yang disebabkan stroke iskemik bervariasi

tergantung lokasi infark atau iskemik.2

Iskemia transien pada arteri oftalmika dapat menyebabkan kebutaan dan

infark retina. Iskemik yang terjadi pada arteri karotis interna dapat menyebabkan

29

Page 30: LAPORAN KASUS

kehilangan lapangan mandang dan hemiparese kontralateral, disertai dengan

defisit neurologis. Iskemik pada arteri serebri media beserta cabang-cabangnya

dapat menyebabkan berbagai macam manifestasi yaitu hemiparesis dan defisit

hemisensori, apraksia, afasia, dan juga kerusakan orientasi spasial. Iskemik pada

arteri koroidal anterior menyebabkan kerusakan lapangan pandang dan terkadang

hemiparesis. Iskemik yang terjadi pada arteri serebri anterior menyebabkan

hemiparesos kontralateral yang dominan mengenai ekstremitas bawah, ataksia

kontralateral, dan apraksia. Iskemik pada arteri serebri posterior menyebabkan

infark pada pedunkulus serebri, thalamus, dan bagian mediobasal dari lobus

temporal dan oksipital. Manifestasi klinis tersering adalah kontralateral

hemianopsia homonim, yang terkadang disertai defisit neurologis. Oklusi pada

arteri basilaris akan menyebabkan gejala-gejala seperti sindroama Benedikt,

sindroma Weber, sindroma Millard-Gubler, dan sindroma Wallenberg. Infark

thalamus biasanya bermanifestasi pada kehilangan kemampuan hemisensori

kontralateral, paresis ringan dan hemiataksia. Ingatan dapat juga terganggu. Infark

batang otak menyebabkan defisit nervus kranialis ipsilateral dan kerusakan

hemisensori kontralateral. Infark serebelum menyebabkan manifestasi beragam

mulai dari mual, muntah, vertigo, disartria, dan nyeri kepala akut. Pemeriksaan

neurologis terdapat ataksia, dismetria, dan nistagmus.2

3.7 Diagnosis

Diagnosis stroke iskemik ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis dapat didapati gejala yang muncul mendadak atau tiba-tiba

pada saat istirahat, gejala bisa berupa defisit neurologis fokal atau global, seperti

hemiparesis, hemihipestesia, afasia, gangguan kesadaran, dan sebagainya. Dari

anamnesis juga dapat diketahui apakah ada faktor risiko untuk terjadinya stroke.

Gejala klinis lebih tenang dan jarang disertai dengan tanda-tanda peningkatan

tekanan intracranial.

30

Page 31: LAPORAN KASUS

Dari pemeriksaan fisik didapati adanya peningkatan tekanan darah, dan

gangguan neurologis lain, seperti gangguan kesadaran, gangguan nervus kranialis,

gangguan motorik, refleks, dan sensorik.

Pemeriksaan penunjang, yaitu CT Scan merupakan gold standar untuk

menegakkan diagnose suatu stroke iskemik. Pada pemeriksaan CT Scan

didapatkan gambaran hipodense pada arteri yang menandakan adanya klot pada

lumen pembuluh darah setelah 72 jam pertama.

Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan, yaitu pemeriksaan foto

thorax. Pada pemeriksaan foto thoraks dapat dilihat apakah terdapat pembesaran

ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita

stroke.

3.8 Diagnosa Banding

1. Stroke Hemoragik atau Perdarahan intrakranial

Stroke tipe hemoragik disebabkan karena rupturnya pembuluh darah sehingga

menyebebkan perdarahan intraparenkim atau subaraknoid. Onset stroke

hemoragik terjadi saat beraktifitas dan lebih banyak terjadi pada usia muda.

Faktor resiko stroke hemoragik termasuk hipertensi dan aneurysma.

Kesadaran menurun dengan adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial

dan perangsangan meningeal. Gejalanya berupa nyeri kepala yang berat, kaku

kuduk, muntah hingga koma. CT atau MRI menunjukkan gambaran

hiperattenuasi oleh karena perdarahan.

2. Migraine mimicking stroke

Onset migraine lebih bertahap dan perkembangan lebih lambat dari stroke

iskemik. Terdapat presentasi fenomena visual pada migraine seperti skotoma.

Migrain tipe hemiplegik dengan gejala hemiparesis sering didiagnosa banding

dengan stroke iskemik. Riwayat migraine dan aura serta nyeri kepala yang

progresif dapat membedakan migraine dari stroke. Gejala migraine lebih

sering merupakan gejala positif seperti halusinasi visual, parestesia dan

manifestasi motoric yang abnormal dibanding dengan gejala stroke yang

31

Page 32: LAPORAN KASUS

negative termasuk kehilangan visual dan kelumpuhan. MRI pada migraine

menunjukkan tidak adanya bukti infark.

3. Kejang dan status postiktal

Gejala confusion atau afasia, paralisis postictal dan fenomena visual atau

sensorik lain saat kejang dan status postictal mirip dengan gejala stroke. Untuk

membedakan, sering adanya riwayat kerjang sebelumnya serta deficit postictal

seperti mengantuk setelah kejang dan menggigit lidah. Diagnosa kejang dapat

dikomfirmasikan dengan EEG.

4. Space Occupying Lesion

Lesi massa seperti hematoma subdural, absesserebral, tumor CNS dan tumor

metastatic mempunyai perkembangan lambat dan progresif. Efek sekunder

dari SOL seperti edema dan hidrosefalus obstruktif dapat menyebabkan gejala

seperti kejang. CT scan kepala menunjukkan lesi tersebut.

5. Hipoglikemia

Hipoglikemia dapat menyebabkan gejala serupa stroke seperti hemiplegi dan

afasia. Kesadaran pasien biasanya baik atau mengantuk. Hemiplegi pada

hipoglikemia akan hilang segera dengan terapi glukosa secara intrevena. Bisa

terdapat riwayat diabetes dengan terapi insulin. Serum glukosa yang rendah

dapat terdeteksi saat gejala muncul.

6. Ensefalopati dan konsiditoksik-metabolik

Ensefalopati metabolic termasuk hiperglikemi, hyponatremia dan ensefalopati

hepatik dapat menyebabkan gejala neurologic fokal seperti afasia, hemianopia,

deficit hemisensorik, hemiparesis, hiperrefleks unilateral dan Babinski.

7. Ensefalopati hipertensif

Kombinasi gejala termasuk sakit kepala, gangguan kognitif atau penurunan

kesadaran dan hipertensi merupakan gejala khas ensefalopati hipertensif.

Gejala lain termasuk gangguan visual dan tanda peningkatan tekanan

intracranial. Hasil CT scan dan MRI menunjukkan edema serebral.

3.9 Komplikasi

1. Deteriorasi neurologik

32

Page 33: LAPORAN KASUS

Deteriorasi neurologic terjadi 50% pada pasien stroke dengan komplikasi

dalam 24 jam setelah episode stroke. Termasuk edema otak, perkembangan

iskemik sehingga terjadi kerusakan disekeliling jaringan serebral, perdarahan

serebral dan hematoma, kejang serta kematian. Beberapa faktor yang dapat

menyebabkan deteriorasi neurologic terutama inisiasi lambat atau gagal terapi.

2. Disfungsi neuromuscular

Gangguan seperti apraksia, syndrome nyeri, spastik ekstremitas dan

inkontinensia sering terjadi pada pasien stroke. Apraksia pada stroke

disebbakan oleh kelemahan, akinesia, tonus atau postur yang abnormal, tremor

atau khorea atau tidak kooperatif. Nyeri musculoskeletal pada pasien stroke

yang disebabkan oleh kontrol motorik yang buruk. Spastik ekstremitas

merupakan sequel stroke yang menyebabkan peningkatan resistensi terhadap

kapasitas otot. Inkontinensia pada pasien stroke dapat terjadi oleh karena

kerusakan atau gangguan secara langsung terhadap pusat mikturisi di otak,

sehingga menyebabkan hiperrefleks dan urgency.

3. Gangguan kognitif

Stroke menyebabkan gangguan pada sistem kognitif seperti gangguan ingatan,

disfungsi daya pertimbangan dan bicara (afasia). Hal ini terjadi karena adanya

gangguan pada jaras penghantar informasi ke otak atau pusat informasi di

otak.

4. Gangguan psikiatrik

Gangguan emosi sering terjadi pada pasien stroke, termasuk depresi, ansietas,

instabilitas emosi, reaksi krisis dan post stroke fatigue. Penyebab fisiologik

termasuk gangguan pada aras neuron di pusat neuromaturasi oleh kerusakan

secara langsung dari stroke. Faktor sekunder termasuk gangguan terhadap

emosi oleh karena disabilitas, kehilangan kemampuan untuk mengurus diri

sendiri, gangguan komunikasi dan kognitif serta kurangnya dukungan sosial.

5. Komplikasi medik

Gangguan mobilitas secara fisik oleh karena kelemahan, immobilitas yang

disebabkan oleh gangguan aras pergerakan dan neglektasi sering terjadi pada

pasien stroke. Hal yang sering terjadi termasuk tromboemboli venous (Deep

33

Page 34: LAPORAN KASUS

Vein Trombosis), Komplikasi paru seperti pneumonia yang disebabkan oleh

atelectasis dan aspirasi, infeksi saluran kemih, dekubitus dan resiko jatuh.

3.10 Penatalaksanaan (PERDOSSI, 2011)

A. Penatalaksanaan di Unit Gawat Darurat

1. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan

Status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen

harus dipantau secara terus menerus dalam 72 jam pada pasien stroke

dengan deficit neurologi yang nyata. Pemberian oksigen dianjurkan pada

pasien dengan keadaan dengan saturasi oksigen < 95%. Bantuan ventilasi

diberikan pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau

disfungsi bulbar dengan gangguan napas. Intubasi ETT (Endo tracheal

Tube) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau

pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang beresiko untuk

terjadi aspirasi.

2. Stabilisasi hemodinamik

Untuk stabilisasi hemodinamik diberikan cairan kristaloid atau koloid

intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa).

Pemasangan CVC (Central Venous Catheter) dianjurkan dengan tujuan

untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkan

cairan dan nutrisi. Pada pasien dengan stroke iskemik akut tekanan darah

diturunkan sekitar 15% (systolic maupun diastolic) dalam 24 jam pertama

setelah awitan apabila tekanan darah sistolik >220 mmHg atau tekanan

darah diastolic >120 mmHg. Obat anti hipertensi yang digunakan adalah

labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena. Bila

tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka

obat-obat vasopressor dapat diberikan dengan titrasi seperti dopamine

dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan

sistolik berkisar 140 mmHg. Pemantauan jantung harus dilakukan selama

34

Page 35: LAPORAN KASUS

24 jam pertama setelah serangan stroke iskemik. Bila terdapat adanya

penyakit jantung kongestif, segera konsutasil ke kardiologi.

3. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial (TIK)

Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus

dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis

pada hari-hari pertama setelah serangan stroke. Monitor TIK harus

dipasang pada pasien dengan GCS<9 dan penderita yang mengalami

penurunan kesadaran karena kenaikan TIK. Target tekanan TIK adalah

kurang dari 20 mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan

TIK adalah sebagai berikut.

a. Posisi kepala ditinggikan 20o-30o

b. Menghindari pemberian cairan glukosa

c. Menghindari terjadinya hipertermia.

d. Manitol 0,25 – 0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4 – 6

jam dengan target ≤ 310 mOsm/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2

kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Kalau perlu,

furosemid dapat diberikan dengan dosiss inisial 1 mg/kgBB i.v.

e. Paralisis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat

dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya

tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk , suction, dan

bucking ventricular. Agen nondepolarized seperti vencuronium atau

pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan blok pada

ganglion lebih baik digunakan.pasien dengan kenaikan kritis TIK

sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain

sebagai alternatif.

4. Pengendalian Kejang

Bila terjadi kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20

mg dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan

kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu

dirawat di ICU.

5. Pengendalian suhu tubuh

35

Page 36: LAPORAN KASUS

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dan diatasi

penyebabnya. Asetaminofen 650 mg dapat diberikan bila suhu lebih dari

38,5 oC atau 37,5 oC. pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus

dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah, dan urin) dan diberikan

antibiotic. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal

harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat

1. Cairan

Cairan yang dapat diberikan adalah NaCl 0,9% dengan tujuan untuk

menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12

mmHg. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral

maupun enteral). Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi

urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan

(produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak

tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita

demam. Elektrolit (kalium, natrium, dan magnesium) harus selalu

diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas

darah.

2. Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi

oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila

terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun, nutrisi diberikan

melalui pipa nasogastrik (NGT). Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-

30 kkal/kg/hari dengan komposisi:

Karbohidrat 30-40% dari total kalori

Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-55%)

Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4-2.0

g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal <0.8 g/kgBB/hari).

3. Pencegahan dan penanganan komplikasi

36

Page 37: LAPORAN KASUS

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut

(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru,

dekubitus, komplikasi ortopedi dan kontraktur) perlu dilakukan. Antibiotic

dapat diberikan sesuai indikasi dan hasil kultur dan sensitivitas kuman atau

minimal terapi empiris. Pencegahan dekubitus dapat dilakukan dengan

mobilisasi terbatas atau memakai kasur antidekubitus. Pada pasien tertentu

yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin subkutan 5000

IU dua kali sehari perlu diberikan. Pada pasien immobilisasi yang tidak

bisa menerima antikoagulan, penggunaan stocking eksternal atau aspirin

direkomendasikan untuk mencegah thrombosis vena dalam.

C. Penatalaksanaan Stroke Iskemik

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang;

ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik

sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit

sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.

Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari

penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan

kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau

koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan

mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika

fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran

menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg%

harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin

drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula

darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan

dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri

kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai

gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan

37

Page 38: LAPORAN KASUS

sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure

(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),

atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal

ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang

direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat

ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90

mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,

dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai

hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik

masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan

darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-

pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian

antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2

minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan

tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1

g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan

umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama

3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai

alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan

anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant

tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu

sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). Inisiasi pemberian terapi

antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian

intravena rtPA tidak direkomendasikan. Secara umum, pemberian heparin

setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih

merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita stroke iskemik akut

dengan resiko tinggi terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat

arteri karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga

38

Page 39: LAPORAN KASUS

termasuk infark besar >50%, hipertensi tidak dapat terkontrol, dan perubahan

mikrovaskuler otak yang luas.

Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam

setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut. Pemberian

klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut,

tidak dianjurkan. Kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik seperti angina

pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting, pengobatan harus

diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian. Dalam keadaan tertentu,

vasopressor terkadang digunakan untuk memperbaiki aliran darah ke otak.

Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus

dilakukan secara ketat.

Pemberian plasmin oral 3x500 mg dapat memebrikan efek positif pada

penderita stroke akut berupa perbaikan motorik, skor Modified Rankin Scale

dan Barthel index.8

3.11 Prognosis

Prognosis penderita stroke iskemik bervariasi pada setiap individu, tergantung

keparahan stroke (deficit neurologis), usia, kondisi komorbid, dan komplikasi

paska stroke. Secara umum, perbaikan stroke digambarkan sebagai berikut.

1. 10% penderita stroke mengalami pemulihan hamper sempurna

2. 25% pulih dengan kelemahan minimum.

3. 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat tidak membutuhkan

perawatan khusus.

4. 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi di rumah atau

fasilitas perawatan jangka panjang lainnya.

5. 15% langsung meninggal setelah serangan stroke.9

39

Page 40: LAPORAN KASUS

BAB 4

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS

Faktor Resiko

Faktor risiko untuk terjadinya

stroke adalah Usia, Jenis Kelamin, Ras /

Etnik, Genetik, Hipertensi, Diabetes

Mellitus, Merokok, Atrial Fibrilasi atau

kelainan jantung lain, Hiperlipidemia,

Obesitas, Obstructive Sleep Apnea

Syndrome , Alkohol abuse, Penggunaan

Kontrasepsi Oral, Hiperhomosisteinimia,

Hypercoagulability, Infeksi.

Pada kasus, os memiliki riwayat

penyakit jantung sebelumnya. Riwayat

stroke sebelumnya disangkal

40

Page 41: LAPORAN KASUS

Etiologi

Stoke iskemik dapat disebabkan oleh

gangguan pada pembuluh darah

(Arterosklerosis, Displasia

Fibromuskular, Gangguan inflamasi :

artritis, SLE, polyartritis nodosa, syfilis

arteritis, AIDS, Diseksi arteri carotis,

Trombosis sinus atau vena, jantung, dan

komposisi darah), Kelainan jantung

(Atrial Fibrilasi, Aritmia, Penyakit

Jantung Rematik, Endokarditis,

Paradoxic Embolus, Prostetic heart

valves), Kelainan darah (Trombositosis,

Polisitemia, Penyakit sickle cell anemia,

Leukositosis, Keadaan Hiperkoagulasi)

Os memiliki riwayat pemasangan

balon pada jantung sejak tahun 2008,

namun ibu os tidak tahu nama dari

penyakit jantung os serta penggunaan

obat jantung secara teratur.

Gejala Klinis

Manifestasi defisit neurologis yang

disebabkan stroke iskemik bervariasi

tergantung lokasi infark atau iskemik,

sehingga dapat menyebabkan: kebutaan,

infark retina, kehilangan lapangan

pandang, hemiparese kontralateral,

defisit neurologis, defisit hemisensori,

apraksia, afasia, kerusakan orientasi

spasial, hemiparesos kontralateral,

ataksia kontralateral, mual, muntah,

vertigo, disartria, dan nyeri kepala akut.

Pemeriksaan neurologis terdapat ataksia,

dismetria, dan nistagmus.

Os datang dengan keluhan lemah

lengan dan tungkai kanan, secara tiba-

tiba sewaktu istirahat, sejak 1 minggu

yang lalu sebelum masuk rumah sakit.

Pemeriksaan Penunjang

CT Scan merupakan gold standar Pada gambaran CT Scan non kontras,

41

Page 42: LAPORAN KASUS

untuk menegakkan diagnose suatu stroke

iskemik.

terlihat adanya lesi hipodens di lobus

temporalis kiri.

BAB 5

KESIMPULAN

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi saraf lokal

dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi

saraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.1

Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak

dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan

kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.3 Stroke iskemik

disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang mengalami oklusi.6

42

Page 43: LAPORAN KASUS

Oklusi dapat berupa trombus, emboli, atau tromboemboli, sehingga menyebabkan

hipoksia sampai anoksia pada salah satu pembuluh darah daerah percabangan

pembuluh darah otak. Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan

berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or

potetianly modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well

documented). Stoke iskemik dapat disebabkan oleh gangguan pada pembuluh

darah, jantung, dan komposisi darah. Manifestasi defisit neurologis yang

disebabkan stroke iskemik bervariasi tergantung lokasi infark atau iskemik,

sehingga dapat menyebabkan: kebutaan, infark retina, kehilangan lapangan

pandang, hemiparese kontralateral, defisit neurologis, defisit hemisensori,

apraksia, afasia, kerusakan orientasi spasial, hemiparesos kontralateral, ataksia

kontralateral, mual, muntah, vertigo, disartria, dan nyeri kepala akut. Pemeriksaan

neurologis terdapat ataksia, dismetria, dan nistagmus. Diagnosis stroke iskemik

ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis dapat didapati gejala yang muncul mendadak atau tiba-tiba pada

saat istirahat, gejala bisa berupa defisit neurologis fokal atau global, seperti

hemiparesis, hemihipestesia, afasia, gangguan kesadaran, dan sebagainya. Dari

pemeriksaan fisik didapati adanya peningkatan tekanan darah, dan gangguan

neurologis lain, seperti gangguan kesadaran, gangguan nervus kranialis, gangguan

motorik, refleks, dan sensorik. Pemeriksaan penunjang, yaitu CT Scan merupakan

gold standar untuk menegakkan diagnose suatu stroke iskemik. Pada pemeriksaan

CT Scan didapatkan gambaran hipodense pada arteri yang menandakan adanya

klot pada lumen pembuluh darah setelah 72 jam pertama. Penatalaksanaan Stroke

di Unit Gawat Darurat berupa stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi

hemodinamik, pengendalian peninggian tekanan intrakranial (TIK), pengendalian

kejang, pengendalian suhu tubuh. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat berupa

cairan, nutrisi, pencegahan dan penanganan komplikasi dan Penatalaksanaan

Stroke Iskemik.

DAFTAR PUSTAKA

43

Page 44: LAPORAN KASUS

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan

RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar.

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas

%202013.pdf Diakses 7 Mei 2015.

2. Hankey, G.J., Davis,S.J., StewardWynne,E.G., Chekera,T.M. 1987.

Cranial CT Scan appearances that correlate with patient outcome ini acute

stroke. Clin Exp Neurol. 23:71-74.

3. Misbach, J. 2001. Stroke in Indonesia: A first large prospective hospital-

based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia. Journal of Clinical

Neuroscience 8(3):245-249.

4. Sjahrir, H., 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung Medan.

5. Grau, A.J., Buggle,F., Heinrich,A. dkk. 2001. Risk Factors, Outcome and

treatment in Subtypes of Ischemic Stroke. The German Stroke Data Bank.

Stroke. 32:2559-2566.

6. Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CKD

185: 38(4).

7. Yayasan Stroke Indonesia. 2012. Angka Kejadian Stroke Meningkat

Tajam. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=317. Diakses 6 Mei 2015

8. PERDOSSI. Pedoman penatalaksanaan stroke. Perhimpunan Dokter

Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2011

9. Jullamate P, Azeredo Z, Rosenberg E, Pàul C, Subgranon R. Caregivers’

needs and strategies used for providing informal stroke rehabilitation: The

Thai caregivers’ perspective. J University of Porto. 2010: 8.

10. Bestpractice.bmj.com, (2014). Differential Diagnosis of Ischaemic Stroke.

[online] Available at:

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1078/diagnosis/

differential.html [Accessed 9 May 2015].

11. Huff, J. (2002). Stroke mimics and chameleons. Emergency Medicine

Clinics of North America, 20(3), pp.583-595.

12. Silver, B. (2011). Ischemic stroke - Differential diagnosis. [online]

Medmerits.com. Available at:

44

Page 45: LAPORAN KASUS

http://www.medmerits.com/index.php/article/ischemic_stroke/P8

[Accessed 9 May 2015].

13. Anderson, D., Zinkel, A., Wallace, G., Larson, J., Rabinstein, A., Larson,

D., Bluhm, J., Charipar, R., Fiscus, L. and Hanson, M. (2012). Diagnosis

and Initial Treatment of Ischemic Stroke. [online] Institute for Clinical

Systems Improvement. Available at:

https://www.icsi.org/_asset/xql3xv/Stroke.pdf [Accessed 9 May 2015].

14. Nora, I. (2013). The Neurologic Complications of Ischemic Stroke.

[online] 38(1), pp.HS1-HS5. Available at:

http://www.uspharmacist.com/content/d/feature/c/38758/ [Accessed 9

May 2015].

15. Janice, L. and Mary, M. (2007). Acute Ischemic Stroke Review. J

Neurosci Nurs, [online] 39(5), pp.285-293, 310. Available at:

http://www.medscape.com/viewarticle/567653_5 [Accessed 9 May 2015].

16. Greenberg, D.A., Aminoff, M.J., Simon, R.P., 2002. Stroke. Clinical

Neurology. 5th Ed. USA: McGraw-Hill.

17. Rohkamm, R., 2004. Neurological Syndrome. Color Atlas of Neurology.

Germany: Georg Thieme Verlag.

45