LAPORAN KASUS
-
Upload
aiyasoraya -
Category
Documents
-
view
49 -
download
3
Transcript of LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD)
OLEH:
Intan Rindy Mega D., S. Ked
J 500 080 076
PEMBIMBING:
dr. Setyo Utomo, Sp.JP. FIHA
BAGIAN KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT DR. HARJONO PONOROGO
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2012
1
LAPORAN KASUS
RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD)
OLEH:
Intan Rindy Mega D., S. Ked J500080076
Telah disetujui dan disyahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari tanggal 2012
Pembimbing:
dr. Setyo Utomo, Sp.JP. FIHA ( )
dipresentasikan dihadapan:
dr. Setyo Utomo, Sp.JP. FIHA ( )
Disahkan Ka. Program Profesi :
dr. Yuni Prasetyo K, MMKes ( )
2
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. E
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Pondok Mrican
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 5 Juni 2012
II. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis.
A. Keluhan Utama
Dada berdebar-debar, sering capek dan ngos-ngosan.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan dada berdebar-debar, sering capek dan
ngos-ngosan. Dada berdebar-debar dan sering capek dirasakan sejak tahun
2004. Dada berdebar-debar dirasakan walaupun sedang dalam keadaan
istirahat. Pasien juga sering mengeluh ngos-ngosan saat jalan dan naik
tangga.
Pasien mengaku punya penyakit jantung. Penyakit itu ia ketahui pada
waktu tes kesehatan sebelum berangkat bekerja keluar negeri pada tahun
2004.
Lemas (+), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun
(-), batuk (-), nyeri dada (-), nyeri perut (-), BAB (N) berwarna kuning,
lendir (-), darah (-), hitam (-). BAK (+) normal, sehari bias 5x, jumlah
3
normal, berwarna kuning jernih, berbuih (-), darah (-), panas (-), nyeri saat
BAK (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi: disangkal
Diabetes Mellitus: disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal: disangkal
Riwayat penyakit jantung: +
Alergi obat : disangkal
Alergi makanan: disangkal
Riwayat operasi: disangkal
Riwayat trauma: disangkal
Riwayat opname: disangkal
D. Riwayat Pribadi
Merokok : disangkal
Makan tidak teratur : disangkal
Makan pedas: +
Makan asam : +
Minum kopi : disangkal
Alkohol : disangkal
Konsumsi penghilang nyeri: disangkal
Konsumsi jamu: + (jamu gendong)
Konsumsi minuman berenergi: disangkal
E. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Keadaan umum : Baik
GCS : Compos Mentis (E4V5M6)
Vital signs
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Respirasi rate : 20 x/menit
Suhu : 37ºC
Pemeriksaan fisik
1. Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
sianosis (-)
2. Leher : leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi
trachea (-), JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-).
3. Thorax :
a. Paru-paru
Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kanan kiri, retraksi
intercostae (-), ketinggalan gerak (-)
Palpasi :
- Ketinggalan gerak
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -
- Fremitus
Depan Belakang
N N N N
N N N N
5
N N N N
Perkusi :
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S
S : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
- Suara tambahan : wheezing (-/-)
ronkhi (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus kordis tampak.
Palpasi : Ictus kordis teraba kuat angkat pada SIC V linea
midclavicula sinistra.
Perkusi : batas jantung.
Batas kiri jantung :
- Atas : SIC III linea parasternalis sinistra.
- Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra .
Batas kanan jantung
- Atas : SIC III linea parasternalis dextra
- Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising(-)
4. Abdomen :
6
Inspeksi : simetris dinding abdomen, permukaan dinding
perut sejajar dengan dinding dada, kaput medusa (-),
distended (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : timpani, hepatomrgali () splenomegali (-).
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-). lien tidak teraba, hepar
tidak teraba, ginjal tidak teraba, nyeri tekan suprapubik
(-).
5. Punggung : nyeri ketok costovertebra negatif.
6. Ekstrimitas : clubbing finger (-), anemis(-) , akral hangat (+),
edema ekstermitas (-).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan EKG :
• Frekuensi: 79x/menit
• Ritme: reguler
• Jenis irama: sinus
• Zona transisi: V2/V3
• Aksis: deviasi ke kanan (Lead I (-), aVF (+))
V. RESUME/ DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)
A. Anamnesis
a. Dada berdebar-debar
7
b. Sering capek
c. Ngos-ngosan
B. Diagnosa
1. Pemeriksaan Fisik
- Palpitasi
- Dispneu
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) :
• Frekuensi: 79x/menit
• Ritme: reguler
• Jenis irama: sinus
• Zona transisi: V2/V3
• Aksis: deviasi ke kanan (Lead I (-), aVF (+))
VI. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA
Rheumatic Heart Disease (RHD) dengan Mitral Stenosis
VII. PENATALAKSANAAN
Interpril 3 x 5 mg tab
Furosemid 1 x 40 mg tab
VIII. PLANNING
1. Hematologi (darah rutin, darah lengkap)
2. Foto toraks
3. EKG
4. Ekokardiografi
8
TINJAUAN PUSTAKA
RHEUMATIC HEART DISEASE (RHD)
I. Definisi
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi
dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup
mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Reumatik
(DR).
Demam Reumatik (DR) adalah penyakit peradangan akut
yang dapat menyertai faringitisyang disebabkan oleh Streptococcus
beta hemolyticus grup A.
Demam Reumatik akut ditandai oleh demam
berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah.
Puncak insiden Demam Reumatik terjadi pada kelompok usia 5-15
tahun. Penyakit ini jarang dijumpai pada anak berusia 4 tahun dan
usia 50 tahun.
II. Etiologi
Rheumatic Heart Disease merupakan penyakit jantung yang
timbul akibat gejala sisa dari Demam Reumatik.
Sesorang yang mengalami demam reumatik apabila tidak
ditangani secara adekuat, maka sangat mungkin sekali mengalami
serangan penyakit jantung reumatik. Infeksi oleh kuman
Streptococcus beta hemolyticus grup A yang menyebabkan
seseorang mengalami demam reumatik dimana diawali dengan
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan
penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah
menyebabkan racun/ toxin dari kuman ini menyebar melalui
sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
9
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga
menyempit atau menebal dan mengkerut sehiingga kalau menutup
tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain
merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor
lingkungan. Infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik,
baik pada serangan pertama maupun serangan ulangan. Untuk
menyebabkan serangan demam reumatik, Streptokokus grup A
harus menyebabkan infeksi pada faring, bukan hanya kolonisasi
superficial. Berbeda dengan glumeronefritis yang berhubungan
dengan infeksi Streptococcus di kulit maupun di saluran napas,
demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi
Streptococcus di kulit. Hubungan etiologis antara kuman
Streptococcus dengan demam reumatik diketahui dari data sebagai
berikut:
1.Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut
terdapat peninggian kadar antibodi terhadap
Streptococcus atau dapat diisolasi kuman beta-
Streptococcushemolyticus grup A, atau keduanya.
2.Insidens demam reumatik yang tinggi biasanya
bersamaan dengan insidens oleh beta-Streptococcus
hemolyticus grup A yang tinggi pula. Diperkirakan hanya
sekitar 3% dari individu yang belum pernah menderita
demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah
menderita faringitis Streptococcus yang tidak diobati.
3.Serangan ulang demam reumatik akan sangat
menurun bila penderita mendapat pencegahan yang
teratur dengan antibiotika.
III. Epidemiologi
10
Di USA : 0,6 per 100.000 pada usia 5-19 tahun.
Srilangka : 100-150 per 100.000
India : 6-11 per 1000
Indonesia :
RSCM : 60-80 kasus baru per tahun
Jogjakarta : 30-60% dari pasien dirawat karena penyakit
jantung.
IV. Patofisiologi
Patofisiologi secara utuh dari terjadinya rheumatic heart
disease belum diketahui secara jelas tetapi ada penelitian yang
mendapatkan bahwa demam rematik yang mengakibatkan penyakit
jantung rematik terjadi akibat sensitisasi dari antigen Streptokokus
sesudah satu sampai empat minggu infeksi Streptokokus di faring.
Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptoksisn O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase
B) yang merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk
infeksi kuman Streptokokus grup A. Beberapa faktor yang diduga
menjadi komplikasi pasca Streptokokus ini kemungkinan utama
adalah pertama Virulensi dan Antigenisitas Streptokokus dan
kedua besarnya responsi umum dari host dan persistensi organisme
yang menginfeksi faring. Dan tidak diketemukannya faktor
predisposisi dari kelainan genetik.
Infeksi dari Streptokokus ini pada awalnya akan
mengaktifkan sistem imun. Seberapa besar sistem imun yang aktif
ini sangat dipengaruhi oleh faktor virulensi dari kuman itu sendiri
yaitu kejadian terjadinaya bakteriemia. Beberapa protein yang
cukup penting dalam faktor antigenisitas antara lain adalah protein
M dan N asetil glukosamin pada dinding sel bakteri terserbut.
Kedua faktor antigen terserbut akan dipenetrasikan oleh makrofak
ke sel CD4+naif. Selanjutnya sel CD4 akan menyebabkan
11
poliferasi dari sel T helper 1 dan Thelper 2 melalui berbagai sitokin
antara lain interleukin 2, 12, dll. Thelper 1 akan menghasilkan
interferon yang berfungsi untuk merekrut makrofak lain datang ke
tempat terjadinya infeksi terserbut. Dan juga keberadaan IL 4 dan
IL 10 juga menjadi salah satu faktor perekrutan makrofak ke
tempat lesi terserbut. Selain itu T helper juga akan mengaktifasi sel
plasma menjadi sel B yang merupakan sel memori dengan
memprodukksi IL4. Keberadaan sel memori ini lah yang
memungkinkan terjadinya autoimun ulang apabila terjadi pajanan
terhadap streptokokus lagi. Setelah sel B aktif akan menghasilkan
IgG dan IgE. Apabila terpajan kembali dengan bakteri penyebab
teserbut akan terjadi pengaktifan jalur komplemen yang
menyebabkan kerusakan jaringan dan pemanggilan makrofag
melalui interferon.
Pada penderita jantung reumatik, sel B, IgG dan IgE akan
memiliki raksi silang dengan beberapa protein yang terdapat di
dalam tubuh. Hal ini disebabkan M protein dan N asetil
glukosamin pada bakteri mirip dengan protein miosin dan
tropomiosin pada jantung, laminin pada katup jantung, vimentin
pada sinovial, keratin pada kulit, dan lysogangliosida pada
subtalamikus dan caudate nuclei di otak. Reaksi imun yang terjadi
akan menyebabkan pajanan sel terus menerus dengan makrofag.
Kejadian ini akan meningkatkan sitoplasma dan organel dari
makrofag sehingga mirip seperti sel epitel. Sel epitel tersebut
disebut dengan sel epiteloid, penggabungan dari granuloma ini
disebut dengan aschoff body. Sedangkan jaringan yang lisis atau
rusak karena reaksi autoimun baik yang disebabkan oleh karena
reaksi komplemen atau fagositosis oleh makrofag akan digantikan
dengan jaringan fibrosa atau scar. Terbentuknya scar ini lah yang
dapat menyebabkan stenosis ataupun insufisiensi dari katup-katup
pada jantung.
12
V. Manifestasi klinis
1. Penderita umumnya megalami sesak nafas yang
disebabkan jantungnya sudah mengalami gangguan
2. Nyeri sendi yang berpindah- pindah
3. Bercak kemerahan di kulit yang berbatas
4. Gerakan tangan yang tak beraturan dan tak
terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil
dibawah kulit.
5. Selain itu tanda yang juga turut menyertainya
adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat
lelah dan tentu saja demam.
VI. Penegakan Diagnosis
Selain dengan adanya tanda dan gejala yang tampak secara
langsung dari fisik, umumnya dokter akan melakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium, misalnya; pemeriksaan darah rutin,
ASTO, CRP, dan kultur ulasan tenggorokan. Bentuk pemeriksaan
yang paling akurat adalah dengan dilakukannya echocardiografi
untuk melihat kondisi katup-katup jantung dan otot jantung.
VII. Penatalaksanaan
Apabila diagnosa RHD sudah ditegakkan dan masih adanya
infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang
terlintas adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya
pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine
penicillin G. Pada penderita yang alergi terhadap kedua obat
tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin atau
golongan cephalosporin. Sedangkan anti radang yang biasanya
diberikan adalah Cortisone dan Aspirin.
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu
Tim Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan
13
terjadinya komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri
atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi tinggi yang
mengandung cukup vitamin. Penderita Rheumatic Heart Disease
(RHD) tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan
gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk
mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan
terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan
intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang
relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.
VIII. Pencegahan RHD
Jika kita lihat diatas bahwa RHD sangat mungkin terjadi
dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR), Tentu
saja pencegahan yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan
sampai mengalami demam rematik (DR) (terserang infeksi kuman
Streptococcus beta hemolyticus). Ada beberapa faktor yang dapat
mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya faktor
lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal
yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan
determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi
cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi
streptokokkus untuk terjadi DR. Seseorang yang terinfeksi kuman
Streptococcus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik,
harus diberikan therapy yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal
ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya
atau bahkan menyebabkan Rheumatic Heart Disease (RHD).
14
MITRAL STENOSIS (MS)
I. Definisi
Mitral Stenosis adalah suatu keadaan dimana terjadi
gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh
karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan struktur mitral
ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan
pengisian ventrikel kiri pada saat diastole.
15
II. Etiologi
Penyebab tersering adalah rheumatic heart disease (RHD),
akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi
streptokokus. Penyebab lain walaupun jarang dapat juga stenosis
mitral kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi systemic
lupus erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, deposit amiloid,
akibat obat fenfluramin/phentermin, rheumatoid arthritis (RA),
serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat
proses degenerasi.
III. Faktor Resiko
1. Rheumatic heart disease (RHD)
2. Perempuan
3. Usia 30-50 tahun
IV. Patogenesis
Stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan
tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melewati katup
yang sempit sehingga terjadi hipertrofi atrium kiri untuk
meningkatkan kekuatan memompa darah. Dilatasi atrium kiri
terjadi karena volume atrium kiri meningkat karena
ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal.
V. Manifestasi klinis
1. Paroxismal nocturnal dyspnea.
2. Opening snap.
3. Bising diastole (rumbling).
16
4. EKG: dilatasi atrium kiri, gelombang P lebar
dengan Notch di lead II dan prominen gelombang P
negatif pada lead VI.
5. Foto thoraks: atrium kiri membesar, vena pulmo
membesar pada basis jantung dan terdapat tanda –
tanda pembendungan.
6. Echo: E-F slope mengecil di anterior leafled katup
mitral, berkurang permukaan katup mitral,
perubahan pergerakan katup posterior dan
penebalan katup (fibrosis) dan multipel mitral valve
echo akibat kalsifikasi.
VI. Derajat Stenosis Mitral
Berdasarkan luasnya area katup mitral, derajat stenosis mitral
sebagai berikut :
1. Minimal : bila area > 2,5 cm²
2. Ringan : bila area 1,4-2,4 cm²
3. Sedang : bila area 1-1,4 cm²
4. Berat : bila area < 1 cm²
VII. Komplikasi
Dekompensasi kordis
Fibrilasi atrial
Hipertensi pulmonal
Endokarditis
Emboli sistemik
VIII. Penatalaksanaan
a. Terapi umum
- Istirahat
17
- Pencegahan eksaserbasi demam rematik
dengan menggunakan Benzatin Penisilin G
1,2 juta µ IM setiap 4 minggu sampai umur
40 tahun atau Eritromisin 2x250 mg/hari.
- Operasi : closed mitral commisurotomy, open
mitral valvotomy, mitral valve replacement.
b. Terapi komplikasi
- Bila sudah terjadi dekompensasi kordis +
insufisiensi mitral, terapi sama dengan
dekompensasi kordis.
18
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif M. dkk. (Ed.). 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II.
Jakarta: Media Aesculapius FK UI.
Setianto, Budhi. 2011. Buku Saku Jantung Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sudoyo, Aru W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI. Jakarta. Hal. 1709-1713.
19