LAPORAN KASUS
-
Upload
yuniramadhani -
Category
Documents
-
view
66 -
download
0
description
Transcript of LAPORAN KASUS
MANAJEMEN KASUS
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai
dengan keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan, dikenal dengan nama
morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil. Mual dialami oleh lebih dari 50%
wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada 50% hingga 90%. Mual dan muntah
adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester pertama. Mual
biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari.
Gejala-gejala ini biasanya terjadi enam minggu setelah hari pertama haid terakhir dan
berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan muntah
yang terjadi pada kebanyakan kehamilan sampai dengan gangguan yang berat dimana
keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga mengganggu
aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum adalah bentuk paling yang paling berat dari mual dan muntah dalam
kehamilan.
Hiperemesis gravidarum terjadi pada 0,3-2% dari seluruh kehamilan. Hiperemesis
gravidarum ditandai dengan gejala mual dan muntah persisten hingga menyebabkan
penurunan berat badan hingga lebih dari 5% berat badan sebelum hamil dan mengganggu
aktivitas. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit.
Penanganan hiperemesis gravidarum didasarkan pada berat ringannya gejala dan ada tidaknya
faktor penyulit yang memperberat keluhan pasien. Hiperemesis gravidarum tetap merupakan
penyebab morbiditas yang serius dengan komplikasi seperti central pontine myelinolisis,
ensefalopati, cedera esofagus, pertumbuhan janin terganggu dan bahkan kematian maternal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat
dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan
trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap
saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama
haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
2.2 Epidemologi
Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90%
dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi
gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya
mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.
Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-
10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan
kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat
berlanjut melampaui 20-22 minggu.
Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953)
melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa
hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiperemesis
pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27
diantaranya mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami
hiperemesis pada kehamilan ketiga.
2.3 Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui
beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya
komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan
diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik,
juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai
berikut : Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan
kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin
dibentuk berlebihan.
Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut. Alergi,
sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis
Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak, kehilangan
pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai
ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam
menimbulkan hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya
terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin,
estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat
mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif
terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh
beberapa peneliti.
2.4 Patofisiologi
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila terjadi
iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks
terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah,
mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran
cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat
muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via
serebelum. Beberapa signal perifer mem-bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui
nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi
retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan
pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V,
VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan
otot abdomen.
Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang akan timbul efek: (1) bernafas dalam,
(2) terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka, (3)
tertutupnya glotis, (4) terangkatnya palatum mole untuk menutup nares posterior. Berikutnya
timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat menimbulkan tekan intragastrik
yang meninggi. Akhirnya sfingter esofagus mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan
pengeluaran isi lambung.
Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih kontroversial.
Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai
untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis
dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah.
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan
dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan khlorida
darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan
hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat
makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,
meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat
keadaan penderita. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat
terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan
akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat
berhenti sendiri.
Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor
biologis, psikologi dan sosiokultural.
Gambar 1. Patofisiologi Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum.
Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan hiperemesis
gravidarum diantaranya:
Perubahan hormonal.
Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human Chorionic
Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis HCG dapat merangsang reseptor
Thyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan terjadinya transient
hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar TSH dan pada 40-73% kasus
terjadi peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar ini tidak selalu diikuti dengan gejala
klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar tiroid. Semakin besar peningkatan konsentrasi
HCG maka akan diikuti oleh peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan
kadar TSH.2 Pada beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara
beratnya keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid. Namun demikian teori ini
masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain.
Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan
muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara
kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil. Intoleransi terhadap
kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga
mencapai puncaknya pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi
penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual
muntah pada wanita hamil. Namun demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon
estrogen dapat meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar
hormon progesteron akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah.
Kelainan gastrointestinal.
Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan
progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf simpatik, dan gangguan sekresi
vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular. Semua ini pada
akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan gangguan motilitas
lambung. Pada penderita hiperemesis gravidarum biasanya saluran gastrointestinal lebih
sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.
Kelainan hepar.
Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50% dari
pasien dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty Acid Oxidation (FAO) mitokondria
telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan gangguan hati terkait dengan hiperemesis
gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO heterozigot dapat berkembang menjadi
hiperemesis gravidarum yang terkait dengan gangguan hati dengan defek FAO pada fetusnya
sebagai akibat akumulasi asam lemak di dalam plasenta dan generasi berikutnya dari spesies
oksigen reaktif. Atau, mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan
beban asam lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas
mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak pada ibu dengan defek FAO heterozigot, juga
dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat fetus tidak mengalami defek
FAO.
Perubahan kadar lemak
Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol
total, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan
wanita hamil yang tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan kelainan pada
fungsi hepatik pada wanita hamil.2
Infeksi.
Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat
memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian telah menemukan bukti yang
bertentangan dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di
Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum. Namun, mual
dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin disebabkan oleh ulkus peptikum
aktif yang disebabkan oleh infeksi H.pylori.
Vestibular dan penciuman.
Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang ikut berperan
terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak ibu hamil melaporkan bau makanan
yang dimasak, terutama daging, sebagai pemicu untuk mual. Kesamaan antara hiperemesis
gravidarum dengan motion sickness menunjukkan petanda dari gangguan vestibular subklinis
dan dapat menjelaskan beberapa kasus hiperemesis gravidarum.
Perubahan psikologis.
Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah kelainan konversi
atau somatisasi.
b. Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang berlebihan.
c. Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu.
Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya kelainan psikiatri,
termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi atau somatization, atau depresi berat. Hal
ini mungkin terjadi dibawah situasi stres atau ambivalensi sekitar kehamilan. Tampaknya
respon fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk fisiologi mual dan muntah selama
kehamilan. Kemungkinan besar, perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan dengan
kehamilan berinteraksi dengan fisiologi wanita pada setiap negara dan nilai-nilai budaya.
Namun demikian, hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan
psikiatri.
2.5 Gejala dan Tanda
Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum
belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai
mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat
dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya
gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu :
Tingkat I.
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah,
nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi
meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah
mengering dan mata cekung.
Tingkat II.
Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan
nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat
badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat
pula ditemukan dalam kencing.
Tingkat III.
Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai
koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada
susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus,
diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk
vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.
2.6 Diagnosis
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian
diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis
makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis
juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya
hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat
penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor
serebri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi,
dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal
untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap,
urinalisis, gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG) (pemeriksaan penunjang dasar),
analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai
menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan
T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar
TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi
dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan
hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda
ataupun mola hidatidosa.
2.7 Diagnosis Banding
Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-
muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:
1. Appendisitis akut.
Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat menonjol
sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendicitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan
tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan
petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendictis akut dan tanpa appendicitis
akut.3,7,8
2. Ketoasidosis diabetes.
Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai riwayat
diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan penurunan kesadaran
dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan
badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8
3. Gastritis dan ulkus peptikum.
Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai riwayat
makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan Non-Steroidal Anti Inflammation Drugs
(NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil
yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis
gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu
dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan
gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan
diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8
4. Hepatitis.
Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah
menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetate
Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang nyata.
Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda
kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang
sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu
menegakkan diagnosis. 3,7,8
5. Pankreatitis akut.
Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat. Gejala
klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan.
Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut dan
menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantu
menegakkan diagnosis. 3,7,8
6. Tumor serebri.
Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga disertai
keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari, gangguan
keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita
hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin. 3,7,8
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pencegahan
Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis. Pencegahan
terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis.
2. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada
kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
3. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi yang lebih sering.
4. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan
roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
5. Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau minuman
sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.
6. Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari
kekurangan karbohidrat.
7. Defekasi yang teratur.
2.8.2 Terapi obat-obatan
Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan keluhan
maka perlu dilakukan pengobatan. Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan
III harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :
1. Obat-obatan.
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus diingat untuk tidak
memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen
multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid.
Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6).
Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin
yang dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan
untuk menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan secara tidak
langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam menghambat
motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis. Dopamin antagonis
yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide.
Prochlorperazin dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek
antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini
menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian
bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan muntah.
Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang
dianjurkan adalah ondansetron. Ondansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis
gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu
pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada kehamilan
trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.1,4
2. Terapi Nutrisi.
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat muntah,
berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana pemberian
makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila peroral
menemui hambatan dicoba untuk menggunakan Nasogastric Tube (NGT). Saluran cerna
mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya
mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya
sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.2
Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah makanan
dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak,
hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau
sehingga menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah
kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.
3. Isolasi.
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara yang
baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk
kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan makan ataupun
minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang
tanpa pengobatan.1
4. Terapi psikologik.
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan rasa takut
oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi
pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit
ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan
muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.1
5. Cairan parenteral.
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi yaitu
vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus
termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.2 Pada kasus hiperemesis
gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan
(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan
tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang
tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus
memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit
natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.2
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5%
dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium
dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino
secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap
hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4
jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan
seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum
membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat
ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-
gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah
satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistiem poin.
Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1
6. Terapi Alternatif.
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:
a. Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,
karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih
kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam.
Selain itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi
kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.2
Diagram 1. Hubungan antara vitamin B6 dengan mual dan muntah pada kehamilan.
Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana peningkatan
kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6
diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan
kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang menyebabkan
ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi peningkatan kynurenic dan
xanturenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan
menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar
hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase
yang merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan
niacin juga dapat mencetuskan mual dan muntah.
b. Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg sebanyak
4 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis
gravidarum. Salah satu studi di Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif
dibandingkan plasebo dalam menurunkan gejala hiperemesis gravidarum.1 Belum ada
penelitian yang menunjukan hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe.
Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe diperkirakan mengandung tromboksan sintetase
inhibitor dan dapat mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron fetus.1,2
c. Akupresur dan akupuntur telah terbukti dapat mengobati mual dan muntah.2 Lokasi
tersering akupresur adalah di perikardium 6 atau titik Neiguan, yang berlokasi pada tiga jari
terlebar diatas permukaan volar pergelangan tangan. Sebuah data referensi dari tujuh
percobaan tentang akupresur titik Neiguan menunjukan kegunaannya dalam mengontrol
morning sickness dalam awal kehamilan; namun, studi terbaru menunjukan tidak ada
keuntungan akuprasur pada wanita hamil.1
7. Penghentian Kehamilan.
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan semakin memburuk. Usahakan
mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan,
takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam
keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk
melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh karena di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala
ireversibel pada organ vital.1
2.8.3 Penatalaksanaan sesuai dengan Protap Ginekologi RSUP Sanglah.
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum menurut Protap Ginekologi RSUP Sanglah 10 :
Hari 0 : Pasien dipuasakan
Infus Dextrosa 10%/ 5 % : RL = 4 : 1, 36 tetes/menit per 24 jam
Injeksi Primperan (Metokloperamid) 3 x 1 amp/hari
Injeksi Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) 1 x 1 amp/hari
Monitoring urin keton I, berat badan
Hari 1 : Cabut infus
Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari
Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis I (roti kering/bakar)
Monitoring urin keton II, berat badan
Hari 2 : Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari
Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis II (bubur)
Monitoring urin keton III, berat badan
USG
Hari 3 : Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari
Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari
Diet hiperemesis III (nasi).
BPL
2.8 Komplikasi
Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul dikenal
sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan
yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang mungkin timbul adalah
ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer.
Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat
badan lahir rendah, kelainan kongenital.2,4
2.9 Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan merasakan
awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30% pada
kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada
kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan
hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.2
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada usia kehamilan 20-22
minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat membahayakan jiwa
ibu dan janin.3
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : NWS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 20 tahun
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Banjar Dinas kecag balung, Karangasem
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Status Nikah : Menikah
Tanggal MRS : 25 April 2012, pukul 10.00 WITA
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Mual dan muntah
Perjalanan penyakit
Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah sejak kemarin sore yang lalu (24 April
2012). Muntah-muntah awalnya hanya terjadi pada pagi hari dan setelah makan dan minum,
namun sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit muntah dialami lebih dari 10 kali per hari
dengan volume ± 1/2-3/4 gelas. Yang dimuntahkan berupa makanan dan minuman yang
dikonsumsi sebelumnya, pada muntahan tidak terdapat darah. Keluhan mual dan muntah
semakin bertambah berat setelah makan dan minum, dan berkurang saat istirahat. Selain itu
pasien juga mengeluh badan terasa lemah hingga tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari,
merasa haus dan bibir terasa kering. Nafsu makan dirasakan menurun karena pasien takut
muntah. BAB dan BAK dirasakan semakin menurun. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati.
Penderita mengatakan berat badannya sebelum hamil 52 kg. Tidak ada permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan.
- Riwayat Haid
Menarche pada usia 13 tahun dengan siklus haid yang teratur setiap 28 hari, dengan lama
menstruasi 3 - 4 hari, pasien tidak merasakan keluhan saat menstruasi. Hari pertama haid
terakhir (HPHT) 23 Februari 2012 dan taksiran partus dikatakan tanggal 30 November 2012.
- Riwayat Perkawinan
Penderita menikah 1 kali dan telah berlangsung selama 1 tahun.
- Riwayat Persalinan
1. Ini
- Riwayat ANC
Perawatan antenatal dilakukan dua kali di bidan. PP test (+) 24 Maret 2012
Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.
- Riwayat Kontrasepsi tidak ada
- Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor disangkal.
- Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor pada keluarga disangkal.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37 º C
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 149 cm
Status general
Kepala : Normal
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, cowong +/+
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax
Cor : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : ~ st. ginekologi
Ekstremitas : Oedem (superior -/inferior -), Hangat (-/-)
Status Ginekologi
Abdomen : FUT tidak teraba, distensi (-), BU (+)N
Turgor menurun
Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)
Vagina
Inspeksi V/V : Flx (-), Fl (-)
PØ (-), Livide (+)
VT : tidak dilakukan
3.4 Pemeriksaan Penunjang
15 Februari 2010
Kimia Darah
ü SGOT 23 u/l (11 - 33)
ü SGPT 28 u/l (11 – 50)
ü Creatinin 1.03 mg/dl (0,50 – 1,20)
ü Glukosa sewaktu 83 mg/dl (70 – 110)
ü Natrium 136.63 mmo/l (135 – 147)
ü Kalium 3,70 mmol/l (3,5 – 5,5)
Urin Lengkap
Ph 7 (5 – 8)
Leukosit Banyak (negatif)
Nitrit Negatif (negatif)
Protein Negatif (negatif)
Glukosa N N
Keton (+2) (negatif)
Urobilinogen Negatif 1mg/dl
Bilirubin Negatif (negatif)
Eritrosit (+) 5-10 (negatif)
Clarity Agak keruh Jernih
Colour Yellow p.yellow-yellow
Ultrasonografi : Blass isi cukup
GS (+) intrauterin
FP (+), FHB (+)
CRL : 2,1mm ~ 9W2D
EDD : 26 November 2012
3.5 Diagnosis Kerja
Hiperemesis Gravidarum grade II
DS 5
3.6 Penatalaksanaan
Pdx : -
Tx : MRS - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam
Maintenance dengan D10% : RL à 4:1, 36 tetes per menit
- Ondancentron 3 x 1 ampul
- Neurobion 1 x 1 ampul
- Puasa 24 jam
MX : Keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria, BB
@ hari
KIE : Pasien dan keluarga tentang diagnosis, rencana penanganan, pengawasan
lanjutan, komplikasi dan prognosisnya.
3.7 Perjalanan Penyakit
Tanggal S O A P
25-04-12 Mual (+),
Muntah
(-),
Nyeri ulu
hati (-)
St.Present
T : 110/70
mmHg
N : 84 x/menit
R : 24 x/menit
Tax: 36,3oC
St. General
Mata : An -/-,
cowong -/-
Thorax : Cor/Po
dbn
Ekt : hangat
+/+, edema -/-
St. Gin
Abd : FUT ttb,
distensi (-),
BU(+)N, turgor
kulit N
Hiperemesi
s
Gravidaru
m Grade II
Pdx: -
Tx : - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit - Ondancentron 1 x 1 ampul - Neurobion 3 x 1 ampul - Puasa 24 jam
Mx :
- Obs keluhan
- Vital sign
- BB @ hari
- Ketonuria @ hari
KIE : pasien dan
Vag : dbn
BB : 50 kg
Ketonurin : -
keluarga
26-04-12 Mual (-),
Muntah
(-)
St.Present
T : 110/70
mmHg
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
Tax: 36,7oC
St. General
Mata : An -/-,
cowong -/-
Thorax : Cor/Po
dbn
Ekt : hangat
+/+, edema -/-
St. Gin
Abd : FUT ttb,
distensi (-),
BU(+)N. Turgor
N
Vag : dbn
BB : 51 kg
Ketonurin : -
Hiperemesi
s
Gravidaru
m Grade II
Pdx : -
Tx :- Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit - Ondancentron 1 x 1 ampul - Neurobion 3 x 1 ampul
- Puasa sampai pukul
16.00 WITA (diet
roti kering)
Mx :
- Obs keluhan
- Vital sign
- BB @ hari
- Ketonuria @ hari
KIE : pasien dan
keluarga
27-04-12 Keluhan
(-)
St.Present
T : 110/70
mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Tax: 36,5oC
Hiperemesi
s
Gravidaru
m Grade II
Pdx : -
Tx :- Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance
St. General
Mata : An -/-,
cowong -/-
Thorax : Cor/Po
dbn
Ekt : hangat
+/+, edema -/-
St. Gin
Abd : FUT ttb,
distensi (-),
BU(+)N, turgor
kulit normal
Vag : dbn
BB : 51 kg
Ketonurin : -
dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit - Ondancentron 1 x 1 ampul - Cefadroxil 2x500 mg - Neurobion 3 x 1 ampul
- Puasa Diet bubur
sampai pukul 16.00
WITA
Mx :
Obs keluhan
Vital Sign
Kontrol poliklinik
kebidanan
KIE : pasien dan
keluarga
28-04-12 Keluhan
(-)
St.Present
T : 110/70
mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Tax: 36,5oC
St. General
Mata : An -/-,
cowong -/-
Thorax : Cor/Po
dbn
Ekt : hangat
+/+, edema -/-
St. Gin
Abd : FUT ttb,
distensi (-),
Hiperemesi
s
Gravidaru
m Grade II
Pdx : -
Tx :
Aff Infus
- Ondancentron 1 x 1 ampul - Neurobion 3 x 1 ampul
- Diet Nasi
Mx :
Obs keluhan
Vital Sign
Kontrol poliklinik
kebidanan
KIE : pasien dan
keluarga
BPL
BU(+)N, turgor
kulit normal
Vag : dbn
BB : 51 kg
Ketonurin : -
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena berdasarkan
anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala mual dan muntah yang berat, dimana
keluhan tersebut sampai menggangu aktivitas sehari-hari sampai pekerjaanya. Muntah
tersebut juga menimbulkan komplikasi dehidrasi karena kekurangan cairan yang diminum
dan kehilangan cairan karena muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Pada pemeriksaan fisik penderita, hal ini ditandai dengan ditemukan mata cowong, adanya
peningkatan frekwensi denyut nadi, lidah terasa kering, BAK yang sedikit-sedikit dengan
frekwensi yang menurun dan turgor yang menurun pada penderita.
Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya riwayat telat haid
sejak tanggal 23 Februari 2012, pasien sudah melakukan tes kehamilan dengan hasil yang
positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiperpigmentasi pada areola
mama, inspekulo vagina vulva ditemukan warna porsio livide. Pada pasien ini juga dilakukan
pemeriksaan USG dengan hasil positif hamil 8-9 minggu.
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis
dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah yang
pada pemeriksaan urin ditemukan adanya keton positif (+2).
Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum tingkat II, karena penderita tampak lemah,
mata cowong, akral dingin, dan muntah. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif.
Pada penderita ini dapat dimasukkan ke dalam tingkat dehidrasi sedang, karena dalam
pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada pemeriksaan fisik didapatkan frekwensi nadi
cepat (100x/menit), pernafasan agak cepat (24 x/menit), mata cekung, turgor kulit agak
berkurang dan BAK sedikit.
4.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi rehidrasi dan koreksi
elektrolit, isolasi, terapi nutrisi, terapi dengan obat-obatan, dan psikoterapi. Terapi cairan
dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan rehidrasi, yaitu rehidrasi
inisial dan rehidrasi rumatan. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan
cairan rehidrasi inisial sebanyak 1,5 liter dengan cara grojok. Defisit cairan ini dikoreksi
dalam 2 jam pertama. Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isitonik,
misalnya Ringer Laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin harus
berhati-hati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena dapat
menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan dapat
ditambahkan ion kalium. Perlu diperhatikan bahwa pemberian cairan yang mengandung
dekstrosa harus didahului dengan pemberian thiamin untuk mencegah terjadinya ensefalopati
Wernicke.1,2 Cairan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan pasien ini adalah kristaloid
yaitu Ringer Laktat. Digunakannya RL dengan pertimbangan bahwa pada pasien terjadi
penurunan volume cairan intravaskuler dan kecenderungan defisit cairan intraseluler dan
interstisial.
Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri rata-rata 70-
80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian
kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik 0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis
tidak berlanjut.2
Daldiyono score digunakan untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan, didapatkan
score 5 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit menurun (1), mata cowong (2), dan tekanan darah
diastolik 60 mmHg (1). Berat badan pasien adalah 50 kg. Lalu dengan menggunakan rumus
maka :
Defisit = Skor x 10% BB x 1 Lt
15
= 5 x 10% 50 x 1 Lt
15
= 1,67 Lt
Cairan pemeliharaan yang digunakan adalah Dekstrosa 10% : Ringer laktat = 4 : 1, sebanyak
36 tetes tiap menit. Digunakannya cairan ini adalah selain untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien. Digunakan dektrosa, karena
pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak yang tidak sempurna yang
ditandai dengan ditemukannya benda keton di dalam urin. Selain itu cairan ini bersifat
isotonic hiperosmotik membantu transport cairan intravaskuler menuju intraseluler sehingga
dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien.
Pasien ini dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk mengistirahatkan saluran
cerna pasien. Pemberian makanan akan merangsang saluran cerna untuk mengeluaran asam
lambung dan mengakibatkan iritasi saluran cerna sehingga muntah bertambah berat.
Kebutuhan cairan dan kalori penderita pada 24 jam pertama hanya didapat dari cairan infus
yang masuk. Setelah 24 jam coba diberikan makanan sesuai dengan diet hiperemesis I.
Pada pasien ini diberikan terapi obat-obatan antara lain Ondancentron 3 x 1 amp IV dan
Neurobion 3 x I amp IV. Pengobatan sebaiknya diberikan setelah periode klasik teratogenik
terlampaui, dari 31-71 hari setelah hari perama haid terakhir atau pada usia kehamilan 5-10
minggu. Pada periode tersebut terjadi proses organogenesis sehingga bahan kimia dapat
mempengaruhi proses perkembangan organ mencapai puncak tercepat.2 Tetapi pada pasien
ini diberikan obat anti emetic (ondancentron) pada usia kehamilan 8-9 minggu dengan
pertimbangan bahwa ondancentron lebih aman (efek teratogenik tidak ada) dibandingkan
obat antiemetik lainnya. Metokloperamid mempertinggi ambang rangsang muntah di
Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) dan obat ini menurunkan kepekaan saraf viseral yang
menghantarkan impuls aferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Neurobion (mengandung
vitamin B1, B6, B12) diberikan secara drip IV. Suplementasi multivitamin secara bermakna
mengurangi dan mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, yang
merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino.
Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya dapat
disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena kehamilan, istirahat sementara dari aktivitas
hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah dan konflik yang mungkin
sedang dihadapi oleh pasien. Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, berat
badan, produksi urine dan keton urin. Keluhan penderita perlu diperhatikan untuk mencari
apakah masih terdapat keluhan mual maupun muntah pada penderita. Tanda vital penderita
dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan
suhu tubuh yang merupakan tanda-tanda dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang
tiap hari untuk melihat apakah ada penurunan berat badan karena keluhan yang dialami oleh
penderita. Produksi urine juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih terjadi dehidrasi
pada penderita ini. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah masih terjadi metabolisme
yang tidak sempurna pada penderita ini. Pasien dirawat selama 4 hari, selama dua hari
terakhir keluhan berkurang dan saat hari terakhir perawatan keluhan sudah tidak dirasakan
lagi, ketonuri (-), makan minum baik dan keadaan umum ibu baik.
4.3 Prognosis
Prognosis dari pasien ini adalah baik. Hali ini dapat disimpulkan dari keadaan umum pasien
selama perawatan di rumah sakit semakin membaik. Keluhan mual dan muntah sudah
berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Makan minum baik. Pasien sudah mampu
melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi sendiri. Dari pemeriksaan fisik,
tidak didapatkan mata cowong dan akral dingin. Kemudian dari hasil pemeriksaan
laboratorium urin lengkap, didapatkan ketonuri negatif.
BAB 5
RINGKASAN
Pasien didiagnosa dengan hiperemesis gravidarum grade II berdasarkan hasil dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum
ini belum diketahui secara pasti. Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi
cairan, diet, obat-obatan dan psikoterapi. Dilakukan monitoring keluhan, vital sign, cairan
masuk, cairan keluar, ketonuria, BB tiap hari. Dalam perjalanannya penderita mengalami
perbaikan keadaan umum, keluhan muntah-muntah sudah tidak dikeluhkan lagi dan dari
pemeriksaan keton urin memberikan hasil negatif. Pasien diizinkan pulang pada tanggal 28
April 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo S,Wiknjosastro H.Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.
OgunyemiDA.Hyperemesis Gravidarum. Emedicine.Available
from:http://www.emedicine.com(Accesed : 21 Januari 2010).
Quinlan J D, Hill D A. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In : American Family Physician
2003; 68(1):pp.121-8.
Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum : Assessment and Management. In : Australian Family
Physician 2007;36(9):pp.698-701.
Verberg M F G, Gillott D J, Al-Fardan N, Grudzinskas J G. Hyperemesis gravidarum, a
literature review. In : Human Reproduction Update 2005;11(5):pp. 527–39.
Neill A M, Piercy N C. Hyperemesis gravidarum. In : Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists 2003;5:pp.204–7.
Schoenberg F P. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available from:
www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. (Accesed: 21 Januari 2010).
Progestian P, Indarti J, Nuranna L. Diagnosis dan Pengobatan Rasional Hiperemesis
Gravidarum. Maj Obstet Ginekol Indones 2002; 26(2): 97-104
Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available from:
http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. Accessed: October 1st, 2005
Prosedur tetap ginekologi RSUP Sanglah Denpasar 2004.