LAPORAN KASUS

40
MANAJEMEN KASUS HIPEREMESIS GRAVIDARUM BAB I PENDAHULUAN Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai dengan keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan, dikenal dengan nama morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil. Mual dialami oleh lebih dari 50% wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada 50% hingga 90%. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi enam minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan muntah yang terjadi pada kebanyakan kehamilan sampai dengan gangguan yang berat dimana keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga mengganggu aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum adalah bentuk paling yang paling berat dari mual dan muntah dalam kehamilan. Hiperemesis gravidarum terjadi pada 0,3-2% dari seluruh kehamilan. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan gejala mual dan muntah persisten hingga menyebabkan penurunan berat badan hingga lebih dari 5% berat badan sebelum hamil dan mengganggu aktivitas. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan

description

obgyn

Transcript of LAPORAN KASUS

MANAJEMEN KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu kehamilan biasanya ditandai dengan adanya riwayat telat haid dan disertai

dengan keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dalam kehamilan, dikenal dengan nama

morning sickness, dialami kira-kira oleh 80% wanita hamil. Mual dialami oleh lebih dari 50%

wanita pada awal kehamilan dan muntah terjadi pada 50% hingga 90%. Mual dan muntah

adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan trimester pertama. Mual

biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan pada malam hari.

Gejala-gejala ini biasanya terjadi enam minggu setelah hari pertama haid terakhir dan

berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.

Derajat beratnya mual dan muntah yang berkelanjutan berkisar dari mual dan muntah

yang terjadi pada kebanyakan kehamilan sampai dengan gangguan yang berat dimana

keluhan mual dan muntah dirasakan semakin memburuk, menetap, hingga mengganggu

aktivitas ibu sehari-hari. Keadaan inilah yang dikenal dengan hiperemesis gravidarum.

Hiperemesis gravidarum adalah bentuk paling yang paling berat dari mual dan muntah dalam

kehamilan.

Hiperemesis gravidarum terjadi pada 0,3-2% dari seluruh kehamilan. Hiperemesis

gravidarum ditandai dengan gejala mual dan muntah persisten hingga menyebabkan

penurunan berat badan hingga lebih dari 5% berat badan sebelum hamil dan mengganggu

aktivitas. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit.

Penanganan hiperemesis gravidarum didasarkan pada berat ringannya gejala dan ada tidaknya

faktor penyulit yang memperberat keluhan pasien. Hiperemesis gravidarum tetap merupakan

penyebab morbiditas yang serius dengan komplikasi seperti central pontine myelinolisis,

ensefalopati, cedera esofagus, pertumbuhan janin terganggu dan bahkan kematian maternal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil

sampai mengganggu aktivitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat

dehidrasi. Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan

trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap

saat dan pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama

haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.

2.2 Epidemologi

Penelitian-penelitian memperkirakan bahwa mual dan muntah terjadi pada 50-90%

dari kehamilan. Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primi gravida dan 40-60% multi

gravida. Dari seluruh kehamilan yang terjadi di Amerika Serikat 0,3-2% diantaranya

mengalami hiperemesis gravidarum atau kurang lebih lima dari 1000 kehamilan.

Mual dan muntah yang berkaitan dengan kehamilan biasanya dimulai pada usia kehamilan 9-

10 minggu, puncaknya pada usia kehamilan 11-13 minggu, dan sembuh pada kebanyakan

kasus pada umur kehamilan 12-14 minggu. Dalam 1-10% dari kehamilan, gejala-gejala dapat

berlanjut melampaui 20-22 minggu.

Kejadian hiperemesis dapat berulang pada wanita hamil. J. Fitzgerald (1938-1953)

melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa

hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiperemesis

pada kehamilan berikutnya. Berdasarkan penelitian, dari 56 wanita yang kembali hamil, 27

diantaranya mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami

hiperemesis pada kehamilan ketiga.

2.3 Etiologi

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan pada 1.301 kasus hiperemesis gravidarum di Canada diketahui

beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya hiperemesis gravidarum diantaranya

komplikasi dari kelainan hipertiroid, gangguan psikiatri, kelainan gastrointestinal, dan

diabetes pregestasional. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik,

juga tidak ditemukan kelainan biokimia.

Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai

berikut : Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan

kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik gonadotropin

dibentuk berlebihan.

Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat

hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut. Alergi,

sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.

4. Faktor psikologis

Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga yang retak, kehilangan

pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai

ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan memegang peranan yang cukup penting dalam

menimbulkan hiperemesis gravidarum.

Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya

terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin,

estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat

mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif

terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh

beberapa peneliti.

2.4 Patofisiologi

Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila terjadi

iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan refleks

terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah,

mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran

cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat

muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via

serebelum. Beberapa signal perifer mem-bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui

nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi

retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan

pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V,

VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan

otot abdomen.

Ketika pusat muntah sudah cukup terangsang akan timbul efek: (1) bernafas dalam,

(2) terangkatnya tulang hioid dan laring untuk mendorong sfingter krikoesofagus terbuka, (3)

tertutupnya glotis, (4) terangkatnya palatum mole untuk menutup nares posterior. Berikutnya

timbul kontraksi yang kuat dari otot abdomen yang dapat menimbulkan tekan intragastrik

yang meninggi. Akhirnya sfingter esofagus mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan

pengeluaran isi lambung.

Patofisiologi dasar hiperemesis gravidarum hingga saat ini masih kontroversial.

Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai

untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah ketosis

dengan tertimbunya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton dalam darah.

Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan akibat muntah akan menyababkan

dehidrasi, sehingga cairan ekstra vaskuler dan plasma akan berkurang. Natrium dan khlorida

darah turun, demikian juga dengan klorida urine. Selain itu dehidrasi menyebabkan

hemokonsentrasi, sehigga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan zat

makanan dan oksigen ke jaringan berkurang dan tertimbunya zat metabolik dan toksik.

Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal,

meningkatkan frekuensi muntah yang lebih banyak, merusak hati, sehigga memperberat

keadaan penderita. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat

terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Mallory-Weiss Syndrom), dengan

akibat perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan perdarahan dapat

berhenti sendiri.

Hiperemesis gravidarum diyakini terjadi akibat adanya interaksi antara faktor

biologis, psikologi dan sosiokultural.

Gambar 1. Patofisiologi Mual dan Muntah pada Hiperemesis Gravidarum.

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan timbulnya keluhan hiperemesis

gravidarum diantaranya:

Perubahan hormonal.

Wanita dengan hiperemesis gravidarum biasanya memiliki kadar Human Chorionic

Gonadotrophine (HCG) yang tinggi. Secara fisiologis HCG dapat merangsang reseptor

Thyroid Stimulating Hormones (TSH) sehingga menyebabkan terjadinya transient

hyperthyroidism. Pada 50-70% kasus terdapat penurunan kadar TSH dan pada 40-73% kasus

terjadi peningkatan kadar FT4, namun perubahan kadar ini tidak selalu diikuti dengan gejala

klinis hipertiroid ataupun pembesaran kelenjar tiroid. Semakin besar peningkatan konsentrasi

HCG maka akan diikuti oleh peningkatan kadar FT4 yang semakin tinggi dan penurunan

kadar TSH.2 Pada beberapa kasus hiperemesis, peneliti menemukan korelasi positif antara

beratnya keluhan mual dan muntah dengan tingkat stimulasi tiroid. Namun demikian teori ini

masih kontroversial karena belum banyak didukung oleh hasil penelitian yang lain.

Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan

muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara

kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil. Intoleransi terhadap

kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga

mencapai puncaknya pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi

penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual

muntah pada wanita hamil. Namun demikian dipercaya bahwa peningkatan kadar hormon

estrogen dapat meningkatkan pengeluaran asam lambung. Sementara itu peningkatan kadar

hormon progesteron akan menurunkan motilitas usus sehingga memicu mual dan muntah.

Kelainan gastrointestinal.

Pada hiperemesis gravidarum terjadi peningkatan kadar hormon estrogen dan

progesteron, gangguan fungsi tiroid, abnormalitas saraf simpatik, dan gangguan sekresi

vasopressin sebagai respon terhadap perubahan volume intravaskular. Semua ini pada

akhirnya mempengaruhi peristaltik lambung sehingga menimbulkan gangguan motilitas

lambung. Pada penderita hiperemesis gravidarum biasanya saluran gastrointestinal lebih

sensitif terhadap perubahan saraf / humoral.

Kelainan hepar.

Peningkatan kadar serum transaminase secara ringan terjadi pada hampir 50% dari

pasien dengan hiperemesis gravidarum. Gangguan Fatty Acid Oxidation (FAO) mitokondria

telah berperan dalam patogenesis ibu hamil dengan gangguan hati terkait dengan hiperemesis

gravidarum. Ibu hamil dengan defek FAO heterozigot dapat berkembang menjadi

hiperemesis gravidarum yang terkait dengan gangguan hati dengan defek FAO pada fetusnya

sebagai akibat akumulasi asam lemak di dalam plasenta dan generasi berikutnya dari spesies

oksigen reaktif. Atau, mungkin, kelaparan menyebabkan lipolisis perifer dan meningkatkan

beban asam lemak dalam sirkulasi ibu-fetus, dikombinasikan dengan penurunan kapasitas

mitokondria untuk mengoksidasi asam lemak pada ibu dengan defek FAO heterozigot, juga

dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum dan cedera hati saat fetus tidak mengalami defek

FAO.

Perubahan kadar lemak

Jarnfelt-Samsioe et al menemukan kadar yang lebih tinggi dari trigliserida, kolesterol

total, dan fosfolipid pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan

wanita hamil yang tidak muntah dan kontrol. Hal ini mungkin terkait dengan kelainan pada

fungsi hepatik pada wanita hamil.2

Infeksi.

Helicobacter pylori adalah bakteri yang ditemukan di dalam perut yang dapat

memperburuk mual dan muntah dalam kehamilan. Penelitian telah menemukan bukti yang

bertentangan dengan peranan H.pylori dalam hiperemesis gravidarum. Penelitian terbaru di

Amerika Serikat belum menunjukkan asosiasi dengan hiperemesis gravidarum. Namun, mual

dan muntah yang menetap di luar trimester kedua mungkin disebabkan oleh ulkus peptikum

aktif yang disebabkan oleh infeksi H.pylori.

Vestibular dan penciuman.

Sistem penciuman yang tajam kemungkinan merupakan faktor yang ikut berperan

terhadap mual dan muntah selama kehamilan. Banyak ibu hamil melaporkan bau makanan

yang dimasak, terutama daging, sebagai pemicu untuk mual. Kesamaan antara hiperemesis

gravidarum dengan motion sickness menunjukkan petanda dari gangguan vestibular subklinis

dan dapat menjelaskan beberapa kasus hiperemesis gravidarum.

Perubahan psikologis.

Hipotesis faktor psikologik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Teori psikoanalisis yang menerangkan hiperemesis merupakan sebuah kelainan konversi

atau somatisasi.

b. Ketidakmampuan ibu untuk merespon stres kehidupan yang berlebihan.

c. Meningkatnya penerimaan ibu terhadap kondisi tertentu.

Beberapa kasus hiperemesis gravidarum menunjukkan adanya kelainan psikiatri,

termasuk sindrom Munchausen, gangguan konversi atau somatization, atau depresi berat. Hal

ini mungkin terjadi dibawah situasi stres atau ambivalensi sekitar kehamilan. Tampaknya

respon fisiologi dapat berinteraksi dan memperburuk fisiologi mual dan muntah selama

kehamilan. Kemungkinan besar, perubahan-perubahan fisiologis yang berhubungan dengan

kehamilan berinteraksi dengan fisiologi wanita pada setiap negara dan nilai-nilai budaya.

Namun demikian, hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan

psikiatri.

2.5 Gejala dan Tanda

Batasan seberapa banyak terjadinya mual muntah yang disebut hiperemesis gravidarum

belum ada kesepakatannya. Akan tetapi jika keluhan mual muntah tersebut sampai

mempengaruhi keadaan umum ibu dan sampai mengganggu aktivitas sehari-hari sudah dapat

dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya

gejala dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu :

Tingkat I.

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah,

nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada epigastrium. Nadi

meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah

mengering dan mata cekung.

Tingkat II.

Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan

nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat

badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi.

Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat

pula ditemukan dalam kencing.

Tingkat III.

Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai

koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada

susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy Wernicke dengan gejala nistagmus,

diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk

vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya gangguan hati.

2.6 Diagnosis

Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta

pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan muntah. Kemudian

diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus, dirangsang oleh jenis

makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Selain itu dari anamnesis

juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya

hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat

penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis, penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor

serebri).

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, tanda dehidrasi,

dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan tiroid dan abdominal

untuk menyingkirkan diagnosis banding.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap,

urinalisis, gula darah, elektrolit, Ultra Sonographic (USG) (pemeriksaan penunjang dasar),

analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal.2 Pada keadaan tertentu, jika pasien dicurigai

menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid dengan parameter TSH dan

T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan hipertiroid 50-60% terjadi penurunan kadar

TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi

Helicobacter pylori. Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi

dan pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin dan

hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda

ataupun mola hidatidosa.

2.7 Diagnosis Banding

Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-

muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:

1. Appendisitis akut.

Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat menonjol

sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendicitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan

tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan

petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendictis akut dan tanpa appendicitis

akut.3,7,8

2. Ketoasidosis diabetes.

Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai riwayat

diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan penurunan kesadaran

dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan

badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 3,7,8

3. Gastritis dan ulkus peptikum.

Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai riwayat

makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan Non-Steroidal Anti Inflammation Drugs

(NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil

yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis

gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu

dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan

gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan

diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. 3,7,8

4. Hepatitis.

Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah

menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan Serum Glutamic Oxaloacetate

Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang nyata.

Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum tingkat III (tanda-tanda

kegagalan hati) yang sebelumnya tidak menderita hepatitis dengan wanita hamil yang

sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu

menegakkan diagnosis. 3,7,8

5. Pankreatitis akut.

Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat. Gejala

klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan.

Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut dan

menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantu

menegakkan diagnosis. 3,7,8

6. Tumor serebri.

Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga disertai

keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari, gangguan

keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita

hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin. 3,7,8

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Pencegahan

Prinsip pencegahan adalah mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis. Pencegahan

terhadap hiperemesis gravidarum dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

1. Menjelaskan pada pasien bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses fisiologis.

2. Menjelaskan pada pasien bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada

kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.

3. Anjurkan untuk makan dalam jumlah yang sedikit tapi dengan frekuensi yang lebih sering.

4. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan

roti kering atau biskuit dengan teh hangat.

5. Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak, dan makanan atau minuman

sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.

6. Makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari

kekurangan karbohidrat.

7. Defekasi yang teratur.

2.8.2 Terapi obat-obatan

Jika dengan tindakan pencegahan diatas tidak dapat mengurangi gejala dan keluhan

maka perlu dilakukan pengobatan. Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan

III harus dilakukan rawat inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :

1. Obat-obatan.

Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus diingat untuk tidak

memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan diantaranya suplemen

multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin antagonis, dan kortikosteroid.

Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6 seperti pyridoxine (vitamin B6).

Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi keluhan mual dan muntah. Anti histamin

yang dianjurkan adalah doxylamine dan dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan

untuk menghambat secara langsung kerja histamin pada reseptor H1 dan secara tidak

langsung mempengaruhi sistem vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.

Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam menghambat

motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis. Dopamin antagonis

yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan metocloperamide.

Prochlorperazin dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk menimbulkan efek

antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan di perifer. Obat ini

menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan spincter esofagus bagian

bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.

Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan muntah.

Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin antagonis yang

dianjurkan adalah ondansetron. Ondansetron biasanya diberikan pada pasien hiperemesis

gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan yang lain. Sementara itu

pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena dikatakan pemberian pada kehamilan

trimester pertama dapat meningkatkan risiko bayi lahir dengan cacat bawaan.1,4

2. Terapi Nutrisi.

Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat muntah,

berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana pemberian

makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila peroral

menemui hambatan dicoba untuk menggunakan Nasogastric Tube (NGT). Saluran cerna

mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat mengabsorsi banyak nutrien, adanya

mekanisme defensif untuk menanggulangi infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya

sari makanan ke hati melalui saluran porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.2

Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah makanan

dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan rendah lemak,

hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang emetogenik dan berbau

sehingga menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian diet diperhitungkan jumlah

kebutuhan basal kalori sehari-hari ditambah dengan 300 kkal perharinya.

3. Isolasi.

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran udara yang

baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk keluar masuk

kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak diberikan makan ataupun

minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang

tanpa pengobatan.1

4. Terapi psikologik.

Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan rasa takut

oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi

pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit

ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan

muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.1

5. Cairan parenteral.

Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi yaitu

vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan hemodinamik, uterus

termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.2 Pada kasus hiperemesis

gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam dehidrasi karena kehilangan cairan

(pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan

tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang

tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus

memperhitungkan secara cermat berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit

natrium, defisit kalium dan ada tidaknya asidosis.2

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan glukosa 5%

dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambahkan kalium

dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat diberikan pula asam amino

secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa setiap

hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi diperiksa setiap 4

jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan

seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam pasien tidak muntah dan keadaan umum

membaik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun makanan dapat

ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-

gejala akan berkurang dan keadaan aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah

satu cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistiem poin.

Adapun poin-poin gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.1

6. Terapi Alternatif.

Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:

a. Vitamin B6, merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid,

karbohidrat dan asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih

kontroversi. Dosis vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5-25 mg per hari tiap 8 jam.

Selain itu Czeizel melaporkan suplementasi multivitamin secara bermakna mengurangi

kejadian mencegah insiden hiperemesis gravidarum.2

Diagram 1. Hubungan antara vitamin B6 dengan mual dan muntah pada kehamilan.

Vitamin B6 merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana peningkatan

kebutuhan protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6

diperlukan untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan

kadar serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang menyebabkan

ibu mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi peningkatan kynurenic dan

xanturenic acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan

menjadi niacin terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar

hormon estrogen yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase

yang merupakan katalisator perubahan tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan

niacin juga dapat mencetuskan mual dan muntah.

b. Jahe (zingiber officinale), dilaporkan bahwa pemberian dosis harian 250 mg sebanyak

4 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan plasebo pada wanita dengan hiperemesis

gravidarum. Salah satu studi di Eropa menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif

dibandingkan plasebo dalam menurunkan gejala hiperemesis gravidarum.1 Belum ada

penelitian yang menunjukan hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe.

Namun, harus diperhatikan bahwa akar jahe diperkirakan mengandung tromboksan sintetase

inhibitor dan dapat mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron fetus.1,2

c. Akupresur dan akupuntur telah terbukti dapat mengobati mual dan muntah.2 Lokasi

tersering akupresur adalah di perikardium 6 atau titik Neiguan, yang berlokasi pada tiga jari

terlebar diatas permukaan volar pergelangan tangan. Sebuah data referensi dari tujuh

percobaan tentang akupresur titik Neiguan menunjukan kegunaannya dalam mengontrol

morning sickness dalam awal kehamilan; namun, studi terbaru menunjukan tidak ada

keuntungan akuprasur pada wanita hamil.1

7. Penghentian Kehamilan.

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan semakin memburuk. Usahakan

mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan,

takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam

keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk

melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh karena di satu pihak tidak boleh

dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala

ireversibel pada organ vital.1

2.8.3 Penatalaksanaan sesuai dengan Protap Ginekologi RSUP Sanglah.

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum menurut Protap Ginekologi RSUP Sanglah 10 :

Hari 0 : Pasien dipuasakan

Infus Dextrosa 10%/ 5 % : RL = 4 : 1, 36 tetes/menit per 24 jam

Injeksi Primperan (Metokloperamid) 3 x 1 amp/hari

Injeksi Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) 1 x 1 amp/hari

Monitoring urin keton I, berat badan

Hari 1 : Cabut infus

Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari

Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari

Diet hiperemesis I (roti kering/bakar)

Monitoring urin keton II, berat badan

Hari 2 : Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari

Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari

Diet hiperemesis II (bubur)

Monitoring urin keton III, berat badan

USG

Hari 3 : Primperan (Metokloperamid) tab 3 x 1 / hari

Neurobion 500 (Vitamin B1, B6, B12) tab 2 x 1 / hari

Diet hiperemesis III (nasi).

BPL

2.8 Komplikasi

Penyulit yang perlu diperhatikan adalah Ensephalopati Wernicke. Gejala yang timbul dikenal

sebagai trias klasik yaitu paralisis otot-otot ekstrinsik bola mata (oftalmoplegia), gerakan

yang tidak teratur (ataksia), dan bingung. Penyulit lainnya yang mungkin timbul adalah

ruptur esofagus, robekan Mallory-Weiss pada esofagus, pneumotoraks dan neuropati perifer.

Pada janin dapat ditemukan kematian janin, pertumbuhan janin terhambat, preterm, berat

badan lahir rendah, kelainan kongenital.2,4

2.9 Prognosis

Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan merasakan

awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30% pada

kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada

kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan

hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.2

Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.

Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada usia kehamilan 20-22

minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat membahayakan jiwa

ibu dan janin.3

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : NWS

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 20 tahun

Agama : Hindu

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Banjar Dinas kecag balung, Karangasem

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Status Nikah : Menikah

Tanggal MRS : 25 April 2012, pukul 10.00 WITA

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Mual dan muntah

Perjalanan penyakit

Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah sejak kemarin sore yang lalu (24 April

2012). Muntah-muntah awalnya hanya terjadi pada pagi hari dan setelah makan dan minum,

namun sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit muntah dialami lebih dari 10 kali per hari

dengan volume ± 1/2-3/4 gelas. Yang dimuntahkan berupa makanan dan minuman yang

dikonsumsi sebelumnya, pada muntahan tidak terdapat darah. Keluhan mual dan muntah

semakin bertambah berat setelah makan dan minum, dan berkurang saat istirahat. Selain itu

pasien juga mengeluh badan terasa lemah hingga tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari,

merasa haus dan bibir terasa kering. Nafsu makan dirasakan menurun karena pasien takut

muntah. BAB dan BAK dirasakan semakin menurun. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati.

Penderita mengatakan berat badannya sebelum hamil 52 kg. Tidak ada permasalahan dalam

kehidupan sehari-hari maupun dalam pekerjaan.

- Riwayat Haid

Menarche pada usia 13 tahun dengan siklus haid yang teratur setiap 28 hari, dengan lama

menstruasi 3 - 4 hari, pasien tidak merasakan keluhan saat menstruasi. Hari pertama haid

terakhir (HPHT) 23 Februari 2012 dan taksiran partus dikatakan tanggal 30 November 2012.

- Riwayat Perkawinan

Penderita menikah 1 kali dan telah berlangsung selama 1 tahun.

- Riwayat Persalinan

1. Ini

- Riwayat ANC

Perawatan antenatal dilakukan dua kali di bidan. PP test (+) 24 Maret 2012

Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan USG.

- Riwayat Kontrasepsi tidak ada

- Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita

Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor disangkal.

- Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat hipertensi, kencing manis, sakit jantung, asma, dan tumor pada keluarga disangkal.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present

Keadaan Umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 37 º C

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 149 cm

Status general

Kepala : Normal

Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, cowong +/+

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Leher : Tidak ada kelainan

Thorax

Cor : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen : ~ st. ginekologi

Ekstremitas : Oedem (superior -/inferior -), Hangat (-/-)

Status Ginekologi

Abdomen : FUT tidak teraba, distensi (-), BU (+)N

Turgor menurun

Nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-)

Vagina

Inspeksi V/V : Flx (-), Fl (-)

PØ (-), Livide (+)

VT : tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang

15 Februari 2010

Kimia Darah

ü SGOT 23 u/l (11 - 33)

ü SGPT 28 u/l (11 – 50)

ü Creatinin 1.03 mg/dl (0,50 – 1,20)

ü Glukosa sewaktu 83 mg/dl (70 – 110)

ü Natrium 136.63 mmo/l (135 – 147)

ü Kalium 3,70 mmol/l (3,5 – 5,5)

Urin Lengkap

 Ph 7 (5 – 8)

 Leukosit Banyak (negatif)

 Nitrit Negatif (negatif)

 Protein Negatif (negatif)

 Glukosa N N

 Keton  (+2) (negatif)

 Urobilinogen Negatif 1mg/dl

 Bilirubin Negatif (negatif)

 Eritrosit (+) 5-10 (negatif)

 Clarity Agak keruh Jernih

 Colour Yellow p.yellow-yellow

Ultrasonografi : Blass isi cukup

GS (+) intrauterin

FP (+), FHB (+)

CRL : 2,1mm ~ 9W2D

EDD : 26 November 2012

3.5 Diagnosis Kerja

Hiperemesis Gravidarum grade II

DS 5

3.6 Penatalaksanaan

Pdx : -

Tx : MRS - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam

Maintenance dengan D10% : RL à 4:1, 36 tetes per menit

- Ondancentron 3 x 1 ampul

- Neurobion 1 x 1 ampul

- Puasa 24 jam

MX : Keluhan, vital sign, cairan masuk, cairan keluar, ketonuria, BB

@ hari

KIE : Pasien dan keluarga tentang diagnosis, rencana penanganan, pengawasan

lanjutan, komplikasi dan prognosisnya.

3.7 Perjalanan Penyakit

Tanggal S O A P

25-04-12 Mual (+),

Muntah

(-),

Nyeri ulu

hati (-)

St.Present

T : 110/70

mmHg

N : 84 x/menit

R : 24 x/menit

Tax: 36,3oC

St. General

Mata     : An -/-,

cowong -/-

Thorax : Cor/Po

dbn

Ekt : hangat

+/+, edema -/-

St. Gin

Abd : FUT ttb,

distensi (-),

BU(+)N, turgor

kulit N

Hiperemesi

s

Gravidaru

m Grade II

Pdx: -

Tx : - Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit  - Ondancentron 1 x 1 ampul  - Neurobion 3 x 1 ampul  - Puasa 24 jam

Mx :

-    Obs keluhan

-    Vital sign

-    BB @ hari

-    Ketonuria @ hari

KIE : pasien dan

Vag : dbn

BB : 50 kg

Ketonurin : -

keluarga

26-04-12 Mual (-),

Muntah

(-)

St.Present

T : 110/70

mmHg

N : 80 x/menit

R : 20 x/menit

Tax: 36,7oC

St. General

Mata     : An -/-,

cowong -/-

Thorax : Cor/Po

dbn

Ekt : hangat

+/+, edema -/-

St. Gin

Abd : FUT ttb,

distensi (-),

BU(+)N. Turgor

N

Vag : dbn

BB : 51 kg

Ketonurin : -

Hiperemesi

s

Gravidaru

m Grade II

Pdx : -

Tx :-  Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit  - Ondancentron 1 x 1 ampul  - Neurobion 3 x 1 ampul

  - Puasa sampai pukul

16.00 WITA (diet

roti kering)

Mx :

-    Obs keluhan

-    Vital sign

-    BB @ hari

-    Ketonuria @ hari

KIE : pasien dan

keluarga

27-04-12 Keluhan

(-)

St.Present

T : 110/70

mmHg

N : 82 x/menit

R : 20 x/menit

Tax: 36,5oC

Hiperemesi

s

Gravidaru

m Grade II

Pdx : -

Tx :- Resusitasi cairan RL 1,5 liter / 2 jam - Maintenance

St. General

Mata     : An -/-,

cowong -/-

Thorax : Cor/Po

dbn

Ekt : hangat

+/+, edema -/-

St. Gin

Abd : FUT ttb,

distensi (-),

BU(+)N, turgor

kulit normal

Vag : dbn

BB : 51 kg

Ketonurin : -

dengan D10% : RL 4:1, 36 tetes per menit  - Ondancentron 1 x 1 ampul -  Cefadroxil 2x500 mg  - Neurobion 3 x 1 ampul

  - Puasa Diet bubur

sampai pukul 16.00

WITA

Mx :

        Obs keluhan

        Vital Sign

        Kontrol poliklinik

kebidanan

KIE : pasien dan

keluarga

28-04-12 Keluhan

(-)

St.Present

T : 110/70

mmHg

N : 82 x/menit

R : 20 x/menit

Tax: 36,5oC

St. General

Mata     : An -/-,

cowong -/-

Thorax : Cor/Po

dbn

Ekt : hangat

+/+, edema -/-

St. Gin

Abd : FUT ttb,

distensi (-),

Hiperemesi

s

Gravidaru

m Grade II

Pdx : -

Tx :

Aff Infus

  - Ondancentron 1 x 1 ampul  - Neurobion 3 x 1 ampul

  -  Diet Nasi

Mx :

        Obs keluhan

        Vital Sign

        Kontrol poliklinik

kebidanan

KIE : pasien dan

keluarga

BPL

BU(+)N, turgor

kulit normal

Vag : dbn

BB : 51 kg

Ketonurin : -

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum karena berdasarkan

anamnesis pada pasien ini ditemukan adanya gejala mual dan muntah yang berat, dimana

keluhan tersebut sampai menggangu aktivitas sehari-hari sampai pekerjaanya. Muntah

tersebut juga menimbulkan komplikasi dehidrasi karena kekurangan cairan yang diminum

dan kehilangan cairan karena muntah sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.

Pada pemeriksaan fisik penderita, hal ini ditandai dengan ditemukan mata cowong, adanya

peningkatan frekwensi denyut nadi, lidah terasa kering, BAK yang sedikit-sedikit dengan

frekwensi yang menurun dan turgor yang menurun pada penderita.

Tanda kehamilan yang didapat pada anamnesis penderita ini adalah adanya riwayat telat haid

sejak tanggal 23 Februari 2012, pasien sudah melakukan tes kehamilan dengan hasil yang

positif, sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hiperpigmentasi pada areola

mama, inspekulo vagina vulva ditemukan warna porsio livide. Pada pasien ini juga dilakukan

pemeriksaan USG dengan hasil positif hamil 8-9 minggu.

Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis

terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis

dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah yang

pada pemeriksaan urin ditemukan adanya keton positif (+2).

Pasien dimasukan dalam hiperemesis gravidarum tingkat II, karena penderita tampak lemah,

mata cowong, akral dingin, dan muntah. Pada pemeriksaan urin didapatkan keton positif.

Pada penderita ini dapat dimasukkan ke dalam tingkat dehidrasi sedang, karena dalam

pemeriksaan didapatkan keluhan haus, pada pemeriksaan fisik didapatkan frekwensi nadi

cepat (100x/menit), pernafasan agak cepat (24 x/menit), mata cekung, turgor kulit agak

berkurang dan BAK sedikit.

4.2 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum grade II dibedakan menjadi rehidrasi dan koreksi

elektrolit, isolasi, terapi nutrisi, terapi dengan obat-obatan, dan psikoterapi. Terapi cairan

dilakukan untuk mengatasi dehidrasi dengan pemberian cairan rehidrasi, yaitu rehidrasi

inisial dan rehidrasi rumatan. Pada pasien ini ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan diberikan

cairan rehidrasi inisial sebanyak 1,5 liter dengan cara grojok. Defisit cairan ini dikoreksi

dalam 2 jam pertama. Umumnya kehilangan air dan elektrolit diganti dengan cairan isitonik,

misalnya Ringer Laktat, ringer asetat atau normal salin. Bila memakai normal salin harus

berhati-hati agar jangan sampai diberikan dalam jumlah yang banyak karena dapat

menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan dapat

ditambahkan ion kalium. Perlu diperhatikan bahwa pemberian cairan yang mengandung

dekstrosa harus didahului dengan pemberian thiamin untuk mencegah terjadinya ensefalopati

Wernicke.1,2 Cairan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan pasien ini adalah kristaloid

yaitu Ringer Laktat. Digunakannya RL dengan pertimbangan bahwa pada pasien terjadi

penurunan volume cairan intravaskuler dan kecenderungan defisit cairan intraseluler dan

interstisial.

Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri rata-rata 70-

80 mmHg, denyut jantung kurang dari 100x per menit, ekstremitas hangat dengan pengisian

kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urine baik 0.5-1 ml/kg BB/jam dan asidosis

tidak berlanjut.2

Daldiyono score digunakan untuk menentukan jumlah cairan yang diberikan, didapatkan

score 5 yaitu: muntah (1), Turgor Kulit menurun (1), mata cowong (2), dan tekanan darah

diastolik 60 mmHg (1). Berat badan pasien adalah 50 kg. Lalu dengan menggunakan rumus

maka :

Defisit = Skor x 10% BB x 1 Lt

15

= 5 x 10% 50 x 1 Lt

15

= 1,67 Lt

Cairan pemeliharaan yang digunakan adalah Dekstrosa 10% : Ringer laktat = 4 : 1, sebanyak

36 tetes tiap menit. Digunakannya cairan ini adalah selain untuk memenuhi kebutuhan cairan

pasien juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien. Digunakan dektrosa, karena

pada pasien hiperemesis gravidarum terjadi oksidasi lemak yang tidak sempurna yang

ditandai dengan ditemukannya benda keton di dalam urin. Selain itu cairan ini bersifat

isotonic hiperosmotik membantu transport cairan intravaskuler menuju intraseluler sehingga

dapat memperbaiki kondisi dehidrasi pasien.

Pasien ini dipuasakan selama 24 jam pertama yang bertujuan untuk mengistirahatkan saluran

cerna pasien. Pemberian makanan akan merangsang saluran cerna untuk mengeluaran asam

lambung dan mengakibatkan iritasi saluran cerna sehingga muntah bertambah berat.

Kebutuhan cairan dan kalori penderita pada 24 jam pertama hanya didapat dari cairan infus

yang masuk. Setelah 24 jam coba diberikan makanan sesuai dengan diet hiperemesis I.

Pada pasien ini diberikan terapi obat-obatan antara lain Ondancentron 3 x 1 amp IV dan

Neurobion 3 x I amp IV. Pengobatan sebaiknya diberikan setelah periode klasik teratogenik

terlampaui, dari 31-71 hari setelah hari perama haid terakhir atau pada usia kehamilan 5-10

minggu. Pada periode tersebut terjadi proses organogenesis sehingga bahan kimia dapat

mempengaruhi proses perkembangan organ mencapai puncak tercepat.2 Tetapi pada pasien

ini diberikan obat anti emetic (ondancentron) pada usia kehamilan 8-9 minggu dengan

pertimbangan bahwa ondancentron lebih aman (efek teratogenik tidak ada) dibandingkan

obat antiemetik lainnya. Metokloperamid mempertinggi ambang rangsang muntah di

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) dan obat ini menurunkan kepekaan saraf viseral yang

menghantarkan impuls aferen dari saluran cerna ke pusat muntah. Neurobion (mengandung

vitamin B1, B6, B12) diberikan secara drip IV. Suplementasi multivitamin secara bermakna

mengurangi dan mencegah insiden hiperemesis gravidarum. Vitamin B1, B6, dan B12, yang

merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan asam amino.

Terapi Psikologis dilakukan dengan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya dapat

disembuhkan, menghilangkan rasa takut karena kehamilan, istirahat sementara dari aktivitas

hariannya, serta membantu pasien untuk mengatasi masalah dan konflik yang mungkin

sedang dihadapi oleh pasien. Pada pasien ini dilakukan monitoring keluhan, tanda vital, berat

badan, produksi urine dan keton urin. Keluhan penderita perlu diperhatikan untuk mencari

apakah masih terdapat keluhan mual maupun muntah pada penderita. Tanda vital penderita

dilihat apakah terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi atau peningkatan

suhu tubuh yang merupakan tanda-tanda dehidrasi. Berat badan penderita perlu ditimbang

tiap hari untuk melihat apakah ada penurunan berat badan karena keluhan yang dialami oleh

penderita. Produksi urine juga dapat digunakan untuk melihat apakah masih terjadi dehidrasi

pada penderita ini. Keton urin dilihat untuk mengetahui apakah masih terjadi metabolisme

yang tidak sempurna pada penderita ini. Pasien dirawat selama 4 hari, selama dua hari

terakhir keluhan berkurang dan saat hari terakhir perawatan keluhan sudah tidak dirasakan

lagi, ketonuri (-), makan minum baik dan keadaan umum ibu baik.

4.3 Prognosis

Prognosis dari pasien ini adalah baik. Hali ini dapat disimpulkan dari keadaan umum pasien

selama perawatan di rumah sakit semakin membaik. Keluhan mual dan muntah sudah

berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Makan minum baik. Pasien sudah mampu

melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan dan mandi sendiri. Dari pemeriksaan fisik,

tidak didapatkan mata cowong dan akral dingin. Kemudian dari hasil pemeriksaan

laboratorium urin lengkap, didapatkan ketonuri negatif.

BAB 5

RINGKASAN

Pasien didiagnosa dengan hiperemesis gravidarum grade II berdasarkan hasil dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum

ini belum diketahui secara pasti. Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi

cairan, diet, obat-obatan dan psikoterapi. Dilakukan monitoring keluhan, vital sign, cairan

masuk, cairan keluar, ketonuria, BB tiap hari. Dalam perjalanannya penderita mengalami

perbaikan keadaan umum, keluhan muntah-muntah sudah tidak dikeluhkan lagi dan dari

pemeriksaan keton urin memberikan hasil negatif. Pasien diizinkan pulang pada tanggal 28

April 2012.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo S,Wiknjosastro H.Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan; Jakarta;

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.

OgunyemiDA.Hyperemesis Gravidarum. Emedicine.Available

from:http://www.emedicine.com(Accesed : 21 Januari 2010).

Quinlan J D, Hill D A. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In : American Family Physician

2003; 68(1):pp.121-8.

Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum : Assessment and Management. In : Australian Family

Physician 2007;36(9):pp.698-701.

Verberg M F G, Gillott D J, Al-Fardan N, Grudzinskas J G. Hyperemesis gravidarum, a

literature review. In : Human Reproduction Update 2005;11(5):pp. 527–39.

Neill A M, Piercy N C. Hyperemesis gravidarum. In : Royal College of Obstetricians and

Gynaecologists 2003;5:pp.204–7.

Schoenberg F P. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available from:

www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. (Accesed: 21 Januari 2010).

Progestian P, Indarti J, Nuranna L. Diagnosis dan Pengobatan Rasional Hiperemesis

Gravidarum. Maj Obstet Ginekol Indones 2002; 26(2): 97-104

Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available from:

http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html. Accessed: October 1st, 2005

Prosedur tetap ginekologi RSUP Sanglah Denpasar 2004.