LAPORAN KASUS
-
Upload
anggie-pradetya-maharani -
Category
Documents
-
view
10 -
download
1
description
Transcript of LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
SEORANG ANAK PEREMPUAN 17 TAHUN DATANG DENGAN
SUSPEK INSUFISIENSI ADRENAL
PENYUSUN :
Anggie Pradetya Maharani
030.11.031
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD KARDINAH KOTA TEGAL
PERIODE 29 JUNI – 12 SEPTEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus dengan judul :
Seorang anak perempuan 17 tahun datang dengan suspek insufisiensi adrenal
Disusun oleh :
Anggie Pradetya Maharani
030.11.031
Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Kardinah Kota Tegal periode 29 juni-12 september 2015
Dipresentasikan pada tanggal:
3 September 2015
Revisi pada tanggal:
Telah Disetujui Oleh: Mengetahui
Dosen Pembimbing/Penguji Dosen Pembimbing Koparnit Ilmu Penyakit Dalam
Dr. Said Baraba, Sp.PD Dr.Nurmilawati, Sp.PD Dr. Sunarto Sp.PD
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat
dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
seorang anak perempuan 17 tahun datang dengan suspek insufisiensi adrenal. Laporan
kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menempuh kepaniteraan
klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kardinah Kota Tegal. Pada kesempatan
ini kami menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Sunarto, Sp.PD selaku ketua SMF Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Kardinah Kota Tegal
2. Dr. Nurmilawati, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Kardinah Kota Tegal
3. Dr. Said Baraba, Sp.PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Kardinah Kota Tegal
4. Seluruh staff SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kardinah Kota Tegal
5. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kardinah Kota
Tegal
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Saya
berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tegal, 3 September 2015
Anggie Pradetya Maharani
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iii
LAPORAN KASUS………………………………...………………………. 1
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….... 15
DEFINISI ……………………………………………………...….. 15
ANATOMI DAN FISIOLOGI KORTEKS ADRENAL ………...... 15
KLASIFIKASI…… …………………………………………...…... 17
ETIOLOGI…………………………………………………………. 18
PATOFISIOLOGI ………………………………………...……….. 20
MANIFESTASI KLINIS …………………………………….......... 22
DIAGNOSIS………………………………………………………...23
PEMERIKSAAN PENUNJANG …………………………….…..... 24
PENATALAKSANAAN ………………………………………...…26
KOMPLIKASI …………………………………………………….. 28
KESIMPULAN …………………………………………………………..…29
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 30
iii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 ………………………………………………………………................16
GAMBAR 2 …………………………………………………………………………17
GAMBAR 3 …............................................................................................................21
GAMBAR 4 …………………………………………………………………………23
iv
DAFTAR TABEL
TABEL 1 ….................................................................................................................18
TABEL 2 …………………………………………………………………………….22
v
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Nn. L
Usia : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pesayangan RT 04/01 Talang
Tanggal masuk RS : 1 Agustus 2015
Ruangan : Rosella
NO RM : 624539
Tanggal dikasuskan : 3 Agustus 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2015, autoanamnesis dan
alloanamnesis kepada pasien dan ibu pasien.
Keluhan Utama : Mual dan Muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSU Kardinah pada tanggal 1 Agustus 2015 dengan
keluhan mual muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah dirasakan lebih dari 5 kali
terutama setelah makan dan muntah berisi makanan. Pasien mengeluh perut
terasa perih bersamaan dengan mual muntah 1 hari SMRS. Pasein mengaku
belum BAB sejak 4 hari SMRS. Pasien menyangkal adanya penurunan nafsu
makan namun pasien merasa adanya penurunan berat badan terus menerus.
Pasien juga mengeluh batuk sejak 4 hari SMRS. Batuk disertai dahak berwarna
putih namun tidak disertai darah. Batuk dan mual muntah muncul setelah pasien
makan gorengan yang dibeli di dekat rumah pasien. Pasien juga mengeluhkan
demam naik turun sejak 1 hari SMRS. Demam muncul setelah mual muntah.
Demam tidak terlalu tinggi dengan perabaan tangan, namun terasa lebih tinggi
saat siang hari dan segera turun setelah pasien diberi paracetamol di IGD RSU
Kardinah. Demam tidak disertai menggigil dan keringat malam.
1
Pasien juga menyangkal adanya gangguan BAK. Pasein juga menyangkal adanya
sakit kepala dan penurunan penglihatan atau penglihatan ganda. Pasein
mengatakan belum pernah menstruasi maupun pertumbuhan payudara, namun
pasien mengaku adanya pertumbuhan rambut pubis ± 6 bulan yang lalu.
Orangtua pasien menyangkal adanya penurunan prestasi belajar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku riwayat TB paru.
Pasien menyangkal adanya asma.
Pasien menyangkal adanya alergi.
Pasien menyangkal adanya maag.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluarga pasien menyangkal memiliki riwayat pengobatan paru 6 bulan.
Keluarga pasien menyangkal ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah anak dari seorang penjual nasi uduk dan supir. Lingkungan rumah
pasien merupakan daerah padat penduduk. Namun pasien menyangkal ada yang
mempunyai penyakit yang sama di sekitar rumah. Biaya pengobatan RS
ditanggung BPJS.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku sering makan gorengan setiap hari disebelah rumah sehingga
pasien malas makan nasi.
Riwayat Pengobatan :
Pada tahun 2012, pasien mengaku mempunyai riwayat TB paru. Setelah
pengobatan rutin 6 bulan, tahun 2013 pasien dirawat kembali di RS dengan
penyakit yang sama.
III. PEMERIKSAAN FISIK
dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2015 pukul 08.30
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4 M6 V5
Tanda Vital : Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup, equal
2
Pernafasan : 18 x/menit, irama teratur, tipe pernafasan
torakoabdominal.
Suhu : 36,8 axillar (konsumsi paracetamol (+))
Antropometri :
BB : 19 kg
TB : 130 cm
BMI : 11,24 kg/m2 (underweight)
Kepala: Normosefali. Rambut berwarna hitam, distribusi merata,
tidak mudah dicabut, alopesia (-), benjolan (-), nyeri tekan
(-)
Mata: Alis simetris, tidak mudah dicabut, warna hitam, palpebra
superior dan inferior oedem (-), benjolan (-), bulu mata
tidak rontok, trichiasis (-), CA (+/+), hiperemis (-/-), SI
(-/-), pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks
cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), fotosensitivitas
(-/-), sekret (+/+), hordeolum (-/-)
Hidung: Bentuk normal, deformitas septum nasi (-/-), nafas cuping
hidung (-/-), mukosa hiperemis (-/-), konka eutrofi (+/+),
sekret (-/-), benjolan (-/-), nyeri tekan (-/-)
Telinga: Normotia, bentuk dan ukuran dalam batas normal,
benjolan (-/-), nyeri tarik (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen
(+/+), deafness (-/-)
Mulut: Bibir berwarna coklat, kering (-/-), pucat (-/-), sianosis
(-/-), mukosa mulut berwarna merah (+), sariawan (-), gusi
bengkak (-), lidah dalam batas normal, warna merah, lidah
kotor (-), papil atrofi (-), tremor (-), karies gigi (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1/T1, arkus faring simetris.
Leher: Trakea teraba terletak ditengah, deviasai (-), kelenjar tiroid
dalam batas normal, pembesaran KGB (-)
Thorax:
Inspeksi: Bentuk rongga dada normal, simetris, dinding dada
berwarna sawo matang,ikterik (-), pucat (-), kemerahan (-),
3
retraksi intercostae (-/-), atrofi m pectoralis (-/-) sela iga
dalam batas normal, tidak melebar dan tidak menyempit.
PARU :
Anterior Kanan Kiri
Inspeksi Gerak dinding dada saat
statis maupun dinamis
simetris
Gerak dinding dada saat
statis maupun dinamis
simetris
Palpasi Vocal fremitus teraba
normal, tidak ada
hemitorax yang tertinggal
Vocal fremitus teraba
normal, tidak ada
hemitorax yang tertinggal
Perkusi Sonor pada seluruh lapang
paru kanan
Sonor pada seluruh lapang
paru kiri
Auskultasi Suara nafas vesikular (+)
Suara tambahan : Rh (-)
Suara nafas vesikular (+)
Suara tambahan : Rh (-)
Posterior Kanan Kiri
Inspeksi Gerak dinding dada saat
statis maupun dinamis
simetris
Gerak dinding dada saat
statis maupun dinamis
simetris
Palpasi Vocal fremitus teraba
normal, tidak ada
hemitorax yang tertinggal
Vocal fremitus teraba
normal, tidak ada
hemitorax yang tertinggal
Perkusi Sonor pada seluruh lapang
paru kanan
Sonor pada seluruh lapang
paru kiri
Auskultasi Suara nafas vesikular (+)
Suara tambahan : Rh (-)
Suara nafas vesikular (+)
Suara tambahan : Rh (-)
JANTUNG :
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm di medial linea midclavicularis sinistra,
thrill (-)
Perkusi: Batas jantung kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midklavikularis sinistra
4
Batas atas jantung : ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS II parasternalis sinistra
Auskultasi: Suara dasar : SI S2 regular
Suara tambahan:Murmur (-) , Gallop (-)
ABDOMEN :
Inspeksi: Abdomen datar, distensi (-), ikterik (-), venektasi (-), smilling umbilikus
(-), sikatriks (-).
Auskultasi: Bising usus normal ± 2 x/menit
Palpasi: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), massa (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-), murphy sign (-), Turgor < 2 detik
Perkusi: Timpani dikeempat kuadran, hepar tidak teraba.
Inguinal: Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia: Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas: Simetris, akral hangat (+/+), oedem (-/-), hiperpigmentasi (-),
deformitas(-)
5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
01 Agustus 2015
CBC + Diff count
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
RDW
MCV
MCH
MCHC
11,0 g/dl
19.600/uL
32,7 %
257.000/uL
3,9jt/uL
13,8 %
83,6 U
28,1 pcg
33,6 g/dL
Diff
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
88,0 %
7,5 %
4,1 %
0 %
0,2 %
Laju Endap Darah
LED 1 jam
LED 2 jam
76 mm/jam
99 mm/jam
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinine
87 mg/dl
13,0 U/L
2,9 U/L
44 mg/dl
0,42 mg/dl
6
02 Agustus 2015
Sero Imunologi
CRP
HIV (Rapid Test) SD
Pos 24
Negatif
03 Agustus 2015
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
PT
APTT
3,00 menit
5,00 menit
9,7 detik
40,4 detik
Sero Imunologi
HbsAg Negatif
7
V. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Febris hari pertama yang langsung menurun dengan parasetamol
2. Mual
3. Muntah bila makan
4. Perut terasa perih
5. Konstipasi
6. Penurunan BB
7. Batuk berdahak
8. Tanda pubertas terlambat: Belum menstruasi dan tumbuh payudara
9. Berat badan: 19 kg Tinggi badan: 130 cm BMI: 11,24 kg/m2 (underweight)
10. Anemia normokrom normositik, Leukositosis, Eritrosit 3,9 jt/u, Netrofilia,
Limfositopenia, LED 1 jam 76 mm/jam, LED 2 jam 99 mm/jam, SGPT
2,9 U/L, Azotemia. CRP Pos 24,
VI. DAFTAR MASALAH AKTIF
1. Suspek Insufisiensi Adrenal
2. Suspek Hipotiroid kongenital/Kretin Sporadik
3. Bronkitis akut dan gastritis pada gizi buruk
VII. DAFTAR MASALAH PASIF
1. Riwayat Tuberkulosis paru berulang
VIII. RENCANA PEMESAHAN MASALAH
Problem I : Suspek Insufisiensi Adrenal
Assesment :Menegakkan diagnosis Suspek Insufisiensi Adrenal
Inisial plan :
Diagnosa :Gejala Klinis: mual muntah, penurunan BB,
pubertas terhambat, status gizi buruk, hipotensi.
Pemeriksaan Darah Lengkap: Leukositosis,
Azotemia, LED . Kadar elektrolit, kadar
kolesterol, Uji ACTH
Terapi : - Hidrokortison 20-25mg setelah bangun tidur.
10
Fludokortison dimulai dengan dosis 100 g/dl
dipagi hari setelah bangun tidur.
DHEA 25-50 mg peroral dipagi hari
Monitoring: - KU, TTV, pemantauan kadar elektrolit dan tanda-
tanda dehidrasi, gula darah, asupan makanan dan
status gizi, monitoring kadar kortisol setelah
dilakukan pemberian ACTH 250 mcg iv.
Edukasi: - Peningkatan asupan nutrisi
- Edukasi informasi tentang Insufisiensi adrenal
kepada orangtua pasien( pengertian, tanda dan
gejala, komplikasi)
- Menghindari respon stress seperti infeksi, trauma
maupun secara emosional.
Problem II : Suspek Hipotiroid kongenital
Assesment :Menegakkan diagnosis hipotiroid kongenital
Inisial plan :
Diagnosa : Gejala Klinis: mual muntah, konstipasi,
pertumbuhan tulang terlambat, pubertas
terhambat, hipotensi, anemia. T3 T4 dan TSH,
USG Tiroid.
Terapi : - Levotiroksin 10-15 mg/kgBB
Monitoring : - KU, TTV, status gizi, perkembangan gejala
klinis, kadar T3, T4 dan TSH setelah terapi.
Edukasi: - Peningkatan asupan iodin
- Edukasi pengobatan secara teratur
11
- Edukasi mencegah terjadinya komplikasi retardasi
mental sehingga orangtua harus selalu
mengevaluasi perkembangan prestasi anaknya.
Problem III : Bronkitis akut dan gastritis pada gizi buruk
Assesment :Menegakkan diagnosis bronkitis akut dan gastritis pada gizi buruk
Inisial plan:
Diagnosa : Gejala klinis: mual muntah, nyeri perut, status gizi
underweight, Laboratorium darah: anemia normositik
normokrom, leukositosis. USG Abdomen, Foto
Rontgen Thorax PA
Terapi : - Ambroxol 3x1
- Sucralfat Syrup 3x1 cth
- Inj Ondansentron 1 amp/hari
- Inj Omz 1 vial/hari
- Inj Ranitidin 1 amp/hari
Monitoring : - KU, TTV, monitor kadar elektrolit, status gizi dan
hemoglobin.
Edukasi: - Perbaikan asupan nutrisi dan pola makan.
- Menghindari makanan asem pedas dan kopi.
- Menghindari makan dan minuman dingin.
- Memakai masker untuk mengurangi penularan.
12
IX. MONITORING
Tanggal Tanda Vital Anamnesis
03/08/2015 TD: 80/90 mmHg
N: 84 x/menit
S: 36,8 0C
R: 18 x/menit
Mual, setiap makan dimuntahkan
lagi, batuk berdahak, perut terasa
perih, Belum BAB sejak 4 hari,
Lemas (+), demam (-)
04/08/2015 TD: 100/60 mmHg
N: 96 x/menit
S: 36,4 0C
R: 20 x/menit
Keluhan masih sama, lemas (-),
pusing (+), batuk berdahak (+)
05/08/2015 TD : 90/60 mmHg
N: 92 x/menit
S: 36,8 0C
R: 18 x/menit
Pasien BAB namun hanya sedikit
berwarna kuning coklat dan tidak
ada lendir atau darah, pusing (+)
06/08/2015 TD: 90/60 mmHg
N: 92 x/menit
S: 36,8 0C
R: 18 x/menit
Pasien sudah bisa makan bubur dan
tidak muntah, mual (+), pusing (+)
Rencana EGD gagal.
07/08/2015 TD: 90/60 mmHg
N: 92 x/menit
S: 37 0C
R: 20 x/menit
Keluhan perbaikan, batuk berdahak
(+)
08/08/2015 TD: 90/60 mmHg
N: 96 x/menit
S: 36,8 oC
R: 20 x/menit
Pasien boleh pulang
13
ALUR PIKIR KASUS
Insufisiensi Adrenal
Gangguan pembentukan hormon
adrenokortikal
Perusakan korteks kelenjar adrenal
diagntikan dengan jaringan nodul kaseosa
dan fibrosis
sintesis kolesterolM.tuberculosis
menyebar secara hematogenik
Kurang asupan nutrisiTuberkulosis paru
14
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Insufisiensi adrenal atau penyakit addison merupakan suatu kelainan yang
disebabkan ketidakmampuan kelenjar adrenal(korteks adrenal) memproduksi
hormon glukokortikoid (kortisol) dan mineralokortikoid (aldosteron) pada beberapa
kasus.1
B. ANATOMI DAN FISILOGI
Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan.
Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya mineralokortikoid
(aldosteron), yang terutama diatur oleh angiotensin II, kalium dan ACTH. Zona
fasciculate pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis glukokortikoid,
terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh beberapa sitokin (IL-1, IL-6,
TNF) dan neuropeptida. Lapisan terdalam zona reticularis, tempat sekresi androgen
adrenal (terutama dehydroepiandrostenedion (DHEA), DHEA sulfat dan
androstenedion juga glukokortikoid (kortisol and corticosteron).2
Secara anatomis kelenjar adrenal berbentuk triangular kecil, terletak di
ekstraperitoneal pada ujung atas kedua ginjal dan mempunyai berat masing-masing
4-14 gram. Kelenjar adrenal sebelah kanan berbentuk piramidal atau triangular,
bagian posterior berbatasan dengan diafragma, bagian superior dengan tepi postero-
inferior lobus kanan hepar, bagian medial dengan tepi kanan vena kava inferior.2
Secara histologis korteks adrenal terdiri dari sel-sel epitel besar yang
mengandung lipid dinamakan sel foam yang tersusun melingkari sinusoid-sinusoid.
Korteks adrenal berasal dari mesodermal dan sudah dapat dikenal sebagai organ
yang terpisah pada janin berumur 2 bulan. Pada kehamilan 2 bulan komposisi
korteks terdiri dari zona fetal dan zona defenitif yang serupa dengan korteks adrenal
pada dewasa. Waktu kehidupan fetal, adrenal manusia besar dan dibawah
pengawasan hipofisis, tetapi zona dari korteks yang permanen hanya terdapat pada
20% kelenjar, sisanya yang 80% adalah korteks adrenal fetal yang besar dan cepat
mengalami degenerasi pada saat kelahiran.2
Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:3
15
1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :3
1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi
serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada
medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine
dan norepinephrine.3
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan
untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Flight). Katekolamin juga
menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolik
basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.3
2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari 3 zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan
zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3
kelompok hormon.
16
Gambar 2. Regulasi kortisol
Monoamin dicetuskan oleh berbagai respon nonspesifik seperti misalnya
perdarahan, hipoglikemia, dll. Monoamin yang merangsang pembentukan dan
pengeluaran CRH (corticotropin-releasing hormon) adalah serotonin dan asetilkolin.
CRH disalurkan melalui pembuluh porta ke reseptor spesifik di membran sel penghasil
ACTH di hipofisis anterior. Kortisol ini dikeluarkan dari korteks adrenal sebagai respon
terhadap ACTH. Konsentrasi kortisol dalam darah (tidak terikat) memberikan sinyal
umpan balik negatif yang memiliki pengaruh regulatorik terhadap pengeluaran CRH dan
ACTH.4
C. Klasifikasi
Infusiensi Adrenal terbagi 2 yaitu;
Insufisiensi adrenal primer
Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh adanya destruksi pada kelenjar
adrenal. Dua penyebab utama dari insufisiensi adrenal primer adalah autoimun dan
tuberkulosis. Di negara berkembang, penyebab utama insufisiensi adrenal adalah
tuberkulosis, pada tuberkulosis aktif kejadian insufisiensi adrenal meningkat sekitar 5%.
Pemeriksaan kadar kortisol dipagi hari dan kadar ACTH dapat mengkelompokan
18
insufisiensi adrenal primer maupun sekunder. Plasma ACTH biasanya meningkat
disertai kadar kortisol yang normal atau cenderung rendah. Konsentrasi serum
aldosteron subnormal atau dibawah normal dengan kadar renin yang cenderung
meningkat.
Insufisiensi adrenal sekunder
Insufisiensi adrenal sekunder merupakan keadaan dimana kelenjar adrenal tidak dapat
mensekresikan ACTH dalam batas normal diakibatkan kegagalan hipofisis. Penyebab
tersering dari insufisiensi adrenal sekunder adalah tumor pada hipotalamus hipofisis.
Plasma ACTH bisanya rendah disertai kadar kortisol yang rendah terdapat pada keadaan
insufisiensi adrenal sekunder. Tes toleransi insulin merupakan gold standard dalam
menegakkan insufisiensi adrenal sekunder, hipoglikemia ( < 22 mmol/l) diakibatkan
oleh aktivsai HPA axis4
D. ETIOLOGI
Tabel 1. Etiologi insufisiensi adrenal5
19
Penyebab lain dari insufisiensi adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan dari
tumor-tumor yang jinak atau dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH. Pada
kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan hormon pengganti harus
dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih kembali.6
Sebagian besar kasus insufisiensi adrenal merupakan komplikasi dari TBC. Saat ini,
70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien dengan
insufisiensi adrenal idiopatik memiliki sirkulasi antibodi yang bereaksi secara spesifik
menyerang jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun.
Sebagai tambahannya, beberapa kasus insufisiensi adrenal disebabkan oleh neoplasma,
amyloidosis, atau infeksi jamur sistemik.6
Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75%
insufisiensi adrenal primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal
umumnya terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
20% insufisiensi adrenal dikarenakan oleh TBC.7
Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari pituitary-hipotalamus.
Umumnya kebanyakan penggunakan glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin.
Penyebab lain termasuk adrenalektomi bilateral, hipopituitari juga menurunkan sekresi
ACTH pada tumor pituitari atau infark, dan radiasi.6
E. PATOFISIOLOGI
Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level mineralokortikoid
(aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.8
Insufisiensi kortisol menyebabkan berkurangnya glukoneogenesis, penurunan
glikogen hati dan peningkatan kepekaan perifer terhadap insulin. Hal ini menyebabkan
tubuh tidak mampu mempertahankan keadaan glukosa darah sehingga terjadi
hipoglikemia pada saat puasa, lemah, mudah lelah dan penurunan BB. Selain itu,
peningkatan umpan balik negatif dari proopiomelanokortin (POMC) termasuk ACTH
dan MSH sehingga menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi yang biasanya terjadi di
20
distal ekstremitas. Karena kortisol diperlukan tubuh untuk melakukan respon normal
terhadap stres, maka pasien dengan defisiensi kortisol tidak dapat menahan stres bedah,
anastesi, trauma maupun infeksi.8
Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit. Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium (Na+) dan
mengeluarkan potassium (K+). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan ekskresi
sodium, sehingga dapat menimbulkan terjadinya hipotensi dan takikardi postural.
Berkurangnya volume intravaskular dan tekanan arteriol aferen ginjal merangsang
pelepasan renin dan meningkatkan pembentukan angiotensin II. Namun, karena korteks
adrenal rusak, maka angiotensin II tidak dapat merangsang produksi aldosteron dan
memulihkan keadaanya ke kadar basal. Kadar renin yang tinggi dan aldosteron yang
rendah merupakan ciri defisiensi aldosteron primer.8
Defisiensi androgen dapat memengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan pubis.
Efek ini tertutupi pada laki-laki, yang memiliki androgen testis untuk menimbulkan efek
metabolik androgenik. Pada perempuan, insufisensi adrenal menyebabkan hilangnya
rambut ketiak dan pubis sekurang-kurangnyarambut diekstremitas.8
Insufisiensi adrenal sekunder terjadi apabila terdapat defisiensi ACTH atau CRH.
Defisiensi ini, menyebabkan berkurangnya sekresi kortisol dan akhirnya atrofi korteks
adrenal. Sekresi aldosteron kurang dipengaruhi dibandingkan dengan sekresi kortisol
karena sekresi aldosteron dikendalikan oleh renin-angiotensin. Namun, pada defisiensi
ACTH yang berkepanjangan dan atrofi adrenal, korteks adrenal mungkin menjadi
kurang peka terhadap angiotensin II sehingga akhirnya dapat terjadi defisiensi
aldosteron.8
Glukokortikoid
Difisiensi Androgen
Mineralkortikoid
(Aldosteron)
Hipofungsi Adrenokortikal
Penyakit Addison
SekunderKehilangan aliran darah ke hipofisis, , radiasi, operasi bagian pengangkatan hipotalamus, operasi pengangkatan kelenjar hipofisis
PrimerAutoimun, Infeksi kronis, sel kanker yang menyebar ke kelenkjar adrenal, pengangkatan jaringan kelenjar adrenal secara operasi
21
F. MANIFESTASI
KLINIS
Glukokortikoid
Difisiensi Androgen
Mineralkortikoid
(Aldosteron)
Gambar 3. Patofisiologi Insufisiensi adrenal
22
Gambar 4. Algoritma diagnosis insufisiensi adrenal10
Algoritma untuk mengevaluasi insufisiensi adrenal dapat dilihat pada skema
berikut. Plasma kortisol dipagi hari ( jam 8 pagi ) dibawah 3 g/dl mengkonfirmasi
adanya insufisiensi adrenal, dimana kadar kortisol plasma diatas 15 g/dl dapat
menyingkirkan diagnosis. Level kortisol 3 – 15 g/dl terdapat pada pasien dengan
insufisiensi adrenal primer, sekunder maupun tersier.11
24
Pasien kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan cosyntropin (cortosyn)
stimulation test (CST), dimana pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu
kapanpun. Dosis standar CST menggunakan injeksi 250 g intravena dengan kadar
plasma 30-60 menit kadar kortisol plasma. Normalnya, respon konsentrasi kortisol
plasma akan meningkat lebih dari 18 g/dl dalam 30 menit. Pasien dengan
defisiensi CRH hipotalamus (dalam 2-4 minggu setelah operasi pituitari) dapat
memberikan respon normal terhadap pemberian CST, dikarenakan kelenjar adrenal
yang tidak atrofi sehingga masih dapat memberikan respon terhadap stimulasi
ACTH. Peningkatan kadar ACTH terdapat pada keadaan insufisiensi adrenal
primer. Kadar ACTH yang rendah atau normal disertai kadar kortisol yang rendah
terdapat pada keadaan insufisiensi adrenal sekunder.11
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Uji ACTH: meningkat secara mencolok (primer) atau menurun
(sekunder). Tes skrining ini paling akurat untuk penyakit Addison.
Prosedurnya sebagai berikut: tetapkan kadar kortisol plasma basal,
kemudian berikan ACTH 250 mcg secara intravena, 45 menit kemudian
sampel darah diambil. Konsentrasi kortisol seharusnya lebih besar dari
pada 20 µg/dl. Kenaikan kurang dari 9 mcg dapat dipikirkan adanya
insufisiensi renal.12
2. Pemeriksaan laboratorium: Hasil-hasil laboratorium mencakup penurunan
konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia),
peningkatan konsentrasi kalium serum ( hiperkalemia) dan penigkatan
jumlah sel darah putih ( leukositois). Ureum/ kreatinin: mungkin
meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).10
3. CT scan Kepala
Pada pemeriksaan CT scan kepala dapat melihat kelainan disekitar
glandula pituiari seperti tumor yang mendesak hipotalamus-hipofisis
sehingga dapat menyebabkan insufisiensi adrenal sekunder atau adanya
lesi pada hipotalamus atau pituitari seperti cranioparhyngoma atau
pituitari adenoma.13
25
4. USG Abdomen
Pemeriksaan usg abdomen untuk melihat kelenjar adrenal apakah
terdapat perdarahan, atrofi atau adanya penyakit metastatis. Pada
perdarahan kelenjar adrenal dapat terlihat gambaran hiperdens dan
pembesaran kelenjar adrenal bilateral.13
5. Rontgen Thorax
Pada pemeriksaan rontgen thorax dapat melihat apakah terdapat bercak
infiltrat pada apex paru yang menandakan adanya tuberkulosis.
Pemeriksaan ini juga dapat melihat apakah terdapat histoplasmosis,
sarcoid dan limfoma. Tuberkulosis merupakan penyebab terjadinya
insufisiensi adrenal primer.13
6. Uji tuberkulin
Uji tuberkulin untuk menyingkirkan penyebab tuberkulosis pada
insufisiensi adrenal primer yang tidak terlihat pada pemeriksaan rontgen
thorax.13
26
MEDIKAMENTOSA8,13
- Insufisiensi adrenal primer
Glukokortikoid: Hidrokortison dimulai dengan dosis 20-25mg dalam 24 jam.
Sangat direkomendasikan untuk digunakan dibagi dalam dua atau tiga dosis, contoh;
15 mg dipagi hari setelah bangun tidur, 5mg 6 jam kemudian, atau 10 mg setelah
bangun tidur dilanjutkan 5mg 4 jam kemudian lalu 5mg 8jam kemudian.
Dikarenakan perbedaan pola fisiologis sekresi kortisol setiap individu. Pengukuran
kurva serum kortisol setiap hari untuk memonitor replacement therapy.
Mineralokortikoid: Fludokortison dimulai dengan dosis 100 g/dl dipagi hari
setelah bangun tidur.
Pemberian dosis hidrokortison >50 mg dalam 24 jam tidak memerlukan pemberian
mineralokortikoid karena pada dosis ini dapat dipastikan tercukupinya aktivasi
reseptor mineralokortikoid oleh kortisol.
Androgen: 25-50 mg single dose dipagi hari, pada wanita pertimbangkan
penambahan testosteron 300 g perhari. Dosis DHEA dimulai dengan 25mg
kemudian dinaikan menjadi 50 mg setelah 2-4 minggu. Kemudian dosis dibagi dua
bila muncul efek samping androgen yaitu kulit menjadi berminyak dan terdapat
bintik-bintik.
- Insufisiensi adrenal sekunder
Glukokortikoid: Hidrokortison 15-20 mg dalam 24 jam
Mineralokortikoid: Tidak perlu diberikan selama dosis hidrokortison > 50 mg per
24 jam dikarenakan pada gangguan hipotalamus-hipofisis sistem RAA masih dapat
dipertahankan.
Androgen: 25-50 mg single dose dipagi hari, pada wanita pertimbangkan
penambahan testosteron 300 g perhari.
NON MEDIKAMENTOSA8,13
- Meningkatkan asupan garam pada konsumsi mineralokortikoid dosis tinggi.
- Mengurangi respons stress (emosi, infeksi, trauma)
28
J. Komplikasi
1. Krisis adrenal
Krisis adrenal merupakan suatu insufisiensi adrenal akut yang timbul
mendadak biasanya disebabkan oleh penyakit atau stress yang berat. Gejala
klinis ditentukan oleh keadaan penyakit yang mendasarinya. Keadaan umum
yang buruk, disertai nyeri kepala, mual, muntah, diare dan hipotensi dapat
berlanjut sampai timbul syok atau kematian. Kerusakan adrenal dapat terjadi
karena toksin bakteri pada infeksi berat. Pada septikemia terutama oleh
meningokokus, dapat terjadi perdarahan adrenal bilateral akibat perdarahan
multipel disemua bagian tubuh (sindrom waterhouse-frederickson).
Insufisiensi adrenal akut juga dapat terjadi pada infeksi ringan, stres, pada
pasien dimana respon adrenal menurun karena sesuatu sebab atau gangguan
pelepasan ACTH akibat kerusakan hipofisis atau terapi kortikosteroid.14
2. Kolaps vaskular
Perubahan kadar elektrolit yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium
dan penyerapan kalium yang terus-menerus akan membuat volume
intravaskular berkurang yang dapat menyebabkan dehidrasi dan kolaps
vaskular.14
29
KESIMPULAN
Seorang anak perempuan usia 17 tahun datang dengan keluhan mual muntah
sejak 1 hari masuk RS pada tanggal 1 agustus 2015. Dari anamnesis didapatkan
muntah dirasakan lebih dari 5 kali terutama setelah makan. Pasien juga mengeluh
perut terasa perih dan belum BAB sejak 4 hari. Pasien menyangkal adanya
penurunan nafsu makan namun pasien merasa terjadi penurunan berat badan terus
menerus. Pasien mengeluh belum pernah menstruasi dan rambut pubis baru tumbuh
kurang lebih 6 bulan yang lalu.Orangtua pasien menyangkal adanya penurunan
prestasi belajar. Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan status gizi underweight
dengan berat badan 19kg, tinggi badan 130 cm dan BMI 11,24 kg/m2. Pada
pemeriksaan kepala pada mata terdapat konjungtiva pucat, pada pemeriksaan dada
payudara belum tumbuh dan pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan
epigastrium (+). Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil dalam batas
normal. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang berupa darah rutin dan
didapatkan hasil anemia normositik normokrom, leukositosis, peningkatan LED dan
azotemia. Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesan gastritis dan pada
pemeriksaan rontgen thoraks cor dan pulmo dalam batas normal. Pada pasien telah
diberikan terapi Sucralfat syrup 3x1 sendok the, ambroxol 3x1, Injeksi omz 1
vial/hari, injeksi ondansetron 1 ampul dan ranitidin 1 ampul. Pada tanggal 6 agustus
seharusnya dilakukan pemeriksaan EGD namun pasien menolak. Pada tanggal 7
agustus keluhan sudah mulai perbaikan namun batuk masih tetap ada dan berdahak.
Pada tanggal 8 agustus pasien sudah diperbolehkan pulang.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sperling MA. Adrenal Insufficiency. Dalam: Thomas Moshang, Pediatric
Endocrinology, 2nd Ed. Saunders Company; Winscounsin, 2003: 385-412
2. Ganong WF. Medula dan korteks adrenal. Dalam: Ganong WF. Editor.
Fisiologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC,
1983;309-34
3. Kay SM. Adrenal Glands. Avaialble at:
http://emedicine.medscape.com/article/940347-overview#a3 (cited at
August 12, 2015).
4. Mariadi IK, Gotera W. Insufisiensi adrenal pada pasien dengan penyakit
kritis. J Peny Dalam 2007;8(1):p.93
5. Loriaux DL. Adrenocortical Insufficiency. In: Becker KL. Principles and
practice of endocrinology and metabolism 3rd Ed. Philadelphia: Lippincot
william&wilkins. 2001; p.735-40
6. Adrenal insufficiency and Addison's disease. National Institute of
Diabetes and Digestive Health and Kidney Disease.
http://endocrine.niddk.nih.gov/pubs/addison/addison.aspx. Accessed Aug.
20, 2012.
7. Nieman LK. Causes of primary adrenal insufficiency in adults (Addison's
disease). http://www.uptodate.com/index. Accessed Aug. 20, 2012.
8. Schteingart DE. Insufisiensi Adrenal. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi Jilid II. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.p.1254-6.
9. Addison Disease. Available at: http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/addisons-disease/basics/symptoms/con-20021340 (cited at:
August 15, 2015).
10. Arlt W. The approach to the adult with newly doagnosed adrenal
insufficiency. Avaialble at:
http://press.endocrine.org/doi/pdf/10.1210/jc.2009-0032 ( cited at:
September 6, 2015).
31
11. Loachimescu AG. Disesase of the adrenal gland. Available at:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/
endocrinology/diseases-of-the-adrenal-gland/ (cited at: 22 August 2015)
12. Griffing GT. Addison Disease. Avaialble at:
http://emedicine.medscape.com/article/116467-workup (cited August 24
2015).
13. Griffing GT. Addison Disease. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/116467-workup#c4 (cited at: 25
August 2015).
14. Pilian S. Penyakit korteks adrenal lainnya. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009;p. 2072
32