LAPORAN KASUS

34
STATUS PASIEN I. KETERANGAN UMUM - Nama : Tn. Y - Jenis Kelamin : laki-laki - Usia : 44 Tahun - Alamat : Kp. Sirnasari, Des. Sariwangi rt/rw 001/003, Singaparna - Agama : Islam - Status : Menikah - Pekerjaan : Wiraswasta - Penghasilan : Cukup - Pendidikan terkhir : SMP - Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 19 Juni 2014 II. ANAMNESIS Keluhan Utama Kontrol kemoradiasi karsinoma nasofaring Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poli THT-KL untuk meminta rujukan guna melanjutkan terapi kemoradiasi di RSHS yang sempat tertunda ± 1 bulan karena kondisinya tidak stabil. Pasien mengeluhkan hidung dan bibirnya kering terasa kering rambutnya rontok sampai kepalanya gundul setelah mendapatkan terapi. Riwayat Penyakit Dahulu ± 4 tahun yang lalu pasien pernah divonis menderita tumor di leher kirinya dan disarankan untuk di rujuk ke RSHS, karena terkendala biaya, ia pun tidak melakukan 1

description

LAPKAS THT

Transcript of LAPORAN KASUS

STATUS PASIENI. KETERANGAN UMUM Nama : Tn. Y Jenis Kelamin: laki-laki Usia: 44 Tahun Alamat: Kp. Sirnasari, Des. Sariwangi rt/rw 001/003, Singaparna Agama: Islam Status: Menikah Pekerjaan: Wiraswasta Penghasilan: Cukup Pendidikan terkhir: SMP Tanggal Pemeriksaan: Kamis, 19 Juni 2014

II. ANAMNESIS Keluhan UtamaKontrol kemoradiasi karsinoma nasofaring

Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke Poli THT-KL untuk meminta rujukan guna melanjutkan terapi kemoradiasi di RSHS yang sempat tertunda 1 bulan karena kondisinya tidak stabil. Pasien mengeluhkan hidung dan bibirnya kering terasa kering rambutnya rontok sampai kepalanya gundul setelah mendapatkan terapi.

Riwayat Penyakit Dahulu 4 tahun yang lalu pasien pernah divonis menderita tumor di leher kirinya dan disarankan untuk di rujuk ke RSHS, karena terkendala biaya, ia pun tidak melakukan pengobatan ke bandung tetapi dioprasi di salah satu RS Swasta di Tasikmalaya tahun 2010.Pada bulan januari 2014, pasien datang ke Poli THT dengan keluhan keluar darah dari hidung beberapa jam SMRS yang timbul tiba-tiba, berwarna segar, dan terus-menerus mengalir. Hal ini baru pertama kali dialami pasien. Ia pun mengeluhkan adanya benjolan di leher sebelah kirinya, terasa nyeri membuat membuat ia susah bernafas. Selain itu, ia juga sering mengeluhkan hidung sering tersumbat tetapi tidak meler, bersin-bersin, penurunan penghidu disangkal pasien. Perubahan pada penglihatannya disangkal. Beberapa waktu kemudian semenjak mengalami keluhan di atas, pasien juga mengeluhkan pendengarannya agak mengurang dan sering ada seperti suara berdengung yang kadang disertai dengan pusing seperti berputar. Namun ia menyangkal adanya riwayat keluar cairan/darah dan nyeri di telinganya. Serta mengeluh adanya rasa mengganjal di tenggorokan namun tidak disertai susah menelan, sakit menelan, suara serak, bau mulut dan riwayat benturan di daerah leher disangkal pasien.

Riwayat Penyakit KeluargaMenurut pasien, neneknya meninggal karena menderita benjolan di lehernya yang menurut keluarganya benjolan itu adalah tumor ganas

Riwayat PengobatanPasien sedang menjalankan terapi kemoradiasi yang baru menyelesaikan beberapa tahap, pasien tidak mengetahui percis jumlah dan jenis obat yang ia dapatkan. Pengobatnya sempat terhenti 1 bulan karena kondisi fisiknya kurang baik.

Riwayat HabituasiSebelum divonis menderita tumor, ia sering merokok 1 bungkus/hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan Umum: tampak sakit ringan Kesadaran: compos mentis

Vital Sign: TD: 130/80 mmHg- Respirasi : 22x/ menit Nadi: 94x/menit- Suhu : 37.20C

Kepala: rambut rontok, mukosa bibir kering Leher: sikatrik 2 jari dibawah regio sumbamandibularis sinistra Thorax: DBN Abdomen: DBN Ekstrremitas: DBN Neurologi: DBN

Status lokalis TelingaBagianKelainanAuris

DekstraSinistra

PreauriculaKelainanRadang dan tumorTrauma------

AuriculaKelainanRadang dan tumorTrauma------

RetroauriculaEdemaHiperemisNyeri tekanSikatriksFistulaFluktuasi------------

Canalis Acusticus EksternusKelainan kongenitalKulitSekretSerumen

EdemaJaringan granulasiMassakolesteatoma-DBN-(+) 2/3 bag. Dalam-----DBN--

----

Membran TimpaniWarna

Intak

CahayaSelit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilaiPutih seperti mutiara

Intak

Arah jam 7

Tes PendengaranPemeriksaanAuris

DekstraSinistra

Tes Rinne(+)(+)

Tes WebberTidak ada lateralisasi

Kesan:Telinga kanan dan kiri dalam batas normal HidungPemeriksaanNares

DekstraSinistra

Keadaan luarBentuk dan ukuranKeringKering

Rhinoskopi AnteriorMukosaSekretKrustaConcha InferiorSeptumPolip/TumorPasase udaraDBN--DBNDBN-DBNDBN--DBNDBN-DBN

Rhinoskopi PosteriorMukosa

DBN

DBN

KhoanaDBN

Sekret--

Torus tubariusFossa rosenmullerAdenoidSulit dinilai

TenggorokBagianKelainanKeterangan

MulutMukosa mulutLidahPalatum molleBibir KeringDBNDBN

Gigi Geligi8 7 6 5 4 3 2 11 2 3 4 5 6 7 8

DBNDBN

UvulaHalitosisDBN-

TonsilMukosaBesarKriptaDentritusPerlengketanDBNT1Tidak melebar--DBNT1Tidak melebar--

FaringMukosaGranulasiPost nasal dripDBNDBN--

IV. RESUMEa. Anamnesis RPSRPD

Telinga

(-)- Hearing Loss ( + )- Tinitus ( + ) - Vertigo ( + )- Otalgia ( - )- Otorea ( - )

Hidung, Mulut- mukosa hidung kering (+)-Mukosa bibir kering (+)

Epistaksis (+) Sumbatan ( +) Rhinorea ( - ) Bersin ( - ) Nyeri daerah muka dan kepala ( - ) nosmia/Hiposmia ( - )

Tenggorok, Leher

(-)- sesak napas ( + )- Rasa mengganjal di tenggorok ( - ) - Odinofagia ( - )- Disfagia ( - )- Afoni/Disfoni ( - )- Halitosis ( - )

b. Pemeriksaan Fisik Status generalis : KU: Baik

Status lokalis: ADS: serumen AD CN: mukosa kering NPOP: Xerostomia (+) MF: Alopecia Leher: sikatrik 2 jari dibawah regio sumbandibullaris sinistra

V. DIAGNOSIS BANDING Karsinoma Nasofaring + Serumen AD

VI. DIAGNOSIS KERJA Karsinoma Nasofaring + Serumen AD

VII. USULAN PEMERIKSAANUntuk evaluasi : Foto Rongent Thoraks PA USG Abdomen Bone Scintigraphy

VIII. PENATALAKSANAANa. Umum: Istirahat yang cukup Ekstraksi serumen AD

b. Medikamentosa : Lanjutkan Kemoradiasi Radiasi dosis 6600 7000 rad Ciplatin 5-TFU Methotrexate

IX. PROGNOSISa. Quo ad vitam: bubia ad bonamb. Quo ad functional: dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKAI. Anatomi nasofaringSesuai dengan letaknya, faring dibagi menjadi: Nasofaring Orofaring Laringofaring

II. Pengertian Karsinoma NashopharingAdalah tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring pertama kali dikemukakan oleh Regoud dan Schmincke pada tahun 1921.

III. Etiologi dan Faktor PredisposisiDiduga bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan tite anti-virus EB yang cukup tinggi. Tapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, radiasi, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, infeksi kuman atau parasit.

IV. Gejala KlinisGejala karsinoma nasofaring dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :1. Gejala nasofaring Epistaksis ringan, pilek lama, sumbatan hidung,

2. Gejala telinga Tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia) dan penurunan pendengaran

3. Gejala mata Diplopia, stabismus4. Gejala saraf Ke foramen lacerum : mengenai saraf otak ke III, IV, VI. Dan dapat pula ke V. Sehingga tidak jarang ada keluhan diplopia atau neuralgia trigeminal. Ke foramen jugular : mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII (sindroma parotideum). Bisa timbul keluhan sulit menelan, regurgitasi, bindeng, paralisis N. IX, atau NXII.

V. KlasifikasiKlasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.

VI. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan histopatologi Biopsi cucian, hisapan, sikatan Pemeriksaan radiologi Foto tengkorak (waters, AP, Lateral, Dasar Tengkorak) CT-scan/MRI Foto Thoraks PA USG abdomen Bone scintigraphy Pemeriksaan imunologi Pemeriksaan IgA anti-EA (early antigen) dan IgA anti-VCA (Viral Capsid Antigen) untuk infeksi EBV dalam mendeteksi Ca Nasofaring.

VII. Stadium TNMPenentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (2002):

T= Tumor PrimerT0= Tidak tampak tumorT1= Tumor terbatas di nasofaringT2= Tumor meluas ke jaringan lunakT2a: Perluasan tumor ke orofaring dan / atau ronggo hidung tanpa perluasan ke parafaringT2b: Disertai perluasan ke parafaringT3= Tumor menginvasi struktur tulang dan / atau sinus paranasalT4= Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa intratemporal, hipofaring, orbita atau ruanga mastikator.

N= Pembesaran kelenjar getah bening regionalNx= pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilaiN0= tidak ada pembesaran N1= metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa sipraclaviculaN2= metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, diatas fossa supraclavicula.N3= Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau terletak didalam fossa supravlavicula.N3a= Ukuran < 6 cmN3b= Ukuran > 6 cm

M= metastasis jauhMx= metastasis jauh tidak dapat dinilaiM0= tidak ada metastasis jauhM1= terdapat metastasis jauh

Stadium 0T1sN0M0

Stadium IT1N0M0

Stadium IIAT2aN0M0

Stadium IIBT1T2aT2bN1N1N0, N1M0M0M0

Stadium IIIT1T2a, T2bT3N2N2N2M0M0M0

Stadium IvaT4N0, N1, N2M0

Stadium IvbSemua TN3M0

Stadium IVcSemua TN0M1

VIII. Penatalaksanaan Stadium 1: Radioterapi Stadium 2 dan 3: KemoradiasiStadium 4 dengan N< 6 cm: kemoradiasiStadium 4 dengan N> 6 cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi

1) RadioterapiSampai saat ini masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit-penyakit maligna dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat, karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting.Radiasi pada jaringan dapat menumbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ dan OH- yang sangat reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom, sehingga dapat terjadi:a. Rantai ganda DNA pecahb. Perubahan cross-linkage dalam rantai DNAc. Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian seldosis lethal dan kemampuan reparasi kerusakan pada sel-sel kanker lebih banyak yang mati dan yang tetap rusak dibandingkan dengan sel-sel normal.Sel-sel yang masih tahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNA-nya sendiri-sendiri. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat dari sel kanker. Keadaan ini dipakai sebagai dasar untuk radioterapi pada kanker.Pada Kongres Radiologi Internasional ke VIII tahun 1953, ditetapkan RAD (Radiation Absorbed Dose) sebagai banyaknya energi yang di serap per unit jaringan. Saat ini unit Sistem Internasional ( SI ) dari dosis yang di absorpsi telah diubah menjadi Gray (Gy) dan satuan yang sering dipakai adalah satuan centi gray (cGy).1 Gy= 100 rad1 rad= 1 cGy = 10-2 GyHasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% - 100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka ketahanan hidup penderita karsinoma nasofaring tergantung beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah stadium penyakit.Qin dkk, melaporkan angka harapan hidup rata-rata 5 tahun dari 1379 penderita yang diberikan terapi radiasi adalah 86%, 59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV

a. Persiapan / Perencanaan Sebelum RadioterapiSebelum diberi terapi radiasi, dibuat penentuan stadium klinik, diagnosis histopatologik, sekaligus ditentukan tujuan radiasi, kuratif atau paliatif. Penderita juga dipersiapkan secara mental dan fisik. Pada penderita, bila perlu juga keluarganya diberikan penerangan mengenai perlunya tindakan ini, tujuan pengobatan, efek samping yang mungkin timbul selama periode pengobatan. Pemeriksaan fisik dan laboratorium sebelum radiasi dimulai adalah mutlak. Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi kurang atau demam tidak diperbolehkan untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang mengancam hidup penderita, seperti obstruksi jalan makanan, perdarahan yang masif dari tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan trombosit 100.000 per uL.

b. Penentuan batas-batas lapangan radiasiTindakan ini merupakan salah satu langkah yang terpenting untuk menjamin berhasilnya suatu radioterapi. Lapangan penyinaran meliputi daerah tumor primer dan sekitarnya / potensi penjalaran perkontinuitatum serta kelenjar-kelenjar getah bening regional.Untuk tumor stadium I dan II, daerah-daerah dibawah ini harus disinari : 1. Seluruh nasofaring 2. Seluruh sfenoid dan basis oksiput 3. Sinus kavernosus 4. Basis kranii, minimal luasnya 7 cm2 meliputi foramen ovale, kanalis karotikus dan foramen jugularis lateral. 5. Setengah belakang kavum nasi 6. Sinus etmoid posterior 7. 1/3posterior orbit 8. 1/3 posterior sinus maksila9. Fossa pterygoidea 10. Dinding lateral dan posterior faring setinggi fossa midtonsilar 11. Kelenjar retrofaringeal 12. Kelenjar servikalis bilateral termasuk jugular posterior, spinal aksesori dan supraklavikular

Apabila ada perluasan ke kavum nasi atau orofaring ( T3 ) seluruh kavum nasi dan orofaring harus dimasukkan dalam lapangan radiasi. Apabila perluasan melalui dasar tengkorak sudah mencapai rongga kranial, batas atas dari lapangan radiasi terletak di atas fossa pituitary. Apabila penyebaran tumor sampai pada sinus etmoid dan maksila atau orbit, seluruh sinus atau orbit harus disinari. Kelenjar limfe sub mental dan oksipital secara rutin tidak termasuk, kecuali apabila ditemukan limfadenopati servikal yang masif atau apabila ada metastase ke kelenjar sub maksila.Secara garis besar, batas-batas lapangan penyinaran adalah: Batas atas : meliputi basis cranii, sella tursica masuk dalam lapangan radiasi Batas depan: terletak belakang bola mata dan koana Batas belakang: tepat dibelakang meatus akusticus eksternus, kkecuali bila terdapat pembesaran kelenjar maka batas belakang harus terletak 1 cm dibelakang kelanjar yang teraba. Batas bawah: terletak pada tepi atas kartilago tiroidea, batas ini berubah bila didapatkan pembesaran kelenjar leher, yaitu 1 cm lebih rendah dari kelenjar yang teraba. Lapangan ini mendapat radiasi dari kiri dan kanan penderita.

c. Sinar untuk radioterapiSinar yang dipakai untuk radioterapi adalah:1. Sinar alfaSinar alfa ialah sinar korpuskuler atau partikel dari inti atom. Inti atom terdiri dari proton dan neutron. Sinar ini tidak dapat menembus kulit dan tidak banyak dipakai dalam radioterapi2. Sinar betaSinar beta ialah sinar elektron. Sinar ini dipancarkan oleh zat radioaktif yang mempunyai energi rendah. Daya tembusnya pada kulit terbatas, 3-5 mm. Digunakan untuk terapi lesi yang superfisia3. Sinar gammaSinar gamma ialah sinar elektromagnetik atau foton. Sinar ini dapat menembus tubuh. Daya tembusnya tergantung dari besar energi yang menimbulkan sinar itu. Makin tinggi energinya atau makin tinggi voltagenya, makin besar daya tembusnya dan makin dalam letak dosis maksimalnya

d. Teknik radioterapiAda 3 cara utama pemberian radioterapi, yaitu:1. Radiasi Eksterna/TeleterapiSumber sinar berupa aparat sinar-X atau radioisotop yang ditempatkan di luar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang akan diberi radiasi. B

2. Radiasi Interna/ BrachiterapiSumber energi ditaruh di dalam tumor atau berdekatan dengan tumor didalam rongga tubuh. Ada beberapa jenis radiasi interna:

3. IntravenaLarutan radioisotop disuntikkan ke dalam vena. Misalnya yang disuntikkan IV akan diserap oleh tiroid untuk mengobati kanker tiroid.

e. Dosis radiasiAda 2 jenis radiasi, yaitu:1. Radiasi KuratifDiberikan kepada semua tingkatan penyakit, kecuali pada penderita dengan metastasis jauh. Sasaran radiasi adalah tumor primer, KGB leher dan supra klavikular. Dosis total radiasi yang diberikan adalah 6600-7000 rad dengan fraksi 200 rad, 5 x pemberian per minggu.Setelah dosis 4000 rad medulla spinalis di blok dan setelah 5000 rad lapangan penyinaran supraklavikular dikeluarkan.

2. Radiasi PaliatifDiberikan untuk metastasis tumor pada tulang dan kekambuhan lokal. Dosis radiasi untuk metastasis tulang 3000 rad dengan fraksi 300 rad, 5 x per minggu. Untuk kekambuhan lokal, lapangan radiasi terbatas pada daerah kambuh.

f. Respons radiasiSetelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan kriteria WHO : Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang besar. Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih. No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap. Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih

g. Komplikasi radioterapiKomplikasi radioterapi dapat berupa:1. Komplikasi diniBiasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti: Xerostomia Mukositis Dermatitis Eritema Mual-muntah Anoreksia 2. Komplikasi lanjutBiasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti: Kontraktur Gangguan pertumbuhan dll

2) KemoterapiKemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.Obat-obat kemoterpi berfungsi menurunkan pertumbuhan kanker dan membunuh sel-sel kanker.Jenis obat-obat kemoterapi:1. Cisplatin (Carboplatin, Oxaliplatin)Cisplatin merupakan obat utama dan paling sering sering dipakai pada terapi kanker kepala dan leher. Cisplatin biasanya diberikan dalam waktu 2-6 jam dengan dosis 60-120 mg/m2. Efek toksik pada renal biasanya terjadi, termasuk terjadinya azotemia moderat, kebocoran elektrolit khususnya magnesium dan potassium. Efek toksik lainnya adalah mual dan muntah, neurotoksik perifer, ototoksik, dan mielosupresi yang terjadi setelah diberikan beberapa kali kemoterapi. Dosis pemberian berkisar 60-120 mg/m2 yang diberikan setiap 3-4 minggu dengan respon parsial lebih kurang 15-30 %. Karena efek toksik cisplatin, khususnya efek nefrotoksik dan neurotoksik, telah dikembangkan analog obat ini dengan tujuan mempertahankan efek antitumornya dan mengurangi efek toksiknya. Contohnya adalah carboplatin yang mempunyai efek neorotoksik dan nefrotoksik yang lebih kecil. Keuntungan lainnya adalah cara pemberian yang lebih mudah. Karena efek mual dan muntahnya lebih kecil, carboplatin dapat diberikan tanpa perawatan dan hidrasi yang ketat.Aktifitas antitumornya sedikit lebih kecil dibandingkan cisplatin. Carboplatin saat ini banyak dipakai, khususnya untuk tujuan palliatif, dimana efek samping yang minimal dan waktu rawatan yang singkat diperlukan. Contoh obat turunan lainnya adalah oxaliplatin yang saat ini dalam uji klinis untuk terapi kanker kepala dan leher.

2. 5-FluororasilMekanisme kerja obat ini adalah menghambat enzim thymidylate sinthase dan konversi uridine menjadi thymidine. Sel akan kekurangan thymidine dan tidak dapat mensintesa DNA. Banyak obat-obatan lain yang dapat berinteraksi dengan 5-fluorouracil dan menimbulkan efek yang lebih baik. Efek sampingnya antara lain mielosupresi, mucositis, diare, dermatitis, dan cardiac toksik. Penggunaan intravena secara tunggal mempunyai efek yang terbatas.

3. MethotrexateMethotrexate adalah antimetabolit yang mempengaruhi metabolisme folate intraseluler dengan cara berikatan dengan dengan enzim dyhidrofolate reduktase. Ini akan menghambat konversi asam folat menjadi etrahydrolate. Hasilnya adalah pengurangan jumlah folat dalam sel dan penghambatan sintesis DNA. Obat ini aktif hanya selama siklus sel fase S. Hal ini secara selektif akan menyebabkan perubahan jaringan menjadi lebih cepat.Efek samping methotrexate dapat diminimalisir dengan pemberian folat dalam bentuk leucovirin dalam waktu 36 jam setelah pemberian obat. Untuk pemberian tunggal methotrexate biasanya diberikan dalam dosis mingguan 40-50 mg/m2. Reaksi toksik dapat berupa myelosupresi, mucositis, mual, muntah, diare dan fibrosis hepar. Lesi pada renal terjadi pada pemberian dosis tinggi. Methotrexate menghasilkan tingkat respon parsial lebih kurang 10% dengan durasi respon 1-6 bulan.

4. Paclitaxel dan DocetaxcelPaclitaxel dan Docetaxel merupakan obat yang paling efektif melawan kanker kepala dan leher. Paclitaxel pada awalnya didapat dari kulit pohon yew Pacific, tetapi saat ini sudah dibuat sintetis. Golongan taxane ini menstabilkan polimerisasi tubulin dan menghambat pemisahan sel. Docetaxel mempunyai aktivitas yang hampir sama dengan Paclitaxel. Kedua obat ini dianggap sebagai lini pertama pengobatan kanker kepala dan leher tingkat lanjut. Secara lokal dimana vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Karsinoma sel skuamosa biasanya sangat sensitif terhadap kemoterapi ini.

Katagori pemberian kemoterapi dibagi menjadi 3:1. Kemoterapi adjuvanPemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi. Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata: Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif. Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara makroskopis. Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena tingginya resiko kekambuhan dan metastasis jauh)

2. Kemoterapi neoadjuvanPemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian sitostatika lebih awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan tumor yang sensitif sehingga setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani dengan radiasi.Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada saat terdapat sel tumor yang resisten. Vaskularisasi intak sehingga perjalanan ke daerah tumor lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya akan memberi hasil yang lebih baik jika diberikan pada tumor berukuran lebih kecil. Teori ini dapat disingkirkan karena akan terjadi peningkatan efek samping, durasinya, dan beban biaya perawatan yang meningkat. Dan yang lebih penting, sel yang bertahan setelah kemoterapi akan menjadi lebih tidak respon setelah dilakukan radioterapi sesudahnya. Alasan praktis penggunaan kemoterapi adjuvan adalah usaha untuk meningkatkan kemungkinan preservasi organ dan kesembuhan.Regimen kemoterapi yang diberikan cisplatin 100 mg/m2 dengan kecepatan infus 15-20 menit perhari yang diberikan dalam 1 hari dan 5-FU 1000 mg/m2/hari secara intra vena, diulang setiap 21 hari. Sebelum pemberian Cisplatin diawali dengan hidrasi berupa 1.000 mL saline 0,9% natrium. Manitol 40 g diberikan bersamaan dengan cisplatin infus. Setelah pemberian cisplatin, dilakukan pemberian 2.000 mL 0,9% natrium garam mengandung 40 mEq kalium klorida. Pasien diberikan antimuntah sebagai profilaksis yang terdiri dari 5-hydroxytryptamine-3 reseptor antagonis ditambah 20 mg deksametason. Berdasarkan penelitian pemberian neoadjuvan kemoterapi dalam 2-3 siklus yang diberikan setiap 3 minggu dengan syarat bila adanya respon terhadap kemoterapi.

3. Kemoterapi concurrentKemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis kemoterapi yang diberikan lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer. Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF ternyata dapat meningkatkan hasil terapi terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps. Hasil penelitian menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala dan leher termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin dapat bertindak sebagai agen sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal optimal cisplatin masih belum dapat dipastikan, namun pemakaian sehari-hari dengan dosis rendah, pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis menengah, atau 1 kali 3 minggu dengan dosis tinggi telah banyak digunakan.Agen kemoterapi telah digunakan pada pasien dengan rekarens lokal dan metastatik jauh. Agen yang telah dipakai yaitu metothrexat, bleomycin, 5 FU, cisplatin dan carboplatin merupakan agen yang paling efektif dengan respon berkisar 15-31%. Agen aktif yang lebih baru meliputi paklitaxel dan gemcitibine.

3) OperasiTindakan operasi ada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.

IX. Komplikasi Petrosphenoid sindrom Tumor tumbuh ke atas menuju dasar tengkorak melalui foramen laserum sampai sinus kavernosus menekan N. III, N. IV. N.VI juga menekan N. II yang memberikan kelainan. Retroparidean sindrom Tumor tumbuh ke depan ke arah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrasi sekitarnya. Tumor ke samping dan belakang menuju ke arah daerah parapharing dan retripharing dimana ada kelenjar getah bening. Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N.XI, N. XII.

X. Prognosis

Stadium dini : 5 tahun angka harapan hidup 70-80%Stadium lanjut: 5 tahun angka harapan hidup 15-25%

Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti: Stadium yang lebih lanjut Usia lebih dari 40 tahun Laki-laki dari pada perempuan Ras Cina dari pada ras kulit putih Adanya pembesaran kelenjar leher Adanya kelumpuhan saraf otak dan adanya kerusakan tulang tengkorak Adanya metastasis jauh.

Daftar Pustaka

1. Wibowo D.S. et Paryana W. Anatomi Tubuh Manusia. Bandung. 2007. Hal 557-559.2. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan lehar. Jakarta : 2007. Hal 182-187.3. Asroel A.Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring. Di unduh dari http://library.usu.ac.id. Tahun 2002.4. Muhammad Yunus, Ramsi Lutan. Efek samping radioterapi pada pengobatan karsinoma nasofaring. Referat. Medan : FK USU, 2000.h. 1-16.5. R amsi Lutan, Nasution YU. Karsinoma nasofaring. Dalam : Program & abstrak PITIAPI. Medan : FK USU, 2001.h. 9-25. 6. Abdul Rasyid. Karsinoma nasofaring : penatalaksanaan radioterapi. Tinjauan pustaka. Dalam : Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. XXXIII No.1. Medan : FK USU, 2000. h. 52-8.7. Firdaus M Abduh. Kemoterapi Neoadjuvan pada Karsinoma Nasofaring. Di unduh dari http://repository.unand.ac.id. Tahun

5