laporan kasus

55
Feberuari 2013 LAPORAN KASUS PSIKIATRI Oleh: Atika Meilandari 04108705036 Nur Liyana Bt Alias 04114708099 Okta Kurniawan Saputra 04081001065 Prayuda Tri Sukardi 54081001051 Pembimbing : dr. Bintang Arroyantri BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Transcript of laporan kasus

Page 1: laporan kasus

Feberuari 2013

LAPORAN KASUS PSIKIATRI

Oleh:

Atika Meilandari 04108705036

Nur Liyana Bt Alias 04114708099

Okta Kurniawan Saputra 04081001065

Prayuda Tri Sukardi 54081001051

Pembimbing : dr. Bintang Arroyantri

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RUMAH SAKIT Dr. ERNALDI BAHAR TAHUN 2013

Page 2: laporan kasus

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul..............................................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................................1

Bab II Tinjauan Pustaka.................................................................................................2

Bab III Laporan Kasus....................................................................................................13

Daftar Pustaka..............................................................................................................36

1

Page 3: laporan kasus

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis

atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

pertimbangan pengaruh genetic, fisik dan social budaya.

Hampir 1% penduduk dunia menderita psikotik selama hidup mereka dan

di amerika serikat, penderita psikotik lebih dari 2 juta orang. Skizofrenia lebih

sering terjadi pada populasi urban dan kelompok social ekonomi rendah, hal ini

mungkin kecendrungan “terpuruk”.

Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan –

perubahan. Sebelum Kraeplin (1856 – 1926) tidak ada kesatuan pendapat

mengenai berbagai gangguan jiwa yang sekarang dinamakan Skizofrenia.

Kraeplin adalah seorang ahli kedokteran jiwa di kota munich dan ia

mengumpulkan gejala – gejala serta sindrom itu dan menggolongkannya dalam

satu kesatuan yang dinamakan dementia prekox. Ia lukiskan dengan tepat sekali

gejala – gejala gangguan ini dan membuat suatu klasifikasi yang masih dipakai

sampai sekarang. Selain kraeplin, masih banyak lagi teori lain yang menganalisis

etiologi dari skizofrenia.

Lima tahun terakhir telah membawa kemajuan besar dalam mengerti

skizofrenia di dalam tiga bidang. Pertama, kemajuan teknik pencitraan otak.

Kedua, setelah perkenalan clozapine (Clozaril), suatu antipsikotik atipikal dengan

efek samping neurologis yang minimal, terdapat sejumlah besar penelitian tentang

obat antipsikotik atipikal lainnya, khususnya risperidone dan remoxipride. Ketiga,

saat terapi obat mengalami kemajuan dan saat dasar biologis yang kuat untuk

skizofrenia semakin dikenal luas, terdapat peningkatan minat pada faktor

psikososial yang mempengaruhi skizofrenia, termasuk yang mempengaruhi onset,

relaps, dan hasil terapi.

2

Page 4: laporan kasus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai

oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi),

dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan

hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku.2

Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe

paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan

residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan

deterioratif sederhana.3 Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke

dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci

(undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia. 4

2.2 Epidemiologi

Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti

skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun

dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada

orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000

penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang

dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia

belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe

skizofrenia.5

Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan

perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang

lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15

sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian

telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk

terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial

3

Page 5: laporan kasus

yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien

skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia

laki-laki.

Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara

historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah

lebih tinggi dari daerah lainnya.3

2.3 Etiologi

Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun

berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis

dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang mengintegrasikan

faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa

seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis) yang jika

dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres, memungkinkan

perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan dapat biologis (seperti

infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang penuh ketegangan).

Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu

banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan.

Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan

dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik

tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti

amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah

hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau

terlalu banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut.

Namun ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin

adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam

mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua,

beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin

meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka

panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas

awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.3

4

Page 6: laporan kasus

Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:

1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif

pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan

badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang

otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan

penting pada emosional, perilaku khususnya halusinasi pendengaran, waham

dan gangguan pikiran. Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin

ksususnya reseptor dopamin D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin

pathways menyebabkan gejala positif meningkat.

2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah

serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal dopamin

pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif pada

penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan terjadinya

penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral

prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal dopamin pathways

dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui

inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade

antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan dopamin pada mesokortikal

dapat memperbaiki gejala negatif atau mungkin gejala kognitif.

3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada

batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan bagian

dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di nigostriatal dopamin

pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan

pada penyakit parkinson yaitu rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun

hiperaktif atau peningkatan dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya

gangguan pergerakan hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.

4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah

hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal tuberoinfundibular

dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan penglepasan aktif

prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan inhibitor pelepasan

prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini akibat lesi atau

5

Page 7: laporan kasus

penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi peningkatan prolaktin yang

dilepas sehingga menimbulkan galaktorea, amenorea atau disfungsi seksual.4

Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti

mengenai hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat

antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa

peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas

noradrenergik.3

2.4 Gejala dan Diagnosis

Gejala dari skizofrenia paranoid berupa gejala “positif” dan “negatif” dari

skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas

menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan

dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti

dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan

diri dan kinerja sosial yang buruk.5 Gejala waham dan halusinasi dapat muncul

dan terutama waham curiganya.3

Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa skizofrenia.

Adapun menurut DSM-IV sebagai berikut:

A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan

untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika

diobati dengan berhasil):

1) Waham

2) Halusinasi

3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau

inkoherensi)

4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5) Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan

(avolition)

Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah

kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari

6

Page 8: laporan kasus

perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-

cakap satu sama lainnya.

B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset

gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai

sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan

untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan

yang diharapkan).

C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.

Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang

memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal

atau residual.

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan

skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan

karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang telah

terjadi bersama-sama gejala fase aktif atau (2) jika episode mood telah terjadi

selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat dibandingkan durasi

periode aktif dan residual.

E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum

F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif 3

Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):

a) – “thought eco” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama

tapi kualitasnya berbeda.

–“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk

ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

7

Page 9: laporan kasus

–“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya;

b) – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar, atau

– “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar

– “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke

pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan

khusus);

– “delusion perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

c) Halusinasi auditorik:

–Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilkau

pasien, atau

–Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai

suara yang berbicara) atau

–Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien

d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama

atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa

2.5 Diagnosa Banding

Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia

paranoid. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia residual

yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis yang

meyakinkan:

a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan

ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,

komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,

8

Page 10: laporan kasus

modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang

buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan

frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.5

2.6 Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe

skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol

pada pasien. Pada skizofrenia paranoid, gejala “positif” lebih menonjol, maka

adapun pengobatan yang disarankan kepada pasien obat-obat antipsikotik

golongan tipikal (CPZ, HLP).4

Obat Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis

yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan pada reseptor dopamin

tipe 2 serta antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati

gejala positif maupun negatif.3 Risperidon senyawa antidopaminergik yang jauh

lebih kuat, berbeda dengan klozapin, sehingga dapat menginduksi gejala

ekstrapiramidal juga hiperprolaktinemia yang menonjol. Meskipun demikian,

risperidon dianggap senyawa antipsikotik “atipikal secara kuantitatif” karena efek

samping neurologis ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.7

Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas

antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan antagonis

lemah pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1). Efek samping

berupa gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun mempunyai sifat antagonis

α-1 adrenergik yang bisa menimbulkan hipotensi ortostatik dan sedatif.6 Selain

itu, dilaporkan terjadinya agranulositosis dengan insiden 1-2% ditambah harganya

yang mahal. Klozapin adalah obat lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak

berespon terhadap obat lain yang sekarang ini tersedia.

9

Page 11: laporan kasus

Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri

dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi

individual. Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan

keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan

memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku

adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang

diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau menyimpang dapat diturunkan.

Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia.

Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasi

dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Setelah

pemulangan, topik penting yang dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses

pemulihan khususnya lama dan kecepatannya. Selanjutnya diarahkan kepada

berbagai macam penerapan strategi menurunkan stres dan mengatasi masalah dan

pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.

Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan

dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,

meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan

skizofrenia.

Psikoterapi individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Suatu

konsep penting didalam psikoterapi adalah perkembangan hubungan terapeutik

yang dialami psien adalah “aman”. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat

dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan

keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Ahli psikoterapi

sering kali memberikan interpretasi yang terlalu cepat terhadap pasien skizofrenia.

psikoterapi untuk seorang pasien skizofrenia harus dimengerti dalam hitungan

dekade, bukannya sesi, bulanan, atau bahkan tahunan. Di dalam konteks

hubungan profesional, fleksibilitas adalah penting dalam menegakkan hubungan

kerja dengan pasien. Ahli terapi mungkin akan makan bersama, atau mengingat

ulang tahun pasien. Tujuan utama adalah untuk menyampaikan gagasan bahwa

ahli terapi dapat dipercaya, ingin memahami pasien dan akan coba melakukannya

dan memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai manusia. Mandred

10

Page 12: laporan kasus

Bleuler menyatakan bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah dengan

menerima mereka bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat

dipahami dan berbeda dari ahli terapi.3

2.7 Prognosis

Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang.

Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor

prognosis spesifik di Tabel 2.13.

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset tidak jelas

Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pramorbid yang baik

Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood (terutama

gangguan depresif)

Perilaku menarik diri, autistik

Gejala positif Gejala negatif

Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia

Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk

Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma prenatal

Tidak ada remisi dalam 3 tahun

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun rata-rata

kematian orang yang menderita skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan

dengan populasi umum. Tingginya angka kematian berkaitan dengan kondisi

buruk di institusi perawatan yang berkepanjangan yang menyebabkan tingginya

angka Tuberkulosis dan penyakit menular lainnya. Namun, penelitian baru-baru

11

Page 13: laporan kasus

ini pada orang-orang skizofrenia yang hidup dalam masyarakat, menunjukkan

bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai penyebab utama kematian di negara

berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh diri, khususnya, telah

muncul sebagai masalah yang mekhawatirkan, karena risiko bunuh diri pada

orang dengan gangguan skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan di atas

10%, sekitar 12 kali lebih tinggi dari populasi umum. Sepertinya ada sebuah

peningkatan mortalitas untuk gangguan kardiovaskular juga, mungkin terkait

dengan gaya hidup yang tidak sehat, pembatasan akses perawatan kesehatan atau

efek samping obat antipsikotik.6

12

Page 14: laporan kasus

BAB III

LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA Nomor Status : 010195

FAKULTAS KEDOKTERAN Nomor Registrasi : 010195

UNIVERSITAS SRIWIJAYA Tahun : 2013

PALEMBANG Tanggal Masuk : 30/1/ 2013

Tanggal Meninggal : -

STATUS PASIEN JIWA

Nama : Jannah Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir/Umur : 27 Juli 1998/ 15 th Tempat Lahir : Palembang

Status Perkawinan : Belum menikah Warga Negara : Indonesia

Agama : Islam Suku Bangsa : Melayu

Tingkat Pendidikan : SMP Pekerjaan : Pelajar

Alamat dan nomor telepon keluarga terdekat pasien : Jl. Macan Lindungan, kel.

Bukit Baru, Kec. Ilir Barat I, Palembang

Dikirim Oleh : Ibu Kandung

Nama Mahasiswa & NIM :

Atika Meilandari 04108705036

Nur Liyana Bt Alias 04114708099

Okta Kurniawan Saputra 04081001065

Prayuda Tri Sukardi 54081001051

Dokter Supervisor / yang mengobati :

Bangsal: Cempaka

Kegiatan : Presentasi Kasus

MENGETAHUI

SUPERVISOR

( )

13

Page 15: laporan kasus

STATUS PRESENS TANGGAL : 4 Februari 2013

STATUS INTERNUS

Keadaan Umum

Sensorium : Compos mentis Suhu: 36,8oC Nadi : 76 x/m

Pernafasan : 20 x/m TD :120/70 mmHg Turgor : Baik

Status Gizi : Baik

Sistem Kardiovaskular : Tidak ada kelainan

Sistem Respiratorik : Tidak ada kelainan

Sistem Gastrointestinal : Tidak ada kelainan

Sistem Urogenital : Tidak ada kelainan

Kelainan Khusus : Tidak ada kelainan

STATUS NEUROLOGIKUS

Urat Syaraf Kepala (Panca Indera) : Tidak ada kelainan

Gejala Rangsang Meningeal : Tidak ada kelainan

Gejala Peningkatan Tekanan Intrakranial : Tidak ada kelainan

Mata : - Gerakan : Tidak ada kelainan

- Persepsi Mata : Tidak ada kelainan

- Pupil : Bentuk bulat sentral

Ukuran diameter 3mm

Refleks Cahaya (+)

- Refleks Kornea : (+)

- Pemeriksaan Oftalmpasienkopi : Tidak Dilakukan

Motorik : - Tonus : Tidak ada kelainan

- Koordinasi : Tidak ada kelainan

- Turgor : Tidak ada kelainan

- Refleks : Tidak ada kelainan

- Kekuatan : Tidak ada kelainan

Sensibilitas : Tidak ada kelainan

Susunan Syaraf Vegetatif : Tidak ada kelainan

Fungsi Luhur : Tidak ada kelainan

Kelainan Khusus : Tidak ada kelainan

14

Page 16: laporan kasus

PEMERIKSAAN LABORATORIUM YANG DIPERLUKAN

TIDAK DILAKUKAKN

____________________________________________________________________

PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAM (EEG)

TIDAK DILAKUKAN

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

BRAIN COMPUTERIZED TOMOGRAPHY SCANNING (CT-SCAN OTAK)

TIDAK DILAKUKAN

15

Page 17: laporan kasus

STATUS PSIKIATRIKUS

ALLOANAMNESIS (Boleh lebih dari satu sumber)

Diperoleh dari

Nama : Rubiah

Umur : 45 tahun

Alamat dan Nomor Telepon : Jl. Macan Lindungan, kel. Bukit Baru, Kec. Ilir

Barat I, Palembang

Pendidikan : SMA

Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung

Sebagai patokan dalam melakukan alloanamnesis, perhatikan petunjuk di

bawah ini :

Sebab utama membawa pasien ke Rumah Sakit Jiwa

Keluhan utama pasien dalam serangan gangguan sekarang (yang didengar oleh

keluarga/pemberi alloanamnesis)

Riwayat perjalanan penyakit sekarang dan yang sebelumnya

Riwayat dan gambaran kepribadian premorbid masa bayi, masa anak-anak, masa

remaja, dewasa, dan selanjutnya; gambaran ciri-ciri kepribadian premorbid

Riwayat perkembangan organobiologik, penyakit-penyakit yang pernah diderita

Riwayat pendidikan, pekerjaan, dan perkawinan

Keadaan sosial ekonomi pasien atau orang tuanya

Riwayat penyakit-penyakit di dalam keluarga (terutama gangguan jiwa atau

penyakit yang ada hubungannya dengan gangguan jiwa)

16

Page 18: laporan kasus

Sebab Utama : Mengoceh sendirian

Keluhan Utama : Tidak ada

Riwayat Perjalanan Penyakit:

± 3 tahun yang lalu, ayah os mendapat tawaran untuk bekerja di Jawa

Timur. Ayah os tidak membenarkan os dan ibu serta adik-adiknya ikut bersama.

Ayah os membawa semua pakainnya tanpa menyisakan satu pun.Os menangis dan

berkeras tetap mau seluruh keluarganya ikut bersama ayah os. Setengah bulan

kemudian os dimasukkan ke gontor di Jawa Timur,ditempat ayahnya bekerja. Os

sering didatangi seorang perempuan yang sudah mempunyai anak satu. Prempuan

tersebut sering menanyakan tentang ayah os. Pada suatu hari, os diberitahu oleh

ibunya bahwa ayah os telah menikah dengan perempuan yang selalu mendatangi

os.Os menangis dan memaksa ayahnya untuk menceraikan perempuan itu dan

tetap bersama ibunya.

±2 tahun yang lalu, os ingin lebaran bersama ibunya yang tinggal di

Palembang. Setelah lebaran, os menangis tidak mau pulang ke gontor lagi. Os

hanya mau bersama ibunya dirumah. Os dibentak oleh ayahnya jika tidak mau

pulang ke gontor, kepala os akan dijedor-jedor ke dinding. Os hanya tetap

menangis dan akhirnya pulang ke gontor. Guru os memberitahu ibunya bahwa

anaknya mulai kelihatan sering melamun, Os juga lebih suka bersendirian di

kamar. Os juga lebih banyak menghabiskan masa duduk melamun dikamar

seorang diri.Prestasi os juga mulai merosot. Os dilaporkan sering tidak masuk

kelas. Namun os masih biasa mengurus dirinya dengan baik. Nafsu makan os

mulai berkurang.

± 1 tahun yang lalu, os dipulangkan kerumahnya karena os dilaporkan oleh

gurunya sering mengamuk yang tidak jelas. Os juga sering marah –marah yamg

tidak jelas. Os merasakan ada yang memerhatikan dirinya didalam kamar. Os

sering curiga jika ada yang membawakan makanan untuknya. Os pasti

melemparkan makanan itu karena menganggap makanan itu ada racun dan mereka

ingin membunuhnya. Os sering tertawa dan berbicara sendiri. Os juga sering

mengoceh yang tidak jelas. Os juga sering melihat bayangan kuntilanak yang

17

Page 19: laporan kasus

sering mendatanginya. Os juga mengaku mendapat wahyu untuk meramal masa

depan. Os sering curiga tiap kali ada perempuan yang datang menghampirinya

dan ingin memukul perempuan tersebut. Os sudah tidak bisa mengurus diri

sendiri. Os juga sulit tidur. Os hanya makan bila dipaksa.

± 3 bulan yang lalu, Os makin sering mengamuk dan marah- marah yang

tidak jelas. Os sering mau keluar tiap jam satu pagi karena mau bermain dengan

keponakannya diluar rumah. Bila dilarang,os marah –marah dan memukul. Os

tetap curiga tiap kali ada perempuan mendekatinya. Os pasti akan memukul

perempuan tersebut. Os sering mengoceh yang tidak jelas dan ketawa sendiri. Os

tidak bisa mengurus dirinya lagi dan hanya makan bila dipaksa. Os akhirnya

dibawa ke RSJ ERBA Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Kejang (-)

Riwayat Trauma Capitis (-)

Riwayat NAPZA (-), Alkohol (-)

Riwayat Demam lama (-)

Riwayat Sesak nafas (-)

Riwayat Alergi obat (-)

Riwayat Premorbid :

Bayi : lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh bidan, tidak ada masalah

selama kehamilan dan menyusui

Anak – Anak : Pendiam, tidak terlalau banayak teman

Remaja dan Dewasa: Pendiam, tertutup, tidak terlalu banyak teman.

18

Page 20: laporan kasus

Riwayat Keluarga :

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Pendidikan :

SD : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata

SMP : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata

Riwayat Pekerjaan :

Pasien tidak pernah bekerja

Riwayat Perkawinan :

Pasien belum menikah

Status Ekonomi:

Pasien tidak bekerja pasien bergantung pada orang tua yang kehidupan ekonomi

menengah kebawah jadi dapat disimpulkan status ekonomi pasien menengah

kebawah.

19

Page 21: laporan kasus

AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASI

Selama dilakukan autoanamnesis juga sekaligus dilakukan observasi atas sikap

dan tingkah laku pasien (bagaimana ekspresi wajah, sikap dan tingkah laku pasien

selama berbicara atau menjawab pertanyaan yang diajukan).

Sebelum melakukan pemeriksaan ini, pemeriksa sudah menguasai kerangka yang

terdapat pada “IKHTISAR DAN KESIMPULAN AUTOANAMNESIS DAN

OBSERVASI”, agar pemeriksa dapat menangkap dan mengenal gejala-gejala

psikopatologi yang muncul.

Selama autoanamnesis berlangsung, gunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien

dan jawaban pasien sedapat-dapatnya ditulis dalam kata-kata asli dari pasien

(secara verbatim). Gejala-gejala psikopatologi yang tidak muncul secara spontan

dapat dilakukan wawancara secara terpimpin, namun usahakan tidak bersifat

sugestif.

Hasil autoanamnesis dan observasi ditulis dalam protokol, tulislah yang perlu-

perlu saja. Cerita pasien yang tidak perlu diberi tanda ........ yang memisahkan

antara bagian cerita pasien yang ditulis sebelum dan sesudahnya.

Hasil autoanamnesis dan observasi ditulis dalam protokol seperti di bawah ini:

Kalimat ucapan ditulis dalam tanda petik “...........” dan hasil observasi yang

berkaitan ditulis dalam tanda kurung ( ) di belakang kalimat tersebut.

Sebelum penulisan protokol tersebut, terlebih dahulu deskripsikanlah keadaan dan

penampilan pasien ketika ditemui untuk diajak wawancara.

Wawancara dilakukan satu kali yaitu pada tanggal 4 Februari 2013 pukul 14.00

wib di ruangan Cempaka RS ERBA. Pada saat wawancara penderita dalam

keadaan tenang, penampilan penderita berpenampilan cukup rapi. Penderita

memakai pakaian seragam. wawancara dilakukan penderita dikamar. Wawancara

dilakukan dalam bahasa Indonesia dan Palembang.

PEMERIKSA PASIENINTERPRETASI

(PSIKOPATOLOGI)

20

Page 22: laporan kasus

“Assalammualaikum.. Kenalkan

dek, saya dokter muda disisni “

(pemeriksa tersenyum sambil

menatap mata os dan mengajak

bersalaman.)

“adek namanya siapa?”

“Jannah rumahnya dimana?.”

“Ooo,iya..Jannah tahu gak

sekarang kita dimana?”

“Kemaren siapa yang nganter

kesini?“

“waalaikumsalam“

(OS menatap mata pemeriksa

dan menjabat tangan pemeriksa

“ Jannah”

“di Palembang”

“ iya tahu, di rumah sakit jiwa”

“Ibu sama tante“

Perhatian ada

Kontak mata (+)

Kontak verbal (+)

Cara bicara lancar

Verbalisasi jelas

Ingatan baik

Orientasi orang, tempat, waktu

baik

21

Page 23: laporan kasus

“ Jannah tahu gak kenapa

dibawa kesini.?”

“ooh gitu, terus Jannah ngerasa

sakit ngak?”

“ kenapa Jannah dak bisa tidur”

“ Jannah kepikiran apa..?”

“ Kenapa kepikiran

kuntilanak...?”

“Aahh , jangan- jangan jannah

“Dak tau..kata ibu saya sakit.”

“ ya enggaklah, saya merasa

sehat, biasa-biasa saja,hanya

ga bisa tidur.”

“ Suka kepikiran...”

“ ada kuntilanak..”

“ kuntilanak itu mau bunuh

jannahh...”

( os dengan muka ketakutan

sambil melihat disekitarnya)

Discriminative insight

terganggu.

Halusinasi visual

22

Page 24: laporan kasus

salah lihat dak... mana ada

kuntilanak”

“ yang lain bisa ngeliat gak..?”

“ Ooo..terus kata ibu Jannah bisa

tahu apa yang akan terjadi ya..?”

“ Kata ibu Jannah lagi Jannah

suka memukul orang yang datang

ke jannah ya..terutama

cewek...iya?”

“Kenapa Jannah memukul cewek

yang dekati Jannah?..Boleh apa

begitu?..”

“ Kenapa Jannah mau memukul

mereka?...”

“ Benar kok.. saya ngelihat..”

“ gak...Cuma saya jannah yang

bisa lihat.”

“ iyaa.. jannah dapat wahyu

dan dari wahyu itu jannah

dapat tahu apa yang akan

terjadi nanti..”

“ iya....”

“ ya bolehlaaa...

Waham bizzare

Discriminative judgement

relatif terganggu

23

Page 25: laporan kasus

“ Terus kenapa Jannnah

melemparkan makanan yang di

kasi ke Jannah...?

“Kenapa mau kasi racun ke

Jannah..?”

“ Kata siapa mereka mau racuni

jannah kemudian ambil abi

jannah?..”

“ kok jannah tahu mereka mau

ngasi racun ke jannah dan ambil

abi jannah?...”

“ Siapa yang kasih tahu

Jannah?”

“ Pantas dipukul ...mereka mau

ngambil abi ku..”

“ Mereka itu jahat.. mereka

kasi racun di makanan ituuu..”

“ Karena mereka mau ngambil

abii Janahh!...”

“ pastiii!..soalnya mereka

sering dekati jannahh”

“iya jannah tahu..ada yang kasi

tahu jannah..”

“ ada suara-suara yang kasi

Rasa permusuhan dan

Dendam

Waham curiga

24

Page 26: laporan kasus

“Ooo.. jadi gara-gara suara itu

Jannah lemparkan makananya ?”

“ Oiya..Jannah kelas berapa

sekarang?”

“Nahh..56: 8 berapa ya

Jannah?”

“Loohh..kenapa Jannah

tahu jannah, katanya:

“ Nah lemparkan makanan

itu..perempuan itukasi racun

dimakanan itu supaya dapat

ambil abi jannah..lemparkan

saja..”

Padahal Jannah kan baik”

“iyalahhh!”

“SMP kelas 3”

“ 7 lahh.. masa itu gak tau”

(tiba-tiba ketawa sendiri)

Halusinasi auditorik perintah

Inkoheren

25

Page 27: laporan kasus

ketawa..?”

“Ohhh..ya sudahngobrolnya dulu

ya.. makasih Jannah..”

“ mau ketawa aja..”

( os kemudian kembali ketawa

lagi)

“ iya..Sama-sama..”

(os berdiri dan berjalan ke

kamarnya)

Daya ingat baik

Fungsi intelek dan taraf

pendidikan sesuai.

Autisme

26

Page 28: laporan kasus

IKHTISAR DAN KESIMPULAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

(AUTOANAMNESIS DAN OBSERVASI)

KEADAAN UMUM

Kesadaran/Sensorium : Compos mentis terganggu

Perhatian : Adekuat

Sikap : Kooperatif

Inisiatif : Ada

Tingkah Laku Motorik : Normoaktif

Karangan/Tulisan/Gambaran (bila ada lampirkan) Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekspresi Fasial : Cenderung curiga

Verbalisasi : Jelas

Cara Bicara : Lancar,

Kontak Psikis : - Kontak Fisik : Ada, adekuat

- Kontak Mata : Ada, adekuat

- Kontak Verbal : Ada, adekuat

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)

Keadaan Afektif : Mood distimik

Hidup Emosi

Stabilitas : Labil Dalam-dangkal : Dangkal

Pengendalian : Terkendali Adekuat-Inadekuat : Ìnadekuat

Echt-Unecht : Echt Skala Diferensiasi : Menyempit

Einfuhlung : Dapat dirabarasakan Arus Emosi : Cepat

Keadaan dan Fungsi Intelek

Daya ingat (amnesia, dsb) : Baik, tidak ada amnesia

Daya Konsentrasi : Àdekuat

Orientasi : Tempat : Baik

Waktu : Baik

Personal : Baik

27

Page 29: laporan kasus

Luas Pengetahuan umum dan Sekolah : Sesuai taraf pendidikan

Discriminative Judgement : Relatif terganggu

Discriminative Insight : Terganggu

Dugaan taraf intelegensi : Rata-rata

Kemunduran intelektual (demensia, dsb) : Tidak ada

Kelainan Sensasi dan Persepsi

Ilusi : Tidak ada.

Halusinasi : Halusinasi auditorik (+) pasien mendengar suara-suara

yang tidak jelas berbisik ditelinga pasien. Halusinasi visual (+) pasien melihat

bayang-bayang seperti kuntilanak dan pasien mengaku melihat keponakan laki-

lakinya yang saat itu tidak berada didekatnya.

Keadaan Proses Berpikir

Psikomotilitas : Cepat

Mutu Proses berpikir : Kurang jelas, tidak wajar

Arus Pikiran

Flight of ideas: Tidak ada Inkoherensi: Ada

Sirkumstansial: Tidak ada Tangensial: Tidak ada

Terhalang: Tidak ada Terhambat: Tidak ada

Perseverasi: Tidal ada Verbigerasi: Tidak ada

Lain-lain: Tidak ada

Isi Pikiran

Pola Sentral: Tidak ada

Rasa permusuhan/dendam: Ada. Pasien merasa orang-orang disekitarnya ingin

mencelakakan dirinya.

Waham Curiga: Ada. Pasien merasa curiga terhadap setiap wanita yang

dianggapnya musuh yang akan mengambil

ayahnya.

Fobia: Tidak ada Hipokondria: Tidak ada

Konfabulasi: Tidak ada Banyak sedikit isi pikiran: Sedikit

28

Page 30: laporan kasus

Perasaan inferior: Tidak ada Perasaan berdpasiena/salaH: Tidak ada

Kecurigaan (belum taraf waham): Tidak ada

Lain-lain: Tidak ada

Pemilikan Pikiran

Obsesi: Tidak ada

Alienasi: Tidak ada

Bentuk Pikiran

Autistik/dereistik : Ada Simbolik : Tidak ada

Paralogik : Tidak ada Simetrik : Tidak ada

Konkritisasi : Tidak ada Lain-lain : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan

Abulia/Hipobulia: Tidak ada Vagabondage: Tidak ada

Stupor: Tidak ada Pyromania: Tidak ada

Raptus/Impulsivitas: Tidak ada Mannerisme: Tidak ada

Kegaduhan Umum: Ada, sekarang tidak ada Autisme : Tidak ada

Deviasi Seksual: Tidak ada Logore: Tidak ada

Ekopraksi: Tidak ada Mutisme: Tidak ada

Ekolalia: Tidak ada Lain-lain: Tidak ada

Kecemasan ( anxiety ) yang terlihat secara nyata ( overt ) (tidak ada, tidak ada)

Tidak ada

Reality Testing Ability

RTA terganggu dalam pikiran, perasaan dan perbuatan

29

Page 31: laporan kasus

PEMERIKSAAN LAIN-LAIN

Evaluasi psikologik (oleh Psikolog) tanggal : Tidak dilakukan

Evaluasi sosial (oleh Ahli Pekerja Sosial) tanggal : Tidak dilakukan

Evaluasi lain-lain tanggal : Tidak dilakukan

(Bila ada, hasilnya dilampirkan)

30

Page 32: laporan kasus

FOLLOW UP

Hari Kamis, 7 Februari 2013

Status Internus : Compos mentis. TD : 120/80 mmHg. Nadi : 82x/ menit. RR :

20x/ menit. T: 36,6 °C.

Status Neurologikus : Tidak ada kelainan

Status Psikiatrikus :

I. Keadaan Umum: compos mentis terganggu, perhatian ada, kontak

fisik, mata dan verbal ada. Verbalisasi jelas dan lancar.

II. Keadaan Spesifik:

Keadaan afektif : distimik

Hidup emosi : labil, tidak terkendali (saat ini terkendali),

echt, dapat dirabarasakan, dangkal, inadekuat, skala diferensiasi

menyempit, arus emosi cepat.

Keadaan fungsi intelek : daya ingat baik,daya kosentrasi

baik,orientasi baik,discriminative judgement

relatif

Terganggu, discriminative insight

terganggu,

Kemunduran intelektual tidak ada.

Kelainan sensasi dan persepsi: Halusinasi auditorik ada, halusinasi visual

ada.

Kelainan proses berpikir : Psikomotilitas cepat, mutu proses berpikir

kurang jelas dan tidak wajar, waham curiga ada, waham bizzare ada, inkoheren

ada, rasa permusuhan/ dendam ada, autistik ada.

Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan : impulsivitas ada (saat ini tidak

ada), kegaduhan umum ada (saat ini tidak ada), autisme ada.

Anxietas : Tidak ada.

RTA : Terganggu dalam pikiran, perasaan, dan perbuatan.

31

Page 33: laporan kasus

RESUME

IDENTIFIKASI

Jannah/perempuan/belum menikah/islam/pelajar/Melayu/Indonesia

Sebab Utama: Mengoceh sendiri.

Keluhan Utama: Tidak ada keluhan

Riwayat Perjalanan Penyakit:

3 tahun yang lalu 2 tahun yg lalu 1 tahun yang lalu 3 bulan yang lalu MRS

Ayah os pindah kerja.

Os memaksa ikut

ayahnya, tetapi dilarang

Os kemudian

disekolahkan di Gontor,

Os sering didatangi oleh

perempuan yang

menanyakan ayahnya

Ayah os menikah lagi

Os pulag ke Palembang

Os tidak mau pulang ke

Gontor

Os di bentak ayah bila tidak

ke Gontor

Os menangis dan pulang ke

Gontor

Os sering melamun

Os sering sendirian di kamar

Prestasi os merosot

Os sering tidak masuk kelas

Os pulang ke Palembang

Os sering marah marah

sendiri

Os merasa ada yg

memeperhatikan

didalam kamar

Os sering membuang

makanannya

Os curiga kalau

makananya diberi racun

Os sering tertawa dan

bicara sendiri

Os sering melihat

kuntilanak

Os mendapat wahyu

bahwa bisa melihat masa

depan

Os selalu curiga melihat

wanita dan ingin

memukulnya

Os tidak bisa mengurus

diri sendiri

Os makin sering marah

dan mengamuk tanpa

sebab yang jelas

Os mau keluar jam 1

pagi karena ingin

melihat keponakannya

bila dilarang os marah

dan memukul

Os masih curiga

kepada setiap wanita

dan ingin memukulnya

Os sering mengoceh

dan tertawa sendiri

Os tidak bisa

menurus diri sendiri

32

Page 34: laporan kasus

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat Kejang (-)

Riwayat Trauma Capitis (-)

Riwayat NAPZA (-), Alkohol (-)

Riwayat Demam lama (-)

Riwayat Sesak nafas (-)

Riwayat Alergi obat (-)

Riwayat Premorbid :

Bayi : lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh bidan, tidak ada masalah

selama kehamilan dan menyusui

Anak – Anak : Pendiam, tidak terlalau banayak teman

Remaja dan Dewasa: Pendiam, tertutup, tidak terlalu banyak teman.

Riwayat Keluarga :

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Pendidikan :

SD : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata

SMP : tamat, tidak pernah tinggal kelas, nilai rata-rata

Riwayat Pekerjaan :

Pasien tidak pernah bekerja

Riwayat Perkawinan :

Pasien belum menikah

Status Ekonomi:

Pasien tidak bekerja pasien bergantung pada orang tua yang kehidupan ekonomi

menengah kebawah jadi dapat disimpulkan status ekonomi pasien menengah

kebawah.

33

Page 35: laporan kasus

FORMULASI DIAGNOSIS

Seorang anak perempuan, berusia 15 tahun, belum menikah, beragama

islam, dengan gambaran kepribadian premorbid cenderung mengarah ke skizoid

dengan ciri-ciri pendiam, tertutup, dan tidak terlalu banyak teman. Selama 3 tahun

ini, os baru pertama kali dibawa berobat ke RS Jiwa Ernaldi Bahar Palembang

karena sering berbicara sendiri dan tertawa sendiri, os marah-marah tidak jelas

dan sering mengamuk. Os sering berhalusinasi melihat keponakan laik-lakinya.

Os merasa curiga tiap kali ada perempuan mendekatinya dan memberinya

makanan, os tidak dapat merawat diri sendiri.

Dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini, dari penyesuaian fungsi secara

global menunjukkan adanya penurunan yang berat, disabilitas berat tampak pada

os yang tidak dapat mengurus diri dan tidak dapat lagi melakukan aktivitasnya

sebagai pelajar pondok pesantren. Hubungan interpersonal buruk.

Didapatkan kompleks gejala primer berupa gangguan asosiasi,

inkoherensi, keadaan afektif distimik, hidup emosi labil, tidak terkendali, skala

diferensiasi menyempit, namun dapat dirabarasakan serta terdapat juga autisme.

Didapatkan juga komplek gejala sekunder berupa waham yang menonjol,

yaitu waham curiga dimana os merasa curiga pada setiap wanita yang

mendekatinya dan curiga makanannya diracuni, waham bizzare berupa os

mengaku menerima wahyu dan dapat meramal masa depan. Terdapat juga

halusinasi visual, os melihat kuntilanak dan seolah-olah melihat keponakan laki-

lakinya yang saat itu tidak ada, os juga berhalusinasi auditorik yang mendengar

suara-suara yang tidak jelas.

Atas dasar rangkaian gejala di atas, maka berdasarkan kriteria Bleurer,

dapat ditegakkan suatu diagnosis skizofrenia, sedangkan adanya gejala waham

curiga, waham bizzare, halusianasi visual dan auditorik, maka dapat ditentukan

subtipenya berupa skizofrenia paranoid. Sebagai diagnosis banding yaitu

skizofrenia tak terinci karena adanya kriteria yang tak lengkap berupa waham

dikendalikan ataupun waham dipengaruhi danhalusinasi olfaktorik.

34

Page 36: laporan kasus

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

AKSIS I : F.20.0 Skizofrenia Paranoid

AKSIS II : Gambaran kepribadian skizoid

AKSIS III : Tidak ada Diagnosis

AKSIS IV : Masalah keluarga : ayah os bercerai dengan ibu.

AKSIS V : GAF Scale tertinggi 1 tahun terakhir : 50-41

GAF Scale saat MRS : 20-11

GAF Scale saat follow up : 40-31

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

F20.0 Skizofrenia Paranoid

F20.33 Skizofrenia Tak Terinci

TERAPI

Risperidone 2x2 mg/hari/oral.

PROGNOSIS

Dubia ad malam

35

Page 37: laporan kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Suvisaari, Jana. Incidence and Risk Factors of Schizophrenia in Finland.

University of Helsinki, Faculty of Medicine, Department of Public Health.

1999. Available from:

http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/kansa/vk/suvisaari/introduction.html

[Accessed 1 Februari 2011]

2. Kumala, Poppy dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. EGC.

Jakarta:1998. 970

3. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb, Jack A. Sinopsis Psikiatri,

Jilid I. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 699-702, 720-727, 737-740

4. Syamsulhadi dan Lumbantobing. Skizofrenia. FK UI. Jakarta: 2007.26-34

5. Maslim, Rusdi.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III.

FK Unika Atmajaya. Jakarta:2001. 46, 50

6. Silva, J.A. Costa.Schizophrenia and Public Health. WHO. 1998. 6-13.

Available from:

www.who.int/ mental _ health /media/en/55.pdf [Accessed on 1 Februari 2011]

7. Goodman dan Gilman. Dasar Farmakologi Terapi Vol.I. EGC.

Jakarta:2007.475,480 &

36