laporan kasus

download laporan kasus

of 12

description

makalah

Transcript of laporan kasus

LAPORAN KASUS 2 : WANITA DENGAN SAKIT SENDIKELOMPOK I030.05.064 Elthin Lawalata030.09.075 Dudi Novri Wijaya

030.07.059 Debby Marcyanne030.09.101 Gamar

030.07.098 Gita Aryanti030.09.131 Kiki Haera Rizky

030.07.168 M. Ario Bagus B030.09.157 Monica Raharjo

030.07.247 Siti Asri Yani030.09.191 Rangga Satrio Prawiro

030.08.191 Phoespa Mayangsarie030.09.213 Ronald Tejoprayitno

030.09.021 Angelina Goenawan030.09.253 Tezar Andrean B

030.09.051 Charisha Nadia030.09.277 Yuanita Lavinia

JAKARTA

OKTOBER 2010PendahuluanLupus eritematosus sistemik (LES atau SLE) adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau system dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibody dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.Dalam 30 tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit rematik utama di dunia. Prevalensi SLE diberbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100.000-400/100.000. SLE lebih sering ditemukan pada ras tertentu seperti bangsa negro, Cina, dan mungkin juga Filipina. Terdapat juga tendensi familial. Factor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia, tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa reproduksi). Frekuensi pada wanita dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara (5,5-9) : 1. Pada lupus eritematosus yang disebabkan obat (drug induced LE), rasio ini lebih rendah, yaitu 3:2.6Laporan KasusSeorang wanita, Nn. A berusia 25 tahun datang ke tempat praktek saudara dengan keluhan lelah, nyeri, dan bengkak pada sendi di kedua tangan sejak 3 bulan yang lalu.Pada anamnesis lebih lanjut diketahui Nn. A juga sensitive terhadap cahaya matahari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Wajah : kedua pipi tampak bercak kemerahan

Mata, jantung, paru, abdomen : dalam batas normal

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

Hb

: 7,5 gr %

Leukosit

: 3500 /uL

Trombosit

: 100.000/uL

LED

: 43 mm/jam

ANA

: positif 1/160

Anti ds-DNA

: positifPembahasanMasalah yang dapat disimpulkan dari kasus ini adalah Nn. A memiliki keluhan lelah, nyeri, dan bengkak pada sendi di kedua tangan sejak 3 bulan yang lalu. Pada anamnesis lebih lanjut diketahui Nn. A juga sensitive terhadap cahaya matahari. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada wajah, kedua pipi tampak bercak kemerahan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan Hb, yaitu 7,5 g/dl, di mana nilai normal Hb pada perempuan adalah 12-16 g/dl. Selain itu juga didapatkan kadar leukosit yang rendah, yaitu 3500 /uL di mana kadar normal leukosit adalah 5000-10000 /uL. Juga penurunan kadar trombosit, yaitu 100.000 /uL, dengan nilai normal yaitu 150000-400000 /uL. Terjadi pula peningkatan LED, yaitu 43 mm/jam, di mana nilai normalnya adalah 0-15 mm/jam. Dan juga hasil ANA dan anti ds-DNA yang positif.Berdasarkan gejala yang diketahui antara lain mudah lelah, nyeri sendi dan bengkak di kedua tangan sejak tiga bulan lalu maka dapat dibuat suatu hipotesis bahwa Nn. A menderita lupus eritematosus sistemik dengan diagnosis banding rheumatoid arthritis. Rheumatoid arthritis merupakan penyakit radang pada sendi dengan tanda inflamasi yang simetris pada sendi. Rheumatoid arthritis merupakan reaksi autoimunitas hipersensitivitas tipe IV (T-cell mediated hypersensitivity). Penyakit ini bersifat kronis dan umumnya terjadi pada usia 40 tahun ke atas namun dapat pula ditemukan pada orang usia muda. Prevalensi kejadian pada wanita lebih tinggi dengan perbandingan 3:1 dibandingkan pria. Rheumatoid arthritis memiliki gejala hilang timbul dengan masa remisi yang dapat mencapai beberapa tahun dan kemudian dapat kambuh kembali.1Ciri khas rheumatoid arthritis antara lain kaku pagi hari, nyeri dan bengkak sendi yang simetris, terdapat nodul rheumatoid dan terdapat deformitas sendi dan tulang. Penyebab penyakit ini masih belum jelas dan diduga dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan. Rheumatoid arthritis terjadi disebabkan karena tubuh tidak mengenali suatu self-antigen sehingga makrofag akan memfagositosis sel sendi dan mengeluarkan mediator sitokin antara lain IL-1, TNF disertai APC kemudian mengaktifkan sel T. IL-1 dan TNF adalah mediator inflamasi yang kemudian akan mengirim sinyal pada sel-sel radang seperti PMN untuk masuk ke celah sinovial. Sel T kemudian menghasilkan IL-2 dimana IL-2 akan mengaktifkan CD4 T cell untuk berproliferasi dan kemudian sel CD4 mengeluarkan sitokin IFN-g yang kemudian mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan antigen. CD4 juga mengeluarkan IL-4 dan IL-3 yang akan mengaktifkan sel B untuk menghasilkan antibodi. Antibodi akan berikatan dengan antigen memasuki celah sinovial dan mengaktifkan sistem komplemen sehingga terbentuk komplemen C5a sebagai penyebab inflamasi. Proses fagositosis sel radang akan disertai pembentukan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease natural yang akan menimbulkan erosi tulang rawan sendi dan tulang. Maka terjadilah proses destruksi tulang dan peradangan.2 Sedangkan lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit radang multisistem yang penyebabnya belum diketahui dengan perjalanan penyakit dapat akut maupun kronis dengan remisi dan eksaserbasi. Pada SLE ditemukan gejala seperti nyeri sendi, rasa lelah, serta bengkak pada sendi. Namun pada SLE tidak ditemukan deformitas dan kaku sendi pagi hari. SLE umumnya menyerang pada usia produktif 15-40 tahun dengan prevalensi penderita wanita 5:1 dibanding pria. SLE termasuk penyakit autoimun reaksi hipersensitivitas tipe III. Tanda khas pada SLE adalah timbulnya ruam kulit di daerah pipi yang disebut butterfly rash bila terekspos dengan matahari yang terdapat pada 50% penderita,3SLE merupakan penyakit multifaktorial yang melibatkan faktor genetik, hormon dan lingkungan. Penyebab pasti belum jelas namun saat ini diyakini bahwa sebab penyakit ini akibat terdapat defek pada proses pembersihan sel yang terapoptosis sehingga terjadi nekrosis sekunder yang akan menimbulkan reaksi imun dan munculnya sel-sel radang. Autoantibodi yang terbentuk bereaksi terhadap antigen yang terdapat dalam nukleoplasma. Antigen sasarannya meliputi DNA double stranded. Antibodi ini disebut ANA (anti-nuclear antibody). Bereaksi dengan antigennya, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan reaksi pembersihan sel terganggu sehingga terjadi penumpukan kompleks imun di luar sistem fagosit mononuclear. Hal ini memicu pengaktivan komplemen yang kemudian menimbulkan reaksi radang. Reaksi imun abnormal dapat disebabkan tiga faktor genetik, lingkungan dan hormonal. Pada faktor genetik terdapat kelainan gen MHC HLA-A1, B8, dan DR3 serta komponen komplemen c1q, c2 atau c4.4SLE dapat menyebabkan komplikasi sistemik pada berbagai organ seperti kulit, rambut, ginjal, paru-paru, jantung dan sistem hemopoietik.

Yang diperlukan dalam anamnesis adalah apakah terdapat nyeri sendi dalam 3 bulan hilang timbul sebab pada RA nyeri hilang timbul dengan masa remisi yang bervariasi. Kekakuan di pagi hari juga perlu ditanyakan sebab pada SLE tidak ditemukan ada kaku pagi hari sedangkan RA biasanya terjadi kaku pagi hari. Kemudian ditanyakan pula riwayat keluarga apakah ada yang menderita RA dan kemudian ditanyakan juga apakah ada skin rash dan hipersensitivitas terhadap cahaya matahari.Selain anamnesis, diperlukan juga pemeriksaan lebih lanjut untuk mendiagnosis pasien secara lebih tepat. Pada kasus SLE, diperlukan pemeriksaan sebagai berikut :

1. Hematologi

2. ANA

Menunjukkan antibodi yang sama dengan komponen nukleoseluler di campur fluorescence (imunoflourescence anti DNA Ig G). Di periksa di kamar gelap, bias juga mendeteksi penyakit lain selain Lupus Eritematosus Sistemik (LES). Tes ini memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas yang rendah.

3. Anti ds-DNA

Tes ini sangat spesifik untuk LES dibandingkan dengan tes anti ss-DNA, biasanya karena titernya akan meningkat sebelum LES kambuh.

4. Urinalisa

Tes ini untuk memastikan apakah ada komplikasi ke ginjal.

Leukosit yang aktif akan mengaktifkan enzim lisosom yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada glomerulus dan terjadi proteinuria. Jika proteinuria > 0,5 g/24 jam, itu merupakan salah satu criteria LES.

5. ELISA

Untuk memastikan apakah ada LES atau tidak dari kadar antigen DNA, jika Ig G reaksi maka hasilnya positif.

Setelah mengetahui hasil anamnesis dan laboratorium dari Nn. A, dapat didiagnosis bahwa Nn. A mengidap penyakit systemic lupus erythematosus (SLE).

SLE adalah penyakit autoimun yang disebabkan oleh kompleks imun yang bersirkulasi pada peredaran darah, dan termasuk hipersensitivitas tipe 3. Antigen utama dari imun kompleks tersebut ialah IgG anti-DNA. Selain itu, dihasilkan juga antibody terhadap protein ribonukleat, diantaranya yaitu Ro, La, Sm, dan RNP yang melawan komponen selular lainnya.

Pada penyakit sirkulasi kompleks imun, seringkali ditemukan kerusakan pada sendi, kulit, dan ginjal. Karena aliran darah pada organ tersebut bertekanan tinggi atau memiliki turbulensi. Karena hal tersebut, pasien SLE memiliki beberapa kelainan khusus yaitu inflamasi sendi (arthritis), facial rash yang memburuk jika terkena sinar UV dan kerusakan ginjal progresif.

Antibody IgM anti-single-stranded DNA diproduksi dalam kadar rendah pada beberapa orang yang sehat dan tidak memunculkan suatu kelainan tertentu. Sel B secara tidak normal dapat terekspos oleh double-stranded DNA karena pada saat sel mati pada apoptosis, DNA sel tersebut disimpan dalam vesikel-vesikel yang akan segera di fagosit. DNA-DNA yang mengalami kebocoran dari sel dapat juga mengaktifkan komplemen dan mannose-binding lectin, lalu diopsonosasikan, kemudian secara cepat difagosit. Dengan mekanisme tersebut, DNA seharusnya tersembunyi dari system imun alamiah. Imunitas adaptif juga tidak terbiasa dan tidak toleran untuk menghadapi double-stranded DNA. SLE umumnya terjadi pada pasien yang defek pada apoptosis, komplemen, dan mannose-binding lectin. Karena pada saat system tersebut tidak ada, sel B akan mengenali double-stranded DNA sebagai antigen, dan kemudian memproduksi antibody IgG.SLE adalah salah satu dari sekian banyak kondisi autoimun yang disebut juga penyakit jaringan ikat (connective tissue disease), yang masing-masing terkait pada antibody-antibodi yang melawan komponen nuclear yang berbeda pula. Masing-masing penyakit jaringan ikat mempengaruhi system organ yang berbeda-beda, biasanya meliputi kulit, sendi, dan ginjal.5Dalam kasus disebutkan hasil anamnesis dari Nn. A yaitu nyeri dan bengkak pada kedua tangan. Hal tersebut dapat disebabkan karena terjadinya reaksi hipersensitivitas oleh kompleks antibodi pada membrane synovial. Selain itu disebutkan bahwa Nn. A juga sensitive terhadap cahaya matahari. Bila terkena cahaya matahari, wajah kedua pipi akan tampak bercak kemerahan. Radiasi UV bisa mencetuskan dan mengekserbasi ruam fotosensitivitas pada SLE, juga ditemukan bukti bahwa sinar UV dapat merubah struktur DNA yang menyebabkan terbentuknya autoantibody. Sinar UV juga bisa menginduksi apoptosis keratinosit manusia yang menghasilkan blebs nuclear dan autoantigen sitoplasmik pada permukaan sel.6Sedangkan untuk berdasarkan atas interpretasi hasil laboratorium, Nn. A menderita Systemic Lupus Eritematosus. Berdasarkan ARA (American Rheumatism Association) seorang dapat ditegakkan menderita SLE jika memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ada. Hasil laboratorium di atas dapat disimpulkan bahwa Nn. A menderita anemia sebab nilai Hb rendah dibawah batas normal yaitu untuk wanita 12-16 g%. Selain itu terdapat pula leukositopenia dan trombositopenia dimana batas normal leukosit bernilai 4000-11000/ul dan trombosit 150.000-400.000/ul. LED menunjukkan batas tinggi dengan interpretasi bahwa jika LED tinggi ada penyakit kronis atau sebuah keganasan. Batas normal LED untuk wanita jika menggunakan tabung Wintrobe adalah 0-20 mm/jam dan tabung Westergreen 0-15 mm/jam. Tes ANA positif menunjukkan dalam darah ada anti nuclear antibody dan hal itu menunjukkan bahwa pasien menderita SLE. ANA normal dengan nilai titer negatif 1/8. Anti-dsDNA positif juga menunjukkan kriteria ARA bahwa seseorang mengidap SLE. Terdapatnya leukositopenia pada penderita SLE dimungkinkan karena kompleks autoimun yang beredar dalam sirkulasi mengendap dan merusak sumsum tulang tempat produksi sel-sel darah. Bila mengkonsumsi obat imunosuppresan dapat pula menekan produksi leukosit.

Anemia yang terjadi pada penyakit SLE kebanyakan adalah anemia hemolyticus dimana eritrosit mudah lisis dan umurnya kurang dari 120 hari. Penyebab trombositopenia dalam kasus SLE ada tiga, yaitu kegagalan produksi yang disebabkan oleh pengobatan atau penyakitnya sendiri, distibusi abnormal, seperti pooling di limpa, atau destruksi besar-besaran seperti pada sindrom antifosfolipid, anemia hemolitik mikroangiopatik atau trombositepenia yang diperantai antibodi.6 LED adalah laju endap darah yang mengamati kecepatan jatuhnya sel-sel eritrosit. Semakin cepat eritrosit mengendap dapat disebabkan adanya infeksi baik yang bersifat kronis maupun akut, inflamasi akut dan kronis, keganasan, penyakit autoimun dan usia yang tua. Kecepatan jatuhnya eritrosit dipengaruhi oleh globulin dan fibrinogen (indikator adanya inflamasi). Semakin tinggi kadar globulin dalam darah maka semakin cepat laju pengendapan eritrosit. LED biasanya dilakukan sebagai tes penyaring dan tidak mahal untuk dilakukan. LED tidak bersifat spesifik memberitahu apa penyebab kelainan namun berguna sebagai indikator apakah ada kelainan berat pada pasien yang bersangkutan.7 Tidak ada pengobatan untuk sembuh dari SLE. Penatalaksanaan bertujuan untuk mengontrol gejala.

Ada 2 penatalaksanaan untuk kasus SLE. Yaitu pada mild-disease dan severe atau life threatening disease.

Pada mild-disease yang ditandai dengan kemerahan pada wajah, sakit kepala, demam, arthritis, pleurisy, dan perikarditis tidak memerlukan banyak terapi. Yang dibutuhkan adalah Nonsteroidal anti-inflammatory medications (NSAIDs) untuk menangani arthritis dan pleurisy. Krem kortikostreroid juga dibutuhkan untuk menangani masalah kemerahan pada kulit. Bisa juga digunakan obat anti-malaria yaitu hydroxychloroquine dan kortikosteroid dosis rendah untuk gejala kulit dan arthritisnya.Menggunakan pakaian proteksi, kacamata, dan suncreen saat berjalan di bawah matahari juga diperlukan untuk menghindari kemerahan pada kulit.

Sedangkan untuk severe atau life-threatening disease yang ditandai dengan anemia hemolitikus, kelainan jantung dan paru-paru, penyakit ginjal atau sistem saraf pusat diperlukan juga kortikosteroid dan macam-macam imunosupresan untuk mengontrol gejalanya. Selain itu obat cytotoxic dapat dipergunakan untuk pasien yang tidak berespon atau kecanduan kortikosteroid.8Berikut akan dijabarkan mengenai beberapa komplikasi pada penyakit SLE :1. Pneumonitis

Pneumonitis lupus dapat terjadi secara akut atau berlanjut menjadi kronik. Biasanya pasien akan merasa sesak, batuk kering, dan dijumpai ronki di basal. Keadaan ini terjadi sebagai akibat deposisi kompleks imun pada alveolus atau pembuluh darah paru.

2. Perikardium

Perikarditis harus dicurigai apabila dijumpai adanya keluhan nyeri substernal, friction rub, gambaran EKG. Apabila dijumpai adanya aritmia atau gangguan konduksi, kardiomegali bahkan takikardia yang tidak jelas penyebabnya, maka kecurigaan adanya miokarditis perlu dibuktikan lebih lanjut.

3. Valvulitis

Vegetasi pada katup jantung merupakan akumulasi dari kompleks imun, sel mononuclear, jaringan nekrosis, jaringan parut, fibrin , trombus trombosit. Manifestasi yang sering dijumpai adalah bising sistolik dan diastolik.

4. Glomerulonefritis

Kompleks imun terbentuk dan masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah menuju ke ginjal. Kompleks imun tersebut yang tertinggal di ginjal akan mengaktifkan komplemen yang mengakibatkan terjadinya inflamasi. Leukosit meningkat dan menghasilkan enzim lisosom yang merusak glomerulus dan mengakibatkan proteinuria.

5. Vaskulitis

Terjadi penebalan dinding pembuluh darahyang mengakibatkan asupan oksigen menjadi berkurang.

6. Stroke

7. Deep vein trombosis

Terjadi karena adanya antibody terhadap phospolipid yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah.Kesimpulan

Penyakit lupus eritomatosus sistemik merupakan salah satu reaksi autoimun yang tidak diketahui sebabnya. Penyakit ini termasuk dalam hipersensitivitas tipe IV (delayed type hypersensitivity). Untuk mendiagnosa bahwa seseorang menderita penyakit ini diperlukan 4 dari 11 kriteria ARA diantaranya munculnya butterfly rash, gangguan nodul rematik pada kulit, leukositopenia, trombositopenia, tes anti-dsDNA yang positif, tes ANA yang positif, terdapat fotosensitifitas dan sebagainya. Penyakit SLE bersifat sistemik dan menyerang berbagai organ dalam tubuh seperti kulit, darah, sendi, jantung, paru-paru hingga rambut. Komplikasi yang ditimbulkan penyakit ini umumnya mengakibatkan pasien dengan SLE meninggal dunia. Semakin berkembangnya dunia kedokteran maka angka harapan hidup pasien ini semakin baik. Pengobatan pada penyakit ini dilakukan secara simptomatis dan penggunaan immunosuppresant banyak digunakan untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat sistem imun secara lebih lanjut.Daftar Pustaka1. Medicinenet. Rheumatoid arthritis. Available at http://www.medicinenet.com/rheumatoid_arthritis/page4.htm#. Accessed September 22, 2010.

2. Daud R, Adnan HM, Wongso S, Nasution AR, Moehadsyah, Isbagio H, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Artritis reumatoid. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. 3rd ed. Jakarta: balai penerbit FKUI, 1996. p.62-3.

3. Albar Z, Adnan HM, Wongso S, Nasution AR, Moehadsyah, Isbagio H, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Lupus eritematosus sistemik. Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. 3rd ed. Jakarta: balai penerbit FKUI, 1996. p.150-5.

4. Emedicine. Systemic Lupus Eritematosus. Available at http://emedicine.medscape.com/article/809378-overview. emedicine. accessed September 23, 2010.

5. Helbert M. Flesh and bones of immunology. Spain : Elsevier; 2006.6. Isbagio H, Kasjmir YI, Setyohadi B, Suarjana N. Lupus eritematosus sistemik. In : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing; 2009.7. Lab Test online. Erythrocyte Sedimentation Rate. Available at http://www.labtestsonline.org/understanding/analytes/esr/test.html. accessed September 25,2010.8. Borrigini MJ. Systemic lupus erythematosus. Available at : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000435.htm. Accessed on : October 1st 2010.14