LAPORAN KASUS

79
LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK Bunga Cyntya Yospita FK UPN Veteran Jakarta Pembimbing : dr. Hascaryo Nugroho, SpPD

description

sdfasd

Transcript of LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS SINDROM NEFROTIK

LAPORAN KASUSSINDROM NEFROTIKBunga Cyntya YospitaFK UPN Veteran JakartaPembimbing : dr. Hascaryo Nugroho, SpPDPENDAHULUANSindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T.Laporan KasusIdentitas Nama : Tn. BUsia : 18 tahunTanggal masuk : 15 januariPekerjaan : pegawai swastaANAMNESAKeluhan utama Bengkak pada kedua kelopak mata. kedua kaki, dan tangan. Keluhan tambahan Sesak, perut terasa begah, mual, batuk

RPS Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan 10 hari yang lalu tiba-tiba pasien merasa mual, tanpa disertai muntah. Kemudian keesokan harinnya, pasien beobat ke dokter diberi obat maag dan disuruh pulang. Keesokan paginya tubuh pasien bengkak-bengkak. Dimulai dari kelopak mata, kemudian kedua tangan, dan kedua kakinya. Pasien juga mengeluh sakit pinggang dan perut sebelah kanan. Rasa sakitnya seperti diremas dan ditusuk-tusuk. Terutama jika disentuh atau dipakai untuk beraktivitas. Sakitnya berlangsung terus-menerus. Pasien juga rasa nyeri pada saatBAK dan BAB normal. Nyeri pada saat BAK dirasakan sepanjang pasien berkemih, BAK berwana seperti teh 1 hari sebelum masuk RSUD Amabarawa, pasien mengalami demam, pasien mengukur sendiri suhu tubuhnya dengan memakai thermometer di ketiak dan suhunya 38oC. Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes mellitus : -Hipertensi : - Jantung : - Alergi : +Asma: +

Riwayat KebiasaanMerokok : -Minum alkohol : -Riwayat Penyakit Keluarga Diabetes mellitus : -Hipertensi : - Jantung : - Alergi : + Ayah Asma : + Ayah

PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tekanan darah : 150/90Nadi : 80x / menit Frekuensi napas : 18x/menit Suhu : 36,2oC

KulitKepalaRambutMata : palpebra edemaHidung Tenggorokan Mulut LeherKGBThorax: Inspeksi :Simetris pada keadaan statis dan dinamis Retraksi supraclavicular, intercostalis (-)

Palpasi : Benjolan (-)Krepitasi (-) Paru yang tertinggal (-) Teraba ictus cordis

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak pada ICS 5 linea mid clavicula sinistra

Palpasi: Teraba ictus cordis pada ICS 5 linea mid clavicula sinistra Perkusi : Batas jantung kanan ICS 5 linea mid clavicula dextra Batas jantung kiri ICS 5 linea midclavicula sinistra Batas pinggang jantung ICS 3 linea parasternalis sinistra

Pulmo : Inspeksi : Simetris pada keadaan statis dan dinamis Palpasi Fremitus taktil kanan dan kiri sama Perkusi Sonor pada kedua lapangan paru Auskultasi Fremitus vokal kanan dan kiri samaVesikuler seluruh lapangan paru Rhonki +, wheezing

Abdomen : Inspeksi : Datar, benjolan (-) Spider navi (-) Darm steifung (-) Darm countur (-)Venektasi (-)Auskultasi : Bising usus (+) normal Perkusi : Timpani pada seluruh lapangan abdomen secara sistematis Nyeri tekan (+) pada epigastrium, regio inguinal dextra, dan regio lumbal dextra Palpasi : Benjolan (-) Hepar, lien tidak teraba adanya pembesaran

Ekstremitas : InspeksiEdema pada kedua tungkai (+) dengan pitting. Sianosis (-)

Palpasi : Akral hangat Perfusi perifer 3,5 gram/24jam/1.73 m3 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas.

Epidmiologi Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.Etiologi Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik1. Glomerulonefritis (GN) primer:GN lesi minimal (GNLM)Glomerulosklerosis fokal (GSF)GN membranosa (GNMN)GN membranoproliferatif (GNMP)GN proliferatif lain2. GN sekunder akibat: infeksi:- HIV, hepatitis virus B dan Csifilis, malaria, skistosomatbc, lepra

keganasan: - adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgki, mieloma multiple, dan karsinoma ginjal

penyakit jaringan penghubung: - SLE, artritis reumatoidefek obat dan toksin: obat NSAID, preparat emas, penisilinamin, probenesid, captoprillain-lain: diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsi, sengatan lebah

GN primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang paling sering. Dalam kelompok GN primer, GN lesi minimal (GNLM), Glomerulosklerosis fokal (GSF), GN membranosa (GNMN), GN membranoproliperatif (GNMP) merupakan kelainan histopatologik yang sering ditemukan.Penyebab sekunder akibat infeksi yang paling sering ditemukan misalnya pada GN pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat mislnya obat NSAID atau preperat emas, dan akibat penyakit sistemik misalnya pada SLE dan diabetes melitus.

Klasifikasi Sindrom nefrotik secara klinis dibagi menjadi 3 kelompok:

1. Sindrom Nefrotik BawaanDiturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

Sindrom Nefrotik Sekunder disebabkan oleh:Malaria kuartana atau parasit lain.Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombosis vena renalis.Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.Amiloidosis, penyakit anemia sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik. Sindrom Nefrotik Idiopatik, dibagi kedalam 4 golongan, yaitu :Kelainan minimalGlomerolus tampak normal (mikroskop biasa) atau tampak foot processus sel epitel berpadu (mikroskop elektron)Dengan imonufluoresensi tidak ada IgG atau imunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerolusLebih banyak terdapat pada anakPrognosis baik

Nefropati membranosaGlomerolus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi selPrognosis kurang baikGlomerulonefritis proliferatifEksudatif difusTerdapat prolifarasi sel mesangial dan infiltrasi polimorfonukleus.Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.Penebalan batang lobular (lobular stalk thickening) Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.Dengan bulan sabit (crescent)Prolifersi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral.

Glomelurosklerosis membranoproliferatifProliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana basalis de mesengium. Titer imunoglobulin beta-IC atau beta-IA rendah.

Glomelurosklerosis Fokal SegmentalSklerosis glomelorus dan atrofi tubulusPrognosis burukPembagian anatomi patologi) Kelainan minimalMerupakan bentuk utama dari glomerulonefritis dimana mekanisme patogenetik imun tampak tidak ikut berperan (tidak ada bukti patogenesis kompleks imun atau anti-MBG).Glomerolus tampak foot processus sel terpadu, maka disebut juga nefrosis lipid atau penyakit podosit.Kelainan yang relatif jinak adalah penyebab sindrom nefrotik yang paling sering pada anak-anak usia 1-5 tahun.Glomeruli tampak normal atau hampir normal pada mikroskop cahaya, sedangkan dengan mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit; hanya bentuk glomerolunefritis mayor yang tidak memperlihatkan imunopatologi.

Nefropati membranosa (glomerulonefritis membranosa)Penyakit progresif lambat pada dewasa dan usia pertengahan secara morfologi khas oleh kelainan berbatas jelas pada MBG.Jarang ditemukan pada anak-anak.Mengenai beberapa lobus glomerolus, sedangkan yang lain masih normal.Perubahan histologik terutama adalah penebalan membrana basalis yang dapat terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun elektron.

c). Glomerulosklerosis fokal segmentalLesi ini punya insidens hematuria yang lebih tinggi dan hipertensi, proteinuria nonselektif dan responnya terhadap kortikosteroid buruk.Penyakit ini mula-mula hanya mengenai beberapa glomeruli (istilah fokal) dan pada permulaan hanya glomeroli jukstameduler. Jika penyakit ini berlanjut maka semua bagian terkena. Secara histologik ditandai sklerosis dan hialinisasi beberapa anyaman didalam satu glomerolus, menyisihkan bagian-bagian lain. Jadi keterlibatannya baik fokal dan segmental.Lebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.

Glomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)Ditandai dengan penebalan membran basalis dan proliferasi seluler (hiperselularitas), serta infiltrasi sel PMN.Dengan mikroskop cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan matriks mesangial.Perluasan mesangium berlanjut ke dalam kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi membrana basalis (jejak-trem atau kontur lengkap)Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan pada sindrom nefrotik.e). Glomerulonefritis proliferatif fokalProliferatif glomeruler dan atau kerusakan yang terbatas pada segmen glomerulus individual (segmental) dan mengenai hanya beberapa glomerulus (fokal).Lebih sering ada dengan sindrom nefritik.

Gejala Klinis Ada 4 tanda dan gejala yang khas dari sindrom nefrotik, yaitu:Edema menyeluruh (bengkak di seluruh tubuh).Proteinuria (terdapat protein yang keluar bersamaan dengan urin); kadar protein yang keluar bersama urin lebih dari 50 mg/kgBB per 24 jam 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari, biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. proteinuri pada SNKM lebih besar daripada tipe lainnya.Hipoalbuminemia, kadar albumin dalam serum lebih rendah dari 2,5 g/dL.

4. Hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah yang tinggi); kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dL; dan sering mencapai 500 mg/dL. Kadar lipid yang tinggi pada serum dapat juga disertai dengan lipiduria pada urinalisis.

Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

sakit kepala, anak rewel, kelelahan, sakit perut, dan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan.Diagnosis Diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan urinalisis, pengukuran serum protein, dan laju filtrasi ginjal akan dilakukan. Kadang diperlukan biopsi dari ginjal. Biopsi ginjal adalah tindakan invasif dengan cara mengambil sebagian kecil organ ginjal untuk diteliti di bawah mikroskop di laboratorium.

Penatalaksanaan Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk mengurangi proteinuria, mengontrol edema dan mengobati komplikasiDiuretik disertai diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu mengontrol edema. Furosemid oral dapat diberikan dan bila resisten dapat dikombinasi dengan tiazid, metalazon dan atau asetazolamid. Kontrol proteinuria dapat memperbaiki hipoalbuminemia dan mengurangi risiko komplikasi yang ditimbulkan. Pembatasan asupan protein 0.8-1.0 g/kg BB/hari dapat mengurangi proteinuria. Obat penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor antagonists) dapat menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek aditif dalam menurunkan proteinuria.

Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan aktivitas)Restriksi protein dengan diet protein 0,8 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 g/kgBB ideal/hari + ekskresi protein dalam urin/24 jam. Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal. Hasilnya proteinuri berkurang, kadar albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun. Pembatasan garam atau asupan natrium sampai 1 2 gram/hari. Menggunakan garam secukupnya dalam makanan dan menghidari makanan yang diasinkan. Retriksi bertujuan untuk mencegah edema bertambah beratDiet rendah kolestrol < 600 mg/hariPembatasan asupan cairan terutama pada penderita rawat inap 900 sampai 1200 ml/ hariPada edema skrotum dapat dielevasi dengan bantal untuk memicu pembuangan cairan dengan bantuan gravitasi. Punksi ascitesMedikamentosa Pemberian albumin i.v. secara bertahap yang disesuaikan dengan kondisi pasien hingga kadar albumin darah normal kembali dan edema berkurang seiring meningkatnya kembali tekanan osmotik plasma. Diuretik: diberikan pada pasien yang tidak ada perbaikan edema pada pembatasan garam, sebaiknya diberikan tiazid dengan dikombinasi obat penahan kalsium seperti spirinolakton, atau triamteren tapi jika tidak ada respon dapat diberikan: furosemid, asam etakrin, atau butematid. Selama pengobatan pasien harus dipantau untuk deteksi kemungkinan komplikasi seperti hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravaskuler berat.

Perlu diperhatikan bahwa pemberian diuretikum harus memperhatikan kadar albumin dalam darah, apabila kadar albumin kurang dari 2 gram/l darah, maka penggunaan diuretikum tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan syok hipovolemik. Volume dan warna urin serta muntahan bila ada harus dipantau secara berkala.

Pemberian ACE-inhibitors misalnya enalpril, captopril atau lisinopril untuk menurunkan pembuangan protein dalam air kemih dan menurunkan konsentrasi lemak dalam darah. Tetapi pada penderita yang memiliki kelainan fungsi ginjal yang ringan sampai berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah sehingga tidak dianjurkan bagi penderita dengan gangguan fungsi ginjal.

Terapi ini memerlukan monitoring status volume, keseimbangan elektrolit serum, dan fungsi renal secara teliti untuk menghindari kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat. Volume overload simptomatik, disertai hipertensi dan gagal jantung, merupakan komplikasi potensial dari terapi albumin parenteral, kemungkinan dengan infus yang cepat. Kortikosteroid : Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari. Beberapa pasien akan mengalami relapse dalam menjalani terapi steroid 2 hari sekali atau dalam 28 hari pertama terapi prednisone dihentikan.Pasien ini disebut sebagai steroid dependent. Pasien yang berespon baik terhadap terapi prednisone namun relaps > 4 kali dalam periode 12 bulan dikatakan sebagai frequent relapser.

Pasien yang gagal berespon terhadap terapi steroid dikatakan sebagai steroid resistant. Sindrom nefrotik yang resisten terhadap steroid biasanya FSGS (80%), SNKM (20%), dan jarang pada glomerulonefritis proliferAntibiotika: diberikan bila terdapat infeksi pada penderita sindrom nefrotik akibat komplikasi dari penurunan sistem imun dan penggunaan corticosteroid jangka panjang pada sindrom nefrotik steroid dependent.

Komplikasi Sindrom Nefrotik Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan hemostasis pada sindrom nefrotik:1. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan: Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin seperti AT III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin.Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2, meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya fibrinolisis.Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus, bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakan.

Gangguan tubulus renalisGangguan klirens air bebas pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal.Gangguan pengasaman urin ditandai dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam.

Gagal ginjal akut.Terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan LFG.

AnemiaAnemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi Fe yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe.Hal ini disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum yang menurun akibat proteinuria.PeritonitisAdanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi streptokokus pneumonia, E.coli.

Gangguan keseimbangan hormon dan mineralKarena protein pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria. Penatalaksanaan Komplikasi Sindroma Nefrotik: Pengobatan komplikasi sindrom nefrotik ini secara simptomatik.Pengobatan kelainan koagulasi dengan pemberian zat anti koagulan dan trombosis diberikan trombolitik.Cegah infeksi. Jika terjadi infeksi sekunder maupun peritonitis diberikan antibiotik terutama yang berspektrum luas .Pemberian furosemid untuk meningkatkan hantaran ke tubulus distal. Selain itu, furosemid juga diberikan bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam. Dosis furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik, atau kehilangan cairan intravascular berat.

Jika terjadi gagal ginjal, hal ini membutuhkan proses dialisis, atau cangkok ginjal.

Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengurangi inflamasi infeksi kulit. Prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminngu atau selang sehari selama 4 minggu, kemudian dihentikan tanpa tapering off. Bila relaps, berikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi, kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila relaps sering atau resisten steroid, lakukan biopsi ginjal.

1,25mg kalsiferol sehari (50.000 unit) untuk atasi hipokalsemia, tapi masih dalam tahap percobaan.Prognosis Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera dapat mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi ginjal maupun proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal ginjal.Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid.Kelainan minimal (minimal lesion):Prognosis lebih baik daripada golongan lainnya; sangat baik untuk anak-anak dan orang dewasa, bahkan bagi mereka yang tergantung steroid.Nefropati membranosa (glomrolunefritis membranosa)Prognosis kurang baik 95% pasien mengalami azotemia dan meninggal akibat uremia dalam waktu 10-20 tahun.

Glomerulosklerosis fokal segmentalLebih jarang menyebabkan sindroma nefrotik.Prognosis burukGlomerolunefritis proliferatif membranosa (MPGN)Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis setelah infeksi streptococcus yang progresif dan pada sindrom nefrotik.

Pasien ini disebut sebagai steroid dependent. Pasien yang berespon baik terhadap terapi prednisone namun relaps > 4 kali dalam periode 12 bulan dikatakan sebagai frequent relapser.