LAPORAN KASUS
Transcript of LAPORAN KASUS
Laporan Kasus
Divisi Nefrologi
Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric
Junction (PUJ) Sinistra
Adhariana HK
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin /
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
PENDAHULUAN
Hidronefrosis didefinisikan sebagai pembengkakan atau dilatasi abnormal
pelvis dan kaliks ginjal yang disertai dengan berbagai tingkatan atrofi parenkim
ginjal. Hal tersebut terjadi akibat dari adanya hambatan aliran urine ke distal pelvis
renalis. Dalam keadaan normal, urin mengalir dari ginjal dengan tekanan yang
sangat rendah. Jika aliran urin tersumbat, maka urine akan mengalir kembali ke
pelvis renalis dan tubulus renalis. Hal ini akan menyebabkan ginjal menggelembung
yang lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Pada anak, insidens hidronefrosis berkisar antara 2-2,5 %, lebih banyak
ditemukan pada anak laki-laki dan usia kurang dari 1 tahun. Hidronefrosis juga dapat
ditemukan pada saat antenatal. Hidronefrosis antenatal terjadi pada 1:1000
kehamilan dan merupakan kelainan traktus urinarius terbanyak yang ditemukan
pada saat screening prenatal, yaitu berkisar 50 % dari seluruh kelainan traktus
urinarius.
Secara umum hidronefrosis disebabkan oleh kelainan-kelainan seperti :
1. Obstruksi pada PUJ (sambungan antara ureter dan pelvis renalis)
2. Obstruksi dibawah PUJ
3. Refluks vesikoureter
Pada anak, kebanyakan hidronefrosis disebabkan oleh adanya obstruksi
pada PUJ atau karena adanya batu pada traktus urinarius bagian atas.
PUJ adalah adanya hambatan/penyempitan pada bagian yang
menghubungkan pelvis renalis dan ureter, sehingga aliran urine dari pelvis menuju
ke vesika urinaria berkurang yang menyebabkan pembesaran ginjal oleh karena
kembalinya urin ke pelvis renalis (hidronefrosis) dan dapat menyebabkan kerusakan
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 1
ginjal. Angka kejadian 1:500-800 dan hampir setengahnya ditemukan massa
abdomen. Penderita lebih banyak laki-laki dibanding perempuan, dengan rasio 2 : 1,
dan mengenai ginjal unilateral sebanyak 76% danginjal bilateral sebanyak 10-40%
kasus.
Batu saluran kemih (BSK) ialah pembentukan batu di dalam saluran kemih.
Berdasarkan letaknya BSK dapat dibagi menjadi batu vesika dan batu ginjal. Angka
kejadian, komposisi batu, gambaran klinis pada anak sangat bervariasi dari satu
negara dengan degara lain. BSK ditemukan sama seringnya pada anak laki-laki
maupun perempuan, lebih sering ditemukan pada ras Kaukasia, dan jarang
ditemukan pada ras Afrika-Amerika.
Makalah ini melaporkan suatu kasus anak dengan Hidronefrosis Bilateral e.c
Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra
LAPORAN KASUS
M, anak perempuan, usia 8 tahun 5 bulan, masuk RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo, dikonsul dari divisi Hemato-Onkologi pada tanggal 25 November
2011 dengan diagnosis Tumor Abdomen DD/ Nefroblastoma, Neuroblastoma + Gizi
kurang + Short Stature. Riwayat penyakit diberikan oleh ibu penderita. Keluhan
utama adalah benjolan pada perut, diperhatikan sejak 1 tahun sebelum masuk
rumah sakit (RS). Awalnya sebesar telur ayam kemudian dalam waktu 1 tahun
membesar hingga sebesar kepalan tangan. Pasien tidak demam. Tidak ada batuk
atau sesak. Tidak ada mual atau muntah. Anak mau makan dan minum. Buang air
besar (BAB) biasa, warna kuning. Buang air kecil (BAK) kesan cukup, warna kuning.
Tidak ada riwayat BAK berwarna kemerahan. Riwayat penyakit keganasan dalam
keluarga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum anak tampak sakit sedang dengan
tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, pernapasan 24 kali/menit,
dan suhu 36,5oC. Berat badan (BB) 19 kg, Berat badan ideal (BBI) 21 kg, tinggi
badan (TB) 116 cm, lingkar lengan atas (LLA) 16 cm, lingkar kepala (LK) 50 cm,
lingkar dada (LD) 55 cm, dan lingkar perut (LP) 57 cm. Pasien tidak ada pucat,
sianosis maupun ikterus. Pada pemeriksaan kepala dan dada tidak tampak kelainan.
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 2
Pada pemeriksaan perut tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar
peristaltik dalam batas normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm,
diregio hipokondrium kiri, konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobile,
warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan
lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan darah rutin: hemoglobin 10,3 g/dl,
lekosit 3.510/mm3, eritrosit 4.940.000/mm3, hematokrit 30,6%, trombosit
170.000/mm3, MCV 64,8 fL, MCH 20,0 pg, MCHC 30,8 g/dL. Retikulosit 0,4%.
Elektrolit Na 140 mmol/l, K 5,4 mmol/l, Cl 109 mmol/l, protein total 7,1 g/dl, albumin
4,4 g/dl, ureum 30 mg/dl, kreatinin 0,5 mg/dl. Urin rutin warna kuning, protein +1/25,
leukosit 4-6/uL, eritrosit 10-15/uL, SSA +1. Feses rutin dalam batas normal.
Diagnosis kerja adalah Tumor Abdomen DD/ Nefroblastoma, Neuroblastoma
+ Gizi kurang + Short Stature + DD/ Anemia defisiensi, Anemia penyakit kronik.
Terapi yang diberikan Bc/c sambil menunggu hasil pemeriksaan penunjang.
Pada pemantauan lebih lanjut hari ke:
2: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi
80 kali/menit, pernapasan 24 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut
masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas
normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada
nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.
Hasil pemeriksaan LDH 651 µ/l (nilai rujukan <850µ/l), ferritin 146,5 ng/dl.
Pada pemeriksaan radiologi BNO-IVP didapatkan gambaran non function ginjal kiri,
nefrolith dekstra, Hidronefrosis dekstra derajat III.
7: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi
84 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut
masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas
normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada
nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 3
Hasil kultur urine didapatkan pertumbuhan bakteri aerob E. Coli, basil gram
negatif, jumlah bakteri/ml urine : 106. Tes kepekaan didapatkan peka terhadap
antibiotik Aztrenam, Ceforoxim, Cefepime, Cefotaxime, Ceftazidime, Ceftriaxon,
Chloramfenikol, Ciprofloxacin, Norfloxacin, Meropenem, Levloxacin, Trimetoprim,
serta resisten terhadap Amoxicillin, Ampicillin/Sulbactam, Cefazolin, Doxycycline,
Oxytetracyclin. Diberikan terapi cefixime syrup. LDH......VMA......
Pada CT-Scan Abdomen didapatkan gambaran hidronefrosis lanjut bilateral
dengan batu pada pelviocalyses kanan.
ALP : 217, Gamma GT : 13, LDH : 568, PT : 12,1, APTT : 32,4
Pada pemeriksaan apusan darah tepi didapatkan gambaran pansitopenia ec
susp perdarahan disertai tanda-tanda hemolitik.
Konsul rawat bersama dengan bagian bedah urologi untuk rencana operasi.
Pada foto APG hidronefrosis sinistra dengan obstruksi / stenosis ureter 1/3
tengah disertai massa urinoma.
17: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi
84 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut
masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas
normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada
nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.
Dilakukan operasi Extended pyelolithotomy dextra dan percutaneus nefrostomy
sinistra. Dari hasil operasi didapatkan batu pyelum dextra dan Hidronefrosis bilateral.
Batu 2 buah dengan ukuran 12x15 mm dan 4x5 mm. Pada ginjal kiri dipasang tube
ukuran 16. Terapi diberikan Cefotaxime 500 mg/12 jam/IV, Ranitidin ½ amp/8
jam/IV, Novalgin ½ amp/8 jam/iv, balance cairan tiap 12 jam dan mobilisasi.
Pada pemeriksaan sitologi cairan hidronefrosis didapatkan gambaran
mikroskopik terdiri dari banyak sel radang limfosit, netrofil, tidak ada sel maligna dan
disimpulkan sebagai lesi inflamasi.
Pada pemeriksaan analisis batu menunjukkan jenis batu.......
DISKUSI
Diagnosis Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi
Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 4
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Diagnosis hidronefrosis pada kasus ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi. Diagnosis
nefrolitiasis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi dan analisis batu
setelah operasi, sedangkan ............
Pada hidronefrosis akut, fungsi ginjal akan kembali normal setelah obstruksi
diatasi, tidak seperti pada hidronefrosis kronik dimana kelainan fungsi ginjal bersifat
ireversibel meskipun obstruksi telah dikoreksi. Progresifitas dari hidronefrosis
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :
1. Jumlah volume urine pada saat diuresis
2. Tipe dan derajat obstruksi
3. Fungsi glomerulus dan tubulus ginjal
4. Komlplians pelvis renalis
Normalnya volume urine yang terkandung dalam kaliks dan pelvis tiap ginjal
adalah sedikit (5-10 ml), tetapi dengan adanya obstruksi yang menetap maka
saluran kemih bagian proksimal tempat obstruksi akan mengalami dilatasi dan jika
obstruksi berlangsung lama ginjal dapat menjadi sangat membesar ukurannya.
Dalam keadaan ini kaliks dan pelvis akan sangat melebar, medula hampir rusak dan
korteks akan menjadi tipis sebagai bingkai yang sklerotik. Obstruksi yang terjadi
menyebabkan peningkatan tekanan pada ginjal yang ditandai dengan adanya
perubahan pada fitrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus dan aliran darah ginjal. Laju
filtrasi glomerulus (GFR) secara signifikan mengalami penurunan dalam beberapa
jam setelah obstruksi akut. Penurunan GFR ini dapat bertahan sampai berminggu-
minggu meskipun telah terjadi perbaikan. Sebagai tambahan, kemampuan fungsi
tubulus untuk transpor natrium, kalium, dan elektrolit lainnya juga mengalami
kegagalan.
Gejala dan tanda-tanda hidronefrosis tergantung pada penyebab obstruksi, letak
obstruksi, lama timbulnya obstruksi (akut atau kronik), unilateral atau bilateral.
Pada hidronefrosis akut yang biasanya disebabkan oleh adanya batu, terdapat
kolik renalis (nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang
panggul) pada sisi ginjal yang terkena yang dapat disertai mual, muntah serta
hematuri. Sedangkan pada hidronefrosis kronik dimana obstruksi terjadi secara
perlahan, bisa tidak menimbulkan gejala atau terdapat nyeri tumpul di daerah
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 5
antara tulang rusuk dan tulang pinggul. Biasa disertai dengan gejala yang tidak
spesifik antara lain : lemah, letih, lesu, mual dan muntah. Jika terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul gangguan irama jantung dan spasme
otot.
Laboratorium
- Urinalisis untuk melihat adanya darah dan kemungkinan terjadinya infeksi
saluran kemih
- Darah rutin untuk melihat adanya anemia atau proses infeksi
- Elektrolit darah
- Ureum, kreatinin, GFR untuk melihat fungsi ginjal
Pemeriksaan Radiologi
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasif
yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk,
letak dan struktur anatomi dalam ginjal. Pemeriksaan USG sangat sensitif
untuk mendeteksi hidronefrosis dengan akurasi > 90 %. Pada pasien dengan
hidronefrosis biasanya akan didapatkan pembesaran ginjal dan pelebaran
pada sistem pelviokalisesnya.
USG juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya antenatal
hidronefrosis yang biasanya terjadi pada trimester kedua dengan dilatasi
pelvis renalis ≥ 4 mm. Hidronefrosis ringan (mild hydronephrosis) jika dilatasi
pelvis renalis 4-10 mm. Sedangkan hidronefrosis berat (severe
hydronephrosis) jika diameter pelvis renalis > 10 mm pada usia gestasi 20-24
minggu dan > 16 mm pada usia gestasi 33 minggu. Berdasarkan Society for
Fetal Urology, hidronefrosis dibagi menjadi 4 tingkat yaitu:
Grade 1 : terjadi pemisahan pelvis renalis
Grade II : dilatasi pelvis renalis disertai dilatasi 1 atau 2 kaliks, parenkim ginjal
utuh
Grade III : dilatasi pelviokaliseal difus, parenkim ginjal utuh
Grade IV : dilatasi pelviokaliseal difus disertai penipisan parenkim ginjal
PUJO adalah
CT Scan Abdomen
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 6
CT Scan Abdomen memegang peranan penting dalam mengevaluasi
hidronefrosis. CT Scan memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam
ketepatan diagnosis batu yang dalam hal ini merupakan salah satu penyebab
terjadinya hidronefrosis.
Ureteropyelography
Selain USG dan CT Scan Abdomen, antegrade dan retrograde pyelography
juga dapat dilakukan untuk memberikan keterangan yang lebih rinci mengenai lokasi
dan penyebab obstruksi. Ureteropyelografi dilakukan apabila diperlukan keterangan
anatomik lebih lanjut atau jika ekskresi kontras ginjal tidak jelas atau tidak tampak.
Selain pemeriksaan yang disebutkan diatas, Voiding Cystourethrogram
(VCUG) juga dapat dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya refluks
vesicoureter dan kelainan anatomi lainnya seperti posterior urethral valves. Pada
saat ini juga dapat dilakukan diuretic renography untuk mendiagnosis obstruksi
traktus urinarius pada bayi dengan hidronefrosis persisten dan biasanya dilakukan
setelah dilakukan VCUG yang menunjukkan tidak adanya refluks vesicoureter.
Diuretic renography ini mengukur waktu drainase dari pelvis renalis dan menilai
fungsi ginjal individu. Pemeriksaan ini memerlukan insersi cateter kandung kemih
dan akses intravena untuk hidrasi dan administrasi radioisotop serta diuretik.
Radioisotop yang digunakan adalah Technetium Tc 99m-mercaptoacetyltriglycine
(Tc99mMAG3) yang diambil oleh korteks renalis, difiltrasi melalui membran basalis
glomerulus ke tubulus renalis dan diekskresikan ke dalam pelvis renalis dan traktus
urinarius.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada pasien hidronefrosis adalah
mempertahankan fungsi ginjal dengan menghilangkan faktor penyebab utama dalam
hal ini kebanyakan disebabkan oleh obstruksi, mengatasi penyulit terutama infeksi
saluran kemih
Profilaksis Antibiotik
Profilaksis antibiotik diberikan pada bayi atau anak yang memiliki resiko
tinggi terjadinya infeksi antara lain pada anak yang memiliki kelainan urologik seperti
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 7
refluks vesikoureter dan uropati obstruktif. Pada bayi profilaksis antbiotik ini
diberikan pada saat lahir sampai diagnosis refluks vesicoureter dan uropati obstruktif
disingkirkan. Profilaksis antibiotik ini tidak diberikan pada bayi dengan hasil USG
post natal normal.
Tindakan Bedah
Pada pasien dengan retensi urine dan pembesaran kandung kemih
diperlukan pemasangan kateter sebagai tindakan awal pengobatan. Pada pasien
dengan striktur atau batu pada ureter yang sulit untuk diangkat maka dilakukan
pemasangan cincin/stent pada ureter. Jika pemasangan stent tidak berhasil maka
dilakukan pemasangan tube percutaneus nefrostomi. Pada pasien dengan fungsi
ginjal yang sangat jelek maka dapat dilakukan nefrektomi sederhana.
KOMPLIKASI
Jika hidronefrosis tidak tertangani dengan baik maka peningkatan tekanan
dalam ginjal akan menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah dan
mengatur keseimbangan elektrolit tubuh. Hidronefrosis dapat menyebabkan infeksi
pada ginjal (pyelonephritis), sepsis dan pada beberapa kasus terjadi gagal ginjal
yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.
Hidronefrosis akut memiliki prognosis yang lebih baik jika infeksi dapat diatasi dan
ginjal berfungsi dengan baik. Sedangkan hidronefrosis kronik memiliki prognosis
yang lebih jelek karena fungsi ginjal yang telah rusak bersifat ireversibel. Pada
neonatus dengan antenatal hidronefrosis memiliki prognosis yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinda, Urinary Tract stones ( urolithiasis ), available from http://www.itokindo.org.com
2011.
2. Syaifullah Noer,dkk. Kompendium Nefrologi Anak. “ Infeksi dan Batu Saluran Kemih”
Unit Kerja Koordinasi Nefrologi, IDAI, Jakarta , 2011.
3. Badasyam, dkk. Batu saluran Kemih , Available from
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream.com Universitas Sumatera Utara, Medan,
2009.
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 8
4. Yulianto, Infeksi dan Batu Saluran Kemih. FKUI, Jakarta, 2009.
5. J. Paul Yukania, Urinary Tract stones Dissease, Available from
http://www.arizonaminimally.urology.com , 2011.
6. Lewis, Urinary Tract stones, Available from
http://www.right.diagnosis.urinary_stones.com , 2012.
7. Nurlina. Faktor- Faktor Risisko Kejadian Batu saluran Kemih pada Laki-laki , RS.
Karindi, Semarang, 2008.
8. Syarifuddin R. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK-
Unhas, Makassar, 2009.
9. Taralan T. Simposium dan Workshop Sehari Kegawatan pada Penyakit Ginjal
Anak, Makassar, 2006.
10. G.Ratu, Badji, Hardjoeno. Indonesian Journal “ Clinical Pathology and The Analysis
of Urethral Stones Profile at the Clinical Pathology Laboratory”, FK-Unhas,
Makassar, 2006.
11.Swierzewski, Stanley J. Overview of Ureteropelvic Junction Obstruction.
Hampden Urological AssociatesHolyoke. Available at
www.healthcommunities.com. Accessed on 2nd of March 2012.
12.Ureteropelvic Junction Obstruction(UPJO). School of Medicine and Public
Health. University of wisc#onsin – Madison. Available at
http://www.uwhealth.org. accessed on 16 of Mei 2012.
13.Han, Sang Won. (Au). Cendron, Marc (Ed). Pediatric Ureteropelvic Junction
Obstruction. Available at www.emedicine.medscape.com. Accessed on 2nd of
March 2012.
14.Grasso, Michael. Caruso Robert P. Phillips, Courtney K. UPJ Obstruction in
the Adult Population: Are Crossing Vessel Significant?. Available at
www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed on 2nd of March 2012
15.Matlaga, Brian R. Ureteropelvic Junction Obstruction. Johns Hopkins
Medicine: Ureteropelvic junction obstruction. Available
athttp://urology.jhu.edu. Accessed on 2nd of March 2012.
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 9
16.Tsai, Jeng Daw. et.al. Intermittent Hydronephosis Secondary to Ureteropelvic
Junction Obstruction: Clinical and Imaging Features. Available at
www.peditrics.org. cited on 2nd of March 2012.
17.Schulam, Peter G. Ureteropelvic Junction Obstruction. University of California,
Los Angeles. Page 323-6. Available at http://kidney.niddk.nih.gov. Accessed
on 2nd of March 2012.
18.Stifelman, Michael. Shah, Ojas. Ureteropelvic Junction Obstruction. NYU
Langone Medical Center. Available at http://urology.med.nyu.edu. Accessed
on 2nd of March 2012.
19.Partin, Kavoussi. Peters, Novict. Campbell’s Urology. Streem, SB. FFranke,
JJ. Smith, JA. in Management of Upper urinary Track Obstruction. USA:
Elsevier Science. 2002. p 463-89.
20.Schrier, Robert W. Diseases of the Kidney & Urinary Tract. 8th Ed. Denver:
Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p25.12-17.
21.Mughal,Sikandar Ali. Soomro,Sirajuddin. Pelvi-Ureteric Junction Obstructionin
Children. Journal of Surgery Pakistan. 2008. p 163-6
22.Braga, Luis H.P.Liard, Agnes. Bachy, Bruno. Mitrofanoff, Paul. Ureteropelvic
Junction Obstruction in Children: TwoVariants Of The Same Congenital
Anomaly?.Official Journal of the Brazilian Society of Urology. 2003. p 528-34.
23.
Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 10