LAPORAN KASUS

15
Laporan Kasus Divisi Nefrologi Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra Adhariana HK Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin / RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar PENDAHULUAN Hidronefrosis didefinisikan sebagai pembengkakan atau dilatasi abnormal pelvis dan kaliks ginjal yang disertai dengan berbagai tingkatan atrofi parenkim ginjal. Hal tersebut terjadi akibat dari adanya hambatan aliran urine ke distal pelvis renalis. Dalam keadaan normal, urin mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran urin tersumbat, maka urine akan mengalir kembali ke pelvis renalis dan tubulus renalis. Hal ini akan menyebabkan ginjal menggelembung yang lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Pada anak, insidens hidronefrosis berkisar antara 2-2,5 %, lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dan usia kurang dari 1 tahun. Hidronefrosis juga dapat ditemukan pada saat antenatal. Hidronefrosis antenatal terjadi pada 1:1000 kehamilan dan merupakan kelainan traktus urinarius terbanyak yang ditemukan pada saat screening prenatal, yaitu berkisar 50 % dari seluruh kelainan traktus urinarius. Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 1

Transcript of LAPORAN KASUS

Page 1: LAPORAN KASUS

Laporan Kasus

Divisi Nefrologi

Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric

Junction (PUJ) Sinistra

Adhariana HK

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin /

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar

PENDAHULUAN

Hidronefrosis didefinisikan sebagai pembengkakan atau dilatasi abnormal

pelvis dan kaliks ginjal yang disertai dengan berbagai tingkatan atrofi parenkim

ginjal. Hal tersebut terjadi akibat dari adanya hambatan aliran urine ke distal pelvis

renalis. Dalam keadaan normal, urin mengalir dari ginjal dengan tekanan yang

sangat rendah. Jika aliran urin tersumbat, maka urine akan mengalir kembali ke

pelvis renalis dan tubulus renalis. Hal ini akan menyebabkan ginjal menggelembung

yang lama kelamaan akan menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Pada anak, insidens hidronefrosis berkisar antara 2-2,5 %, lebih banyak

ditemukan pada anak laki-laki dan usia kurang dari 1 tahun. Hidronefrosis juga dapat

ditemukan pada saat antenatal. Hidronefrosis antenatal terjadi pada 1:1000

kehamilan dan merupakan kelainan traktus urinarius terbanyak yang ditemukan

pada saat screening prenatal, yaitu berkisar 50 % dari seluruh kelainan traktus

urinarius.

Secara umum hidronefrosis disebabkan oleh kelainan-kelainan seperti :

1. Obstruksi pada PUJ (sambungan antara ureter dan pelvis renalis)

2. Obstruksi dibawah PUJ

3. Refluks vesikoureter

Pada anak, kebanyakan hidronefrosis disebabkan oleh adanya obstruksi

pada PUJ atau karena adanya batu pada traktus urinarius bagian atas.

PUJ adalah adanya hambatan/penyempitan pada bagian yang

menghubungkan pelvis renalis dan ureter, sehingga aliran urine dari pelvis menuju

ke vesika urinaria berkurang yang menyebabkan pembesaran ginjal oleh karena

kembalinya urin ke pelvis renalis (hidronefrosis) dan dapat menyebabkan kerusakan

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 1

Page 2: LAPORAN KASUS

ginjal. Angka kejadian 1:500-800 dan hampir setengahnya ditemukan massa

abdomen. Penderita lebih banyak laki-laki dibanding perempuan, dengan rasio 2 : 1,

dan mengenai ginjal unilateral sebanyak 76% danginjal bilateral sebanyak 10-40%

kasus.

Batu saluran kemih (BSK) ialah pembentukan batu di dalam saluran kemih.

Berdasarkan letaknya BSK dapat dibagi menjadi batu vesika dan batu ginjal. Angka

kejadian, komposisi batu, gambaran klinis pada anak sangat bervariasi dari satu

negara dengan degara lain. BSK ditemukan sama seringnya pada anak laki-laki

maupun perempuan, lebih sering ditemukan pada ras Kaukasia, dan jarang

ditemukan pada ras Afrika-Amerika.

Makalah ini melaporkan suatu kasus anak dengan Hidronefrosis Bilateral e.c

Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra

LAPORAN KASUS

M, anak perempuan, usia 8 tahun 5 bulan, masuk RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo, dikonsul dari divisi Hemato-Onkologi pada tanggal 25 November

2011 dengan diagnosis Tumor Abdomen DD/ Nefroblastoma, Neuroblastoma + Gizi

kurang + Short Stature. Riwayat penyakit diberikan oleh ibu penderita. Keluhan

utama adalah benjolan pada perut, diperhatikan sejak 1 tahun sebelum masuk

rumah sakit (RS). Awalnya sebesar telur ayam kemudian dalam waktu 1 tahun

membesar hingga sebesar kepalan tangan. Pasien tidak demam. Tidak ada batuk

atau sesak. Tidak ada mual atau muntah. Anak mau makan dan minum. Buang air

besar (BAB) biasa, warna kuning. Buang air kecil (BAK) kesan cukup, warna kuning.

Tidak ada riwayat BAK berwarna kemerahan. Riwayat penyakit keganasan dalam

keluarga disangkal.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum anak tampak sakit sedang dengan

tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 80 kali/menit, pernapasan 24 kali/menit,

dan suhu 36,5oC. Berat badan (BB) 19 kg, Berat badan ideal (BBI) 21 kg, tinggi

badan (TB) 116 cm, lingkar lengan atas (LLA) 16 cm, lingkar kepala (LK) 50 cm,

lingkar dada (LD) 55 cm, dan lingkar perut (LP) 57 cm. Pasien tidak ada pucat,

sianosis maupun ikterus. Pada pemeriksaan kepala dan dada tidak tampak kelainan.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 2

Page 3: LAPORAN KASUS

Pada pemeriksaan perut tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar

peristaltik dalam batas normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm,

diregio hipokondrium kiri, konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, mobile,

warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan

lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan darah rutin: hemoglobin 10,3 g/dl,

lekosit 3.510/mm3, eritrosit 4.940.000/mm3, hematokrit 30,6%, trombosit

170.000/mm3, MCV 64,8 fL, MCH 20,0 pg, MCHC 30,8 g/dL. Retikulosit 0,4%.

Elektrolit Na 140 mmol/l, K 5,4 mmol/l, Cl 109 mmol/l, protein total 7,1 g/dl, albumin

4,4 g/dl, ureum 30 mg/dl, kreatinin 0,5 mg/dl. Urin rutin warna kuning, protein +1/25,

leukosit 4-6/uL, eritrosit 10-15/uL, SSA +1. Feses rutin dalam batas normal.

Diagnosis kerja adalah Tumor Abdomen DD/ Nefroblastoma, Neuroblastoma

+ Gizi kurang + Short Stature + DD/ Anemia defisiensi, Anemia penyakit kronik.

Terapi yang diberikan Bc/c sambil menunggu hasil pemeriksaan penunjang.

Pada pemantauan lebih lanjut hari ke:

2: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi

80 kali/menit, pernapasan 24 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut

masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas

normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada

nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.

Hasil pemeriksaan LDH 651 µ/l (nilai rujukan <850µ/l), ferritin 146,5 ng/dl.

Pada pemeriksaan radiologi BNO-IVP didapatkan gambaran non function ginjal kiri,

nefrolith dekstra, Hidronefrosis dekstra derajat III.

7: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi

84 kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut

masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas

normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada

nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 3

Page 4: LAPORAN KASUS

Hasil kultur urine didapatkan pertumbuhan bakteri aerob E. Coli, basil gram

negatif, jumlah bakteri/ml urine : 106. Tes kepekaan didapatkan peka terhadap

antibiotik Aztrenam, Ceforoxim, Cefepime, Cefotaxime, Ceftazidime, Ceftriaxon,

Chloramfenikol, Ciprofloxacin, Norfloxacin, Meropenem, Levloxacin, Trimetoprim,

serta resisten terhadap Amoxicillin, Ampicillin/Sulbactam, Cefazolin, Doxycycline,

Oxytetracyclin. Diberikan terapi cefixime syrup. LDH......VMA......

Pada CT-Scan Abdomen didapatkan gambaran hidronefrosis lanjut bilateral

dengan batu pada pelviocalyses kanan.

ALP : 217, Gamma GT : 13, LDH : 568, PT : 12,1, APTT : 32,4

Pada pemeriksaan apusan darah tepi didapatkan gambaran pansitopenia ec

susp perdarahan disertai tanda-tanda hemolitik.

Konsul rawat bersama dengan bagian bedah urologi untuk rencana operasi.

Pada foto APG hidronefrosis sinistra dengan obstruksi / stenosis ureter 1/3

tengah disertai massa urinoma.

17: Keadaan umum anak tampak lemah, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi

84 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan perut

masih tampak perut cembung, ikut gerak napas, terdengar peristaltik dalam batas

normal, teraba massa tumor dengan ukuran 10x10x2 cm, konsistensi kenyal,

permukaan rata, batas tegas, mobile, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada

nyeri tekan, ballotement (+). Hepar dan lien tidak teraba. Tidak ada Ascites.

Dilakukan operasi Extended pyelolithotomy dextra dan percutaneus nefrostomy

sinistra. Dari hasil operasi didapatkan batu pyelum dextra dan Hidronefrosis bilateral.

Batu 2 buah dengan ukuran 12x15 mm dan 4x5 mm. Pada ginjal kiri dipasang tube

ukuran 16. Terapi diberikan Cefotaxime 500 mg/12 jam/IV, Ranitidin ½ amp/8

jam/IV, Novalgin ½ amp/8 jam/iv, balance cairan tiap 12 jam dan mobilisasi.

Pada pemeriksaan sitologi cairan hidronefrosis didapatkan gambaran

mikroskopik terdiri dari banyak sel radang limfosit, netrofil, tidak ada sel maligna dan

disimpulkan sebagai lesi inflamasi.

Pada pemeriksaan analisis batu menunjukkan jenis batu.......

DISKUSI

Diagnosis Hidronefrosis Bilateral e.c Nefrolitiasis Dekstra dan Obstruksi

Pelvic Ureteric Junction (PUJ) Sinistra ditegakkan berdasarkan anamnesis,

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 4

Page 5: LAPORAN KASUS

pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Diagnosis hidronefrosis pada kasus ini

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi. Diagnosis

nefrolitiasis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi dan analisis batu

setelah operasi, sedangkan ............

Pada hidronefrosis akut, fungsi ginjal akan kembali normal setelah obstruksi

diatasi, tidak seperti pada hidronefrosis kronik dimana kelainan fungsi ginjal bersifat

ireversibel meskipun obstruksi telah dikoreksi. Progresifitas dari hidronefrosis

ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Jumlah volume urine pada saat diuresis

2. Tipe dan derajat obstruksi

3. Fungsi glomerulus dan tubulus ginjal

4. Komlplians pelvis renalis

Normalnya volume urine yang terkandung dalam kaliks dan pelvis tiap ginjal

adalah sedikit (5-10 ml), tetapi dengan adanya obstruksi yang menetap maka

saluran kemih bagian proksimal tempat obstruksi akan mengalami dilatasi dan jika

obstruksi berlangsung lama ginjal dapat menjadi sangat membesar ukurannya.

Dalam keadaan ini kaliks dan pelvis akan sangat melebar, medula hampir rusak dan

korteks akan menjadi tipis sebagai bingkai yang sklerotik. Obstruksi yang terjadi

menyebabkan peningkatan tekanan pada ginjal yang ditandai dengan adanya

perubahan pada fitrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus dan aliran darah ginjal. Laju

filtrasi glomerulus (GFR) secara signifikan mengalami penurunan dalam beberapa

jam setelah obstruksi akut. Penurunan GFR ini dapat bertahan sampai berminggu-

minggu meskipun telah terjadi perbaikan. Sebagai tambahan, kemampuan fungsi

tubulus untuk transpor natrium, kalium, dan elektrolit lainnya juga mengalami

kegagalan.

Gejala dan tanda-tanda hidronefrosis tergantung pada penyebab obstruksi, letak

obstruksi, lama timbulnya obstruksi (akut atau kronik), unilateral atau bilateral.

Pada hidronefrosis akut yang biasanya disebabkan oleh adanya batu, terdapat

kolik renalis (nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang

panggul) pada sisi ginjal yang terkena yang dapat disertai mual, muntah serta

hematuri. Sedangkan pada hidronefrosis kronik dimana obstruksi terjadi secara

perlahan, bisa tidak menimbulkan gejala atau terdapat nyeri tumpul di daerah

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 5

Page 6: LAPORAN KASUS

antara tulang rusuk dan tulang pinggul. Biasa disertai dengan gejala yang tidak

spesifik antara lain : lemah, letih, lesu, mual dan muntah. Jika terjadi

ketidakseimbangan elektrolit dapat timbul gangguan irama jantung dan spasme

otot.

Laboratorium

- Urinalisis untuk melihat adanya darah dan kemungkinan terjadinya infeksi

saluran kemih

- Darah rutin untuk melihat adanya anemia atau proses infeksi

- Elektrolit darah

- Ureum, kreatinin, GFR untuk melihat fungsi ginjal

Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG ginjal merupakan pemeriksaan yang tidak invasif

yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan tentang ukuran, bentuk,

letak dan struktur anatomi dalam ginjal. Pemeriksaan USG sangat sensitif

untuk mendeteksi hidronefrosis dengan akurasi > 90 %. Pada pasien dengan

hidronefrosis biasanya akan didapatkan pembesaran ginjal dan pelebaran

pada sistem pelviokalisesnya.

USG juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya antenatal

hidronefrosis yang biasanya terjadi pada trimester kedua dengan dilatasi

pelvis renalis ≥ 4 mm. Hidronefrosis ringan (mild hydronephrosis) jika dilatasi

pelvis renalis 4-10 mm. Sedangkan hidronefrosis berat (severe

hydronephrosis) jika diameter pelvis renalis > 10 mm pada usia gestasi 20-24

minggu dan > 16 mm pada usia gestasi 33 minggu. Berdasarkan Society for

Fetal Urology, hidronefrosis dibagi menjadi 4 tingkat yaitu:

Grade 1 : terjadi pemisahan pelvis renalis

Grade II : dilatasi pelvis renalis disertai dilatasi 1 atau 2 kaliks, parenkim ginjal

utuh

Grade III : dilatasi pelviokaliseal difus, parenkim ginjal utuh

Grade IV : dilatasi pelviokaliseal difus disertai penipisan parenkim ginjal

PUJO adalah

CT Scan Abdomen

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 6

Page 7: LAPORAN KASUS

CT Scan Abdomen memegang peranan penting dalam mengevaluasi

hidronefrosis. CT Scan memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam

ketepatan diagnosis batu yang dalam hal ini merupakan salah satu penyebab

terjadinya hidronefrosis.

Ureteropyelography

Selain USG dan CT Scan Abdomen, antegrade dan retrograde pyelography

juga dapat dilakukan untuk memberikan keterangan yang lebih rinci mengenai lokasi

dan penyebab obstruksi. Ureteropyelografi dilakukan apabila diperlukan keterangan

anatomik lebih lanjut atau jika ekskresi kontras ginjal tidak jelas atau tidak tampak.

Selain pemeriksaan yang disebutkan diatas, Voiding Cystourethrogram

(VCUG) juga dapat dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya refluks

vesicoureter dan kelainan anatomi lainnya seperti posterior urethral valves. Pada

saat ini juga dapat dilakukan diuretic renography untuk mendiagnosis obstruksi

traktus urinarius pada bayi dengan hidronefrosis persisten dan biasanya dilakukan

setelah dilakukan VCUG yang menunjukkan tidak adanya refluks vesicoureter.

Diuretic renography ini mengukur waktu drainase dari pelvis renalis dan menilai

fungsi ginjal individu. Pemeriksaan ini memerlukan insersi cateter kandung kemih

dan akses intravena untuk hidrasi dan administrasi radioisotop serta diuretik.

Radioisotop yang digunakan adalah Technetium Tc 99m-mercaptoacetyltriglycine

(Tc99mMAG3) yang diambil oleh korteks renalis, difiltrasi melalui membran basalis

glomerulus ke tubulus renalis dan diekskresikan ke dalam pelvis renalis dan traktus

urinarius.

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan pada pasien hidronefrosis adalah

mempertahankan fungsi ginjal dengan menghilangkan faktor penyebab utama dalam

hal ini kebanyakan disebabkan oleh obstruksi, mengatasi penyulit terutama infeksi

saluran kemih

Profilaksis Antibiotik

Profilaksis antibiotik diberikan pada bayi atau anak yang memiliki resiko

tinggi terjadinya infeksi antara lain pada anak yang memiliki kelainan urologik seperti

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 7

Page 8: LAPORAN KASUS

refluks vesikoureter dan uropati obstruktif. Pada bayi profilaksis antbiotik ini

diberikan pada saat lahir sampai diagnosis refluks vesicoureter dan uropati obstruktif

disingkirkan. Profilaksis antibiotik ini tidak diberikan pada bayi dengan hasil USG

post natal normal.

Tindakan Bedah

Pada pasien dengan retensi urine dan pembesaran kandung kemih

diperlukan pemasangan kateter sebagai tindakan awal pengobatan. Pada pasien

dengan striktur atau batu pada ureter yang sulit untuk diangkat maka dilakukan

pemasangan cincin/stent pada ureter. Jika pemasangan stent tidak berhasil maka

dilakukan pemasangan tube percutaneus nefrostomi. Pada pasien dengan fungsi

ginjal yang sangat jelek maka dapat dilakukan nefrektomi sederhana.

KOMPLIKASI

Jika hidronefrosis tidak tertangani dengan baik maka peningkatan tekanan

dalam ginjal akan menurunkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah dan

mengatur keseimbangan elektrolit tubuh. Hidronefrosis dapat menyebabkan infeksi

pada ginjal (pyelonephritis), sepsis dan pada beberapa kasus terjadi gagal ginjal

yang akhirnya dapat menimbulkan kematian.

Hidronefrosis akut memiliki prognosis yang lebih baik jika infeksi dapat diatasi dan

ginjal berfungsi dengan baik. Sedangkan hidronefrosis kronik memiliki prognosis

yang lebih jelek karena fungsi ginjal yang telah rusak bersifat ireversibel. Pada

neonatus dengan antenatal hidronefrosis memiliki prognosis yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinda, Urinary Tract stones ( urolithiasis ), available from http://www.itokindo.org.com

2011.

2. Syaifullah Noer,dkk. Kompendium Nefrologi Anak. “ Infeksi dan Batu Saluran Kemih”

Unit Kerja Koordinasi Nefrologi, IDAI, Jakarta , 2011.

3. Badasyam, dkk. Batu saluran Kemih , Available from

http://www.repository.usu.ac.id/bitstream.com Universitas Sumatera Utara, Medan,

2009.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 8

Page 9: LAPORAN KASUS

4. Yulianto, Infeksi dan Batu Saluran Kemih. FKUI, Jakarta, 2009.

5. J. Paul Yukania, Urinary Tract stones Dissease, Available from

http://www.arizonaminimally.urology.com , 2011.

6. Lewis, Urinary Tract stones, Available from

http://www.right.diagnosis.urinary_stones.com , 2012.

7. Nurlina. Faktor- Faktor Risisko Kejadian Batu saluran Kemih pada Laki-laki , RS.

Karindi, Semarang, 2008.

8. Syarifuddin R. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK-

Unhas, Makassar, 2009.

9. Taralan T. Simposium dan Workshop Sehari Kegawatan pada Penyakit Ginjal

Anak, Makassar, 2006.

10. G.Ratu, Badji, Hardjoeno. Indonesian Journal “ Clinical Pathology and The Analysis

of Urethral Stones Profile at the Clinical Pathology Laboratory”, FK-Unhas,

Makassar, 2006.

11.Swierzewski, Stanley J. Overview of Ureteropelvic Junction Obstruction.

Hampden Urological AssociatesHolyoke. Available at

www.healthcommunities.com. Accessed on 2nd of March 2012.

12.Ureteropelvic Junction Obstruction(UPJO). School of Medicine and Public

Health. University of wisc#onsin – Madison. Available at

http://www.uwhealth.org. accessed on 16 of Mei 2012.

13.Han, Sang Won. (Au). Cendron, Marc (Ed). Pediatric Ureteropelvic Junction

Obstruction. Available at www.emedicine.medscape.com. Accessed on 2nd of

March 2012.

14.Grasso, Michael. Caruso Robert P. Phillips, Courtney K. UPJ Obstruction in

the Adult Population: Are Crossing Vessel Significant?. Available at

www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed on 2nd of March 2012

15.Matlaga, Brian R. Ureteropelvic Junction Obstruction. Johns Hopkins

Medicine: Ureteropelvic junction obstruction. Available

athttp://urology.jhu.edu. Accessed on 2nd of March 2012.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 9

Page 10: LAPORAN KASUS

16.Tsai, Jeng Daw. et.al. Intermittent Hydronephosis Secondary to Ureteropelvic

Junction Obstruction: Clinical and Imaging Features. Available at

www.peditrics.org. cited on 2nd of March 2012.

17.Schulam, Peter G. Ureteropelvic Junction Obstruction. University of California,

Los Angeles. Page 323-6. Available at http://kidney.niddk.nih.gov. Accessed

on 2nd of March 2012.

18.Stifelman, Michael. Shah, Ojas. Ureteropelvic Junction Obstruction. NYU

Langone Medical Center. Available at http://urology.med.nyu.edu. Accessed

on 2nd of March 2012.

19.Partin, Kavoussi. Peters, Novict. Campbell’s Urology. Streem, SB. FFranke,

JJ. Smith, JA. in Management of Upper urinary Track Obstruction. USA:

Elsevier Science. 2002. p 463-89.

20.Schrier, Robert W. Diseases of the Kidney & Urinary Tract. 8th Ed. Denver:

Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p25.12-17.

21.Mughal,Sikandar Ali. Soomro,Sirajuddin. Pelvi-Ureteric Junction Obstructionin

Children. Journal of Surgery Pakistan. 2008. p 163-6

22.Braga, Luis H.P.Liard, Agnes. Bachy, Bruno. Mitrofanoff, Paul. Ureteropelvic

Junction Obstruction in Children: TwoVariants Of The Same Congenital

Anomaly?.Official Journal of the Brazilian Society of Urology. 2003. p 528-34.

23.

Dipresentasikan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS/RSWS pada 14 Januari 2013 10