laporan kasus

33
BAB I PENDAHULUAN Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas intraocular yang terjadi pada anak-anak dengan perhitungan kurang lebih 3 % dari semua kanker pada anak. 1 Tumor ini bersifat jarang namun bisa berakibat fatal. 2 Insiden retinoblastoma rata-rata 1 : 20000 dari kelahiran hidup. Seperiga kasus adalah bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras. 3, 4 Retinoblastoma dapat terjadi heriditer maupun non heriditer. Kasus heriditer melibatkan mutasi dari germinal, sedangkan non heriditer 25% diantaranya bilateral dan 15% adalah unilateral. Sedangkan saudara kandung dan keturunannya merupakan resiko menderita kanker ini. 5, 6 Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik) atau ke dalam (endofitik) atau kombinasi keduanya. Dapat terjadi penyebaran sel-sel tumor ke dalam vitreus. Retinoblastoma endofitik akan meluas ke dalam vitreus. Kedua jenis retinoblastoma, secara bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama nervus opticus ke otak. Tumor ini terkadang tumbuh secara difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam vitreus dan bilik mata depan. Dengan demikian, menimbulkan proses pseudoinflamasi yang dapat menyerupai retinitis, vitritis, uveitis atau endoftalmitis. 2 Perkembangan tumor ini diperkirakan terjadi akibat hilangnya dari dua anggota pasangan kromosom alel-alel dominan

description

akut abdomen rup tur spl en

Transcript of laporan kasus

Page 1: laporan kasus

BAB I

PENDAHULUAN

Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas intraocular yang terjadi pada anak-anak

dengan  perhitungan kurang lebih 3 % dari semua kanker pada anak. 1 Tumor ini bersifat

jarang namun bisa berakibat fatal. 2

 Insiden retinoblastoma rata-rata 1 : 20000 dari kelahiran hidup. Seperiga kasus

adalah bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras. 3, 4

Retinoblastoma dapat terjadi heriditer maupun non heriditer. Kasus heriditer melibatkan

mutasi dari germinal, sedangkan non heriditer 25% diantaranya bilateral dan 15% adalah

unilateral. Sedangkan saudara kandung dan keturunannya merupakan resiko menderita

kanker  ini. 5, 6

Retinoblastoma dapat tumbuh ke luar (eksofitik) atau ke dalam (endofitik) atau

kombinasi keduanya. Dapat terjadi penyebaran sel-sel tumor ke dalam vitreus.

Retinoblastoma endofitik akan meluas ke dalam vitreus. Kedua jenis retinoblastoma, secara

bertahap akan mengisi mata dan meluas bersama nervus opticus ke otak. Tumor ini terkadang

tumbuh secara difus di retina, melepaskan sel-sel ganas ke dalam vitreus dan bilik mata

depan. Dengan demikian, menimbulkan proses pseudoinflamasi yang dapat menyerupai

retinitis, vitritis, uveitis atau endoftalmitis.2

Perkembangan tumor ini diperkirakan terjadi akibat hilangnya dari dua anggota

pasangan kromosom alel-alel dominan profektif normal di sebuah lokus di dalam pita

kromosom 13q14. Gen ini berperan menghasilkan suatu fosfoprotein inti dengan aktivitas

pengikat DNA. Hilangnya alel disebabkan adanya mutasi di sel-sel somatic saja

(retinoblastoma herediter) atau juga di sel-sel germinativum (retinoblastoma non herediter). 2

Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar untuk

menimbulkan suatu pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan intraocular harus

dievaluasi untuk mencaari adanya retinoblastoma. Tumor stadium awal biasanya terlihat

apabila dicari, misalnya pada anak dengan riwayat herediter atau pada kasus-kasus yang mata

sebelahnya sudah terkena. 2

Enukleasi adalah terapi pilihan untuk Retinoblastoma ukuran besar. Mata dengan

tumor yang berukuran lebih kecil pada anak dapat diterapi secara efektif dengan Radioterapi

Plaque atau External Beam, Krioterapi, atau Fotokoagulasi. Kemoterapi dapat digunakan

Page 2: laporan kasus

untuk memperkecil ukuran tumor besar sebelum dilakukan terapi jenis lain dan terkadang

sebagai terapi tunggal. Kemoterapi juga digunakan untuk mengobati tumor yang sudah

meluas ke otak, orbita atau ke distal dan mungkin diberikan setelah dilakukan enukleasi pada

pasien dengan resiko penyebaran yang tinggi. 2

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan fisiologi retina

Retina adalah suatu membran yang tipis dan

bening, terdiri atas penyebaran dari serabut-serabut saraf optik. Retina melapisi dua pertiga

posterior dinding bola mata. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Retina berbatas dengan

koroid dengan sel pigmen epitel retina dan terdiri atas lapisan mulai dari sisi dalamnya adalah

sebagai berikut:

1.      Membran limitan interna

2.      Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus

optikus

3.      Lapisan sel ganglion

Page 3: laporan kasus

4.      Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel amakrin

dan sel bipolar

5.      Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal

6.      Lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan

fotoreseptor

7.      Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8.      Membran limitan eksterna

9.      Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

10.  Epitel pigmen retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior.

Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu

penglihatan terdapat macula berdiameter 5,5-6 mm yang secara klinis dinyatakan sebagai

daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Aderah ini

ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis yang secara histology merupakan bagian

retina yang ketebalan lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Macula lutea secara

anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal

kuning (xantofil). Fovea yang berdiameter 1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada

angiografi fluoresens. Secara histology, fovea ditandai dengan daerah yang mengalami

penipisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim lain. Hal-hal ini terjadi karena akson sel

fotoresepsor berjalan miring (lapisan serabut Henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih

dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di tengah macula, 4 mm

lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang berdiameter 0,25 mm yang secara klinis

tampak jelas dengan oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus.

Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan hanya mengandung

fotoreseptor kerucut. Gambaran histology fovea dan foveola ini memungkinkan diskriminasi

visual yang tajam; foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang ekstraseluler

retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di macula. Penyakit yang

menyebabkan penumpukan bahan ekstra sel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan

daerah ini (edema makula).

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaris yang berada tepat di luar

membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan

lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang-cabang dari

arteria centralis retinae yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diarahi

Page 4: laporan kasus

oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tidak dapat diperbaiki bila retina

mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang,

yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh koroid berlubang-lubang.

Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.

Fungsi Retina

Fungsi  retina  pada  dasarnya  adalah  menerima  bayangan  visual  yang dikirim  ke  otak.

Bagian  sentral  retina  atau  daerah  makula  mengandung  lebih banyak fotoreseptor kerucut

daripada bagian perifer retina. Terdapat dua sel pada retina yaitu:

         Sel kerucut (cones) yang berjumlah 7 juta dan paling banyak di region fovea, berfungsi

untuk  sensasi  yang  nyata  (penglihatan  yang  paling  tajam)  dan penglihatan warna.

         Sel batang (rods) untuk sensasi yang sama-samar pada waktu malam atau cahaya  remang.

Sel  ini  mengandung  pigmen  visual  ungu  yang  disebut rhodopsin.

  

2.2. Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah suatu tumor ganas intraocular yang terjadi pada anak-anak

dengan  perhitungan kurang lebih 3 % dari semua kanker pada anak. 1 Tumor ini bersifat

jarang namun bisa berakibat fatal. 2

 Insiden retinoblastoma rata-rata 1 : 20000 dari kelahiran hidup. Seperiga kasus

adalah bilateral. Laki-laki dan perempuan dapat terkena dan tidak dipengaruhi oleh ras. 3, 4

Retinoblastoma dapat terjadi heriditer maupun non heriditer. Kasus heriditer melibatkan

mutasi dari germinal, sedangkan non heriditer 25% diantaranya bilateral dan 15% adalah

unilateral. Sedangkan saudara kandung dan keturunannya merupakan resiko menderita

kanker  ini. 5, 6

Klasifikasi

Klasifikasi Reese-Ellworth adalah metode penggolongan retinoblastoma intraocular yang

paling sering digunakan tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan retinoblastoma

ekstraokular. Klasifikasi ini diambil dari perhitungan jumlah, ukuran, lokasi tumor dan

dijumpai adanya vitreous seeding. 7

Klasifikasi Reese-Ellsworth

• Group I

Page 5: laporan kasus

a. Tumor Soliter, ukuran kurang dari 4 diameter disc, pada atau dibelakang equator

b. Tumor Multipel, ukuran tidak melebihi 4 diameter disc, semua pada atau dibelakang

equator

• Group II

a.       Tumor Soliter, ukuran 4-10 diameter disc, pada atau dibelakang equator

b.      Tumor Multipel, ukuran 4-10 diameter disc, dibelakang equator

• Group III

a. Ada lesi dianterior equator

b. Tumor Soliter lebih besar 10 diameter disc dibelakang equator.

• Group IV

a.       Tumor Multipel, beberapa besarnya lebih besar dari 10 diameter disc

b.      Ada lesi yang meluas ke anterior ora serrata

• Group V

a.       Massive tumors melibatkan lebih dari setengah retina

b.      Vitreous seeding

Children’s Oncology Group (COG) sekarang ini melakukan evaluasi sebuah sistem

klasifikasi internasional yang baru, yang akan digunakan pada percobaan klinis serial yang

akan datang.

International Classification of Retinoblastoma 7

Group Features

A      Small tumor: ≤3 mm     Large tumor: >3 mm

B       Macular: ≤3 mm to foveola      Juxtapapillary: ≤3 mm to disc      Subretinal fluid: ≤3 mm from the margin      Focal seeds

C       Subretinal seeds: ≤3 mm      Vitreous seeds: ≤3 mm      Both subretinal and vitreous seeds: ≤3 mm      Diffused seeds

D       Subretinal seeds: >3 mm      Vitreous seeds: >3 mm

Page 6: laporan kasus

E       Extensive retinoblastoma occupying more than 50% or neovascular glaucoma or opagque media from hemorrhage in anterior chamber, vitreous or subretinal space

Patogenesis

Retinoblastoma dapat terjadi secara familial atau sporadik. Hanya 6-10% penderita

yang mempunyai riwayat familial. Kebanyakan kasus dapat terjadi pada kedua mata,

walaupun beberapa tumor terjadi pada satu mata. 8, 9 Anak dari pasien retinoblastoma

herediter yang sembuh mempunyai satu atau dua kemungkinan untuk membawa mutasi gen

germinal sedangkan carrier kemungkinan menderita retinoblastoma adalah 90% jika orang

tuanya menerita retinoblastoma bilateral dan kemungkinan kecil menderita retinoblastoma

unilateral. 6, 9

PENDERITA % kemungkinan

menderita

retinoblastoma

Penderita dengan carrier mutasi gen

RB1

90

Keturunan 45

Saudara kandung (jika diwarisi

orang tua)

45

Saudara kandung dengan

retinoblastoma bilateral

2

Saudara kandung dengan retinoblastoma unilateral

1

Page 7: laporan kasus

Prototipe gen penekan kanker/tumor yang

pertama kali ditemukan adalah retinoblastoma. Sekitar 60% retinoblastoma bersifat sporadic

dan sisanya familial dengan presdiposisi terjangkit tumor diwariskan sebagai sefat dominan

autosomal. Untuk menjelaskan kasus sporadic dan familial tumor ini, Knudson pada tahun

1974 mengajukan two-hits hypothesis-nya yang sekarang terkenal. Dari aspek molecular,

hipotesis ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 10

            Diperlukan dua mutasi (hits) untuk menghasilkan retinoblastoma. Keduanya melibatkan gen

retinoblastoma yang terletak di kromosom 13q14. Kedua alel normal lokus retinoblastoma

harus diinaktifkan (dua hits) agar retinoblastoma dapat muncul

            Pada kasus familial, anak mewarisi satu salinan detektif gen retinoblastoma di sel

germinativum dan salinan lainnya normal. Retinoblastoma timbul apabila gen retinoblastoma

normal lenyap di retinoblas akibat mutasi somatic. Karena pada keluarga retinoblastoma

hanya diperlukan satu mutasi somatic agar ekspresi penyakit terjadi, pewarisan familial

mengikuti pola dominan autosomal.

            Pada kasus sporadik, kedua alel retinoblastoma normal hilang akibat mutasi somatic di

salah satu retinoblas. Hasil akhirnya sama yaitu sel retina yang kehilangan kedua salinan

normal dari gen retinoblastoma menjadi kanker.

Gambaran Klinis

Usia median pasien saat datang adalah 2 tahun, walaupun tumor sudah ada sejak lahir.

Gambaran awal adalah gangguan penglihatan, strabismus, rona keputihan di pupil (pantulan

mata kucing) dan nyeri spontan atau nyeri tekan pada mata. Gejala yang  paling sering

Page 8: laporan kasus

muncul pada retinoblastoma adalah leukocoria (56,1 % kasus) yang disebabkan karena

adanya masa intraokuler yang luas dan strabismus. Gejala sekunder yang  juga dapat muncul

akibat tumor ini antara lain glukoma, retinal detachment, dan inflamasi akibat nekrosis

tumor. Beberapa gejala yang jarang muncul antara lain pseudouveitis disebabkan oleh tumor

yang menginvasi retina secara difus tanpa ada massa padat pusat dan inflamasi seperti

selulitis orbita akibat nekrosis tumor. Di negara-negara yang kualitas kesehatannya masih

rendah juga dapat ditemukan penderita dengan proptosis. Leukokoria selain oleh

retinoblastoma  juga dapat disebabkan oleh katarak kongenital, persistent hyperplastic

primary vitreous, retinopati prematuritas, toxocariasis okular, Coats disease, dan beberapa

penyebab lain misalnya astrositoma retina yang jarang ditemukan. 11, 12, 13

Diagnosis

Computed Tomography Scanning (CT scan) merupakan pencitraan ideal untuk mendeteksi

adanya kalsifikasi intraocular. Magnetic Resonance Imaging (MRI) orbita lebih sensitive

untuk mengevaluasi penyebaran ekstraokular. Khususnya keterlibatan saraf mata. Selain itu,

MRI otak dan medulla spinal serta pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal juga dilakukan

untuk melihat adanya penyebaran ke sum-sum saraf mata. Bone marrow puncture (BMP) dan

bone scan diindikasikan apabila ada kecurigaan metastasis atau ditemukan kelainan darah. 6,14

Tatalaksana

Dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus dilakukan adalah

menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan

visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan

kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi,

Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy.

Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan

terus berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama

Retinoblastoma Intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor

Page 9: laporan kasus

sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada Retinoblastoma unilateral lanjut masih

direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari

manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk

menghindari penyebaran tumor ke Ekstraokular.

1.         Enukleasi

        Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun beberapa dekade

terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral 12.

Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :

      Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata

      Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus

      Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular.

2.         Kemoterapi

Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular Bilateral pada

dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi

sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi

dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat

kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini

regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan

Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu

untuk 4-9 siklus kemoterapi.

a.       Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang

secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction

untuk Retinoblastoma menggunakan Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin,

lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya

bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang

berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser

Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat digunakan tanpa

Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah,

rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia

myologenous akut pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk

etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi

sistemik.

Page 10: laporan kasus

3.         Periocular Chemotherapy

Periocular Chemotherapy yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada

data terbaru penggunaan carboplatin subconjunctiva sebagai terapi Retinoblastoma pada

percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati

adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah

dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid

oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan.

4.         Photocoagulation dan Hyperthermia

Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi Retinoblastoma

yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus

putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser

yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-

10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor

menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung

yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi.

5.         Krioterapi

Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan

apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw

Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan

cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering

memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau

komplikasi terapi.

6.         External-Beam Radiation Therapy

Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan

pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai Lens-Sparing Technique, untuk melepaskan

4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada anak

Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau Krioterapi. Keselamatan bola

mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi

oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder. Dua hal penting yang membatasi pada

penggunaan External Beam Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah :

Page 11: laporan kasus

a.       Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada resiko kedua,

tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh

paparan External Beam Radiotherapy.

b.      Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi midface hypoplasia,

Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy.

Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External Beam

Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan

bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi

sistemik dapat memperlambat kebutuhan External Beam Radiotherapy, memberikan

perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi

sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.

7.         Plaque Radiotherapy ( Brachytherapy )

Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi

penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi

utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini

secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16mm

dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan

Ruthenium 106.

Prognosis

Anak-anak dengan Retinoblastoma Intraokular yang mendapat perawatan medis

modern mempunyai prognosis yang baik untuk bertahan hidup. Di negara berkembang laju

keselamatan hidup pada anak lebih dari 95%. Kebanyakan faktor resiko penting yang

dihubungkan dengan kematian adalah tumor yang meluas ke ekstraokular, secara lansung

melalui sclera, atau yang lebih sering dengan invasi saraf optikus, khususnya pada

pembedahan Reseksi Margin. Anak yang bertahan dengan Retinoblastoma Bilateral

meningkatkan insiden keganasan non okular dikemudian hari. Kira-kira waktu laten untuk

perkembangan tumor sekunder 9 tahun dari penatalaksaan Retinoblastoma primer. Mutasi

RBI dihubungkan  dengan insiden 26,5% perkembangan tumor sekunder dalam 50 tahun

pada pasien yang diterapi tanpa terpapar terapi radiasi.

Page 12: laporan kasus

BAB III

STATUS OFTALMOLOGIS

3.1 Identitas

Nama                           : An. U

Jenis kelamin               : Perempuan

Umur                           : 2 tahun

Nama Ibu                    : Ny. H

Usia Ibu                      : 30 tahun

Pekerjaan Ibu              : IRT

Nama Ayah                 : Tn. M

Usia Ayah                    : 36 tahun

Suku                            : Betawi

Alamat                         : *** (disensor yaaa :p)

Masuk poli mata          : 28 Desember 2011

3.2 Anamnesis

Aloanamnesis dilakukan pada tanggal 28 Desember 2011

Keluhan utama: Mata kiri menonjol sejak 3 bulan yang lalu

Keluhan tambahan: Mata kiri pasien berair dan keluar kotoran

Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang berobat diantar ibunya ke Poli Mata RSUP

Fatmawati dengan keluhan mata kiri yang menonjol sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya hanya

terdapat bulatan putih di bagian mata kiri yang sedikit mengganggu penglihatan. Bulatan

putih tersebut sudah ada sejak bayi. Mata kiri pasien kemerahan, berair, sakit, silau saat

terkena cahaya, gatal dan belekan. Sejak saat itu pasien terlihat lebih rewel apalagi ketika

ingin tidur. Hari minggu tanggal 18 Desember 2011 mulai timbul tonjolan yang semakin

membesar pada bola mata kiri pasien. Pasien juga mengeluh demam hilang timbul,

penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.  Pasien berobat ke puskesmas tanggal 18

Desember 2011 dan diberi obat penurun panas serta obat tetes mata tetapi ibu pasien tidak

tahu jenis obat tetes mata tersebut.

Riwayat penyakit dahulu: Sebelumnya tidak ada riwayat trauma

Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada keluarga yang mengeluh seperti ini. Tidak ada

riwayat kanker atau tumor dalam keluarga.

Page 13: laporan kasus

Riwayat kelahiran: Tidak ada gangguan saat hamil, ditolong dengan bidan dan dokter, lahir

dengan vacum , langsung menangis dengan usia kelahiran 12 bln.

Riwayat perkembangan: Normal sesuai dengan usianya.

Riwayat makanan: Tidak diberi ASI tetapi diganti dengan susu formula.

Riwayat imunisasi: Hanya imunisasi campak.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/mnt

Suhu : 37,5 C

Pernafasan : 20 x/mnt

Kepala : Normocephali

THT : Dalam batas normal

Mulut : Lidah kotor (-), tonsil T1-T1

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen : Buncit (-), nyeri tekan (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas : Akral hangat, edem -/-tidak ada deformitas pada ekstremitas pasien.

Status oftalmologi

Visus ODS: sulit dinilai

Pemeriksaan kamar terang

1. Kedudukan bola mata                                     OD                                            OS

Posisi Ortoposisi OrtoposisiEksoftalmus - +Enoftalmus - -

Page 14: laporan kasus

2. Pergerakan bola mata                                     OD                                            OS

Nasal Baik BaikTemporal Baik BaikSuperior Baik BaikInferior Baik BaikNasal superior Baik BaikNasal inferior Baik BaikTemporal superior Baik BaikTemporal inferior Baik Baik

3. Supersilia                                                       OD                                             OS

Alopesia - -Sikatrik - -

4. Palpebra superior                               OD                                            OS

Edema - +Spasme - -Hiperemis - +Benjolan - -Ulkus - -Fistel - -Ektropion - -Entropion - -Hordeolum - -Kalazion - -Ptosis - -Lagoftalmus - -

5. Palpebra inferior                                             OD                                            OS    

Edema - +Hiperemis - +Benjolan - -Ulkus - -Fistel - -

Page 15: laporan kasus

Ektropion - -Entropion - +Hordeolum - -Kalazion - -

6. Margo palpebra superior                                OD                                             OS

Edema - +Hiperemis - +Sekret - -Benjolan - -Trikiasis - -Distrikiasis - -Madarosis - -Ulkus - -Fistel - -

7. Margo palpebra inferior et silia                     OD                                            OS

Edema - +Hiperemis - +Sekret - -Benjolan - -Trikiasis - -Distrikiasis - -Madarosis - -Ulkus - -Fistel - -

8. Area Kelenjar Lakrimal                                  OD                                            OS

Edema - -Hiperemis - -Benjolan - -Fistel - -

9. Punctum lakrimalis                                         OD                                            OS

Page 16: laporan kasus

Edema - -Hiperemis - -Sekret - -Epikantus - -

10. Konjungtiva tarsalis superior                       OD                                            OS

Kemosis - -Hiperemis - +Anemis - -Folikel - -Papil - -Lithiasis - -Simblefaron - -

11. Konjungtiva tarsalis inferior                        OD                                            OS

Kemosis - -Hiperemis - +Anemis - -Folikel - -Papil - -Lithiasis - -Simblefaron - -

12. Konjungtiva fornix superior et inferior       OD                                             OS

Kemosis - -Hiperemis - +Simblefaron - -

13. Konjungtiva bulbi                                        OD                                            OS          

Kemosis - +Pterigium - -Pinguekula - -Flikten - -Simblefaron - -

Page 17: laporan kasus

Injeksi konjungtiva - +Injeksi episklera - -Injeksi silier - +Perdarahan

subkonjungtiva- -

  

14. Kornea                                                        OD                                             OS     

Kejernihan Jernih KeruhEdema - +Ulkus - -Flikten - -Makula - -Leukoma - +Leukoma adheren - -Stafiloma - -Neovaskularisasi - +Pigmen iris - -Bekas jahitan - -Tes fluoresin Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukanTes Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan

15. Limbus kornea                                            OD                                             OS

Arkus senilis - -Bekas jahitan - -

16. Sklera                                                           OD                                            OS       

Sklera biru - -Episkleritis - -Skleritis - -

17. Tekanan intra okuler                                   OD                                            OS  

Palpasi Normal N -Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Page 18: laporan kasus

Pemeriksaan kamar gelap

1. Kornea                                                            OD                                            OS                 

Kejernihan Jernih KeruhNebula - -Keratik presipitat - -Imbibisio - -Infiltrat - -Ruptur terepitelisasi - -

2. Kamera Okuli anterior                                   OD                                            OS   

Kedalaman Dalam Sulit dinilaiKejernihan Jernih Sulit dinilaiFlare - -Sel - -Hipopion - -Hifema - -

3. Iris                                                                 OD                                             OS

Warna Coklat tua Sulit dinilaiGambaran radier Jelas Sulit dinilaiEksudat - -Atrofi - -Sinekia anterior - +Sinekia posterior - +Sinekia anterior perifer - -Iris bombe - -Iris tremulans - -

4. Pupil                                                              OD                                            OS

Bentuk Bulat Tidak bulatBesar 3 mm 3 mmRegularitas Regular ireguler

Page 19: laporan kasus

Isokoria Isokor anisokorLetak Sentral sentralRefleks cahaya

langsung+ Sulit dinilai

Refleks cahaya tidak

langsung- Sulit dinilai

Seklusio pupil - -Oklusio pupil - +Leukokoria - +

5. Lensa                                                            OD                                            OS

Kejernihan Jernih Sulit dinilaiIris shadow test - -Refleks kaca - -Pigmen iris - -Luksasi - -

6. Badan kaca                                                    OD                                             OS

Kejernihan Jernih Sulit dinilaiFlare - -

7. Funduskopi                                                  OD                                               OS

Reflek fundus + Sulit dinilaiPapil

Bulat, batas tegas, warna

Sulit dinilai

     Aa/vv 2 : 3 Sulit dinilaiRetina

Eksudat (-), sikatrik (-), Sulit dinilai

Makula lutea Refleks macula (+) Sulit dinilai

Gambar                      

Page 20: laporan kasus

 

IV. RESUME

Pasien datang berobat diantar ibunya ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan

mata kiri yang menonjol sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya hanya terdapat bulatan putih di

bagian mata kiri yang sedikit mengganggu penglihatan. Bulatan putih tersebut sudah ada

sejak bayi. Mata kiri pasien kemerahan, berair, sakit, silau saat melihat cahaya, gatal dan

belekan. Sejak saat itu pasien terlihat lebih rewel apalagi ketika ingin tidur. Hari minggu

tanggal 18 Desember 2011 mulai timbul tonjolan yang semakin membesar pada bola mata

kiri pasien. Pasien juga mengeluh demam hilang timbul, penurunan nafsu makan dan

penurunan berat badan.  Pasien berobat ke puskesmas tanggal 18 Desember 2011 dan diberi

obat penurun panas serta obat tetes mata. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Tidak ada

riwayat kanker atau tumor dalam keluarga Pasien lahir prematur dgn dibantu vacum. Pasien

tidak diberi ASI dan hanya imunisasi campak.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal, sedangkan pada status oftalmologi:

OD Pemeriksaan OS

- Visus s.c

c.c

-

Ortoposisi Posisi bola mata Ortoposisi, eksoftalmus

Baik ke segala arah Pergerakan bola

mata

Baik ke segala arah

Tenang Palpebra Edema, hiperemis,

Page 21: laporan kasus

entropion,

Tenang Konjungtiva tarsal Hiperemis

Tenang Konjungtiva fornix Hiperemis

Tenang Konjungtiva bulbi Kemosis, injeksi

konjungtiva dan silier

Jernih, arcus senilis

(-)

Kornea Keruh, edema, leukoma,

neovaskularisasi

Jernih, dalam Kamera okuli

anterior

Sulit dinilai

Coklat, kripti teratur Iris Sulit dinilai

Bulat, isokor, regular,

sentral, 3 mm, RCL

+/+, RCTL +/+

Pupil Sulit dinilai

jernih Lensa Sulit dinilai Jernih Cairan vitreus Sulit dinilai

Palpasi: Normal Tekanan bola mata Palpasi: N -

Refleks fundus (+), 

papil bulat, batas

tegas, orange, CDR

0,3, aa/vv 2:3, retina

dalam batas normal,

refleks makula (+)

Funduskopi Sulit dinilai

 V. DIAGNOSA KERJA

            Retinoblastoma OS

VII. DIAGNOSIS BANDING

            -

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

-          Pemeriksaan USG

Page 22: laporan kasus

-          Pemeriksaan CT-Scan orbita

VII. PENATALAKSANAAN

Operasi retinoblastoma secara enukleasi dan kemoterapi

IX. PROGNOSIS

OS       Ad Vitam                    : dubia ad malam            Ad Visam                    : dubia ad malam            Ad Fungtionam           : dubia ad malam

BAB IV

DISKUSI KASUS

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan

oftalmologis serta dipertegas dengan pemeriksaan fisik berupa USG dan CT-Scan orbota.

Pasien mengeluh mata kiri pasien berair, sakit, merasa silau saat melihat cahaya, rewel

apalagi ketika ingin tidur, hal ini sesuai dengan gejala glaukoma. Dari hasil anamnesis dan

pemeriksaan oftalmologi didapatkan adanya bulatan putih di bagian mata kiri yang sudah

terjadi sejak pasien masih bayi lalu pada hari minggu tanggal 18 Desember 2011 mulai

timbul tonjolan pada bola mata kiri yang semakin membesar. Gejala yang dialami pasien ini

sesuai dengan retinoblastoma karena gejala awal seseorang terkena retinoblastoma adalah

munculnya leukoria dan matanya bercahaya jika dalam keadaan redup (seperti “mata

kucing”). Hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi dapat dipertegas melalui

pemeriksaan penunjang seperti USG dan CT-Scan. Apabila dari hasil pemeriksaan penunjang

tersebut  terdapat kalsifikasi intraokular, maka sudah pasti diagnosis kerja pasien adalah

retinoblastoma.

            Prognosis ad vitam, ad visam dan ad fungtionam pada mata kiri pasien ini adalah

dubia ad malam karena retinoblastoma pada mata kiri pasien sudah mencapai group V.

BAB V

KESIMPULAN

Page 23: laporan kasus

Pada pasien ini dapat disimpulkan diagnosa kerja pasien adalah retinoblastoma OS.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dialami pasien, dan  pemeriksaan oftalmologi.

Tatalaksana yang akan dilakukan pada pasien ini adalah pembedahan dengan teknik

enukleasi serta kemoterapi. Prognosis pada pasien ini adalah buruk, terlihat  dari

retinoblastoma yang sudah mencapai group V.

  

DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski, Jack J. Clinical Ophtalmology, A Systemic Approach, second edition. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1993, 542-552.

2. Vaughan, Daniel G., Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: Widya  Medika, 2000, 208-209.

3. Lanzkowsky P. Retinoblastoma. Dalam : Manual of Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke 2. Churchill Livingsome. 1995. 513-26.

4. Hurwitz RL. Shields CL. Shields JA. Barrios PC. Hurwitz MY. Chintagumpala MM. Retinoblastoma. Dalam: Pizzo PA, Poplack DG, penyunting. Principles and practice of Pediatric Oncology. Edisi ke 4. Lipincott Williams & Wilkins. 825-46.

5. Moll AC, Imhoff SM, Van Meeteren AY, Boers M. At What Age Could Screening for Familial Retinoblastoma Be Stopped? ARegister Based Study 1945-98. Br I Ophthalmol. 2000: 84:1170-2.

6. Chintagumpala M, Barrios PC, Paysse EA, Plon SE, Hurwitz R. Retinoblastoma: Review of Current Management. The Oncologist. 2007; 12: 1237-46.

7. Saudi Journal of Ophthalmology, Volume 20, No. 3, July – September 2006.8. Chantada GL, Schvartzman E. Retinoblastoma. Dalam: Voute PA. Barset A, Stevens

MCG, Carron HN. Penyunting. Cancer in Children: Clinical Management. Edisi 4. Oxford. 2005. 384-95.

9. Bakhshi S. Genetics and Management of Retinoblastoma. Indian Associated Pediatric Surgery. 2007: 12: 109-15.

10.  Kumar, Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 1 Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007. Hlm. 205-207.

11. Fredrick DR. Special subjects of pediatric interest. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, editors. General ophthalmology. 15th ed. Stanford: Prentice Hall International. 1999. pp.336-8.

12. Smirniotopoulos JG, Bargallo N, Mafee MF. Differential diagnosis of leukokoria: radiologic-pathologic correlation. RadioGraphics 1994; 14(9): 1059-79.

13. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi  ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007. Hlm 182.

14. Scott IU, O Brien M, Murray TG. Retinoblastoma: A Review Emphasizing Genetics and Management Strategies. Seminars in Ophtalmology. 1997; 12:59-71.