LAPORAN KASUS 16

42
LAPORAN KASUS OSTEOMYELITIS Oleh : Amin, S.Ked NIM: FAA 110 004 Pembimbing : dr. Sutopo, Sp. RM dr. Tagor Sibarani Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS

description

laporan kasus emergency

Transcript of LAPORAN KASUS 16

LAPORAN KASUS

OSTEOMYELITIS

Oleh :

Amin, S.Ked

NIM: FAA 110 004

Pembimbing :

dr. Sutopo, Sp. RM

dr. Tagor Sibarani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian

Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine

KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE

FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS

PALANGKARAYA

JUNI 2015

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomyelitis, dan dapat timbul akut atau kronik.

Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi local yang

berjalan dengan cepat. Pada anak-anak infeksi tulang seringkali timbul sebagai komplikasi dari

infeksi pada tempat-tempat lain seperti infeksi faring (faringitis), telinga (otitis media) dan kulit

(impetigo). Bakterinya (Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophylus influenzae)

berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana

darah mengalir ke dalam sinusoid.

Akibat perkembangbiakan bakteri dan nekrosis jaringan, maka tempat peradangan yang

terbatas ini akan terasa nyeri dan nyeri tekan. Perlu sekali mendiagnosis osteomyelitis ini sedini

mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat dimulai, dan

perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan penyebaran infeksi

yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan sampai seluruh tulang mengalami

kerusakan yang dapat menimbulkan kelumpuhan. Diagnosis yang salah pada anak-anak yang

menderita osteomyelitis dapat mengakibatkan keterlambatan dalam memberikan pengobatan

yang memadai.

Pada orang dewasa, osteomyelitis juga dapat awali oleh bakteri dalam aliran darah,

namun biasanya akibat kontaminasi jaringan saat cedera atau operasi.

Osteomyeelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani dengan baik.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, osteomyelitis sangan resisten terhadap pengobatan

dengan antibiotika. Infeksi tulang sangat sulit untuk ditangani, bahkan tindakan drainase dan

debridement, serta pemberian antibiotika yang tepat masih tidak cukup untuk menghilangkan

penyakit.

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 PRIMARY SURVEY

Tn. YJ

Vital Sign :

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi :88x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup

Suhu : 370C

Pernapasan : 20 x/menit

Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas

Breathing : spontan, 20x/menit, thorako-abdominal, pergerakan thoraks simetris

kanan/kiri, ketinggalan gerak -/-

Circulation : TD 140/90 mmHg, Nadi 100x/menit reguler, kuat angkat, isi cukup

Disability : GCS (Eye 4,Verbal 5,Motorik 6) pupil isokor +/+ (diameter 3 mm/3

mm)

Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign karena

pasien tidak memiliki tanda-tanda kegawat daruratan. Pasien diberi label kuning.

Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan bedah

dan diberikan oksigenasi 4 LPM.

2.1 IDENTITAS

Identitas penderita

Nama : Tn. YJ

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 18 th

Alamat : Muara teweh

Pekerjaan : Swasta

2.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan pada hari Kamis 9 juli 2015.

1. Keluhan utama: nyeri sendi siku

2. Riwayat penyakit sekarang: os datang dengan keluhan nyeri sendi siku sejak 2 tahun

SMRS, nyeri semakin memberat sejak 1 tahun terakhir, nyeri terus menerus, sendi siku tudak

bisa digerakkan dan terasa bertambah nyeri apabila digerakkan, 2 tahun lalu pasien

mengalami dislokasi sendi siku saat bermain badminton akibat terlalu keras mengayun raket,

kemudian sendi siku ditarik dan dibenarkan oleh tukang urut, selama 2 tahun sendi siku

pasien nyeri terus menerus dan pasien keliling ke tukang urut untuk menyembukannya namun

tidak ada perbakan, sendi siku malah semakin membengkan dan sulit digerakkan. Keluhan

lain berupa demam (-), pusing, mual dan muntah disangkal, BAB dan BAK tidak ada keluhan.

3.. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat tekanan darah tinggi dan DM disangkal.

4. Riwayat penyakit keluarga: HT dan DM tidak diketahui.

5. riwayat penanganan sebelumnya : tidak ada pelayanan medis yang dilakukan

sebelumnya pada pasien ini.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

2. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 88x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup

Suhu : 370C

Pernapasan : 20 x/menit

3. Kepala/Leher : CA +/+, SI -/-, sianosis (-),mata cekung (-/-), jejas (-)

4. Toraks

a. Paru :Simetris, tidak ada ketinggalan gerak, perkusi sonor, vesikuler

+/+, rhonki basah basal (-/-), whz -/-, jejas (-).

b. Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

5. Abdomen : Datar, BU (+) normal, nyeri tekan (-), jejas (-).

6. Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, sianosis(-), minimal ROM pada

articulation cubiti dextra. Edem (+), deformitas (+), perdarahan aktiv (-).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. LABORATORIUM

09 Juli 2015

Leu : 5.440 /uL

Hb : 16,3 g/dL

Trombosit : 288.000/uL

Eritrosit : 5,71 juta/uL

CT :5.0.0

BT : 2.3.0

GDS : 79 mg/dl

Kreatinin : 0,89

B. X-Ray

C. CT-Scan

V. DIAGNOSA

a. Diagnosa Banding

- Osteomyelitis

- Dislokasi

- Arthritis

b. Diagnosis Klinis

- Osteomyelitis articulation cubiti dextra

VI. PENATALAKSANAAN DI IGD

- O2 4 lpm

- Inf NaCl 0,9 % 20 TPM

- Inj : Cefotaxime 3x1 g IV

o Gentamicyn 2x50 mg IV

o Metronidazole 2x1 inf IV

- Rawat SMF Ortopedi

VII. USUL PEMERIKSAAN

- Kultur darah

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB III

PEMBAHASAN

kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign karena tidak ada tanda

kegawat daruratan pada pasien ini namun pasien tetap perlu penanganan lebih lanjut. Pasien

diberi label Kuning .

1. Definisi

Ostemomyelitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan

struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Dalam kepustakaan lain

dinyatakan bahwa osteomyelitis adalah radang tulang yang disebabkan oleh organism piogenik,

walaupun berbagai agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi

atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa dan

periosteum.3,4

2. Epidemiologi

Pada keseluruhan insiden terbanyak pada negara berkembang. Osteomyelitis pada anak-

anak sering bersifat akut dan menyebar secara hematogen, sedangkan osteomielitis pada orang

dewasa merupakan infeksi subakut atau kronik yang berkembang secara sekunder dari fraktur

terbuka dan meliputi jaringan lunak. 5,6

Kejadian pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan dengan

perbandingan 4:1. Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang, misalnya femur, tibia,

humerus, radius, ulna dan fibula. Namun tibia menjadi lokasi tersering untuk osteomielitis post

trauma karena pada tibia hanya terdapat sedikit pembuluh darah. 5,6

Faktor-faktor pasien seperti perubahan pertahanan netrofil, imunitas humoral, dan

imunitas selular dapat meningkatkan resiko osteomielitis. 6

Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates adalah sekitar

1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit adalah

sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada

pasien dengan DM). insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000

penduduk. Osteomielitis hematogen akut banyak ditemukan pada anak-anak, anak laki-laki lebih

sering terkena dibanding perempuan (3:1). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan

tersering adalah femur, tibia, humerus, radius, ulna, fibula. Pada dewasa infeksi hematogen

biasanya paling banyak pada tulang vertebra dibandingkan tulang panjang.

Orang dewasa terkena karena menurunnya pertahanan tubuh karena kelemahan, penyakit

ataupun obat-obatan. Diabetes juga berhubungan dengan osteomielitis, imunosupresi sementara

baik yang didapat ataupun di induksi meningkatkan faktor predisposisi, trauma menentukan

tempat infeksi, kemungkinan disebabkan oleh hematom kecil atau terkumpulnya cairan di tulang.

Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan lunak yang

terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi

ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan

osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda spinalis.

Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi

trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya

penyebarluasan infeksi.

Komplikasi vaskular tampaknya lebih umum dijumpai dengan Staphylococcus Aureus yang

resiten terhadap methacilin yang didapat dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-

Resistant Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui.

1. Mortalitas

Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau keberadaan kondisi

medis berat yang mendasari.

Ras

Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras.

Jenis kelamin

Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa kanak-kanak,

memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa.

Usia

Secara umum, osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut hematogenous

merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis

berdekatan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis

vertebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun.

3. Klasifikasi

Osteomyelitis merupakan penyakit yang kompleks, sehingga sistem klasifikasi yang

bervariasi telah dikembangkan disamping kategori umum yaitu akut, sub-akut, dan kronik.

System klasifikasi Waldvogel membagi osteomielitis dalam kategori hematogenous, contiguous

and chronic, sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut sistem klasifikasi Cierny-Mader

berdasarkan status dari proses penyakit, bukan etiologi, kronisitas, atau factor lainnya sehingga

istilah akut dan kronik tidak dipergunakan pada system Cierny-Mader derajat pada system ini

bersifat dinamik dan dapat berubah-ubah sesuai sesuai kondisi medik pasien, keberhasilan terapi

antibiotic dan pengobatan lainnya. 7,8

Waldvogel Classification System for Osteomyelitis

Hematogenous osteomyelitis

Osteomyelitis secondary to contiguous focus of infection

No generalized vascular disease

Generalized vascular disease

Chronic osteomyelitis (necrotic bone)

Information from Waldvogel FA, Medoff G, Swartz MN. Osteomyelitis: a review of clinical features, therapeutic considerations and unusual aspects (first of three parts). N Engl J Med

Cierny-Mader Staging System for Osteomyelitis

1970;282:198-206.

Anatomic type Stage 1: medullary osteomyelitis Stage 2: superficial osteomyelitis Stage 3: localized osteomyelitis Stage 4: diffuse osteomyelitis Physiologic class A host: healthy B host: Bs: systemic compromise Bl: local compromise Bls: local and systemic compromise C host: treatment worse than the disease Factors affecting immune surveillance, metabolism and local vascularity - Systemic factors (Bs): malnutrition, renal or hepatic failure, diabetes mellitus, chronic hypoxia, immune disease, extremes of age, immunosuppression or immune deficiency - Local factors (Bl): chronic lymphedema, venous stasis, major vessel compromise, arteritis, extensive scarring, radiation fibrosis, small-vessel disease, neuropathy, tobacco abuse

Adapted with permission from Cierny G, Mader JT, Pennick JJ. A clinical staging system for adult osteomyelitis. Contemp Orthop 1985;10:17-37.

Ross dan Cole (1985) membagi lesi-lesi ini sebagai yang bersifat agresif atau rongga di

dalam daerah metafisis atau diafisis. Klasifikasi ini membantu dalam perencanaan pengobatan

sebagai lesi yang sifatnya menyerang yang seharusnya diobati dengan pembedahan untuk

mendiagnosisnya. Gledhill mengklasifikasikan osteomyelitis subakut berdasarkan gambaran

radiologinya (1973), dan klasifikasi ini telah dimodifikasi oleh Robert, dkk pada tahun 1982.

Klasifikasi ini berguna untuk pelaporan hasil pengobatan berdasarkan lokasi dan ini bukan

merupakan suatu prognosis atau rencana pengobatan. 7,8

A. Tipe I adalah lesi metafisis

- Tipe Ia merupakan lesi di sentral metafisis sebagai gambaran radiolusen, sering merupakan

sugestif dari histiositosis sel Langerhans.

- Tipe Ib merupakan lesi di metafisis yang aneh yang berlokasi pada erosi korteks, yang

mungkin memberikan gambaran dari sarkoma osteogenik.

B. Tipe II merupakan lesi diafisis

- Tipe IIa berlokasi di korteks dan reaksi periosteal meniru osteoid osteoma.

- Lesi tipe IIb merupakan abses meduler diafisis tanpa perusakan korteks tetapi merupakan

reaksi periosteal yang menyerupai kulit bawang mirip sarkoma Ewing.

C. Tipe III merupakan lesi epifisis

- Tipe IIIa merupakan osteomielitis primer pada epifisis dan tampak sebagai gambaran

konsentrik radiolusen. Tipe ini biasanya tampak pada anak-anak usia 4-5 tahun.

- Tipe IIIb adalah osteomielitis subakut yang menyilang epifisis dan meliputi baik epifisis

maupun metafisis.

D. Lesi tipe IV merupakan lesi yang sama dengan lesi metafisis, yang didefinisikan sebagai

bagian dari tulang yang rata atau ireguler yang dibatasi oleh kartilago (pertumbuhan lempeng

apofisis, kartilago artikuler, atau fibrokartilago), seperti vertebra, pelvis, dan tulang-tulang

pendek seperti tulang tarsal dan klavikula (Nixon, 1978).

- Tipe IVa meliputi tulang belakang dengan proses erosi atau destruksi.

- Tipe IVb meliputi penutup tulang dari pelvis dan paling sklerotik tidak adanya proses erosi

maupun destruksi. Ezra, dkk menyebutkan tipe ini pada tahun 1993 dan 1997.

- Tipe IVc meliputi tulang-tulang pendek, seperti tulang tarsal dan klavikula.

Walaupun sistem klasifikasi osteomielitis membantu mendiskripsikan infeksi dan

menentukan diperlukan atau tidaknya pembedahan, namun kategori ini tidak dapat digunakan

pada keadaan tertentu (infeksi pada sendi prostetik, material yang di implantasi, atau pada

tulang-tulang kecil dan osteomielitis vertebra). 7,8

4. Faktor Risiko

Osteomyelitis biasanya tidak membedakan ras atau jenis kelamin. Tetapi beberapa orang

memiliki resiko lebih untuk terkena penyakit ini, resiko tersebut adalah : 3,6

Diabetes mellitus

Pasien yang mendapat hemodialisis

Orang yang daya tahan tubuhnya lemah/buruk

Sickel cell disease

Penyalahguna obat – obatan IV

Orang tua.

Alkoholisme

Penggunaan steroid jangka panjang

Penyakit sendi kronik

Trauma (pembedahan ortopedi atau fraktur terbuka)

Pemakaian prosthetic ortopedi

5. Etiologi

Organisme spesifik yang diisolasi dari osteomyelitis seringkali dihubungkan dengan usia

pasien atau keadaan-keadaan tertentu yang menyertainya (trauma atau riwayat operasi).

Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan osteomielitis hematogenous akut

dan bertangguang jawab atas 90% kasus pada anak-anak yang sehat. Penyebab osteomielitis

pada anak-anak ialah Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophillus

influenza (2-4%), Salmonella typhi dan Escherichia coli (1-2%). Bakteri penyebab osteomielitis

kronik terutama Staphylococcus aureus (75%), atau Escherichia coli, Proteus atau Pseudomonas

aeruginosa. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab utama osteomielitis kronik pada

operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implan. 5,6,9

Selain disebabkan bakteri piogenik, osteomielitis juga dapat disebabkan oleh infeksi

bakteri granulomatosa seperti tuberkulosis dan siphilis melalui proses spesifik, oleh jamur seperti

aktinomikosis yang pada awalnya seringkali bersifat kronik. Selain itu juga dapat disebabkan

oleh virus. 4,7,9

Organism Comments

Staphylococcus aureus   Organism most often isolated in all types of osteomyelitis

Coagulase-negative staphylococci or Propionibacterium species

  Foreign-bodyassociated infection

Enterobacteriaceae species or Pseudomonas aeruginosa

  Common in nosocomial infections

Streptococci or anaerobic bacteria   Associated with bites, fist injuries caused by contact with another person's mouth, diabetic foot lesions, decubitus ulcers

Salmonella species or Streptococcus pneumoniae

  Sickle cell disease

Bartonella henselae   Human immunodeficiency virus infection

Pasteurella multocida or Eikenella corrodens

  Human or animal bites

Aspergillus species, Mycobacterium avium-intracellulare or Candida albicans

  Immunocompromised patients

Mycobacterium tuberculosis   Populations in which tuberculosis is prevalent

Brucella species, Coxiella burnetii (cause of chronic Q fever) or other fungi found in specific geographic areas

  Population in which these pathogens are endemic

Organisms Commonly Isolated in Osteomyelitis Based on Patient Age

Infants (<1 year) Group B streptococci Staphylococcus aureus Escherichia coli

Children (1 to 16 years) S. aureus Streptococcus pyogenes Haemophilus influenzae

Adults (>16 years) Staphylococcus epidermidis S. aureus Pseudomonas aeruginosa Serratia marcescens E. coli Adapted with permission from Dirschl DR, Almekinders LC. Osteomyelitis. Common causes and treatment recommendations. Drugs 1993;45:29-43.

6. Patogenesis

6.1 Osteomielitis primer

Osteomyelitis primer disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus lain.

Osteomyelitis primer disebabkan oleh implantasi mikroorganisme secara langsung ke dalam

tulang dan biasanya terbatas pada tempat tersebut. Fraktur terbuka (compound fracture), luka

tembus (terutama disebabkan oleh senjata api), dan operasi bedah pada tulang merupakan kausa-

kausa tersering. Terapi operatif biasanya perlu dilakukan, terapi dengan obat antimikroba hanya

sebagai pembantu saja. 6

6.1.1. Osteomielitis akut

Osteomielitis hematogenous akut

Penyebaran osteomielitis dapat terjadi melalui dua cara yaitu: 3

1. penyebaran umum

melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septikemia

melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi mltifokal pada daerah- daerah

lain

2. penyebaran lokal

subperiosteal abses, akibat penerobosan abses melalui periost

selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit

penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik

penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi dalam

tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang lokal dengan

terbentuknya tulang mati yang disebut sekuestrum.

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu: 3

Teori vaskuler (trueta)Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk sinus-

sinus sehingga menyebabkan aliran darah menjadi lambat. Aliran darah yang lambat pasda daerah ini memudahkan bakteri berkembang biak.

Teori fagositosis (rang)Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikuloendotelial. Bila

terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini juga terdapat sel-sel fagosit imatur yang tidak dapat memfagosit bakteri sehingga beberapa bakteri tidak difagosit dan berkembang biak di daerah ini.

Teori traumaBila trauma artifisial dilakukan pada binatang percobaan, maka akan terjadi

hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntikan bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut.

Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada umur, daya

tahan penderita, lokasi infeksi, serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari

fokus tempat lain dari tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan septikemia. Embolus

infeksi kemudian masuk ke dalam juxta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses

selanjutnya terjadi hiperemi dan udem di daerah metafisis disertai pembentukan pus di tulang

panjang. Terbentuknya pus dalam tulang di mana jaringan ulang tidak dapat berekspansi akan

menyebabkan tekanan dlam tulang bertambah, peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan

terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang akhirnya

menyebabkan nekrosis tulang. Di samping proses yang disebutkan di atas, pembentukan tulang

baru yang ekstendsif terjadi pada bagian dalam periostem sepanjang diafisis (terutama pada

anak-anak) sehingga terbentuk lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involukrum

dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua.

Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus atau (discharge) dari involukrum

keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit. 3

Direct or contigous inoculation osteomyelitis

Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara jaringan

tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan.

Manisfestasinya terlokalisasi dan lebih jelas dari pada hematogenous osteomyelitis.6

Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, anemia sel sabit,

AIDS, penggunaan obat-obatan intra vena, alkoholisme, penggunaan steroid yang

berkepanjangan, imunosupresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prostetik adalah

salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.6

6.1.2. Osteomyelitis subakut

Osteomyelitis subakut adalah bentuk lain dari osteomyelitis, dan abses Brodie adalah

salah satu tipe yang paling umum dari osteomyelitis subakut. Abses ini biasanya ditemukan

dalam spongiosa tulang dekat ujung tulang. Bentuk abses ini biasanya bulat atau lonjong dengan

pinggiran skleroti, kadang-kadang terlihat sekuester. Abses tetap terlokalisasi dan kavitas dapat

secara bertahap terisi jaringan granulasi. Abses Brodie juga dapat ditemukan pada osteomielitis

kronik. 8,9

Osteomyelitis subakut terjadi lebih banyak pada tulang-tulang dibandingkan dengan tipe

akut, dan itu terjadi pada bermacam-macam daerah diantara tulang-tulang yang terinfeksi.

Ekstremitas bawah terinfeksi lebih banyak dibandingkan ekstremitas atas. Tibia terinfeksi lebih

sering dibandingkan femur.3,8

Osteomyelitis subakut mungkin hanya terjadi pada epifisis, yang merupakan kebalikan

dari yang dipercaya bahwa infeksi tulang pertama tidak terjadi di epifisis. Diafisis kadang-

kadang terinfeksi, meskipun lebih sering pada dewasa dibandingkan pada anak-anak; daerah

yang paling sering terinfeksi adalah metafisis. Daerah lain yang dilaporkan sebagai osteomielitis

subakut adalah metafisis sesuai lokasi, seperti di pelvis, tulang belakang, calcaneus, clavicula,

dan talus. Osteomyelitis subakut yang terjadi pada tulang tarsal biasanya terjadi pada daerah

subkondral atau batas apofisis dari calcaneus. Lesi subakut dari tulang belakang terjadi lebih

sering pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Pada osteomyelitis subakut yang terjadi

pada tulang panjang pada orang dewasa, diafisis sering terkena sama seperti metafisis, sedangkan

lutut jarang terkena.8,9

6.1.3. Osteomielitis kronik

Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara

adekuat, akan berkembang menjadi osteomyelitis kronik.

Organisme yang biasa berperan adalah Staphylococcus

aureus (75%), Escherichia coli, Streptococcus pyogenes,

Proteus, dan Pseudomonas. Kebanyakan penyebab dari

osteomielitis polimikroba. Kadang-kadang infeksi ini tidak

terdeteksi selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau

beberapa tahun. 3,4

Destruksi tulang tidak hanya pada fokus infeksi tetapi meluas. Kavitas berisi potongan

tulang mati (sekuestra) yang dikelilingi jaringan vaskular, dan di luar jaringan vaskular tersebut

ada daerah sklerosis, hasil dari reaksi kronis pembentukan tulang baru.

Sekuester berperan sebagai substrat bagi adesi bakteri, lama-kelamaan terbentuk sinus.

Destruksi tulang dan dengan meningkatnya sklerosis berakibat terjadinya fraktur patologis.

Gambaran histologis berupa sebukan sel radang kronis di sekitar daerah aselular tulang atau

sekuestra.

6.2. Osteomyelitis sekunder

Osteomyelitis sekunder (perkontinuitatum/hematogen akut) yang disebabkan penyebaran

kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka; melalui aliran darah. Kadang-kadang, osteomielitis

sekunder dapat disebabkan oleh perluasan infeksi secara langsung dari jaringan lunak di

dekatnya atau dari arthritis septic pada sendi yang berdekatan.

Infeksi di jaringan lunak kaki atau tangan, terutama di jari kaki atau jari tangan dapat

menjalar ke dalam tulang dan menyebabkan osteomielitis. Panarisium subkutan menyebabkan

osteomielitis falang terminal. Yang sering ditemukan adalah osteomielitis tulang tangan atau

kaki karena neuropati perifer, misalnya pada lepra atau diabetes mellitus.4

8. Diagnosis

Diagnosis dari osteomyelitis pada awalnya didasarkan pada penemuan klinik, melalui

data dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium memberikan data

dimana respon terapi dapat diukur.

Untuk menegakkan diagnosis osteomielitis dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Demam (terdapat pada 50% dari neonates)

Edema

Teraba hangat

Fluktuasi

Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan dalam berjalan

jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat pseudoparalisis anggota badan pada

neonatus).

Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.

Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah lengkap

Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke kiri biasanya

disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat C-reaktif protein

biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih berguna daripada laju endapan

darah (LED) karena menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya

meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran

terbatas dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.

Lekositosis, peningkatan laju endap darah, dan C-reaktif protein harus diperhatikan.

- Kultur

Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan bakteri

yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang terbatas. Darah hasil kultur,

positif pada sekitar 50% pasien dengan osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah

positif mungkin menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi

organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik sekitar 77% pada

semua studi.

Pemeriksaan Radiologi

a. Foto polos

Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemerikSosaan radiograf. Setelah

7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi cancellous

bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan area destruksi

pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya

detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik

dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum.

Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat

oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan udara

yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada jaringan lumak ini dapat

dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.

b. Ultrasound

USG dapat menunjukkan perubahan sedini mungkin 1-2 hari setelah timbulnya gejala.

USG dapat menunjukkan ketidakabnormalan termasuk abses jaringan lunak atau

penumpukan cairan (seperti abses) dan elevasi periosteal. 6

USG juga dapat digunakan untuk menuntun dalam melakukan aspirasi. Tapi, USG tidak

digunakan untuk mengevaluasi cortex tulang. Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi

dan menguntungkan untuk mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi

panggul. Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan

osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari setelah

timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan dan

elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi.

Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.

c. Radionuklir

Untuk pencitraan nuclir, Technetium Tc-99m metilen difosfonat adalah agen pilihan

utama. Sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada minggu pertama dan sama sekali tidak

spesifik. Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat

sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak

bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan

lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses

infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan.

d. CT Scan

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi

abnormal, osifikasi dan ketidaknormalan

intrakortikal. CT scan mungkin dapat

membantu dalam mengevaluasi lesi pada tulang

vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area

dengan anatomi yang kompleks, contohnya

pelvis, sternum, dan calcaneus. 6 CT scan

dengan potongan koronal dan sagital berguna

untuk menidentifikasi sequestra pada

osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense dibanding involukrum

disekelilingnya.

e. MRI

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat

membantu dalam mendeteksi osteomielitis.

MRI lebih unggul jika dibandingkan dengan

radiografi, CT scan dan scintigrafi tulang MRI

memiliki sensitifitas 90-100% dalam

mendeteksi osteomielitis. MRI juga

memberikan gambaran resolusi ruang anatomi

dari perluasan infeksi. MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi

osteomyelitis. Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan

radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.

Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning memiliki

akurasi yang mirip dengan MRI.

f. Radionuklida scanning tulang

Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi pertimbangan pada

pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI. Sebuah fase tiga scan tulang

memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang dewasa dengan temuan

normal pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis menurun dalam pengaturan operasi

sebelumnya atau trauma tulang. Dalam keadaan khusus, informasi tambahan dapat

diperoleh dari pemindaian lebih lanjut dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan /

atau indium 111.

Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi

Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi merupakan gold standard dalam mendiagnosa

osteomielitis. Kultur dari sediaan sinus tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk mengidentifikasi

etiologi dari osteomielitis, sehingga biopsi merupakan anjuran untuk menentukan etiologi dari

osteomielitis. Namun keakuratan biopsi seringkali terbatas oleh kurangnya pengumpulan

spesimen yang sama dan penggunaan antibiotik sebelumnya. 7

Diagnosis of Acute Osteomyelitis*

-Pus on aspiration -Positive bacterial culture from bone or blood -Presence of classic signs and symptoms of acute osteomyelitis -Radiographic changes typical of osteomyelitis

*--Two of the listed findings must be present for establishment of the diagnosis.

Information from Peltola H, Vahvanen V. A comparative study of osteomyelitis and purulent arthritis with special reference to aetiology and recovery. Infection 1984;12(2):75-9.

10. Penatalaksanaan

10. 1 Osteomyelitis akut

Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika

intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman

penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika

biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada

tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit

dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips.

Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak

ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. Terapi antibiotik biasanya diteruskan

hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara

serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi.

Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan

intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk menentukan jenis kuman dan resistensinya.

Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan

secara oral paling sedikit 4 minggu. 3,4

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi sendi,

gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomielitis kronik.

Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah:5

a. Adanya abses.

b. Rasa sakit yang hebat.

c. Adanya sekuester.

d. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma epidermoid).

Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah

cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. 5

10. 2. Osteomyelitis subakut

Pengobatan osteomyelitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan 1/3 kasus tidak

dapat dibedakan dari keganasan primer dari tumor tulang. Biopsi dan kuretase diperlukan untuk

penegakan diagnosis pada kasus-kasus ini. Pada saat diagnosis ditegakkan, pemberian antibiotik

yang sesuai dengan kelompok gram, kultur, dan sensitivitas harus sudah dimulai secara intravena

selama 2-7 hari, diikuti dengan antibiotik oral selama 6 minggu. 8

Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan dengan

antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan untuk mengevaluasi

ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti penatalaksanaan operasi dan antibiotik yang

sesuai. Indikasi lain untuk operasi adalah perubahan bentuk sinus yang selanjutnya dan drainase

ke dalam sendi sinovial. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis mengindikasikan

bahwa infeksi subakut telah berubah menjadi komponen akut, dan ini harus dilakukan drainase

secara bedah. 8

Indikasi tindakan bedah :

a. Kegagalan gejala untuk memperbaiki setelah lebih dari 6 bulan dilakukan pengobatan dengan

antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan.

b. Lesi yang cepat berkembang (tidak dapat dibedakan dari keganasan tulang).

c. Perubahan bentuk sinus atau drainase ke dalam sendi sinovial.

d. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis.

Literatur yang ada tidak dapat mendukung pengobatan pada orang dewasa, dikarenakan

penyakit ini paling banyak menyerang kelompok usia anak. Operasi diindikasikan dalam

pengobatan pada orang dewasa. 8

10. 3 Osteomyelitis kronik

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah.

Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat

mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan

rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago

yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada

beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik

adalah amputasi dan pemasangan prothesa.

Pengobatan Osteomielitis Kronik: : 3

1. Pemberian antibiotik

Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata

Pemberian antibiotik ditujukan untuk:

Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya

Mengontrol eksaserbasi

2. Tindakan operatif

Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah pemberian dan

pemayungan antibiotik yang adekuat.

Operasi yang dilakukan bertujuan:

Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan

tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya

dilakukan drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa hari.

Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang

yang infeksi

Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai

sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut

Kegagalan pemberian antibiotik dapat disebabkan oleh : 5

a. Pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab

b. Dosis tidak adekuat

c. Lama pemberian tidak cukup

d. Timbulnya resistensi

e. Kesalahan hasil biakan (laboratorium)

f. Antibiotik antagonis

g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk

h. Kesalahan diagnostik

Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan.

Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi

luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Luka

dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat

diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase

berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan

salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini.

(Canale, 2007)

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang

penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang

berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun

dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;

perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi

infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan.

Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong

dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup

kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki 18 tahun dengan keluhan nyeri pada sendi siku

semenjak 2 tahun SMRS, dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

didiagnosis pasien ini mengalami osteomyelitis articulation cubiti dextra, penanganan pasien ini

adalah dengan pemberian antibiotic yang kemudian direncanakan dilakukan operasi oleh SMF

orthopedic.

Pemberian pengobatan pada pasien ini telah sesuai dengan teori yang dikumpulkan,

namun perlu dilakukan kultur agar dapat mengetahui jenis antibiotic yang sensitive.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Struktur dan fungsi Tulang. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3.

Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta.2007. Hal 6-11

2. Anatomi Tulang. www.HealthForAll.com .

3. Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3.

Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta. 2007. Hal 132- 41.

4. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 903 – 910.

5. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staff

Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 1995. Hal 472 – 74

6. King R., Johnson D. Osteomyelitis. www.emedicine.com. Last updated: Nov 4, 2008

7. Lew, Daniel P., Waldvogel, Francis A. 1997. Osteomyelitis. The New England Journal

of Medicine.

8. Khoshhal K., Letts R. M. Subacute Osteomyelitis (Brodie Abscess).

www.emedicine.com.

9. Rasad S., Kartoleksono S, Ekayuda I. Infeksi Tulang dan Sendi. Radiologi Diagnostik.

Bagian Radilogi FKUI. Jakarta. 1995. Hal: 62-72.