Laporan Kasu1
description
Transcript of Laporan Kasu1
Laporan Kasus
STROKE INFARK LUAS
Disusun oleh:
Arevia Mega Diduta Utami
Pembimbing:
Dr. Julintari Bidramnanta Sp.S
KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF
Periode 6 Mei 2013 – 9 Juni 2013
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah salah satu penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkanlaporan tahunan 2006
di RS dr. Saiful Anwar, Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31% (462/2832) dan
menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasiendirawatinapkan. Angka-angka tersebut tidak membedakan
antara stroke iskemik dan hemoragik.
Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dimana stroke
iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80% stroke
aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%,
dan stroke embolik ± 60%.
Pada stroke Iskemik dimana terjadinya gangguan fungsional pada sel neuron , Jika
suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolism di otak akan berubah, setelah satu
menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.
Infark cerebri merupakan kematian sel neuron yang terjadi akibat penurunan Cerebral Blood
Flow (CBF) yang diakibatkan kurangnya oksigen yang disuplai ke otak. Derajat dan durasi penurunan
Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi.
BAB II
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny.Siti Fatimah
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 63 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Pondok Kelapa , Duren Sawit.
Masuk RSUD : 4 Mei 2013
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan Anak pasien pada tanggal 8 Mei 2013 jam 10.00 WIB di
Ruangan 907 lantai IX Barat RS.Budhi Asih
II. Keluhan Utama `
Penurunan Kesadaran sejak jam 10.00 WIB (4/5/13)
III. Keluhan Tambahan
Lemas pada tubuh
Nyeri lutut
Tidak Bisa bicara
IV. Riwayat penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Budi Asih dengan keluhan penurunan kedasaran
sejak jam 10.00 WIB ( 9 jam SMRS ) pada hari Sabtu , tanggal 4 Mei 2013.(Tanggal
Masuk IGD 4 Mei 2013, jam 19.30). Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba setelah pasien
makan dan hendak beristirahat, sehingga saat pasien beristirahat keluarg mengira pasien
sedang istirahat seperti biasa.
3 (tiga) hari Sebelum masuk Rumah Sakit pasien merasa lemah pada seluruh tubuh
dan nyeri pada lutut sehingga tidak bisa berjalan. Keluarga menyangkal adanya riwayat
trauma pada pasien sebelum mengalami lemas.Menurut pengakuan keluarga pasien juga
tidak bisa bicara , namun pasien mengerti apa yang disampaikan oleh keluarga sejak 3
hari SMRS.
Keluarga menyangkal pasien mual, muntah, kejang,nyeri kepala, pusing, nyeri dada
ataupun adanya gangguan menelan.
Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu (pada tahun 2008) terkena yang
sebelah Kanan, menurut pengakuan anaknya stroke yang lama berupa stroke
penyumbatan dan tidak ada perdarahan.
V. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu (pada tahun 2008) dan
terkena sisi sebelah kanan, dan stelah terkena stroke pasien tidak teratur kontrol.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak teratur minum obat, minum obat captopril
hanya jika ada keluhan nyeri kepala.
Pasien memiliki riwayat kolesterol tinggi didalam darah sejak 1 tahun terakhir namun
tidak berobat.
Keluarga pasien menyangkal bahwa pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus, Asma,
ataupun Penyakit jantung.
VI. Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak laki-laki pasien memiliki riwayat Stroke , dan sudah meninggal.
Pada keluarga terdapat riwayat hipertensi pada ayah pasien.
Riwayat Diabetes Mellitus, Asma, Penyakit Jantung disangkal oleh anak pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada pasien dilakukan pada tanggal 8 Mei 2013 jam 10.00 WIB di Ruangan
907 lantai IX Barat RS.Budhi Asih
I. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : TSB (Tampak Sakit Berat)
Kesadaran : Koma
Sikap Kooperatif : Tidak Kooperatif (tidak sadar)
Tanda Vital : Tekanan Darah : 150/70 mmhg
Nadi : 69 x /menit
Suhu : 37.5 derajat celcius
Pernapasan. : 21 x/menit.
Status Antopometri : tampak obesitas
Kepala : Normocephali, rambut hitam beruban distribusi merata
Mata : Conjungtiva Anemis -/-Sclera ikterik -/- , kornea tampak
Buram pada kedua mata, terutama OD
Hidung : Tidak tampak secret, tidak tampak deviasi septum.
Telinga : NormotiaSerumen +/+ , Membran timpati tidak tampak
pada kedua telinga
Mulut : Bibir Tampak kering, tidak pucat, tidak cyanosis , mulut
terbuka , Oral Hygine Buruk.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan Kelenjar thyroid
Thorax : Jantung : IC tidak terlihat
IC teraba di ICS V 3cm lateral LMCS
Batas jantung kiri melebar 3 cm lateral
LMCS
S1/S2 Reguler , murmur - , gallop –
Paru : Pergerakan nafas Simetris saat bernafas
Vocal Fremitus tidak dapat diperiksa
Sonor pada kedua lapang paru
SN vesicular +/+ rh -/- wh -/-
Abdomen : Datar, Supel , NT - , BU + (3 x permenit)
Ektremitas : Hangat pada keempat ekstremitas
Tidak didapatkan edema pada keempat ektremitas
II. STATUS NEUROLOGI
Kesadaran : Coma
GCS : E1 M4 V1 = 6
Saraf cranial :
N I : tidak dilakukan
N II : visus tidak dapat dilakukan , pupil anisokor diameter 3
mm/5mm RCL ↓/↓, RCTL ↓/↓
N III, IV, VI : Nistagmus (-), gerak bola mata tidak dapat dinilai, terdapat
deviasi konjugat ke arah kanan.
N V : Motorik : tidak dapat dinilai, deviasi rahang (-)
Sensorik : Cabang 1(ophtalmikus) : tidak dapat dinilai
Cabang 2 (maxilla) : tidak dapat dinilai
Cabang 3 (mandibula) : tidak dapat dinilai
N VII : Motorik : tidak dapat dinilai, lagoftalmus -/-, sulkus
nasolabialis asimetris , kesan parese n VII kiri
Sensorik : gangguan pengecapan tidak dapat diperiksa,
air liur (+)
N VIII : Ketajaman pendengaran tidak dapat diperiksa
N IX dan N X : Refleks batuk dan muntah tidak dilakukan
Uvula tidak dapat diperiksa
N XI : M. Sternocleidomastoideus & M. Trapezius tidak dapat
diperiksa
N XII : Lidah :besarnya normal, normotrofi, tidak berkerut, deviasi
tidak dapat dinilai, tremor (-), fasikulasi (-)
Motorik
Kekuatan otot : tidak dapat dinilai
Kesan : Hemiparesis duplex (Spastis pada sisi Kanan, Lemah
pada sisi kiri)
Sensorik
Pemeriksaan raba : tidak dapat dinilai
Kesan : tidak dapat dinilai
Refleks
Refleks Fisiologis : Biceps ++/+
Triceps ++/+
Patella ++/+
Achiles ++/+
Reflex patologis : Babinski +/+
Oppenheim -/-
Shaefer -/-
Chaddok +/+
Gordon -/-
Klonus Tidak diperiksa
Rangsang meningeal : Kaku kuduk : -
Brudzinky I : -
Brudzinky II : -
Kernig : -
Lasegue :
Mini mental status : tidak dilakukan
Romberg test : tidak dilakukan
Finger Nose test : tidak dilakukan
Gerakan involunter :Tremor –
Chorea –
Athetose-
Mioklonik Tics –
Pemeriksaan refleks batang otak : Pupil :anisochore diameter 3 mm/5mm
Reflex kornea : - / -
Doll’s eye +
Test occulovestibular : tidak dilakukan
Refleks muntah : tidak dilakukakn.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI 4/5/13 5/5/13 6/5/13 7/5/13
Hemoglobin 14,7 13,7 13.9 11.7 – 15.5 g/dL
Hematokrit 45 44 43 35 – 47 %
Leukosit 16.8 17.5 13.7 3.6 – 11 ribu /µl
Trombosit 251 171 192 140 – 440 ribu /µl
KIMIA KLINIK
pH 7.50 7.50 7.54 7,49 7.35-7.45
PCO2 31 22 27 29 35-45 mmhg
pO2 261 187 60 121 80-100 mmhg
Bikarbonat HCO3 25 17 23 23 21-28 mmol/L
Total CO2 26 18 24 24 23-27 mmol/L
Saturasi O2 99 100 97 99 95-100 %
BE 3.1 -4,4 2,4 1.0 -2.5 – 2.5
FAAL HATI
SGOT 28 <27 mU/dL
SGPT 28 <34 mU/dL
METABOLISME KH
GDS 116 <110 mg/dl
FAAL GINJAL
Ureum 63 65 17-49 mg/dL
Creatinin 1.8 1.50 < 1.1 mg/dL
ELEKTROLIT
Na 146 141 144 135-155 mmol/L
K 5.7 3,7 3.7 3.6 – 5.5 mmol /L
Cl 112 109 110 96 – 109 mmol/L
PROFIL LIPID
Kolesterol total 242 <200 mg/dL
TG 195 <150 mg/dL
HDL 43 >= 40 mg/dL
LDL 160 <100 mg/dL
Asam Urat 4.9 <5.7 mg/ dL
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Rontgent thorax tanggal 4 Mei 2013
Kesan : Bronchopneumonia
Hillus Baik
Cor masih mungkin baik.
Pemeriksaan EKG tanggal 4 Mei 2013
Kesan : Infark cerebri di lobus frontotemporoparietal dextra acute
menyebabkan herniasi midline kekiri dan ventrikel lateralis dextra .
Hemiatrofi cerebri sinistra. Pons dan cerebellum baik
RESUME
Ny. SF , Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Budi Asih dengan keluhanpenurunankedasaran sejak jam
9 jam SMRS yang terjadi tiba-tiba setelah pasien makan dan hendak beristirahat, 3 (tiga) hari
SMRS pasien merasa lemah pada seluruh tubuh dan nyeri pada lutut sehingga tidak bisa berjalan.
Keluarga menyangkal adanya riwayat trauma pada pasien sebelum mengalami lemas.Menurut
pengakuan keluarga pasien juga tidak bisa bicara , namun pasien mengerti apa yang disampaikan oleh
keluarga sejak 3 hari SMRS. Keluarga menyangkal pasien mual, muntah, kejang,nyeri kepala, pusing,
nyeri dada ataupun adanya gangguan menelan. Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu
terkena yang sebelah Kanan, menurut pengakuan anaknya stroke yang lama berupa stroke
penyumbatan dan tidak ada perdarahan. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak teratur minum
obat.Pasien memiliki riwayat kolesterol tinggi didalam darah sejak 1 tahun terakhir namun tidak
berobat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum Tampak Sakit Berat, Kesadaran Koma, tanda vital
didapatkan Tekanan Darah 150/70 mmhg,Nadi 69 x /menit, Suhu 37.5 celcius, Pernapasan 21
x/menit, mata didapatkan kornea tampak buram pada kedua mata, terutama OD, Jantung didapatkan
batas jantung melebar
Pada pemeriksaan Neurologis didapatkan kesadaran coma, GCS E1 M4 V1 = 6, Saraf cranial N II
pupil anisokor diameter 3 mm/5mm RCL ↓/↓, RCTL ↓/↓ N III, IV, VI terdapat deviasi
konjugat ke arah kanan, N VII sulkus nasolabialis asimetris , kesan parese n VII kiri ,
Motorik kesan Hemiparesis duplex (Spastis pada sisi Kanan, Lemah pada sisi kiri), Refleks
fisiologis +, meningkat pada sisi sebelah kanan, reflex patologis +/+.
Pada pemeriksaan darah didapatkan leukositosis, dyslipidemia, alkalosis respiratorik, gangguan fungsi
ginjal, serta gangguan elektrolit, pada pemeriksaan paru didapatkan gambaran bronkopneumonia ,dan
pada pemeriksaan CT scan didapatkan infark pada ½ hemisfer cerebri kanan dan atrofi cerebri kiri.
DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis
Hemiparesis duplex (spastic sisi kanan, kiri lemah)
Hyperreflexia kanan
Refleks Patologis bilateral
Paresis N. V.II kiri
Diagnosis etiologi
Stroke infark luas
Hipertensi
Dyslipidemia
Renal Insuffisiensi
Diagnosis topis
Lobus Frontotemporoparietal Kanan
Atrofi pada hemisfer cerebri kiri.
Diagnosis Patologi-Anatomi
Infark ½ hemisfer cerebri Kanan
DIAGNOSIS BANDING
CVD Stroke Haemoragik.
PENATALAKSANAAN
1. Non-Medika Mentosa
Rawat
Oksigen 2 – 4 liter/menit
Monitoring tekanan darah
Pasang NGT
2. Medika Mentosa
IVFD Asering : Panamin G (2:1) / 8 jam
Manitol 3 x 100 cc dalam 20 menit
Citicoline 2 x 1 gr IV, bollus
Amlodipine tablet 1 x 5 mg.
Cardioaspirin 1 x 1 tablet
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP PASIEN SELAMA PERAWATAN
4/5 Konsul dr. Julintari Sp.S advice : Rawat ICU
IVFD Asering : Panamin G (2:1) / 8 jam
Manitol 3 x 100 cc dalam 20 menit
Amlodipine 1 x 5 mg
Citcoline 2 x 1 gr IV bollus
Konsul dr.Asep, Sp.PD, pasien leukositosis,hyperuremia advice :
Antibiotik Sulbacef 2 x 1 gr IV
Tonar 3 x 2
Oksigen 2-4 liter/menit.
5/5 Hasil AGD + , Kesan Alkalosis Respiratorik , advice dr.Julinntari, Sp.S : Rebreating Mask.
6/5 GCS 6 E1V1M4, mata pupil bulat , isochore, diameter 3mm/3mm
7/5 didapatkan hasil CT scan : infark luas ½ hemisfer kiri , advice : terapi lnjutkan , rencana
konsul jantung besok
Pada jam 22.00 WIB , GCS 3 E1V1M1 suhu 39 derajat celcius Drip Paracetamol 3 x 500 mg
8/5 GCS 6 , E1M4V1 , pupil berubah menjadi anisochore 3 mm/5 mm
IVFD sesuai penyakit dalam
perubahan diagnosis : stroke infark luas.
Rencana cek Hemostasis
konsul pada bagian Rehabilitasi Medik
Konsul kardiologi adakah kesan emboli ? acc pemberian amlodipine 1 x 5 mg
Selesai pemberian Manitol.
9/5 -
10/5 Konsul dr.Julintari Sp.S melalui telepon , advice beri makan bertahap perlahan-lahan.
11/5 GCS 3 E1V1M1
Jam 8.35 pasien apnoe, dilakukan resusitasi 2 x 5 siklus , 2 x 1 amp epinefrin
Jam 8.45 Pupil midriasis, RC -/- , EKG Flat, nadi a. carotis -, pasien dinyatakan meninggal
didepan perawat dan keluarga pasien.
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang perempuan berusia 63 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan diagnosa CVD
berulang Stroke Infark luas. Pada pasien ini didiagnosis stroke infark luas karena didapatkan dari :
Anamnesis
Pasien datang ke RSUD Budi Asih dengan keluhan penurunan kesadarkan sejak 10 jam sebelum
masuk RS terjadi tiba-tiba setelah pasien makan dan hendak beristirahat, 3 (tiga) hari SMRS
pasien merasa lemah pada seluruh tubuh dan nyeri pada lutut sehingga tidak bisa berjalan. Keluarga
menyangkal adanya riwayat trauma pada pasien sebelum mengalami lemas.Menurut pengakuan
keluarga pasien juga tidak bisa bicara , namun pasien mengerti apa yang disampaikan oleh keluarga
sejak 3 hari SMRS. Keluarga menyangkal pasien mual, muntah, kejang,nyeri kepala, pusing, nyeri
dada ataupun adanya gangguan menelan. Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu
terkena yang sebelah Kanan, menurut pengakuan anaknya stroke yang lama berupa stroke
penyumbatan dan tidak ada perdarahan.
Menurut literature,(WHO 1983) Stroke adalah sindroma klinis bersifat akut dengan gejala berupa
gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.
Dimana pada pasien dapat didiagnosis stroke karena sesuai dengan definisinya, yaitu merupakan
kumpulan gejala yang tiba- tiba, pada pasien bersifat global karena adanya penurunan kesadaran dan
terjadi dalam kurun waktu lebih dari 24 jam.
Juga didapatkan factor resiko untuk terjadinya stroke dari anamnesis, yaitu riwayat stroke
sebelumnya, riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, kolesterol tinggi didalam darah yang tidak
diobati, dan penggunaan pil kb.
Dari anamnesis , dapat dihitung Sirriaj Stroke Score, dimana perhitungannya :
Siriraj Stroke Score (SSS)
Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
(2 x 2,5) + (0 x 2 ) + (0 x 2) + ( 10% x 121) + (0 x -3) – 12 =
5 + 0 + 0 + 12 + 0 – 12 = 5
Didapatkan hasil 5 , dimana kecenderungan stroke hemorargik , namun SSS, merupakan
sistem skoring yang kurang dipercaya untuk dapat membedakan Intracerebral Hemmorhage dan
infark
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum Tampak Sakit Berat, Kesadaran Koma, tanda vital
didapatkan Tekanan Darah 150/70 mmhg,Nadi 69 x /menit, Suhu 37.5 celcius, Pernapasan 21
x/menit, mata didapatkan kornea tampak buram pada kedua mata, terutama OD, Jantung didapatkan
batas jantung melebar
Pada hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yang tinggi , dan adanya bukti batas
jantung yang melebar memperkuat dugaan hipertensi sebagai factor resiko terjadinya stroke. Serta
didapatkan pada stastus antropometri terkesan obesitas yang juga menunjukan factor resiko terjadinya
stroke.
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke sebanyak
30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak yang terjadi
pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi
oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat
menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma. Baik
hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
Pemeriksaan Neurologis
Pada pemeriksaan Neurologis didapatkan kesadaran coma, GCS E1 M4 V1 = 6, Saraf cranial N II
pupil anisokor diameter 3 mm/5mm RCL ↓/↓, RCTL ↓/↓ N III, IV, VI terdapat deviasi
konjugat ke arah kanan, N VII sulkus nasolabialis asimetris , kesan parese n VII kiri ,
Motorik kesan Hemiparesis duplex (Spastis pada sisi Kanan, Lemah pada sisi kiri), Refleks
fisiologis +, meningkat pada sisi kanan, reflex patologis +/+, doll’s eyes +
Pada hasil pemeriksaan Neurologis , Didapatkan deficit neurologis yang mendadak yang mendukung
stroke sebagai diagnostik. Selain itu didapatkan parese nervus VII kiri dan kelemahan pada sisi kiri
(stroke baru) yang menunjukan bahwa lesi terdapat di kortex. Pada sisi kanan didapatkan spastic serta
meningkatnya reflex fisiologis , menunjukkan bahwa pada sisi sebelah kanan menggambarkan
sekuele dari stroke yang terjadi 5 tahun yang lalu. Terdapatnya deviasi konjugat kearah kanan juga
menjelaskan letak lessi yang berada di hemisfer otak sebelah kanan, selain itu didapatkan doll’s eye +
yang menandakan pons bagian lateral masih intak.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya dyslipidemia, dimana dyslipidemia merupakan faktor
resiko terjadinya stroke dimana pada stroke infark yang terjadi pada pasien ini dapat disebabkan oleh
adanya thrombus atau emboli yang menyumbat peredaran darah sehingga terjadi hypoxia kemudian
iskemik dan kemudian disusul oleh infark cerebri. Selain itu pada pasien juga didapatkan renal
insufisiensi yang dapat mengakibatkan hipetensi renal yang pada pasien ini mengalami hipertensi
emergency sebagai faktor resiko dari stroke.
Pada pemeriksaan CT Scan ditemukan adanya infark luas pada ½ hemisfer kanan yang menunjukan
proses stroke baru , dan terdapat lesi hipodens di sebelah kiri yang menunjukkan adanya proses stroke
yang lama. Pada kasus ini dilakukan CT –scan atas Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk
pencitraan pada kasus stroke adalah: 1. Pencitraan segera dengan CT scan atau MRI
direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dari stroke hemoragik. 2. CT angiografi, CT
venografi, contrast-enhanced CT, Contrast-enhanced MRI, magnetic resonance angiography, and
magnetic resonance venography dapat digunakan untuk mengevaluasi lesi struktural yang mendasari,
termasuk malformasi pembuluh darah dan tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau radiologis.
Penatlaksanaan
Pada Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa pasien dengan stroke, yang merupakan kasus
kegawatdaruratan neurlogis mengindikasikan pasien untuk dirawat, kemudian untuk mempertahankan
saturasi diberikan oksigen 2-4 liter permenit, selain itu karena pasien kesadarannya menurun
dipertimbangkan pemasangan NGT untuk asupan nutrisi pasien.
Pada penatalaksanaan Medika Mentosa dilakukan pemasangan infuse guna IV line untuk
memasukkan obat dan IVFD Asering : Panamin G (2:1) / 8 jam. Kemudian diberikan Manitol 3 x 100
cc dalam 20 menit, dengan perhitungan osmolalitas pada pasien :
2 (Na + K) + ur/3 + GDS/20
2(146 + 5.7) + 63/3 + 116/20 = 330,5 yang menunjukan pasien dalam keadaan
hiperosmolaritas dan memiliki fungsi ginjal yang terganggu sehingga pemberian manitol dosisnya
disesuaikan . Pada pasien ini diberikan 3 x 100 cc , dimana BB pasien 75 kg , 75 x 1 mg/ kg BB =
mg / hari 75/100 x 500 = 375 cc /hari yang disesuaikan menjadi 300 cc yang dibagi dalam 3 dosis
menjadi 3 x 100 cc.
Pada pasien diberikan Citicoline 2 x 1 gr IV, bollus dengan indikasi untuk
mencegahkerusakan otak yang lebih lanjut , dan untuk mempercepat rehabilitasu fungsi dari
extremitas yang terkena hemiplegia. Dosis pemberian citicoline 1 gr IV /hari selama 2 minggu.
Pemberian Amlodipine tablet 1 x 5 mg, pada pasien bertujuan untuk mengurangi tekanan
darah yang harus diturunkan sampai dengan target 130/80 agar tidak terjadi infark yang lebih luas.
Pemberian Cardioaspirin 1 x 1 tablet sehari diberikan dengan tujuan reperfusi sehingga dapat
menyelamatkan sel otak yang iskemik dan mencegah kerusakan otak yang irreversible , dosis
pemberiannya 100-300 mg/ hari.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam,
tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara
tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka
tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena
hipertensi, maka dapat disebut stroke.
EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.Stroke
diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama
cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah
stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%,
dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyk 15-35%.± 10-20%
disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan
subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan
mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.
ETIOLOGI
Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang
menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu
atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,
diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke
hemorragik.
a. stroke iskemik
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau
penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan
kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke
otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.
Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri
ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di
dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =
sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang
baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan
irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di
dalam sebuah arteri.
peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke
otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah
di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan
darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami
kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau
irama jantung yang abnormal.
Macam – macam stroke iskemik :
i. TIA
didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan
setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam,
tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.
ii. RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
iii. Progressive stroke
iv. Complete stroke
v. Silent stroke
b. stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan intraserebral,
perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus
stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
FAKTOR RESIKO
1. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke
sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an
otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis
sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi
secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner
dan mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik
maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.
2. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara
bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan
darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
3. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan
peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses
arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih
dini.
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih
banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada
umur dan jenis kelamin yang sama.
4. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk
semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama
perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya
atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.
5. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen
sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama
jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.
6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-
obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok
atau dengan hipertensi.
7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan
koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan
faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
Faktor predisposisi stroke hemoragik
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding
arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat
pecah.
Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara,
kulit, dan tiroid.
Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding
arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.
PATOFISIOLOGI
Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum
lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat
pada beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.
Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang.
Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi
sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang
melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh
darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis
interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat
terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh
darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali
mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat
tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna
1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang
dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian
yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.
2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua
kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga
mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke
seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai
merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak
di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.
GEJALA KLINIS
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk
dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in
evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil,
dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala
stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut:
Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan.
Kesulitan menulis atau membaca.
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,
atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan
salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
Mual atau muntah.
Kejang.
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal
atau kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
DIAGNOSIS
Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami stroke
seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan
menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan
pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika
dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut
dapat meningkatkan ketepatan penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh
tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab
untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
Tumor otak
Abses otak
Sakit kepala migrain
Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
Meningitis atau encephalitis
Overdosis karena obat tertentu
Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan perubahan
sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat dokter
mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor
tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The
American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk
membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif
mungkin diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil
anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara
keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.
3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada
3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-
hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien
memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan
darah apapun dapat digunakan.
3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)
Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering
dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika
CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat
dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk
pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah
magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara
spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi),
suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain
disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan.
Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian
otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih
dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi
sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien
stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang
disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan
informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran
darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography
menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam
arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x
secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh
darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan
hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika
sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan
untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka
sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan
dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke
otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang
suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor
Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada
dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke
yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah
screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.
Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
Tabel 7. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark
PENATALAKSANAAN
Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak.
Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan
darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah
yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam
basa harus terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi
kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat
mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien
stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
- Breathing
- Blood
- Brain
- Bladder
- Bowel
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
• Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
• Stroke Hemoragik
• Pengelolaan konservatif
• Perdarahan intra serebral
• Perdarahan Sub Arachnoid
• Pengelolaan operatif
1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B
1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah
kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan
ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien
dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan
merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan
otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2
jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.
1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena
dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan
atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik
> 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.
Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus
kontinyu), Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 g/Kg/menit
infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg
IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.
Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi
Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien
stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200
mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan
kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.
1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala,
muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai
adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB),
dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm,
keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.
Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan
neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan
metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia
ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.
Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk
perfusi darah kejaringan otak
1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya
dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang
kondom kateter, pada wanita pasang kateter.
1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga
supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.
Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak
2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
2.a. Stroke iskemik
- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang
paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA
(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB
maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60
menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai
persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien
yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian
pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang
dapat menerima obat ini.
Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas
darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15
mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah
naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah
dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.
- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas
pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.
Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk
terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non
valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup
jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol
hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH)
dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah <
100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg,
hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi
trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x
5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin
dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur
siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +
dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur
siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol
dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,
ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat
dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi
reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.
- Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena
diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat
mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :
o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara
menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya
radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu
neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke
Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke
iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari
menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang
bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3
gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral
sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12
diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.
o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti
oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah
stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque
tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah
memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese,
mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi),
menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya
berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti
calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc
selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
2.b. Stroke Hemoragik
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari,
Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah
yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status
koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang
mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada
pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling
hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat
neuropriteksi.
- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada
pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya
diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.
o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21
hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per
oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya
vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang
berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme
dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure 10
mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik
sampai 180 – 220 mmHg menggunakan dopamin.
- Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah,
Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.
Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah
keadaan/kondisi pasien itu sendiri :
Faktor faktor yang mempengaruhi :
1. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
2. Tingkat kesadaran
Koma/sopor tak dioperasi
Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun
kesadarannya koma
3. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis
menurun) operasi
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama
maka operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak operasi
4. Penampang volume hematoma
Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc
------------- operasi
Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan
neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka
---------- operasi
5. Waktu yang tepat untuk pembedahan
Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan
sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya
ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &
Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam)
atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt
&Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi
penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan
jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet aggregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
Menghindari rokok, obesitas, stres
Berolahraga teratur
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang
paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,
fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien
tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan
pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit
rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di
fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang
mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.
Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke
Hari 1-3 (di sisi tempat tidur) Kurangi penekanan pada daerah yang sering
tertekan (sakrum, tumit)
Modifikasi diet, bed side, positioning
Mulai PROM dan AROM
Hari 3-5 Evaluasi ambulasi
Beri sling bila terjadi subluksasi bahu
Hari 7-10 Aktifitas berpindah
Latihan ADL: perawatan pagi hari
Komunikasi, menelan
2-3 minggu Team/family planing
Therapeuthic home evaluation
3-6 minggu Home program
Independent ADL, tranfer, mobility
10-12 minggu Follow up
Review functional abilities
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat
sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan
merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat
dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke
di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi
jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan
yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk
merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin
memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak
semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:
1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):
1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan
defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial,
herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama
atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.
3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada
umumnya akan memperberat defisit neurologis.
4. Nyeri kepala
5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):
1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu
komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih
pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan
pipa nasogastrik.
2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi.
3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat
merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.
Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.
4. Stroke rekuren
5. Abnormalitas jantung
Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:
- Edema pulmonal neurogenik
- Penurunan curah jantung
- Aritmia dan gangguan repolarisasi
6. Deep vein Thrombosis (DVT)
7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin
3. Komplikasi jangka panjang
1. Stroke rekuren
2. Abnormalitas jantung
3. Kelainan metabolik dan nutrisi
4. Depresi
5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.
PROGNOSIS
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan
ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak
mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo,
namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan
pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan
keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu
sekitar 6-12 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional
Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000
Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular
disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention,
diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
5. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
6. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
7. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet
1992, 339: 537-9.
8. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,
Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic
stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,
9. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
10. Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306
11. Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition.
Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
12. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
13. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002