Laporan Kasu1

62
Laporan Kasus STROKE INFARK LUAS Disusun oleh: Arevia Mega Diduta Utami Pembimbing: Dr. Julintari Bidramnanta Sp.S KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF Periode 6 Mei 2013 – 9 Juni 2013 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

description

lapsus

Transcript of Laporan Kasu1

Laporan Kasus

STROKE INFARK LUAS

Disusun oleh:

Arevia Mega Diduta Utami

Pembimbing:

Dr. Julintari Bidramnanta Sp.S

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF

Periode 6 Mei 2013 – 9 Juni 2013

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah salah satu penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkanlaporan tahunan 2006

di RS dr. Saiful Anwar, Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31% (462/2832) dan

menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasiendirawatinapkan. Angka-angka tersebut tidak membedakan

antara stroke iskemik dan hemoragik.

Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik. Dimana stroke

iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap seluruh stroke dan terdiri dari 80% stroke

aterotrombotik dan 20% stroke kardioemboli. dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%,

dan stroke embolik ± 60%.

Pada stroke Iskemik dimana terjadinya gangguan fungsional pada sel neuron , Jika

suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolism di otak akan berubah, setelah satu

menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark.

Infark cerebri merupakan kematian sel neuron yang terjadi akibat penurunan Cerebral Blood

Flow (CBF) yang diakibatkan kurangnya oksigen yang disuplai ke otak. Derajat dan durasi penurunan

Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi.

BAB II

LAPORAN KASUS

ANAMNESIS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny.Siti Fatimah

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 63 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Alamat : Pondok Kelapa , Duren Sawit.

Masuk RSUD : 4 Mei 2013

Dilakukan secara Alloanamnesis dengan Anak pasien pada tanggal 8 Mei 2013 jam 10.00 WIB di

Ruangan 907 lantai IX Barat RS.Budhi Asih

II. Keluhan Utama `

Penurunan Kesadaran sejak jam 10.00 WIB (4/5/13)

III. Keluhan Tambahan

Lemas pada tubuh

Nyeri lutut

Tidak Bisa bicara

IV. Riwayat penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Budi Asih dengan keluhan penurunan kedasaran

sejak jam 10.00 WIB ( 9 jam SMRS ) pada hari Sabtu , tanggal 4 Mei 2013.(Tanggal

Masuk IGD 4 Mei 2013, jam 19.30). Penurunan kesadaran terjadi tiba-tiba setelah pasien

makan dan hendak beristirahat, sehingga saat pasien beristirahat keluarg mengira pasien

sedang istirahat seperti biasa.

3 (tiga) hari Sebelum masuk Rumah Sakit pasien merasa lemah pada seluruh tubuh

dan nyeri pada lutut sehingga tidak bisa berjalan. Keluarga menyangkal adanya riwayat

trauma pada pasien sebelum mengalami lemas.Menurut pengakuan keluarga pasien juga

tidak bisa bicara , namun pasien mengerti apa yang disampaikan oleh keluarga sejak 3

hari SMRS.

Keluarga menyangkal pasien mual, muntah, kejang,nyeri kepala, pusing, nyeri dada

ataupun adanya gangguan menelan.

Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu (pada tahun 2008) terkena yang

sebelah Kanan, menurut pengakuan anaknya stroke yang lama berupa stroke

penyumbatan dan tidak ada perdarahan.

V. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu (pada tahun 2008) dan

terkena sisi sebelah kanan, dan stelah terkena stroke pasien tidak teratur kontrol.

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak teratur minum obat, minum obat captopril

hanya jika ada keluhan nyeri kepala.

Pasien memiliki riwayat kolesterol tinggi didalam darah sejak 1 tahun terakhir namun

tidak berobat.

Keluarga pasien menyangkal bahwa pasien memiliki riwayat Diabetes Melitus, Asma,

ataupun Penyakit jantung.

VI. Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak laki-laki pasien memiliki riwayat Stroke , dan sudah meninggal.

Pada keluarga terdapat riwayat hipertensi pada ayah pasien.

Riwayat Diabetes Mellitus, Asma, Penyakit Jantung disangkal oleh anak pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada pasien dilakukan pada tanggal 8 Mei 2013 jam 10.00 WIB di Ruangan

907 lantai IX Barat RS.Budhi Asih

I. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : TSB (Tampak Sakit Berat)

Kesadaran : Koma

Sikap Kooperatif : Tidak Kooperatif (tidak sadar)

Tanda Vital : Tekanan Darah : 150/70 mmhg

Nadi : 69 x /menit

Suhu : 37.5 derajat celcius

Pernapasan. : 21 x/menit.

Status Antopometri : tampak obesitas

Kepala : Normocephali, rambut hitam beruban distribusi merata

Mata : Conjungtiva Anemis -/-Sclera ikterik -/- , kornea tampak

Buram pada kedua mata, terutama OD

Hidung : Tidak tampak secret, tidak tampak deviasi septum.

Telinga : NormotiaSerumen +/+ , Membran timpati tidak tampak

pada kedua telinga

Mulut : Bibir Tampak kering, tidak pucat, tidak cyanosis , mulut

terbuka , Oral Hygine Buruk.

Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan Kelenjar thyroid

Thorax : Jantung : IC tidak terlihat

IC teraba di ICS V 3cm lateral LMCS

Batas jantung kiri melebar 3 cm lateral

LMCS

S1/S2 Reguler , murmur - , gallop –

Paru : Pergerakan nafas Simetris saat bernafas

Vocal Fremitus tidak dapat diperiksa

Sonor pada kedua lapang paru

SN vesicular +/+ rh -/- wh -/-

Abdomen : Datar, Supel , NT - , BU + (3 x permenit)

Ektremitas : Hangat pada keempat ekstremitas

Tidak didapatkan edema pada keempat ektremitas

II. STATUS NEUROLOGI

Kesadaran : Coma

GCS : E1 M4 V1 = 6

Saraf cranial :

N I : tidak dilakukan

N II : visus tidak dapat dilakukan , pupil anisokor diameter 3

mm/5mm RCL ↓/↓, RCTL ↓/↓

N III, IV, VI : Nistagmus (-), gerak bola mata tidak dapat dinilai, terdapat

deviasi konjugat ke arah kanan.

N V : Motorik : tidak dapat dinilai, deviasi rahang (-)

Sensorik : Cabang 1(ophtalmikus) : tidak dapat dinilai

Cabang 2 (maxilla) : tidak dapat dinilai

Cabang 3 (mandibula) : tidak dapat dinilai

N VII : Motorik : tidak dapat dinilai, lagoftalmus -/-, sulkus

nasolabialis asimetris , kesan parese n VII kiri

Sensorik : gangguan pengecapan tidak dapat diperiksa,

air liur (+)

N VIII : Ketajaman pendengaran tidak dapat diperiksa

N IX dan N X : Refleks batuk dan muntah tidak dilakukan

Uvula tidak dapat diperiksa

N XI : M. Sternocleidomastoideus & M. Trapezius tidak dapat

diperiksa

N XII : Lidah :besarnya normal, normotrofi, tidak berkerut, deviasi

tidak dapat dinilai, tremor (-), fasikulasi (-)

Motorik

Kekuatan otot : tidak dapat dinilai

Kesan : Hemiparesis duplex (Spastis pada sisi Kanan, Lemah

pada sisi kiri)

Sensorik

Pemeriksaan raba : tidak dapat dinilai

Kesan : tidak dapat dinilai

Refleks

Refleks Fisiologis : Biceps ++/+

Triceps ++/+

Patella ++/+

Achiles ++/+

Reflex patologis : Babinski +/+

Oppenheim -/-

Shaefer -/-

Chaddok +/+

Gordon -/-

Klonus Tidak diperiksa

Rangsang meningeal : Kaku kuduk : -

Brudzinky I : -

Brudzinky II : -

Kernig : -

Lasegue :

Mini mental status : tidak dilakukan

Romberg test : tidak dilakukan

Finger Nose test : tidak dilakukan

Gerakan involunter :Tremor –

Chorea –

Athetose-

Mioklonik Tics –

Pemeriksaan refleks batang otak : Pupil :anisochore diameter 3 mm/5mm

Reflex kornea : - / -

Doll’s eye +

Test occulovestibular : tidak dilakukan

Refleks muntah : tidak dilakukakn.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL

HEMATOLOGI 4/5/13 5/5/13 6/5/13 7/5/13

Hemoglobin 14,7 13,7 13.9 11.7 – 15.5 g/dL

Hematokrit 45 44 43 35 – 47 %

Leukosit 16.8 17.5 13.7 3.6 – 11 ribu /µl

Trombosit 251 171 192 140 – 440 ribu /µl

KIMIA KLINIK

pH 7.50 7.50 7.54 7,49 7.35-7.45

PCO2 31 22 27 29 35-45 mmhg

pO2 261 187 60 121 80-100 mmhg

Bikarbonat HCO3 25 17 23 23 21-28 mmol/L

Total CO2 26 18 24 24 23-27 mmol/L

Saturasi O2 99 100 97 99 95-100 %

BE 3.1 -4,4 2,4 1.0 -2.5 – 2.5

FAAL HATI

SGOT 28 <27 mU/dL

SGPT 28 <34 mU/dL

METABOLISME KH

GDS 116 <110 mg/dl

FAAL GINJAL

Ureum 63 65 17-49 mg/dL

Creatinin 1.8 1.50 < 1.1 mg/dL

ELEKTROLIT

Na 146 141 144 135-155 mmol/L

K 5.7 3,7 3.7 3.6 – 5.5 mmol /L

Cl 112 109 110 96 – 109 mmol/L

PROFIL LIPID

Kolesterol total 242 <200 mg/dL

TG 195 <150 mg/dL

HDL 43 >= 40 mg/dL

LDL 160 <100 mg/dL

Asam Urat 4.9 <5.7 mg/ dL

PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Rontgent thorax tanggal 4 Mei 2013

Kesan : Bronchopneumonia

Hillus Baik

Cor masih mungkin baik.

Pemeriksaan EKG tanggal 4 Mei 2013

CT Scan pada tanggal 6 Mei 2013

Kesan : Infark cerebri di lobus frontotemporoparietal dextra acute

menyebabkan herniasi midline kekiri dan ventrikel lateralis dextra .

Hemiatrofi cerebri sinistra. Pons dan cerebellum baik

RESUME

Ny. SF , Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Budi Asih dengan keluhanpenurunankedasaran sejak jam

9 jam SMRS yang terjadi tiba-tiba setelah pasien makan dan hendak beristirahat, 3 (tiga) hari

SMRS pasien merasa lemah pada seluruh tubuh dan nyeri pada lutut sehingga tidak bisa berjalan.

Keluarga menyangkal adanya riwayat trauma pada pasien sebelum mengalami lemas.Menurut

pengakuan keluarga pasien juga tidak bisa bicara , namun pasien mengerti apa yang disampaikan oleh

keluarga sejak 3 hari SMRS. Keluarga menyangkal pasien mual, muntah, kejang,nyeri kepala, pusing,

nyeri dada ataupun adanya gangguan menelan. Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu

terkena yang sebelah Kanan, menurut pengakuan anaknya stroke yang lama berupa stroke

penyumbatan dan tidak ada perdarahan. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak teratur minum

obat.Pasien memiliki riwayat kolesterol tinggi didalam darah sejak 1 tahun terakhir namun tidak

berobat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum Tampak Sakit Berat, Kesadaran Koma, tanda vital

didapatkan Tekanan Darah 150/70 mmhg,Nadi 69 x /menit, Suhu 37.5 celcius, Pernapasan 21

x/menit, mata didapatkan kornea tampak buram pada kedua mata, terutama OD, Jantung didapatkan

batas jantung melebar

Pada pemeriksaan Neurologis didapatkan kesadaran coma, GCS E1 M4 V1 = 6, Saraf cranial N II

pupil anisokor diameter 3 mm/5mm RCL ↓/↓, RCTL ↓/↓ N III, IV, VI terdapat deviasi

konjugat ke arah kanan, N VII sulkus nasolabialis asimetris , kesan parese n VII kiri ,

Motorik kesan Hemiparesis duplex (Spastis pada sisi Kanan, Lemah pada sisi kiri), Refleks

fisiologis +, meningkat pada sisi sebelah kanan, reflex patologis +/+.

Pada pemeriksaan darah didapatkan leukositosis, dyslipidemia, alkalosis respiratorik, gangguan fungsi

ginjal, serta gangguan elektrolit, pada pemeriksaan paru didapatkan gambaran bronkopneumonia ,dan

pada pemeriksaan CT scan didapatkan infark pada ½ hemisfer cerebri kanan dan atrofi cerebri kiri.

DIAGNOSIS KERJA

Diagnosis klinis

Hemiparesis duplex (spastic sisi kanan, kiri lemah)

Hyperreflexia kanan

Refleks Patologis bilateral

Paresis N. V.II kiri

Diagnosis etiologi

Stroke infark luas

Hipertensi

Dyslipidemia

Renal Insuffisiensi

Diagnosis topis

Lobus Frontotemporoparietal Kanan

Atrofi pada hemisfer cerebri kiri.

Diagnosis Patologi-Anatomi

Infark ½ hemisfer cerebri Kanan

DIAGNOSIS BANDING

CVD Stroke Haemoragik.

PENATALAKSANAAN

1. Non-Medika Mentosa

Rawat

Oksigen 2 – 4 liter/menit

Monitoring tekanan darah

Pasang NGT

2. Medika Mentosa

IVFD Asering : Panamin G (2:1) / 8 jam

Manitol 3 x 100 cc dalam 20 menit

Citicoline 2 x 1 gr IV, bollus

Amlodipine tablet 1 x 5 mg.

Cardioaspirin 1 x 1 tablet

PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad Sanationam : dubia ad malam

FOLLOW UP PASIEN SELAMA PERAWATAN

4/5 Konsul dr. Julintari Sp.S advice : Rawat ICU

IVFD Asering : Panamin G (2:1) / 8 jam

Manitol 3 x 100 cc dalam 20 menit

Amlodipine 1 x 5 mg

Citcoline 2 x 1 gr IV bollus

Konsul dr.Asep, Sp.PD, pasien leukositosis,hyperuremia advice :

Antibiotik Sulbacef 2 x 1 gr IV

Tonar 3 x 2

Oksigen 2-4 liter/menit.

5/5 Hasil AGD + , Kesan Alkalosis Respiratorik , advice dr.Julinntari, Sp.S : Rebreating Mask.

6/5 GCS 6 E1V1M4, mata pupil bulat , isochore, diameter 3mm/3mm

7/5 didapatkan hasil CT scan : infark luas ½ hemisfer kiri , advice : terapi lnjutkan , rencana

konsul jantung besok

Pada jam 22.00 WIB , GCS 3 E1V1M1 suhu 39 derajat celcius Drip Paracetamol 3 x 500 mg

8/5 GCS 6 , E1M4V1 , pupil berubah menjadi anisochore 3 mm/5 mm

IVFD sesuai penyakit dalam

perubahan diagnosis : stroke infark luas.

Rencana cek Hemostasis

konsul pada bagian Rehabilitasi Medik

Konsul kardiologi adakah kesan emboli ? acc pemberian amlodipine 1 x 5 mg

Selesai pemberian Manitol.

9/5 -

10/5 Konsul dr.Julintari Sp.S melalui telepon , advice beri makan bertahap perlahan-lahan.

11/5 GCS 3 E1V1M1

Jam 8.35 pasien apnoe, dilakukan resusitasi 2 x 5 siklus , 2 x 1 amp epinefrin

Jam 8.45 Pupil midriasis, RC -/- , EKG Flat, nadi a. carotis -, pasien dinyatakan meninggal

didepan perawat dan keluarga pasien.

BAB III

ANALISIS KASUS

Seorang perempuan berusia 63 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan diagnosa CVD

berulang Stroke Infark luas. Pada pasien ini didiagnosis stroke infark luas karena didapatkan dari :

Anamnesis

Pasien datang ke RSUD Budi Asih dengan keluhan penurunan kesadarkan sejak 10 jam sebelum

masuk RS terjadi tiba-tiba setelah pasien makan dan hendak beristirahat, 3 (tiga) hari SMRS

pasien merasa lemah pada seluruh tubuh dan nyeri pada lutut sehingga tidak bisa berjalan. Keluarga

menyangkal adanya riwayat trauma pada pasien sebelum mengalami lemas.Menurut pengakuan

keluarga pasien juga tidak bisa bicara , namun pasien mengerti apa yang disampaikan oleh keluarga

sejak 3 hari SMRS. Keluarga menyangkal pasien mual, muntah, kejang,nyeri kepala, pusing, nyeri

dada ataupun adanya gangguan menelan. Pasien memiliki riwayat stroke 5 tahun yang lalu

terkena yang sebelah Kanan, menurut pengakuan anaknya stroke yang lama berupa stroke

penyumbatan dan tidak ada perdarahan.

Menurut literature,(WHO 1983) Stroke adalah sindroma klinis bersifat akut dengan gejala berupa

gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan

yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.

Dimana pada pasien dapat didiagnosis stroke karena sesuai dengan definisinya, yaitu merupakan

kumpulan gejala yang tiba- tiba, pada pasien bersifat global karena adanya penurunan kesadaran dan

terjadi dalam kurun waktu lebih dari 24 jam.

Juga didapatkan factor resiko untuk terjadinya stroke dari anamnesis, yaitu riwayat stroke

sebelumnya, riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, kolesterol tinggi didalam darah yang tidak

diobati, dan penggunaan pil kb.

Dari anamnesis , dapat dihitung Sirriaj Stroke Score, dimana perhitungannya :

Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik

2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

(2 x 2,5) + (0 x 2 ) + (0 x 2) + ( 10% x 121) + (0 x -3) – 12 =

5 + 0 + 0 + 12 + 0 – 12 = 5

Didapatkan hasil 5 , dimana kecenderungan stroke hemorargik , namun SSS, merupakan

sistem skoring yang kurang dipercaya untuk dapat membedakan Intracerebral Hemmorhage dan

infark

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum Tampak Sakit Berat, Kesadaran Koma, tanda vital

didapatkan Tekanan Darah 150/70 mmhg,Nadi 69 x /menit, Suhu 37.5 celcius, Pernapasan 21

x/menit, mata didapatkan kornea tampak buram pada kedua mata, terutama OD, Jantung didapatkan

batas jantung melebar

Pada hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah yang tinggi , dan adanya bukti batas

jantung yang melebar memperkuat dugaan hipertensi sebagai factor resiko terjadinya stroke. Serta

didapatkan pada stastus antropometri terkesan obesitas yang juga menunjukan factor resiko terjadinya

stroke.

Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke sebanyak

30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an otak yang terjadi

pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi

oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat

menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan mikroaneurisma. Baik

hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.

Pemeriksaan Neurologis

Pada pemeriksaan Neurologis didapatkan kesadaran coma, GCS E1 M4 V1 = 6, Saraf cranial N II

pupil anisokor diameter 3 mm/5mm RCL ↓/↓, RCTL ↓/↓ N III, IV, VI terdapat deviasi

konjugat ke arah kanan, N VII sulkus nasolabialis asimetris , kesan parese n VII kiri ,

Motorik kesan Hemiparesis duplex (Spastis pada sisi Kanan, Lemah pada sisi kiri), Refleks

fisiologis +, meningkat pada sisi kanan, reflex patologis +/+, doll’s eyes +

Pada hasil pemeriksaan Neurologis , Didapatkan deficit neurologis yang mendadak yang mendukung

stroke sebagai diagnostik. Selain itu didapatkan parese nervus VII kiri dan kelemahan pada sisi kiri

(stroke baru) yang menunjukan bahwa lesi terdapat di kortex. Pada sisi kanan didapatkan spastic serta

meningkatnya reflex fisiologis , menunjukkan bahwa pada sisi sebelah kanan menggambarkan

sekuele dari stroke yang terjadi 5 tahun yang lalu. Terdapatnya deviasi konjugat kearah kanan juga

menjelaskan letak lessi yang berada di hemisfer otak sebelah kanan, selain itu didapatkan doll’s eye +

yang menandakan pons bagian lateral masih intak.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan adanya dyslipidemia, dimana dyslipidemia merupakan faktor

resiko terjadinya stroke dimana pada stroke infark yang terjadi pada pasien ini dapat disebabkan oleh

adanya thrombus atau emboli yang menyumbat peredaran darah sehingga terjadi hypoxia kemudian

iskemik dan kemudian disusul oleh infark cerebri. Selain itu pada pasien juga didapatkan renal

insufisiensi yang dapat mengakibatkan hipetensi renal yang pada pasien ini mengalami hipertensi

emergency sebagai faktor resiko dari stroke.

Pada pemeriksaan CT Scan ditemukan adanya infark luas pada ½ hemisfer kanan yang menunjukan

proses stroke baru , dan terdapat lesi hipodens di sebelah kiri yang menunjukkan adanya proses stroke

yang lama. Pada kasus ini dilakukan CT –scan atas Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk

pencitraan pada kasus stroke adalah: 1. Pencitraan segera dengan CT scan atau MRI

direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dari stroke hemoragik. 2. CT angiografi, CT

venografi, contrast-enhanced CT, Contrast-enhanced MRI, magnetic resonance angiography, and

magnetic resonance venography dapat digunakan untuk mengevaluasi lesi struktural yang mendasari,

termasuk malformasi pembuluh darah dan tumor jika terdapat kecurigaan klinis atau radiologis.

Penatlaksanaan

Pada Penatalaksanaan Non-Medika Mentosa pasien dengan stroke, yang merupakan kasus

kegawatdaruratan neurlogis mengindikasikan pasien untuk dirawat, kemudian untuk mempertahankan

saturasi diberikan oksigen 2-4 liter permenit, selain itu karena pasien kesadarannya menurun

dipertimbangkan pemasangan NGT untuk asupan nutrisi pasien.

Pada penatalaksanaan Medika Mentosa dilakukan pemasangan infuse guna IV line untuk

memasukkan obat dan IVFD Asering : Panamin G (2:1) / 8 jam. Kemudian diberikan Manitol 3 x 100

cc dalam 20 menit, dengan perhitungan osmolalitas pada pasien :

2 (Na + K) + ur/3 + GDS/20

2(146 + 5.7) + 63/3 + 116/20 = 330,5 yang menunjukan pasien dalam keadaan

hiperosmolaritas dan memiliki fungsi ginjal yang terganggu sehingga pemberian manitol dosisnya

disesuaikan . Pada pasien ini diberikan 3 x 100 cc , dimana BB pasien 75 kg , 75 x 1 mg/ kg BB =

mg / hari 75/100 x 500 = 375 cc /hari yang disesuaikan menjadi 300 cc yang dibagi dalam 3 dosis

menjadi 3 x 100 cc.

Pada pasien diberikan Citicoline 2 x 1 gr IV, bollus dengan indikasi untuk

mencegahkerusakan otak yang lebih lanjut , dan untuk mempercepat rehabilitasu fungsi dari

extremitas yang terkena hemiplegia. Dosis pemberian citicoline 1 gr IV /hari selama 2 minggu.

Pemberian Amlodipine tablet 1 x 5 mg, pada pasien bertujuan untuk mengurangi tekanan

darah yang harus diturunkan sampai dengan target 130/80 agar tidak terjadi infark yang lebih luas.

Pemberian Cardioaspirin 1 x 1 tablet sehari diberikan dengan tujuan reperfusi sehingga dapat

menyelamatkan sel otak yang iskemik dan mencegah kerusakan otak yang irreversible , dosis

pemberiannya 100-300 mg/ hari.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal

maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam,

tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara

tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka

tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena

hipertensi, maka dapat disebut stroke.

EPIDEMIOLOGI

Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.Stroke

diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama

cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik (± 53% adalah

stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik ± 37%,

dan stroke embolik ± 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyk 15-35%.± 10-20%

disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan ± 5-15% perdarahan

subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan

mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%.

ETIOLOGI

Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang

menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu

atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,

diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.

KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke

hemorragik.

a. stroke iskemik

yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau

penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan

kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada

dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke

otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.

Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.

Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri

ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.

Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis

sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena

setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke

sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di

dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga

tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari

jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =

sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang

baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan

irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari

sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di

dalam sebuah arteri.

peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke

otak.

Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah

di otak dan menyebabkan stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke

otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan

darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami

kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau

irama jantung yang abnormal.

Macam – macam stroke iskemik :

i. TIA

didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan

setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam,

tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.

ii. RIND

Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam

iii. Progressive stroke

iv. Complete stroke

v. Silent stroke

b. stroke hemorragik

Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah

merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan intraserebral,

perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus

stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

FAKTOR RESIKO

1. Hipertensi

Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena stroke

sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark dan perdarah-an

otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arterioskleosis

sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi

secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner

dan mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi sistolik

maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya stroke.

2. Penyakit Jantung

Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara

bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan

darah.

Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:

- Penyakit katup jantung

- Atrial fibrilasi

- Aritmia

- Hipertrofi jantung kiri (LVH)

- Kelainan EKG

3. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak, sedangkan

peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM mempercepat terjadinya proses

arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih

dini.

Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali lebih

banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak menderita DM pada

umur dan jenis kelamin yang sama.

4. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku untuk

semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama

perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok mendorong terjadinya

atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi terjadinya thrombosis arteri.

5. Riwayat keluarga.

Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen

sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit

jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama

jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun.

6. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin) dan obat-

obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama pada wanita perokok

atau dengan hipertensi.

7. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia, kelainan

koagulopati, dan kelainan darah lainnya.

8. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat merupakan

faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.

Faktor predisposisi stroke hemoragik

Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang menekan dinding

arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :

Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat

pecah.

Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.

Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara,

kulit, dan tiroid.

Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding

arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.

Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).

Overdosis narkoba, seperti kokain.

PATOFISIOLOGI

Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.

Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis

selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.

Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum

lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara

sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat

pada beberapa jam atau hari.

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar.

Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang.

Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi

sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang

melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh

darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis

interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat

terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh

darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali

mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat

tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna

1. Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis.

Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang

dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat

mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian

yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi

media, terutama bagian atas.

2. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua

kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri.

Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang

terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga

mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke

seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai

merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak

di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.

GEJALA KLINIS

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan

kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk

dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in

evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil,

dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala

stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena.

Beberapa gejala stroke berikut:

Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

Kesulitan menelan.

Kesulitan menulis atau membaca.

Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk,

atau kadang terjadi secara tiba-tiba.

Kehilangan koordinasi.

Kehilangan keseimbangan.

Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan

salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.

Mual atau muntah.

Kejang.

Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal

atau kesemutan.

Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

DIAGNOSIS

Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga mengalami stroke

seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan terapi. Pertama-tama, dokter akan

menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan

pemeriksaan fisik. Jika seseorang telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika

dokter tersebut ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien tersebut

dapat meningkatkan ketepatan penilaian.

Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan pada satu sisi tubuh

tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab

untuk gejala ini. Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:

Tumor otak

Abses otak

Sakit kepala migrain

Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma

Meningitis atau encephalitis

Overdosis karena obat tertentu

Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga menyebabkan perubahan

sistem saraf yang serupa dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama. Pada saat dokter

mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor

tanda-tanda vital pasien, melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).

Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan skala stroke. The

American Heart Association telah mempublikasikan suatu pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk

membantu penyedia perawatan menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif

mungkin diperlukan.

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara

keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan

penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah

menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.

Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil

anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

2. Pemeriksaan klinis neurologis

Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara

keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya.

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

3.a.Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

3.b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-

hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke

hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik

seluruhnya 87.5%

Terdapat batasan  waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut

dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien 

memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan

darah apapun dapat digunakan.

3.c. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik

2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang

            Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab

seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering

dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,

situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.

CT  Scan  berguna  untuk  menentukan:

 jenis  patologi

lokasi  lesi

ukuran  lesi

menyingkirkan  lesi  non  vaskuler

            MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik

untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika

dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika

CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat

dilakukan kemudian selama perawatan  pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk

pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,

pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah

magneti kuat suatu MRI.

            Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara

spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi),

suatu prosedur yang disebut MRA (magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain

disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan.

Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian

otak yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih

dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat mendeteksi

sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan untuk mengevaluasi pasien

stroke.

            Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang

disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan

informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran

darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography

menggeser angiogram konvensional.

            Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang

digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam

arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x

secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh

darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan

hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika

sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan

untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka

sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.

            Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau

penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan

dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke

otak)

            Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada

pasien  stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah  tes dengan gelombang

suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun

melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor

Holter  sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada

dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.

            Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan

untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami

peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena

pengentalan darah  juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke

yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah

screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit

mungkin juga perlu dipertimbangkan.

Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel 7. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

PENATALAKSANAAN

Terapi dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.

1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)

Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati,

dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak.

Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak

justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan

darah darah dipertahankan pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah

yang tinggi tidak diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam

basa harus terus dipantau.

Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi

kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat

mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien

stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

- Breathing

- Blood

- Brain

- Bladder

- Bowel

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

• Stroke iskemik

• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

• Proteksi neuronal/sitoproteksi

• Stroke Hemoragik

• Pengelolaan konservatif

• Perdarahan intra serebral

• Perdarahan Sub Arachnoid

• Pengelolaan operatif

1. Pengelolaan umum, pedoman 5 B

1.a Breathing : Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah

kekurang oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan

ventilasi baik, agar tidak terjadi aspirasi (gigi palsu dibuka).Intubasi pada pasien

dengan GCS < 8. Pada kira-kira 10% penderita pneumonia (radang paru) merupakan

merupakan penyebab kematian utama pada minggu ke 2 – 4 setelah serangan

otak.Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-kanan bergantian setiap 2

jam. Dan bila ada radang atau asma cepat diatasi.

1.b. Blood : Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh segera diturunkan, karena

dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan

atau diastolik > 120 mmHg (stroke iskemik), sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik

> 100 mmHg (stroke hemoragik). Penurunan tekanan darah maksimal 20 %.

Obat-obat yang dapat dipergunakan Nicardipin (0,5 – 6 mcg/kg/menit infus

kontinyu), Diltiazem (5 – 40 g/Kg/menit drip), nitroprusid (0,25 – 10 g/Kg/menit

infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 g/menit infus kontinyu), labetolol 20 –80 mg

IV bolus tiap 10 menit, kaptopril 6,25 – 25 mg oral / sub lingual.

Keseimbangan cairan dan elektrolit perlu diawasi

Kadar gula darah (GD) yang terlalu tinggi terbukti memperburuk outcome pasien

stroke, pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150 – 200

mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai dengan

kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.

1.c. Brain : Bila didapatkan kenaikan tekanan intra kranial dengan tanda nyeri kepala,

muntah proyektil dan bradikardi relatif harus di berantas, obat yang biasa dipakai

adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB),

dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan osmolalitas antara 300 – 320 mOsm,

keuntungan lain penggunaan manitol penghancur radikal bebas.

Peningkatan suhu tubuh harus dihindari karena memperbanyak pelepasan

neurotransmiter eksitatorik, radikal bebas, kerusakan BBB dan merusak pemulihan

metabolisme enersi serta memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.Hipotermia

ringan 30C atau 33C mempunyai efek neuroprotektif.

Bila terjadi kejang beri antikonvulsan diazepam i.v karena akan memperburuk

perfusi darah kejaringan otak

1.d. Bladder : Hindari infeksi saluran kemih bila terjadi retensio urine sebaiknya

dipasang kateter intermitten. Bila terjadi inkontinensia urine, pada laki laki pasang

kondom kateter, pada wanita pasang kateter.

1.e. Bowel : Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan, hindari obstipasi, Jaga

supaya defekasi teratur, pasang NGT bila didapatkan kesulitan menelan makanan.

Kekurangan albumin perlu diperhatikan karena dapat memperberat edema otak

2. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

2.a. Stroke iskemik

- Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya yang

paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA

(recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB

maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam 60

menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini mempunyai

persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam, sehingga hanya pasien

yang masuk rumah sakit dengan onset awal dan dapat penyelesaian

pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang

dapat menerima obat ini.

Cara lain memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki

hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas

darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis 15

mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi adalah

naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui unsur seluler darah

dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral 300 mg/hari.

- Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas

pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.

Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai risiko untuk

terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung fibrilasi atrium non

valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri, infark miokard baru & katup

jantung buatan. Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal

1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol

hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH)

dosis 2 x 0,4 cc subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah <

100.000 tidak diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg,

hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.

Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko terjadi

trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan heparin 2 x

5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari.

Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin

dosis 80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur

siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan aspirin aspirin 25 mg +

dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan menghambat jalur

siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan kembali adenosin, cilostazol

dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja menghambat aktifitas fosfodiesterase III,

ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat

dan thyenopyridine dan clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi

reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine.

- Proteksi neuronal/sitoproteksi

Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini karena

diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga dapat

mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut antara lain :

o CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan cara

menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat terbentuknya

radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin suatu

neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis Cohcrane Stroke

Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian 1963 pasien stroke

iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg sehari selama 14 hari

menunjukkan penurunan angka kematian dan kecacatan yang

bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.

o Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan

memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan

menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4 x 3

gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr peroral

sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu ke 12

diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12 jam.

o Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat

neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti

oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah

stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque

tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah

memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese,

mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi),

menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya

berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.

o Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan khasiat anti

calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik dosis 30 – 50 cc

selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi motorik yang bermakna.

2.b. Stroke Hemoragik

- Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral

Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari,

Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah

yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status

koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang

mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada

pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang.

Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling

hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat

neuropriteksi.

- Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid

o Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada

pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada umumnya

diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar.

o Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium

Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21

hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per

oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya

vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang

berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme

dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan

arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure 10

mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik

sampai 180 – 220 mmHg menggunakan dopamin.

- Pengelolaan operatif

Tujuan pengelolaan operatif adalah : Pengeluaran bekuan darah,

Penyaluran cairan serebrospinal & Pembedahan mikro pada pembuluh darah.

Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi adalah

keadaan/kondisi pasien itu sendiri :

Faktor faktor yang mempengaruhi :

1. Usia

Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi

60 – 70 th pertimbangan operasi lebih ketat

Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman

2. Tingkat kesadaran

Koma/sopor tak dioperasi

Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan

neurologiknya menurun

Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun

kesadarannya koma

3. Topis lesi

• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)

Bila TIK tak meninggi tak dioperasi

Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis

menurun) operasi

• Perdarahan putamen

Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi

Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali

kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk

• Perdarahan talamus

Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada

hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila

memungkinkan.

• Perdarahan serebelum

Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama

maka operasi

Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal

dengan pengawasan

Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang

otak operasi

4. Penampang volume hematoma

Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau volume lebih dari 50 cc

------------- operasi

Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan

neurologiknya menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka

---------- operasi

5. Waktu yang tepat untuk pembedahan

Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan

sebelum timbulnya edema otak , bila tak memungkinkan sebaiknya

ditunda sampai 5 – 15 hari kemudian.

Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt &

Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam)

atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt

&Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).

2. Fase Pasca Akut

Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi

penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.

Terapi Preventif

Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke, dengan

jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:

Untuk stroke infark diberikan :

a Obat-obat anti platelet aggregasi

b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin

Menghindari rokok, obesitas, stres

Berolahraga teratur

Rehabilitasi

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang

paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita,

fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Jika seorang pasien

tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan

pada pemaksimalan kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit

rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di

fasilitas perawat.

Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan

3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan

4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang

mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan mereka hadapi.

Tabel 8. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke

Hari 1-3 (di sisi tempat tidur) Kurangi penekanan pada daerah yang sering

tertekan (sakrum, tumit)

Modifikasi diet, bed side, positioning

Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5 Evaluasi ambulasi

Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Hari 7-10 Aktifitas berpindah

Latihan ADL: perawatan pagi hari

Komunikasi, menelan

2-3 minggu Team/family planing

Therapeuthic home evaluation

3-6 minggu Home program

Independent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu Follow up

Review functional abilities

Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat

sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai keluarga terbiasa dengan

merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat

dilanjutkan di rumah.

Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang

menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke

di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi

jelas bahwa pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan

yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik untuk

merawatnya.

Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :

1. Bed exercise

2. Latihan duduk

3. Latihan berdiri

4. Latihan mobilisasi

5. Latihan ADL (activity daily living)

6. Latihan Positioning (Penempatan)

7. Latihan mobilisasi

8. Latihan pindah   dari kursi roda ke mobil

9.  Latihan berpakaian

10. Latihan membaca

11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

KOMPLIKASI

Komplikasi pada stroke sering terjadi dan menyebabkan gejala klinik stroke menjadi semakin

memburuk. Tanda-tanda komplikasi harus dikenali sejak dini sehingga dapat dicegah agar tidak

semakin buruk dan dapat menentukan terapi yang sesuai.1 Komplikasi pada stroke yaitu:

1. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama):

1. Edema serebri: Merupakan komplikasi yang umum terjadi, dapat menyebabkan

defisit neurologis menjadi lebih berat, terjadi peningkatan tekanan intrakranial,

herniasi dan akhirnya menimbulkan kematian.

2. Abnormalitas jantung: Kelaianan jantung dapat menjadi penyebab, timbul bersama

atau akibat stroke,merupakan penyebab kematian mendadak pada stroke stadium

awal.sepertiga sampai setengah penderita stroke menderita gangguan ritme jantung.

3. Kejang: kejang pada fase awal lebih sering terjadi pada stroke hemoragik dan pada

umumnya akan memperberat defisit neurologis.

4. Nyeri kepala

5. Gangguan fungsi menelan dan asprasi

2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama):

1. Pneumonia: Akibat immobilisasi yang lama.2 merupakan salah satu

komplikasi stroke pada pernafasan yang paling sering, terjadi kurang lebih

pada 5% pasien dan sebagian besar terjadi pada pasien yang menggunakan

pipa nasogastrik.

2. Emboli paru: Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat

penderita mulai mobilisasi.

3. Perdarahan gastrointestinal: Umumnya terjadi pada 3% kasus stroke. Dapat

merupakan komplikasi pemberian kortikosteroid pada pasien stroke.

Dianjurkan untuk memberikan antagonis H2 pada pasien stroke ini.

4. Stroke rekuren

5. Abnormalitas jantung

Stroke dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa:

- Edema pulmonal neurogenik

- Penurunan curah jantung

- Aritmia dan gangguan repolarisasi

6. Deep vein Thrombosis (DVT)

7. Infeksi traktus urinarius dan inkontinensia urin

3. Komplikasi jangka panjang

1. Stroke rekuren

2. Abnormalitas jantung

3. Kelainan metabolik dan nutrisi

4. Depresi

5. Gangguan vaskuler lain: Penyakit vaskuler perifer.

PROGNOSIS

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan

ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak

mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo,

namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.

Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah

terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan

pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan

keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat

mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan

penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu

sekitar 6-12 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus Nasional

Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.

2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke 2000

Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.

3. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of cerebrovascular

disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.

4. World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention,

diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.

5. Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.

6. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.

7. Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet

1992, 339: 537-9.

8. CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,

Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic

stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,

9. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,

Surabaya 2002.

10. Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -306

11. Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition.

Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.

12. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke

(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006

13. Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional

communications inc New York, 2002