Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

47
1 Laporan KAJIAN MODELING DAMPAK PERUBAHAN FUNGSI TELUK BENOA UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT SYSTEM) DALAM JEJARING KKP BALI TIM PENULIS: KETUT SUDIARTA I GEDE HENDRAWAN KETUT SARJANA PUTRA I MADE IWAN DEWANTAMA

description

kajian modeling teluk benoa

Transcript of Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

Page 1: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

1

Laporan

KAJIAN MODELING DAMPAK PERUBAHAN FUNGSI TELUK BENOA UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT

SYSTEM) DALAM JEJARING KKP BALI

TIM PENULIS:

KETUT SUDIARTA I GEDE HENDRAWAN

KETUT SARJANA PUTRA I MADE IWAN DEWANTAMA

Page 2: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

Teluk Benoa merupakan bagian dari kawasan perairan Bali yang memegang peranan sangat penting dalam menjaga stabilitas berbagai ekosistem dan hidrologi yang ada di dalam Teluk Benoa dan disekitarnya, serta berfungsi memberikan jasa perlindungan, ekonomi hingga sosial budaya masyarakat setempat. Teluk Benoa berbentuk teluk intertidal yang dilingkari oleh hutan mangrove dan dilindungi dari gelombang air laut yang besar oleh Semenanjung Jimbaran di sebelah barat, Tanjung Benoa dan Pulau Serangan di sebelah timur. Bentuk teluk tersebut relatif datar dan sangat dangkal, sehingga sebagian besar dasar laut tereksposur pada waktu air surut rendah. Sedimen di dalam teluk bagian utara terdiri atas tanah liat hitam dan pasir berendapan sedimen, mencerminkan masukan aluvium teresterial dari sungai-sungai yang mengalir ke teluk. Sedimen di dalam teluk beragam bentuknya dari pasir sekasar kerikil sampai pasir berendapan sedimen di pesisirnya. Tekanan terhadap keberadaan dan fungsi Teluk Benoa hingga kini terus mengalami peningkatan, dari kegiatan di Pelabuhan Benoa hingga keberadaan jalan tol di atas perairan (JDP) sepanjang 12,7 km yang membentang di dalam kawasan Teluk Benoa. Tingkat sedimentasi yang sangat tinggi menjadi persoalan utama dan keberadaan kaki-kaki JDP dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi perairan di Teluk Benoa yang tentu saja akan berdampak buruk terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Jika dilakukan perubahan fungsi lahan (perairan) Teluk Benoa untuk kepentingan tertentu, sudah pasti akan menimbulkan dampak-dampak ikutan yang mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna, serta kehidupan manusia yang tinggal di sekitarnya. Pada studi ini, daerah model digerakkan oleh air yang bermuara ke dalam teluk, dan di batas terbuka air digerakkan oleh 4 komponen pasang surut, yaitu komponen semi diurnal (M2 dan S2) dan komponen diurnal (O1 dan K1). Dalam perhitungan numeric, air limpasan dari daratan juga diperhitungkan di dalam model, yaitu air yang masuk pada musim hujan sebagai air limpasan yang masuk melalui Daerah aliran sungai (DAS) Badung, DAS Mati, DAS Sama dan DAS Bualu. Dampak perubahan fungsi (reklamasi) perairan Teluk Benoa tergantung pada besaran (luas) reklamasi, lokasi reklamasi serta metode dan teknis pelaksanaan reklamasi. Secara hipotetik dampak lingkungan yang ditimbulkan dengan direklamasinya perairan Teluk Benoa adalah penggenangan dan banjir di hinterland yang disebabkan oleh peristiwa backwater. Reklamasi perairan Teluk Benoa akan secara langsung mengurangi volume tampungan banjir. Secara teoritis, dengan debit air yang keluar teluk sama sementara volume tampungan di dalam teluk berkurang karena reklamasi maka sebagian air dari aliran permukaan DAS pada saat hujan dan air laut pasang akan menggenangi daerah sekitarnya yang mempunyai topografi rendah dan semakin buruk bila terjadi penurunan tanah (land subsident). Berdasarkan peta topografi, daerah yang terancam tergenang yaitu Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang Dewa Ruci, Bandara Ngurah Rai dan Tanjung Benoa. Dari hasil modeling, dampak reklamasi yang paling signifikan adalah terjadinya penurunan salinitas air di dalam Teluk Benoa akibat tingginya muka air di dalam teluk yang mengakibatkan menurunnya jumlah air laut yang bisa masuk pada saat pasang.

Page 3: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

3

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. DESKRIPSI TELUK BENOA

Letak Geografis, Luas, Administrasi dan Posisi Stretegis Teluk Benoa merupakan perairan pasang surut, terletak di belahan selatan Pulau Bali.

Perairan Teluk Benoa paska reklamasi Pulau Serangan merupakan tipologi teluk semi-tertutup

karena mulut teluk yang menyempit hingga 75%. Secara teoritis, luas perairan Teluk Benoa yang

diukur pada sisi terluar garis pantai adalah 1.988,1 ha, dapat dibagi kedalam 3 zona yaitu zona 1

(zona dengan garis mulut teluk ditarik dari dermaga Pelabuhan Benoa dan Tanjung Benoa)

seluas 1.668,3 ha, zona 2 (zona antara Pelabuhan benoa dan Pulau Serangan) seluas 231,3 ha,

dan zona 3 (zona antara Suwung Kangin dan Pulau Serangan) seluas 88,5 ha.

Secara administratif Teluk Benoa adalah perairan lintas kabupaten/kota yaitu Kota

Denpasar dan Kabupaten Badung, meliputi tiga kecamatan yaitu Denpasar Selatan, Kuta dan

Kuta Selatan. Perairan Teluk ini dikelilingi oleh 12 desa/kelurahan, masing-masing 6

desa/kelurahan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (Tabel 1, Gambar 1).

Tabel 1. Desa/Kelurahan di Sekitar Teluk Benoa

No Desa/Kelurahan Kecamatan Luas (Ha)

No Desa/Kelurahan Kecamatan Luas (Ha)

A Kota Denpasar B

1 Sanur Kauh Denpasar Selatan 386 1 Tanjung Benoa Kuta Selatan 239

2 Sidakarya Denpasar Selatan 389 2 Benoa Kuta Selatan 2828

3 Sesetan Denpasar Selatan 739 3 Jimbaran Kuta Selatan 2030

4 Pedungan Denpasar Selatan 749 4 Kedongan Kuta 191

5 Pemogan Denpasar Selatan 971 5 Tuban Kuta 268

6 Serangan Denpasar Selatan 481 6 Kuta Kuta 782

Sumber: BPS Provinsi Bali 2012

Page 4: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

4

Gambar 1. Peta Administrasi dan Kedudukan Strategis Teluk Benoa

Page 5: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

5

Ditinjau dari aspek geo-ekonomi, Teluk Benoa berada pada posisi strategis, berada di

tengah pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata, perdagangan dan jasa.

Seringkali kawasan ini disebut berada di episentrum segitiga emas perekonomian Bali berupa

kawasan pariwisata yang sudah berkembang dan maju yaitu Kawasan Sanur – Kuta – Nusa

Dua. Teluk Benoa didukung oleh keberadaan infrastruktur wilayah yang paripurna berupa

infrastruktur darat yaitu jaringan jalan arteri primer dan Jalan Tol, infrastruktur udara yaitu

Bandara Internasional Ngurah Rai dan infrastruktur laut yaitu Pelabuhan Laut Internasional

Benoa. Oleh karena itu Teluk Benoa dapat dipandang berada di depan pintu gerbang utama

Pulau Bali. Teluk Benoa juga ditunjang oleh prasarana utilitas yang lengkap yaitu jaringan

pelayanan air bersih dari IPA Muara Nusa Dua, jaringan pelayanan energi listrik dari PLTD

Pesanggaran, prasarana pengelolaan sampah regional Sarbagita serta jaringan dan instalasi

pengelolaan air limbah DSDP.

Geomorfologi

Teluk Benoa berbentuk teluk intertidal yang dilingkari oleh hutan mangrove dan

dilindungi dari gelombang air laut yang besar oleh Semenanjung Jimbaran di sebelah barat,

Tanjung Benoa dan Pulau Serangan di sebelah timur. Bentuk teluk tersebut relatif datar dan

sangat dangkal, sehingga sebagian besar dasar laut tereksposur pada waktu air surut rendah.

Sejumlah saluran bercabang mengalirkan air teluk. Kedalamannya beragam dari 1 meter di

dekat pinggir teluk sampai 15 meter di mulut teluk, dekat Tanjung Benoa.

Komponen supratidal adalah Pulau Serangan (yang merupakan rangkaian endapan pasir

dan sedimen hasil reklamasi) dan Tanjung Benoa (yang merupakan tanjung berpasir). Kedua

tempat itu datar dan rendah. Satu pelabuhan berupa jalan lintas atas rawa dibangun di tengah

teluk dengan akses dari pantai utara di Pesanggaran. Jalan tol di atas perairan dengan

konstruksi pancang dibangun melintasi teluk dengan akses Pesanggaran (Denpasar), Tuban

(Bandara Ngurah Rai) dan Mumbul (Dusa Dua).

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali, Nusa Tenggara (Purbo-Hadiwidjojo dkk., 1998),

kawasan Beluk Benoa terdiri dari tiga struktur geologi yaitu :

• Batuan gunung api Kelompok Buyan-Beratan dan Batur terdiri dari tufa dan lahar yang

terbentuk pada kala Kwarter Holosen. Batuan ini menempati hinterland Teluk Benoa

pada daratan Pulau Bali utara teluk.

Page 6: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

6

• Formasi Selatan berupa endapan permukaan dan batuan yang terdiri dari jenis

batugamping terumbu, setempat napal; sebagian berlapis, terhablur-ulang dan berfosil,

terbentuk pada kala Tersier Miosen. Batuan ini menempati daerah Bukit di selatan teluk.

• Endapan aluvium yang merupakan endapan permukaan dan batuan sedimen terdiri dari

kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung; sebagai endapan sungai dan pantai. Batuan ini

terbentuk pada kala Tersir Holosen, menempati lahan-lahan sekitar teluk (desa/kelurahan

sekeliling teluk).

Sementara itu, berdasarkan Peta Geologi yang dikeluarkan oleh Badan Inventarisasi dan

Tata Guna Hutan tahun 1985, kawasan pasang surut di dalam dan sekeliling Teluk Benoa

dibentuk oleh batuan sedimen aluvium dengan jenis batuan undak dan terumbu karang. Jenis

tanahnya terdiri dari Regosol coklat kelabu, aluvial Hidromorf, Mediteran coklat. Jenis aluvial

Hidromorf tersebar luas sekeliling teluk dari barat Tukad Loloan, Pesanggaran, Suwung Kauh,

Kelan, Jimbaran, Mumbul, Bualu sampai Tengkulung. Sedangkan jenis Mediteran coklat

terdapat di sekitar muara Tukad Nangka dan Tukad Jantung memanjang ke arah timur sampai

Bualu. Sementara itu, dasar laut Teluk Benoa berupa pasir yang bercampur dengan fraksi

karang.

Sedimen di dalam teluk bagian utara terdiri atas tanah liat hitam dan pasir berendapan

sedimen, mencerminkan masukan aluvium teresterial dari sungai-sungai yang mengalir ke

teluk. Sedimen di dalam teluk beragam bentuknya dari pasir sekasar kerikil sampai pasir

berendapan sedimen di pesisirnya. Deposit material dalam teluk sebanyak 55 juta m3 (PT.

Pelindo III, 1999).

Teluk Benoa merupakan daerah pengendapan sedimen liat dan pasir yang produktif

terlebih-lebih setelah reklamasi Pulau Serangan. Sedimentasi liat terakumulasi pada beberapa

tempat yaitu bagian barat jalan ke Pelabuhan Benoa dan sebelah selatan TPA Suwung.

Sedangkan sedimentasi pasir terakumulasi di sebelah barat pantai Mertasari.

Berdasarkan kondisi geologi dan geomorfologi pesisir, hinterland Teluk Benoa dapat

dibagi menjadi beberapa bentuk lahan sesuai dengan satuan genesis dan proses yang terjadi

seperti pada Gambar 2, yaitu :

• Daratan Pulau Bali (Bali Island)

Daratan Pulau Bali dibentuk dominan oleh aktifvitas vulkanisme. Beberapa pantai

merupakan pantai sekunder yang dibentuk oleh material sedimen. Pantai Tanjung Benoa,

Kuta dan Sanur merupakan pantai akresi dari daratan Bali. Material sedimen selanjutnya

membentuk pantai yang relatif datar-landai dengan kemiringan 0 – 8%, dengan bahan

Page 7: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

7

induk yang berasal dari batuan vulkanik. Material ini memungkinkan mangrove

berkembang dengan baik.

• Bukit (Travelhuk)

Bukit ini terletak di bagian “kaki” Pulau Bali yang terbentuk oleh aktivitas kontrol struktur

geologi dengan material batuan gamping. Adanya aktivitas geologi angkatan

menyebabkan pantai yang terbentuk berupa pantai yang terjal. Pantai Teluk Benoa

bagian selatan berada pada kaki perbukitan gamping. Proses selanjutnya berupa

sedimentasi material gamping yang halus (liat) membentuk pantai, namun di beberapa

tempat pantai menunjukkan adanya batuan induk hasil proses angkatan.

• Leher Kuta (Kuta Isthmus)

Daratan leher Kuta mempunyai lebar 1 – 2 km yang menghubungkan Bukit dengan

daratan Pulau Bali utama. Bagian barat merupakan pantai berpasir putih sedangkan

bagian timur merupakan pantai berlumpur bervegetasi mangrove. Bentuk lahan Leher

Kuta terbentuk oleh proses aktivitas marine karena adanya fringing reef (hamparan

terumbu karang tepi) dan barrier (penghalang). Pantai Tanjung Benoa di sebelah barat

merupakan kesatuan Leher Kuta namun proses pantai yang dominan berupa sedimen

yang berasal dari aktivitas laut baik dari material daratan Pulau Bali, Bukit, maupun dari

Teluk Benoa.

• Tanjung Benoa (Tanjung Benoa Peninsula)

Tanjung Benoa merupakan pembatas teluk dari laut (Selat Badung). Tanjung yang

dibentuk oleh aktivitas marine didahului oleh proses angkatan struktur geologi pantai

yang membentuk Teluk Benoa adalah merupakan pantai akresi dari material sedimen

yang berasal dari Bukit dan sedimen marine hasil dinamika hidro-oseanografi teluk. Pada

pantai ini terdapat material sisa aktivitas struktur geologi yang berupa pulau kecil (Pulau Pudut). Tempat konsentrasi material sedimen untuk tumbuhnya mangrove adalah di

sebelah selatan Tanjung Benoa, sedangkan pada bagian utara dengan adanya out crop

batuan tidak memungkinkan berkembangnya mangrove dengan baik.

• Pulau Serangan (Serangan Island)

Pulau Serangan (sebelum reklamasi) terbentuk oleh aktivitas marine dengan litologi pasir

dan endapan laut. Pulau Serangan di bagian utara dipisahkan dengan daratan Pulau Bali

oleh dataran pasang surut (tidal flats) dan dikelilingi juga oleh daratan pasang surut.

Keberadaan Pulau Serangan merupakan kontrol atau kunci dinamika hidro-oseanografi

Teluk Benoa. Bagian barat Pulau Serangan didominasi oleh proses sedimentasi

sedangkan bagian timurnya berupa hamparan karang (fringing reef).

Page 8: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

8

Gambar 2. Peta Struktur dan Unit Geologi Teluk Benoa dan Hinterlandnya

Page 9: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

9

Berdasarkan bentuk lahan, Teluk Benoa secara umum dapat dibagi menjadi bagian pantai

utara, pantai barat, pantai selatan dan pantai timur, sebagai berikut:

• Pantai bagian utara: morfologi bagian pantai ini terbentuk oleh proses fluviomarine, yaitu

proses geomorfologi yang terjadi karena ada dua tenaga (agent) yaitu dari sungai (fluvial)

dan dari laut (marine), sehingga proses geomorfologi yang berupa sedimentasi sangat

dikontrol oleh pasang surut. Proses sedimentasi di bagian pantai utara menjadi lebih

intensif dengan dibangunnya jalan ke Pelabuhan Benoa dimana sedimen yang berasal dari

dua sungai besar di sebelah jalan yaitu Tukad Badung dan Tukad Mati terhalang

transportasinya seiring dengan pasang surut ke arah timur (menuju mulut teluk).

Sedimentasi di sebelah barat jalan pelabuhan tersebut tidak menguntungkan bagi

beberapa jenis vegetasi mangrove khususnya jenis-jenis berakar nafas seperti Sonneratia

spp. Di sebelah timur jalan pelabuhan sampai sebelah utara Pulau Serangan juga

mengalami proses sedimentasi yang intensif, terlebih-lebih adanya perubahan garis pantai

di Pulau Serangan paska reklamasi telah meningkatkan laju sedimentasi pasir di sekitar

muara Tukad Loloan, sehingga membentuk semacam delta.

• Pantai pantai bagian barat: proses pantai bagian barat teluk berupa proses

berkembangnya pantai (akresi) yaitu tempat terjadinya sedimentasi oleh aktivitas laut.

Pada bagian ini merupakan daerah dekomposisi material angkutan pasang air laut.

• Pantai bagian selatan: proses pantai bagian selatan berupa proses sedimentasi dari

material yang berasal dari Bukit selatan yang selanjutnya material tersebut tersebar sesuai

proses marine dan terkonsentrasi di bagian barat (Jimbaran) dan timur (Nusa Dua).

• Pantai bagian timur: proses geomorfologi yang terjadi di pantai timur (Tanjung Benoa)

adalah proses sedimentasi marine (akresi), namun adanya Pulau Pudut material sedimen

diendapkan pada area yang luas dan tidak terkonsentrasi.

Topografi Hinterland Teluk Benoa

Fisiografi hinterland Teluk Benoa dapat dibagi menjadi dua unit topografi yaitu dataran

rendah dan landai dengan kemiringan 0 – 3% di sisi barat dan utara (wilayah Kuta dan

Denpasar Selatan), dan daerah bergelombang dan berbukit di sisi selatan (Kecamatan Kuta

Selatan). Wilayah hinterland bagian utara (Kecamatan Denpasar Selatan) mempunyai

ketinggian 0 – 12 m dpl. Daerah dengan ketinggian 0 – 5 m berjarak 2 – 3 km dari garis pantai.

Ketinggian lahan di hinterland bagian barat (Kecamatan Kuta) adalah 0 – 23 m dpl, dataran

rendah 0 – 5 m dpl berada pada aderah sekitar Tukad Mati dan Bandara Ngurah Rai.

Sedangkan hinterland bagi selatan (Kecamatan Kuta Selatan) memiliki dataran rendah yang

Page 10: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

10

sempit dimana ketinggian 0 – 5 m dpl hanya terbatas di daerah Mumbul, Cekik, Terora dan

Tanjung Benoa (Gambar 3).

Page 11: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

11

Gambar 3. Peta Topografi dan Batimetri Teluk Benoa dan Hinterlandnya

Page 12: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

12

Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hidrologi

Perairan Teluk Benoa dapat diibaratkan sebagai reservoir atau tampungan banjir aliran

permukaan daerah sekitarnya. Berdasarkan Peta DAS Unda Anyar, Teluk Benoa merupakan

daerah tangkapan air dari 5 (lima) sub-DAS yaitu (Gambar 4):

• DAS Badung. Sungai utama di DAS ini Tukad Badung, mempunyai panjang 17 km dan

luas daerah aliran sungai (DAS) 55,82 km2, volume air 24,236 x 106 m3 dan aliran

minimum di muara 50 liter/detik (Dinas PU Provinsi Bali, 2000). Sungai ini di bagian

muara telah dibangun dam (estuary dam) seluas 40 ha. DAS Badung meliputi daerah

hulu di Desa Penarungan Kabupaten Badung sampai hilir di Pemogan, Pedungan dan

Kuta.

• DAS Mati. Luas DAS Mati adalah 34,09 km2, meliputi wilayah Kota Denpasar dan

Kabupaten Badung, hulunya berada di Kelurahan Sempidi dan hilirnya di Kuta. Sungai

utama di DAS ini yaitu Tukad Mati dengan panjangnya 12 km. Volume airnya mencapai

28,481 x 106 m3 dan aliran minimum di muara 103 liter/detik (Dinas PU Provinsi Bali,

2000).

• DAS Tuban. Luas DAS ini yaitu 7,98 km2, meliputi wilayah Kelurahan Kuta, Tuban dan

Kedonganan. Tidak terdapat sungai permanen di DAS ini.

• DAS Sama. Sungai utama di DAS ini yaitu Tukad Sama merupakatan sungai intermitten

yang mengalir dari daerah perbukitan di Kelurahan Jimbaran, Benoa, Ungasan dan Kutuh

dengan luas DAS 23,90 km2. Sungai ini hanya mengalirkan air pada saat hari hujan.

Sungai-sungai intermiten di DAS ini memberi kontribusi besar bagi transportasi sedimen

liat yang berasal dari daerah perbukitan masuk ke dalam teluk.

• DAS Bualu. Sungai utama di DAS ini yaitu Tukad Bualu merupakan sungai intermiten

yang mengalir di daerah Kelurahan Benoa. DAS ini meliputi Kelurahan Benoa dan

Tanjung Benoa dengan luas DAS 9,61 km2.

Selain sungai-sungai yang bermuara langsung di dalam teluk, terdapat lagi beberapa

sungai yang mempengaruhi Teluk Benoa sisi luar bagian utara yang merupakan sungai yang

berasal dari alur rawa. Sungai-sungai yang berasal dari alur rawa di bagian utara teluk pada

musim kemarau alirannya lebih dominan sebagai aliran pasang surut air laut. Sungai-sungai

tersebut yaitu :

• Tukad Loloan dengan panjang 3,75 km, mengalir sekitar Belanjong Sanur atau Suwung

Kangin, bermuara di pantai perbatasan antara Sanur Kauh dan Sidakarya.

Page 13: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

13

• Tukad Ngenjung dengan panjang 2,15 km, mengalir di sebelah barat Tukad Loloan di

Suwung Kangin (yaitu kompleks perumahan Kerta Petasikan) dan bermuara di pantai

selatan.

Page 14: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

14

Gambar 4. Peta Daerah Aliran Sungai di Teluk Benoa

Page 15: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

15

• Tukad Punggawa dengan panjang 6,55 km, mengalir sekitar Suwung Kangin (antara Kerta

Petasikan dengan Sidakarya) dan bermuara di pantai perbatasan antara Sidakarya dan

Sesetan.

• Tukad Buaji, mengalir di daerah perbatasan antara Sidakarya dan Sesetan dan bermuara

di Tukad Punggawa sekitar jalan by pass Ngurah Rai.

Batimetri dan Oseanografi

Perairan Teluk Benoa merupakan daerah pasang surut (intertidal). Demikian juga areal

sekitar teluk merupakan daerah pantai yang landai. Kedalaman air rata-rata di dalam teluk

pada saat pasang lebih kurang 2 m sehingga dengan rentang pasang surut harian mencapai 2,6

m maka sebagian besar dasar perairan tidak tergenangi oleh air pada saat surut. Proses

pergerakan massa air pasang surut dan aliran sungai-sungai di sekitar teluk terbentuk beberapa

cabang saluran (kanal) di dalam teluk (Gambar 3). Terdapat tujuh cabang kanal utama di dalam

teluk dengan pangkalnya berupa alur pelayaran Pelabuhan Benoa. Kanal-kanal ini mengalirkan

air pasang ke sisi-sisi teluk. Kanal-kanal tersebut adalah :

• Kanal dari kolam pelabuhan ke arah jembatan Pulau Serangan yang berlanjut ke utara

Pulau Serangan, sekaligus juga berfungsi sebagai pintu masuknya air pasang ke dalam

teluk dari Selat Badung melalui jalur utara.

• Kanal dari kolam pelabuhan perikanan menuju Pesanggaran di sebelah barat jalan

pelabuhan

• Kanal dari kolam pelabuhan menuju muara Tukad Badung

• Kanal dari kolam pelabuhan menuju muara Tukad Mati

• Kanal dari kolam pelabuhan menuju muara Tukad Sama di Jimbaran, dimana kanal ini

memiliki beberapa percabangan sampai sebelah selatan jeti navigasi Bandara Ngurah Rai

• Kanal dari kolam pelabuhan menuju daerah Mumbul dan menyusuri tepian mangrove

menuju daerah Celuk dan Bualu

• Kanal dari kolam pelabuhan menuju arah barat Pulau Pudut dan menyatu dengan kanal

yang menuju Mumbul dan Celuk.

Kedalaman kanal-kanal tersebut beragam mulai dari 1 meter dekat pinggir teluk, 3 m di

bagian tengah sampai 15 meter di mulut teluk yaitu antara Tanjung Benoa dan Pulau Serangan,

serta lebar saluran berkisar 100 m sampai 150 m. Kanal-kanal ini berperan penting sebagai alur

Page 16: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

16

pelayaran perahu-perahu nelayan yang berpangkalan di sebelah timur Patung Ngurah Rai,

Kelan Desa, Pengenderan, Pasek, dan Mumbul.

Perairan yang paling dalam di dalam teluk adalah kolam pelabuhan dengan kedalaman 9

m LWS (low water spring) pada kolam sebelah timur, 7 m di sebalah selatan dan 2,5 – 4 m di

sebelah barat. Perairan Selat Badung di muka teluk Benoa merupakan perairan yang relatif

landai dan dangkal dengan formasi terumbu karang yang membentang di sepanjang timur

Pulau Serangan, Pantai Sanur dan Tanjung Benoa sampai Nusa Dua. Perairan di depan mulut

teluk yang merupakan alur pelayaran keluar dan masuk pelabuhan tergolong perairan yang

dangkal dan elevasinya rendah.

Berdasarkan data pasang surut yang dipeoleh dari Stasiun Pengamatan Benoa, pasang

surut di perairan Teluk Benoa berlangsung dua kali sehari (semi diurnal). Pasang surut air laut

di wilayah teluk merupakan rambatan pasang surut (co-oscilating tides) dari pasang surut yang

terjadi di Selat Badung dan Samudera Hindia. Pengukuran pasang surut yang dilakukan oleh

Mr. Mulland Nolama & Partners bulan Agustus 1992 (PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III,

1999), kondisi pasang surut di Teluk Benoa adalah sebagai berikut:

• Highest Astronomical Tide (HAT) = 2,95 m

• Mean High Water Spring (MHWS) = 2,41 m

• Mean High Water Neap (MHWN) = 1,57 m

• Mean Sea Level (MSL) = 1,30 m

• Mean Low Water Neap (MLWN) = 0,90 m

• Mean Low Water Spring (MLWS) = 0,23 m

• Chart Datum(CD) = 0,00 m

• Lowest Astronomical Tide (LAT) = -0,22 m

Sebagai daerah litoral, pergerakan massa air di dalam teluk dominan merupakan

pergerakan massa air pasang dan surut air laut, sedangkan faktor aliran air sungai sangat kecil

pada musim kemarau tetapi signifikan pada musim hujan. Pada saat pasang, massa air laut

masuk ke dalam teluk melalui alur selatan (alur Pelabuhan Benoa) dan alur utara Pulau

Serangan. Massa air selanjutnya mengisi cabang-cabang saluran (kanal) dan dari cabang-

cabang saluran didistribusikan ke sisi-sisi teluk dan masuk ke dalam kawasan hutan mangrove.

Pada saat surut, massa air di dalam teluk terkonsentrasi mengalir ke arah kanal-kanal dan

selanjutnya keluar ke laut lepas melalui alur selatan dan alur utara. Oleh karena alur utara

Pulau Serangan terhalang oleh endapan lumpur serta dipersempit oleh jembatan jalan yang

menghubungkan daratan utama dengan Pulau Serangan, massa air pasang dan surut melalui

Page 17: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

17

alur ini menjadi terhambat. Menurut hasil pengukuran Hidros-AL, Awacs Report, CIES dan

Nippon Koei dalam PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III (1999), kecepatan arus pada saat

pasang yang melalui alur selatan berkisar 0,1 – 1,2 m/dt dan melalui alur utara dengan

kecepatan 0,1 – 0,5 m/dt. Sedangkan pada saat surut, kecepatan arus pada alur selatan berkisar

antara 0,2 – 1,2 m/dt dan melalui alur utara dengan kecepatan 0,1 – 0,5 m/dt.

Teluk Benoa merupakan teluk yang sangat terlindung, maka gelombang yang terjadi di

dalam teluk tergolong kecil, hanya berupa riak-riak saja. Gelombang-gelombang kecil yang

terjadi di dalam teluk umumnya disebabkan oleh gerakan angin yang relatif lemah dan oleh lalu

lintas kapal. Secara kuantitatif data tinggi gelombang di Teluk Benoa belum tersedia.

I.2. NILAI-NILAI KONSERVASI KAWASAN TELUK BENOA

Kawasan Teluk Benoa dan sekitarnya merupakan pusat keanekaragaman hayati pada

tingkatan ekosistem di wilayah pesisir Bali Selatan. Di kawasan ini terdapat keanekaragaman

habitat (ekosistem) yang relatif tinggi dan lengkap sebagai perwakilan ekosistem pesisir dan

pulau-pulau kecil yaitu ekosistem mangrove, terumbu karang (coral reefs), padang lamun

(segarass beds), dan dataran pasang surut (tidal flats) (Gambar 5). Ekosistem-ekosistem pesisir

tersebut yang umumnya dikenal sebagai habitat kritis (critical habitats) mempunyai peranan

penting dalam hal habitat bagi keanekaragaman jenis flora dan fauna, konservasi alam dan

pengawetan plasma nutfah, serta memiliki nilai produksi dan rekreasi/pariwisata. Antara

ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun di kawasan teluk dan sekitarnya

mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan habitat (linked and interdependend

habitats) yang erat satu sama lainnya, terutama dalam hal fisik, persebaran nutrien dan bahan

organik terlarut, partikel anorganik tersuspensi, migrasi fauna dan persebaran dampak kegiatan

manusia. Interaksi ekosistem perairan pesisir tersebut memperkaya keanekaragaman jenis dan

plasma nutfah/genetik di wilayah perairan Teluk Benoa dan sekitarnya.

Ekosistem Mangrove

Kawasan Teluk Benoa merupakan habitat yang berlumpur dan terlindung sehingga

memungkinkan berkembangnya hutan mangrove. Keberadaan hutan mangrove Teluk Benoa

maha penting artinya baik ditinjau dari aspek fisik, ekologi maupun ekonomi. Secara fisik,

hutan mangrove ini merupakan pelindung daratan dari erosi/abrasi pantai, sistem filter yang

melindungi terumbu karang dan padang lamun dari ancaman kerusakan oleh sedimentasi,

sampah dan air limbah yang berasal dari surface run off di daerah perkotaan Kabupaten

Page 18: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

18

Badung dan Kota Denpasar. Ditinjau dari aspek mitigasi bencana, hutan mangrove dengan

struktur komunitas didominasi Sonneratia mempunyai kemampuan tinggi mengurangi dampak

dari bencana tsunami dan angin kencang. Selain itu, hutan mangrove Teluk Benoa mempunyai

peranan penting dalam sistem tata lingkungan perkotaan sebagai paru-paru kota mengingat

letaknya yang strategis di daerah perkotaan. Kontribusinya terhadap produksi oksigen dan

menyerap emisi karbon sangat nyata di tengah-tengah kawasan perkotaan yang minim akan

keberadaan ruang terbuka hijau.

Secara ekologis/biologis, ekosistem mangrove berperan menjaga kestabilan

produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini

mengingat ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan

pemijahan (spawning ground) beberapa jenis biota perairan seperti udang, ikan dan kerang-

kerangan serta sebagai sanctuary kehidupan liar. Mangrove dikenal sebagai pemasok hara dan

makanan bagi plankton serta menciptakan suatu rantai makanan yang kompleks di perairan

sekitarnya.

Teluk Benoa merupakan kawasan penyebaran hutan mangrove terluas di Bali. Hutan

mangrove tumbuh melingkari sisi Teluk Benoa mulai dari Tukad Loloan sampai Tanjung Benoa

dan sebagian terdapat di Pulau Serangan. Luas kawasan hutan mangrove di Teluk Benoa 1.394,5

Ha atau 62,9 % dari 2.215,5 Ha luas keseluruhan hutan mangrove di Bali. Sebarannya meliputi

wilayah Kota Denpasar seluas 641 Ha dan Kabupaten Badung 753,5 Ha (Tabel 1) (BPDAS Unda

Anyar, 2008). Seluas 1.373,5 ha berstatus sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) yang

dinamai TAHURA Ngurah Rai berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor

544/Kpts-II/93 tanggal 25 September 1993. Sebelumnya, kawasan hutan yang masuk dalam

RTK 10 ini berstatus sebagai Taman Wisata Alam Prapat Benoa-Suwung berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 885/Kpts-II/92 tanggal 8 September 1992.

Sedangkan seluas 21 ha hutan mangrove yang berlokasi di sekitar Pelabuhan Benoa (termasuk

wilayah Desa Pedungan) sebagai hasil replanting merupakan hutan mangrove di luar kawasan

hutan.

Page 19: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

19

Tabel 2. Sebaran Hutan Mangrove di Kawasan Teluk Benoa

No Kabupaten/Desa/Kelurahan Dalam Tahura

(Ha)

Luar Tahura (Ha)

Dalam + Luar Tahura

(Ha)

a. Kab. Badung 753,50 0 753,50

1 Tanjung Benoa 39,00 0 39,00

2 Benoa 298,00 0 298,00

3 Jimbaran 173,00 0 173,00

4 Kedonganan 64,50 0 64,50

5 Tuban 53,00 0 53,00

6 Kuta 126,00 0 126,00

b Kota Denpasar 620,00 21,00 641,00

1 Pemogan 245,00 0 245,00

2 Pedungan 102,00 21,00 123,00

3 Serangan 98,00 0 98,00

4 Sesetan 53,00 0 53,00

5 Sidakarya 97,00 0 97,00

6 Sanur Kauh 25,00 0 25,00

TOTAL 1373,50 21,00 1394,50

Sumber: BP DAS Unda Anyar 2008

Sebelum ditetapkan sebagai Tahura, kawasan hutan mangrove di Teluk Benoa khususnya

di wilayah pesisir Kota Denpasar mengalami kerusakan karena sebagian besar hutan ditebangi

untuk kebutuhan kayu bakar. Kerusakan semakin parah karena pemerintah pada tahun 1974

memberikan ijin pinjam pakai untuk kegiatan reboisasi dengan sistem tumpang sari seluas 306

ha. Berkembangnya industri pertambakan pada tahun 1980-an, ijin pakai berkembang menjadi

pengelolaan tambak intensif dan terjadi pula perluasan tambak mencapai 334,06 ha. Pada

tahun 1988, Menteri Kehutanan mencabut ijin pinjam pakai dan tahun 1990 Gubernur Bali

mengeluarkan intruksi untuk melaksanakan reboisasi di lokasi bekas tambak sekurang-kurang

100 ha/tahun sampai tahun 1993.

Pemantauan perubahan luasan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai yang dilakukan

oleh Nuarsa et al. (2005) dengan menggunakan citra Landsat TM tahun 1994 dan citra Landsat

ETM tahun 2003 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan luasan tanaman mangrove dari

luas 486.81 ha pada tahun 1994 menjadi 853.56 ha pada tahun 2003. Hasil penelitian Dilaga

(2008) menggunakan citra Landsat ETM tahun 2006 menunjukkan bahwa luasan tanaman

mangrove pada tahun 2006 telah meningkat menjadi sebesar 975.42 ha. Keadaan ini

menunjukkan bahwa dalam jangka 12 tahun luasan tanaman mangrove telah meningkat

Page 20: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

20

luasanya sebesar 488.61 ha atau dengan kecepatan pertumbuhannya mencapai 40.72 ha per

tahun.

Menurut Kitamura (1997) dalam Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2000), jenis-jenis

vegetasi penyusun hutan mangrove Tahura Ngurah Rai terdiri dari jenis-jenis mangrove mayor

antara lain Rhizophora, Sonneratia, dan Avicennia; jenis mangrove minor antara lain

Xylocarpus dan Aegiceras; serta asosiasi mangrove. Menurut BPDAS Unda Anyar (2008),

vegetasi mangrove di Tahura Ngurah Rai untuk tingkatan pohon, jumlah jenis yang ditemukan

sejumlah 9 jenis. Jenis yang paling dominan adalah Sonneratia alba (jenis prapat dalam

Bahasa Bali, sehingga kawasan hutan ini disebut hutan Prapat Benoa). Berdasarkan besarnya

nilai indeks nilai penting vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai yang terkecil

adalah Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera

gymnorrhyza, Rhizophora stylosa, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Excoecaria

agalocha dan Avicennia lanata.

Jumlah jenis tingkatan tiang lebih banyak dibanding jumlah jenis untuk tingkatan pohon,

yaitu sejumlah 13 jenis. Jenis yang paling dominan Rhizophora apiculata. Berdasarkan

besarnya nilai indeks nilai penting vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai yang

terkecil adalah Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Bruguiera

gymnorrhyza, Avicennia marina, Ceriops tagal , Sonneratia alba, Aegiceras corniculatum,

Avicennia officinalis, Xylocarpus granatum, Avicennia lanata, Bruguiera cylindrica dan

Sonneratia caseolaris.

Untuk tingkatan sapling, jumlah jenis yang ditemukan sejumlah 12 jenis. Jenis yang

paling dominan adalah Rhizophora apiculata. Berdasarkan besarnya nilai indeks nilai penting

vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah Rhizophora apiculata,

Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhyza, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Aegiceras

corniculatum, Rhizophora stylosa, Lumnitzera racemosa, Ceriops decandra, Avicennia

officinalis, Sonneratia alba dan Xylocarpus granatum.

Untuk tingkatan semai, jumlah jenis yang ditemukan relatif lebih sedikit dibanding

jumlah jenis yang ditemukan untuk tingkatan pohon, tiang dan sapling, yaitu sejumlah 8 jenis.

Jenis yang paling dominan adalah Rhizophora apiculata. Berdasarkan besarnya nilai indeks

nilai penting vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai dengan yang terkecil adalah

Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhyza, Sonneratia alba, Avicennia marina,

Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Ceriops tagal dan Aegiceras corniculatum.

Hutan mangrove menyediakan berbagai habitat bagi berbagai fauna. Fauna yang terdapat

di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna terestrial, peralihan dan

Page 21: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

21

perairan. Oleh karena itu secara umum, komunitas fauna hutan mangrove Teluk Benoa

membentuk pencampuran antara 2 kelompok yaitu:

1) Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove

terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi

khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian

besarnya hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun

mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada sat air surut.

Dari berbagai jenis fauna darat, burung merupakan kelompok fauna yang dominan di

kawasan hutan mangrove Teluk Benoa. Fauna burung yang terdapat di ekosistem mangrove

merupakan pencampuran jenis-jenis burung terestrial dan burung air. Keanekaragaman

jenis-jenis burung di ekosistem mangrove merupakan daya tarik ekowisata pengamatan

burung (bird watching). Menurut data hasil survei terajhir tahun 2006 oleh Mangrove

Information Center (MIC), diperoleh bahwa hutan mangrove Teluk Benoa merupakan

habitat lebih dari 94 spesies burung.

Sebagian dari jenis-jenis burung tersebut merupakan burung air yang memanfaatkan

perairan Teluk Benoa sebagai habitat pencarian makanan. Oleh karena itu, keberadaan

perairan Teluk Benoa berperan penting dalam mendukung konservasi burung.

2) Kelompok fauna perairan/akuatik, yaitu: (a) yang hidup di kolom air: jenis ikan, dan udang;

(b) yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak

(lumpur): kepiting, kerang, dan berbagai jenis avertebrata lainnya).

Menurut data MIC, di kawasan hutan mangrove Teluk Benoa terdapat 60 jenis krustase yaitu

kepiting dan udang, termasuk jenis yang dapat dimakan (edible species), seperti kepiting

bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus spp.). Terdapat 22 spesies moluska,

termasuk jenis-jenis ekonomis penting seperti kerang dan tiram.

Berbagai jenis ikan memanfaatkan ekosistem mangrove baik sebagai habitat permanen

maupun temporal. Sebagai habitat temporal, ekosistem amngrove merupakan tempat

pencarian makanan (feeding ground) bagi ikan-ikan migrasi pasang surut, tempat pemihajan

(spawning ground) dan tempat asuhan (nursery ground) bagi juvenil dan anak-anak ikan

karena didukung oleh melimpahnya sumber makanan dan tempat perlindungan dari

predator.

Page 22: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

22

Ekosistem Padang Lamun

Ekosistem padang lamun di Teluk Benoa dan perairan sekitarnya merupakan sebuah mata

rantai dari sistem pesisir yang kompleks, keberadaannya selain berfungsi sebagai habitat

berbagai jenis biota laut juga merupakan sistem penyangga (buffer) antara ekosistem mangrove

dan terumbu karang. Padang lamun berkemampuan menjebak hara dan padatan tersuspensi

yang berasal dari ekosistem mangrove serta menstabilkan sedimen untuk mencegah masuknya

hara berlebihan yang dapat mendorong erutrofikasi serta sedimentasi di ekosistem terumbu

karang.

Ekosistem padang lamun di Teluk Benoa dan perairan sekitarnya yaitu pesisir Sanur,

Pulau Serangan, Tanjung Benoa dan Nusa Dua mempunyai struktur komunitas dengan

keanekaragaman jenis paling kaya di Bali. Berdasarkan hasil penelitian Sudiarta dan Sudiarta

(2011), kekayaan jenis lamun di kawasan ini terdiri dari 10 jenis dari 8 genus, 3 subfamili dan 2

famili, yaitu Zostrea sp. (famili Potamogetonacea, subfamili Zosteroideae), Halodule pinifolia,

Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium

dan Thalassodendron ciliatum (famili Hydrocharitacea, subfamili Cymodoceoidea), Enhalus

acoroides, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii (famili Hydrocharitacea, subfamili

Hydrocharitaceae).

Sebagai sistem ekologi, padang lamun di Teluk Benoa dan perairan sekitarnya berperan

penting bagi keberhasilan recruitment keanekaragaman jenis ikan karena fungsinya sebagai

spawning ground dan nursery ground. Ekosistem ini juga merupakan sistem sumberdaya alam

yang menyediakan berbagai jenis biota laut bernilai ekonomis penting dan menunjang mata

pencaharian penduduk sekitarnya. Jenis-jenis sumberdaya ikan biota lautnya sebagai produk

perikanan ekosistem padang lamun di kawasan ini antara lain ikan beronang (Siganus spp.),

belut laut, kakap putih (Lates calcarifer), berbagai jenis kerang dan bulu babi. Padang lamun di

kawasan ini juga merupakan habitat bagi rumput laut Gracillaria sp. dan Hypnea sp. yang

biasanya hidup berasosiasi dengan lamun jenis Thalassodendron ciliatum dan Enhalus

acoroides. Kedua jenis rumput laut tersebut merupakan hasil-hasil laut yang menjadi

gantungan mata pencahrai sebagian penduduk Pulau Serangan. Gacillaria sp. dan Hypnea sp.

merupakan bahan baku panganan (kuliner) tradsional masyarakat Bali khususnya Bali Selatan.

Page 23: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

23

Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang tumbuh dan berkembang di sepanjang mulut Teluk Benoa dan meluas di

sekeliling Peninsula dan pesisir Sanur, membentuk formasi terumbu penghalang (barrier reef)

dengan lingkungan antaranya berupa ekosistem padang lamun. Secara fisik, terumbu karang

penghalang ini merupakan benteng perlindungan pantai-pantai dari ancaman erosi/abrasi yang

disebabkan oleh aksi gelombang dan arus laut Selat Badung. Ekosistem terumbu karang dan

padang lamun di kawasan ini juga kaya akan organisme foram (foramenifera), sumber pasir

putih dengan butiran bak merica. Oleh karena itu, ekosistem terumbu karang di kawasan ini

merupakan pabrik alam pasir putih yang mensuplai pasir putih di pantai-pantai wisata yang

indah di Pantai Sanur, Tanjung Benoa, Nusa Dua dan kawasan sekitarnya. Terbentuknya

Tanjung Benoa, Pulau Serangan dan pantai-pantai sekitarnya juga merupakan hasil kerja

terumbu karang bersama-sama proses-proses marine lainnya.

Ditinjau dari aspek perikanan, ekosistem terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa

merupakan “ladang” yang menopang mata pencaharian nelayan tradisional melalui kegiatan

penangkapan ikan konsumsi dan ikan hias yang produktivitasnya didukung baik langsung

maupun tidak langsung oleh keberadaan ekosistem tersebut. Sedangkan ditinjau dari aspek

rekreasi dan pariwisata, ekosistem terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa (Sanur,

Serangan, Tanjung Benoa dan Nusa Dua) merupakan daya tarik wisata yang menopang industri

wisata diving (scuba diving, snorkeling dan hookah). Industri wisata diving ini mengalami

perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi salah satu usaha wisata

andalan dan sumber daya saing destinasi pariwisata.

Berdasarkan hasil Bali Marine Rapid Appraisal Program (Bali Marine RAP) tahun 2011

yang dilaksanakan atas kerjasama peneliti-peneliti dari Conservation International, Universitas

Warmadewa, Balai Riset dan Observasi Kelautan Perancak dan Dinas Kelautan dan Perikanan

Provinsi Bali, ekosistem terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa (Sanur, Terora dan

Nusa Dua) merupakan lokasi yang memiliki kekayaan jenis karang yang relatif tinggi dan pusat

keanekaragaman jensi karang di belahan pesisir Bali Selatan. Di Sanur tercatat 133 karang

hermatifik, Terora 126 jenis dan Nusa Dua 121 jenis. Ekosistem terumbu karang ini menjadi

habitat bagi 290 jenis ikan karang. Hal ini menujukkan bahwa ekosistem terumbu karang di

kawasan sekitar Teluk Benoa berperan penting dalam pengawetan keanekaragaman hayati laut.

Page 24: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

24

Gambar 5. Peta Status Kondisi Terumbu Karang di Perairan Sekitar Teluk Benoa dan WP3K Bali

Page 25: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

25

Gambar 6. Peta Koneksitas Ekosistem dan Konservasi Biodiversitas Teluk Benoa dan Perairan

Page 26: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

26

Terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa merupakan perwakilan terumbu karang

di wilayah pesisir selatan Pulau Bali yang pada saat ini berada dalam kondisi relatif baik.

Kompilasi data dari beberapa penelitian seperti disajikan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa

kondisi terumbu karang di kawasan ini berdasarkan tutupan karang hidup berkisar dari kondisi

sedang (tutupan karang hidup 25 – 49,9%) sampai kondisi sangat baik (tutupan karang hidup ≥

75%). Secara geografis dan ekologis, keberadaan terumbu karang dengan kondisi relatif baik di

kawasan ini mempunyai nilai konservasi penting dalam koneksitasnya dengan ekosistem

terumbu karang lainnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Bali. Koneksitas ini

penting untuk dapat saling mendukung ketahanan ekosistem dari ancaman pemanasan global

dan gangguan lainnya.

Ekosistem Dataran Pasang Surut

Perairan Teluk Benoa pada saat air laut pasang merupakan sebuah ekosistem perairan

teluk yang mempunyai produktivitas primer tinggi, memperkaya air laut segar yang masuk dari

Selat Badung dengan produksi fitoplankton. Produktivitas fitoplankton yang tinggi didukung

oleh input nutrien dari ekosistem terumbu karang dan endapan dasar perairan teluk.

Bersamaan dengan masuknya air laut ke dalam teluk, ikut pula masuk berbagai jenis larva,

juvenil dan anak-anak ikan baik migrasi maupun terbawa arus pasang. Di dalam teluk, larva,

juvenil dan anak-anak ikan memperoleh sumber makanan yang melimpah dan

menggunakannya sebagai habitat asuhan. Oleh nelayan tradisional setempat, perairan Teluk

Benoa sampai saat ini merupakan daertah penangkapan ikan yang potensial. Salah satu jenis

komoditas perikanan Teluk Benoa yaitu ikan kakap putih.

Pada saat air laut surut, perairan Teluk Benoa menampakkan hamparan dataran pasang

surut (tidal flats). Dataran pasang surut ini merupakan habitat bagi berbagai jenis kerang-

kerangan, krustase dan rumput laut. Salah satu keanekaragaman hayati rumput laut yang

terdapat di dataran pasang surut Teluk Benoa yaitu bulung boni (Caulerva sp.), salah satu jenis

rumput laut yang dimanfaatkan untuk panganan tradisional yang digemari masyarakat Bali

Selatan. Bagi burung air, dataran pasang surut ini merupakan “ladang” pencarian makanan,

berupa ikan, cacing, udang dan lain sebagainya.

Page 27: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

27

Perairan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai penataan ruang yang ada yaitu

Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perkotaan Denpasar,

Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita), perairan Teluk Benoa ditetapkan arahan

peruntukannya sebagai Kawasan Konservasi Perairan (Pasal 55 ayat (5)), salah satu jenis

Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menurut UU No. 27 Tahun 2007

tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sedangkan Perda No. 16 Tahun

2009 tentang RTRW Provinsi Bali tidak ada mengatur dan/atau memberi arahan mengenai

peruntukan perairan Teluk Benoa.

Menurut UU No. 27 Tahun 2007 yang dimaksud Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu

yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan ulau-pulau kecil secara

berkelanjutan. Sedangkan Kawasan Konservasi Perairan diatur secara lebih detil oleh UU No. 31

Tahun 2004 Tentang Perikanan jo UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31

Tahun 2004 tentang Perikanan, PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan

dan PermenKP No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan

Konservasi Perairan. Yang dimaksud Kawasan Konservasi Perairan menurut PP No. 60 Tahun

2007 dan PermenKP No. 30 Tahun 2010 adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola

dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya

secara berkelanjutan.

Sistem zonasi Kawasan Konservasi Perairan dan peruntukannya menurut PP No. 60

Tahun 2007 dan PermenKP No. 30 Tahun 2010 yaitu:

1. Zona Inti :

• Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan

• Penelitian

• Pendidikan

2. Zona Perikanan Berkelanjutan :

• Perlindungan habitat dan populasi ikan

• Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan

• Budidaya ramah lingkungan

• pariwisata dan rekreasi

• Penelitian dan pengembangan

• Pendidikan

Page 28: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

28

3. Zona Pemanfaatan :

• Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan

• Pariwisata dan rekreasi

• Penelitian dan pengembangan

• Pendidikan

4. Zona Lainnya : antara lain berupa zona perlindungan dan zona rehabilitasi

Kedudukan Perairan Teluk Benoa dalam Konteks Jejaring Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Bali

Selain perairan Teluk Benoa ditetapkan peruntukannya sebagai kawasan konservasi,

Perpres RTR Sarbagita juga menetapkan arahan peruntukan kawasan konservasi di wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap :

• Pulau Serangan dan Pulau Pudut sebagai kawasan konservasi pulau kecil

• Perairan Kawasan Serangan, perairan Kawasan Nusa Dua, dan perairan Kawasan Kuta

sebagai kawasan konservasi perairan.

• Kawasan hutan pantai berhutan bakau di Tahura Ngurah Rai sebagai kawasan konservasi

dan perlindungan ekosistem pesisir.

• Kawasan pesisir Sanur, Serangan, Nusa Dua, Tuban dan Kuta sebagai kawasan

perlindungan terumbu karang.

• Permukiman nelayan di Kawasan Serangan, Jimbaran dan Kedonganan sebagai kawasan

konservasi maritim.

• Seluruh pantai tempat penyelenggaraan upacara keagamaan (melasti) dan kawasan laut di

sekitarnya sebagai kawasan konservasi.

Dalam spektrum ruang yang lebih luas, Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang

RTRW Provinsi Bali telah menetapkan arahan peruntukan ruang perairan (laut) sebagai

kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang selanjutnya dimandatkan untuk diatur

melalui Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yaitu :

• Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil di perairan Nusa Penida, perairan

Candidasa, Padangbai dan Bunutan; perairan Tembok, Sambirenteng, Penuktukan, Les,

dan Tejakula; perairan Pejarakan, Sumberkima dan Pemuteran; perairan Kuta, Uluwatu

dan Ungasan; perairan Sanur, dan Sowan Perancak.

• Kawasan konservasi perairan di perairan Melaya

• Kawasan konservasi maritim di Tulamben.

Page 29: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

29

Penetapan peruntukan perairan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi merupakan

kebijakan yang komprehensif, visioner dan sangat mendukung konsep pengelolaan wilayah

pesisir terpadu dan holistik guna mewujudkan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil Provinsi Bali yang berkelanjutan. Dalam konteks konservasi wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil, perairan Teluk Benoa mempunyai nilai konservasi yang penting dan strategis

dengan pertimbangan akademik sebagai berikut:

• Perairan Teluk Benoa secara geologi dan genesisnya merupakan bentang alam dengan

struktur geologi yang unik, bersatunya proses vulkanisme, struktur angkatan dan proses-

proses marine yang membentuk Pulau Bali secara utuh seperti yang ada saat ini. Dengan

demikian, keberadaan bentang alam Teluk Benoa perlu dikonservasi/dilestarikan karena

memiliki nilai intrinsik (intrinsic values) yang melampaui nilai ekonomi atau nilai

pemanfaatan (use values).

• Perairan Teluk Benoa paska reklamasi Pulau Serangan merupakan perairan teluk semi-

tertutup, di dalamnya bermuara empat buah sungai (Tukad Mati dan Tukad Badung dari

sisi utara serta Tukad Sama dan Tukad Bualu dari sisi selatan) sehingga dapat

diidentikkan dengan “campuhan agung”. Keberadaan perairan Teluk Benoa yang semi-

tertutup, ditinjau dari aspek hidrologi merupakan sebuah reservoir atau tampungan aliran

permukaan dari DAS hinterland sebelum keluar memasuki perairan laut lepas melalui

mulut teluk yang sempit. Dengan demikian, keberadaan perairan Teluk Benoa

mempunyai fungsi maha penting dalam manajemen banjir kawasan perkotaan di

sekitarnya. Dengan semakin bertambahnya porsi lahan terbangun dan kedap air di DAS

hinterlandnya, maka di masa depan jumlah aliran permukaan yang masuk ke dalam teluk

akan semakin meningkat. Konservasi perairan Teluk Benoa merupakan pilihan yang tepat

untuk menyelamatkan manusia beserta berbagai aset di sekitarnya dari bencana banjir.

• Perairan Teluk Benoa tidak dapat dipungkiri memiliki keterkaitan erat dan langsung

dengan hutan mangrove di sekelilingnya yang telah ditetapkan sebagai kawasan

konservasi. Stabilitas dan keseimbangan dinamis ekosistem mangrove di kawasan ini

dikontrol oleh proses-proses oseanografi di dalam teluk seperti rambatan pasang surut

dan arus. Secara bio-ekologis, antara ekosistem mangrove dan perairan Teluk Benoa

memiliki koneksitas biologi yang tinggi sehingga konservasi perairan Teluk Benoa akan

sangat mendukung pelestarian proses-proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan,

perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati serta plasma nutfah secara

optimal.

Page 30: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

30

• Secara lokal atau kawasan, konservasi perairan Teluk Benoa mempunyai arti penting dari

aspek fisik, biologis dan mitigasi dampak kegiatan manusia dalam mewujudkan sasaran

konservasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan terdekatnya yaitu Kawasan

sanur, Serangan dan Nusa Dua, terutama dalam penyelamatan keberadaan ekosistem

terumbu karang. Perairan Teluk Benoa merupakan sebuah sistem penyangga (buffer

system) yang menjaga keutuhan dan kesehatan ekosistem terumbu karang di kawasan

sekitarnya dari ancaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pengaruh kegiatan manusia di

daerah perkotaan hinterland seperti pencemaran bersumber tidak tetap dari daratan

(non-point sources of landbase pollution).

• Secara regional Bali, konservasi perairan Teluk Benoa bersama-sama dengan kawasan

perairan sekitarnya (Sanur, Serangan, Nusa Dua) berperan penting memelihara

koneksitas biologi dalam konteks jejaring keanekaragaman hayati regional Bali.

Ekosistem pesisir Teluk Benoa dan kawasan sekitarnya (Sanur, Serangan, Nusa Dua)

memiliki keterkaitan yang erat dengan kantong-kantong keanekaragaman hayati perairan

pesisir Kawasan Candidasa dan Kawasan Nusa Penida. Koneksitas antar kawasan ini

dapat digambarkan sebagai “Kawasan Segitiga Emas” keanekaragaman hayati pesisir Bali

yang perlu dikonservasi guna menjaga keberlanjutan nilai-nilai dan fungsi ekonomi,

sosial, budaya dan ekologi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Bali dari

berbagai ancaman dampak kegiatan manusia, perubahan iklim dan bencana alam.

Sehingga secara ekologis-mikro, konservasi ekosistem pesisir Teluk Benoa dan kawasan

sekitarnya akan semakin memperkuat ketahanan dan kelentingan (resistance and

resilience) ekosistem pesisir Pulau Bali secara keseluruhan.

Page 31: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

31

BAB II. METODOLOGI Teluk Benoa merupakan perairan semi tertutup yang berada di bagian selatan Pulau Bali

dengan dimensi wilayah perairan teluk berkisar sekitar 10km x 5 km. Teluk Benoa dicirikan oleh

celah sempit pada mulut teluk yang berada antara Pulau Serangan dan Tanjung Benoa. Di

tengah teluk terdapat pelabuhan Benoa yang berfungsi sebagai tempat bersandarnya kapal ikan

dan kapal penumpang nasional dan internasional. Sejak tahun 1996, Pulau serangan yang

berada di bagian Timur pelabuhan Benoa telah di reklamasi dan di bangun jembatan yang

menghubungkan antara Pulau Bali dan Pulau Serangan, hanya di buatkan celah yang sangat

sempit (~50M) untuk keluar masuknya air. Peta bathymetry dan topography di kawasan

perairan teluk Benoa dapat di lihat pada gambar 7. Teluk Benoa merupakan peraian dangkal,

dengan kedalaman maksimal sekitar 15m di alur pelayan kapal di dalam teluk sampai dengan

50m di luar teluk.

Kualitas perairan Teluk Benoa sangat di pengaruhi oleh kondisi air sungai yang

memasuki teluk Benoa melalui 4 sungai, yaitu Sungai Badung. Sungai Mati, Sungai Sama, dan

Sungai Bualu. Selain itu Teluk Benoa juga mendapat tekanan dari berbagai macam aktivitas

manusia seperti aktifitas pelabuhan, digunakan sebagai tempat pembuangan akhir sampah dari

tiga kabupaten/kota, dan yang terakhir adalah dibangunnya jembatan diatas perairan, dll.

Berbagai aktivitas tersebut tentunya akan memberikan kontribusi yang buruk bagi

keberlangsungan kehidupan ekosistem yang berada di dalam teluk, seperti ekosistem hutan

mangrove. Isu yang berkembang di masyarakat belakangan ini adalah akan dilakukannya

reklamasi terhadap perairan teluk untuk berbagai macam keperluan. Melalui isu tersebut sangat

banyak opini yang telah berkembang di masyarakat dari sudut pandang masing-masing tanpa

didasarkan pada kajian ilmiah yang berimplikasi dapat meresahkan masyarakat. Untuk itu

melalui studi ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta informasi secara ilmiah kepada

masyarakat mengenai dampak yang di akibatkan terhadap rencana reklamasi di perairan Teluk

Benoa.

Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM) merupakan model yang dikembangkan

oleh Chen dkk. (2003) dapat digunakan untuk menghitung dinamika perairan laut dan pesisir.

FVCOM merupakan model laut yang menggunakan metode finite volume dan menggunakan

persamaan dasar tiga dimensi. FVCOM juga menggunakan unstructured grid yang dapat

memberikan hasil yang baik untuk wilayah perairan yang memiliki garis pantai yang rumit.

Banyak penelitian yang telah menggunakan FVCOM, seperti Chen dkk (2007) dan Huang dkk

Page 32: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

32

(2007) digunakan untuk melakukan investigasi sirkulasi arus, Chen dkk (2008) digunakan

untuk mengetahui mekanisme fisika untuk detachment offshore.

Pada studi ini, domain komputasi telah di konfigurasikan dengan unstructured

triangular grid untuk daerah horizontal dan sigma level untuk wilayah vertical. Untuk grid

horizontal di desain dengan resolusi yang berbeda, yaitu 200 m di dalam teluk sampai dengan

600m di luar teluk. Untuk menghitung daerah basah dan kering akibat dari kondisi pasang

surut, maka metode perlakuan wet/dry point juga dipertimbangkan dalam perhitungan. Untuk

kedalaman air yang kurang dari 0.05 m pada sell grid pada saat air surut di desain sebagai

daerah kering dan memiliki kecepatan arus sama dengan nol. Pada saat air pasang dimana

permukaan air meningkat, daerah kering tersebut menjadi basah dan kecepatan arus serta

elevasi permukaan di hitung secara numeric.

Pada studi ini, daerah model digerakkan oleh air yang bermuara ke dalam teluk, dan di

batas terbuka air digerakkan oleh 4 komponen pasang surut, yaitu komponen semi diurnal (M2

dan S2) dan komponen diurnal (O1 dan K1). Dalam perhitungan numeric, air limpasan dari

daratan juga diperhitungkan di dalam model, yaitu air yang masuk pada musim hujan sebagai

air limpasan yang masuk melalui Daerah aliran sungai (DAS) Badung, DAS Mati, DAS Sama dan

DAS Bualu.

Page 33: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

33

Gambar 7. Model area and design

Page 34: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

34

Model dirancang seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah:

Table 3. Kondisi rancangan awal model (The initial set up conditions for the model)

Items Contents

Grid Grid resolution 200 m

Layers Uniform layer with 5th sigma layer

Open boundary Tide conditions M2,S2,K1,O1 tidal component

Temperature and salinity uniform

River discharge Badung River, Mati River, Sama River,

Bualu River with a maximum flowrate

200 m3/s, 150 m3/s, 75 m3/s and 50 m3/s

respectively.

Meteorological

condition

uniform

Runoff Four watersheed Each element on the watersheed has a

flowrate 10 m3/s

Time step 1.0 second

Page 35: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

35

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan: 1. Memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi Teluk Benoa secara menyeluruh

baik secara ekologi, geologi, dan hidrologi.

2. Pada tahap awal, untuk menemukan perubahan sistem hidrologi melalui simulasi dan

modeling daerah aliran sungai di Teluk Benoa

Manfaat: 1) Menyediakan informasi kuantitatif terkait model yang ada sekarang di Teluk Benoa

berdasarkan jumlah curah hujan, tinggi muka air, sirkulasi (pola) arus, angka pencucian

massa air (flushing rate) untuk menggambarkan status lingkungan di Teluk Benoa

termasuk peran signifikan secara sosial dan ekologi buat Pulau Bali

2) Menyediakan informasi kuantitatif sebagai model perkiraan dari dampak proses dan

kesimbangan dinamis sistem hidrologi, oseanografi dan ekologi yang disebabkan oleh

perubahan dan/atau pemanfaatan baik dari bentang daratan (landscape) dan bentang

laut (seascape) Teluk Benoa, sebagai masukan ilmiah untuk jejaring kawasan konservasi

perairan (KKP) Bali secara umum dan KKP Badung khususnya.

Page 36: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

36

BAB IV. ANALISIS PEMANFAATAN PERAIRAN TELUK BENOA, REKLAMASI DAN DAMPAK LINGKUNGAN

Pemanfaatan Perairan Teluk Benoa

Secara fisik, perairan Teluk Benoa telah mengalami alterasi sejak dibangunnya Pelabuhan

Benoa sejak tahun 1924 dengan melakukan reklamasi di tengah-tengah teluk secara bertahap

untuk dermaga, pergudangan, lapangan penumpukan, terminal penumpang dan gedung serta

jalan akses. Jalan akses ke pelabuhan yang dibangun secara masif berpengaruh signifikan

terhadap sedimentasi di sebelah barat jalan. Vegetasi mangrove jenis prapat (Sonneratia spp.)

yang mempunyai akar nafas (pneumatopora) mengalami kematian dan digantikan oleh formasi

baru jenis bakau (Rhizophora spp.) baik hasil replanting maupun peremajaan alami.

Pengembangan landasan pacu Bandara Ngurah Rai dari 2700 m menjadi 3000 m pada

tahun 1990 memanfaatkan perairan Teluk Benoa untuk fasilitas keselamatan penerbangan

dengan membuat jetty sepanjang lebih kurang 500 m pada sisi barat teluk. Pembangunan jetty

ini memblok aliran air Tukad Mati ke arah selatan dan menimbulkan sedimentasi di bagian

utara jetty sehingga mematikan secara masal vegetasi jenis Sonneratia spp. dan kini sudah

tergantikan oleh Rhizophora hasil replanting.

Reklamasi Pulau Serangan dari 101 ha menjadi 481 ha pada tahun 1994-1997

memanfaatkan sebagian kawasan Teluk Benoa sehingga menyebabkan mulut teluk menjadi

lebih sempit terutama mulut teluk bagian utara. Vegetasi mangrove di sisi barat Pulau Serangan

secara total mengalami alterasi.

Dalam rangka mengurai kemacetan lalu lintas di jalan arteri primer By Pass Ngurah Rai

segmen Kuta menuju Bandara Ngurah Rai dan Nusa Dua, pada tahun 2012 dibangun jalan tol di

atas perairan dengan konstruksi pancang membentang dari jalan akses Pelabuhan Benoa

menuju Bandara Ngurah Rai dan ditengah-tengahnya menuju Nusa Dua.

Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Satu-satunya Undang-Undang yang mengatur tentang reklamasi di wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil yaitu UU No. 27 Tahun 2007. Peraturan pelaksanaannya dituangkan dalam

Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Perpres ini dikecualikan untuk reklamasi di :

• Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)

pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah perairan terminal khusus;

Page 37: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

37

• Lokasi pertambangan, minyak, gas bumi, dan panas bumi; dan

• Kawasan hutan dalam rangka pemulihan dan/atau perbaikan hutan

Menurut Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 122 Perpres Reklamasi, reklamasi tidak dapat dilakukan pada kawasan konservasi dan alur laut.

Pihak-pihak yang akan melaksanakan reklamasi (Pemerintah, pemerintah daerah, dan

setiap orang) wajib membuat perencanaan reklamasi. Salah satunya melalui penentuan lokasi,

baik lokasi reklamasi maupun lokasi sumber material reklamasi. Penentuan lokasi dilakukan

berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)

Provinsi,Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi,

Kabupaten/Kota.

Dampak Lingkungan Reklamasi Perairan Teluk Benoa

Dampak reklamasi perairan Teluk Benoa tergantung pada besaran (luas) reklamasi, lokasi

reklamasi serta metode dan teknis pelaksanaan reklamasi. Secara hipotetik dampak lingkungan

yang ditimbulkan dengan direklamasinya perairan Teluk Benoa sebagai berikut:

1) Penggenangan dan banjir di hinterland yang disebabkan oleh peristiwa backwater.

Reklamasi perairan Teluk Benoa akan secara langsung mengurangi volume tampungan

banjir. Secara teoritis, dengan debit air yang keluar teluk sama sementara volume

tampungan di dalam teluk berkurang karena reklamasi maka sebagian air dari aliran

permukaan DAS pada saat hujan dan air laut pasang akan menggenangi daerah sekitarnya

yang mempunyai topografi rendah. Berdasarkan peta topografi, daerah yang terancam

tergenang yaitu Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang Dewa Ruci,

Bandara Ngurah Rai dan Tanjung Benoa.

Deskripsi aliran permukaan (surface run off) ke Teluk Benoa : 1. DAS Badung : luas 55,82 km2, curah hujan 65 mm (4 jam), run off : 3.628.459 m3 2. DAS Mati : luas 34,09 km2, curah hujan 65 mm (4 jam), run off : 2.216.014 m3 3. DAS Tuban : luas 7,98 km2, curah hujan 50 mm (3 jam), run off :399.043 m3 4. DAS Sama : luas 23,9 km2, curah hujan 50 mm (3 jam), run off : 1.194.878 m3 5. DAS Bualu : luas 9,61 km2, curah hujan 50 mm (3 jam), run off : 480.324 m3 Total run off ke Teluk Benoa : 7.918.717 m3 selama 4 jam hujan, surplus ketinggian air di teluk 0,417 m Surplus ketinggian air dengan skenario pengurangan luas teluk : 1. 10% : surplus ketinggian air 0,463 m 2. 20% : surplus ketinggian air 0,521 m 3. 30% : surplus ketinggian air 0,596 m 4. 40% : surplus ketinggian air 0,695 m 5. 50% : surplus ketinggian air 0,834 m 6. 60% : surplus ketinggian air 1,042 m 7. 70% : surplus ketinggian air 1,390 m 8. 80% : surplus ketinggian air 2,084 m 9. 90% : surplus ketinggian air 4,169 m

Page 38: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

38

2) Perubahan struktur komunitas mangrove. Vegetasi mangrove di kawasan Teluk Benoa

didominasi oleh jenis prapat (Sonneratia spp.) sehingga hutan di kawasan ini diberi nama

Hutan Prapat Benoa. Vegetasi jenis ini sangat sensitif terhadap sedimentasi karena memiliki

akar nafas yang muncul di permukaan substrat. Reklamasi Teluk Benoa tentunya akan

merubah rejim arus laut yang dibangkitkan oleh peristiwa pasang dan surut. Perubahan

rejim arus ini akan berpengaruh terhadap disposisi sedimen. Sedimentasi di habitat

mangrove ini akan mematikan vegetasi Sonneratia spp. dan dalam jangka panjang akan

terjadi perubahan struktur komunitas mangrove di kawasan tersebut.

3) Jika reklamasi menggunakan metode pengerugan (dredging) maka retensi air di dalam teluk

meningkat atau tidak terjadi total flushing. Kondisi ini akan menjadikan perairan Teluk

Benoa sebagai tampungan dan pengendapan berbagai bahan-bahan pencemar yang berasal

dari daratan.

4) Meningkatnya padatan tersuspensi dari flushing air surut Teluk Benoa dapat mengganggu

kehidupan dan kesehatan terumbu karang di kawasan sekitarnya. Sedimentasi di habitat

terumbu karang dapat mematikan polip karang.

5) Merosotnya keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh alterasi, kerusakan dan

berkurangnya habitat bagi keanekaragaman jenis biota laut yang disebabkan oleh:

• Hilangnya secara langsung habitat yang digunakan sebagai lokasi reklamasi dan area

pengambilan material reklamasi (dredging).

• Kerusakan habitat sebagai dampak pelaksanaan kegiatan reklamasi.

• Berubahnya struktur habitat di sekitarnya karena dampak perubahan pola-pola

oseanografi dan hidrologi dengan adanya bangunan reklamasi.

6) Meningkatnya resiko dampak bencana tsunami. Perairan teluk merupakan pusat

terkonsentrasinya massa air dari gelombang tsunami. Dengan semakin berkurangnya luasan

teluk oleh reklamasi maka resiko tinggi genangan gelombang tsunami akan meningkat di

daerah sekitar Teluk Benoa.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis,

menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan

telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,

rencana, dan/atau program. KLHS merupakan amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, merupakan upaya untuk mencari terobosan

Page 39: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

39

dan memastikan bahwa pada tahap awal penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program

telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu :

• Keterkaitan (interdependency). Kebijakan, rencana atau program harus

mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar wilayah, dan global-lokal.

• Keseimbangan (equilibrium). Kebijakan, rencana atau program harus

mempertimbangkan keseimbangan antara ekonomi dengan kepentingan lingkungan

hidup, sosial dan budaya, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.

• Keadilan (justice). Kebijakan, rencana dan/atau program tidak mengakibatkan

marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat.

Perpres Reklamasi telah mengamanatkan bahwa perencanaan reklamasi melalui

penyusunan rencana induk reklamasi harus memperhatikan kajian lingkungan hidup strategis. KLHS dalam kaitannya dengan rencana reklamasi Teluk Benoa perlu dilakukan

dalam rangka :

• Memastikan bahwa rencana telah mengakomodir kebijakan yang lebih tinggi dan

memperhatikan kebijakan daerah sekitar

• Memastikan bahwa rencana telah mengarusutamakan lingkungan hidup dan

pembangunan berkelanjutan;

• Memastikan bahwa rencana telah mempertimbangkan upaya pencegahan dan/atau

penanggulangan terhadap dampak pelaksanaan rencana sesuai dengan isu-isu strategis di

kawasan Teluk Benoa.

Page 40: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

40

BAB V. HASIL MODELING

Hasil dari studi ini akan menampilkan kondisi perairan teluk benoa pada saat menerima

limpahan air sungai secara maximum dan runoff dari DAS selama kondisi air pasang (~6 jam).

Gambar 8. memperlihatkan pola aliran air di teluk benoa pada saat kondisi pasang. Dari gambar

tersebut terlihat pula aliran yang terjadi akibat dari runoff DAS. DAS Badung, DAS mati, DAS

Sama dan DAS Bualu menyumbangkan volume air ke dalam Teluk Benoa, namun DAS di utara

Pulau Serangan mengalir melalui utara Pulau Serangan. Pola aliran yang hampir sama

diperlihatkan pada Kondisi Teluk Benoa saat ini dan Teluk Benoa direklamasi seluas 15%,

namun terdapat pola arus yang sangat berbeda ketika Teluk Benoa di reklamasi seluas 80%.

Pada saat Teluk Benoa direklamasi 80%, aliran sungai Sama dan Bualu mengalir melalui sisi

barat menuju ke utara dengan kekuatan arus yang cukup besar dibandingkan kondisi

sebelumnya.

Existing 15% reclamation a b

Page 41: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

41

Gambar 8. Pola aliran arus laut saat pasang dan pola aliran air dari runoff

Pada grafik 1 memperlihatkan perbandingan elevasi permukaan air pada 5 kondisi yang

berbeda, yaitu kondisi saat ini (existing), reklamasi 15%, reklamasi 30%, reklamasi 50%, dan

reklamasi 80%. Terlihat bahwa elevasi permukaan air meningkat sehubungan dengan

peningkatan jumlah reklamasi yang di lakukan di Teluk Benoa, dan secara signifikan meningkat

pada saat Teluk Benoa di reklamasi seluas 80%. Perbandingan elevasi permukaan air pada

mulut teluk dan daerah bagian utara teluk (timur sungai Badung) diperlihatkan pada gambar

10. Elevasi di mulut teluk sangat dipengaruhi oleh pola pasang surut (sinusoidal), namun di

bagian tengah teluk sangat dipengaruhi oleh aliran air dari sungai dan runoff DAS yang

dicirikan dengan tidak terlihatnya pola sinusoidal elevasi. Elevasi di bagian tengah teluk juga

menunjukkan elevasi yang lebih tinggi sepanjang waktu di bandingkan pada mulut teluk.

80% reclamation c

Page 42: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

42

Grafik 1. Elevasi permukaan air di dalam teluk benoa diatas mean sea level

Grafik 2. Perbandingan elevasi di mulut teluk dan daerah dalam teluk

Genangan air akibat dari runoff dan peningkatan ketinggian permukaan air akibat

reklamasi dapat di tunjukkan dari gambar 9 dan 10. Reklamasi yang dilakukan seluas 15% telah

meningkatkan permukaan air laut di daerah selatan pulau reklamasi (di sekitar daerah muara

sungai Sama dan Bualu), namun meningkat secara signifikan pada saat di lakukan reklamasi

80% dan meningkat sampai mecakup wilayah sekitar sungai mati dan badung (gambar 9).

Daerah yang tergenang akibat tertahannya air akibat runoff oleh air pasang terlihat pada

gambar 10. Daerah yang tergenang meningkat dengan peningkatan luasan area yang di

reklamasi.

0.82

0.83

0.84

0.85

0.86

0.87

0.88

0.89

64 66 68 70 72 74

elev

atio

n (m

)

time (hours)

15% 30% 50% 80% existing

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

64 66 68 70 72 74

elev

atio

n (m

)

time (hours)

northern part bay mouth

Page 43: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

43

Gambar 9. Elevasi permukaan air secara spasial

Existing 15% reclamation

80% reclamation

a b

c

Page 44: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

44

Reklamasi terhadap perairan Teluk Benoa juga dapat mengakibatkan menurunnya

volume air laut yang dapat masuk ke dalam perairan teluk. Dari model didapatkan bahwa

reklamasi yang dilakukan seluas 80% akan berakibat menurunnya volume air ke dalam teluk

berkisar 60%. Penurunan volume air laut yang memasuki kawasan teluk dapat berakibat pada perubahan kondisi salinitas air di dalam teluk.

Gambar 10. daerah genangan air akibat runoff dan reklamasi teluk Benoa

Existing 15% reclamation

80% reclamation

a b

c

Page 45: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

45

Tabel 3. Volume air laut memasuki perairan teluk

Bay condition Volume M3

existing 25.000.000

15% reclamation 24.500.000

30% reclamation 19.100.000

50% reclamation 10.500.000

80% reclamation 10.100.000

Page 46: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

46

BAB VI. REKOMENDASI

Dari studi yang telah dilakukan memperlihatkan dampak hidrologis terhadap kawasan

perairan teluk Benoa akibat jika dilakukannya reklamasi. Reklamasi akan berdampak pada

peningkatan elevasi permukaan perairan teluk. Walaupun tidak menunjukkan peningkatan

elevasi permukaan yang cukup tinggi, namun akan sangat mengkhawatirkan jika dibarengi

dengan menurunnya permukaan tanah (land subsident) di daerah sekitarnya (Denpasar dan

Badung) akibat dari pengambilan air tanah yang tidak terkontrol, serta terjadinya peningkatan permukaan air laut akibat dari pemanasan global.

Penurunan volume air laut yang dapat memasuki teluk benoa dari 25 juta meter kubik

menjadi 10 juta meter kubik atau terjadi penurunan sekitar 60% akan sangat memiliki arti

penting bagi kondisi ekologi perairan teluk Benoa. Teluk Benoa akan mengalami perubahan

kondisi perairan seperti salinitas, temperatur serta masukan nutrient yang terbatas dari luar

teluk. Hal ini tentu menjadi perhatian yang penting bagi kita, mengingat di dalam teluk Benoa

terdapat hutan mangrove yang memiliki arti penting bagi keberlangsungan lingkungan pesisir dan laut dan memiliki dampak penting bagi konektivitas ekosistem yang lainnya.

Secara hidrodinamika laut, perubahan geometry teluk akan berpengaruh terhadap pola

arus laut. Perubahan pola arus akan berakibat pada pola transport materi yang di bawa oleh

aliran air. Perubahan pola aliran air dalam suatu perairan dapat berdampak bagi daerah

sekitarnya, misalnya peningkatan kuat arus di luar teluk yang dapat berakibat terjadinya erosi

ataupun akresi di tempat yang lain. Pola perpindahan (transport) sedimen yang dapat

berdampak buruk bagi ekosistem mangrove. Flushing rate untuk melakukan pencucian massa

air di dalam teluk dapat terjadi lebih lama, dan dampak ikutan lainnya. Dampak ikutan ini tentu

harus dikaji terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran yang lebih holistik bagi keberlangsungan lingkungan perairan Teluk Benoa.

Teluk Benoa dengan fungsinya yang sangat penting serta tingginya tekanan dan ancaman,

membutuhkan intervensi tata kelola yang mendorong peran serta berbagai pihak untuk lebih

menjamin keberlangsungan fungsinya sehingga direkomendasikan agar kawasan Teluk Benoa

dimasukkan ke dalam kawasan konservasi perairan (KKP) Kabupaten Badung. Dalam konteks

Jejaring KKP Bali, Teluk Benoa merupakan kawasan penyangga dari Taman Hutan Raya

Ngurah Rai yang merupakan benteng hijau “green belt” Pulau Bali, sehingga akan semakin

memantapkan konektivitas KKP dalam menjaga kelestarian sumber daya pesisir untuk meningkatkan pemanfaatan secara lestari.

Page 47: Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013

47

Pada studi ini, simulasi model tidak memasukkan dampak alur sungai yang dapat menampung

air laut pada saat pasang dikarenakan minimnya data kedalaman sungai dari muara sungai

menuju ke hulu. Untuk melihat pergerakan air pasang menuju alur sungai serta percampuran

air sungai dan air laut, maka data alur sungai (tangkapan air serta kedalaman sungai) akan

sangat diperlukan. Untuk itu, kajian yang lebih mendekati kondisi real di lapangan sangat

diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.