Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013
-
Upload
andreazsyakiebalsiha -
Category
Documents
-
view
33 -
download
10
description
Transcript of Laporan Kajian Modeling Teluk Benoa_11 Okt 2013
1
Laporan
KAJIAN MODELING DAMPAK PERUBAHAN FUNGSI TELUK BENOA UNTUK SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN (DECISION SUPPORT
SYSTEM) DALAM JEJARING KKP BALI
TIM PENULIS:
KETUT SUDIARTA I GEDE HENDRAWAN
KETUT SARJANA PUTRA I MADE IWAN DEWANTAMA
2
RINGKASAN EKSEKUTIF
Teluk Benoa merupakan bagian dari kawasan perairan Bali yang memegang peranan sangat penting dalam menjaga stabilitas berbagai ekosistem dan hidrologi yang ada di dalam Teluk Benoa dan disekitarnya, serta berfungsi memberikan jasa perlindungan, ekonomi hingga sosial budaya masyarakat setempat. Teluk Benoa berbentuk teluk intertidal yang dilingkari oleh hutan mangrove dan dilindungi dari gelombang air laut yang besar oleh Semenanjung Jimbaran di sebelah barat, Tanjung Benoa dan Pulau Serangan di sebelah timur. Bentuk teluk tersebut relatif datar dan sangat dangkal, sehingga sebagian besar dasar laut tereksposur pada waktu air surut rendah. Sedimen di dalam teluk bagian utara terdiri atas tanah liat hitam dan pasir berendapan sedimen, mencerminkan masukan aluvium teresterial dari sungai-sungai yang mengalir ke teluk. Sedimen di dalam teluk beragam bentuknya dari pasir sekasar kerikil sampai pasir berendapan sedimen di pesisirnya. Tekanan terhadap keberadaan dan fungsi Teluk Benoa hingga kini terus mengalami peningkatan, dari kegiatan di Pelabuhan Benoa hingga keberadaan jalan tol di atas perairan (JDP) sepanjang 12,7 km yang membentang di dalam kawasan Teluk Benoa. Tingkat sedimentasi yang sangat tinggi menjadi persoalan utama dan keberadaan kaki-kaki JDP dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi perairan di Teluk Benoa yang tentu saja akan berdampak buruk terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Jika dilakukan perubahan fungsi lahan (perairan) Teluk Benoa untuk kepentingan tertentu, sudah pasti akan menimbulkan dampak-dampak ikutan yang mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna, serta kehidupan manusia yang tinggal di sekitarnya. Pada studi ini, daerah model digerakkan oleh air yang bermuara ke dalam teluk, dan di batas terbuka air digerakkan oleh 4 komponen pasang surut, yaitu komponen semi diurnal (M2 dan S2) dan komponen diurnal (O1 dan K1). Dalam perhitungan numeric, air limpasan dari daratan juga diperhitungkan di dalam model, yaitu air yang masuk pada musim hujan sebagai air limpasan yang masuk melalui Daerah aliran sungai (DAS) Badung, DAS Mati, DAS Sama dan DAS Bualu. Dampak perubahan fungsi (reklamasi) perairan Teluk Benoa tergantung pada besaran (luas) reklamasi, lokasi reklamasi serta metode dan teknis pelaksanaan reklamasi. Secara hipotetik dampak lingkungan yang ditimbulkan dengan direklamasinya perairan Teluk Benoa adalah penggenangan dan banjir di hinterland yang disebabkan oleh peristiwa backwater. Reklamasi perairan Teluk Benoa akan secara langsung mengurangi volume tampungan banjir. Secara teoritis, dengan debit air yang keluar teluk sama sementara volume tampungan di dalam teluk berkurang karena reklamasi maka sebagian air dari aliran permukaan DAS pada saat hujan dan air laut pasang akan menggenangi daerah sekitarnya yang mempunyai topografi rendah dan semakin buruk bila terjadi penurunan tanah (land subsident). Berdasarkan peta topografi, daerah yang terancam tergenang yaitu Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang Dewa Ruci, Bandara Ngurah Rai dan Tanjung Benoa. Dari hasil modeling, dampak reklamasi yang paling signifikan adalah terjadinya penurunan salinitas air di dalam Teluk Benoa akibat tingginya muka air di dalam teluk yang mengakibatkan menurunnya jumlah air laut yang bisa masuk pada saat pasang.
3
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. DESKRIPSI TELUK BENOA
Letak Geografis, Luas, Administrasi dan Posisi Stretegis Teluk Benoa merupakan perairan pasang surut, terletak di belahan selatan Pulau Bali.
Perairan Teluk Benoa paska reklamasi Pulau Serangan merupakan tipologi teluk semi-tertutup
karena mulut teluk yang menyempit hingga 75%. Secara teoritis, luas perairan Teluk Benoa yang
diukur pada sisi terluar garis pantai adalah 1.988,1 ha, dapat dibagi kedalam 3 zona yaitu zona 1
(zona dengan garis mulut teluk ditarik dari dermaga Pelabuhan Benoa dan Tanjung Benoa)
seluas 1.668,3 ha, zona 2 (zona antara Pelabuhan benoa dan Pulau Serangan) seluas 231,3 ha,
dan zona 3 (zona antara Suwung Kangin dan Pulau Serangan) seluas 88,5 ha.
Secara administratif Teluk Benoa adalah perairan lintas kabupaten/kota yaitu Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung, meliputi tiga kecamatan yaitu Denpasar Selatan, Kuta dan
Kuta Selatan. Perairan Teluk ini dikelilingi oleh 12 desa/kelurahan, masing-masing 6
desa/kelurahan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (Tabel 1, Gambar 1).
Tabel 1. Desa/Kelurahan di Sekitar Teluk Benoa
No Desa/Kelurahan Kecamatan Luas (Ha)
No Desa/Kelurahan Kecamatan Luas (Ha)
A Kota Denpasar B
1 Sanur Kauh Denpasar Selatan 386 1 Tanjung Benoa Kuta Selatan 239
2 Sidakarya Denpasar Selatan 389 2 Benoa Kuta Selatan 2828
3 Sesetan Denpasar Selatan 739 3 Jimbaran Kuta Selatan 2030
4 Pedungan Denpasar Selatan 749 4 Kedongan Kuta 191
5 Pemogan Denpasar Selatan 971 5 Tuban Kuta 268
6 Serangan Denpasar Selatan 481 6 Kuta Kuta 782
Sumber: BPS Provinsi Bali 2012
4
Gambar 1. Peta Administrasi dan Kedudukan Strategis Teluk Benoa
5
Ditinjau dari aspek geo-ekonomi, Teluk Benoa berada pada posisi strategis, berada di
tengah pusat-pusat pertumbuhan ekonomi berbasis pariwisata, perdagangan dan jasa.
Seringkali kawasan ini disebut berada di episentrum segitiga emas perekonomian Bali berupa
kawasan pariwisata yang sudah berkembang dan maju yaitu Kawasan Sanur – Kuta – Nusa
Dua. Teluk Benoa didukung oleh keberadaan infrastruktur wilayah yang paripurna berupa
infrastruktur darat yaitu jaringan jalan arteri primer dan Jalan Tol, infrastruktur udara yaitu
Bandara Internasional Ngurah Rai dan infrastruktur laut yaitu Pelabuhan Laut Internasional
Benoa. Oleh karena itu Teluk Benoa dapat dipandang berada di depan pintu gerbang utama
Pulau Bali. Teluk Benoa juga ditunjang oleh prasarana utilitas yang lengkap yaitu jaringan
pelayanan air bersih dari IPA Muara Nusa Dua, jaringan pelayanan energi listrik dari PLTD
Pesanggaran, prasarana pengelolaan sampah regional Sarbagita serta jaringan dan instalasi
pengelolaan air limbah DSDP.
Geomorfologi
Teluk Benoa berbentuk teluk intertidal yang dilingkari oleh hutan mangrove dan
dilindungi dari gelombang air laut yang besar oleh Semenanjung Jimbaran di sebelah barat,
Tanjung Benoa dan Pulau Serangan di sebelah timur. Bentuk teluk tersebut relatif datar dan
sangat dangkal, sehingga sebagian besar dasar laut tereksposur pada waktu air surut rendah.
Sejumlah saluran bercabang mengalirkan air teluk. Kedalamannya beragam dari 1 meter di
dekat pinggir teluk sampai 15 meter di mulut teluk, dekat Tanjung Benoa.
Komponen supratidal adalah Pulau Serangan (yang merupakan rangkaian endapan pasir
dan sedimen hasil reklamasi) dan Tanjung Benoa (yang merupakan tanjung berpasir). Kedua
tempat itu datar dan rendah. Satu pelabuhan berupa jalan lintas atas rawa dibangun di tengah
teluk dengan akses dari pantai utara di Pesanggaran. Jalan tol di atas perairan dengan
konstruksi pancang dibangun melintasi teluk dengan akses Pesanggaran (Denpasar), Tuban
(Bandara Ngurah Rai) dan Mumbul (Dusa Dua).
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali, Nusa Tenggara (Purbo-Hadiwidjojo dkk., 1998),
kawasan Beluk Benoa terdiri dari tiga struktur geologi yaitu :
• Batuan gunung api Kelompok Buyan-Beratan dan Batur terdiri dari tufa dan lahar yang
terbentuk pada kala Kwarter Holosen. Batuan ini menempati hinterland Teluk Benoa
pada daratan Pulau Bali utara teluk.
6
• Formasi Selatan berupa endapan permukaan dan batuan yang terdiri dari jenis
batugamping terumbu, setempat napal; sebagian berlapis, terhablur-ulang dan berfosil,
terbentuk pada kala Tersier Miosen. Batuan ini menempati daerah Bukit di selatan teluk.
• Endapan aluvium yang merupakan endapan permukaan dan batuan sedimen terdiri dari
kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung; sebagai endapan sungai dan pantai. Batuan ini
terbentuk pada kala Tersir Holosen, menempati lahan-lahan sekitar teluk (desa/kelurahan
sekeliling teluk).
Sementara itu, berdasarkan Peta Geologi yang dikeluarkan oleh Badan Inventarisasi dan
Tata Guna Hutan tahun 1985, kawasan pasang surut di dalam dan sekeliling Teluk Benoa
dibentuk oleh batuan sedimen aluvium dengan jenis batuan undak dan terumbu karang. Jenis
tanahnya terdiri dari Regosol coklat kelabu, aluvial Hidromorf, Mediteran coklat. Jenis aluvial
Hidromorf tersebar luas sekeliling teluk dari barat Tukad Loloan, Pesanggaran, Suwung Kauh,
Kelan, Jimbaran, Mumbul, Bualu sampai Tengkulung. Sedangkan jenis Mediteran coklat
terdapat di sekitar muara Tukad Nangka dan Tukad Jantung memanjang ke arah timur sampai
Bualu. Sementara itu, dasar laut Teluk Benoa berupa pasir yang bercampur dengan fraksi
karang.
Sedimen di dalam teluk bagian utara terdiri atas tanah liat hitam dan pasir berendapan
sedimen, mencerminkan masukan aluvium teresterial dari sungai-sungai yang mengalir ke
teluk. Sedimen di dalam teluk beragam bentuknya dari pasir sekasar kerikil sampai pasir
berendapan sedimen di pesisirnya. Deposit material dalam teluk sebanyak 55 juta m3 (PT.
Pelindo III, 1999).
Teluk Benoa merupakan daerah pengendapan sedimen liat dan pasir yang produktif
terlebih-lebih setelah reklamasi Pulau Serangan. Sedimentasi liat terakumulasi pada beberapa
tempat yaitu bagian barat jalan ke Pelabuhan Benoa dan sebelah selatan TPA Suwung.
Sedangkan sedimentasi pasir terakumulasi di sebelah barat pantai Mertasari.
Berdasarkan kondisi geologi dan geomorfologi pesisir, hinterland Teluk Benoa dapat
dibagi menjadi beberapa bentuk lahan sesuai dengan satuan genesis dan proses yang terjadi
seperti pada Gambar 2, yaitu :
• Daratan Pulau Bali (Bali Island)
Daratan Pulau Bali dibentuk dominan oleh aktifvitas vulkanisme. Beberapa pantai
merupakan pantai sekunder yang dibentuk oleh material sedimen. Pantai Tanjung Benoa,
Kuta dan Sanur merupakan pantai akresi dari daratan Bali. Material sedimen selanjutnya
membentuk pantai yang relatif datar-landai dengan kemiringan 0 – 8%, dengan bahan
7
induk yang berasal dari batuan vulkanik. Material ini memungkinkan mangrove
berkembang dengan baik.
• Bukit (Travelhuk)
Bukit ini terletak di bagian “kaki” Pulau Bali yang terbentuk oleh aktivitas kontrol struktur
geologi dengan material batuan gamping. Adanya aktivitas geologi angkatan
menyebabkan pantai yang terbentuk berupa pantai yang terjal. Pantai Teluk Benoa
bagian selatan berada pada kaki perbukitan gamping. Proses selanjutnya berupa
sedimentasi material gamping yang halus (liat) membentuk pantai, namun di beberapa
tempat pantai menunjukkan adanya batuan induk hasil proses angkatan.
• Leher Kuta (Kuta Isthmus)
Daratan leher Kuta mempunyai lebar 1 – 2 km yang menghubungkan Bukit dengan
daratan Pulau Bali utama. Bagian barat merupakan pantai berpasir putih sedangkan
bagian timur merupakan pantai berlumpur bervegetasi mangrove. Bentuk lahan Leher
Kuta terbentuk oleh proses aktivitas marine karena adanya fringing reef (hamparan
terumbu karang tepi) dan barrier (penghalang). Pantai Tanjung Benoa di sebelah barat
merupakan kesatuan Leher Kuta namun proses pantai yang dominan berupa sedimen
yang berasal dari aktivitas laut baik dari material daratan Pulau Bali, Bukit, maupun dari
Teluk Benoa.
• Tanjung Benoa (Tanjung Benoa Peninsula)
Tanjung Benoa merupakan pembatas teluk dari laut (Selat Badung). Tanjung yang
dibentuk oleh aktivitas marine didahului oleh proses angkatan struktur geologi pantai
yang membentuk Teluk Benoa adalah merupakan pantai akresi dari material sedimen
yang berasal dari Bukit dan sedimen marine hasil dinamika hidro-oseanografi teluk. Pada
pantai ini terdapat material sisa aktivitas struktur geologi yang berupa pulau kecil (Pulau Pudut). Tempat konsentrasi material sedimen untuk tumbuhnya mangrove adalah di
sebelah selatan Tanjung Benoa, sedangkan pada bagian utara dengan adanya out crop
batuan tidak memungkinkan berkembangnya mangrove dengan baik.
• Pulau Serangan (Serangan Island)
Pulau Serangan (sebelum reklamasi) terbentuk oleh aktivitas marine dengan litologi pasir
dan endapan laut. Pulau Serangan di bagian utara dipisahkan dengan daratan Pulau Bali
oleh dataran pasang surut (tidal flats) dan dikelilingi juga oleh daratan pasang surut.
Keberadaan Pulau Serangan merupakan kontrol atau kunci dinamika hidro-oseanografi
Teluk Benoa. Bagian barat Pulau Serangan didominasi oleh proses sedimentasi
sedangkan bagian timurnya berupa hamparan karang (fringing reef).
8
Gambar 2. Peta Struktur dan Unit Geologi Teluk Benoa dan Hinterlandnya
9
Berdasarkan bentuk lahan, Teluk Benoa secara umum dapat dibagi menjadi bagian pantai
utara, pantai barat, pantai selatan dan pantai timur, sebagai berikut:
• Pantai bagian utara: morfologi bagian pantai ini terbentuk oleh proses fluviomarine, yaitu
proses geomorfologi yang terjadi karena ada dua tenaga (agent) yaitu dari sungai (fluvial)
dan dari laut (marine), sehingga proses geomorfologi yang berupa sedimentasi sangat
dikontrol oleh pasang surut. Proses sedimentasi di bagian pantai utara menjadi lebih
intensif dengan dibangunnya jalan ke Pelabuhan Benoa dimana sedimen yang berasal dari
dua sungai besar di sebelah jalan yaitu Tukad Badung dan Tukad Mati terhalang
transportasinya seiring dengan pasang surut ke arah timur (menuju mulut teluk).
Sedimentasi di sebelah barat jalan pelabuhan tersebut tidak menguntungkan bagi
beberapa jenis vegetasi mangrove khususnya jenis-jenis berakar nafas seperti Sonneratia
spp. Di sebelah timur jalan pelabuhan sampai sebelah utara Pulau Serangan juga
mengalami proses sedimentasi yang intensif, terlebih-lebih adanya perubahan garis pantai
di Pulau Serangan paska reklamasi telah meningkatkan laju sedimentasi pasir di sekitar
muara Tukad Loloan, sehingga membentuk semacam delta.
• Pantai pantai bagian barat: proses pantai bagian barat teluk berupa proses
berkembangnya pantai (akresi) yaitu tempat terjadinya sedimentasi oleh aktivitas laut.
Pada bagian ini merupakan daerah dekomposisi material angkutan pasang air laut.
• Pantai bagian selatan: proses pantai bagian selatan berupa proses sedimentasi dari
material yang berasal dari Bukit selatan yang selanjutnya material tersebut tersebar sesuai
proses marine dan terkonsentrasi di bagian barat (Jimbaran) dan timur (Nusa Dua).
• Pantai bagian timur: proses geomorfologi yang terjadi di pantai timur (Tanjung Benoa)
adalah proses sedimentasi marine (akresi), namun adanya Pulau Pudut material sedimen
diendapkan pada area yang luas dan tidak terkonsentrasi.
Topografi Hinterland Teluk Benoa
Fisiografi hinterland Teluk Benoa dapat dibagi menjadi dua unit topografi yaitu dataran
rendah dan landai dengan kemiringan 0 – 3% di sisi barat dan utara (wilayah Kuta dan
Denpasar Selatan), dan daerah bergelombang dan berbukit di sisi selatan (Kecamatan Kuta
Selatan). Wilayah hinterland bagian utara (Kecamatan Denpasar Selatan) mempunyai
ketinggian 0 – 12 m dpl. Daerah dengan ketinggian 0 – 5 m berjarak 2 – 3 km dari garis pantai.
Ketinggian lahan di hinterland bagian barat (Kecamatan Kuta) adalah 0 – 23 m dpl, dataran
rendah 0 – 5 m dpl berada pada aderah sekitar Tukad Mati dan Bandara Ngurah Rai.
Sedangkan hinterland bagi selatan (Kecamatan Kuta Selatan) memiliki dataran rendah yang
10
sempit dimana ketinggian 0 – 5 m dpl hanya terbatas di daerah Mumbul, Cekik, Terora dan
Tanjung Benoa (Gambar 3).
11
Gambar 3. Peta Topografi dan Batimetri Teluk Benoa dan Hinterlandnya
12
Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hidrologi
Perairan Teluk Benoa dapat diibaratkan sebagai reservoir atau tampungan banjir aliran
permukaan daerah sekitarnya. Berdasarkan Peta DAS Unda Anyar, Teluk Benoa merupakan
daerah tangkapan air dari 5 (lima) sub-DAS yaitu (Gambar 4):
• DAS Badung. Sungai utama di DAS ini Tukad Badung, mempunyai panjang 17 km dan
luas daerah aliran sungai (DAS) 55,82 km2, volume air 24,236 x 106 m3 dan aliran
minimum di muara 50 liter/detik (Dinas PU Provinsi Bali, 2000). Sungai ini di bagian
muara telah dibangun dam (estuary dam) seluas 40 ha. DAS Badung meliputi daerah
hulu di Desa Penarungan Kabupaten Badung sampai hilir di Pemogan, Pedungan dan
Kuta.
• DAS Mati. Luas DAS Mati adalah 34,09 km2, meliputi wilayah Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung, hulunya berada di Kelurahan Sempidi dan hilirnya di Kuta. Sungai
utama di DAS ini yaitu Tukad Mati dengan panjangnya 12 km. Volume airnya mencapai
28,481 x 106 m3 dan aliran minimum di muara 103 liter/detik (Dinas PU Provinsi Bali,
2000).
• DAS Tuban. Luas DAS ini yaitu 7,98 km2, meliputi wilayah Kelurahan Kuta, Tuban dan
Kedonganan. Tidak terdapat sungai permanen di DAS ini.
• DAS Sama. Sungai utama di DAS ini yaitu Tukad Sama merupakatan sungai intermitten
yang mengalir dari daerah perbukitan di Kelurahan Jimbaran, Benoa, Ungasan dan Kutuh
dengan luas DAS 23,90 km2. Sungai ini hanya mengalirkan air pada saat hari hujan.
Sungai-sungai intermiten di DAS ini memberi kontribusi besar bagi transportasi sedimen
liat yang berasal dari daerah perbukitan masuk ke dalam teluk.
• DAS Bualu. Sungai utama di DAS ini yaitu Tukad Bualu merupakan sungai intermiten
yang mengalir di daerah Kelurahan Benoa. DAS ini meliputi Kelurahan Benoa dan
Tanjung Benoa dengan luas DAS 9,61 km2.
Selain sungai-sungai yang bermuara langsung di dalam teluk, terdapat lagi beberapa
sungai yang mempengaruhi Teluk Benoa sisi luar bagian utara yang merupakan sungai yang
berasal dari alur rawa. Sungai-sungai yang berasal dari alur rawa di bagian utara teluk pada
musim kemarau alirannya lebih dominan sebagai aliran pasang surut air laut. Sungai-sungai
tersebut yaitu :
• Tukad Loloan dengan panjang 3,75 km, mengalir sekitar Belanjong Sanur atau Suwung
Kangin, bermuara di pantai perbatasan antara Sanur Kauh dan Sidakarya.
13
• Tukad Ngenjung dengan panjang 2,15 km, mengalir di sebelah barat Tukad Loloan di
Suwung Kangin (yaitu kompleks perumahan Kerta Petasikan) dan bermuara di pantai
selatan.
14
Gambar 4. Peta Daerah Aliran Sungai di Teluk Benoa
15
• Tukad Punggawa dengan panjang 6,55 km, mengalir sekitar Suwung Kangin (antara Kerta
Petasikan dengan Sidakarya) dan bermuara di pantai perbatasan antara Sidakarya dan
Sesetan.
• Tukad Buaji, mengalir di daerah perbatasan antara Sidakarya dan Sesetan dan bermuara
di Tukad Punggawa sekitar jalan by pass Ngurah Rai.
Batimetri dan Oseanografi
Perairan Teluk Benoa merupakan daerah pasang surut (intertidal). Demikian juga areal
sekitar teluk merupakan daerah pantai yang landai. Kedalaman air rata-rata di dalam teluk
pada saat pasang lebih kurang 2 m sehingga dengan rentang pasang surut harian mencapai 2,6
m maka sebagian besar dasar perairan tidak tergenangi oleh air pada saat surut. Proses
pergerakan massa air pasang surut dan aliran sungai-sungai di sekitar teluk terbentuk beberapa
cabang saluran (kanal) di dalam teluk (Gambar 3). Terdapat tujuh cabang kanal utama di dalam
teluk dengan pangkalnya berupa alur pelayaran Pelabuhan Benoa. Kanal-kanal ini mengalirkan
air pasang ke sisi-sisi teluk. Kanal-kanal tersebut adalah :
• Kanal dari kolam pelabuhan ke arah jembatan Pulau Serangan yang berlanjut ke utara
Pulau Serangan, sekaligus juga berfungsi sebagai pintu masuknya air pasang ke dalam
teluk dari Selat Badung melalui jalur utara.
• Kanal dari kolam pelabuhan perikanan menuju Pesanggaran di sebelah barat jalan
pelabuhan
• Kanal dari kolam pelabuhan menuju muara Tukad Badung
• Kanal dari kolam pelabuhan menuju muara Tukad Mati
• Kanal dari kolam pelabuhan menuju muara Tukad Sama di Jimbaran, dimana kanal ini
memiliki beberapa percabangan sampai sebelah selatan jeti navigasi Bandara Ngurah Rai
• Kanal dari kolam pelabuhan menuju daerah Mumbul dan menyusuri tepian mangrove
menuju daerah Celuk dan Bualu
• Kanal dari kolam pelabuhan menuju arah barat Pulau Pudut dan menyatu dengan kanal
yang menuju Mumbul dan Celuk.
Kedalaman kanal-kanal tersebut beragam mulai dari 1 meter dekat pinggir teluk, 3 m di
bagian tengah sampai 15 meter di mulut teluk yaitu antara Tanjung Benoa dan Pulau Serangan,
serta lebar saluran berkisar 100 m sampai 150 m. Kanal-kanal ini berperan penting sebagai alur
16
pelayaran perahu-perahu nelayan yang berpangkalan di sebelah timur Patung Ngurah Rai,
Kelan Desa, Pengenderan, Pasek, dan Mumbul.
Perairan yang paling dalam di dalam teluk adalah kolam pelabuhan dengan kedalaman 9
m LWS (low water spring) pada kolam sebelah timur, 7 m di sebalah selatan dan 2,5 – 4 m di
sebelah barat. Perairan Selat Badung di muka teluk Benoa merupakan perairan yang relatif
landai dan dangkal dengan formasi terumbu karang yang membentang di sepanjang timur
Pulau Serangan, Pantai Sanur dan Tanjung Benoa sampai Nusa Dua. Perairan di depan mulut
teluk yang merupakan alur pelayaran keluar dan masuk pelabuhan tergolong perairan yang
dangkal dan elevasinya rendah.
Berdasarkan data pasang surut yang dipeoleh dari Stasiun Pengamatan Benoa, pasang
surut di perairan Teluk Benoa berlangsung dua kali sehari (semi diurnal). Pasang surut air laut
di wilayah teluk merupakan rambatan pasang surut (co-oscilating tides) dari pasang surut yang
terjadi di Selat Badung dan Samudera Hindia. Pengukuran pasang surut yang dilakukan oleh
Mr. Mulland Nolama & Partners bulan Agustus 1992 (PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III,
1999), kondisi pasang surut di Teluk Benoa adalah sebagai berikut:
• Highest Astronomical Tide (HAT) = 2,95 m
• Mean High Water Spring (MHWS) = 2,41 m
• Mean High Water Neap (MHWN) = 1,57 m
• Mean Sea Level (MSL) = 1,30 m
• Mean Low Water Neap (MLWN) = 0,90 m
• Mean Low Water Spring (MLWS) = 0,23 m
• Chart Datum(CD) = 0,00 m
• Lowest Astronomical Tide (LAT) = -0,22 m
Sebagai daerah litoral, pergerakan massa air di dalam teluk dominan merupakan
pergerakan massa air pasang dan surut air laut, sedangkan faktor aliran air sungai sangat kecil
pada musim kemarau tetapi signifikan pada musim hujan. Pada saat pasang, massa air laut
masuk ke dalam teluk melalui alur selatan (alur Pelabuhan Benoa) dan alur utara Pulau
Serangan. Massa air selanjutnya mengisi cabang-cabang saluran (kanal) dan dari cabang-
cabang saluran didistribusikan ke sisi-sisi teluk dan masuk ke dalam kawasan hutan mangrove.
Pada saat surut, massa air di dalam teluk terkonsentrasi mengalir ke arah kanal-kanal dan
selanjutnya keluar ke laut lepas melalui alur selatan dan alur utara. Oleh karena alur utara
Pulau Serangan terhalang oleh endapan lumpur serta dipersempit oleh jembatan jalan yang
menghubungkan daratan utama dengan Pulau Serangan, massa air pasang dan surut melalui
17
alur ini menjadi terhambat. Menurut hasil pengukuran Hidros-AL, Awacs Report, CIES dan
Nippon Koei dalam PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III (1999), kecepatan arus pada saat
pasang yang melalui alur selatan berkisar 0,1 – 1,2 m/dt dan melalui alur utara dengan
kecepatan 0,1 – 0,5 m/dt. Sedangkan pada saat surut, kecepatan arus pada alur selatan berkisar
antara 0,2 – 1,2 m/dt dan melalui alur utara dengan kecepatan 0,1 – 0,5 m/dt.
Teluk Benoa merupakan teluk yang sangat terlindung, maka gelombang yang terjadi di
dalam teluk tergolong kecil, hanya berupa riak-riak saja. Gelombang-gelombang kecil yang
terjadi di dalam teluk umumnya disebabkan oleh gerakan angin yang relatif lemah dan oleh lalu
lintas kapal. Secara kuantitatif data tinggi gelombang di Teluk Benoa belum tersedia.
I.2. NILAI-NILAI KONSERVASI KAWASAN TELUK BENOA
Kawasan Teluk Benoa dan sekitarnya merupakan pusat keanekaragaman hayati pada
tingkatan ekosistem di wilayah pesisir Bali Selatan. Di kawasan ini terdapat keanekaragaman
habitat (ekosistem) yang relatif tinggi dan lengkap sebagai perwakilan ekosistem pesisir dan
pulau-pulau kecil yaitu ekosistem mangrove, terumbu karang (coral reefs), padang lamun
(segarass beds), dan dataran pasang surut (tidal flats) (Gambar 5). Ekosistem-ekosistem pesisir
tersebut yang umumnya dikenal sebagai habitat kritis (critical habitats) mempunyai peranan
penting dalam hal habitat bagi keanekaragaman jenis flora dan fauna, konservasi alam dan
pengawetan plasma nutfah, serta memiliki nilai produksi dan rekreasi/pariwisata. Antara
ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun di kawasan teluk dan sekitarnya
mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan habitat (linked and interdependend
habitats) yang erat satu sama lainnya, terutama dalam hal fisik, persebaran nutrien dan bahan
organik terlarut, partikel anorganik tersuspensi, migrasi fauna dan persebaran dampak kegiatan
manusia. Interaksi ekosistem perairan pesisir tersebut memperkaya keanekaragaman jenis dan
plasma nutfah/genetik di wilayah perairan Teluk Benoa dan sekitarnya.
Ekosistem Mangrove
Kawasan Teluk Benoa merupakan habitat yang berlumpur dan terlindung sehingga
memungkinkan berkembangnya hutan mangrove. Keberadaan hutan mangrove Teluk Benoa
maha penting artinya baik ditinjau dari aspek fisik, ekologi maupun ekonomi. Secara fisik,
hutan mangrove ini merupakan pelindung daratan dari erosi/abrasi pantai, sistem filter yang
melindungi terumbu karang dan padang lamun dari ancaman kerusakan oleh sedimentasi,
sampah dan air limbah yang berasal dari surface run off di daerah perkotaan Kabupaten
18
Badung dan Kota Denpasar. Ditinjau dari aspek mitigasi bencana, hutan mangrove dengan
struktur komunitas didominasi Sonneratia mempunyai kemampuan tinggi mengurangi dampak
dari bencana tsunami dan angin kencang. Selain itu, hutan mangrove Teluk Benoa mempunyai
peranan penting dalam sistem tata lingkungan perkotaan sebagai paru-paru kota mengingat
letaknya yang strategis di daerah perkotaan. Kontribusinya terhadap produksi oksigen dan
menyerap emisi karbon sangat nyata di tengah-tengah kawasan perkotaan yang minim akan
keberadaan ruang terbuka hijau.
Secara ekologis/biologis, ekosistem mangrove berperan menjaga kestabilan
produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Hal ini
mengingat ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan (nursery ground) dan
pemijahan (spawning ground) beberapa jenis biota perairan seperti udang, ikan dan kerang-
kerangan serta sebagai sanctuary kehidupan liar. Mangrove dikenal sebagai pemasok hara dan
makanan bagi plankton serta menciptakan suatu rantai makanan yang kompleks di perairan
sekitarnya.
Teluk Benoa merupakan kawasan penyebaran hutan mangrove terluas di Bali. Hutan
mangrove tumbuh melingkari sisi Teluk Benoa mulai dari Tukad Loloan sampai Tanjung Benoa
dan sebagian terdapat di Pulau Serangan. Luas kawasan hutan mangrove di Teluk Benoa 1.394,5
Ha atau 62,9 % dari 2.215,5 Ha luas keseluruhan hutan mangrove di Bali. Sebarannya meliputi
wilayah Kota Denpasar seluas 641 Ha dan Kabupaten Badung 753,5 Ha (Tabel 1) (BPDAS Unda
Anyar, 2008). Seluas 1.373,5 ha berstatus sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) yang
dinamai TAHURA Ngurah Rai berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor
544/Kpts-II/93 tanggal 25 September 1993. Sebelumnya, kawasan hutan yang masuk dalam
RTK 10 ini berstatus sebagai Taman Wisata Alam Prapat Benoa-Suwung berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 885/Kpts-II/92 tanggal 8 September 1992.
Sedangkan seluas 21 ha hutan mangrove yang berlokasi di sekitar Pelabuhan Benoa (termasuk
wilayah Desa Pedungan) sebagai hasil replanting merupakan hutan mangrove di luar kawasan
hutan.
19
Tabel 2. Sebaran Hutan Mangrove di Kawasan Teluk Benoa
No Kabupaten/Desa/Kelurahan Dalam Tahura
(Ha)
Luar Tahura (Ha)
Dalam + Luar Tahura
(Ha)
a. Kab. Badung 753,50 0 753,50
1 Tanjung Benoa 39,00 0 39,00
2 Benoa 298,00 0 298,00
3 Jimbaran 173,00 0 173,00
4 Kedonganan 64,50 0 64,50
5 Tuban 53,00 0 53,00
6 Kuta 126,00 0 126,00
b Kota Denpasar 620,00 21,00 641,00
1 Pemogan 245,00 0 245,00
2 Pedungan 102,00 21,00 123,00
3 Serangan 98,00 0 98,00
4 Sesetan 53,00 0 53,00
5 Sidakarya 97,00 0 97,00
6 Sanur Kauh 25,00 0 25,00
TOTAL 1373,50 21,00 1394,50
Sumber: BP DAS Unda Anyar 2008
Sebelum ditetapkan sebagai Tahura, kawasan hutan mangrove di Teluk Benoa khususnya
di wilayah pesisir Kota Denpasar mengalami kerusakan karena sebagian besar hutan ditebangi
untuk kebutuhan kayu bakar. Kerusakan semakin parah karena pemerintah pada tahun 1974
memberikan ijin pinjam pakai untuk kegiatan reboisasi dengan sistem tumpang sari seluas 306
ha. Berkembangnya industri pertambakan pada tahun 1980-an, ijin pakai berkembang menjadi
pengelolaan tambak intensif dan terjadi pula perluasan tambak mencapai 334,06 ha. Pada
tahun 1988, Menteri Kehutanan mencabut ijin pinjam pakai dan tahun 1990 Gubernur Bali
mengeluarkan intruksi untuk melaksanakan reboisasi di lokasi bekas tambak sekurang-kurang
100 ha/tahun sampai tahun 1993.
Pemantauan perubahan luasan hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai yang dilakukan
oleh Nuarsa et al. (2005) dengan menggunakan citra Landsat TM tahun 1994 dan citra Landsat
ETM tahun 2003 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan luasan tanaman mangrove dari
luas 486.81 ha pada tahun 1994 menjadi 853.56 ha pada tahun 2003. Hasil penelitian Dilaga
(2008) menggunakan citra Landsat ETM tahun 2006 menunjukkan bahwa luasan tanaman
mangrove pada tahun 2006 telah meningkat menjadi sebesar 975.42 ha. Keadaan ini
menunjukkan bahwa dalam jangka 12 tahun luasan tanaman mangrove telah meningkat
20
luasanya sebesar 488.61 ha atau dengan kecepatan pertumbuhannya mencapai 40.72 ha per
tahun.
Menurut Kitamura (1997) dalam Dinas Kehutanan Provinsi Bali (2000), jenis-jenis
vegetasi penyusun hutan mangrove Tahura Ngurah Rai terdiri dari jenis-jenis mangrove mayor
antara lain Rhizophora, Sonneratia, dan Avicennia; jenis mangrove minor antara lain
Xylocarpus dan Aegiceras; serta asosiasi mangrove. Menurut BPDAS Unda Anyar (2008),
vegetasi mangrove di Tahura Ngurah Rai untuk tingkatan pohon, jumlah jenis yang ditemukan
sejumlah 9 jenis. Jenis yang paling dominan adalah Sonneratia alba (jenis prapat dalam
Bahasa Bali, sehingga kawasan hutan ini disebut hutan Prapat Benoa). Berdasarkan besarnya
nilai indeks nilai penting vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai yang terkecil
adalah Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera
gymnorrhyza, Rhizophora stylosa, Avicennia marina, Xylocarpus granatum, Excoecaria
agalocha dan Avicennia lanata.
Jumlah jenis tingkatan tiang lebih banyak dibanding jumlah jenis untuk tingkatan pohon,
yaitu sejumlah 13 jenis. Jenis yang paling dominan Rhizophora apiculata. Berdasarkan
besarnya nilai indeks nilai penting vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai yang
terkecil adalah Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Bruguiera
gymnorrhyza, Avicennia marina, Ceriops tagal , Sonneratia alba, Aegiceras corniculatum,
Avicennia officinalis, Xylocarpus granatum, Avicennia lanata, Bruguiera cylindrica dan
Sonneratia caseolaris.
Untuk tingkatan sapling, jumlah jenis yang ditemukan sejumlah 12 jenis. Jenis yang
paling dominan adalah Rhizophora apiculata. Berdasarkan besarnya nilai indeks nilai penting
vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah Rhizophora apiculata,
Ceriops tagal, Bruguiera gymnorrhyza, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Aegiceras
corniculatum, Rhizophora stylosa, Lumnitzera racemosa, Ceriops decandra, Avicennia
officinalis, Sonneratia alba dan Xylocarpus granatum.
Untuk tingkatan semai, jumlah jenis yang ditemukan relatif lebih sedikit dibanding
jumlah jenis yang ditemukan untuk tingkatan pohon, tiang dan sapling, yaitu sejumlah 8 jenis.
Jenis yang paling dominan adalah Rhizophora apiculata. Berdasarkan besarnya nilai indeks
nilai penting vegetasi, secara berurutan dari yang terbesar sampai dengan yang terkecil adalah
Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhyza, Sonneratia alba, Avicennia marina,
Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Ceriops tagal dan Aegiceras corniculatum.
Hutan mangrove menyediakan berbagai habitat bagi berbagai fauna. Fauna yang terdapat
di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna terestrial, peralihan dan
21
perairan. Oleh karena itu secara umum, komunitas fauna hutan mangrove Teluk Benoa
membentuk pencampuran antara 2 kelompok yaitu:
1) Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove
terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi
khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian
besarnya hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun
mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada sat air surut.
Dari berbagai jenis fauna darat, burung merupakan kelompok fauna yang dominan di
kawasan hutan mangrove Teluk Benoa. Fauna burung yang terdapat di ekosistem mangrove
merupakan pencampuran jenis-jenis burung terestrial dan burung air. Keanekaragaman
jenis-jenis burung di ekosistem mangrove merupakan daya tarik ekowisata pengamatan
burung (bird watching). Menurut data hasil survei terajhir tahun 2006 oleh Mangrove
Information Center (MIC), diperoleh bahwa hutan mangrove Teluk Benoa merupakan
habitat lebih dari 94 spesies burung.
Sebagian dari jenis-jenis burung tersebut merupakan burung air yang memanfaatkan
perairan Teluk Benoa sebagai habitat pencarian makanan. Oleh karena itu, keberadaan
perairan Teluk Benoa berperan penting dalam mendukung konservasi burung.
2) Kelompok fauna perairan/akuatik, yaitu: (a) yang hidup di kolom air: jenis ikan, dan udang;
(b) yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak
(lumpur): kepiting, kerang, dan berbagai jenis avertebrata lainnya).
Menurut data MIC, di kawasan hutan mangrove Teluk Benoa terdapat 60 jenis krustase yaitu
kepiting dan udang, termasuk jenis yang dapat dimakan (edible species), seperti kepiting
bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus spp.). Terdapat 22 spesies moluska,
termasuk jenis-jenis ekonomis penting seperti kerang dan tiram.
Berbagai jenis ikan memanfaatkan ekosistem mangrove baik sebagai habitat permanen
maupun temporal. Sebagai habitat temporal, ekosistem amngrove merupakan tempat
pencarian makanan (feeding ground) bagi ikan-ikan migrasi pasang surut, tempat pemihajan
(spawning ground) dan tempat asuhan (nursery ground) bagi juvenil dan anak-anak ikan
karena didukung oleh melimpahnya sumber makanan dan tempat perlindungan dari
predator.
22
Ekosistem Padang Lamun
Ekosistem padang lamun di Teluk Benoa dan perairan sekitarnya merupakan sebuah mata
rantai dari sistem pesisir yang kompleks, keberadaannya selain berfungsi sebagai habitat
berbagai jenis biota laut juga merupakan sistem penyangga (buffer) antara ekosistem mangrove
dan terumbu karang. Padang lamun berkemampuan menjebak hara dan padatan tersuspensi
yang berasal dari ekosistem mangrove serta menstabilkan sedimen untuk mencegah masuknya
hara berlebihan yang dapat mendorong erutrofikasi serta sedimentasi di ekosistem terumbu
karang.
Ekosistem padang lamun di Teluk Benoa dan perairan sekitarnya yaitu pesisir Sanur,
Pulau Serangan, Tanjung Benoa dan Nusa Dua mempunyai struktur komunitas dengan
keanekaragaman jenis paling kaya di Bali. Berdasarkan hasil penelitian Sudiarta dan Sudiarta
(2011), kekayaan jenis lamun di kawasan ini terdiri dari 10 jenis dari 8 genus, 3 subfamili dan 2
famili, yaitu Zostrea sp. (famili Potamogetonacea, subfamili Zosteroideae), Halodule pinifolia,
Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium
dan Thalassodendron ciliatum (famili Hydrocharitacea, subfamili Cymodoceoidea), Enhalus
acoroides, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii (famili Hydrocharitacea, subfamili
Hydrocharitaceae).
Sebagai sistem ekologi, padang lamun di Teluk Benoa dan perairan sekitarnya berperan
penting bagi keberhasilan recruitment keanekaragaman jenis ikan karena fungsinya sebagai
spawning ground dan nursery ground. Ekosistem ini juga merupakan sistem sumberdaya alam
yang menyediakan berbagai jenis biota laut bernilai ekonomis penting dan menunjang mata
pencaharian penduduk sekitarnya. Jenis-jenis sumberdaya ikan biota lautnya sebagai produk
perikanan ekosistem padang lamun di kawasan ini antara lain ikan beronang (Siganus spp.),
belut laut, kakap putih (Lates calcarifer), berbagai jenis kerang dan bulu babi. Padang lamun di
kawasan ini juga merupakan habitat bagi rumput laut Gracillaria sp. dan Hypnea sp. yang
biasanya hidup berasosiasi dengan lamun jenis Thalassodendron ciliatum dan Enhalus
acoroides. Kedua jenis rumput laut tersebut merupakan hasil-hasil laut yang menjadi
gantungan mata pencahrai sebagian penduduk Pulau Serangan. Gacillaria sp. dan Hypnea sp.
merupakan bahan baku panganan (kuliner) tradsional masyarakat Bali khususnya Bali Selatan.
23
Ekosistem Terumbu Karang
Terumbu karang tumbuh dan berkembang di sepanjang mulut Teluk Benoa dan meluas di
sekeliling Peninsula dan pesisir Sanur, membentuk formasi terumbu penghalang (barrier reef)
dengan lingkungan antaranya berupa ekosistem padang lamun. Secara fisik, terumbu karang
penghalang ini merupakan benteng perlindungan pantai-pantai dari ancaman erosi/abrasi yang
disebabkan oleh aksi gelombang dan arus laut Selat Badung. Ekosistem terumbu karang dan
padang lamun di kawasan ini juga kaya akan organisme foram (foramenifera), sumber pasir
putih dengan butiran bak merica. Oleh karena itu, ekosistem terumbu karang di kawasan ini
merupakan pabrik alam pasir putih yang mensuplai pasir putih di pantai-pantai wisata yang
indah di Pantai Sanur, Tanjung Benoa, Nusa Dua dan kawasan sekitarnya. Terbentuknya
Tanjung Benoa, Pulau Serangan dan pantai-pantai sekitarnya juga merupakan hasil kerja
terumbu karang bersama-sama proses-proses marine lainnya.
Ditinjau dari aspek perikanan, ekosistem terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa
merupakan “ladang” yang menopang mata pencaharian nelayan tradisional melalui kegiatan
penangkapan ikan konsumsi dan ikan hias yang produktivitasnya didukung baik langsung
maupun tidak langsung oleh keberadaan ekosistem tersebut. Sedangkan ditinjau dari aspek
rekreasi dan pariwisata, ekosistem terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa (Sanur,
Serangan, Tanjung Benoa dan Nusa Dua) merupakan daya tarik wisata yang menopang industri
wisata diving (scuba diving, snorkeling dan hookah). Industri wisata diving ini mengalami
perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi salah satu usaha wisata
andalan dan sumber daya saing destinasi pariwisata.
Berdasarkan hasil Bali Marine Rapid Appraisal Program (Bali Marine RAP) tahun 2011
yang dilaksanakan atas kerjasama peneliti-peneliti dari Conservation International, Universitas
Warmadewa, Balai Riset dan Observasi Kelautan Perancak dan Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Bali, ekosistem terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa (Sanur, Terora dan
Nusa Dua) merupakan lokasi yang memiliki kekayaan jenis karang yang relatif tinggi dan pusat
keanekaragaman jensi karang di belahan pesisir Bali Selatan. Di Sanur tercatat 133 karang
hermatifik, Terora 126 jenis dan Nusa Dua 121 jenis. Ekosistem terumbu karang ini menjadi
habitat bagi 290 jenis ikan karang. Hal ini menujukkan bahwa ekosistem terumbu karang di
kawasan sekitar Teluk Benoa berperan penting dalam pengawetan keanekaragaman hayati laut.
24
Gambar 5. Peta Status Kondisi Terumbu Karang di Perairan Sekitar Teluk Benoa dan WP3K Bali
25
Gambar 6. Peta Koneksitas Ekosistem dan Konservasi Biodiversitas Teluk Benoa dan Perairan
26
Terumbu karang di kawasan sekitar Teluk Benoa merupakan perwakilan terumbu karang
di wilayah pesisir selatan Pulau Bali yang pada saat ini berada dalam kondisi relatif baik.
Kompilasi data dari beberapa penelitian seperti disajikan pada Gambar 6 menunjukkan bahwa
kondisi terumbu karang di kawasan ini berdasarkan tutupan karang hidup berkisar dari kondisi
sedang (tutupan karang hidup 25 – 49,9%) sampai kondisi sangat baik (tutupan karang hidup ≥
75%). Secara geografis dan ekologis, keberadaan terumbu karang dengan kondisi relatif baik di
kawasan ini mempunyai nilai konservasi penting dalam koneksitasnya dengan ekosistem
terumbu karang lainnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Bali. Koneksitas ini
penting untuk dapat saling mendukung ketahanan ekosistem dari ancaman pemanasan global
dan gangguan lainnya.
Ekosistem Dataran Pasang Surut
Perairan Teluk Benoa pada saat air laut pasang merupakan sebuah ekosistem perairan
teluk yang mempunyai produktivitas primer tinggi, memperkaya air laut segar yang masuk dari
Selat Badung dengan produksi fitoplankton. Produktivitas fitoplankton yang tinggi didukung
oleh input nutrien dari ekosistem terumbu karang dan endapan dasar perairan teluk.
Bersamaan dengan masuknya air laut ke dalam teluk, ikut pula masuk berbagai jenis larva,
juvenil dan anak-anak ikan baik migrasi maupun terbawa arus pasang. Di dalam teluk, larva,
juvenil dan anak-anak ikan memperoleh sumber makanan yang melimpah dan
menggunakannya sebagai habitat asuhan. Oleh nelayan tradisional setempat, perairan Teluk
Benoa sampai saat ini merupakan daertah penangkapan ikan yang potensial. Salah satu jenis
komoditas perikanan Teluk Benoa yaitu ikan kakap putih.
Pada saat air laut surut, perairan Teluk Benoa menampakkan hamparan dataran pasang
surut (tidal flats). Dataran pasang surut ini merupakan habitat bagi berbagai jenis kerang-
kerangan, krustase dan rumput laut. Salah satu keanekaragaman hayati rumput laut yang
terdapat di dataran pasang surut Teluk Benoa yaitu bulung boni (Caulerva sp.), salah satu jenis
rumput laut yang dimanfaatkan untuk panganan tradisional yang digemari masyarakat Bali
Selatan. Bagi burung air, dataran pasang surut ini merupakan “ladang” pencarian makanan,
berupa ikan, cacing, udang dan lain sebagainya.
27
Perairan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai penataan ruang yang ada yaitu
Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Perkotaan Denpasar,
Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita), perairan Teluk Benoa ditetapkan arahan
peruntukannya sebagai Kawasan Konservasi Perairan (Pasal 55 ayat (5)), salah satu jenis
Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menurut UU No. 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sedangkan Perda No. 16 Tahun
2009 tentang RTRW Provinsi Bali tidak ada mengatur dan/atau memberi arahan mengenai
peruntukan perairan Teluk Benoa.
Menurut UU No. 27 Tahun 2007 yang dimaksud Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu
yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan ulau-pulau kecil secara
berkelanjutan. Sedangkan Kawasan Konservasi Perairan diatur secara lebih detil oleh UU No. 31
Tahun 2004 Tentang Perikanan jo UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31
Tahun 2004 tentang Perikanan, PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan
dan PermenKP No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan. Yang dimaksud Kawasan Konservasi Perairan menurut PP No. 60 Tahun
2007 dan PermenKP No. 30 Tahun 2010 adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola
dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya
secara berkelanjutan.
Sistem zonasi Kawasan Konservasi Perairan dan peruntukannya menurut PP No. 60
Tahun 2007 dan PermenKP No. 30 Tahun 2010 yaitu:
1. Zona Inti :
• Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan
• Penelitian
• Pendidikan
2. Zona Perikanan Berkelanjutan :
• Perlindungan habitat dan populasi ikan
• Penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan
• Budidaya ramah lingkungan
• pariwisata dan rekreasi
• Penelitian dan pengembangan
• Pendidikan
28
3. Zona Pemanfaatan :
• Perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan
• Pariwisata dan rekreasi
• Penelitian dan pengembangan
• Pendidikan
4. Zona Lainnya : antara lain berupa zona perlindungan dan zona rehabilitasi
Kedudukan Perairan Teluk Benoa dalam Konteks Jejaring Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Bali
Selain perairan Teluk Benoa ditetapkan peruntukannya sebagai kawasan konservasi,
Perpres RTR Sarbagita juga menetapkan arahan peruntukan kawasan konservasi di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil terhadap :
• Pulau Serangan dan Pulau Pudut sebagai kawasan konservasi pulau kecil
• Perairan Kawasan Serangan, perairan Kawasan Nusa Dua, dan perairan Kawasan Kuta
sebagai kawasan konservasi perairan.
• Kawasan hutan pantai berhutan bakau di Tahura Ngurah Rai sebagai kawasan konservasi
dan perlindungan ekosistem pesisir.
• Kawasan pesisir Sanur, Serangan, Nusa Dua, Tuban dan Kuta sebagai kawasan
perlindungan terumbu karang.
• Permukiman nelayan di Kawasan Serangan, Jimbaran dan Kedonganan sebagai kawasan
konservasi maritim.
• Seluruh pantai tempat penyelenggaraan upacara keagamaan (melasti) dan kawasan laut di
sekitarnya sebagai kawasan konservasi.
Dalam spektrum ruang yang lebih luas, Perda Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang
RTRW Provinsi Bali telah menetapkan arahan peruntukan ruang perairan (laut) sebagai
kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang selanjutnya dimandatkan untuk diatur
melalui Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yaitu :
• Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil di perairan Nusa Penida, perairan
Candidasa, Padangbai dan Bunutan; perairan Tembok, Sambirenteng, Penuktukan, Les,
dan Tejakula; perairan Pejarakan, Sumberkima dan Pemuteran; perairan Kuta, Uluwatu
dan Ungasan; perairan Sanur, dan Sowan Perancak.
• Kawasan konservasi perairan di perairan Melaya
• Kawasan konservasi maritim di Tulamben.
29
Penetapan peruntukan perairan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi merupakan
kebijakan yang komprehensif, visioner dan sangat mendukung konsep pengelolaan wilayah
pesisir terpadu dan holistik guna mewujudkan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Provinsi Bali yang berkelanjutan. Dalam konteks konservasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil, perairan Teluk Benoa mempunyai nilai konservasi yang penting dan strategis
dengan pertimbangan akademik sebagai berikut:
• Perairan Teluk Benoa secara geologi dan genesisnya merupakan bentang alam dengan
struktur geologi yang unik, bersatunya proses vulkanisme, struktur angkatan dan proses-
proses marine yang membentuk Pulau Bali secara utuh seperti yang ada saat ini. Dengan
demikian, keberadaan bentang alam Teluk Benoa perlu dikonservasi/dilestarikan karena
memiliki nilai intrinsik (intrinsic values) yang melampaui nilai ekonomi atau nilai
pemanfaatan (use values).
• Perairan Teluk Benoa paska reklamasi Pulau Serangan merupakan perairan teluk semi-
tertutup, di dalamnya bermuara empat buah sungai (Tukad Mati dan Tukad Badung dari
sisi utara serta Tukad Sama dan Tukad Bualu dari sisi selatan) sehingga dapat
diidentikkan dengan “campuhan agung”. Keberadaan perairan Teluk Benoa yang semi-
tertutup, ditinjau dari aspek hidrologi merupakan sebuah reservoir atau tampungan aliran
permukaan dari DAS hinterland sebelum keluar memasuki perairan laut lepas melalui
mulut teluk yang sempit. Dengan demikian, keberadaan perairan Teluk Benoa
mempunyai fungsi maha penting dalam manajemen banjir kawasan perkotaan di
sekitarnya. Dengan semakin bertambahnya porsi lahan terbangun dan kedap air di DAS
hinterlandnya, maka di masa depan jumlah aliran permukaan yang masuk ke dalam teluk
akan semakin meningkat. Konservasi perairan Teluk Benoa merupakan pilihan yang tepat
untuk menyelamatkan manusia beserta berbagai aset di sekitarnya dari bencana banjir.
• Perairan Teluk Benoa tidak dapat dipungkiri memiliki keterkaitan erat dan langsung
dengan hutan mangrove di sekelilingnya yang telah ditetapkan sebagai kawasan
konservasi. Stabilitas dan keseimbangan dinamis ekosistem mangrove di kawasan ini
dikontrol oleh proses-proses oseanografi di dalam teluk seperti rambatan pasang surut
dan arus. Secara bio-ekologis, antara ekosistem mangrove dan perairan Teluk Benoa
memiliki koneksitas biologi yang tinggi sehingga konservasi perairan Teluk Benoa akan
sangat mendukung pelestarian proses-proses ekologis dan sistem penyangga kehidupan,
perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati serta plasma nutfah secara
optimal.
30
• Secara lokal atau kawasan, konservasi perairan Teluk Benoa mempunyai arti penting dari
aspek fisik, biologis dan mitigasi dampak kegiatan manusia dalam mewujudkan sasaran
konservasi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan terdekatnya yaitu Kawasan
sanur, Serangan dan Nusa Dua, terutama dalam penyelamatan keberadaan ekosistem
terumbu karang. Perairan Teluk Benoa merupakan sebuah sistem penyangga (buffer
system) yang menjaga keutuhan dan kesehatan ekosistem terumbu karang di kawasan
sekitarnya dari ancaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pengaruh kegiatan manusia di
daerah perkotaan hinterland seperti pencemaran bersumber tidak tetap dari daratan
(non-point sources of landbase pollution).
• Secara regional Bali, konservasi perairan Teluk Benoa bersama-sama dengan kawasan
perairan sekitarnya (Sanur, Serangan, Nusa Dua) berperan penting memelihara
koneksitas biologi dalam konteks jejaring keanekaragaman hayati regional Bali.
Ekosistem pesisir Teluk Benoa dan kawasan sekitarnya (Sanur, Serangan, Nusa Dua)
memiliki keterkaitan yang erat dengan kantong-kantong keanekaragaman hayati perairan
pesisir Kawasan Candidasa dan Kawasan Nusa Penida. Koneksitas antar kawasan ini
dapat digambarkan sebagai “Kawasan Segitiga Emas” keanekaragaman hayati pesisir Bali
yang perlu dikonservasi guna menjaga keberlanjutan nilai-nilai dan fungsi ekonomi,
sosial, budaya dan ekologi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Bali dari
berbagai ancaman dampak kegiatan manusia, perubahan iklim dan bencana alam.
Sehingga secara ekologis-mikro, konservasi ekosistem pesisir Teluk Benoa dan kawasan
sekitarnya akan semakin memperkuat ketahanan dan kelentingan (resistance and
resilience) ekosistem pesisir Pulau Bali secara keseluruhan.
31
BAB II. METODOLOGI Teluk Benoa merupakan perairan semi tertutup yang berada di bagian selatan Pulau Bali
dengan dimensi wilayah perairan teluk berkisar sekitar 10km x 5 km. Teluk Benoa dicirikan oleh
celah sempit pada mulut teluk yang berada antara Pulau Serangan dan Tanjung Benoa. Di
tengah teluk terdapat pelabuhan Benoa yang berfungsi sebagai tempat bersandarnya kapal ikan
dan kapal penumpang nasional dan internasional. Sejak tahun 1996, Pulau serangan yang
berada di bagian Timur pelabuhan Benoa telah di reklamasi dan di bangun jembatan yang
menghubungkan antara Pulau Bali dan Pulau Serangan, hanya di buatkan celah yang sangat
sempit (~50M) untuk keluar masuknya air. Peta bathymetry dan topography di kawasan
perairan teluk Benoa dapat di lihat pada gambar 7. Teluk Benoa merupakan peraian dangkal,
dengan kedalaman maksimal sekitar 15m di alur pelayan kapal di dalam teluk sampai dengan
50m di luar teluk.
Kualitas perairan Teluk Benoa sangat di pengaruhi oleh kondisi air sungai yang
memasuki teluk Benoa melalui 4 sungai, yaitu Sungai Badung. Sungai Mati, Sungai Sama, dan
Sungai Bualu. Selain itu Teluk Benoa juga mendapat tekanan dari berbagai macam aktivitas
manusia seperti aktifitas pelabuhan, digunakan sebagai tempat pembuangan akhir sampah dari
tiga kabupaten/kota, dan yang terakhir adalah dibangunnya jembatan diatas perairan, dll.
Berbagai aktivitas tersebut tentunya akan memberikan kontribusi yang buruk bagi
keberlangsungan kehidupan ekosistem yang berada di dalam teluk, seperti ekosistem hutan
mangrove. Isu yang berkembang di masyarakat belakangan ini adalah akan dilakukannya
reklamasi terhadap perairan teluk untuk berbagai macam keperluan. Melalui isu tersebut sangat
banyak opini yang telah berkembang di masyarakat dari sudut pandang masing-masing tanpa
didasarkan pada kajian ilmiah yang berimplikasi dapat meresahkan masyarakat. Untuk itu
melalui studi ini diharapkan dapat memberikan gambaran serta informasi secara ilmiah kepada
masyarakat mengenai dampak yang di akibatkan terhadap rencana reklamasi di perairan Teluk
Benoa.
Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM) merupakan model yang dikembangkan
oleh Chen dkk. (2003) dapat digunakan untuk menghitung dinamika perairan laut dan pesisir.
FVCOM merupakan model laut yang menggunakan metode finite volume dan menggunakan
persamaan dasar tiga dimensi. FVCOM juga menggunakan unstructured grid yang dapat
memberikan hasil yang baik untuk wilayah perairan yang memiliki garis pantai yang rumit.
Banyak penelitian yang telah menggunakan FVCOM, seperti Chen dkk (2007) dan Huang dkk
32
(2007) digunakan untuk melakukan investigasi sirkulasi arus, Chen dkk (2008) digunakan
untuk mengetahui mekanisme fisika untuk detachment offshore.
Pada studi ini, domain komputasi telah di konfigurasikan dengan unstructured
triangular grid untuk daerah horizontal dan sigma level untuk wilayah vertical. Untuk grid
horizontal di desain dengan resolusi yang berbeda, yaitu 200 m di dalam teluk sampai dengan
600m di luar teluk. Untuk menghitung daerah basah dan kering akibat dari kondisi pasang
surut, maka metode perlakuan wet/dry point juga dipertimbangkan dalam perhitungan. Untuk
kedalaman air yang kurang dari 0.05 m pada sell grid pada saat air surut di desain sebagai
daerah kering dan memiliki kecepatan arus sama dengan nol. Pada saat air pasang dimana
permukaan air meningkat, daerah kering tersebut menjadi basah dan kecepatan arus serta
elevasi permukaan di hitung secara numeric.
Pada studi ini, daerah model digerakkan oleh air yang bermuara ke dalam teluk, dan di
batas terbuka air digerakkan oleh 4 komponen pasang surut, yaitu komponen semi diurnal (M2
dan S2) dan komponen diurnal (O1 dan K1). Dalam perhitungan numeric, air limpasan dari
daratan juga diperhitungkan di dalam model, yaitu air yang masuk pada musim hujan sebagai
air limpasan yang masuk melalui Daerah aliran sungai (DAS) Badung, DAS Mati, DAS Sama dan
DAS Bualu.
33
Gambar 7. Model area and design
34
Model dirancang seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah:
Table 3. Kondisi rancangan awal model (The initial set up conditions for the model)
Items Contents
Grid Grid resolution 200 m
Layers Uniform layer with 5th sigma layer
Open boundary Tide conditions M2,S2,K1,O1 tidal component
Temperature and salinity uniform
River discharge Badung River, Mati River, Sama River,
Bualu River with a maximum flowrate
200 m3/s, 150 m3/s, 75 m3/s and 50 m3/s
respectively.
Meteorological
condition
uniform
Runoff Four watersheed Each element on the watersheed has a
flowrate 10 m3/s
Time step 1.0 second
35
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan: 1. Memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi Teluk Benoa secara menyeluruh
baik secara ekologi, geologi, dan hidrologi.
2. Pada tahap awal, untuk menemukan perubahan sistem hidrologi melalui simulasi dan
modeling daerah aliran sungai di Teluk Benoa
Manfaat: 1) Menyediakan informasi kuantitatif terkait model yang ada sekarang di Teluk Benoa
berdasarkan jumlah curah hujan, tinggi muka air, sirkulasi (pola) arus, angka pencucian
massa air (flushing rate) untuk menggambarkan status lingkungan di Teluk Benoa
termasuk peran signifikan secara sosial dan ekologi buat Pulau Bali
2) Menyediakan informasi kuantitatif sebagai model perkiraan dari dampak proses dan
kesimbangan dinamis sistem hidrologi, oseanografi dan ekologi yang disebabkan oleh
perubahan dan/atau pemanfaatan baik dari bentang daratan (landscape) dan bentang
laut (seascape) Teluk Benoa, sebagai masukan ilmiah untuk jejaring kawasan konservasi
perairan (KKP) Bali secara umum dan KKP Badung khususnya.
36
BAB IV. ANALISIS PEMANFAATAN PERAIRAN TELUK BENOA, REKLAMASI DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Pemanfaatan Perairan Teluk Benoa
Secara fisik, perairan Teluk Benoa telah mengalami alterasi sejak dibangunnya Pelabuhan
Benoa sejak tahun 1924 dengan melakukan reklamasi di tengah-tengah teluk secara bertahap
untuk dermaga, pergudangan, lapangan penumpukan, terminal penumpang dan gedung serta
jalan akses. Jalan akses ke pelabuhan yang dibangun secara masif berpengaruh signifikan
terhadap sedimentasi di sebelah barat jalan. Vegetasi mangrove jenis prapat (Sonneratia spp.)
yang mempunyai akar nafas (pneumatopora) mengalami kematian dan digantikan oleh formasi
baru jenis bakau (Rhizophora spp.) baik hasil replanting maupun peremajaan alami.
Pengembangan landasan pacu Bandara Ngurah Rai dari 2700 m menjadi 3000 m pada
tahun 1990 memanfaatkan perairan Teluk Benoa untuk fasilitas keselamatan penerbangan
dengan membuat jetty sepanjang lebih kurang 500 m pada sisi barat teluk. Pembangunan jetty
ini memblok aliran air Tukad Mati ke arah selatan dan menimbulkan sedimentasi di bagian
utara jetty sehingga mematikan secara masal vegetasi jenis Sonneratia spp. dan kini sudah
tergantikan oleh Rhizophora hasil replanting.
Reklamasi Pulau Serangan dari 101 ha menjadi 481 ha pada tahun 1994-1997
memanfaatkan sebagian kawasan Teluk Benoa sehingga menyebabkan mulut teluk menjadi
lebih sempit terutama mulut teluk bagian utara. Vegetasi mangrove di sisi barat Pulau Serangan
secara total mengalami alterasi.
Dalam rangka mengurai kemacetan lalu lintas di jalan arteri primer By Pass Ngurah Rai
segmen Kuta menuju Bandara Ngurah Rai dan Nusa Dua, pada tahun 2012 dibangun jalan tol di
atas perairan dengan konstruksi pancang membentang dari jalan akses Pelabuhan Benoa
menuju Bandara Ngurah Rai dan ditengah-tengahnya menuju Nusa Dua.
Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Satu-satunya Undang-Undang yang mengatur tentang reklamasi di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yaitu UU No. 27 Tahun 2007. Peraturan pelaksanaannya dituangkan dalam
Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Perpres ini dikecualikan untuk reklamasi di :
• Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp)
pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah perairan terminal khusus;
37
• Lokasi pertambangan, minyak, gas bumi, dan panas bumi; dan
• Kawasan hutan dalam rangka pemulihan dan/atau perbaikan hutan
Menurut Pasal 2 ayat (3) Perpres No. 122 Perpres Reklamasi, reklamasi tidak dapat dilakukan pada kawasan konservasi dan alur laut.
Pihak-pihak yang akan melaksanakan reklamasi (Pemerintah, pemerintah daerah, dan
setiap orang) wajib membuat perencanaan reklamasi. Salah satunya melalui penentuan lokasi,
baik lokasi reklamasi maupun lokasi sumber material reklamasi. Penentuan lokasi dilakukan
berdasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K)
Provinsi,Kabupaten/Kota dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi,
Kabupaten/Kota.
Dampak Lingkungan Reklamasi Perairan Teluk Benoa
Dampak reklamasi perairan Teluk Benoa tergantung pada besaran (luas) reklamasi, lokasi
reklamasi serta metode dan teknis pelaksanaan reklamasi. Secara hipotetik dampak lingkungan
yang ditimbulkan dengan direklamasinya perairan Teluk Benoa sebagai berikut:
1) Penggenangan dan banjir di hinterland yang disebabkan oleh peristiwa backwater.
Reklamasi perairan Teluk Benoa akan secara langsung mengurangi volume tampungan
banjir. Secara teoritis, dengan debit air yang keluar teluk sama sementara volume
tampungan di dalam teluk berkurang karena reklamasi maka sebagian air dari aliran
permukaan DAS pada saat hujan dan air laut pasang akan menggenangi daerah sekitarnya
yang mempunyai topografi rendah. Berdasarkan peta topografi, daerah yang terancam
tergenang yaitu Sanur Kauh, Suwung Kangin, Pesanggaran, Pemogan, Simpang Dewa Ruci,
Bandara Ngurah Rai dan Tanjung Benoa.
Deskripsi aliran permukaan (surface run off) ke Teluk Benoa : 1. DAS Badung : luas 55,82 km2, curah hujan 65 mm (4 jam), run off : 3.628.459 m3 2. DAS Mati : luas 34,09 km2, curah hujan 65 mm (4 jam), run off : 2.216.014 m3 3. DAS Tuban : luas 7,98 km2, curah hujan 50 mm (3 jam), run off :399.043 m3 4. DAS Sama : luas 23,9 km2, curah hujan 50 mm (3 jam), run off : 1.194.878 m3 5. DAS Bualu : luas 9,61 km2, curah hujan 50 mm (3 jam), run off : 480.324 m3 Total run off ke Teluk Benoa : 7.918.717 m3 selama 4 jam hujan, surplus ketinggian air di teluk 0,417 m Surplus ketinggian air dengan skenario pengurangan luas teluk : 1. 10% : surplus ketinggian air 0,463 m 2. 20% : surplus ketinggian air 0,521 m 3. 30% : surplus ketinggian air 0,596 m 4. 40% : surplus ketinggian air 0,695 m 5. 50% : surplus ketinggian air 0,834 m 6. 60% : surplus ketinggian air 1,042 m 7. 70% : surplus ketinggian air 1,390 m 8. 80% : surplus ketinggian air 2,084 m 9. 90% : surplus ketinggian air 4,169 m
38
2) Perubahan struktur komunitas mangrove. Vegetasi mangrove di kawasan Teluk Benoa
didominasi oleh jenis prapat (Sonneratia spp.) sehingga hutan di kawasan ini diberi nama
Hutan Prapat Benoa. Vegetasi jenis ini sangat sensitif terhadap sedimentasi karena memiliki
akar nafas yang muncul di permukaan substrat. Reklamasi Teluk Benoa tentunya akan
merubah rejim arus laut yang dibangkitkan oleh peristiwa pasang dan surut. Perubahan
rejim arus ini akan berpengaruh terhadap disposisi sedimen. Sedimentasi di habitat
mangrove ini akan mematikan vegetasi Sonneratia spp. dan dalam jangka panjang akan
terjadi perubahan struktur komunitas mangrove di kawasan tersebut.
3) Jika reklamasi menggunakan metode pengerugan (dredging) maka retensi air di dalam teluk
meningkat atau tidak terjadi total flushing. Kondisi ini akan menjadikan perairan Teluk
Benoa sebagai tampungan dan pengendapan berbagai bahan-bahan pencemar yang berasal
dari daratan.
4) Meningkatnya padatan tersuspensi dari flushing air surut Teluk Benoa dapat mengganggu
kehidupan dan kesehatan terumbu karang di kawasan sekitarnya. Sedimentasi di habitat
terumbu karang dapat mematikan polip karang.
5) Merosotnya keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh alterasi, kerusakan dan
berkurangnya habitat bagi keanekaragaman jenis biota laut yang disebabkan oleh:
• Hilangnya secara langsung habitat yang digunakan sebagai lokasi reklamasi dan area
pengambilan material reklamasi (dredging).
• Kerusakan habitat sebagai dampak pelaksanaan kegiatan reklamasi.
• Berubahnya struktur habitat di sekitarnya karena dampak perubahan pola-pola
oseanografi dan hidrologi dengan adanya bangunan reklamasi.
6) Meningkatnya resiko dampak bencana tsunami. Perairan teluk merupakan pusat
terkonsentrasinya massa air dari gelombang tsunami. Dengan semakin berkurangnya luasan
teluk oleh reklamasi maka resiko tinggi genangan gelombang tsunami akan meningkat di
daerah sekitar Teluk Benoa.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program. KLHS merupakan amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, merupakan upaya untuk mencari terobosan
39
dan memastikan bahwa pada tahap awal penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program
telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu :
• Keterkaitan (interdependency). Kebijakan, rencana atau program harus
mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar wilayah, dan global-lokal.
• Keseimbangan (equilibrium). Kebijakan, rencana atau program harus
mempertimbangkan keseimbangan antara ekonomi dengan kepentingan lingkungan
hidup, sosial dan budaya, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang.
• Keadilan (justice). Kebijakan, rencana dan/atau program tidak mengakibatkan
marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat.
Perpres Reklamasi telah mengamanatkan bahwa perencanaan reklamasi melalui
penyusunan rencana induk reklamasi harus memperhatikan kajian lingkungan hidup strategis. KLHS dalam kaitannya dengan rencana reklamasi Teluk Benoa perlu dilakukan
dalam rangka :
• Memastikan bahwa rencana telah mengakomodir kebijakan yang lebih tinggi dan
memperhatikan kebijakan daerah sekitar
• Memastikan bahwa rencana telah mengarusutamakan lingkungan hidup dan
pembangunan berkelanjutan;
• Memastikan bahwa rencana telah mempertimbangkan upaya pencegahan dan/atau
penanggulangan terhadap dampak pelaksanaan rencana sesuai dengan isu-isu strategis di
kawasan Teluk Benoa.
40
BAB V. HASIL MODELING
Hasil dari studi ini akan menampilkan kondisi perairan teluk benoa pada saat menerima
limpahan air sungai secara maximum dan runoff dari DAS selama kondisi air pasang (~6 jam).
Gambar 8. memperlihatkan pola aliran air di teluk benoa pada saat kondisi pasang. Dari gambar
tersebut terlihat pula aliran yang terjadi akibat dari runoff DAS. DAS Badung, DAS mati, DAS
Sama dan DAS Bualu menyumbangkan volume air ke dalam Teluk Benoa, namun DAS di utara
Pulau Serangan mengalir melalui utara Pulau Serangan. Pola aliran yang hampir sama
diperlihatkan pada Kondisi Teluk Benoa saat ini dan Teluk Benoa direklamasi seluas 15%,
namun terdapat pola arus yang sangat berbeda ketika Teluk Benoa di reklamasi seluas 80%.
Pada saat Teluk Benoa direklamasi 80%, aliran sungai Sama dan Bualu mengalir melalui sisi
barat menuju ke utara dengan kekuatan arus yang cukup besar dibandingkan kondisi
sebelumnya.
Existing 15% reclamation a b
41
Gambar 8. Pola aliran arus laut saat pasang dan pola aliran air dari runoff
Pada grafik 1 memperlihatkan perbandingan elevasi permukaan air pada 5 kondisi yang
berbeda, yaitu kondisi saat ini (existing), reklamasi 15%, reklamasi 30%, reklamasi 50%, dan
reklamasi 80%. Terlihat bahwa elevasi permukaan air meningkat sehubungan dengan
peningkatan jumlah reklamasi yang di lakukan di Teluk Benoa, dan secara signifikan meningkat
pada saat Teluk Benoa di reklamasi seluas 80%. Perbandingan elevasi permukaan air pada
mulut teluk dan daerah bagian utara teluk (timur sungai Badung) diperlihatkan pada gambar
10. Elevasi di mulut teluk sangat dipengaruhi oleh pola pasang surut (sinusoidal), namun di
bagian tengah teluk sangat dipengaruhi oleh aliran air dari sungai dan runoff DAS yang
dicirikan dengan tidak terlihatnya pola sinusoidal elevasi. Elevasi di bagian tengah teluk juga
menunjukkan elevasi yang lebih tinggi sepanjang waktu di bandingkan pada mulut teluk.
80% reclamation c
42
Grafik 1. Elevasi permukaan air di dalam teluk benoa diatas mean sea level
Grafik 2. Perbandingan elevasi di mulut teluk dan daerah dalam teluk
Genangan air akibat dari runoff dan peningkatan ketinggian permukaan air akibat
reklamasi dapat di tunjukkan dari gambar 9 dan 10. Reklamasi yang dilakukan seluas 15% telah
meningkatkan permukaan air laut di daerah selatan pulau reklamasi (di sekitar daerah muara
sungai Sama dan Bualu), namun meningkat secara signifikan pada saat di lakukan reklamasi
80% dan meningkat sampai mecakup wilayah sekitar sungai mati dan badung (gambar 9).
Daerah yang tergenang akibat tertahannya air akibat runoff oleh air pasang terlihat pada
gambar 10. Daerah yang tergenang meningkat dengan peningkatan luasan area yang di
reklamasi.
0.82
0.83
0.84
0.85
0.86
0.87
0.88
0.89
64 66 68 70 72 74
elev
atio
n (m
)
time (hours)
15% 30% 50% 80% existing
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
64 66 68 70 72 74
elev
atio
n (m
)
time (hours)
northern part bay mouth
43
Gambar 9. Elevasi permukaan air secara spasial
Existing 15% reclamation
80% reclamation
a b
c
44
Reklamasi terhadap perairan Teluk Benoa juga dapat mengakibatkan menurunnya
volume air laut yang dapat masuk ke dalam perairan teluk. Dari model didapatkan bahwa
reklamasi yang dilakukan seluas 80% akan berakibat menurunnya volume air ke dalam teluk
berkisar 60%. Penurunan volume air laut yang memasuki kawasan teluk dapat berakibat pada perubahan kondisi salinitas air di dalam teluk.
Gambar 10. daerah genangan air akibat runoff dan reklamasi teluk Benoa
Existing 15% reclamation
80% reclamation
a b
c
45
Tabel 3. Volume air laut memasuki perairan teluk
Bay condition Volume M3
existing 25.000.000
15% reclamation 24.500.000
30% reclamation 19.100.000
50% reclamation 10.500.000
80% reclamation 10.100.000
46
BAB VI. REKOMENDASI
Dari studi yang telah dilakukan memperlihatkan dampak hidrologis terhadap kawasan
perairan teluk Benoa akibat jika dilakukannya reklamasi. Reklamasi akan berdampak pada
peningkatan elevasi permukaan perairan teluk. Walaupun tidak menunjukkan peningkatan
elevasi permukaan yang cukup tinggi, namun akan sangat mengkhawatirkan jika dibarengi
dengan menurunnya permukaan tanah (land subsident) di daerah sekitarnya (Denpasar dan
Badung) akibat dari pengambilan air tanah yang tidak terkontrol, serta terjadinya peningkatan permukaan air laut akibat dari pemanasan global.
Penurunan volume air laut yang dapat memasuki teluk benoa dari 25 juta meter kubik
menjadi 10 juta meter kubik atau terjadi penurunan sekitar 60% akan sangat memiliki arti
penting bagi kondisi ekologi perairan teluk Benoa. Teluk Benoa akan mengalami perubahan
kondisi perairan seperti salinitas, temperatur serta masukan nutrient yang terbatas dari luar
teluk. Hal ini tentu menjadi perhatian yang penting bagi kita, mengingat di dalam teluk Benoa
terdapat hutan mangrove yang memiliki arti penting bagi keberlangsungan lingkungan pesisir dan laut dan memiliki dampak penting bagi konektivitas ekosistem yang lainnya.
Secara hidrodinamika laut, perubahan geometry teluk akan berpengaruh terhadap pola
arus laut. Perubahan pola arus akan berakibat pada pola transport materi yang di bawa oleh
aliran air. Perubahan pola aliran air dalam suatu perairan dapat berdampak bagi daerah
sekitarnya, misalnya peningkatan kuat arus di luar teluk yang dapat berakibat terjadinya erosi
ataupun akresi di tempat yang lain. Pola perpindahan (transport) sedimen yang dapat
berdampak buruk bagi ekosistem mangrove. Flushing rate untuk melakukan pencucian massa
air di dalam teluk dapat terjadi lebih lama, dan dampak ikutan lainnya. Dampak ikutan ini tentu
harus dikaji terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran yang lebih holistik bagi keberlangsungan lingkungan perairan Teluk Benoa.
Teluk Benoa dengan fungsinya yang sangat penting serta tingginya tekanan dan ancaman,
membutuhkan intervensi tata kelola yang mendorong peran serta berbagai pihak untuk lebih
menjamin keberlangsungan fungsinya sehingga direkomendasikan agar kawasan Teluk Benoa
dimasukkan ke dalam kawasan konservasi perairan (KKP) Kabupaten Badung. Dalam konteks
Jejaring KKP Bali, Teluk Benoa merupakan kawasan penyangga dari Taman Hutan Raya
Ngurah Rai yang merupakan benteng hijau “green belt” Pulau Bali, sehingga akan semakin
memantapkan konektivitas KKP dalam menjaga kelestarian sumber daya pesisir untuk meningkatkan pemanfaatan secara lestari.
47
Pada studi ini, simulasi model tidak memasukkan dampak alur sungai yang dapat menampung
air laut pada saat pasang dikarenakan minimnya data kedalaman sungai dari muara sungai
menuju ke hulu. Untuk melihat pergerakan air pasang menuju alur sungai serta percampuran
air sungai dan air laut, maka data alur sungai (tangkapan air serta kedalaman sungai) akan
sangat diperlukan. Untuk itu, kajian yang lebih mendekati kondisi real di lapangan sangat
diperlukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.