Laporan Kajian Kegempaan Wilayah...
Transcript of Laporan Kajian Kegempaan Wilayah...
1
KAJIAN KEGEMPAAN AKIBAT SESAR LOKAL
DI WILAYAH LAMPUNG
DENGAN MEMANFAATKAN JARINGAN INATEWS
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akhir – akhir ini banyak terjadi gempabumi dengan kekuatan mikro sampai kecil (M<
5.0) yang disinyalir akibat aktivitas sesar lokal dan terkadang relatif kurang mendapat
perhatian. Meskipun kekuatan gempabumi relatif kecil, namun pada beberapa kejadian
dapat menimbulkan kepanikan pada sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar episenter
bahkan bisa menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Sebagai contoh gempabumi
Banjarnegara pada tanggal 18 April 2018, walaupun magnitudo gempabumi yang tercatat
4,4 akan tetapi memiliki kedalaman yang sangat dangkal dan dekat dengan pemukiman
sehingga menimbulkan kerusakan dan korban Jiwa. Gempabumi di Semenanjung Muria
dan Sukabumi selatan (Ujung Genteng) juga membuat masyarakat sekitar lokasi episenter
menjadi panik.
Pada tahun 2017 telah terjadi dua kejadian gempabumi yang dirasakan oleh masyarakat
Liwa, yaitu pada tanggal 24 Maret dan 15 Oktober. Gempabumi tersebut diduga
disebabkan oleh aktivitas sesar lokal.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan secara kontinu terhadap aktivitas
gempabumi akibat patahan lokal yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Sebagai contoh adalah kejadian Gempabumi Yogya (mb 5.9) pada tanggal 27 Mei
2006 yang dapat kita ambil sebagai pembelajaran. Gempabumi tersebut diduga disebabkan
akibat patahan Kali Opak yang sebelumnya dinyatakan kurang aktif. Sebelum Januari
2006 tidak tercatat adanya kejadian gempabumi mikro akan tetapi sejak bulan Januari
sampai dengan bulan Mei, tercatat terjadinya peningkatan kejadian gempabumi
mikro/kecil. Kejadian ini terus terjadi sampai adanya main shock yang menimbulkan
korban jiwa lebih dari 5000 orang dan sekitar 200.000 bangunan berbagai tipe hancur.
Pengamatan secara kontinu dapat dilakukan dengan sistem ON SITE pada sesar aktif
dengan menggunakan portable seismograph dan atau dengan memanfaatkan sensor-sensor
broadband jaringan InaTEWS yang berdekatan dengan sesar-sesar aktif tersebut. Namun
pengamatan dengan menggunakan Portable Seismograph dalam jangka waktu yang lama
2
akan membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu, pengamatan dalam waktu yang
lama akan lebih efektif jika memanfaatkan data dari sensor-sensor seismik yang relatif
dekat dengan sesar-sesar tersebut. Portable Seismograph dapat digunakan sebagai
instrument pendukung jika diperlukan.
1.2. Maksud
Melakukan kajian lebih mendalam terhadap aktivitas kegempaan di sekitar sesar
lokal wilayah Lampung
1.3. Tujuan
1. Menginventarisir kejadian gempabumi akibat sesar lokal di wilayah Lampung
2. Mengetahui distribusi kegempaan di wilayah Lampung
3. Mengetahui pola distribusi episenter gempabumi di sekitar sesar lokal wilayah
Lampung
4. Mengetahui karakteristik dan historis kegempaan sesar lokal wilayah Lampung
5. Mengetahui dampak gempabumi yang dapat disebabkan oleh sesar lokal wilayah
Lampung
II. DISTRIBUSI SEISMISITAS REGIONAL
Peta seismisitas wilayah Lampung dan sekitarnya (Gambar 1) memperlihatkan
distribusi pusat gempabumi yang terjadi pada periode April 2009 sampai dengan Desember
2017 di wilayah Lampung dan sekitarnya. Gempabumi yang tercatat didominasi oleh
kejadian gempabumi dengan kedalaman dangkal (kurang dari 60 km).
3
Gambar 1. Peta Seismisitas Provinsi Lampung
Jika melihat sebaran episenter yang terlihat dalam Gambar 1, distribusi pusat
gempabumi lebih banyak terdapat di laut. Gempabumi yang terjadi di laut berkaitan erat
dengan aktivitas penunjaman lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia. Jika dilihat
dari kedalamannya, gempabumi yang terjadi di laut terdiri dari dua macam yaitu
gempabumi dangkal dan gempabumi menengah. Gempabumi dengan kedalaman dangkal
merupakan gempabumi yang terjadi pada Zona Megathrust (megathrust zone) sedangkan
gempabumi yang terjadi pada kedalaman menengah dan dalam merupakan gempabumi
pada Zona Benioff (benioff zone). Apabila episenter gempabumi dengan kedalaman
dangkal berpusat di darat, dapat dimungkinkan merupakan kejadian gempabumi yang
diakibatkan oleh aktivitas sesar-sesar lokal.
III. KONDISI GEOLOGI DAN SESAR LAMPUNG
Geologi Provinsi Lampung secara keseluruhan berada pada empat lembar peta geologi
skala 250.000 yaitu Lembar Tanjung Karang, Lembar Kotaagung, Lembar Baturaja, dan
Lembar Menggala. Batuan yang banyak dijumpai diwilayah Lampung adalah batuan beku
dan batuan sedimen. Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mendingin dan mengeras dengan atau tanpa proses kritalisasi baik di bawah permukaan.
Contoh batuan beku antara lain diorit, tuf, lava, breksi, dasit. Batuan sedimen adalah
batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada
4
sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di endapkan lapis demi
lapis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan. Contoh batuan
sedimen antara lain : batulanau, batugamping, batupasir, batulempung, granit dan
konglomerat.
Gambar 2. Peta Geologi Provinsi Lampung
Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan aktivitas
kegempaan yang tinggi. Hal ini terjadi karena di sepanjang laut barat Sumatera terdapat
batas tumbukan/subduksi Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia. Zona
subduksi lempeng inilah yang menjadi jalur-jalur pusat gempabumi tektonik yang tak
terhindarkan terjadi di setiap tahunnya. Keberadaan jalur pusat gempa yang berada di laut
barat Lampung juga dapat memunculkan bencana sekunder lain yakni gelombang laut
besar yang disebut dengan Tsunami.
Lampung mempunyai keadaan geografis yang kompleks, wilayahnya dilalui jalur
bukit barisan dan diapit oleh dua lempeng besar yaitu lempeng Indo-Australia dan
lempeng Eurasia dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Lempeng tektonik
Indo-Australia bergerak dari selatan dengan kecepatan antara 6 sampai 14
cm/tahun,pergerakan ini sering menimbulkan gempabumi di darat maupun di laut yang
dapat menimbulkan terjadinya Tsunami.Seperti Gempabumi yang mengakibatkan Tsunami
di Aceh, Nias dan Mentawai pada tahun 2004, 2005 dan 2010.
5
Gambar 3. Segmen Sesar Sumatera (Sieh dan Natawidjaja, 2000)
Selain adanya zona subduksi, Sumatra memiliki sesar mendatar yang membentang
dari ujung utara hingga selatan sepanjang 1.900 km dari 10⁰ LU hingga 7⁰ LS yang
dikenal sebagai Sesar Sumatra. Sesar Sumatra terdiri atas segmen-segmen yang lebih kecil
dan detail. Sesar Sumatra yang membentang sepanjangPulau Sumatera terbagi menjadi 19
segmen(Sieh dan Natawidjaja, 2000). Berdasarkan Gambar 3 di atas, terdapat beberapa
segmen utama dari sistem sesar sumatera yang melewati wilayah Lampung, yaitu Segmen
Sunda, Segmen Semangko dan Segmen Kumering. Oleh karena hal tersebut di atas maka
tidak heran jika dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, terdapat 33 kejadian gempabumi
dirasakan masyarakat Lampung.
IV. METODE DAN ALAT YANG DIGUNAKAN
IV.1. Metode
Metode yang digunakan dalam pembuatan laporan kajian ini adalah sebagai berikut.
a) Metode literatur digunakan untuk mengidentifikasi sesar lokal yang ada di wilayah
Lampung dan diperkuat dengan metode tomografi.
b) Relokasi gempabumi menggunakan metode Double Difference menggunakan
software tomoDD.
6
c) Klastering kegempaan dilakukan dengan mengelompokkan titik-titik episenter
berdasarkan keberadaan sesar-sesar lokal yang diduga menjadi sumber gempa.
d) Analisis dampak gempabumi dilakukan dengan menggunakan Shakemap Scenario.
IV.2. Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam penyusunan laporan kajian ini adalah sebagai berikut.
a) Data gempabumi bersumber dari BMKG periode April 2009 s.d. Desember 2017
b) Relokasi episenter menggunakan software tomoDD.
c) Pemetaan menggunakan software ArcGIS 10.4 dan Generic Mapping Tools
(GMT).
V. HASIL KAJIAN
V.1. Inventarisasi Sesar Lokal
Menurut Sieh dan Natawidjaja (2000) bagian dari Sistem Sesar Sumatera yang
berada di wilayah Lampung yaitu Segmen Sunda, Segmen Semangko dan Segmen
Kumering.
Gambar 4. Sesar Aktif di Wilayah Lampung (digambar ulang dari data PuSGeN, 2017)
Berdasarkan sumber data yang terbaru dari Pusat Studi Gempabumi Nasional
(PuSGeN) 2017, ketiga sesar tersebut diatas masing-masing tersegmentasi menjadi
beberapa bagian segmen sesar yang lebih kecil. Berikut ini adalah deskripsi mengenai
sesar-sesar aktif yang berada di wilayah Lampung.
7
Gambar 5. Klustering sesar – sesar aktif di wilayah Provinsi Lampung
1. Segmen Sunda (6.75⁰LS – 5.9⁰LS)
Segmen Sunda merupakan segmen sesar sumatera yang berada paling selatan.
Keberadaan segmen sesar ini ditandai dengan adanya graben bawah laut di bawah
perairan selat sunda. Kedalaman graben mencapai 1.800 meter dibawah lantai dasar
laut. Panjang dari segmen sesar sunda ini adalah sekitar 150 km. Menurut PuSGeN
2017, Segmen Sunda terbagi menjadi Sesar Ujung Kulon A dan Sesar Ujung Kulon B.
Sesar yang lebih mendekati wilayah Lampung adalah Sesar Ujung Kulon A yang
memiliki kecepatan pergerakan (annual slip rate) 10 mm/tahun. Aktivitas pergerakan
sesar ini berpotensi menghasilkan gempabumi maksimum M 7.3.
8
Gambar 6. Klastering hasil kegempaan segmen Ujung Kulon A
Pola distribusi episenter yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan adanya lineasi
yang berorientasi ke arah Tenggara – Barat Laut. Kejadian gempabumi di wilayah ini
diduga bersumber dari segmen Sesar Ujung Kulon A.
2. Segmen Semangko (5.9⁰LS – 5.25⁰LS)
Segmen Semangko memanjang dari Teluk Semangko sepanjang 6 km ke arah Barat
Laut yang mengakibatkan terbentuknya Lembah Suoh di Lampung Barat. Histori
kegempaan yang terjadi pada segmen ini diataranya adalah kejadian gempabumi pada
tanggal 26 Juli 1908.
(a) (b)
9
(c) (d)
Gambar 7. Klastering hasil kegempaan segmen Semangko, (a) Semangko Barat B,
(b) Semangko Timur A , (c) Semangko Timur B, (d) Semangko Graben
Berdasarkan PuSGeN 2017, Sesar Semangko terbagi menjadi Semangko Graben (3
mm/thn, berpotensi M6.5), Semangko Timur-A (5 mm/thn, berpotensi M6.5),
Semangko Timur-B (3 mm/thn, berpotensi M6.9), Semangko Barat-A (8 mm/thn,
berpotensi M7.4), dan Semangko Barat-B (8 mm/thn, M7.3).
Pola distribusi episenter yang terlihat pada Gambar 7 (a) dan (b) menunjukkan adanya
lineasi yang berorientasi ke arah Tenggara – Barat Laut. Kejadian gempabumi di
wilayah ini diduga bersumber dari segmen Semangko Barat B dan Semangko Timur
A. Sedangkan pada Gambar 7 (c) dan (d) menunjukkan adanya lineasi yang
berorientasi ke arah Utara - Selatan dan diduga bersumber dari segmen Semangko
Timur B dan Semangko Graben.
3. Segmen Kumering (5.3⁰LS - 4.35⁰LS)
Segmen Kumering memiliki panjang 150 km. Segmen melewati Danau Ranau yang
berada di perbatasan antara Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatra Selatan. Histori
kegempaan yang terjadi adalah gempabumi Liwa pada tanggal 24 Juni 1933 dengan
kekuatan 7,5 Ms. Selain itu gempabumi Liwa tanggal 15 Pebruari 1994 dengan Mw
6,8 juga terjadi pada segmen ini. PuSGeN (2017) membagi Sesar Kumering menjadi
Kumering Utara (12,5 mm/thn; M7.5) dan Kumering Selatan (12,5 mm/thn; M7.1).
10
(a)
(b)
Gambar 8. Klastering hasil kegempaan segmen Kumering, (a) Kumering Utara, (b)
Kumering Selatan
Jika melihat pola distribusi gempabumi pada Gambar 8 (a) dan (b), terlihat adanya
lineasi yang berorientasi ke arah Tenggara – Barat Laut. Kejadian gempabumi ini
berada pada jalur Segmen Kumering Utara dan Kumering Selatan.
11
V.2 Analisis Tomografi
Tomografi seismik merupakan metode pencitraan model bawah permukaan
berdasarkan kontras kecepatan dan waktu tempuh gelombang seismik. Studi tentang
tomografi seismik penting dipelajari mengingat potensi gempabumi yang besar di wilayah
Sumatera dan sekitarnya. Tomografi seismik diharapkan dapat digunakan untuk
menggambarkan adanya zona subduksi, aktifitas gunung berapi, dan mengetahui
persebaran zona patahan di wilayah Sumatera dan sekitarnya. Dalam laporan ini
menggunakan metode double-difference (tomoDD) yang dapat menghasilkan model
bawah permukaan yang digambarkan oleh kecepatan gelombang seismik relatif dan
sekaligus dapat merelokasi parameter hiposenter gempabumi yang lebih akurat dan presisi
(Zhang dan Thurber, 2003). Metode ini berasumsi jika terdapat perbedaan jarak antara dua
hiposenter yang sangat kecil dibandingkan dengan jarak antara kedua hiposenter tersebut
terhadap stasiun dan kedua hiposenter berada pada skala heterogenitas kecepatan yang
sama maka raypath dari kedua hiposenter tersebut dianggap identik (Zhang dan Thurber,
2003).
(a) (b)
(c) (d)
12
(e) (f)
(g) (h)
Gambar 9. Tomogram perubahan Vp (%) pada kedalaman: (a) 0 km, (b) 5 km, (c) 10 km,
(d) 15 km, (e) 25 km, (f) 35 km, (g) 45 km, (h) 60 km.
Berdasarkan dari hasil tomografi wilayah sesar di Lampung (Gambar 9),
memperlihatkan anomali perubahan kecepatan gelombang P yang negatif pada kedalaman
0 - 25 km di sekitar zona sesar Sumatera dan jalur vulkanik. Anomali perubahan kecepatan
negatif ini mempresentasikan zona-zona lemah bagian dari Sesar Sumatera yang
berasosiasi dengan aktivitas busur vulkanik dan struktur thermal yang berasal dari lelehan
tektonik yang menujam.
V.3. Analisis Shakemap Skenario
Penentuan parameter gempabumi yang dijadikan data masukkan (input) shakemap
skenario adalah pada koordinat episenter 5.01 LS dan 104.05 BT. Koordinat tersebut
merupakan koordinat kota Liwa, Lampung Barat yang dilalui oleh Sesar Semangko.
Magnitudo gempa adalah M=7.0, hal tersebut dibuat dengan melihat potensi maksimum
yang dapat dihasilkan dari sesar semangko barat A yaitu sebesar M 7.4.Pemilihan
13
kedalaman pada 10 km didapat dengan pertimbangan bahwa gempabumi akibat sesar lokal
umumnya terjadi pada kedalaman dangkal.
Gambar 10. Shakemap Skenario
Berdasarkan shakemap skenario di atas, gempabumi mengakibatkan guncangan
sangat kuat dengan skala VII – VIII MMI di Liwa, Lampung Barat. Jika melihat skala
tersebut maka dampak yang terjadi adalah kerusakan ringan pada bangunan dengan
konstruksi baik sampai kuat. Retak – retak pada bangunan dengan konstruksi kurang baik,
dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap pabrik dan monumen – monumen
roboh, air menjadi keruh.
Kotabumi merasakan guncangan dengan skala IV – V MMI. Jika melihat skala
tersebut maka dampak yang terjadi adalah gerabah, jendela, dapat pecah. Barang – barang
terpelanting, tiang – tiang dan barang besar tampak bergoyang.
14
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem Sesar Sumatera yang berada di wilayah Lampung yaitu segmen Sesar Ujung
Kulon A (10 mm/thn, M 7.3), Semangko Graben (3 mm/thn, berpotensi M6.5),
Semangko Timur-A (5 mm/thn, berpotensi M6.5), Semangko Timur-B (3 mm/thn,
berpotensi M6.9), Semangko Barat-A (8 mm/thn, berpotensi M7.4), Semangko Barat-
B (8 mm/thn, M7.3). Kumering Utara (12,5 mm/thn; M7.5) dan Kumering Selatan
(12,5 mm/thn; M7.1).
2. Hasil tomografi memperlihatkan anomali perubahan kecepatan gelombang P bernilai
negatif pada kedalaman 0 - 25 km yang mempresentasikan zona-zona lemah bagian
dari Sesar Sumatera dan berasosiasi dengan aktivitas busur vulkanik serta struktur
thermal yang berasal dari lelehan tektonik yang menujam.
3. Dari hasil shakemap skenario yang dibuat, didapatkan peta guncangan dengan
intensitas VII – VIII MMI pada wilayah Liwa yang berada dekat dengan episenter.
Mengetahui,
Kepala Stasiun Geofisika Kotabumi
Anton Sugiharto, S.Kom NIP. 19741120 199403 1 001