Laporan Jahe n Susu

15
PENGAWETAN DAGING DENGAN MADU I. Pendahuluan A. Latar Belakang Pangan asal ternak yang mengandung zat-zat gizi bernutrisi tinggi yang sangat layak dikonsumsi manusia. Kandungan gizi daging sebagian besar terdiri dari air (65- 80)%, protein (16-22)%, lemak (1,5- 13)%, substansi non protein nitrogen sekitar 1,5 %, karbohidrat dan mineral sebesar 1,0 % (Judge, Aberle, Forrest, Hedrick, and Merkel, 1989). Kandungan gizi yang cukup tinggi di dalam daging tersebut merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim, sehingga daging merupakan bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas mikrobia dan proses enzimatis yang berlanjut, dan jika tidak segera mendapatkan penanganan tertentu maka dalam batas waktu 24 jam pada temperatur ruang setelah pemotongan daging sudah mengalami kerusakan, oleh karena itu, suatu pengawetan segera dilakukan untuk mencegah kerusakan daging (Tranggono, Noor, Wibowo, Gardjito, Astuti, 1990). Kerusakan yang terjadi di dalam daging dapat dicegah dengan menggunakan beberapa cara pengwetan antara lain pendinginan, Pembekuan, pengasinan, pengasapan, pengeringan, irradiasi dan penambahan bahan-bahan lain. Cara-cara

description

jahe dan susu

Transcript of Laporan Jahe n Susu

PENGAWETAN DAGING DENGAN MADUI. PendahuluanA. Latar BelakangPangan asal ternak yang mengandung zat-zat gizi bernutrisi tinggi yang sangat layak dikonsumsi manusia. Kandungan gizi daging sebagian besar terdiri dari air (65- 80)%, protein (16-22)%, lemak (1,5- 13)%, substansi non protein nitrogen sekitar 1,5 %, karbohidrat dan mineral sebesar 1,0 % (Judge, Aberle, Forrest, Hedrick, and Merkel, 1989). Kandungan gizi yang cukup tinggi di dalam daging tersebut merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim, sehingga daging merupakan bahan pangan yang cepat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas mikrobia dan proses enzimatis yang berlanjut, dan jika tidak segera mendapatkan penanganan tertentu maka dalam batas waktu 24 jam pada temperatur ruang setelah pemotongan daging sudah mengalami kerusakan, oleh karena itu, suatu pengawetan segera dilakukan untuk mencegah kerusakan daging (Tranggono, Noor, Wibowo, Gardjito, Astuti, 1990).Kerusakan yang terjadi di dalam daging dapat dicegah dengan menggunakan beberapa cara pengwetan antara lain pendinginan, Pembekuan, pengasinan, pengasapan, pengeringan, irradiasi dan penambahan bahan-bahan lain. Cara-cara tersebut prinsipnya adalah untuk menekan aktivitas mikrobia dan mengurangi proses enzimatis yang dapatmempercepat kerusakan daging (Buckle et al., 1978). Pengawetan daging adalah menjaga dan mencegah kerusakan atau perubahan pada daging. Salah satu kerusakan yang sering terjadi pada produk daging disebabkan oleh oksidasi lemak adalah ketengikan. Penambahkan madu dalam konsentrasi tertentu pada potongan daging kalkun kemas memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan potongan daging kalkun kemas tanpa penambahan madu. Dengan kata lain penambahan madu pada daging memperpanjang masa simpang dari daging itu sendiri. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa madu dapat juga mencegah oksidasi lemak pada daging (Antony et al., 2000). Penggunaan madu di sini di harapkan mampu menambah lama simpan dari daging karena dalam madu mengandung zak oksidan yang mencegah oksidasi pada daging.B. Tujuan PraktikumPraktikan dapat menjelaskan pengertian pengawetan daging dengan madu, melakukan pengawetan daging dengan madu, dan melakukan uji kualitas pengawetan daging dengan madu dengan yang tidak menggunakan madu.C. Waktu dan TempatPraktikum Pengawetan Daging dengan Madu dilaksanakan pada hari , tanggal pukul WIB, bertempat di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.II. Tinjauan PustakaA. B. C.mPengawetan Susu dengan JaheSusu adalah sekresi yang dihasilkan mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak dilahirkan. Menurut SNI 01-3141-2011 definisi susu dibagi menjadi dua, yaitu susu murni dan susu segar. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih diperoleh dari cara pemerahan yang benar, yang kandungan alamiahnya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya (Lukman et al. 2009).Jumlah kuman susu yang ditentukan dengan codex susu adalah 3 x 106 sel/ml. Jumlah bakteri dalam susu yang diproduksi dapat dihambat dengan penanganan susu yang baik. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah higenitasnya dengan cara melindungi susu dari kontak langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber yang dapat mencemari air susu selama pemerahan, pengumpulan dan pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang tepat dalam proses pengolahan dan penyimpanan (EVERITT et al., 2002). Rimpang jahe mengandung minyak menguap (volatil) dan minyak tidak menguap (non-volatil), serta pati. Minyak menguap juga sebagai minyak atsiri, merupakan komponen pemberi aroma (bau) khas pada jahe. Minyak atsiri tersebut terdapat dalam kadar 1,5%-3,0%. Minyak atsiri tersusun dari beberapa komponen yang meliputi kanifen, sineol, bornewol, gereniol, zingiberen dan zingeberol. Kanifen merupakan senyawa anti mikroba yang terdapat pada jahe (Prasetiyo, 2003).Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas di pakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula, dan berbagai minuman sari kedelai (Anonim, 2002)Ekstrak jahe merupakan salah satu bahan alami yang dapat memperpanjang umur simpan susu kedelai. Penambahan ekstrak jahe berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba dan menabah cita rasa.Menurut zat anti mikroba dapat bersifat bakterial (membunuh bakteri), bakteri statik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) (Astawan,.2005).I. Pengawetan Daging dengan Madu Pengawetan daging adalah usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan atau perubahan pada daging. Metode pengawetan yang digunakan bertujuan untuk mengontrol aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan aktivitas enzimatik dan reaksi kimia pada daging. Pengawetan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas air (aw) dan pH. Apabila pH daging rendah atau asam dan aw juga rendah, maka mikroorganisme tidak akan berkembang biak, sehingga daging tidak cepat rusak atau busuk. Daging sapi segar mempunyai aktivitas air yang tinggi (0,99-0,98), pH mendekati netral dan sumber nutrisi yang lengkap, sehingga dapat menjadi media baik untuk pertumbuhan mikrooganisme (Nurlina dkk, 2003).Penambahkan madu dalam konsentrasi tertentu pada potongan daging kalkun kemas memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan potongan daging kalkun kemas tanpa penambahan madu. Dengan kata lain penambahan madu pada daging memperpanjang masa simpang dari daging itu sendiri. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa madu juga dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak pada daging (Antony et al., 2000).Di Indonesia jenis lebah yang paling banyak digunakan sebagai penghasil madu adalah lebah lokal (Apis cerana), lebah hutan (Apis dorsata) dan lebah Eropa (Apis melifera). Ada banyak jenis madu menurut karakteristiknya. Karakteristik madu dapat dibedakan berdasarkan sumber nektar, letak geografi, dan teknologi pemprosesannya. Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu monoflora dan poliflora. Madu monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu kelengkeng, madu rambutan dan madu randu. Madu monoflora mempunyai wangi, warna dan rasa yang spesifik sesuai dengan sumbernya. Madu monoflora juga disebut madu ternak, karena madu jenis ini pada umumnya diternakkan. Sedangkan madu poliflora merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga. Lebah cenderung mengambil nektar dari satu jenis tanaman dan baru mengambil dari tanaman lain bila belum mencukupi. Contoh dari madu jenis ini adalah madu hutan. Madu hutan adalah madu yang diproduksi oleh lebah liar. Madu ini berasal dari lebah liar yang bernama Apis Dorsata. Sumber pakan dari lebah ini adalah tumbuh-tumbuhan obat yang banyak tumbuh di dalam hutan hujan tropis di Indonesia. Madu hutan juga sangat baik untuk kesehatan karena mengandung antibiotik alami yang diproduksi oleh lebah-lebah liar (Suranto, 2007). Dasarnya madu adalah zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tanaman dalam bentuk larutan gula. Nektar dikumpulkan lebah pekerja dari bunga dengan cara mengisapnya melalui mulut dan asafagus, lalu masuk kedalam perut di dalam abdomen. Sebagian air nektar diserap oleh sel sel dinding perut lebah dan dibuang ke luar melewati pipa malfigi dan poros usus. Bersama air dibuang juga asam oksalat dan turunannya, beberapa garam mineral, dan sebagian zat aromatik yang terdapat dalam nektar. Zat aromatik yang tertinggal memberikan aroma khusus pada madu (Sarwono, 2001)Pengawetan adalah usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan atau perubahan pada daging. Salah satu kerusakan yang sering terjadi pada produk daging adlah oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan. Ketengikan dapat di cegah dengan penambahan antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian Willix dkk (1992) yang di kutip oleh Puspitasari (2007), madu lebah mengandunng senyawa kimia antara lain fruktosa, maltose, air, sukrosa, vitamin dan mineral. Penggunaan madu lebah dengan konsentrasi 15-20 % dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.Coli, Staphylococcus. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa madu lebah menpunyai sifat fungsional karena komponen senyawa-senyawa phenol yang dikandungya, sifat fungsional tersebut antara lain antioksidan, anti imflamatory, antivirus, anti-ulcerous (Viuda-martoz, et al., 2008)III. Materi dan MetodeA.B. C.mPengawetan Susu dengan Jahe1. MateriMateri yang digunakan pada praktikum Pengawetan Susu dengan Jahe :a. Susu segar 0,5 Lb. Ekstrak jahePeralatan yang digunakan pada praktikum Pengawetan Susu dengan Jahe :a. Panicb. Gelas bekkerc. Thermometer2. Metodea. Susu segar dipasteurisasi pada suhu 85C selama 30 detikb. Susu diberi ekstrak jahe sebanyak 5% dari jumlah susuc. Susu dan ekstrak jahe dicampur hingga meratad. Dilakukan pengamatan terhadap susu pada hari pertama dan kedua

I. Pengawetan Daging dengan Madu1. MateriMateri yang digunakan pada praktikum pengawetan daging dengan madu :a. Daging Sapib. Madu Peralatan yang digunakan pada praktikum pengawetan daging dengan madu :a. Neraca analitikb. Pisauc. Ovend. Porseline. Alumunium foilf. pH meter2. MetodeMetode yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :a. Memotong dan menimbang daging pada neraca analaitik dengan berat 5 gramb. Daging yang sudah disiapkan di olesi dengan madu 10 %, kemudian di bungkus dengan alumunium foil, kemudian di simpan selama 24 jamc. Setelah di simpan 24 jam, kemudian dilakukan uji pH dan mencatat hasilnyad. Selanjutnya mengambil 3 gram sampel, menaruhnya pada porselin, dan selanjutnya dimasukan kedalam oven selama 1 jame. Setelah satu jam, sampel ditimbang kembali untuk mengetahui kadar air dalam dagingf. Melakukan perhitungan mencari kadar air

IV. Hasil dan PembahasanA. YoghurtB. Es kreamC. Pengawetan Susu dengan Jahe1. Hasil PengamatanNoUji

Sampel

5 % jahe ( A )5 % Jahe B

1.pH5,95,9

2.BauJahe kurang terasaJahe kurang terasa

3.Uji alcoholTidak ada gumpalanTidak ada gumpalan

4.Uji Reduktase--

Tabel Hari 1

Sumber : Laporan sementara praktikum praktikum teknologi pengolahan hasil ternak

Tabel Hari 2NoUji

Sampel

5 % jahe ( A )5 % Jahe B

1.pH3,94,0

2.BauJahe mulai terasaJahe mulai terasa

3.Uji alcoholTidak ada gumpalanTidak ada gumpalan

4.Uji Reduktase--

Sumber : Laporan sementara praktikum praktikum teknologi pengolahan hasil ternak

2. PembahasanDari hasil praktikum pengawetan susu dengan jahe didapatkan hasil bahwa untuk pengujian sus jahe hari pertama pH yang didapat sama antara susu jahe A dan susu jahe B yaitu 5,9, untuk bau masih berbau susu dan bau jahe kurang tecium, dan pada uji alcohol tidak ditemukan adanya gumapalan. Sedangkan untuk pengujian susu jahe pada hari kedua didapatkan penurunan pH sekitar 2, yang mana sebelumnya 5,9 menjadi 3,9, sehingga susu menjadi asam dan bakteri tidak mampu berkembang biak. Untuk bau itu sendiri sudah tercium bau ekstrak jahe, yang menandakan ekstrak jahe mulai bekerja pada susu, untuk pengujian alcohol masih sama dimana tidak ditemukannya adanya gumpalan susu.Menurut pendapat Astawan (2005) bahwa Ekstrak jahe merupakan salah satu bahan alami yang dapat memperpanjang umur simpan susu kedelai. Penambahan ekstrak jahe berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba dan menambah cita rasa. Menurut zat anti mikroba dapat bersifat bakterial (membunuh bakteri), bakteri statik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Dari hasil praktikum dan tinjauan pustaka didapatkan hasil yang sama yang mana penambahan ekstrak jahe mampu memperpanjang umur simpan susu dimana ekstrak jahe membuat susu menjadi lebih asam, dari yang semula pH susu mendekati netral menjadi 3,9, yangmana hasil ini membuat susu lebih asam sehingga bakteri yang hanya bias berkembang optimum di pH netral tidak bias berkembang pada pH asam. Selain itu penambahan ekstrak jahe juga menambah aroma susu dimana dari yang semula hanya beraroma susu setelah diberi ekstrak jahe menjadi beraroma jahe.

I. Pengawetan Daging dengan Madu1. Hasil PengamatanNoUjiSampel

Tanpa madu10 % madu

1.pH6,15,8

2.Kadar air60 %67 %

3.warna33

Tabe1

Sumber : Laporan sementara praktikum praktikum teknologi pengolahan hasil ternak

2. Pembahasan Kadar air : a = 3 gram (berat sampel )b = 25 gram ( berat sampel dan cawan )c = 23 gram ( berat sampel dan cawan setelah dikeringkan

KTA = x 100 % = x 100 % = x 100 % = 67 %

Dari hasil praktikum pengawetan daging dengan madu didapatkan hasil bahwa untuk daging tanpa madu memiliki pH 6,1 berbeda dengan daging yang sudah di olesi madu yang pHnya 5,8, hasil ini didapat setelah pengukuran pH menggunakan alat pH meter. Untuk kadar air dari daging tanpa madu adalah 60 %, sedangkan daging yang sudah diberi olesan madu adalah 67 % yang mana didapatkan setelah daging di oven selama 1 jam dan selanjutnya ditimbang kemudian dihitung. Pada praktikum ini juga dilakukan uji warna dengan kertas warna yang mana hasil yang didapat antara daging yang tidak di olesi madu dengan diolesi madu sama yaitu 3.Menurut Antony et al (2000) bahwa penambahkan madu dalam konsentrasi tertentu pada potongan daging kalkun kemas memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan potongan daging kalkun kemas tanpa penambahan madu. Dengan kata lain penambahan madu pada daging memperpanjang masa simpang dari daging itu sendiri. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa madu juga dapat mencegah terjadinya oksidasi lemak pada daging Hasil dari praktikum dan tinjauan pustaka neniliki hasil yang sama dimana penambahan madu pada daging dapat memperpanjang masa simpan daging karena dalam madu banyak mengandung antioksidan, anti imflamatory, antivirus, anti-ulcerous yang mencegah daging mengalami oksidasi. Jika dilihat dari hasil praktikum yang nyata bahwa yang memperpanjang masa simpan daging adalah pH daging yang menjadi asam stelah penambahan madu sehingga bakteri atau mikrobia yang merusak struktur kimia maupun fisik daging tidak berkembang karena microbial tidak bias hidup pada suasana asam.

V. Kesimpulan dan SaranA. Kesimpulana. Dengan adanya penambahan ekstrak jahe pada susu dapat memperpanjang masa simpan susub. Penambahan madu pada daging menyebabkan daging memiliki daya simpan yang lebih lama.B. Saran a. Dengan adanya hasi tersebut semoga ada penelitian lebih lanjut dan pengaplikasian hasil praktikum di kehidupan nyata

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002. Profil Komoditi Jahe. Direktorat Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Depertemen Pertanian.Antony, S., J.R. Rieck, J.C. Acton, I.Y. Han, E.L. Halpin, dan P.L. Dawson, 2006. Effect of Dry Honey on the Self Life of Packaged Turkey Slice. Poultry Science 85 : 1811-1820Astawan, M., T Wresdiyati, and N.N Lasmiati. 2005. Iodine Biological Test from Seaweed (Eucheumacottoni L.) and Its Influence to Rats Learning Ability. Biota. Vol. 10 (1): 1-9. EVERITT, B., T. EKMAN and M. GYLLENWARD. 2002. Monitoring milk qulity and adder health in Swedish AMS herds. Proc. of the 1st North American Conference on Robotic Milking. p V72. Lukman DW et al. 2009. Mikrobiologi Susu. Di dalam: Pisestyani H, editor. Higiene Pangan. Bogor (ID): Kesmavet FKH IPB. Nurlina, Fakhrurrazi, Sulasmi, 2003. Hubungan Antara Aktivitas Air Dan Ph Terhadap Bakteri Pada Tiga Metode Pembuatan Daging Kering Khas Aceh (Sie Balu).www. 222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl... (Diakses pada tanggal 5 Februari 2010).Prasati YO, Y. T. Instan : Jahe, Kunyit, Kencur, Temulawak. 2003. Penebit Kanisius Yogyakarta.Sarwono, B. 2001. Kiat Mengatasi Masalah Praktis Lebah Madu. Agromedia Pustaka. Jakarta. Suranto, Adji dr. 2007. Terapi Madu. Jakarta : Penebar Plus.Viuda-Martos, M., Ruiz-Navajas, Y., Fernandez-Lopez. J., Perez-A lvarez, J., 2008. Antifungal a ctivity of Lemon (Citrus lemon L.), Mandarin (Citrus reticulata L.), Grapefruit (Citrus paradisi L.) and Orange (Citrus sinensis L.) Essential Oils. Food Control, 19, 11301138