Laporan Irigasi Uki

download Laporan Irigasi Uki

of 45

description

free

Transcript of Laporan Irigasi Uki

LAPORAN LENGKAP

KETEKNIKAN PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN2014

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE(IRIGASI TETES)

SUKI MARYADIG41111010

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL: LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASENAMA: SUKI MARYADI NIM: G411 11 010PROGRAM STUDI: TEKNOLOGI PERTANIANKELOMPOK: III (TIGA)Laporan Lengkap Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat UntukMelulusi Mata Kuliah Teknik Irigasi dan Drainase(332G5403) PadaProgram Studi Keteknikan PertanianJurusan Teknologi PertanianFakultas PertanianUniversitas HasanuddinMakassar2014Menyetujui :Asisten

AINUN AYU LESTARI, S.TPP3900213410Asisten

HUSNUL MUBARAK, S.TP P3900213409

Asisten

NETTY CHRISTINA R., S.TP P3900213402Asisten

SITTI ZULAEHA, S.TP P3900213405

Mengetahui,Koordinator Asisten

ARIESMAN. M, S.TPP3900213408

Makassar, Mei 2014KATA PENGANTARAssalamualaikum wr. wb. Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan semesta alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Teknik Irigasi dan Drainase dengan judul Irigasi Tetes. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan dukungannya. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tulisan ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi semua pembaca.Makassar, 22 Mei 2014Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHANiKATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiDAFTAR GAMBARvDAFTAR TABELvI. PENDAHULUAN61.1 Latar Belakang61.2 Tujuan71.3 Manfaat7II. TINJAUAN PUSTAKA82.1 Pengertian Irigasi82.2 Irigasi Tetes92.3 Bagian-bagian Irigasi Tetes11A.Emitter12B.Pipa Utama14C.Pompa Air15D.Pipa Penghubung16E.Pipa Distribusi Ro Drip16F.Sambungan Pipa dan Kran17G.Tabung Marihot18H.Peralatan Tambahan192.4 Kebutuhan Air Tanaman192.5 Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Tanah202.6 Sawi232.7 Cara Budidaya Sawi232.8 Jenis-Jenis Sawi26III. METODOLOGI PRAKTIKUM293.1 Waktu dan Tempat293.2 Alat dan Bahan293.3 Prosedur Praktikum293.4 Rumus Yang Digunakan31IV. HASIL DAN PEMBAHASAN324.1 Hasil324.2 Pembahasan37V. PENUTUP405.1 Kesimpulan405.2 Saran40DAFTAR PUSTAKA41LAMPIRAN42

DAFTAR GAMBARGambar 1. Tata letak irigasi tetes12Gambar 2. Point source emitter14Gambar 3.Line source emitter14Gambar 4. Pompa Air16Gambar 5. Sambungan Pipa dan Kran18Gambar 6. Tabung Marihot19Gambar 7. Sawi semai siap tanam26Gambar 8. Sawi putih28Gambar 9. Sawi huma28Gambar 10. Sawi hijau29Gambar 11. Foto tanaman pot 837Gambar 12.Proses pencampuran pupuk, tanah, dan pasir42Gambar 13.Proses instalasi irigasi tetes dan penanaman bibit42Gambar 14. Proses penutupan pot agar terhindar dari lingkungan extream43 Gambar 15.Proses pemberian air pada tanaman melalui emitter43Gambar 16. Keseluruhan row pada tanaman sawi44

DAFTAR TABELTabel 1. Data Pengukuran32

I. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan suatu wilayah yang terletak di bawah garis khatulistiwa sehingga hanya memiliki 2 musim saja yaitu hujan dan kemarau. Salah satu jenis pemanfaatan air di masyarakat Indonesia adalah dalam bidang pengairan untuk daerah pertanian. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris sehingga sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting diperhatikan oleh negara ini. Dalam proses pengairan tanaman biasanya disebut dengan irigasi.Irigasi merupakan salah satu penunjang utama dalam keberhasilan sektor tani. Irigasi sendiri biasanya terbagi menjadi irigasi permukaan dan bawah permukaan. Namun, dalam proses kerja irigasi terkadang jumlah air yang digunakan untuk mengairi lahan dapat berlebih dan dapat pula kurang. Sehingga dibutuhkan suatu system irigasi yang dapat meminimalkan penggunaan air yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Sistem irigasi jenis ini dikenal dengan irigasi tetes.Berdasarkan uraian pada paragraph sebelumnya dapat diketahui betapa pentingnya pemanfaatan irigasi tetes dalam bidang pertanian guna meningkatkan hasil produksi dan mengefisienkan penggunaan air.

1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum ini agar peserta prakikum dapat mengetahui bagaiman prinsip kerja dari irigasi tetes dan konstruksi dari irigasi tetes.1.3 ManfaatManfaat dari praktikum ini agar peserta praktikum dapat mengaplikasikan hal yang telah didapat dalam kehidupan sehari-hari.

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian IrigasiIrigasi didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun demikian, suatu defenisi yang lebih umum dan termasuk sebagai irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk setiap jumlah (Rizal, 2012).Menurut (Sumarna, 1998), irigasi memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai berikut :a) Membasahi tanah dengan maksud air dapat diabsorpsi oleh susunan akar tanaman, sehingga kebutuhan tanaman akan air untuk keperluan pertumbuhannya terpenuhi b) Memelihara kelembaban tanah dan udara, yaitu menciptakan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman c) Mempermudah pekerjaan pengolahan tanahd) Membantu usaha pencucian zat-zat di dalam tanah yang tidak dikehendakie) Membantu proses pemupukanf) Mencegah pertumbuhan gulmaMenurut (Ahmad Ansori, 2013) saluran irigasi merupakan bangunan pembawa yang berfungsi membawa air dari bangunan utama sampai ketempat yang memerlukan. Saluran pembawa ini berupa :a) Saluran Primer (Saluran Induk) yaitu saluran yang langsung berhubungan dengan saluran bendungan yang fungsinya untuk menyalurkan air dari waduk ke saluran lebih kecil. b) Saluran Sekunder yaitu cabang dari saluran primer yang membagi saluran induk kedalam saluran yang lebih kecil (tersier) c) Saluran Tersier yaitu cabang dari saluran sekunder yang langsung berhubungan dengan lahan atau menyalurkan air ke saluran-saluran kwarter.2.2 Irigasi TetesIrigasi tetes merupakan metoda pemberian air yang digambarkan sebagai suatu kesinambungan pemberian air dengan debit yang rendah. Secara mekanis air didistribusikan melalui suatu jaringan pipa, yang selanjutnya diberikan ke daerah perakaran dalam jumlah mendekati kebutuhan tanaman melalui penetes (emitter), yaitu lubang-lubang kecil tertentu yang berjarak sama sepanjang pipa saluran (Sumarna, 1998).Sistem irigasi tetes adalah sebuah sistem yang menggunakan tabung untuk mengantarkan air pada tekanan rendah langsung ke akar tanaman. Hal ini untuk mencegah tanaman tergenang air, pasokan air irigasi tetes akan mengalir setetes demi setetes dengan kecepatan sangat pelan dan mempertahankan tanah udara yang diperlukan oleh akar tanaman untuk pertumbuhan yang sehat (Rizal, 2012).Sistem irigasi tetes dapat menghemat pemakaian air, karena dapat meminimumkan kehilangan-kehilangan air yang mungkin terjadi seperti perkolasi, evaporasi dan aliran permukaan, sehingga memadai untuk diterapkan di daerah pertanian yang mempunyai sumber air yang terbatas (Sumarna, 1998).Penerapan teknologi irigasi tetes Ro Drip merupakan salah satu cara penggunaan air yang efisien dan efektif, karena pemberian air dapat diatur secara tepat baik volume maupun sasarannya. Ini merupakan salah satu cara

menanggulangi keterbatasan air dan sekaligus menekan penggunaan tenaga kerja. Teknologi ini dapat dikatakan mampu mengeliminir pengaruh lingkungan yang merugikan seperti ketersediaan air terbatas (Kasiran, 2003).Irigasi tetes dapat dibedakan atas dua jenis yaitu irigasi tetes dengan pompa dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu irigasi tetes dengan sistem penyaluran air diatur dengan pompa. Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada irigasi sistem gravitasi Irigasi sistem gravitasi adalah irigasi yang menggunakan gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya terdiri dari unit pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan untuk menampung air dari pompa, jaringan pipa dengan diameter yang kecil dan pengeluaran air yang disebut pemancar emitter yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam (Mutia, 2010).Irigasi tetes pada umumnya digunakan untuk tanaman-tanaman bernilai ekonomi tinggi. Hal ini sejalan dengan diperlukannya biaya awal yang cukup tinggi, akan tetapi untuk biaya produksi selanjutnya akan lebih kecil karena sistem irigasi tetes dapat menghemat biaya pengadaan peralatan yang biasanya dapat digunakan untuk beberapa kali musim tanam serta menghemat biaya tenaga kerja untuk penyiraman, pemupukan dan penyiangan (Sumarna, 1998).Irigasi cucuran, juga disebut irigasi tetesan (drip), terdiri dari jalur pipa yang ekstensif biasanya dengan diameter yang kecil yang memberikan air yang tersaring langsung ke tanah dekat tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut pemancar (emitter) yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari pemancar, air menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibatasi oleh pemancar tergantung kepada besarnya aliran, jenis tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal dan horizontal (Mutia, 2010).Hal yang perlu diketahui dalam merancang irigasi tetes adalah sifat tanah, jenis tanah, sumber air, jenis tanaman, dan keadaan iklim. Sifat dan jenis tanah yang diperhatikan adalah kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah dan kapasitas penyimpanan air. Pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah diseluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebihan mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memburukkan aerasi tanah. Pedoman yang umum tentang waktu pemberian air adalah sekitar 60 % air yang tersedia di tanah (Mutia, 2010).

Gambar 1. Tata letak irigasi tetes2.3 Bagian-bagian Irigasi TetesUntuk menerapkan teknologi irigasi tetes dilapangan diperlukan beberapa peralatan. Jenis-jenis alat yang diperlukan pada irigasi tetes adalah sebagai berikut:A. EmitterEmitter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emitter mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman. Emitter mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari emitter air keluar menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Daerah yang dibasahi emitter tergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah, permeabilitas tanah. Emitter harus menghasilkan aliran yang relatif kecil menghasilkan debit yang mendekati konstan. Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emitter. Emitter juga merupakan alat pembuangan air, emitter dipasang di dekat tanaman dan tanah. Semakin dekat ke tanah semakin efisien air yang diterima tanah dan tanaman karena semakin besar daerah yang terbasahi semakin tinggi kelembaban tanah. Semakin dekat jarak emitter maka semakin banyak daerah yang terbasahi (Mutia, 2010). Menurut (Mutia, 2010), berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes atau emitter dapat menjadi beberapa jenis yaitu:a. On-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecilb. In-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Penetes atau emitter juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu:a. Point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar

Gambar 2. Point source emitterb. Line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini

Gambar 3.Line source emitter

Menurut (Kasiran, 2003), berdasarkan jenis emitternya sistem irigasi tetes ada dua jenis, yaitu drippers dan Ro Drip. Emitter adalah alat yang mengatur pengeluaran air dari pipa distribusi ke masing-masing tanaman atau lahan produksi.1. Jenis drippers cara kerjanya adalah menyiram tanaman secara individu. Dalam prakteknya setiap tanaman dapat dipasang satu atau lebih emitter, tergantung jenis tanaman yang akan diairi atau ukuran drippernya. Sistem ini banyak digunakan pada pertanian hidroponik, juga pada tanaman keras (buah-buahan).2. RoDrip merupakan jenis teknologi irigasi tetes yang menggunakan alat berbentuk pipa pipih (seperti pita) yang terbuat dari poly ethylen. Pipa ini akan meng-gelembung jika dialiri air di dalamnya. Sistem irigasi ini emitternya menjadi satu dengan pipa distribusi yang dipasang dengan jarak tertentu.B. Pipa UtamaPipa utama berfungsi untuk menyalurkan air dari sumber air ke kebun atau lahan budidaya dengan bantuan pompa. Selain pipa utama (main) juga ada pipa sub utama (sub main) yang langsung berhubungan dengan pipa distribusi. Untuk pipa utama ini biasanya digunakan PVC dengan ukuran diameter tergantung pada luas kebun yang akan diairi. Pada kebun yang tidak terlalu luas sekitar 12 ha dapat digunakan pipa berdiameter 2 inc (Kasiran, 2003).

Pipa utama (main line, head unit) terdiri dari pompa, tangki injeksi, filter utama, pengukur tekanan, pengukuran debit dan katup pengontrol. Pipa utama umumnya terbuat dari pipa polyvinylchloride (PVC), galvanized steel atau besi cor yang berdiameter antara 7,5 25 cm. Pipa utama dapat dipasang di bawah permukaan tanah (Mutia, 2010).C. Pompa AirPompa air berfungsi sebagai alat penyedot maupun pendorong air dari sumber air ke kebun atau tanaman melalui pipa utama dan pipa distribusi. Pompa air yang digunakan dapat berdaya listrik ataupu disel besarnya daya dan kapasitas tergantung pada luasan areal tanaman. Namun dalam prakteknya cara penyiraman tanaman dapat diatur atau dibagi berdasarkan blok atau zona yang kita bentuk sehingga dapat digunakan pompa yang berkapasitas lebih kecil (Kasiran, 2003).Ukuran pipa harus cocok dengan pompa yang digunakan. Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Polyvinylchloride) dan PE (Poly Ethylene). Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa sekunder dan kalau ada pipa tersier. Pipa yang digunakan biasanya berukuran 0,51 inchi (1,27 2,54 cm) dan pipa sekunder 0,24 0,5 inchi (0,61 1,27 cm) (Mutia, 2010).

Gambar 4. Pompa AirD. Pipa PenghubungRo Drip merupakan pipa distribusi air yang mengalirkan air langsung ke tanaman. Pipa ini dipasang membujur di atas bedengan, maka untuk menghubungkan pipa distribusi ini dengan pipa sub main diperlukan pipa penghubung yang berdiameter 8 mm. Dengan cara melubangi pipa sub main, maka pipa penghubung ini salah satu ujungnya dimasukkan ke pipa sub main dan ujung yang lain dimasukkan ke pipa distribusi (Kasiran, 2003).E. Pipa Distribusi Ro DripPipa distribusi atau disebut juga pipa lateral ini terbuat dari poly ethylen berbentuk pipih (seperti pita) yang akan menggelembung bila diairi air di dalamnya. Pipa ini sudah dilengkapi dengan emitter dengan jarak tertentu (umumnya 20 cm), berfungsi untuk mengalirkan dan membagi air kepada masing-masing tanaman. Air keluar dari lubang emitter secara tetes demi tetes dan volumenya dapat diatur dengan mengatur lamanya penyiraman (Kasiran, 2003).Pipa lateral umumnya terbuat dari pipa PVC fleksibel atau pipa politeline dengan diameter 12 mm 32 mm. Emiter dimasukkan ke dalam pipa lateral pada jarak yang ditentukan yang dipilih sesuai dengan tanaman dan kondisi tanah. Pipa lubang ganda, pipa porus dan pipa dengan perforasi yang kecil digunakan pada beberapa instalasi untuk menggunakan keduanya sebagai pipa pembawa dan sebuah system emitter (Mutia, 2010).Pemasangan pipa ini dapat ditanam di dalam tanah atau diletakkan di permukaan tanah (bedengan). Keadaan topografi tidak berpengaruh, karena berbentuk pita elastic sehingga dapat menyesuaikan dengan keadaan permukaan tanah (Kasiran, 2003).F. Sambungan Pipa dan KranSambungan pipa berfungsi untuk menyambung pipa (umumnya PVC) dengan berbagai ukuran. Sambungan pipa ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu Tee, Keni, Such, Socket, dan lain-lain. Disamping sambungan pipa juga diperlukan Kran/Stop Kran yang berfungsi untuk mengatur aliran air pada saat menyiram tanaman agar distribusi dan penghematan air tetap terjaga (Kasiran, 2003).

Gambar 5. Sambungan Pipa dan KranG. Tabung MarihotTabung Marihot merupakan tabung untuk mengalirkan air dengan head sesuai dengan rancangan kita (20 cm 250 cm). Prinsp kerja tabung marihot adalah pengaliran air dengan tekanan atmosfir atau dengan kata lain low pressure, sehingga air yang keluar pada setiap emiter akan seragam. Tabung marihot berfungsi sebagai wadah atau tangki air irigasi/ larutan nutrisi yang dapat mengalirkan aliran debit tetap, dan debit akan berubah pada elevasi yang berbeda (pada head yang berbeda). Bagian ini dilengkapi dengan selang-selang kecil untuk saluran pemasukan udara dan saluran pengairan. Cara kerja tabung marihot yaitu udara luar yang mempunyai tekanan 1 atm masuk ke dalam tabung marihot melalui lubang masuk udara, karena berat udara yang lebih ringan dari larutan nutrisi (air irigasi) maka udara luar yang masuk akan naik ke bagian atas tabung marihot. Udara yang berada di bagian atas tabung akan menekan air irigasi (larutan nutrisi) yang ada dalam tabung marihot dengan tekanan tetap sebesar 1 atm sehingga larutan nutrisi akan mengalir keluar melalui lubang pengaliran dengan kecepatan yang tetap. Adanya tekanan udara dan beda head yang tetap ini akan menyebabkan kecepatan aliran nutrisi tetap (Mutia, 2010).

Gambar 6. Tabung MarihotH. Peralatan TambahanMenurut (Kasiran, 2003), peralatan tambahan ini sifatnya optional. Beberapa peralatan tambahan yang banyak digunakan antara lain adalah: 1. Unit PenyaringUnit penyaring ini berfungsi untuk menyaring partikel padat yang terdapat didalam air seperti pasir, lumpur, dan lain-lain agar tidak terjadi penyumbatan didalam pipa distribusi atau pada emitter. 2. Peralatan PengamanPeralatan pengaman antara terdiri dari pengatur tekanan (pressure regulator), dan kran udara (air valve), yang berfungsi untuk mengatur aliran air didalam jaringan pipa agar tidak terjadi kerusakan pipa karena tekanan yang terlalu besar.2.4 Kebutuhan Air TanamanBerdasarkan (Anonim1, 2014), kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor evaporasi, transpirasi yang kemudian dihitung sebagai evapotranspirasi.1. EvaporasiEvaporasi adalah suatu peristiwa perubahan air menjadi uap. Dalam proses penguapan air berubah menjadi uang dengan adanya energi panas matahari. Laju evaporasi dipengaruhi oleh faktor lamanya penyinaran matahari, udara yang bertiup (angin), kelembaban udara, dan lain-lain. Terdapat beberapa metode untuk menghitung besarnya evaporasi, diantaranya adalah metode Penman. Rumus evaporasi dengan metode Penman adalah :Eo=0,35 (Pa - Pu) (1 + Ui100)dengan :Eo= Penguapan dalam mm/hariPa= Tekanan uap jenuh pada suhu rata harian dalam mmHgPu= Tekanan uap sebenamya dalam mmHgU2=Kecepatan angin pada ketinggian 2 m dalam mile/hari, sehingga bentuk U2 dalam mldt masih harus dikalikan dengan 24 x 60 x 60 x 1600.2. TranspirasiTranspirasi adalah suatu proses pada peristiwa uap air meninggalkan tubuh tanaman dan memasuki atmosfir. Fakta iklim yang mempengaruhi laju transpirasi adalah : intensitas penyinaran matahari, tekanan uap air di udara, suhu, keeepatan aingin. Transpirasi dari tubuh tanaman pada siang hari dapat melampaui evaporasi dari permukaan. air atau permukaan tanah basah, tetapi sebaliknya pada malam hari lebih kecil bahkan tidak ada transpirasi.3. EvapotranspirasiEvapotranspirasi sering disebut sebagai kebutuhan konsumtif tanaman yang merupakan jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal tanaman dengan air untuk transpirasi dari tubuh tanaman.2.5 Kebutuhan Air Untuk Pengolahan TanahMenurut (Anggana, 2013), kebutuhan air untuk pengolahan tanah menentukan kebutuhan minimum air irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan air, yaitu besarnya air untuk penjenuhan, pelumpuran,

genangan air, lamanya pengolahan tanah, evaporasi dan perkolasi yang terjadi. Metode yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan irigasi selama pengolahan tanah.

Keterangan: IR= Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah, mm/ hari M = Mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi (M = Eo + P), mm/ hari Eo=Evaporasi air terbuka (Eo =1, 1 . ETo mm/ hari)P=Perkolasi mm/ hari k=(M. T)/ S T=Jangka waktu pengolahan tanah, hari S=Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah lapisan air 50 mm e=bilangan ekspotensial (2, 71828) Menurut (Mutia, 2010), selain hal-hal diatas hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kebutuhan air untuk pengolahan tanah adalah sebagai berikut:a. Kadar airAir terdapat di dalam tanah karena diserap oleh massa tanah, air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya gaya adhesi, kohesi dan gaya gravitasi. Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam tanah tersebut. Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tanaman pada volume tanah tertentu.b. PorositasPoripori tanah adalah bagian bahan padatan tanah tetapi terisi udara dan air. Pori pori tanah dapat dibedakan atas dua bagian yaitu pori kasar (macro pore) berisi udara dan gravitasi. Pori halus (micro pore) berisi udara dan air kapiler. Porositas tanah dipengaruhi kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Pada umumnya tekstur yang kasar, kerikil, tanah berpasir mempunyai suatu persentase ruang pori yang kecil, dan lempung-lumpur yang mempunyai tekstur halus serta lempung mempunyai suatu persentase besar.c. Tekstur tanahTekstur tanah adalah kehalusan atau kekasaran bahan tanah pada perabaan berkenaan dengan perbandingan berat antar fraksi tanah. Tekstur tanah penting kita ketahui, oleh karena itu komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat fisik. Pasir ukurannya lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil dibanding dengan liat dan debu. Luas permukaan liat jauh lebih besar dari luas permukaan fraksi debu. Luas permukaan dari ketiga fraksi sangat menentukan penyerapan udara dan air.d. Kedalaman tanahPerlunya memiliki suatu kedalaman tanah yang cukup untuk menyimpan air irigasi yang cukup pada masingmasing irigasi perlu ditekankan. Tanah di daerah kering relatif dalam dibandingkan dengan tanah di di daerah lembab. Tanah yang dangkal memerlukan pemberian air yang sering untuk memelihara tumbuhnya tanaman. Kehilangan perkolasi dalam yang luar biasa biasanya terjadi dari irigasi bila tanah yang dangkal didasari oleh tekstur kasar, pasir yang permeabilitasnya tinggi dan kerikil. Tanah dalam yang bertesktur medium dan strukturnya lepas memungkinkan tanaman untuk mengakar secara dalam,memberikan kesempatan untuk menampung volume air irigasi yang besar dalam tanah, dan konsekuensinya mempertahankan pertumbuhan tanaman secara memuaskan selama periode relatif panjang antara pemberian air.2.6 SawiSawi atau Caisin (Brassica sinensis L.) termasuk famili Brassicaceae, daunnya panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi mengandung pro vitamin A dan asam askorbat yang tinggi. Tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah sampai dataran tinggi, tapi lebih baik di dataran tinggi. Biasanya dibudidayakan di daerah ketinggian 100-500 m dpl, dengan kondisi tanah gembur, banyak mengandung humus, subur dan drainase baik. Tanaman sawi terdiri dari dua jenis yaitu sawi putih dan sawi hijau (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2009).2.7 Cara Budidaya SawiMenurut (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2009), cara pembudidayaan sawi adalah sebagai berikut : 1. Benih Kebutuhan benih 650 gr/ha. Jika benih diperoleh dari tanaman sendiri maka tanaman harus berumur di atas 70 hari dan penggunaan benih tidak lebih dari 3 tahun. 2. Persemaian/PembibitanSebelum benih disebar, direndam dengan larutan Previcur N dengan konsentrasi 0,1 % selama + 2 jam. Selanjutnya benih disebar merata pada bedengan persemaian, dengan media semai setebal + 7 cm dan disiram. Media semai dibuat dari pupuk kandang dan tapnah yang telah dihaluskan dengan perbandingan 1 : 1. Benih yang telah disebar ditutup dengan media semai, selanjutnya ditutup dengan daun pisang atau karung goni selama 2 3 hari. Bedengan persemaian tersebut sebaiknya diberi naungan.3. Persiapan Lahan. Lahan terlebih dahulu diolah dengan cangkul sedalam 20 - 30 cm supaya gembur, setelah itu dibuat bedengan dengan arah membujur dari Barat ke Timur agar mendapatkan cahaya penuh. Lebar bedengan sebaiknya adalah 100 cm, tinggi 30 cm dan panjang sesuai kondisi lahan. Jarak antar bedengan + 30 cm. Lahan yang asam (pH rendah) lakukan pengapuran dengan kapur kalsit atau dolomit. 4. Pemupukan. Pupuk dasar diberikan 3 hari sebelum tanam, berupa pupuk kotoran ayam dengan dosis 20.000 kg/ ha atau pupuk kompos organik hasil fermentasi (kotoran ayam yang telah difermentasi) dengan dosis 4 kg/m2. Pada umur 2 minggu setelah tanam lakukan pemupukan susulan Urea 150 kg/ha (15 gr/m). Agar pemberian pupuk lebih merata, pupuk Urea diaduk dengan pupuk organic kemudian diberikan secara larikan disamping barisan tanaman, jika perlu tambahkan pupuk cair 3 liter/ha (0,3 ml/m2) pada umur 10 dan 20 hari setelah tanam. 5. Penanaman.Bibit umur 2 - 3 minggu setelah semai, ditanam dalam lubang yang telah disediakan dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Jika ada yang tidak tumbuh atau mati perlu penyulaman, yaitu penggantian tanaman dengan tanaman baru.

Gambar 7. Sawi semai siap tanam6. Pemeliharaan. Pada musim kemarau atau di lahan kurang air perlu penyiraman tanaman. Penyiraman ini dilakukan dari awal sampai panen. Penyiangan dilakukan 2 kali atau disesuaikan dengan kondisi gulma. Bila perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan. 7. Pengendalian Organisme Penggangu Tanaman (OPT)Untuk mencegah hama dan penyakit yang perlu diperhatikan adalah sanitasi dan drainase lahan. OPT utama adalah ulat daun kubis (Plutella xylostella). Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan Diadegma semiclausuma sebagai parasitoid hama Plutella xylostella. Jika menggunakan pestisida, gunakan pestisida yang aman dan mudah terurai

seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya.8. Panen Cara panen ada 2 macam yaitu mencabut seluruh tanaman beserta akarnya dan dengan memotong bagian pangkal batang yang berada di atas tanah. Umur panen sawi + 40 hari setelah tanam, sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran daun. 9. Pasca Panen Tanaman yang baru dipanen, ditempatkan di tempat yang teduh agar tidak cepat layu dengan cara diperciki air. Selanjutnya lakukan sortasi untuk memisahkan bagian tanaman yang tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa menggunakan wadah berupa keranjang bambu, wadah plastic atau karton yang berlubang-lubang untuk menjaga sirkulasi udara. 2.8 Jenis-Jenis SawiMenurut (Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, 2012), petani kita hanya mengenal 3 macam sawi yang biasa dibudidayakan yaitu: sawi putih (sawi jabung),sawi hijau, dan sawi huma.1. Sawi Putih (Brassica rugosa)Sawi putih (Brassica rapa convar pekinensis; suku sawi-sawian atau Brassicaceae ) dikenal sebagai sayuran olahan dalam masakan Tionghoa; karena itu disebut juga sawi cina. Disebut sawi putih karena daunnya yang cenderung kuning pucat dan tangkai daunnya putih.

Gambar 8. Sawi putih2. Sawi Huma (Brassica juncea) Ciri tanaman Ini adalah suatu varietas berbatang panjang dan berdaun sempit. Tanaman ini tak tahan terhadap hujan, tak mudah diserang oleh ulat. Sawi ini berbulu dan rasanya tajam.

Gambar 9. Sawi humaCara bertanam sawi sesungguhnya tak berbeda jauh dengan budidaya sayuran pada umumnya. Budidaya konvensional di lahan meliputi proses pengolahan lahan, penyiapan benih, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan pestisida, serta pemeliharaan tanaman. Sawi dapat ditanam secara monokultur maupun tumpang sari. Tanaman yang dapat ditumpangsarikan antara lain : bawang daun, wortel, bayam, kangkung darat. Sedangkan menanam benih sawi ada yang secara langsung tetapi ada juga melalui pembibitan terlebih dahulu.

3. Sawi Hijau (Brassica juncca) Sawi hijau adalah varietas berdaun besar dan hidup di tanah kering dari tanaman yang sama ini rasanya agak tajam. Biasanya sawi hijau banyak dijadikan asinan untuk konsumsi penduduk golongan Cina.

Gambar 10. Sawi hijau

III. METODOLOGI PRAKTIKUM3.1 Waktu dan TempatPraktikum Irigasi tetes dilaksanakan pada hari senin, rabu, jumat mulai dari tanggal 1 April 2014 hingga 16 mei 2014 pukul 14.00 17.00 WITA. Bertempat di Experiental Farming (Exfarm) Universitas Hasanuddin, Makassar.3.2 Alat dan BahanAlat yang digunakan pada praktikum irigasi tetes adalah cangkul, sekop, ember 20 kg, gelas ukur 500 ml, patok, mensiometer, selang, penutup pipa dan alat tulis menulis.Bahan yang digunakan dalam praktikum irigasi tetes adalah bibit sawi berumur 10 hari, tanah, pasir, pupuk kandang, air aqua, plastik dan tali rafia.3.3 Prosedur PraktikumProsedur praktikum dari praktikum irigasi tetes adalah :A. Proses instalasi pipa irigasi1. Menyiapkan cangkul, sekop, ember 20 kg, pupuk kandang, tanah pasir, tali rafia dan plastik2. Melakukan pencampuran pada bahan tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 60% : 15% : 25% .3. Memasukkan campuran tersebut kedalam masing-masing ember 20 kg.4. Mengatur letak ember yang telah diisi campuran secara sejajar dan dekat dengan kran5. Memasang patok pada masing-masing ember6. Mengatur letak selang secara sejajar melewati masing-masing ember dimana posisi emitter yang telah dipasang di selang dipasang berada tepat ditengah-tengah patok yang telah dipasang di ember.7. Menutup ujung selang dengan pipa penutup agar air tidak keluar ketika mengalir8. Mengikat emitter dengan patok agar patok tidak posisi emitter tidak goyang9. Mengambil bibit sawi berusia 10 hari dan memindahkannya ke ember10. Untuk mengukur kelengasan tanah dalam ember yaitu dengan cara memasukkan air aqua pada mensiometer kemudian menancapkan mensiometer tersebut ke tanah dalam ember.11. Mengamati perubahan angka pada skala pembacaan di mensiometer selama 30 menit, ketika jarum penunjukan sudah konstan maka pembacaan dapat dilakukan12. Untuk mengukur debit air pasang gelas ukur tepat dibawah emitter13. Memasang selang pada kran lalu buka kran untuk mengalirkan air, maka air akan keluar melalui emitter dan akan tertampung pada gelas ukur14. Menampung air yang keluar dari emitter selama 20 menit dan melihat berapa banyak debit air yang keluar dari emitter.15. Menutup ember dengan plastik agar bibit sawi tidak mengalami gangguan dari lingkungan dari luar.

B. Mengukur Kelengasan Tanah dan Volume Air1. Untuk mengukur kelengasan tanah dalam ember yaitu dengan cara memasukkan air mineral pada Mensiometer pada batas yang terdapat di permukaan Mensiometer kemudian menancapkan Mensiometer tersebut ke tanah dalam ember.2. Mengamati perubahan angka pada skala pembacaan di mensiometer selama 30 menit, ketika jarum penunjukan sudah konstan maka pembacaan dapat dilakukan.3. Untuk mengukur volume air pasang gelas ukur tepat dibawah emiter.4. Memasang selang pada kran lalu buka kran untuk mengalirkan air, maka air akan keluar melalui emiter dan akan tertampung pada gelas ukur5. Menampung air yang keluar dari emiter selama 20 menit dan melihat berapa banyak debit air yang keluar dari emiter.3.4 Rumus Yang DigunakanMengukur debit aliranQ = V = Keterangan :V= volume (m3)t= Waktu (s)Q= Debit Aliran (m3/s)Std = Standar Deviasin = jumlah emiterIV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 HasilA. Tabel 1. Data PengukuranHari/tanggal KelengasanDebit airTinggi tanamanJumlah daun

Rabu/ 16 April 2014108.41667E-072.52

Jumat/ 18 April 201488.58333E-0743

Senin/ 21 April 20147.97.66667E-074.14

Rabu/ 23 April 201480.0000007565

Senin/ 28 April 201410 -10.87

Rabu/ 30 April 20148 -138

Senin/ 5 Mei 2014116.66667E-08179

Kamis/ 8 Mei 201412 -21.210

Senin/ 12 Mei 201411.1 -20.612

Rabu/ 14 Mei 201414 -31.413

Jumat/ 16 Mei 201412 -33.216

Sumber: Data primer setelah di olah Teknik Irigasi dan Drainase, 2014

B. PerhitunganMenghitung tingkat keseragaman pemberian air pada tanaman sawi hijaua. Tingkat keseragaman tanaman pada tanggal 16 April 2014V =

Stdv = V.

= 0,009505 = 0,003168

b. Tingkat keseragaman tanaman pada tanggal 18 April 2014V =

Stdv = V.

= 0,00854

= 0,00285

c. Tingkat keseragaman tanaman pada tanggal 21 April 2014V =

Stdv = V.

= 0,00867

= 0,00289

d. Tingkat keseragaman tanaman pada tanggal 23 April 2014V =

Stdv = V.

= 0,0073

= 0,00243

e. Tingkat keseragaman tanaman pada tanggal 5 Mei 2014V =

Stdv = V.

= 0,00262

= 0,000873

C. Grafik Debit Emitter Setiap Pengamatan

Grafik 1. Perbandingan debit aliran pada masing-masing emitter pada tanggal 16 April 2014

Grafik 2. Perbandingan debit aliran pada masing-masing emitter pada tanggal 18 April 2014

Grafik 3. Perbandingan debit aliran pada masing-masing emitter pada tanggal 21 April 2014

Grafik 4. Perbandingan debit aliran pada masing-masing emitter pada tanggal 23 April 2014

Grafik 5. Perbandingan debit aliran pada masing-masing emitter pada tanggal 06 Mei 2014

D. Grafik Debit Emitter Pot 8 Setiap Pengamatan

Grafik 6. Debit aliran pot 8 pada setiap pengamatan

E. Grafik Pertumbuhan Tanaman

Grafik 7. Pertumbuhan Tanaman Tiap Pengamatan

F. Foto Tanaman

Gambar 11. Foto tanaman pot 84.2 PembahasanIrigasi tetes merupakan jenis irigasi yang cocok diterapkan untuk daerah yang minim air serta untuk tanaman holtikultura. Irigasi jenis ini memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih irit dalam penggunaan air dan juga dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman karena air irigasi yang berlebih atau kurang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal tersebut sesuai dengan (Sumarna, 1998), yang menyatakan sistem irigasi tetes dapat menghemat pemakaian air, karena dapat meminimumkan kehilangan-kehilangan air yang mungkin terjadi seperti perkolasi, evaporasi dan aliran permukaan, sehingga memadai untuk diterapkan di daerah pertanian yang mempunyai sumber air yang terbatas.Dari data hasil pengamatan diketahui setiap emitter memiliki debit yang berbeda-beda yang seharusnya debit emitter secara normal dapat linear dimana emitter pertama harus lebih besar dari emitter 2, 3, dan selanjutnya, karena tekanannya akan semakin kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah tinggi emitter yang berbeda-beda. Semakin tinggi suatu emitter dari emitter lain menyebabkan tekanan yang dibutuhkan akan semakin besar, sedangkan irigasi tetes ini menggunakan tekanan rendah sehingga semakin tinggi jarak emitternya maka debitnya semakin kecil. Selain itu juga kondisi emitter yang tersumbat dapat mempengaruhi debitnya. Selama praktikum hanya 5 kali dari 14 pengamatan yang diukur debit alirannya karena kondisi bak penampung yang kosong. Pada praktikum ini yang dijadikan objek untuk irigasi tetes adalah sawi. Namun, ada beberapa kendala saat penanaman sawi dan bahkan ada beberapa sawi yang mati. Hal ini dapat di sebabkan usia sawi yang belum cukup saat di pindahkan dari tempat penyemaian. Hal tersebut sesuai dengan (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2009), yang menyatakan bahwa sawi siap ditanam setelah usianya 2-3 minggu dari masa semai.Dari grafik pertumbuhan sawi dapat dilihat pula bahwa sawi terus mengalami kenaikan. Namun, pada pengamatan ke 9 pertumbuhan sawi mengalami penurunan dari 21.2 cm menjadi 20.6 cm, hal ini dapat disebabkan saat dilakukan pengukuran sawi dalam keadaan layu akibat kekurangan air.

V. PENUTUP5.1 KesimpulanDari hasil praktikum dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut:1) Irigasi tetes merupakan solusi yang dapat digunakan untuk daerah yang minim air2) Komponen minimal yang harus ada untuk instalasi irigasi tetes adalah pompa air, bak penampung, selang/pipa penyalur, kran, dan emitter3) Irigasi tetes dapat diterapkan untuk tanaman holtikultura4) Usia sawi siap tanam adalah 2-3 minggu setelah semai5.2 SaranSebaiknya untuk praktikum irigasi selanjutnya tanaman yang dipindahkan harus cukup umur, dan agar di beri pupuk tambahan untuk kesuburan tanaman karena akar tanaman jenis ini akarnya tidak bisa masuk kedalam tanah terlalu dalam.

DAFTAR PUSTAKAAnonim1. (2014). bab3-kebutuhan_air_irigasi.pdf. Akses pada 20 April 15.00 WITA

Ahmad Ansori, A. A. (2013). KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI JARINGAN IRIGASI ERHADAP KEBUTUHAN AIR PADA TANAMAN PADI (STUDI KASUS IRIGASI KAITI SAMO KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU). Riau: Universitas Pasir Pengairan.Anggana. (2013). ANALISA KEBUTUHAN AIR IRIGASI PADA TANAMAN DI DAERAH IRIGASI PONCOWATI DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE CROPWAT 8. Malang: Universitas Brawijaya.Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. (2012). Budidaya Sawi Secara Organik. Gorontalo: Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan .Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. (2009). Budidaya Sawi Secara Semi Organik. Jambi: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.Kasiran. (2003). Teknologi Irigasi Tetes RO DRIP Untuk Budidaya Tanaman Sayuran di Lahan Kering Dataran Rendah. Jakarta: BPPT.Mutia, S. (2010). Analisis Emitter Alternatif Dalam Sistem Irigasi Tetes Pada Budidaya Tanaman Sawi (Brassica Sp) . Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.Rizal, M. (2012). Rancangbangun dan Uji Kinerja Sistem Kontrol Irigasi Tetes Pada Tanaman Strawberry. Makassar: Universitas Hasanuddin.Sumarna, A. (1998). Irigasi Tetes Pada Budidaya Cabai. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

LAMPIRANDokumentasi

Gambar 12. Proses pencampuran pupuk, tanah, dan pasir

Gambar 13.Proses instalasi irigasi tetes dan penanaman bibit

Gambar 14. Proses penutupan pot agar terhindar dari lingkungan extream

Gambar 15.Proses pemberian air pada tanaman melalui emitter

Gambar 16. Keseluruhan row pada tanaman sawi

41