Laporan IPN 2

20
Laporan Praktikum ke-2 Hari, tanggal : Senin, 3 Maret 2014 MK INTEGRASI PROSES NUTRISI Tempat Praktikum : Laboratorim Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi (BMN) Asisten : Santa Lusya (D24100026) SIFAT PROTEIN Yusuf Ahmad Suwandi D24120019

description

IPN

Transcript of Laporan IPN 2

Page 1: Laporan IPN 2

Laporan Praktikum ke-2 Hari, tanggal : Senin, 3 Maret 2014

MK INTEGRASI PROSES NUTRISI Tempat Praktikum : Laboratorim Biokimia

dan Mikrobiologi Nutrisi

(BMN)

Asisten : Santa Lusya

(D24100026)

SIFAT PROTEIN

Yusuf Ahmad Suwandi

D24120019

DEPARTEMEN NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: Laporan IPN 2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Protein merupakan senyawa organik yang mengandung unsur C, H, O,

dan N yang tidak dimiliki oleh karbohidrat dan lemak. Protein merupakan suatu

makromolekul yang dapat terhidrolisis oelh asam, basa, enzim yang kemudian

menghasilkan asam amino. Protein dalam air akan membentuk dispersi koloidal dan

tidak dapat berdifusi melalui membran semipermeabel. Semua protein tidak dapat

larut dalam pelarut organik (eter, kloroform). Molekul protein adalah polimer

beberapa asam amino yang digabungkan oleh ikatan peptida. Kelarutan protein

dengan menggunakan formaldehyde, biasa digunakan dalam melindungi protein

pakan agar tidak didegradasi mikroba rumen karena terbentuknya pakan yang agak

keras oleh formaldehyde.

Protein banyak ditemui di semua bagian sel terutama ribosom dan

berfungsi sebagai penyusun struktur sel, antibodi, enzim, hormon, dan protein tubuh.

Protein sangat penting untuk pertumbuhan dan pergantian sel tubuh yang rusak yang

dibantu oleh enzim proteolitik, yaitu enzim yang dapat menguraikan dan memecah

protein (Lidya dan Djenar 2000). Protein juga mudah mengalami denaturasi karena

pengaruh panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan bahan kimia lain yang dapat

berlangsung secara revesible atau irrevesible dan mudah mengendap.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari sifat-sifat protein yaitu sifat

koagulasi, sifat amfoter, dan sifat reversibel protein.

TINJAUAN PUSTAKA

Protein

Protein merupakan unit penyusun utama tubuh. Molekul protein

mengandung unsur karbon (51,0-55,0%), hidrogen (6,5-7,3%), oksigen (21,5-

23,5%), nitrogen (15,5-18,0%) dan sebagian besar mengandung sulfur (0,5-2,0%)

dan fosfor (0,0-1,5%) (Anggorodi, 1979). Protein merupakan polimer yang terdiri

Page 3: Laporan IPN 2

dari monomer asam amino. Asam amino merupakan senyawa kimia yang

mempunyai dua gugus fungsi yang berbeda sehingga reaksi identifikasi suatu

protein tidak jauh dari reaksi kedua gugus fungsi tersebut. Salah satu identifikasi

protein adalah dengan cara denaturasi protein/perubahan struktur protein. Denaturasi

dapat pula dikatakan sebagai suatu proses terpecahnya ikatan hydrogen interaksi

hidrofobik, ikatan garam,dan terbentuknya lipatan atau wiru molekul

(Winarno,1997).

Sumber protein dari makanan yang berasal dari hewan yang disebut

protein hewani, misalnya daging, telur, susu, dan ikan. Sedangkan yang berasal dari

tumbuhan yang disenut dengan protein nabati, misalnya kacang, keledai, gandum,

dan buah-buahan.

Sifat Amfoter

Asam amino bersifat amfoter, maka jika direaksikan dengan asam, maka

asam amino menjadi kation. Sedangkan jika direaksikan dengan basa, maka asam

amino akan menjadi amnion. Dalam kimia, perilaku amfoter yang dapat bereaksi

dengan asam atau basa dapat terjadi karena memiliki dua gugus asam dan basa

sekaligus atau zatnya memiliki kemampuan seperti itu. Zat amfoter yang klasik

adalah asam amino, protein, dan air.

Sifat Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid dan

pengendapannya. Partikel-partikel suatu koloid dapat mengalami penggumpalan

membentuk zat semi-padat. Partikel-partikel koloid tersebut bersifat stabil karena

memiliki muatan listrik sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel

koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan (Pudjatmaka 2002). Koagulasi

maksimum terjadi pada saat temperatur antara 60oC-65oC yang dicapai selama

pemanasan (Davidek et al., 1990).

Telur Ayam Ras

Telur ayam ras memiliki berat kurang lebih 45 gram dengan warna

cangkang coklat. Protein bermutu tinggi karena dapat menyediakan asam amino

Page 4: Laporan IPN 2

esensial yang dibutuhkan tubuh. Kandungan protein ayam ras dibanding ayam jenis

lain hampir sama. Karena kandungan asam amino esensialnya yang cukup lengkap,

maka telur sering dijadikan sebagai standar kualitas protein.

Susu Murni

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki komponen spesifik seperti

lemak susu, kasein (protein susu, dan laktosa (karbohidrat susu). Disamping itu susu

adalah bahan makanan yang sempurna karena mengandung protein, lemak,

karbohidrat (laktosa), vitamin, dan garam anorganik. Dalam susu terdapat fosfat baik

sebagai protein maupun sebagai ion posfat  anoorganik. Kesegaran susu dapat

ditandai dengan masih aktifnya enzim-enzim yang terdapat didalamnya, diantaranya

amylase, lipase, peroksidase, katalase, dan sebagainya (Tim Dosen Biokimia, 2011).

Sari kedelai

Sari kedelai mengandung banyak sekali gizi dan manfaat, selain sebagai

pengganti susu sapi, bahkan jauh lebih kaya akan gizi dibanding susu sapi. Susu sapi

yang menaikkan kolesterol, susu kedelai justru menurunkan kolesterol. Protein pada

sari kedelaitersusun atas sejumlah asam amino, yaitu lesitin/HDL, arginin, lisin,

glisin, niasin, leusin, isoleusin, treonin, triptofan, fenilalanin). Komponen asam

amino glisin dan arginin yang merupakan komponen penyusun hormon insulin dan

glukogen yang disekresi oleh kelenjar pankreas.

Susu kedelai dengan konsentrasi protein terlarut lebih dari 7% akan

menggumpal apabila dipanaskan pada suhu 70oC- 100oC berlangsung selama lebih

dari 10 menit. Adapun sifat protein kedelai yang lain adalah akan menggumpal

karena pengaruh asam (Suprapti, 2010).

MATERI DAN METODE

Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Sifat Protein adalah gelas

piala, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pH meter, spoid, pengaduk, pemanas air, dan

Page 5: Laporan IPN 2

buret. Sedangkan bahan yang dipakai adalah larutan (HCl 0,1 N; NaOH 0,1 N; HgCl2

jenuh; formaldehyde 10%), putih telur ayam ras, susu murni, sari kedelai, dan air.

Metode

Kelarutan Protein Terhadap Pemanasan

Disiapkan tiga tabung reaksi. Bahan yang terdiri dati putih telur, susu

murni, dan sari kedelai dimasukkan ke masing-masing tabung reaksi dengan bantuan

spoid sebanyak 2 ml untuk masing-masing bahan dan diamati sifat fisikya.

Kemudian masing-masing tabung reaksi yang telah berisi bahan dan dicatat sifat

fisiknya, dimasukkan ke air mendidih hingga terjadi perubahan.

Reaksi dengan Formaldehyde

Disiapkan 15 buah tabung reaksi yang dibagi untuk tiga bahan yang

digunakan dan diberi nama. Putih telur dimasukkan kelima tabung pertama, susu

murni kelima tabung berikutnya, dan sari kedelai dimasukkan pada lima tabung yang

terakhir dan diamati sifat fisik awalnya. Selanjutnya putih telur ditetesi formaldehyde

masing-masing 2,4,6,8, dan 10 pada masing-masing kelima tabung awal, untuk sari

kedelai dan susu murni mendapat perlakuan yang sama, selanjutnya diamati

perubahan dan dicatat sifat fisiknya. Lalu kelima belas tabung yang telah ditetesi

formaldehyde, dimasukkan dalam air mendidih dan diamati perubahan yang terjadi

dan dicatat sifat fisiknya.

Pengendapan Protein oleh Logam Berat

Putih telur, susu murni, dan sari kedelai dimasukkan ke masing-masing

tabung reaksi dan diamati sifat fisik awalnya. Selanjutnya ditetesi HgCl2jenuh dan

dilihat perubahan dan dicatat sifat fisik.

Pengamatan Sifat Amfoter

Putih telur dimasukkan di gelas piala yang disertai pengaduk selanjutnya

pH awal putih telur diukur menggunakan pH meter. Putih telur dititrasi dengan HCl

sebanyak 5 ml, diamati perubahan yang terjadi setiap penambahan 5 ml HCl dan pH

diukur hingga pH meter menunjukkan pH paling asam. Selanjutnya putih telur tadi

Page 6: Laporan IPN 2

dititrasi dengan NaOH 0,1 N sebanyak 5 ml, diamati perubahan yang terjadi setiap

penambahan 5 ml NaOH dan pH diukur hingga pH meter menunjukkan pH paling

basa. Selanjutnya dibuat kurva titrasi.

HASIL PEMBAHASAN

Hasil

Dari percobaan Sifat Protein yang dilakukan beberapa perlakuan

diperoleh hasil sebagai berikut,

Tabel 1. Kelarutan Protein terhadap Pemanasan

Nama Bahan Sifat Awal Sifat setelah dipanaskan

Putih telur

Kental (++)

Tidak mengendap (-)

Bening

Sangat kental (+++)

Tidak mengendap (-)

Putih

Susu murni

Encer (-)

Tidak mengendap (-)

Putih

Encer (-)

Tidak mengendap (-)

Putih

Sari kedelai

Encer (-)

Tidak mengendap (-)

Putih

Encer (-)

Tidak mengendap (-)

Putih

Tabel 2. Reaksi dengan Formaldehyde

Nama

Bahan

Tabung

ReaksiSifat Awal

Sifat Setelah

Ditambah

Formaldehyde

Sifat Setelah Pemanasan

Putih

telur

1

Kental (++)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Kental (++)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Kental (++)

Sangat menggumpal (++

+)

Tidak mengendap (-)

2 Kental (++) Kental (++) Kental (++)

Page 7: Laporan IPN 2

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Sangat menggumpal (++

+)

Tidak mengendap (-)

3

Kental (++)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Sangat kental (++

+)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Kental (++)

Menggumpal (++)

Tidak mengendap (-)

4

Kental (++)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Sangat kental (++

+)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Kental (++)

Agak menggumpal (+)

Tidak mengendap (-)

5

Kental (++)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Sangat kental (++

+)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Kental (++)

Tidak menggumpal (-)

Tidak mengendap (-)

Susu

murni

1

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Menggumpal (++)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Agak menggumpal (+)

Tidak mengendap (-)

2 Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Menggumpal (++)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Agak menggumpal (+)

Tidak mengendap (-)

Page 8: Laporan IPN 2

3

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Menggumpal (++)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Agak menggumpal (+)

Tidak mengendap (-)

4

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Menggumpal (++)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Agak menggumpal (+)

Tidak mengendap (-)

5

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Menggumpal (++)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal (-)

Tidak mengendap (-)

Sari

kedelai

1

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal (-)

Tidak mengendap (-)

2

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal (-)

Tidak mengendap (-)

3

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal (-)

Tidak mengendap (-)

4 Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal (-)

Page 9: Laporan IPN 2

(-)

Tidak mengendap

(-)

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak mengendap (-)

5

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal

(-)

Tidak mengendap

(-)

Tidak kental (-)

Tidak menggumpal (-)

Tidak mengendap (-)

Tabel 3. Pengendapan Protein dengan Logam Berat

Nama Bahan Sifat AwalSifat Setelah Ditambah

HgCl2

Putih telur

10 tetes

Kental (++)

Tidak mengendap (-)

Tidak menggumpal (-)

Bening kekuningan

Agak kental (+)

Mengendap (++)

Agak menggumpal (+)

Putih kekuningan

Susu murni

50 tetes

Agak kental (+)

Tidak mengendap (-)

Tidak menggumpal (-)

Putih

Tidak kental (-)

Tidak mengendap (-)

Agak mengendap (+)

Putih

Sari kedelai

7 tetes

Agak kental (+)

Tidak mengendap (-)

Tidak menggumpal (-)

Putih kekuningan

Tidak kental (-)

Agak mengendap (+)

Sangat menggumpal (++

+)

Putih bening

Tabel 4. Pengamatan Sifat Amfoter

Penambahan HCl

pH Putih Telur

Setelah

Penambahan HCl

Penambahan

NaOH

pH Putih Telur

Setelah

Penambahan

NaOH

5 ml 10 5 ml 2

Page 10: Laporan IPN 2

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

6

6

4

3

3

2

1

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

5 ml

3

3

3

7

7

9

10

11

11

12

Grafik 1. Percobaan Sifat Amfoter

Pembahasan

Praktikum tentang sifat protein kali ini dilakukan 4 perlakuan, yaitu

kelarutan protein terhadap pemanasan, reaksi dengan formaldehyde, pengendapan

protein dengan logam berat, dan pengamatan sifat amfoter. Percobaan pertama

yaitu kelarutan protein terhadap pemanasan. Pada saat sebelum pemanasan, putih

telur bewarna bening, tidak mengendap, dan kental. Susu murni bewarna putih,

tidak mengendap, dan encer. Sedangkan sari kedelai bewarna putih, tidak

mengendap, dan encer. Tetapi setelah diberi perlakuan panas, sebagian besar sifat

awal dari bahan tidak banyak berubah, hanya pada putih telur warna menjadi putih

dan menjadi semakin kental. Semakin kental tersebut terbentuk karena endapan

albumin atau putih telur masih bersifat protein, hanya saja berubah struktur tersier

Titik Isoelektrik

pH penambahan HCl

pH penambahan NaOH

Page 11: Laporan IPN 2

ataupun kwarterernya yang menyebabkan protein mengendap. Perubahan tersier

ini tidak dapat kembali ke bentuk semula. Denaturasi merubah sifat protein

menjadi lebih sukar larut dan makin kental yang disebut dengan koagulasi.

Pada percobaan kedua adalah reaksi dengan formaldehyde. Pada

bahan putih telur setelah ditambah formaldehyde 2 dan 4 tetes pada tabung reaksi

1 dan 2 menjadi kental dan menggumpal, tetapi tidak mengendap. Pada

penambahan 6, 8, dan 10 pada tabung reaksi 3, 4, 5 menjadi sangat kental,

menggumpal, dan tidak mengendap. Sedangkan untuk susu murni juga sedikit

menggumpal dengan tidak ada perbedaan antara sedikit banyak penambahan

formaldehyde, tetapi masih tidak terjadi perubahan kekentalan dan endapan,

dengan kata lain tidak kental dan tidak mengendap. Hal berbeda pada perlakuan

pada sari kedelai, yang tidak ada perubahan baik sebelum dan setelah ditambah

formaldehyde bahkan sampai dipanaskan sekalipun. Setelah dipanaskan terjadi

perubahan gumpalan, semakin banyak formaldehyde yang ditambahkan dan

dipanaskan, semakin tidak terbentuk kembali gumpalannya. Formaldehyde

bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehyde.

Formaldehyde bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian

antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan

tidak dapat larut (Barnen and Davidson, 1983). Gumpalan pada susu sifatnya

reversibel (yang dapat kembali ke bentuk semula setelah dipanaskan) dan pada

putih telur sifatnya irreversibel (tidak dapat kembali ke bentuk semula).

Percobaan ketiga adalah pengendapan protein dengan logam berat.

Untuk penambahan HgCl2 pada masing-masing bahan menghasilkan sifat yang

berbeda. Sebagian besar sifat, kekentalan, endapan, gumpalan, dan warna,

mengalami peubahan setelah ditambah HgCl2. Fungsi HgCl2 sendiri berfungsi

untuk mengganggu sifat protein, sebagai garam dari logam berat, mengurangi

daya larut protein.

Percoabaan yang terakhir adalah pengamatan sifat amfoter.

Dibutuhkan 8 kali tetes HCl 5 ml untuk menurunkan pH putih telur menjadi asam,

dan dibutuhkan 11 tetes NaOH 5 ml untuk menaikkan pH putih telur yang tadinya

asam menjadi basa. Saat titrasi terbentuk buih disebabkan denaturasi protein, yaitu

proses yang mengubah struktur molekul protein tanpa memutuskan ikatan kovalen

Page 12: Laporan IPN 2

(Belitz dan Grosch, 1999). Pembentukan buih diawali pembukaan ikatan dalam

molekul protein sehingga rantainya lebih panjang selanjutnya pembentukan

monolayer dari protein yang terdenaturasi. Hasil titrasi yang dibuat dalam bentuk

kurva terdapat titik perpotongan yang disebut titik isoelektrik. Titik Isoelektrik

adalah derajat keasaman atau pH ketika suatu makromolekul bermuatan nol akibat

bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh reaksi asam-basa. berdasarkan

pengamatan yang dilakukan, titik isoelektrik terbentuk di antara pH 3,5-4, hal ini

tidak sesuai dengan literatur yang menyebut pH titikisoelektrik 4-4,5

(Linggih,1988).

Sifat-sifat protein adalah viskositas, yaitu tahana yang timbul akibat

gesekan antar molekul dalam zat cair yang mengalir. Viskositas larutan

proteintergantung pada jenis protein, bentuk molekul, konsentrasi, dan suhu

larutan. Titik isolistrik viskositas larutan protein memiliki harga yang paling kecil.

Yang kesua adalah Browning. Reaksi pencoklatan browning terdiri dari reaksi

pencoklatan enzimatis yang biasa terjadi di buah dan sayur yang memiliki

senyawa fenolik dan reaksi pencoklatan non-enzimatis, misalnya reaksi Maillard.

Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi

(keton/aldehid). Faktor yang memengaruhi adalah suhu, konsentrasi, gula,

konsentrasi amino, pH, dan tipe gula. Umumnya molekul gula yang lebih

kecilbereaksi cepat dibandingkan molekul gula lebih besar.

KESIMPULAN

Protein adalah senyawa organik yang mengandung unsur C, H, O, dan N

yang dapat terhidrolisis oleh asam, basa, enzim yang kemudian menghasilkan asam

amino. Protein juga memiliki sifat amfoter yang dilihat dari titrasi asam dan basa,

terdapat titik pertemuan antara asam dan basa yang disebut titik isoelektrik. Protein

juga memiliki sifat koagulasi, yaitu penggumpalan protein akibat pemanasan yang

menyebabkan protein itu terdenaturasi. Putih telur, susu murni, dan susu kedelai

adalah urutan berdarkan sifat koagulasi terbesar terhadap perlakuan formalin.

Selanjutnya protein juga sebagian memiliki sifat reversibel, yang dapat kembali ke

bentuk awal dan irreversibel, yang tidak dapat kembali ke bentuk awal.

Page 13: Laporan IPN 2

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R.1979.Ilmu Makanan Ternak Umum.Jakarta:Gramedia.

Belitz, H.D., dan W. Grosch.1999.Food Chemistry.2nd Edition.Germany:

Springer.

Barnen, A. L. and P. M. Davidson. 1983. Antimicrobials in food.Marcel Dekkers,

Inc., New York.

Davidek, J., J. Vellisek and J. Pokorny. 1990. Chemical Change During Food

Processing. Departement of Food Chemistry and Analysis. Institute

Chemical Technology, New York.

Lidya dan Djenar.2000.Dasar Bioproses Direktorat Pembinaan dan Fenolinin dan

Pengabdian Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.

Linggih, S. R dan P. Wibowo. 1988. Ringkasan Kimia.Bandung: Ganeca Exact

Bandung.

Pudjatmaka, Handayana. 2002. Kamus Kimia.Jakarta:Balai Pustaka.

Suprapti, Lies. 2010. Teknologi Tepat Guna Kembang Tahu Dan Susu Kedelai.

Yogyakarta:Kanisius.

Tim Dosen Praktikum Biokimia. 2011. Petunjuk Praktikum Biokimia. P.MIPA :

UNS Press

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia.