Laporan HT.docx

42
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Insidensi TB dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan yang besar di negara-negara berkembang karena angka kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis 75%-nya terjadi pada golongan usia produktif kerja, yaitu kelompok usia 15-49 tahun. Indonesia menempati posisi tiga besar jumlah penderita TB di dunia setelah India dan Cina. Angka kesakitan dari Tuberkulosis baik paru maupun ekstra paru di dunia diperkirakan mencapai 8 juta kasus dan sekitar 95% terjadi di negara- negara berkembang. Sekitar 3 juta orang meninggal karena Tuberkulosis setiap tahunnya yang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang. Pada umumnya kasus di negara-negara berkembang tidak tercakup seluruhnya, dan hanya sekitar separuh dari kasus BTA positif yang ditemukan yang dapat disembuhkan. Hal ini mengakibatkan angka kesakitan di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1

Transcript of Laporan HT.docx

Page 1: Laporan HT.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang

penting di dunia ini. Insidensi TB dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade

terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan kuman

Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan yang besar di

negara-negara berkembang karena angka kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis

75%-nya terjadi pada golongan usia produktif kerja, yaitu kelompok usia 15-49

tahun. Indonesia menempati posisi tiga besar jumlah penderita TB di dunia setelah

India dan Cina. Angka kesakitan dari Tuberkulosis baik paru maupun ekstra paru di

dunia diperkirakan mencapai 8 juta kasus dan sekitar 95% terjadi di negara-negara

berkembang. Sekitar 3 juta orang meninggal karena Tuberkulosis setiap tahunnya

yang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang. Pada umumnya kasus di

negara-negara berkembang tidak tercakup seluruhnya, dan hanya sekitar separuh dari

kasus BTA positif yang ditemukan yang dapat disembuhkan. Hal ini mengakibatkan

angka kesakitan di seluruh dunia diperkirakan mencapai 16-20 juta, di mana sekitar

8-10 juta adalah kasus BTA positif yang sangat menular.

Sulitnya mengobati penderita BTA positif telah menyebabkan terjadinya

banyak kegagalan pengobatan. Akibatnya didapat angka pencapaian kesembuhan

yang rendah sekitar 30-50%. Padahal seseorang yang gagal dalam pengobatan akan

menjadi sumber penularan yang akan menularkan 10 orang setiap tahun, dan dalam

waktu 2 tahun akan menghasilkan 1 orang penderita BTA positif baru. Banyak dari

penderita yang gagal dalam pengobatan menjadi resisten / kebal terhadap INH atau

kombinasi INH dengan Streptomisin, sehingga bila menular pada orang lain, maka

orang tersebut akan tertular dengan kuman yang telah resisten. Masalah lain adalah

hanya 50% dari penderita yang mendapat paduan obat jangka panjang (12 bulan)

1

Page 2: Laporan HT.docx

mengalami konversi dari BTA positif menjadi BTA negative setelah 2 bulan

pengobatan, meskipun dilakukan pengobatan dengan pengawasan ketat.

Menurut hasil survey prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2010 ( secara

Nasional ) yang BTA positif 110 per 100.000 penduduk. Sejak tahun 2005, program

pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru di DKI Jakarta telah dilaksanakan dengan

strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) seperti yang

direkomendasikan oleh WHO, tetapi pada tahun 2000-2005 cakupan penderita TB

dengan strategi DOTS baru sekitar 10% .

Tahun 2010 angka kesembuhan baru mencapai 70 %. Risiko penularan setiap

tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection ( ARTI ), yaitu

proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1 %,

berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia

bervariasi antara 1-3 %.

2

Page 3: Laporan HT.docx

BAB II

HASIL KUNJUNGAN RUMAH

PUSKESMAS : PERAWATAN ABELI

TANGGAL KUNJUNGAN RUMAH : 2 JUNI 2014

DATA RIWAYAT KELUARGA

I. IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. Basri

Umur : 53 tahun

Alamat : RT 2 RW 5 Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli

Pekerjaan : Nelayan

Agama : Islam

Suku : Makassar

Pendidikan : SD

II. RIWAYAT BIOLOGIS KELUARGA :

1. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang

2. Kebersihan perorangan : Sedang

3. Penyakit yang sering diderita : ISPA

4. Penyakit keturunan : Tidak ada

5. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada

6. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada

7. Pola makan : Kurang ( kurang bervariasi / 1-2x per hari)

8. Pola istirahat : Sedang

III. PSIKOLOGIS KELUARGA

1. Kebiasaan buruk : Merokok

2. Pengambilan keputusan : Ayah

3

Page 4: Laporan HT.docx

3. Ketergantungan obat : Tidak ada

4. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas

IV. KEADAAN RUMAH/ LINGKUNGAN

1. Jenis bangunan : non permanen

2. Lantai rumah : semen

3. Luas rumah : 800m2 (8m X 10m)

4. Atap rumah : Seng

5. Dinding rumah : Papan

6. Penerangan : cukup

7. Kebersihan : Kurang

8. Ventilasi : cukup

9. Dapur : Ada

10. Jamban keluarga : Ada

11. Sumber air minum : Air isi ulang

12. Sumber pencemaran air : Ada

13. Sistem pembuangan air limbah : Ada (lancar)

14. Tempat pembuangan sampah : Ada

15. Sanitasi lingkungan : kurang

V. SPIRITUAL KELUARGA

1. Ketaatan beribadah : Baik

2. Keyakinan tentang kesehatan : Baik

VI. KEADAAN SOSIAL KELUARGA

1. Tingkat pendidikan : Rendah

2. Hubungan antar anggota keluarga : Baik

3. Hubungan dengan orang lain : Baik

4. Keadaan ekonomi : Kurang

4

Page 5: Laporan HT.docx

VII. ANGGOTA KELUARGA

Gambar 1. Genogram anggota Keluarga

KETERANGAN :

1. OS : Laki-Laki, sakit (53 tahun)

2. Istri OS : Perempuan, sehat (48 tahun)

3. Anak I OS : Laki-Laki, meninggal saat usia 15 tahun karena komplikasi tifoid

4. Anak II OS : Laki-Laki, sehat (28 tahun) Pengawas Minum Obat OS

5. Anak III OS : Laki-laki, sehat (25 tahun)

5.1. Istri anak III OS : Perempuan, sehat (25 tahun)

6. Anak IV OS : Perempuan, sehat (23 tahun)

6.1. Suami anak IV OS : Laki-laki, sehat (27 tahun)

7. Anak V OS : Laki-laki, sehat (18 tahun)

7.1 Istri anak IV OS : Perempuan, sehat ( 21 tahun) janda anak 1

7.1.1. Anak istri anak IV OS : Laki-laki, sehat (3 tahun)

5

7.1

6

7.1.1

5.

76543

21

Page 6: Laporan HT.docx

Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam 1 rumah

No. NamaKedudukan dlm

KeluargaL/P

Umur (thn)

Pendidikan

Pekerjaan Ket.

1. Tn. B KK L 53 SD NelayanTB

PARU

2. Ny. I Istri P 49 SDBuruh pabrik

sehat

3. Tn. Z Anak II L 28 SMP Nelayan sehat

4. Ny. H Anak IV P 23 SMP IRT sehat

5. Tn. B Suami anak IV L 27 SMABuruh Pabrik

sehat

6. Tn. L Anak V L 18 SMABuruh Pabrik

sehat

7 Ny. S Istri anak V P 21 SMP IRT sehat

8. An. LAnak dari istri

anak VL 3 - - sehat

VIII. RESUME PENYAKIT DENGAN PENATALAKSANAAN YANG

DIBERIKAN

1. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Batuk sejak 1 bulan terakhir

Keluhan Tambahan :

Sesak, nafsu makan berkurang, berat badan turun, keringat malam.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 1 bulan terakhir, OS mengeluh pusing dan lemas. OS sulit tidur karena

batuk terus menerus. OS mengaku batuknya tidak bisa berhenti walau sudah minum

obat batuk yang dijual di warung dekat rumah. Penyakit ini sudah di deritanya selama

6

Page 7: Laporan HT.docx

hampir 1 bulan. Berat badan OS ketika itu adalah 41 kg namun OS tidak mengetahui

berat badan sebelum sakit karena tidak pernah ditimbang. Tapi menurut mengakuan

OS merasa badannya sangat kurus.

OS mengatakan tetangga di sekitar rumahnya (hanya berjarak 1 rumah dari

rumah OS) meninggal karena batuk lama namun tetangganya tersebut tidak pernah

berobat ke Puskesmas. OS mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini

sebelumnya. Riwayat merokok lama diakui OS. OS merokok sejak usia belasan tahun

dan baru berhenti saat didiagnosa menderita TB oleh dokter Puskesmas Abeli pada

Desember 2013.

Setelah 2 bulan pengobatan TB fase intensif, OS melakukan pemeriksaan

dahak sebagai kontrol pengobatan dan hasil dahak menjadi negatif sehingga OAT

dilanjutkan ke fase lanjutan dan berat badan OS naik menjadi 45 kg dan sekarang OS

telah memasuki pengobatan OAT bulan ke 5.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada

2. PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

o Tekanan darah : 120/70 mmHg

o Frekuensi nadi : 84 x/menit

o Frekuensi napas: 18 x/menit

o Suhu : 36,5 0 C

Kepala : Normosefali

Mata : Kedua konjungtiva tidak anemis dan kedua sklera tidak ikterik

Hidung : Tidak tampak septum deviasi dan tidak tampak sekret

7

Page 8: Laporan HT.docx

Telinga : Kedua telinga tidak tampak sekret, meatus akustikus eksternus

lapang

Leher : Tidak tampak pembesaran KGB regional, kelenjar tiroid tidak

tampak membesar.

Thoraks

Paru : BP : Vesikuler BT : Rh-/- Wh : -/-

Jantung : Bunyi jantung I -II reguler dan tidak terdengar gallop maupun

murmur

Abdomen : Tampak datar, supel, bising usus terdengar normal, nyeri tekan (-)

Hepar-lien tidak teraba membesar

Ekstremitas : Pada kedua ekstremitas tidak tampak edema dan akral hangat

Tinggi badan : 155cm

Berat badan : 45 Kg

Status gizi : Normal ( IMT 18,75)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

BTA SPS /+++

Tanggal 21-12-2013

4. DIAGNOSIS PENYAKIT :

TB Paru

5. DIAGNOSIS KELUARGA : -

6. HASIL PENATALAKSANAAN MEDIS

Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke rumah penderita pada tanggal 2 Juni

2014, penderita merasa keluhan berkurang.

8

Page 9: Laporan HT.docx

Faktor pendukung : Kesadaran penderita untuk sembuh, makan makanan

bergizi, peran keluarga untuk mengingatkan minum obat maupun, dan istirahat

cukup.

Faktor penghambat : Ekonomi keluarga yang pas-pasan menyebabkan

lingkungan rumah menjadi kurang sehat

Indikator keberhasilan : pengetahuan meningkat, kesadaran membuka jendela,

dan kepatuhan minum obat.

7. ANJURAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT

a. Promotif

Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit TB Paru,

komplikasi penyakit, dan keteraturan dalam berobat sehingga os menjadi lekas

sembuh, serta menghimbau agar dapat menjalankan pola hidup sehat dengan

mengkonsumsi makanan yang sehat, melakukan olahraga ringan secara rutin dan

mengurangi aktivitas yang berat dan menyita banyak pikiran.

b. Preventif :

Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan membuang

dahak/sputum tidak disembarang tempat dan menggunakan ember yang sudah

diberikan larutan pembasmi bakteri dan diisi air bila ingin membuang dahak.

Memotivasi untuk rutin meminum obatnya secara teratur. Memakai masker,

memisahkan alat makan yang digunakan dengan orang satu rumah. Menganjurkan

kepada anggota keluarga yang lain untuk tidak merokok di dalam rumah.

c. Kuratif :

Terapi medikamentosa :

OAT katergori 1 fase intensif : 1 x 3 tablet tiap hari

Rifampisin 150 mg

INH 75 mg

9

Page 10: Laporan HT.docx

Pirazinamid 400 mg 3x1 peroral

Etambutol 275 mg 3x1 peroral

OAT Kategori 1 fase lanjutan : 1 x 3 tablet

Rifampisin 150 mg

INH 150 mg

Terapi non medikamentosa:

1. Menjalankan pola hidup sehat (olah raga, makan makanan bergizi dan hindari

stress)

d. Rehabilitatif:

Minum secara obat yang teratur

7. PROGNOSIS

Penyakit : dubia ad bonam

Keluarga : dubia ad bonam

Masyarakat : dubia ad bonam

IX. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi Biologis dan Reproduksi

Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota

keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Istri dan keempat anaknya dalam

keadaan sehat, tidak memiliki riwayat DM, asma, dan penyakit jantung. Namun

anaknya memiliki kebiasaan merokok. OS dan istri mempunyai 5 orang anak, anak

pertama meninggal, 4 orang anak yang hidup terdiri dari 3 orang anak laki-laki dan 1

orang anak perempuan, 3 diantaranya telah berkeluarga. Perencanaan kelahiran anak

didiskusikan oleh penderita dan istrinya.

10

Page 11: Laporan HT.docx

2. Fungsi Psikologis

Saat ini penderita tinggal dengan istri, anak kedua, keempat dan kelima

beserta menantu dan anak dari istri anak kelimanya. Anak kedua bekerja sebagai

nelayan, yang merupakan pengawas minum obat (PMO) pasien. Anak ketiga tinggal

bersama istrinya di kecamatan Nambo, sedangkan anak keempat dan kelima tinggal

bersama di rumah OS beserta suami, istri dan anaknya. Hubungan dengan keluarga

baik. Waktu luang digunakan untuk mengobrol dengan keluarga dan menonton TV.

Semua masalah yang berhubungan dengan keluarga diselesaikan dengan

musyawarah. Jika ada masalah pribadi dibicarakan dengan istri.

3. Fungsi Pendidikan

Pendidikan terakhir os tamat SD, istri os tamat SD. Anak kedua dank e ketiga

tamat SMP sementara anak keempat dan kelima tamat SMA. Menantunya tamatan

SMP. Tidak terdapat perencanaan dan dana khusus untuk pendidikan anak.

4. Fungsi Sosial

Penderita tinggal di kawasan perkampungan yang padat penduduk. Hubungan

dengan tetangga terjalin baik dan pergaulan umumnya berasal dari kalangan

menengah ke bawah.

5. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Sebelum sakit sumber penghasilan keluarga dari pasien yang bekerja sebagai

nelayan. Namun dibantu dengan istri dan anaknya, tapi setelah menderita TB pasien

sudah tidak bekerja. Sumber penghasilan dalam keluarga dari istri yang bekerja

sebagai buruh pabrik, anak kedua sebagai nelayan, suami anak ke empat dan anak

kelimanya bekerja sebagai buruh pabrik dengan rata-rata penghasilan perbulan tidak

tetap, kadang Rp 1.000.000 perbulan, namun kadang lebih.

11

Page 12: Laporan HT.docx

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Tuberculosis paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim

paru, disebabkan oleh bakeri Mycobacterium tuberculosis.

II. Etiologi

Penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk basil dan bersifat tahan asam

sehingga dikenal juga sebagai

Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada

tanggal 24

Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil

Koch. Bahkan penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum

(KP).

Gambar 2. Bakteri Mycobacterium tuberkulosa

III. Epidemiologi Penyakit TB

Penyakit TB dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,

miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan

seperempat juta kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya

12

Page 13: Laporan HT.docx

disebabkan oleh TB. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan

masalah TB di dunia. Survei prevalensi TB yang dilakukan dienam propinsi pada

tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TB di Indonesia berkisar

antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TB Global yang

dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TB pada tahun 2002

mencapai 555.000 kasus (256

kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

IV. Cara Penularan Penyakit TB

Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk, dan pada

anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB dewasa. Bakteri ini

bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi

banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat

menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah

infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak,

ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun

demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Gambar 3. Penyebaran Kuman TB

13

Page 14: Laporan HT.docx

V. Patogenesis

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka

dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya

melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB ini akan berusaha dihambat melalui

pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme

pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan

bakteri TB akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang

sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap

dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan

tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel

bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam

paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).

Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami

pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB.

VI. Faktor – Faktor Resiko TB

1. Faktor Umur

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu

umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian

yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan

menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat

secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya

mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru

adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

14

Page 15: Laporan HT.docx

2. Faktor Jenis Kelamin.

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada

tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan

jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada

wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat

sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru

Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki

sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya

TB paru.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan

seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan

pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka

seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain

itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjannya.

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap

individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di

daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.

Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama

terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga

yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi

makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap

kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan

dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai

dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang

15

Page 16: Laporan HT.docx

kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru.

Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka

kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan

mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.

5. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk

mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan

kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB

paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per

tahun adalah 230 batang, relative lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di

Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di

Pakistan. Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50%

terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan

adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.

6. Kepadatan hunian kamar tidur

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,

artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah

penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping

menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga

terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan

dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas

bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10

m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk

mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu

dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari

16

Page 17: Laporan HT.docx

dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin

volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

7. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela

kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang

leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat

membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya basil TB, karena itu

rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.Intensitas

pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux.,

kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya

dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman

untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak

berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang

melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar

matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur

maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.

8. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga

agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan

oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu

kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik

karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini

akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri

penyebab penyakit, misalnya kuman TB.

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari

bakteribakteri,terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang

17

Page 18: Laporan HT.docx

terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya

adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban

(humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas

lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal

5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas

lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara

dalam ruangan. Umumnya temperature kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara

optimum kurang lebih 60%.

9. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB.

Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan

dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan

dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium

tuberculosis.

VII. Gejala Klinis

Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang

timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas

terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara

klinik.

1. Gejala sistemik/umum

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam

hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan

bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan.

· Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

· Perasaan tidak enak (malaise), lemah

18

Page 19: Laporan HT.docx

2. Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang

perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

Rontgen dada (thorax photo).

a. Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan darah rutin:

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju

endapan darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah yang

normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositosis juga kurang spesifik.

Pemeriksaan bakteriologik:

Untuk pemeriksaan bakteriologik ini spesimen dapat diambil dari sputum,

bilasan lambung, jaringan baik lymph node atau jaringan reseksi operasi, cairan

pleura, cucian lambung, cairan serebrospinalis, pus / aspirasi abses, urine, apusan

laring.

1. Pemeriksaan mikroskopik biasa

Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam. Dibutuhkan

paling sedikit 5000 batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan.

Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan pewarnaan

Kinyoun-Gabbett.

Cara pengambilan sputum tiga kali (3 X) dengan cara;

1. Spot (sputum saat kunjungan pertama)

2. Sputum pagi (keesokan harinya)

3. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua).

Untuk penilaian terlihat pada tabel berikut :

19

Page 20: Laporan HT.docx

Tabel 2. Penilaian Sputum BTA

VIII. Pengobatan Penyakit TB

Pengobatan bagi penderita penyakit TB akan menjalani proses yang cukup

lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih.penyakit TB

bisa disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-

obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi

yang cukup baik. Untuk mengetahui perkembangannya yang kebih baik maka

disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah,sputum urine dan

Xray atau raontgen setiap 3 bulannya.

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,yaitu tahap awal intensif dan tahap

lanjutan:

1. Tahap Awal (intensif)

Pada tahap awal intensif (awal) pasien mendapat 3 atau 4 obat sekaligus setiap

hari selama 2 bulan dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

kekebalan obat Bila pengobatan tahan intensif tersebut diberikan secara

tepat,biasanya pasien menular menjadi tidak menular dala kurun waktu 1-2 bulan.

20

Page 21: Laporan HT.docx

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,2 macam

saja.namun dalam jangka waktu yang lebih lama biasanya 4 bulan. Obat dapat

diberikan setiap hari maupun secara intermiten, beberapa dalam 1 minggu. Tahap

lanjutan penting adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

Jenis obat yang digunakan INH, rifampisin, ethambutol, pirazinamid,

streptomicin(inj). Paduan pengobatan TB Paru :

Kategori 1

1. Pasien baru TB Paru BTA positif

2. Pasien TB Paru BTA negatif dengan gambaran foto thorax sesuai TB

3. Pasien TB diluar paru

4. 2RHZE/4R3H3 atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4RH

Kategori 2

1. Pasien yang sudah sembuh lalu kambuh lagi

2. Pasien gagal , yang tidak sembuh diobati

3. Pasien dengan pengobatan setelah sempat berhenti berobat

4. 2RHZES/1RHZE atau 2RHZES/1RHZE/5RHE

Kategori 3

1. Kasus TB Paru sputum BTA (-) selain dari kategori 1

2. TB ekstrapulmoner (menengah berat)

3. 2RHZE / 4 RH/6RHE atau 2RHZ/4R3H3

21

Page 22: Laporan HT.docx

Berat Badan Tahap Intensif

(tiap hari selama 2 bulan)

Tahap Lanjutan ( 3 kali

seminggu selama 4 bulan)

30-37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC

38-54 kg 3 Tablet 4FDC 3 tablet 2FDC

55-70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC

>70 kg 5 TABLET 4FDC 5 tablet 4FDC

Tabel 3. Panduan Pemberian OAT di Puskesmas

XI. Strategi DOTS

DOTS adalah suatu strategi yang sudah dibaku oleh badan kesehatan dunia

WHO dalam program pemberantasan TB. DOTS sendiri kepanjangan dari “Directly

Observed Treatment,short-course” yang mempunyai 5 komponen :

1. Komitmen pemerintah dalam program pemberantasan TB dimasyarakat sampai

tuntas,

2. Diagnosis pasien-pasien TB berdasar pemeriksaan dahak (sputum BTA)secara

microskopik.

3. Pemberian obat secara standart selama minimal 6 bulan.

4. Terjamin ketersediaan obat

5. Pencatatan dan pelaparan yang baik terhadap kasus-kasus TB yang diobati.

Dimana dan kapan saja pasien diobati harus dicatat dan dilaporkan ke Dinas

Kesehatan setempat.

22

Page 23: Laporan HT.docx

BAB III

ANALISIS KASUS

Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 2 Juni 2014,

didapatkan bahwa pasien menderita TB Paru. Pasien berusia 53 tahun. Pasien kurang

memberi perhatian yang cukup baik akan keadaan kesehatan dirinya dan anggota

keluarganya. Pasien seorang nelayan. Pasien memiliki 5 orang anak, Anak pertama

meninggal karena komplikasi tifoid, 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. 3

diantaranya telah berkeluarga.

Pasien tinggal bersama istri, anak ke-2, anak ke-4 dan suami, anak ke-5 dan

istri serta anaknya. Rumah pasien tergolong tidak sehat dilihat dari ventilasi yang

kurang memadai. Penerangan rumah kurang baik, kebersihan rumah kurang baik.

Rumah pasien berlantaikan semen. Di dalam rumah terdapat dapur dan kamar tidur

yang tidak memiliki ventilasi. Jamban yang digunakan berada di rumah sendiri.

Terdapat pembuangan sistem pembuangan air limbah dan sampah di depan rumah

pasien. Rumah pasien terdapat pekarangan sempit yang digunakan hanya untuk

membakar sampah.

Lingkungan sekitar rumah pasien juga terbilang kumuh, banyak sampah yang

berserakan dengan kepadatan rumah yang cukup tinggi. Pasien mengaku tetangga

yang berjarak 1 rumah dari rumahnya meninggal pada bulan November 2013 karena

batuk-batuk lama yang tidak diobati.

Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang

cukup taat beribadah beragama Islam, pasien berpuasa dan sering sholat. Istri OS

ketika diperiksa tidak menunjukan gejala-gejala seperti yang dialami oleh OS.

Saat ini kondisi pasien masuk dalam pongobatan TB akhir bulan ke 5,

sehingga apabila obat yang saat ini telah habis, maka sputum pasien akan diperiksa

kembali. Keadaan pasien saat ini cukup baik bila dibandingkan dengan kondisi saat

pertama kali didiagnosa. Sudah tidak ada keluahan yang dirasakan pasien saat ini.

23

Page 24: Laporan HT.docx

Selain pengobatan secara medis yang berkala, untuk mencapai tingkat

kesehatan yang lebih optimal hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang

lebih sehat, kebersihan diri yang lebih baik, asupan gizi yang baik, memperbaiki pola

makan dan berolah raga secara teratur, serta keadaan psikologis yang lebih baik

(keluarga yang mendukung dalam minum obat serta rekreasi sehingga dapat

mengurangi tingkat stres).

24

Page 25: Laporan HT.docx

BAB IV

PENUTUP

I. KESIMPULAN

Tuberkulosis paru sampai saat ini masih merupakan problem kesehatan yang

masih sulit terpecahkan. Penyakit TB dianggap menakutkan karena bila menyerang

paru-paru dan tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru

sehingga dapat menyebabkan kematian. Selain itu penularannya sangat mudah, yaitu

melalui dahak penderita yang keluar bersama batuknya, kemudian mengering dan

menjadi droplet di udara sehingga dapat mengenai siapa saja. Penyakit TB semakin

banyak menjangkiti populasi karena semakin rendah daya tahan tubuh. Selain itu

kurangnya perhatian terhadap kebersihan linkungan(udara) dan gizi yang seimbang

semakin memperberat angka kejadiannya.

II. SARAN

Kasus penyakit TB paru sangat terkait dengan faktor prilaku dan

lingkungan,karena faktor lingkungan, sanitasi dan hygiene terutama terkait dengan

keberadaan kuman, dan proses penularan penyakit TBC. Sedangkan faktor perilaku

sangat berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak

terinfeksi kuman TB. Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan

kita bisa terpapar dengan kuman TB. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh

kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita

terpapar dengan kuman TB tidak akan timbul gejala.

Dimulai dari perilaku hidup sehat yaitu:

makan-makanan yang bergizi dan seimbang.

istirahat yang cukup.

olah raga teratur.

hindari rokok, alkohol, obat bius, dan hindari stress.

25

Page 26: Laporan HT.docx

tidak meludah sembarangan tempat(meludah di tempat yang terkena sinar

matahari atau tempatyang diisikarbol/lisol).

menutup mulut dengan tissue apabila batuk atau bersin.

membuang tissue yang sudah digunakan ke tempat sampah

Penatalaksanaan lingkungan terutama pada pengaturan syarat -syarat rumah

sehat diantaranya:

ventilasi dengan pencahayaan yang baik

luas hunian dengan jumlah anggota keluarga

kebersihan rumah dan lingkungan tempat tinggal

penanaman pohon untuk program green & clean, untuk memperoleh udara

yang bersih.

Saran kepada petugas kesehatan

1. Kepada petugas kesehatan perlu memberikan pengetahuan lebih kepada Pasien

tentang penyakit TB Paru.

2. Pada petugas kesehatan harus lebih berperan aktif dalam peningkatan pengobatan

bagi pasien penyakit TB Paru

26

Page 27: Laporan HT.docx

DAFTAR PUSTAKA

Ananda T. Tuberculosis. [ serial on internet]. 2009. [cited 2014 Jun 1]. Available

from : http://www.emedicine.com

Depkes RI. Modul IV Pengobatan Pasien TB di UPK. Pelatihan Penanggulangan TB

Bagi Pengelola Program TB. Jakarta. 2009.

Depkes RI. Modul VI Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Strategi DOTS di UPK.

Penanggulangan TB Bagi Pengelola Program TB. Jakarta. 2009.

Depkes RI. Pedoman kerja puskesmas.Jilid III tahun 2010 hal G-28.

Razis A. Tuberkulosis Paru dalam Panduan Pelayanan Medik. ed 3. Jakarta: FKUI;

2009.hal109-11.

World Health Organization. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. [serial on the

internet]. 2010 [cited 2014 Jun 1 ]. Available from :

http://tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010.pdf.

27

Page 28: Laporan HT.docx

LAMPIRAN

Gambar 1. Ruang tamu pasien dengan ventilasi yang cukup

Gambar 2. Ruang tengah dengan pintu dan jendela yang selalu dibuka

28

Page 29: Laporan HT.docx

Gambar 3. Kamar tidur yang pengap tanpa ventilasi

Gambar 4. Hasil konversi BTA pasien bulan ke 2 pengbatan

29

Page 30: Laporan HT.docx

Gambar 5. Foto bersama pasien dan programer P2M Puskesmas Abeli

30