LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · 2017. 6. 6. · LAPORAN HIBAH PENELITIAN...
Transcript of LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN · 2017. 6. 6. · LAPORAN HIBAH PENELITIAN...
LAPORAN
HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN
ANALISIS PEMBEBANAN LALU LINTAS PADA
PERENCANAAN JALAN-JALAN PERINTIS
Studi Kasus: Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida, Bali
Nama Peneliti:
Dr. Ir. I Wayan Suweda, MSP. MPhil.
Ir. Nyoman Widana Negara, MSc.
Kadek Arisena Wikarma, ST.
I Putu Bela Yusdiantika, ST.
Program Studi Magister Teknik Sipil
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
i
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sanghyang Wihi Wasa
menyelimuti kami, karena atas karuniaNya penelitian dengan judul “ANALISIS
PEMBEBANAN LALU LINTAS PADA PERENCANAAN JALAN-JALAN
PERINTIS, Studi Kasus: Jalan Perintis sebagai Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida,
Bali” dapat terselesaikan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mempersiapkan suatu metode pembebanan
lalu lintas dalam perencanaan jalan pengembangan wilayah melalui pembangunan
infrastruktur jalan di Nusa Penida, sehingga dapat diajukan untuk memperoleh bantuan
dana pembangunan, baik dari Pemerintah Daerah tingkat I Provinsi Bali maupun dari
Pemerintah Pusat. Dengan demikian, harapan masyarakat untuk memiliki jalan
melingkar di Nusa Penida dapat terwujud.
Penelitian ini didanai dari Hibah Penelitian Ketekniksipilan, Program Studi
Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Untuk itu, pada
kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
ketua dan Pengurus Program Studi Magister Teknik Sipil, Program Pascasarjana,
Universitas Udayana Bapak Alit Suthanaya, ST., MEng.Sc., Ph.D. dan staf yang telah
menyetujui Dana Hibah Pascasarjana untuk dimanfaatkan dalam penelitian ini. Terima
kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian Penelitian ini, baik pada saat tahapan survai data maupun dalam proses
penyusunan laporannya.
Akhir kata, semoga laporan Penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukan. Terima kasih.
Denpasar, September 2015
Penulis
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
ii
ABSTRAK
ANALISIS PEMBEBANAN LALU LINTAS PADA
PERENCANAAN JALAN-JALAN PERINTIS
Studi Kasus: Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida, Bali
Luas wilayah Kecamatan Nusa Penida sekitar 20.284 ha hampir dua kali lipat dibandingkan luas
3 kecamatan kabupaten Klungkung lainnya yang berlokasi di Bali daratan (11.216 Ha). Namun,
kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan pembangunannya sangat tertinggal. Disparitas antar
wilayah ini dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah “keterisolasian”
wilayah Nusa Penida yang ditandai dengan rendahnya tingkat aksesibilitas ke kawasan yang
terpisahkan oleh selat ini. Keterbelakangannya terlihat jelas, apalagi di wilayah Nusa Penida
bagian Barat dan Selatan yang berbukit dengan pantai yang bertebing curam. Untuk itu perlu
direncanakan dan dibangun jalan perintis/pioneering yang melingkar dari wilayah Barat dan
Selatan, untuk meningkatkan aksesibilitas terutama kebagian wilayah Utara yang memiliki
banyak pelabuhan menuju Pulau Bali daratan.
Secara geografis, lokasi Nusa Penida relatif dekat dengan objek-objek wisata yang sudah
mendunia, seperti Sanur, Nusa Dua, Kuta, Gianyar dan Kota Denpasar. Apalagi dari
ketersediaan lahan masih sangat luas dan alamiah dengan harga yang relatf rendah. Disisi lain,
wilayah ini memiliki banyak objek-objek wisata menarik yang masih terisolasi sepanjang pantai
Barat dan Selatan. Semua ini tentunya akan memberikan prospek pengembangan wilayah yang
pesat apabila aksesibilitasnya ditingkatkan.
Dalam prediksi pembebanan lalu lintas pada rencana jalan perintis Nusa Penida ini tentunya tak
dapat semata-mata didasarkan atas bangkitan perjalanan eksisting yang sangat kecil. Sementara
ini belum adanya jaringan jalan eksisting yang memadai hanya jalan-jalan lokal dengan kontur
jalan setapak dan kalaupun diperkeras relatif sudah rusak tanpa adanya pemeliharaan. Bangkitan
perjalanan eksisting yang sangat kecil namun berprospek untuk berkembang pesat dikemudian
hari membutuhkan asumsi-asumsi dan metode pembebanan tersendiri, untuk mengantisipasi
perkembangan sesuai dengan umur rencana jalan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nusa
Penida. Untuk itu dikembangkan metode analogi dengan wilayah yang mempunyai karakteristik
masyarakat dan jaringan jalan yang sama. Metode analogi dikembangkan melalui studi banding
terhadap wilayah Bali lainnya yang juga berkapur dengan kawasan wisata sejenis. Untuk tahun
eksisting (Nusa Penida belum dilewati jalan berkelas/hanya jalan setapak) bangkitan perjalanan
zona yang berbasis desa relatif analog dengan Desa Pecatu di wilayah Bukit tahun 2000, yaitu
setiap penduduk rata-rata melakukan perjalanan 0,34 orang-perjalanan/hari. Sedangkan, untuk
prediksi tahun 2020 dimana jalan lingkar Nusa Penida diasumsikan sudah selesai, masyarakat
sudah jauh lebih berkembang dan perjalananpun semakin meningkat. Kondisi ini dapat
dianalogikan dengan Desa Jimbaran tahun 2000 dengan lintasan utama jalan By-pass Ngurah
Rai dengan perjalanan per penduduk meningkat dua kali lebih, yaitu 0,81 orang-perjalanan/hari.
Dengan demikian, sesuai perkembangan wilayah Nusa Penida dimasa depan maka dapat
diprediksi bahwa lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang membebani jalan perintis di awal Umur
Rencana (2020) adalah 5.800,62 smp/hari dengan volume jam sibuk sebagai Volume Jam
Perencanaan (VJP) sebesar 725,08 smp/jam. Sedangkan, bangkitan perjalanan yang harus
diakomodasi jalan perintis diakhir Umur Rencana jalan (2045) sudah mencapai 37.576,31
smp/hari dengan volume jam sibuk/VJP 4.697,05 smp/jam. Dengan asumsi kondisi lingkungan
yang masing perdesaan, maka kapasitas jalan 2/2UD didaerah perbukitan tersebut adalah 2.910
smp/jam. Selanjutnya, dari analisis pembebanan dan kapasitas jalan menunjukkan bahwa tahun
2038 jalan perintis Nusa Penida sudah harus diperlebar dari 2 lajur menjadi 4 lajur untuk
melayani lalu lintas pada ke-2 arahnya.
Kata Kunci: jalan perintis, metode analogi, nusa penida
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran Penelitian ................................................ 2
1.4 Skope Penelitian ..................................................................................... 3
1.5 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1 Umum .................................................................................................... 5
2.2 Penetapan Sistem Zona dalam Perencanaan Pembebanan Jalan .......... 5
2.3 Sistem Transportasi Makro ................................................................... 8
2.3.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi .......................... 8
2.3.2 Sistem Jaringan atau Prasarana Transportasi .............................. 8
2.3.3 Sistem Pergerakan atau Arus Lalu Lintas .................................. 8
2.3.4 Sistem Kelembagaan atau Institusi ............................................. 9
2.4 Prinsip-prinsip yang Mendasari Interaksi Sistem Aktivitas/Tata Guna
Lahan (TGL) dan Sistem Jaringan/Transportasi ................................... 10
2.5 Perkiraan Arus Lalu Lintas .................................................................. 13
2.5.1 Bangkitan Perjalanan .................................................................. 15
2.5.2 Distribusi Perjalanan ................................................................... 16
2.5.3 Pemilihan Moda Perjalanan ....................................................... 17
2.5.4 Pemilihan Rute ............................................................................ 18
2.6 Konsep Pembebanan Lalu lintas pada Jalan-Jalan Perintis ................... 20
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 24
3.1 Umum .................................................................................................... 24
3.2 Tahapan dan Diagram Alir Penelitian ................................................... 24
3.3 Survei Geometri Jalan Eksisting ........................................................... 26
3.4 Survei Lalu Lintas ................................................................................. 27
3.4.1 Survei Volume Kendaraan .......................................................... 27
3.4.2 Survei Kecepatan Perjalanan ...................................................... 27
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
iv
3.5 Bangkitan Perjalanan Nusa Penida ....................................................... 27
3.5.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Berbasis
Desa ............................................................................................ 27
3.5.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Berbasis
Pelabuhan .................................................................................... 28
3.5.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona Kawasan
Efektif Pariwisata (KEP) ............................................................ 29
3.6 Proyeksi Bangkitan Perjalanan Nusa Penida ........................................ 29
3.6.1 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan .............................. 29
3.4.2 Analisis dan Peramalan Lalu lintas di Nusa Penida ................... 30
3.7 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis Nusa
Penida .................................................................................................... 30
3.8 Kesimpulan dan Saran-saran dari Studi Kasus Penelitian .................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 32
4.1 Sistem Zona dalam Pemodelan Wilayah Pengaruh (WP) Jalan ............ 32
4.2 Jaringan Jalan dan Jarak Antar-Zona ..................................................... 37
4.3 Kondisi Lalu Lintas Eksisting di Nusa Penida ...................................... 41
4.3.1 Volume Jam Sibuk dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata ................ 41
4.3.2 Komposisi Arus Lalu-Lintas ....................................................... 42
4.3.3 Kecepatan Perjalanan .................................................................. 42
4.4 Bangkitan Perjalanan Zona-Zona di Wilayah Pengaruh ....................... 43
4.4.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona
Berbasis Desa .. .......................................................................... 44
4.4.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona
Berbasis Pelabuhan .. ................................................................. 46
4.4.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona
Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) .. ......................................... 47
4.5 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan ......................................... 49
4.6 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis di Nusa
Penida .................................................................................................... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 54
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 54
5.2 Saran-Saran ........................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57
LAMPIRAN SK REKTOR UNUD ..................................................................... 59
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian .......................................................................... 4
Gambar 2.1 Hubungan Zona di Wilayah Penelitian dan Asal-Tujuan
Perjalanan ...................................................................................... 6
Gambar 2.2 Pemodelan Zona Internal dan Eksternal dalam Wilayah
Penelitian Nusa Penida ................................................................ 7
Gambar 2.3 Sistem Transportasi Makro .......................................................... 10
Gambar 2.4 Definisi Perjalanan Eksisting dan Bangkitan Perjalanan Akibat
Adanya Jalan Baru ........................................................................ 12
Gambar 2.5 Keterkaitan Tata Guna Lahan/Transportasi dalam Metode 4
Tahap ............................................................................................ 14
Gambar 2.6 Bangkitan Perjalanan .................................................................... 15
Gambar 2.7 Distribusi Perjalanan .................................................................... 17
Gambar 2.8 Pemilihan Moda Transportasi ...................................................... 18
Gambar 2.9 Arus Lalu Lintas pada Jaringan Jalan .......................................... 19
Gambar 2.10 Tahapan Perkiraan Arus Lalu Lintas dan Faktor-Faktor yang
Berpengaruh .................................................................................. 20
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian dalam Analisis Pembebanan Lalu Lintas ...... 26
Gambar 4.1 Lokasi 14-Zona Desa di Pulau Nusa Penida (Nusa Gede) .......... 33
Gambar 4.2 Lokasi 4 (Empat) Zona Kawasan Efektif Pariwisata di Pulau
Nusa Penida ................................................................................. 34
Gambar 4.3 Lokasi 5 (Lima) Zona Pelabuhan di Pulau Nusa Penida ............. 35
Gambar 4.4 Sistem Zona, Pusat Zona dan Jalan Penghubung Antar-zona ...... 36
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Zona Bangkitan Perjalanan di Nusa Penida ...................................... 37
Tabel 4.2 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Jalan
Eksisting (dalam satuan: meter) ......................................................... 39
Tabel 4.3 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Eksisting
dan Rencana Jalan Lingkar Nusa Penida (dalam satuan: meter) ....... 40
Tabel 4.4 Volume Lalulintas Segmen jalan Toyapakeh-Suana ........................ 41
Tabel 4.5 Komposisi Arus Lalulintas di Jalan Toyapakeh-Suana Nusa Penida 42
Tabel 4.6 Fluktuasi Kecepatan Lalu lintas pada jam-jam sibuk segmen jalan
Toyapakeh-Suana, Nusa Penida ......................................................... 42
Tabel 4.7 Derajat Kejenuhan Pada Jalan Toyapakeh-Suana, Nusa Penida ....... 43
Tabel 4.8 Karakteristik tiap-tiap zona bangkitan perjalanan di Nusa Penida .... 45
Tabel 4.9 Jumlah Penumpang Naik di Pelabuhan Bali Daratan Menuju Nusa
Penida ................................................................................................. 46
Tabel 4.10 Jumlah Penumpang Turun pada Pelabuhan Nusa Penida tahun 2013 46
Tabel 4.11 Data Kunjungan Wisatawan di Nusa Penida, Kabupaten
Klungkung Tahun 2013 ..................................................................... 48
Tabel 4.12 Prediksi Bangkitan Perjalanan pada 23 zona di Nusa Penida ........... 50
Tabel 4.13 Proyeksi VJP dan LHR pada jalan Lingkar Nusa Penida
(UR= 25 tahun) .................................................................................. 52
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Telah disadari infrastruktur jalan berperan penting dalam mendukung
pengembangan bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan. Namun, dalam
pembangunannya seringkali menimbulkan berbagai dilema kepentingan. Untuk dapat
memenuhi fungsinya, jaringan jalan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan
wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah,
membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional serta membentuk struktur ruang
dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan, baik lokal maupun secara nasional.
Di wilayah Klungkung sendiri pengembangan infrastruktur jalan relatif lambat dan
hanya terdapat 17,40 km jalan negara (arteri primer), 20,97 km jalan provinsi (kolektor
provinsi), 342,46 km jalan kabupaten (kolektor kabupaten) dan 203,226 km jalan desa
(lokal). Ketiadaan anggaran dalam perencanaan dan pembangunan merupakan alasan
klasik utama.
Secara geografis, Kabupaten Klungkung memiliki dua cakupan wilayah yaitu
wilayah daratan dan wilayah pulau dengan kondisi yang sangat berbeda. Bila dilihat
perbandingan komposisi luas wilayah terlihat bahwa hanya sepertiga terletak di daratan
Pulau Bali (11.216 Ha) dan duapertiganya terletak di wilayah kepulauan Kecamatan
Nusa Penida (20.284 Ha). Meskipun secara geografis luas wilayah Kecamatan Nusa
Penida lebih besar, namun kondisi sosial-ekonomi dan pembangunan dirasakan sangat
tertinggal dibandingkan dengan 3 (tiga) kecamatan lainnya yang berada di daratan Bali.
Kedua wilayah yang dipisahkan oleh laut ini, mengalami disparitas pertumbuhan
(growth disparities) sosial ekonomi yang begitu menjolok. Disparitas pertumbuhan ini
dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah “keterisolasian” wilayah
Nusa Penida yang ditandai dengan rendahnya tingkat aksesibilitas ke kawasan ini.
Kecamatan Nusa Penida yang meliputi wilayah Nusa Penida (Nusa Gede), Nusa
Ceningan dan Nusa Lembongan dengan kondisi geografis terpisah dari daratan Pulau
Bali, sampai saat ini satu-satunya akses transportasi yang tersedia adalah transportasi
laut atau penyeberangan. Pelabuhan penyeberangan yang representatif adalah pelabuhan
Mentigi yang terletak di Nusa Penida dan pelabuhan Padangbai di Kabupaten
Karangasem. Sedangkan, beberapa pelabuhan penyeberangan tradisional yang ada di
Kabupaten Klungkung daratan adalah Kusamba, Banjar Bias dan Banjar Tribuana yang
ketiganya terletak di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, dimana semua pelabuhan
tersebut mempunyai kapasitas yang sangat terbatas. Selama ini, asal-tujuan (origin and
destination) pergerakan dihubungkan dengan perahu motor yang dikelola secara
tradisional dengan skala kecil dengan asal-tujuan yang juga tersebar dibeberapa lokasi
lainnya. Demikian juga dengan sarana dan prasarana pelabuhan belum terencana dengan
baik.
Disamping itu, ruas-ruas jalan eksisting di Pulau Nusa Penida kurang memenuhi
standar yang disyaratkan oleh Bina Marga. Untuk mengantisipasi hal tersebut supaya
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB I PENDAHULUAN 2
pulau Nusa Penida bisa tumbuh perekonomiannya perlu memprioritaskan pembangunan
jalan sebagai infrastruktur perintis pembangunan wilayah. Pemerintah dapat
memanfaatkan dana yang berasal dari Dana APBD Kabupaten Klungkung dan APBD
Provinsi Bali maupun Dana Pusat APBN. Hal ini telah disadari yang tercermin dari
diprogramkannya pembangunan jalan di Pulau Nusa Penida, baik berupa jalan arteri
kolektor, maupun jalan lokal yang mempunyai fungsi utama untuk mengejar
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Demokratisasi ruang yang belum terwujud
menyebabkan Nusa Penida, khususnya bagian Barat dan Selatan masih alamiah, sepi
penduduk dengan bangkitan perjalanan yang relatif sangat kecil. Oleh karenanya,
perencanaan pembebanan lalu lintas dalam penyediaan sistem jaringan harus dapat
memprediksi secara akurat perkembangan wilayah dan kebutuhan pergerakan yang
diakibatkan oleh perubahan sistem kegiatan dan aktifitas penduduk, apabila akan
dibangun jalan perintis untuk pengembangan wilayahnya dimasa depan.
1.2 Rumusan Masalah
Kondisi eksisting yang masih alamiah namun berlokasi relatif dekat dengan
kawasan-kawasan pariwisata yang sudah berkembang mendunia seperti Nusa Dua,
Sanur, Kuta, Denpasar Gianyar mempunyai prospek dan potensi perkembangan yang
pesat apabila ditunjang infrastruktur jalan yang memadai. Hal ini memerlukan analisis
pembebanan yang berbeda dengan daerah atau wilayah yang sudah berkembang dalam
perencanaan pembebanan lalu lintas jalannya. Permasalahan-permasalahan utama dalam
analisis lalu lintasnya dapat meliputi:
o Faktor-faktor apa saja yang secara signifikan berpengaruh terhadap bangkitan
perjalanan dimasa depan,
o Bagaimanakah potensi pengembangannya bila dikaitkan dengan kawasan wisata
sekitarnya yang sudah berkembang lebih dulu,
o Bagaimanakah analisis pembebanan lalu lintasnya bila dibangun jalan pada wilayah
yang belum berkembang ini.
o Bagaimanakah kebutuhan terhadap jumlah lajur jalan perintis yang direncanakan.
1.3 Maksud, Tujuan dan Sasaran Penelitian
Maksud diadakan studi analisis pembebanan lalu lintas ini adalah untuk
mempersiapkan suatu perencanaan jalan dalam pengembangan wilayah melalui
pembangunan infrastruktur di Nusa Penida, sehingga dapat diajukan untuk memperoleh
bantuan dana pembangunan, baik dari Pemerintah daerah tingkat I Provinsi Bali
maupun dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian, program-program yang telah
dicanangkan dapat terwujud tahap demi tahap.
Tujuan dari analisis pembebanan lalu lintas pada perencanaan jalan-jalan
perintis sebagai Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida adalah sebagai berikut:
a) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan apabila
dibangun jalan perintis dibagian Barat-Selatan Nusa Penida, dalam rangka
mempercepat pengembangan wilayah yang belum berkembang saat ini.
b) Menentukan faktor pertumbuhan pembebanan lalu lintasnya sampai akhir Umur
Rencana (UR) jalan.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB I PENDAHULUAN 3
c) Menganalisis pembebanan lalu lintas yang akan mempengaruhi kebutuhan jumlah
lajur jalan.
d) Menentukan kebutuhan lajur jalan pada jalan perintis yang direncanakan berdasarkan
pertumbuhan pembebanan yang ada.
Sedangkan, sasaran yang ingin dicapai dalam pembebanan lalu lintas pada
perencanaan jalan perintis Barat-Selatan Nusa Penida yang nantinya diharapkan
sebagai Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida ini adalah sebagai berikut:
o Terwujudnya jalan melingkar di Nusa Penida
o Peningkatan kondisi dan kapasitas jalan-jalan eksisting
o Mengatasi disparitas wilayah dalam rangka pemerataan pembangunan di Kabupaten
Klungkung.
1.4 Skope Penelitian
Skope penelitian analisis pembebanan lalu lintas jalan perintis dibagian Barat-
Selatan Nusa Penida yang juga sebagai ruas jalan kolektor, adalah:
a. Kajian wilayah dan rencana zona-zona pengembangan wilayah.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi bangkitan perjalanan
sehubungan dengan prinsip trase jalan yang ditetapkan.
c. Menganalisis perkembangan kawasan sekitar yang menentukan faktor pertumbuhan
lalu lintas yang berpengaruh langsung terhadap besarnya beban lalu lintas jalan.
d. Menganalisis pembebanan lalu lintas dari tahun ke tahun sepanjang Umur Rencana
(UR) jalan perintis Barat-Selatan Nusa Penida yang direncanakan.
e. Menghitung jumlah lajur yang dibutuhkan sesuai perkembangan beban lalu lintas
yang harus diakomodasi oleh jalan perintis tersebut.
1.5 Lokasi Penelitian
Lokasi kegiatan penelitian untuk analisis pembebanan lalu lintas yang
diharapkan sebagai jalan perintis melingkari pulau Nusa Penida ini adalah di Kecamatan
Nusa Penida bagian Barat dan Selatan dengan cakupan wilayah perencanaan relatif
berada didaerah yang mendekati kawasan pantai, seperti ditunjukkan Gambar 1.1,
berikut.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB I PENDAHULUAN 4
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
U
Jalan Perintis
Lingkar
Barat-Selatan
Nusa Penida
Jalan
Eksisting
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Perencanaan pembangunan jaringan jalan pada suatu wilayah ditujukan untuk
mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar kota/wilayah sesuai
dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efisien, adil dan
aman. Prinsipnya, pada pembangunan dan pengembangan wilayah pendekatan
pembagian ruang dapat dilakukan berdasarkan aspek fungsi, kegiatan dan administrasi.
Berdasarkan aspek fungsi, ruang dibagi atas kawasan lindung, yaitu kawasan yang dapat
menjamin kelestarian lingkungan; dan kawasan budidaya, yaitu kawasan yang
pemanfaatannya dioptimasikan bagi kegiatan budidaya. Berdasarkan aspek kegiatannya,
ruang dibagi atas dominasi kegiatan perkotaan, perdesaan dan kawasan tertentu.
Termasuk dalam kawasan tertentu antara lain kawasan cepat/berpotensi tumbuh,
kawasan kritis lingkungan, kawasan perbatasan, kawasan sangat tertinggal, dan kawasan
strategis. Sedangkan berdasarkan administrasi, ruang dibagi atas ruang wilayah
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pada intinya, dalam perencanaan pembangunan
dan pengembangan, ruang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang digunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat yang perlu dipelihara kelestariannya, bukan saja
untuk perioda sekarang, tetapi juga mempertimbangkan generasi yang akan datang.
Namun, terkait dengan kondisi wilayah yang berbeda, respon pembangunan
masyarakat disetiap wilayah juga berbeda-beda. Apalagi dominasi pemerintah pusat di
semua daerah dengan standar pembangunan berskala nasional masih sangat besar,
menyebabkan semakin terjadinya disparitas kemajuan antar daerah yang kian berbeda
(Keban, 1999). Tidak dapat pula diabaikan adalah perbedaan potensi, kendala, limitasi
alam, termasuk gejolak sosial, ekonomi yang juga menimbulkan dan telah semakin
membuka berbagai masalah ketimpangan pembangunan antar daerah (Maskur Riyadi,
2000). Disisi lain, kondisi wilayah yang terkebelakang memerlukan percepatan
pembangunan dalam mengejar ketertinggalan wilayahnya, khususnya pembangunan
infrastruktur jalan. Dengan tingginya aksesibilitas wilayah, biaya-biaya transportasi
relatif murah, sehingga pengembangan dan pemanfaatan potensi wilayah dan
pemenuhan kebutuhan kehidupan masyarakatnya menjadi efisien.
2.2 Penetapan Sistem Zona dalam Perencanaan Pembebanan Jalan
Untuk analisis wilayah regional sebagai Wilayah Pengaruh (WP) keberadaan
sustu segmen jalan, penanganan masalah-masalah disparitas perlu dilakukan secara
regional pula, yaitu melalui analisis pengembangan zona-zona, sesuai permasalahan dan
potensi yang dimiliki masing-masing zonanya. Dengan demikian, tahap awal dalam
perencanaan jalan adalah penetapan Sistem Zona (SZ). Setiap perjalanan orang atau
kendaraan di wilayah pengaruh jalan tersebut harus ditetapkan lokasi atau zona yang
menjadi asal dan tujuannya. Secara umum zona asal/tujuan dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
a) Zona internal, yaitu zona-zona asal dan/atau tujuan perjalanan yang berada di
dalam wilayah penelitian, termasuk zona-zona pengembangan kawasan yang
direncanakan. Zona-zona internal ini dibatasi oleh Batas-batas Kordon Eksternal
(External Cordon Line).
b) Zona eksternal, yaitu zona-zona asal atau tujuan perjalanan yang berada di luar
wilayah penelitian/diluar External Cordon Line.
Oleh karena itu, dengan mengasumsikan “Zona Internal Nusa Penida” sebagai
“Wilayah Penelitian” jalan perintis Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida, maka dalam
setiap bangkitan perjalanan yang terjadi, dapat dibedakan menjadi 3 komponen lalu
lintas (lihat Gambar 2.1), yaitu:
1. Lalu lintas menerus (through traffic): asal-tujuan perjalanan lalu lintas tidak ada
kaitan dengan zona-zona di Nusa Penida, tetapi arus lalu lintas melewati wilayah
yang bersangkutan;
2. Lalu lintas lokal (terminating traffic): asal atau tujuan perjalanan lalu lintas, salah
satunya berada pada Zona Internal Nusa Penida dan yang lain pada Zona Regional
di Luar Nusa Penida; dan
3. Lalu lintas didalam zona internal Nusa Penida itu sendiri (intrazonal traffic): asal
dan tujuan perjalanan keduanya berada di Nusa Penida (di dalam wilayah eksternal
Kordon).
Gambar 2.1 Hubungan Zona di Wilayah Penelitian dan Asal-Tujuan Perjalanan
Karakteristik lalu lintas menerus (through traffic) tergantung pada karakteristik
variabel-variabel bangkitan perjalanan didalam kedua Wilayah Regional diluar Nusa
Penida yang dihubungkannya. Dipihak lain, lalu lintas lokal (terminating traffic) dan
lalu lintas didalam Zona Internal (intrazonal traffic) merupakan fungsi dari karakteristik
variabel-variabel aktivitas masyarakat dan pembangunan guna lahan di Nusa Penida
sebagai wilayah penelitian. Praktisnya, secara keseluruhan wilayah akan dibagi menjadi
beberapa zona berdasarkan batasan “administrasi daerah” dan “batas alami” sesuai
keseragaman fungsi wilayah zona. Dengan demikian keseluruhan Asal-Tujuan (A-T)
perjalanan yang ada dapat didefinisikan secara geografis dan variabel-variabel yang
(1) Lalu-lintas Menerus (through trips)
(External-external)
(3) Lalu-lintas di
dalam Zona Lokal
(intrazonal trips)
Internal-internal
(2) Lalu-lintas Lokal
(Terminating Trips)
(External-internal)
(2) Lalu-lintas Lokal
(Terminating trips)
(Internal-external)
Batas Zona Lokal
Jalan Jimbaran
(External cordon)
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
berkaitan dengan bangkitan perjalanan, secara spasial seperti jarak perjalanan dapat
ditentukan besarannya. Prosedur dan model perancangannya dapat dijelaskan sebagai
berikut (lihat Gambar 2.2 di bawah):
Gambar 2.2 Pemodelan Zona Internal dan Eksternal dalam
Wilayah Penelitian Nusa Penida
Langkah-langkah Penetapan Zona Penelitian:
Pertama, mendefinisikan wilayah Bangkitan Perjalanan yang potensial mempengaruhi
volume lalu lintas „Rencana Jalan Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida‟, baik saat ini
maupun dimasa yang akan datang (perioda umur rencana 2020 - 2045).
Kedua, membagi wilayah tersebut kedalam zona-zona berdasarkan batas-batas
administrasi atau kesamaan fungsi wilayah (kawasan), sehingga diperoleh jumlah zona,
baik zona-zona internal maupun eksternal. Penzoningan ini dibutuhkan untuk
mendapatkan Asal-Tujuan (A-T) setiap perjalanan yang ada. Dengan mempergunakan
variabel Jumlah Penduduk, kondisi wilayah dan prediksi perkembangan Tata Guna
Wilayahnya dimasa depan, akan didapatkan bangkitan lalu lintas dari masing-masing
zona sebagai fungsi dari kondisi sosial ekonomi, lokasi, jaringan jalan dan Tata Guna
Lahan (TGL).
Zona-zona
Internal
Zona Eksternal
(Regional-zones)
Wilayah
Pengaruh Diluar
Nusa Penida
Batas-batas
Administrasi
Wilayah Nusa
Penida
Wilayah
Pengaruh Diluar
Nusa Penida
Lainnya
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
Ketiga, menempatkan pusat-pusat zona (zone centroids) sebagai awal dan akhir
perjalanan antar-zona (interzonal trips). Oleh karena itu, pusat zona haruslah sebagai
titik pusat gravitasi semua perjalanan didalam zona tersebut.
Terakhir, menggabungkan pusat-zona dan jaringan jalan yang ada. Pada beberapa
kasus, mungkin jaringan bersifat imaginer (dummy connector), sehingga jarak
perjalanan antar zona dapat ditentukan panjangnya sebagai salah satu unsur Generalised
Cost yang menentukan pembebanan jalan yang direncanakan.
2.3 Sistem Transportasi Makro
Secara umum sistem transportasi suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat
subsistem transportasi yang lebih kecil (mikro), dimana yang satu dengan yang lain
saling terkait dan saling mempengaruhi. Subsistem-subsistem tersebut dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
2.3.1 Sistem Kegiatan atau Permintaan Transportasi (Transport Demand)
Merupakan pola kegiatan tata guna lahan (land use) yang terdiri dari sistem
kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Sistem kegiatan dengan tipe,
intensitas, skala dan tata letak (juxtaposition) kegiatan tertentu akan memproduksi
perjalanan (trip production) dan juga akan menarik perjalanan (trip attraction) yang
tertentu pula. Dalam sistem kegiatan ini, perjalanan merupakan alat untuk pemenuhan
kebutuhan seseorang yang diperoleh ditempat lain yang tidak dapat dipenuhi oleh tata
guna lahan ditempat kediamannya.
2.3.2 Sistem Jaringan atau Prasarana Transportasi (Transport Supply)
Perjalanan manusia atau barang dari suatu moda transportasi (sarana) tertentu
adalah melalui/melewati jaringan jalan (prasarana). Dalam perancangannya telah
ditetapkan pada masing-masing ruas jalan seperti: lebar jalan, bahu jalan, kekuatan yang
disesuai dengan kelas dan fungsi jalan, tempat parkir diluar badan jalan (off street
parking), trotoar, tempat penyeberangan jalan, halte, dan terminal angkutan umum.
Sebagai sarana transportasi atau moda transportasi adalah kendaraan roda dua, roda
empat, bus dan sejumlah armada angkutan umum. Sedangkan, perangkat penunjang
prasarana lainnya adalah median jalan, lampu lalu lintas, marka dan rambu jalan.
Perangkat lunak (software) sebagai sarana yang diperlukan adalah undang-undang lalu
lintas serta peraturan daerah (suprasarana). Sebagai penunjang sarana transportasi
lainnya, khususnya angkutan umum adalah rute, tarif, dan waktu operasi angkutannya.
2.3.3 Sistem Pergerakan atau Arus Lalu Lintas (Traffic Flow)
Kelancaran arus lalu lintas pada suatu ruas jalan dapat dilihat dari tingkat
pelayanan (level of service) jalan tersebut, yaitu suatu ukuran yang tergantung dari rasio
antara volume lalu lintas yang melewati jalan tersebut dengan kapasitas jalan
(merupakan fungsi dari lebar jalan dan gangguan samping pada ruas jalan). Penentuan
kriteria tingkat pelayanan dalam menggunakan perbandingan antara volume dan
kapasitas (V/C) dibagi atas 6 (enam) tingkat pelayanan, yaitu: tingkat pelayanan A, B,
C, D, E dan F dengan masing-masing karakteristik kondisi dan kelancaran arus lalu
lintas yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
2.3.4 Sistem Kelembagaan atau Institusi (Institutional Framework)
Merupakan suatu lembaga, instansi pemerintah dan/atau pihak swasta yang
terkait dengan pola kebijakan yang dapat mempengaruhi subsistem atau sistem
transportasi secara keseluruhan. Untuk menjamin terwujudnya interaksi yang baik
(keseimbangan) dalam sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem arus perjalanan yang
aman, nyaman, lancar, murah, dan sesuai lingkungan, maka dalam sistem transportasi
makro ada subsistem kelembagaan yang harus berperan aktif dalam melakukan tindakan
kontrol. Di Indonesia sistem kelembagaan/instansi yang terkait dengan masalah
transportasi adalah sebagai berikut:
Sistem kegiatan : Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), Bappeda
(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), Bangda (Badan
Anggaran Daerah), Pemda (Pemerintah Daerah).
Sistem Jaringan : Departemen Perhubungan (darat, laut, udara), Departemen
Pekerjaan Umum (Bina Marga).
Sistem Pergerakan : Dinas Perhubungan, Organda (Organisasi Angkutan Daerah),
Polantas (Polisi Lalu-Lintas), Masyarakat.
Kelembagaan Bappenas, Bappeda, Bangda, Pemda memegang peranan yang
sangat penting dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan tata guna lahan,
wilayah, regional, maupun sektoral. Kebijaksanaan sistem jaringan secara umum
ditentukan oleh Departemen Perhubungan baik darat, laut, maupun udara serta
Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem
pergerakan ditentukan oleh Dinas Perhubungan, Organda, Polantas, dan masyarakat
sebagai pemakai jalan.
Disisi lain, interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan
menghasilkan suatu arus perjalanan, baik manusia ataupun barang. Pada sistem kegiatan
atau sistem kebutuhan (Transport Demand), perubahan peruntukan tata guna lahan akan
merubah bangkitan perjalanan (Trip Generation) yang terdiri dari tarikan perjalanan
(Trip Attraction) dan penghasil/produksi perjalanan (Trip Production). Pada sistem
penyediaan transportasi (Transport Supply), ketersediaan fasilitas transportasi seperti
jaringan jalan dan sarana angkutan kendaraan, sangat menentukan kapasitas pelayanan.
Pada sistem arus perjalanan (Traffic), interaksi antara kebutuhan transportasi dan
penyediaan transportasi dapat dilihat dari rasio antara volume lalu lintas dan kapasitas
jalan yang ada. Makin besar nilai rasio tersebut makin rendah tingkat pelayanan jalan
tersebut dan pengguna akan melakukan evaluasi untuk mencari alternatif rute dan
pemilihan penggunaan moda angkutan (menggunakan angkutan umum atau angkutan
pribadi).
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem arus perjalanan akan saling
mempengaruhi. Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem jaringan
melalui suatu perubahan tingkat pelayanan jalan pada sistem pergerakan, begitu pula
perubahan pada sistem jaringan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui
peningkatan mobilitas dan aksebilitas dari sistem pergerakan tersebut, dimana semua
perubahan sangat tergantung kebijakan-kebijakan yang diambil oleh sistem
Kelembagaan. Keseluruhan subsistem transportasi makro tersebut dapat diilustrasikan
melalui Gambar 2.3, berikut.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
Gambar 2.3 Sistem transportasi makro
Sumber: Tamin, 2000
2.4 Prinsip-prinsip yang Mendasari Interaksi Sistem Aktivitas/Tata Guna
Lahan (TGL) dan Sistem Jaringan/Transportasi
Transportasi adalah kebutuhan turunan (derived demand) dan merupakan bagian
integral kehidupan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Hills, 1996).
Perkembangan transportasi khususnya dinegara-negara berkembang sangat ditentukan
oleh potensi dan pembangunan guna lahan diwilayah yang bersangkutan (Ships follow
the Trades). Namun, disisi lain, hampir semua perencanaan Tata Guna Lahan
tergantung pada bagaimana bentuk-bentuk transportasinya, walaupun perencanaan
transportasi tidak diijinkan untuk mendikte perencanaan Tata Guna Lahan (Lane et al,
1974). Dapat dikatakan bahwa kedua sistem berinteraksi erat dan harus saling
menunjang dalam pengembangan wilayah kedepan, sehingga sangat diperlukan adanya
data karakteristik dan perencanaan terintegrasi (IHT, 1997).
Bangkitan perjalanan dalam sistem transportasi terdiri dari berbagai maksud
perjalanan, seperti bekerja, sekolah, olahraga, berbelanja, dan sebagainya yang
kegiatannya berlangsung di atas sebidang lahan baik berupa permukiman, kantor,
sekolah, pasar dan lain-lain. Pengaturan kegiatan pada potongan lahan di permukaan
bumi ini biasanya disebut Tata Guna Lahan (TGL). Untuk memenuhi kebutuhannya,
maka manusia melakukan perjalanan diantara dua atau beberapa tata guna lahan
tersebut dengan menggunakan berbagai moda transportasi, misalnya dengan berjalan
kaki atau naik kendaraan. Hal ini menimbulkan adanya pergerakan arus manusia,
kendaraan dan barang (Tamin, 2000). Tata guna lahan yang berbeda dan adanya
kebutuhan manusia yang bermacam-macam serta tidak berada dalam satu tempat akan
menimbulkan transportasi, yaitu perpindahan orang atau barang dari satu tempat ke
tempat yang lain. Disisi lain, dalam memproduksi barang-barang untuk pemenuhan
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11
kebutuhan manusia, transportasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk
menghubungkan daerah sumber bahan baku, daerah produksi/pabrik, daerah pemasaran
dan daerah permukiman sebagai tempat tinggal konsumen. Jadi transportasi berperan
menghubungkan kegiatan antar tata guna lahan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Keterkaitan antara Tata Guna Lahan (activity system) dan Transportasi
(transport system) umumnya menghasilkan permintaan perjalanan yang membebani
fasilitas (arus lalu lintas) dan menimbulkan berbagai permasalahan transportasi, yang
menjadi pencapaian dalam tujuan-tujuan perencanaan. Dalam hal ini, konsep-konsep
relevan yang menggambarkan keterkaitan antar subsistemnya, dapat dijelaskan dengan
6 (enam) konsep keterkaitan/interaksi, yaitu:
1). Aksesibilitas / Accessibility,
2). Bangkitan Perjalanan /Trip Generation (TG),
3). Distribusi Perjalanan / Trip Distribution (TD),
4). Pemilihan Moda / Modal Split (MS),
5). Pembebanan Jaringan / Traffic Assignment (TA), dan
6). Teori arus Lalu-lintas (Kapasitas, Tingkat Pelayanan dan lain lain).
Keterkaitan tersebut menjelaskan bahwa setiap kebijakan, apakah terkait
langsung atau tidak dengan pembangunan guna lahan atau penyediaan fasilitas
transportasi, tidak dapat dihindari akan mempengaruhi dimensi/sistem yang lain,
walaupun tidak harus pada waktu yang bersamaan (Webster et al, 1988b). Bahkan
Khisty dan Lall (2005) menganggap perencanaan transportasi adalah salah satu bentuk
perencanaan Guna Lahan yang akan digunakan untuk transportasi. Banyak yang
mengklaim bahwa masalah-masalah transportasi yang belakangan muncul dibanyak
kota didunia ini adalah akibat kesalahan perencanaan penempatan lokasi-lokasi
kegiatan. Ini menyebabkan semakin menjauhnya jarak asal-tujuan perjalanan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (Banister, 1999), pemilikan dan penggunaan
kendaraan meningkat dengan sangat pesat (Dissnayake, 2006). Selain itu juga
menimbulkan dampak kemacetan lalu lintas, polusi terhadap lingkungan, dll. Srinivasan
dan Ferreira (2002) menjelaskan bahwa tidak terkontrolnya kenaikan harga lahan di
pusat kota/Central Business District (CBD) mendorong penduduk kota untuk berpindah
tempat tinggal ke daerah sub-urban/pinggiran, menyebabkan kota atau perkotaan
melebar dan peranan daerah pinggiran menjadi semakin penting. Berbagai
permasalahan transportasi timbul manakala penyediaan prasarana dan sarananya tidak
mencukupi dari daerah pinggiran ke pusat kota, seperti antara lain meningkatnya
pemakaian mobil pribadi.
Namun walaupun penyediaan prasarana dan sarana diusahakan semaksimal
mungkin, beberapa efek negatif akibat keberadaan prasarana baru harus tetap dihadapi.
Hills (1996) menguraikan dengan detail kemungkinan bangkitan perjalanan akibat
adanya prasarana baru tersebut, baik karena munculnya asal-tujuan perjalanan yang
baru, perubahan rute, waktu perjalanan, perpindahan ke moda lain, pengurangan load
factor ataupun bertambahnya frekuensi perjalanan, seperti ditunjukkan dalam Gambar
2.4 di bawah.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12
TUJUAN PERJALANAN EKSISTING
Rute, waktu,
vehicle-
occupancy, moda dan
frequensi
eksisting
Perubahan
Rute
Perubahan
Waktu
Perjalanan
Perpindahan
Moda Satu ke
Moda lain
Penurunan
vehicle-
occupancy
Peningkat
an
frequensi Perjalanan
TUJUAN
PERJALANAN
BARU
ASAL PERJALAN
AN
EKSISTING
Eksisting
seperti semula
+
Pembebanan
Ulang
(Penjadwalan
kembali)
(Transfer ke
moda lain)
(Bangkitan
Baru)
(Distribusi)
ASAL PERJA-
LANAN
BARU
+
+
(Distribusi)
+
Gambar 2.4 Definisi Perjalanan Eksisting dan Bangkitan Perjalanan akibat adanya
Jalan Baru
Sumber: Hills (1996).
Sehubungan dengan adanya interaksi dan permasalahan yang semakin
berkembang ini, maka usaha-usaha logis untuk menyeimbangkan Sistem Transportasi
(Suplai) dan Sistem Aktivitas (Permintaan) harus dilakukan yaitu melalui kontrol
terhadap permintaan perjalanan (IHT, 1996). Kesuksesan terhadap penyelesaian
masalah-masalah bukan saja dilihat dari terkontrolnya interaksi tata guna lahan dan
transportasi, tetapi belakangan sudah meliputi berbagai indikator-indikator multisektoral
kehidupan. Bahkan Gakenheimer (1999) mengatakan karena kompleksnya
permasalahan tata guna lahan dan transportasi ini, mobilitas dan aksesibilitas di
kebanyakan kota-kota dinegara-negara berkembang telah mengalami penurunan.
Padahal, keterkaitan antara Tata Guna Lahan dengan Transportasi di negara-negara
berkembang jauh lebih kuat dibandingkan negara-negara yang sudah maju. Hal-hal
ini didasarkan atas penilaian kebutuhan dan keinginan seseorang untuk melakukan
perjalanan yang sangat terkait dengan faktor-faktor sosial-ekonomi, adat budaya,
aksesibilitas, kemacetan, keselamatan dalam perjalanan dan faktor lingkungan. Untuk
lebih detailnya, beberapa indikator yang dianjurkan bila dikaitkan dengan masing-
masing tujuan dalam pengembangan dan pengontrolan interaksi Sistem Aktivitas/Tata
Guna Lahan dan/atau Transportasi, dapat dideskripsikan sbb.:
Induced traffic
(tambahan
kend-km)
+
Lalu-lintas
Eksisting (equivalen
kend-km)
EXISTING
TRIPS
INDUCED
TRIPS
Induced Traffic
(tambahan
kend-km)
Lalu lintas Eksisting
(equivalen kend-km)
T R I P S E K S I S T I N G
Induced
Traffic
INDUCED TRIPS
akibat
pembangunan
INDUCED
TRIPS
Induced Traffic Induced Traffic
(tambahan kend-km)
E x i s t i n g T r a f f i c
(equivalen kend-km)
T R I P S E K S I S T I N G
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13
- Efisiensi Ekonomi
- Tundaan pejalan kaki pada zebra cross.
- Delay (tundaan) pada berbagai moda kendaraan (Kendaraan Pribadi,
Angkutan Umum, Pesepeda dan lain lain), baik pada segmen jalan (link)
dan/atau Persimpangan
- Biaya atau waktu perjalanan pada suatu asal/tujuan tertentu.
- Biaya-biaya operasi untuk tingkat pelayanan transportasi yang berbeda
kualitasnya, dan lain lainnya.
- Pelestarian Lingkungan
- Tingkat kebisingan, Tingkat getaran/vibrasi dan Level pollutant yang ada
pada polusi udara.
- Visual intrusion.
- Derajat pemisahan masyarakat yang terjadi dan lain lain.
- Keselamatan Lalu-lintas
- Personal Injury Accident (PIA) berdasarkan moda, lokasi (link, junction,
dan lain lain).
- Peningkatan Aksesibilitas
- Tipe aktivitas pada suatu lahan untuk suatu waktu, biaya, moda dan asal
perjalanan tertentu.
- Pembangunan Berkelanjutan
- Keasrian lingkungan.
- Kecelakaan, polusi, penggunaan Sumber Daya Alam (SDA).
- Pemerataan Pendapatan
- Pendapatan untuk sosio-group tertentu di masyarakat.
- Keselarasan Kelembagaan dan Policy/kebijakan terhadap Konflik-konflik yang
terjadi
- Derajat kontrol (Degree of control).
- Skala sumber daya keuangan (funding body).
2.5 Perkiraan Arus Lalu Lintas
Arus lalu lintas sangat ditentukan oleh Tata Guna Lahan, yaitu untuk apa lahan
itu digunakan. Setiap tata guna lahan dapat dicirikan dengan beberapa ukuran dasar
yaitu jenis/tipe kegiatan, intensitas/density, skala, juxtaposition (tata letak). Jenis
kegiatan akan menerangkan untuk apa sebenarnya sebidang lahan digunakan.
Intensitas/density tata guna lahan ditunjukkan oleh kepadatan bangunan dan luas lantai
per unit luas lahan (Plot Ratio). Skala mencerminkan luas area lahan yang dimanfaatkan
untuk kegiatan tertentu. Juxtaposition menjelaskan tata letak kegiatan yang satu
terhadap yang lain dari berbagai tipe/jenis kegiatan yang ada dalam suatu area. Disisi
lain, arus lalu lintas juga merupakan fungsi kualitas fasilitas transportasi yang ada.
Untuk fasilitas transportasi yang semakin baik cenderung akan meningkatkan bangkitan
arus lalu lintasnya. Namun, ukuran-ukuran ini belum dapat mencerminkan intensitas
lalu lintas secara lengkap pada lahan yang bersangkutan dan diperlukan ukuran lain,
misalnya hubungan tata guna lahan yang berkaitan dengan jarak yang harus ditempuh
orang dan/atau barang untuk mencapai lokasi tertentu.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 14
Jenis tata guna lahan yang berbeda (permukiman, pendidikan, komersial, dll.)
mempunyai karakteristik/ciri-ciri bangkitan arus lalu lintas yang berbeda, meliputi:
Jumlah/volume lalu-lintas
Moda/tipe lalu-lintas (pejalan kaki, kendaraan tak bermotor, sepeda motor, mobil)
Maksud perjalanan
Waktu bangkitan lalu lintas yang berbeda (kantor menghasilkan lalu-lintas pada pagi
dan sore hari, sedangkan perumahan menghasilkan arus lalu-lintas sepanjang hari,
dll.).
Asal – Tujuan perjalanan, dan
Jarak perjalanan yang berbeda
Jadi, karakteristik perjalanan lalu lintas dari suatu Tata Guna Lahan tertentu
dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, Non-spasial dan Spasial. Dalam kasus ini,
kategori Non-spasial termasuk Maksud perjalanan/trip purpose (mengapa perjalanan
terjadi), waktu perjalanan/trip timing (waktu perjalanan terjadi) dan moda
perjalanan/modes of transport (kendaraan macam apa yang digunakan). Sedangkan
kategori Spasial, meliputi Asal-Tujuan Perjalanan (Trip Origin-Destination) dan Jarak
Perjalanan (Trip Distance) dari satu tempat ke tempat lain didalam ruang kewilayahan.
Informasi karakteristik perjalanan ini berkaitan erat dengan sistem jaringan jalan yang
dibutuhkan sebagai suplainya.
Untuk mengetahui karakteristik bangkitan arus lalu lintas, khususnya yang
terkait dengan pembebanan rencana jalan lingkar Nusa Penida, dibutuhkan suatu
metode mulai dari perhitungan bangkitan perjalanan wilayah sampai pembebanan
rencana jalan lingkar tersebut. Metode yang digunakan adalah Metode Empat Tahap
dalam Perencanaan Transportasi, yaitu:
- Bangkitan Perjalanan (Trip Generation),
- Distribusi Perjalanan (Trip Distribution),
- Pemilihan Moda (Modal Split/Choice), dan
- Pemilihan Rute (Traffic Assignment).
Gambar 2.5 Keterkaitan Tata Guna Lahan/Transportasi dan Metode 4 Tahap
Sumber: Diturunkan dari Mannheim (1979).
Guna Lahan
(Sistem
Aktifitas)
Jaringan
(Sistem
Transportasi) Arus Lalu Lintas
Pemilihan Moda
Distribusi
Perjalanan
Bangkitan Perjalanan
Kebijakan Pemerintah/
Kinerja Institusi
Kecenderungan Dunia Global
- Pembebanan Jalur
- Teori Arus
Aksesibilitas
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15
2.5.1 Bangkitan Perjalanan
Bangkitan perjalanan adalah banyaknya lalu lintas yang dibangkitkan/
ditimbulkan oleh suatu zona (tata guna lahan) atau daerah persatuan waktu. Dengan kata
lain, bangkitan perjalanan adalah banyaknya orang dan/atau kendaraan yang bepergian,
yang timbul oleh suatu zona atau daerah per satuan waktu.
i
d
Gambar 2.6 Bangkitan Perjalanan
Keterangan: i = zona-i, Arus yang meninggalkan zona-i
d = zona-d, Arus yang memasuki zona-d
Bangkitan perjalanan termasuk:
- Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi (trip production)
- Lalu lintas yang masuk/tiba disuatu lokasi (trip attraction)
Pemodelan bangkitan perjalanan digunakan untuk memperkirakan jumlah
perjalanan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan. Jadi tujuan perencanaan
bangkitan adalah untuk mengetahui besarnya bangkitan perjalanan pada masa sekarang
yang dapat bermanfaat untuk memprediksi perjalanan di masa yang akan datang. Hasil
dari perhitungan bangkitan dan tarikan perjalanan berupa jumlah kendaraan atau satuan
mobil penumpang (smp) per jam. Karena itu dapat dihitung pula jumlah orang atau
kendaraan yang keluar dan/atau masuk dari suatu tempat dalam satu hari untuk
mendapatkan bangkitan dan tarikan perjalanan tipe/jenis kegiatan tertentu.
Ada sepuluh (10) faktor penentu bangkitan lalu lintas menurut Martin, B dalam
Warpani (1990) dan semua sangat mempengaruhi volume lalu lintas serta penggunaan
sarana transportasi yang tersedia. Kesepuluh faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Maksud perjalanan
2. Penghasilan keluarga
3. Pemilikan kendaraan
4. Guna lahan di tempat asal
5. Jarak dari pusat keramaian kota.
6. Jauh/jarak perjalanan
7. Moda perjalanan
8. Penggunaan kendaraan
9. Guna lahan di tempat tujuan
10. Saat/waktu
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16
Untuk tujuan pemodelan yang lebih spesifik, seperti pemodelan produksi dan
tarikan pergerakan manusia, hal yang perlu dipertimbangkan antara lain (Tamin, 1997):
1. Produksi pergerakan untuk manusia.
Faktor-faktornya adalah:
a. Pendapatan
b. Pemilikan kendaraan
c. Struktur rumah tangga
d. Ukuran rumah tangga
e. Nilai lahan
f. Kepadatan daerah permukiman, dan
g. Aksesibilitas.
4 (Empat) faktor pertama (pendapatan, pemilikan kendaraan, struktur, dan
ukuran rumah tangga) telah digunakan pada beberapa kajian bangkitan pergerakan.
Sedangkan, nilai lahan dan kepadatan daerah permukiman hanya sering dipakai untuk
kajian mengenai zona.
2. Tarikan pergerakan untuk manusia.
Faktor yang paling sering digunakan adalah:
a. luas lantai untuk kegiatan industri,
b. komersial,
c. perkantoran,
d. pertokoan, dan
e. pelayanan lainnya (misalnya: faktor lain yang dapat digunakan adalah lapangan
kerja).
f. Akhir-akhir ini beberapa kajian mulai berusaha memasukkan ukuran
aksesibilitas.
Jumlah lalu lintas tergantung pada kegiatan zona/kota, karena penyebab lalu
lintas ialah adanya jarak antara keberadaan barang/alat pemenuhan dan lokasi
kebutuhan. Setiap perjalanan pasti mempunyai asal yaitu zona yang menghasilkan
pelaku perjalanannya dan zona tujuan yaitu zona yang menarik pelaku perjalanan untuk
mencapai maksud perjalanan/pemenuhan kebutuhan. Hasil keluaran dari perhitungan
bangkitan perjalanan berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan penumpang
persatuan waktu. Bangkitan perjalanan bertujuan untuk mendapatkan jumlah perjalanan
yang masuk di suatu zona (Trip Attraction) dan yang meninggalkan suatu zona (Trip
Production). Kedua hal tersebut dianalisis secara terpisah.
2.5.2 Distribusi Perjalanan
Distribusi perjalanan adalah penyaluran bangkitan perjalanan dari suatu zona ke
sejumlah zona lain yang dikenal dengan perjalanan antar zona. Distribusi perjalanan
merupakan salah satu tahapan peramalan pola perjalanan, yang umumnya dihitung
setelah tahap bangkitan perjalanan. Jumlah bangkitan perjalanan akan memperlihatkan
berapa banyak perjalanan yang dapat dibangkitkan oleh setiap tata guna lahan.
Sedangkan, distribusi perjalanan menunjukkan asal dan tujuan dari perjalanan tersebut.
Tujuan utama dari distribusi perjalanan adalah untuk mendapatkan gambaran seluruh
perjalanan yang berasal dari setiap zona asal terdistribusi ke semua zona tujuan.
Distribusi perjalanan dari suatu tata guna lahan terjadi karena suatu zona tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan penduduk/penghuninya. Besarnya distribusi perjalanan
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 17
dari suatu zona dengan tata guna lahan tertentu ke zona dengan tata guna lahan lainnya
dipengaruhi oleh adanya pemisah jarak, yang menimbulkan hambatan perjalanan (trip
impedance) yang direpresentasikan dengan nilai jarak, waktu dan biaya serta nilai
kualitatif keamanan dan kenyamanan, yang secara keseluruhan sering disebut Biaya
Gabungan (Generalised Cost).
Dengan kondisi pelayanan jalan (geometrik dan perkerasan jalan) yang masih
sangat alamiah dan belum mengikuti peraturan yang ada, serta volume arus lalu lintas
antar zona yang relatif sangat rendah, maka bangkitan perjalanan antar zona dominan
ditentukan oleh daya tarik zona dan jarak antar-zona yang ada. Peningkatan aksesibilitas
antar zona akan merubah distribusi perjalanan, sehingga pendekatan dengan model
gravitasi akan dapat merangkum semua perubahan yang ada, baik penduduk maupun
kualitas pelayanan transportasi dikemudian hari.
i d
Gambar 2.7 Distribusi Perjalanan
Keterangan: i = zona-i
d = zona-d
Untuk setiap pasangan zona (id), akan dihitung berapa besarnya volume arus
lalu lintas dari zona i ke zona d. Khusus untuk penelitian Nusa Penida, dengan
dibuatnya jalan Lingkar Nusa Penida, struktur jaringan jalan di Nusa Penida tentunya
akan berubah dan secara umum masyarakat akan memilih hambatan/generalized cost
yang terkecil untuk mencapai tempat tujuan perjalanannya. Dengan demikian
pertimbangan jarak sebagai penghambat masih sangat relevan
2.5.3 Pemilihan Moda Perjalanan (Modal Split/Choice)
Dalam upaya untuk pengembangan sistem transportasi yang berkualitas, perlu
diketahui jumlah pelaku dan karakteristik perjalanan yang berbeda-beda dari suatu
daerah ke daerah lainnya. Diperlukan pula untuk mengetahui bagaimana pelaku
perjalanan itu terbagi-bagi ke dalam (atau memilih) moda angkutan yang berbeda-beda.
Pembagian ini dikenal dengan pilihan moda (modal choice/split). Dengan kata lain,
pilihan moda dapat didefinisikan sebagai pembagian atau proporsi jumlah perjalanan ke
dalam cara atau moda perjalanan yang berbeda-beda, sehingga suplai fasilitas
pelayanannya dapat direncanakan dengan baik pula. Disamping itu, model ini
menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat mengenai dasar pemilihan jenis moda.
Hal ini dipengaruhi oleh pemilikan kendaraan pribadi dan tingkat pelayanan angkutan
umum yang ada, seperti: rute, tarif, kenyamanan, keamanan, dan lain-lain. Banyak
faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan moda tersebut dan yang terpenting adalah
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 18
waktu perjalanan (Meyer dan Miller, 2001). Namun untuk golongan masyarakat
berpenghasilan rendah lebih ditentukan oleh biaya perjalanan (Tamin, 2000).
Gambar 2.8 Pemilihan Moda Transportasi
Keterangan:
i = zona-i; d = zona-d
Angkutan pribadi Angkutan umum
Dengan melihat status dan kedekatan Pulau Nusa Penida sebagai bagian dari
Provinsi Bali, serta karakteristik masyarakat yang juga relatif sama, maka
kecenderungan pilihan dan pemanfaatan moda-moda transportasi tentu juga akan sama.
Untuk itu, karakteristik moda transportasi Nusa Penida akan relatif sama dengan Bali
daratan di tahun-tahun mendatang. Data sekunder Bali saat ini akan sangat menunjang
prediksi pemilihan moda perjalanan di Nusa Penida dimasa depan, selain data yang
diperoleh sebagai hasil survei primer tentunya.
2.5.4 Pemilihan Rute (Traffic Assignment)
Pemilihan rute atau pembebanan jaringan jalan menyatakan besarnya volume
lalu lintas pada lintasan (jaringan jalan) atau arus perjalanan yang melalui rute-rute
tertentu yang menghubungkan zona asal ke zona tujuan yaitu dari perjalanan zona asal i
ke zona tujuan j. Model ini menggambarkan bagaimana persepsi masyarakat mengenai
dasar pemilihan rute yang digunakan dari daerah/zona asal ke daerah/zona tujuan. Pada
dasarnya masyarakat akan memilihi rute dengan biaya gabungan (Generalised Cost)
termurah dari pilihan hambatan perjalanan, yaitu jarak terpendek, waktu tercepat, tarif
termurah dengan kondisi jalan yang teraman dan ternyaman untuk sampai ke tempat
tujuan perjalanan. Pada daerah perkotaan, pilihan ini akan sulit ditentukan karena jarak
terpendek belum tentu dapat ditempuh dengan waktu tercepat karena adanya masalah-
masalah transportasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pelayanan ruas-ruas jalan
pada rute yang dilalui dan Biaya Operasi Kendaraan (BOK) yang dikeluarkan.
Sebelum dilakukan analisis pemilihan rute/lintasan input data yang harus
tersedia adalah sbb.:
Data jarak, kapasitas jalan, waktu tempuh, biaya perjalanan tiap ruas jalan yang
menghubungkan zona asal i ke zona tujuan j.
Sebaran perjalanan antar zona ( matriks asal dan tujuan dalam bentuk perjalanan
/smp)
i d
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19
Variabel yang mempengaruhi pelaku perjalanan, seperti variabel terukur/
kuantitatif (waktu tempuh, jarak tempuh, biaya perjalanan, ongkos/bahan bakar
dan variabel tak terukur/kualitatif (pemandangan alam, keamanan dan
kenyamanan, kebiasaan).
Namun, data yang digunakan pada umumnya adalah penghitungan volume lalu
lintas atau penghitungan penumpang kendaraan umum pada lintasan yang dimaksud.
Perlu diingat bahwa alternatif (pilihan lintasan) bagi kendaraan umum jumlahnya
terbatas. Dari kenyataan diketahui bahwa tidak semua pelaku perjalanan antara dua titik
atau noda memilih lintasan yang tepat sama. Hal ini disebabkan karena banyaknya
alternatif lintasan yang dinilai/persepsi berbeda-beda oleh masing-masing para pelaku
perjalanan. Disamping itu, bagian lalu lintas pada sejumlah lintasan terus berkembang
karena semua lalu lintas cenderung mencari titik keseimbangan. Bila arus lalu lintas
lebih kecil dibandingkan kapasitas jalan maka alternatif lintasan dapat digunakan. Bila
lalu lintas semakin padat maka pemilihan rute bagi lalu lintas yang melewati menjadi
semakin penting.
Dalam prakteknya, tujuan utama perhitungan pembebanan ini adalah untuk
mendapatkan dasar penentuan banyaknya lajur (lane) yang diperlukan pada suatu ruas
jalan. Angka ini diperoleh dari jumlah satuan mobil penumpang (smp) yang
membutuhkan ruang gerak pada ruas jalan tersebut pada suatu kurun waktu tertentu.
Tujuan-tujuan lainnya dapat pula untuk mendapatkan gambaran karakteristik sistem
transportasi akibat adanya pergerakan kendaraan, mengestimasi volume lalu lintas pada
ruas didalam jaringan/persimpangan, menentukan rute yang digunakan antara pasangan
Asal-Tujuan dan untuk memperoleh biaya estimasi perjalanan.
i d
d
e b
c
a
Gambar 2.9 Arus lalu lintas pada jaringan jalan
Keterangan:
i = zona-i
d = zona-d
a, b, c, d, e = rute perjalanan
4 (empat) bagian analisis yang harus dilakukan dalam pemilihan rute, yaitu:
Alasan pelaku perjalanan memilih suatu rute dibanding rute lainnya.
Pengembangan model pemakai jalan memilih rute tertentu
Kemungkinan pemakai jalan berbeda persepsi mengenai rute terbaik
Kemacetan (V/C ratio analysis), yang membatasi jumlah arus lalu lintas diruas
jalan tertentu.
Pada sistem transportasi umumnya dapat dilihat bahwa kondisi keseimbangan
dapat terjadi pada beberapa tingkat. Yang paling sederhana adalah keseimbangan pada
sistem jaringan jalan, setiap pelaku perjalanan mencoba mencari rute terbaik masing-
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20
masing yang meminimumkan biaya perjalanan (misalnya waktu). Hasilnya, mereka
mencoba mencari beberapa rute alternatif yang akhirnya berakhir pada suatu pola rute
yang stabil (kondisi keseimbangan) setelah beberapa kali mencoba-coba. Proses
pengalokasian pergerakan tersebut menghasilkan suatu pola rute yang arus
pergerakannya dapat dikatakan berada dalam keadaan keseimbangan, jika setiap pelaku
perjalanan tidak dapat lagi mencari rute yang lebih baik untuk mencapai zona
tujuannya, karena mereka telah bergerak pada rute terbaik yang tersedia. Kondisi ini
dikenal dengan kondisi keseimbangan jaringan jalan.
Dalam berbagai studi mengenai perkiraan arus lalu lintas, termasuk dalam
pengembangan jalan Perintis Nusa Penida ini, penggunaan model perencanaan transportasi
empat tahap sudah sangat umum diaplikasikan, karena selain kemudahannya juga
kemampuannya dalam menggambarkan berbagai interaksi antara sistem transportasi jalan
dan pembangunan tata ruang di wilayah studi (Oppenheim, 1995). Struktur umum konsep
dan tahapan aplikasi model perencanaan transportasi empat tahap (the classical four stages
in transportation planning) dan faktor-faktor yang berpengaruh disajikan pada Gambar
2.10, di bawah ini.
Gambar 2.10 Tahapan Perkiraan Arus Lalu Lintas dan Faktor-faktor yang Berpengaruh
2.6 Konsep Pembebanan Lalu Lintas pada Jalan-Jalan Perintis
Agar aktifitas guna lahan dapat terwujud dengan baik maka kebutuhan
transportasinya harus terpenuhi dengan baik. Sistem transportasi yang macet tentunya
akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, transportasi yang tidak
melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan secara efisien.
Pergerakan manusia dan barang yang disebut arus lalu lintas (traffic flow), merupakan
Karakteristik Jaringan
Transportasi
Tata Ruang zona
MAT antar zona
Model Pemilihan
Moda
Model
Distribusi Perjalanan
Model
Bangkitan Perjalanan
Sistem dan Karakteristik
zona wilayah studi
Karakteristik Keluarga
Produksi perjalanan
(trip ends) per zona
MAT per moda
Karakteristik Pelaku
Perjalanan
Aksesibilitas
(Generalised Cost)
antar zona
Karakteristik Moda
Karakteristik Rute Pembebanan
lalu lintas jalan
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21
konsekuensi gabungan dari aktifitas lahan (permintaan) dan kemampuan sistem
transportasi dalam mengatasi masalah dan mengakomodasi arus lalu lintas (penawaran).
Biasanya terdapat interaksi langsung antara jenis dan intensitas tata guna lahan dengan
penawaran fasilitas-fasilitas transportasi yang tersedia. Salah satu tujuan utama
perencanaan setiap tata guna lahan dan sistem transportasi adalah untuk menjamin
adanya keseimbangan yang efisien antara aktifitas tata guna lahan dengan kemampuan
transportasi (Khisty dan Lall, 2005).
Pada sisi yang berlawanan, elemen-elemen yang terdapat dalam sistem
transportasi juga ikut memberikan kontribusi seperti atribut-atribut sistem transportasi
yang menggambarkan bagaimana tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem
transportasi berupa kondisi pelayanan, diantaranya adalah: waktu perjalanan, biaya
perjalanan, pelayanan, kenyamanan, keamanan, keberhandalan, dan ketersediaan
armada sesuai dengan waktu yang diinginkan. Hubungan yang saling menguntungkan
antara transportasi dan tata guna lahan menghasilkan pergerakan dan pola-pola arus lalu
lintas yang terlihat di suatu wilayah. Aksesibilitas tempat memiliki dampak besar
terhadap nilai lahan, dan lokasi suatu tempat di dalam jaringan transportasi menentukan
tingkat aksesibilitasnya. Dengan demikian dalam jangka panjang, sistem transportasi
dan arus lalu lintas di dalamnya akan membentuk pola tata guna lahan yang menentukan
bangkitan perjalanan dan pembebanan terhadap jaringan jalan disekitarnya.
Dipihak lain, Black menyatakan bahwa pola perubahan dan besaran pergerakan
serta pemilihan moda pergerakan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna
lahan di atasnya. Sedangkan, setiap perubahan guna lahan dipastikan akan
membutuhkan peningkatan pelayanan yang diberikan oleh sistem transportasi dari
kawasan yang bersangkutan (Black, 1981). Hubungan antara pengembangan lahan dan
bangkitan pergerakan yang pada hakekatnya akan membebani jalan yang direncanakan
dapat dijelaskan dalam tiga konteks berikut ini (Khisty dan Lall, 2005):
1. Hubungan fisik dalam skala makro, yang memiliki pengaruh jangka panjang dan
umumnya dianggap sebagai bagian dari proses perencanaan.
2. Hubungan fisik dalam skala mikro, yang memiliki pengaruh jangka pendek dan
jangka panjang dan umumnya dianggap sebagai masalah desain (seringkali pada
skala lokasi-lokasi atau fasilitas-fasilitas tertentu).
3. Hubungan proses, yang berhubungan dengan aspek hukum, administrasi, keuangan,
dan aspek-aspek institusional tentang pengaturan lahan dan pengembangan
transportasi.
Dengan demikian tujuan dari perencanaan pembebanan lalu lintas adalah:
1. Menentukan angka (besaran) jumlah arus lalu-lintas (kebutuhan akan jasa
transportasi) pada masa tahun Umur Rencana (UR) jalan, yang akan dijadikan
sebagai basis pengambilan keputusan (decision making) untuk menetapkan berapa
jumlah fasilitas-fasilitas pelayanan sistem transportasi yang akan dibangun/
disediakan untuk menuju keseimbangan ideal antara jumlah kebutuhan dengan
jumlah fasilitas yang disediakan.
2. Untuk mengamati perilaku saling mempengaruhi antara tata guna lahan, sistem
transportasi, dan jumlah kebutuhan yang ditimbulkannya.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 22
3. Untuk meneliti sampai dimana kekuatan saling mempengaruhi (strong
influences/significant level) di antara variabel-variabel tata guna lahan, sistem
transportasi, dan jumlah kebutuhan akan jasa transportasi.
4. Untuk memberikan pemahaman/kesadaran kepada kita, khususnya para perencana
transportasi dan masyarakat yang terlibat dengan transportasi, baik langsung ataupun
tidak, betapa eratnya hubungan antara ketiga variabel tersebut (tata guna lahan,
sistem transportasi, dan jumlah kebutuhan akan jasa transportasi/arus lalu lintas), dan
itu berarti ketiga variabel ini tidak bisa kita pisahkan dalam studi perencanaan. Suatu
perubahan pemanfaatan lahan akan menyebabkan meningkatnya bangkitan
pergerakan sehingga sangat perlu uintuk dipahami.
Untuk suatu segmen jalan, perkiraan pembebanan lalu lintas yang melewati
segmen-jalan tersebut menjelaskan berbagai bentuk interaksi bangkitan perjalanan
antara 2 sub-wilayah yang dihubungkannya. Ada beberapa perbedaan penting dalam
penerapan interaksi spasial sistem transportasi jalan, jika dibandingkan dengan telepon
atau interaksi udara. Sebagian besar perjalanan kendaraan, bagaimanapun juga akan
melibatkan serangkaian kegiatan melewati dan berhenti di jalan (Taaffe et al, 1996).
Perkiraan lalu lintas menggunakan segmen-jalan juga dapat dilakukan baik pada tingkat
agregat zona atau pada tingkat disagregat rumah tangga (Oppenheim, 1995). Umumnya,
ada 4 metoda pembebanan lalu lintas yang mungkin dapat dilakukan (Taylor et al,
2000), yaitu:
1). Pembebanan All or nothing,
2) Pembebanan dengan Kurva Dispersi,
3) Pembebanan dengan Kapasitas Terbatas, dan
4) Pembebanan Bertahap (Incremental Loading).
Namun, untuk bangkitan perjalanan dan pembebanan pada wilayah-wilayah
terkebelakang yang masing alamiah dengan penduduk sangat jarang memerlukan
metode tersendiri. Salah satunya adalah metode analogi. Metode ini mengasumsikan
bahwa kondisi wilayah yang sama didiami oleh penduduk dengan karakteristik yang
sama serta dilewati jaringan jalan dengan kondisi relatif sama akan mempunyai
bangkitan perjalanan yang sama pula, sesuai dengan jumlah penduduk wilayah yang
bersangkutan. Metode analogi dibutuhkan karena bangkitan perjalanan eksisting yang
sangat kecil bahkan mendekati nol (penduduk tidak melakukan perjalanan ke zona-zona
lainnya). Dalam aplikasi metode analogi ini memerlukan data kondisi wilayah, jaringan
dan penduduk untuk dibandingkan dengan wilayah yang dianalogikan dimasa depan.
Dengan metode ini diperoleh bangkitan dan pembebanan lalu lintas pada tahun rencana.
Untuk perkiraan arus lalu lintas dari tahun ke tahun sesuai umur rencana proyek,
khususnya pembebanan lalu lintas pada proyek jalan perintis di bagian Barat-Selatan
Nusa Penida (2020 – 2045) dilakukan melalui proyeksi volume eksisting dengan
skenario Faktor Pertumbuhan (FP) lalu lintas. Metode untuk menentukan besarnya
pertumbuhan lalu lintas diperoleh melalui analisis peramalan yang dinyatakan dalam
persen per tahun (%/tahun). Diketahui ada berbagai jenis faktor-faktor pertumbuhan lalu
lintas, antara lain:
a. Normal Growth: meningkatnya arus lalu lintas akibat meningkatnya jumlah
penduduk dan jumlah perjalanan (trips) berdasarkan fasilitas yang ada. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan perjalanan, yaitu:
1) Peningkatan pendapatan merupakan sifat manusia bahwa apabila penghasilannya
meningkat maka standar kebutuhan hidupnya juga akan meningkat. Kebutuhan
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 23
yang meningkat dapat menyebabkan peningkatan jumlah perjalanan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut;
2) Kepemilikan kendaraan. Kepemilikan kendaraan pada suatu rumah tangga dapat
menyebabkan kecenderungan peningkatan jumlah perjalanan pada suatu rumah
tangga. Berdasarkan hasil penelitian di Detroit Area disebutkan bahwa
peningkatan pemilikan kendaraan menyebabkan meningkatnya jumlah perjalanan
penduduk perorang perhari maupun jumlah perjalanan dengan menggunakan
kendaraan pribadi;
3) Struktur rumah tangga. Struktur rumah tangga merupakan faktor yang tidak kalah
penting dalam menentukan peningkatan bangkitan yang terjadi di daerah
pemukiman. Keluarga yang memiliki semakin banyak jumlah anggota keluarga
yang produktif (berusia antara 5 sampai batas akhir usia kerja) maka
kecenderungan untuk meningkatnya jumlah perjalanan semakin besar;
4) Semakin dekatnya jarak pemukiman terhadap pusat kegiatan, menurut penelitian
dikatakan bahwa daerah pemukiman yang terletak di pusat kota (di mana
merupakan pusat berbagai aktivitas sosial, ekonomi, politik dan lainnya)
mempunyai jumlah perjalanan akan lebih meningkat dibandingkan dengan jumlah
perjalanan dari kawasan pemukiman yang berada di pinggiran kota, (Dickey,
1980).
5) Kepadatan daerah permukiman; semakin padat jumlah penduduk di suatu daerah
pemukiman maka cenderung semakin meningkat jumlah perjalanan yang terjadi;
b. Diverted Growth: meningkatnya jumlah kendaraan akibat beralihnya rute
perjalanan karena alasan tertentu, misalnya adanya keuntungan yang didapat apabila
melalui ruas jalan baru tersebut.
c. Generated atau Induced Growth: meningkatnya jumlah kendaraan akibat semakin
mudahnya mobilitas dan aksesibilitas di ruas jalan tersebut, misalnya ada
pembangunan jalan baru atau perbaikan jalan lama.
d. Converted Growth: meningkatnya jumlah kendaraan akibat adanya rute angkutan
umum baru (sebelumnya tidak ada).
Disisi lain, berbagai faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas
diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kepemilikan kendaraan,
pertumbuhan tata guna lahan, pertumbuhan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR),
pertumbuhan lalu lintas jam puncak, dan sebagainya, yang memerlukan survei data dan
pembahasan lebih lanjut. Sedangkan, dalam perhitungan, untuk perkiraan arus lalu
lintas yang membebani jaringan rencana jalan diwaktu mendatang dapat ditentukan
melalui metode skenario. Skenario Faktor Pertumbuhan rendah, sedang maupun tinggi.
Skenario-skenario tersebut dapat diasumsikan berdasarkan Faktor Pertumbuhan (FP)
penduduk, panjang jalan, lalu lintas, pemilikan kendaraan dan lain-lainnya yang
umumnya diperoleh melalui data sekunder.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Sesuai dengan permasalahan dan skope yang akan dibahas dalam mencapai
tujuan penelitian ini, maka perlu adanya rancangan metode penelitian yang merupakan
langkah-langkah rinci pelaksanaan penelitian. Rancangan penelitian ini merupakan
kerangka kegiatan terstruktur untuk menampilkan urutan kerja yang sistematis dari awal
sampai keluar hasil yang diharapkan. Kerangka kegiatan ini umumnya meliputi Studi
Pendahuluan untuk mengetahui kondisi eksisting. Kemudian, mengidentifikasi
permasalahan dan tujuan sesuai kondisi ideal yang diharapkan. Dengan demikian,
berdasarkan metode yang akan diaplikasikan dapat selanjutnya dilakukan klasifikasi
data yang dibutuhkan dan pengumpulan data sesuai jenis dan tingkat keterbatasan
penelitian yang ada. Langkah berikutnya adalah analisis data dan pembahasan
terhadap hasil perhitungan yang diperoleh. Terakhir, berdasarkan permasalahan dan
tujuan yang telah ditetapkan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan serta saran-
saran sebagai rekomendasi penyempurnaan kondisi eksisting dan perbaikan terhadap
kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Penetapan langkah-langkah dalam penelitian
ini adalah hal yang paling utama, dengan harapan agar tujuan dan sasaran tercapai
dengan baik serta terarah, terutama bila dikaitkan terhadap waktu, kualitas dan biaya
yang tersedia.
3.2 Tahapan dan Diagram Alir Penelitian
Dalam penelitian ini, Rancangan Penelitian (Survey Design) selanjutnya
dijabarkan lebih detail dalam tahapan langkah-langkah penelitian. Pengorganisasian
tahapan langkah dalam penelitian ini, dijelaskan dengan diagram alir pemikiran seperti
ditunjukkan Gambar 3.1, di bawah ini. Pada beberapa Sub-bab berikut akan dijelaskan
masing-masing tahapan penelitian tersebut secara detail. Masing-masing tahapan
penelitian mencakup langkah-langkah pelaksanaan penelitian dari awal sampai akhir.
Dalam bab ini dijelaskan metode untuk melakukan langkah-langkah pembebanan lalu
lintas pada jalan perintis di wilayah Barat-Selatan Nusa Penida, yang diharapkan
nantinya menjadi jalan perintis Lingkar di Nusa Penida.
Tahapan dalam penelitian ini diawali dengan suatu identifikasi daerah/wilayah
rencana lokasi pembangunan jalan, mengenali permasalahannya, sehingga dapat
ditetapkan sebagai suatu lokasi kasus penelitian. Selanjutnya, mengidentifikasi
kebutuhan pustaka yang akan digunakan serta data yang dibutuhkan. Dengan
menetapkan tujuan sebagai acuan setiap tahapan penelitian, serta berdasarkan data
sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait dilakukan pentahapan analisis sbb:
1. Membagi wilayah yang bangkitan lalu lintasnya berpengaruh terhadap kinerja Jalan
Lingkar Barat-Selatan Nusa Penida kedalam zona-zona, sehingga asal-tujuan setiap
bangkitan lalu lintas dapat diketahui.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang diprediksi mempengaruhi bangkitan perjalanan
pada setiap zona sehubungan dengan prinsip trase jalan yang ditetapkan, sehingga
dapat ditentukan besaran bangkitan lalu lintas pada masing-masing zona.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 25
3. Menganalisis perkembangan kawasan sekitar yang menentukan Faktor Pertumbuhan
(FP) lalu lintas yang berpengaruh langsung terhadap besarnya beban lalu lintas jalan
sepanjang Umur Rencana (UR) jalan..
4. Menganalisis pembebanan lalu lintas dari tahun ke tahun sepanjang Umur Rencana
(UR) jalan perintis Barat-Selatan Nusa Penida yang direncanakan dari tahun 2020
(awal Umur Rencana) sampai dengan tahun 2045 (akhir Umur Rencana) jalan
tersebut.
5. Menghitung kapasitas jalan dan menentukan jumlah lajur yang dibutuhkan sesuai
perkembangan beban lalu lintas yang harus diakomodasi oleh jalan perintis tersebut,
sehingga diperoleh kebutuhan jumlah lajur awal dan saat perlunya pelebaran
(tambahan lajur) sesuai peningkatan beban lalu lintas yang terjadi.
Berdasarkan kebutuhan langkah-langkah analisis dan pembahasan tersebut di
atas, sesuai dengan tahapan dan tujuan yang hendak dicapai, maka diagram alir dari
penelitian ini dapat disajikan seperti pada Gambar 3.1.
Batasan Masalah
Tujuan Penelitian
Tinjauan Pustaka
dan
Studi-studi terdahulu
Pengumpulan Data
2. Data Sekunder
Lay out Rencana Jalan
Wilayah dan Jaringan Jalan
Penduduk dan Pertumbuhannya
Pemilikan Kendaraan
Jumlah penumpang pada pelabuhan.
RTRW Kecamatan Nusa Penida
1. Data Primer
Observasi kondisi fasilitas jalan
eksisting
Data kecepatan lalu lintas
Volume lalu lintas
Komposisi moda–moda
kendaraan
Studi Pendahuluan
Analisis dan Pembahasan
Bangkitan Perjalanan
Eksisting pada masing-
masing zona
Bangkitan Perjalanan:
Desa Pecatu tahun 2000
(0,34 orang-perj/hari)
Kondisi wilayah:
Berkapur,
Masih Alamiah,
Hanya jalan stapak
A
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 26
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian dalam Analisis Pembebanan Lalu lintas
3.3 Survei Geometri Jalan Eksisting
Tujuan survei geometri jalan eksisting adalah untuk mengetahui karakteristik
jalan dalam kaitannya dengan pembebanan lalu lintas yang harus diakomodasi saat ini.
Data yang diambil pada geometri jalan meliputi panjang jalan, lebar perkerasan, lebar
efektif, lebar bahu jalan, jenis perkerasan, kondisi permukaan, median jalan, kemiringan
dan jumlah lajur.
Peralatan yang digunakan
Surveyor dilengkapi dengan alat ukur berupa meteran, blangko survei dan alat tulis.
Metoda survei pada pengumpulan data ini adalah:
- Pencatatan dilakukan secara manual melalui pengukuran langsung di lapangan.
- Survei dilakukan oleh tiga orang surveyor, yaitu satu orang mencatat data dan dua
orang melakukan pengukuran.
Bangkitan Perjalanan pada
Awal Umur Rencana (UR)
Jalan tahun 2020
Kebutuhan pengembangan
Jalan dalam Interval Umur
Rencana (UR) 25 tahun
Kesimpulan dan Saran
Kapasitas Jalan Perintis
sbg Jalan Lingkar Barat-
Selatan Nusa Penida
Asumsi:
Karakteristik Jalan
Perintis dan
Hambatan
Samping
Data Pertumbuhan:
- Pesimis (Rendah),
- Moderat (Medium) dan
- Optimis (Tinggi)
Prediksi Pembebanan Lalu
Lintas
25 Tahun Kedepan
(2020-2045)
Bangkitan Perjalanan:
Desa Jimbaran thn 2000
(0,81 orang-perj/hari
Perkembangan Wilayah
dari tahun ke tahun
- Penduduk
- - Penumpang Pelabuhan
- - Wisatawan ke Nusa
Penida
Kondisi wilayah:
Berkapur,
Sudah mulai terbangun,
Dilewati jalan berkelas
Pembebanan Lalu lintas
pada Awal Umur Rencana
(UR) Jalan tahun 2020
A
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 27
3.4 Survei Lalu lintas
3.4.1 Survei Volume Kendaraan (Traffic Counting Survey)
Data pencacahan volume lalu lintas dimaksudkan sebagai informasi dasar yang
diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen sampai pengoperasian jalan.
Data tersebut dapat mencangkup jaringan jalan pada satu daerah yang diinginkan atau
pada jalan-jalan yang melintasi garis batas yang mewakili volume rencana. Survei
volume lalu lintas pada penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
tingkat penggunaan jaringan yang telah ada di Nusa Penida, seperti: volume lalu lintas
per jam, volume lalu lintas per hari, klasifikasi/komposisi kendaraan dan lain-lain.
Pada hakekatnya jangka waktu survei tergantung dari maksud pelaksanaan
survei dan kondisi lalu lintas yang akan dianalisis. Survei dapat dilakukan mulai dari
satu jam hingga satu hari penuh, tergantung informasi awal yang diperoleh mengenai
terjadinya jam-jam sibuk lalu lintas. Pada penelitian ini survei dilakukan dengan metode
manual melalui pencacahan volume lalu lintas mulai dari jam 6.00 hingga 10.00 untuk
mendapatkan jam sibuk tertinggi sebagai Volume Jam Perencanaan (VJP), yang
berdasarkan informasi awal berada diantara jam-jam tersebut.
Prosedur pelaksanaan survei ini yaitu penyurvei menempati suatu titik yang
tetap di tepi jalan sedemikian rupa, sehingga dia mendapatkan pandangan yang jelas dan
sedapat mungkin agar penyurvei terhindar dari panas dan hujan. Penyurvei mencatat
setiap kendaraan yang melintasi titik yang telah ditentukan pada formulir survei
lapangan. Pencatatan volume kendaraan dilakukan tiap interval 15 menit. Alat-alat yang
diperlukan dalam survei ini adalah formulir survei, alat tulis dan pencatat waktu (stop
watch). Pencatatan data dilakukan secara terpisah untuk masing-masing arah lalu lintas,
dan kemudian dijumlahkan pada tahap analisis guna memperoleh volume total untuk
kedua arah.
3.4.2 Survei Kecepatan Perjalanan
Survei ini bertujuan untuk menentukan kecepatan rata-rata perjalanan dari satu
zona ke zona lainnya. Metode yang digunakan adalah Metode Manual. Dalam metode
ini ditentukan jarak 200m pada segmen jalannya dan kecepatan masing-masing sampel
kendaraan dicatat per 15 menit sebagai dasar untuk distribusi sampel kecepatan. Setelah
waktu tempuh dan jarak perjalanan diperoleh, maka kecepatan dari masing-masing
sampel dapat dicari dengan rumus:
t
SV
dengan:
V = kecepatan tempuh (km/jam)
S = jarak perjalanan (km)
t = waktu perjalanan (jam)
3.5 Bangkitan Perjalanan Nusa Penida
3.5.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona berbasis Desa.
Bangkitan perjalanan pada zona berbasis desa menunjukkan hubungan antara
tata guna lahan di wilayah desa tersebut dengan jumlah pergerakan yang memasuki dan
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 28
meninggalkan desa yang bersangkutan. Variabel utamanya berupa jumlah perjalanan
yang dihasilkan pada selang waktu tertentu (per jam, per hari). Produksi perjalanan (trip
production) dianalisis secara terpisah dengan tarikan perjalanan (trip attraction),
sehingga tujuan perencanaan bangkitan perjalanan untuk mengestimasi seakurat
mungkin bangkitan lalu lintas saat sekarang dapat digunakan pula untuk meramalkan
perjalanan dimasa yang akan datang untuk masing-masing desa studi.
Namun, dengan kondisi wilayah yang belum berkembang dan juga tidak
adanya jaringan jalan dan infrastruktur lainnya yang memadai saat ini menyebabkan
wilayah Nusa Penida, khususnya bagian Barat dan Selatan, tidak mendapat perhatian
yang serius. Hal ini bermuara pada bangkitan perjalanan yang dilakukan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari yang didominasi oleh perjalanan penduduk setempat yang
dilakukan didalam zona (internalized trips). Dengan adanya perhatian nyata yang
ditandai oleh pembangunan jalan lingkar Nusa Penida sebagai sebuah Big Phase dalam
perkembangan pembangunan Nusa Penida, maka dapat dipastikan bangkitan perjalanan
akan meningkat secara drastis, karena lokasinya yang dekat dengan objek-objek wisata
yang sudah berkembang mendunia. Kondisi ini dapat dianalogikan dengan wilayah
bukit sebelum tahun 2000, dimana jaringan jalan berkelas mulai dikembangkan untuk
melayani wilayah tersebut. Dengan alasan ini pula, bangkitan perjalanan zona berbasis
desa di Nusa Penida menerapkan metode analogi.
Model Analogi wilayah/kawasan sejenis adalah dengan metode studi banding,
yaitu asumsi karakteristik bangkitan eksisting wilayah-wilayah Nusa Penida relatif sama
dengan wilayah yang dibandingkan dengan data bangkitan perjalanan tertentu. Dalam
penelitian ini metode analogi dilakukan dengan membandingkan wilayah “Bukit” Kuta
Selatan sekitar tahun 2000. Bangkitan perjalanan Nusa Penida tahun saat ini (jalan
lingkar belum ada) analog dengan wilayah Desa Pecatu pada tahun 2000, dengan
karakteristik wilayah kering dan berkapur, rumah penduduk jarang serta belum
memiliki jaringan jalan hanya dengan jalan-jalan stapak. Sedangkan, prediksi tahun
2020 dimana jalan diasumsikan sudah dibangun, maka kondisi Nusa Penida relatif sama
dengan Desa Jimbaran tahun 2000, dengan bangunan sudah relatif padat dilewati oleh
adanya jaringan jalan utama.
3.5.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan Zona berbasis Pelabuhan
Pengembangan model bangkitan perjalanan berbasis pelabuhan tentunya hanya
dapat dilakukan dengan adanya data penumpang relatif lengkap, walaupun pada
beberapa pelabuhan keberadaannya masih diragukan, misalnya data nol perjalanan.
Namun, dengan data time series tersebut, model pola perjalanan pelabuhan akan
didasarkan pada data pola perjalanan orang/tahun dimasing-masing pelabuhan sebagai
bangkitan perjalanannya. Sebagai contoh Pelabuhan Toyapakeh, data perjalanan
eksisting tahun 2013 adalah data riil penumpang turun sebesar 20.481 orang/tahun,
sehingga rata-rata harian mencapai 20.481/365 = 56 orang/hari. Demikian pula untuk
pelabuhan-pelabuhan lainnya di Nusa Gede dengan data riil akan diperoleh bangkitan
perjalanan per harinya. Selanjutnya, berdasarkan data time series diperoleh pula
pertumbuhan rata-rata penumpang yang turun di pelabuhan-pelabuhan Nusa Penida per
tahunnya. Dengan demikian, prediksi tahun 2020 sebagai awal Umur Rencana (UR) dan
tahun 2045 sebagai akhir Umur Rencana jalan Lingkar Nusa Penida tentunya akan dapat
dihitung dengan mengaplikasikan metode Bunga Berganda.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 29
3.5.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada zona Kawasan Efektif
Pariwisata (KEP).
Kawasan Efektif Pariwisata merupakan kawasan yang berbasis objek-objek
wisata dengan kualitas pelayanan untuk wisatawan. Bangkitan perjalanan didominasi
oleh perjalanan untuk tujuan wisata/hiburan. Pada tahun 2014 ini, Kawasan Efektif
Pariwisata di Nusa Gede masih dalam tahapan rencana dan bangkitan perjalananpun
sebagian besar masih merupakan limpahan dari wisatawan Nusa Ceningan dan
Lembongan. Namun, dengan asumsi jumlah wisatawan akan meningkat sebanding data
realita peningkatan jumlah penumpang ke Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir, maka
pada tahun-tahun rencana 2020-2045, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Nusa
Penida akan dapat dihitung, baik per tahunnya maupun per harinya.
3.6 Proyeksi Bangkitan Perjalanan Nusa Penida
Bangkitan perjalanan pada beberapa pusat kegiatan Nusa Penida saat ini
menggambarkan kondisi sistem Tata Guna Lahan (TGL) dan sistem transportasi/
jaringan jalan, yang berbasis pada hasil-hasil pengumpulan data, baik data primer
maupun sekunder. Secara keseluruhan model bangkitan perjalanan eksisting mencakup
prakiraan permintaan (demand) dari 23 kawasan yang didefinisikan sebagai zona
bangkitan perjalanan. Analisis bangkitan perjalanan pada studi kelayakan ini terdiri dari
beberapa tahapan analisis, yaitu:
3.6.1 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan
Tingkat pertumbuhan bangkitan perjalanan pada zona yang berbasis desa akan
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang terkait langsung dengan terjadinya perjalanan
maupun perjalanan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan hidup (perjalanan sebagai
kebutuhan turunan). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan tersebut,
antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, perluasan (tipe,
skala, kepadatan dan tata letak) kegiatan di zona tersebut, kebijakan-kebijakan
pemerintah, dll. Bangkitan perjalanan yang berbasis Kawasan Wisata dan Kawasan
Pelabuhan tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, seperti prasarana dan sarana
yang ada, kualitas pelayanan dan kenyamanan kawasan dan tentunya juga perhatian
pemerintah terhadap pengembangan dikemudian hari. Berdasarkan ketersediaan data
sekunder, ada 3 skenario tingkat pertumbuhan bangkitan perjalanan yang secara
langsung berpengaruh terhadap pembebanan lalu lintas, yaitu:
1. Pertumbuhan Pesimis, yaitu pertumbuhan bangkitan perjalanan dengan persentase
terkecil dari variabel-variabel berpengaruh, misalnya data pertumbuhan penduduk
yang hanya sebesar 2,14%/tahun. Data ini diasumsikan relatif sama dengan
pertumbuhan bangkitan perjalanan. Sedangkan, untuk bangkitan perjalanan pada
kawasan wisata dan pelabuhan dimana pertumbuhan penduduk dipresentasikan oleh
pertumbuhan wisatawan ataupun penumpang, sehingga pertumbuhan lebih kepada
peningkatan prasarana jalan yaitu 4,19%.
2. Pertumbuhan Moderat, yaitu pertumbuhan perjalanan penduduk yang diasumsikan
lebih besar dan analog dengan pertumbuhan prasarana panjang jalan aspal bagi
penduduk di Nusa Penida, yaitu 4,19%/tahun. Namun, untuk bangkitan perjalanan
moderat pada kawasan wisata dan pelabuhan lebih kepada peningkatan jumlah data
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 30
riil penumpang yang turun di pelabuhan menuju Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir,
yaitu 5,46%/tahun.
3. Pertumbuhan Optimis, yaitu pertumbuhan tertinggi yang didasarkan atas peningkatan
sosial-ekonomi masyarakat dan ketersediaan data Pemilikan Kendaraan tahun 2008-
2012 di Kabupaten Klungkung. Dengan asumsi pertumbuhan optimis maka
bangkitan perjalanan akan meningkat 7,76%/tahun.
3.6.2 Analisis Lalu lintas pada Jaringan Jalan di Nusa Penida
a. Analisis dan peramalan lalu lintas bertujuan untuk mendapatkan volume lalu lintas
dan pergerakan di jaringan jalan pada tahun sekarang dan tahun mendatang.
b. Mencakup kegiatan analisis data lalu lintas eksisting, identifikasi potensi faktor-
faktor pembangkit lalu lintas serta penentuan metode ramalan lalu lintas yang sesuai.
c. Analisis lalu lintas harus mencakup studi area/zona yang memadai, untuk
mendapatkan prediksi lalu lintas yang representatif.
d. Peramalan lalu lintas harus menentukan komposisi dan volume lalu lintas yang ada
di masing-masing segmen jalan utama dan jaringan jalan lain yang berpengaruh pada
studi area dengan menganalisis data statistik dan melakukan analisis hasil survei
traffic counting dan Asal-Tujuan Perjalanan yang dibutuhkan untuk menentukan
pergerakan ke dalam dan/atau melalui area yang ditinjau.
e. Berdasarkan analisis di atas dan dengan mempertimbangkan kecenderungan
tambahan perjalanan yang berpindah dari rute dan moda lain atau induced traffic
akibat adanya fasilitas baru, maka peramalan harus memperkirakan LHR dan VJP
selama periode perencanaan, periode pelaksanaan dan setelah penyelesaian proyek.
Peramalan lalu lintas ini juga harus mempertimbangkan volume lalu lintas pada ruas
yang dianggap paling berpengaruh pada studi area atau segmen jalan yang
direncanakan.
3.7 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis Nusa
Penida
Ketiadaan jaringan jalan yang memadai saat ini menimbulkan bangkitan
perjalanan yang sangat rendah untuk wilayah Nusa Penida bagian Barat dan Selatan.
Disisi lain, posisi yang relatif dekat dengan Bali Daratan, khususnya Nusa Dua, Sanur,
Denpasar, Gianyar dan kawasan-kawasan yang sudah mendunia lainnya, maka dapat
diperkirakan kalau saja fasilitas pariwisata Nusa Penida memadai dalam sekejap akan
berkembang dan menjadi limpahan wisatawan mengikuti kawasan-kawasan tersebut.
Apalagi Nusa Penida memiliki deretan objek-objek wisata yang indah sepanjang garis
pantainya, selain harga lahannya yang juga masih murah. Berdasarkan perbandingan
jarak (jarak menggunakan jalan untuk mendapatkan objek-objek wisata) dan
berdasarkan penghematan waktu tempuh (waktu tempuh di jalanan untuk menikmati
objek-objek wisata), maka dapat dipastikan Nusa Penida akan jauh lebih efisien.
Dengan memperhitungkan kondisi geometrik jalan eksisting (tikungan tajam dan
kelandaian curam), sedangkan jalan baru sesuai standar radius tikungan dan kelandaian,
maka diperkirakan pengguna jalan lingkar Nusa Penida akan dalam tingkat
pertumbuhan yang tinggi.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB III METODE PENELITIAN 31
3.8 Kesimpulan dan Saran-saran dari Studi Kasus Penelitian
Untuk menarik Kesimpulan dalam Penelitian ini sangat ditentukan oleh data
yang akan diperoleh dalam survei-survei yang dilakukan. Item-item yang akan
disimpulkan adalah untuk menjawab Permasalahan dan Tujuan penelitian yang telah
ditetapkan. Sementara Saran-Saran yang akan dikemukakan dalam Penelitian ini tidak
hanya berkaitan dengan permasalahan pembebanan lalu lintas, tetapi juga perbaikan
sistem transportasi secara menyeluruh. Selanjutnya, juga akan dikemukakan kelemahan
dan kekurangan penelitian ini yang tentunya memerlukan studi lebih lanjut.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian “Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-
Jalan Perintis” ini, pada hakekatnya ada 3 (tiga) hal utama yang dibahas sesuai dengan
permasalahan dan tujuan yang akan dijawab, yaitu:
- Menganalisis zona-zona di Wilayah Pengaruh (WP) rencana jalan perintis
berdasarkan batas-batas administrasi, tata guna lahan eksisting dan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dimasa depan.
- Menganalisis bangkitan perjalanan zona-zona Wilayah Pengaruh (WP) dan Lalu
lintas yang membebani jalan perintis beserta faktor pertumbuhannya.
- Menganalisis kapasitas jalan serta prediksi kebutuhan lajur berdasarkan
pertumbuhan beban lalu lintas dari tahun ke tahun sepanjang Umur Rencana (UR)
jalan.
4.1 Sistem Zona dalam Pemodelan Wilayah Pengaruh (WP) Jalan
Penetapan sistem zona merupakan tahapan awal dalam pengembangan model
dan analisis pembebanan lalu lintas pada suatu rencana jalan. Sistem zona lalu-lintas
sangat terkait dengan kondisi Tata Guna Lahan (TGL) dengan mempertimbangkan batas
administrasi ataupun batas-batas alam, yang merupakan basis agregasi ketersedian data
dan, dalam kasus jalan perintis Nusa Penida ini, dapat dibedakan atas zona internal dan
zona eksternal. Kedua tipe zona tersebut dapat dijelaskan sbb.:
Zona internal adalah zona yang wilayah bangkitan perjalanannya berada di dalam
wilayah Nusa Penida (Nusa Gede) dan sangat mempengaruhi lalu lintas pada
rencana jalan lingkar Nusa Penida.
Sedangkan, zona eksternal adalah zona diluar wilayah studi, namun menimbulkan
bangkitan perjalanan yang signifikan pada wilayah studi Nusa Penida.
Basis pembagian zona, khususnya untuk Studi Kelayakan Jalan Lingkar Nusa
Penida ini, adalah wilayah administrasi desa. Basis tersebut diasumsikan berdasarkan
ketersediaan data aggregat zona yang meliputi populasi penduduk, PDRB, income per
kapita dan parameter lainnya serta data tata guna lahan/tata ruangnya. Beberapa zona
internal “baru” adalah berupa rencana Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) yang relatif
homogen dan dominan membangkitkan perjalanan untuk tujuan wisata. Dipihak lain,
sistem zona eksternal yang sangat mempengaruhi bangkitan perjalanan di wilayah Nusa
Penida adalah berupa Pelabuhan-pelabuhan Laut dipantai Utara maupun Pantai Timur.
Peninjauan wilayah kajian penelitian selama 25 tahun ke depan masih dirasa memadai
jika menggunakan desa dan kawasan-kawasan dengan atribut spesifik tertentu sebagai
dasar pembagian zona.
Dalam analisis wilayah penelitian ini, sistem zona yang digunakan untuk analisis
pemodelan adalah zona-zona yang hanya berlokasi di Pulau Nusa Penida (Nusa Gede)
sejumlah 23 zona, yang terdiri dari 14 zona desa, 4 zona Kawasan Efektif Pariwisata
(KEP) yang telah direncanakan dan sebanyak 5 zona eksternal berupa pelabuhan laut.
Pembagian wilayah zona didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain:
• Berdasarkan pola penggunaan lahan, dengan mengacu kepada homogenitas
penggunaan lahan sebagai bahan untuk menentukan nilai bangkitan (produksi dan
tarikan) perjalanan dalam wilayah.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 33
• Berdasarkan pertimbangan batas administrasi wilayah, sebagai bentuk pembagian
kepemerintahan lokal serta mempertimbangkan ketersediaan data di tingkat
subwilayah.
• Berdasarkan pertimbangan pola jaringan transportasi, sebagai bentuk dari
pengadaan fasilitas suplai, baik dalam bentuk aspek prasarana (jaringan jalan secara
fisik) serta aspek sarananya (angkutan pribadi maupun rencana angkutan umum).
• Berdasarkan aspek demografi sebagai unsur dinamis dari suatu parameter penentu
pergerakan perjalanan suatu zona. Dalam hal ini, karakteristik bangkitan perjalanan
Kawasan Efektif Pariwisata (KEP), Pelabuhan dan desa sebagai zona bangkitan
harus dibedakan, karena memang karakteristik variabel-variabel bangkitannya yang
berbeda.
• Berdasarkan prospek dan rencana pengembangan wilayah dimasa depan, khususnya
Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) yang diasumsikan identik dengan Kawasan
Pariwisata Nusa Dua dalam mendukung Nusa Penida sebagai tujuan wisata.
Ke-14 zona desa yang dibatasi masing-masing oleh batas administrasi desa,
adalah: Desa Sakti, Desa Bunga Mekar, Desa Batumadeg, Desa Klumpu, Desa
Batukandik, Desa Sekartaji, Desa Tanglad, Desa Pejukutan, Desa Suana, Desa
Batununggul, Desa Kutampi, Desa Kutampi Kaler, Desa Ped dan Desa Toyapakeh.
Sedangkan, Desa Jungutbatu dan Lembongan dengan adanya rencana Jembatan ke Nusa
Gede bangkitannya akan bermuara di zona Sakti. Letak masing-masing desa sebagai
zona bangkitan di pulau Nusa Penida (Nusa Gede) dapat dilihat pada Gambar 4.1, di
bawah ini.
Gambar 4.1 Lokasi 14 Zona Desa di Pulau Nusa Penida (Nusa Gede)
Jungutbatu
Lembongan
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 34
Disisi lain, dengan melihat potensi wisata yang ada, kawasan pariwisata
diseluruh kepulauan Nusa Penida secara administrasi mencakup wilayah Desa Suana,
Desa Batununggul, Desa Ped, Desa Toyapakeh, Desa Sakti, Desa Lembongan dan Desa
Jungutbatu. Selanjutnya, berdasarkan potensi wisata tersebut dalam perencanaannya
akan dikembangkan 7 (tujuh) blok Kawasan/Zona Efektif Pariwisata (KEP/ZEP) untuk
mengakomodasi peruntukan dan pemenuhan kebutuhan akomodasi wisata dan fasilitas
penunjang pariwisata, yang tentunya juga akan menjadi zona bangkitan perjalanan
dikemudian hari. Ke-7 KEP/ZEP tersebut meliputi:
a. KEP Lembongan;
b. KEP Jungutbatu;
c. KEP Ceningan;
d. KEP Sakti – Toyapakeh;
e. KEP Sakti – Bungamekar;
f. KEP Suana – Pejukutan; dan
g. KEP Batununggul.
Dari 7 rencana KEP tersebut, 4 (empat) diantaranya berlokasi di Nusa Gede
sedangkan 3 zona KEP di pulau Lembongan dan Ceningan, yang seperti sudah
disebutkan akan dihubungkan dengan jembatan dan dalam perhitungannya diasumsikan
berkontribusi pada bangkitan perjalanan KEP Sakti - Toyapakeh. Dengan demikian,
pada hakekatnya hanya 4 zona saja sebagai zona bangkitan perjalanan yang secara
langsung akan berpengaruh terhadap perencanaan bangkitan perjalanan dan
pembebanan volume arus lalu lintas pada jalan lingkar Nusa Penida, yaitu: (1). KEP
Sakti – Toyapakeh, (2). KEP Sakti – Bungamekar, (3). KEP Suana – Pejukutan; dan (4).
KEP Batununggul, seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut.
Kawasan Efektif
Pariwisata (KEP)
Batununggul
Kawasan Efektif
Pariwisata (KEP)
Suana-Pejukutan
Kawasan Efektif Pariwisata
Sakti – Toyapakeh
Kawasan Efektif
Pariwisata
Sakti-Bunga Mekar
Gambar 4.2 Lokasi 4 (Empat) Zona Kawasan Efektif Pariwisata di Pulau Nusa Penida
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 35
Secara kewilayahan, zona-zona pelabuhan hanya berupa titik, karena
kegiatannya eksternal (zona-zona eksternal). Namun, dilihat dari besaran bangkitan
perjalanannya sangat berpengaruh dan diasumsikan cukup signifikan terhadap
pembebanan rencana jalan lingkar Nusa Penida. Zona-zona pelabuhan sebagai sumber
bangkitan di seluruh kepulauan Nusa Penida, adalah:
1. Pelabuhan Penyeberangan Ferry:
• Mentigi – Padang Bai
2. Pelabuhan Tradisional/Rakyat:
• Mentigi – Kusamba
• Buyuk – Padangbai, Sanur
• Banjar Nyuh – Sanur
• Toyapakeh – Kusamba
• Bias Munjul/Pegadungan – Kusamba
• Tanjung Sangyang – Sanur
• Jungutbatu – Sanur, Kusamba
Berdasarkan lokasi dan ketersediaan datanya, 5 (lima) zona pelabuhan laut
yang berlokasi di Nusa Gede merupakan “trip ends perjalanan Nusa Penida”, sehingga
sangat layak sebagai zona bangkitan perjalanan dalam tahapan pembebanan lalu lintas
pada perencanaan jalan lingkar Nusa Penida. Pelabuhan-pelabuhan tersebut meliputi:
1. Pelabuhan Laut Toyapakeh,
2. Pelabuhan Laut Banjar Nyuh,
3. Pelabuhan Laut Buyuk,
4. Pelabuhan Laut Kutampi, dan
5. Pelabuhan Laut Mentigi.
Dengan demikian secara keseluruhan, sistem pembagian 23 zona bangkitan
perjalanan, baik yang berbasis Desa, kawasan Pariwisata maupun Pelabuhan Laut
untuk wilayah Nusa Gede, diantara keseluruhan wilayah kepulauan Nusa Penida dapat
dilihat seperti pada Gambar 4.4. Sedangkan, sistem pembagian zona internal dan
eksternal selanjutnya ditampilkan lebih detail dalam Tabel 4.1.
Gambar 4.3 Lokasi 5 (Lima) Zona Pelabuhan Laut (PELA) di Pulau Nusa Penida
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 36
Gambar 4.4 Sistem Zona, Pusat Zona dan Jalan Penghubung antar-zona
KETERANGAN :
: Jaringan eksisting
Nusa Penida
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 37
Tabel 4.1 Zona Bangkitan Perjalanan di Nusa Penida
No.
Zona
ID
Zona Nama Zona
Luas
Zona
(Ha)
Jenis
Zona
(Internal/
Eksternal)
Pusat Zona (PZ)
Bangkitan
1 Desa Sakti 758.9 internal PZ Sakti
2 Desa Bunga Mekar 1,973.0 internal PZ Bunga Mekar
3 Desa Batumadeg 1,356.0 internal PZ Batumadeg
4 Desa Klumpu 1,358.0 internal PZ Klumpu
5 Desa Batukandik 2,166.0 internal PZ Batukandik
6 Desa Sekartaji 1,539.0 internal PZ Sekartaji
7 Desa Tanglad 1,524.0 internal PZ Tanglad
8 Desa Pejukutan 640.5 internal PZ Pejukutan
9 Desa Suana 873.0 internal PZ Suana
10 Desa Batununggul 920.5 internal PZ Batununggul
11 Desa Kutampi 1,314.0 internal PZ Kutampi
12 Desa Kutampi Kaler 1,075.0 internal PZ Kutampi Kaler
13 Desa Ped 1,377.0 internal PZ Ped
14 Desa Toyapakeh 65.0 internal PZ Toyapakeh
15 KEP Sakti (Penida) 454.1 internal Pusat KEP Penida
16 KEP Sakti (Bunga Mekar) 1995.0 internal Pusat KEP Bunga
Mekar
17 KEP Batununggul 773.0 internal Pusat KEP
Batununggul
18 KEP Pejukutan/Suana 701.0 internal Pusat KEP Suana
19 Pelabuhan PELA Toya Pakeh -- Eksternal PELA Toya Pakeh
20 Pelabuhan PELA Banjar Nyuh -- Eksternal PELA Banjar Nyuh
21 Pelabuhan PELA Buyuk -- Eksternal PELA Buyuk
22 Pelabuhan PELA Kutampi -- Eksternal PELA Kutampi
23 Pelabuhan PELA Mentigi -- Eksternal PELA Mentigi
Sumber: Kecamatan Nusa Penida dalam Angka 2014 dan Hasil Analisis 2015
4.2 Jaringan Jalan dan Jarak Antar-Zona
“Kebutuhan” terhadap sistem jaringan jalan yang terdapat di Nusa Penida,
khususnya di Nusa Gede, memberikan indikasi “kebutuhan” distribusi perjalanan antar
zona yang dilakukan oleh masyarakat. Sekalipun banyak alasan yang melatarbelakangi
maksud dan tujuan perjalanan, namun variabel jarak tetap merupakan faktor penentu
utama. Saat ini, sistem jaringan jalan yang melayani perjalanan masyarakat Nusa Penida
terdiri dari sistem sekunder dan jalan lokal, yang masing-masing dapat dikelompokan
menurut peranannya. Namun belum memenuhi harapan masyarakat, baik kuantitas
maupun kualitas jalannya. Secara garis besar bahwa sistem jaringan sekunder yang
dikelola oleh kabupaten, hanya meliputi 40 ruas jalan dengan panjang total 235 km.
Jalan ini dibangun mengikuti struktur perkembangan wilayah yang tumbuh secara
alamiah. Keberadaan jalan kabupaten tersebut fungsi utamanya menghubungkan antar
desa yang kini mencapai 16 desa diseluruh kepulauan Nusa Penida, termasuk pulau
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38
Ceningan dan Lembongan. Berdasarkan data jaringan jalan eksisting tersebut dan hasil
survei yang didapat dilapangan maupun dari hasil survai pada peta google (Google
Map) dapat diperkirakan jaringan jalan yang menjadi prioritas perjalanan penduduk
antar desa, sebagai jarak perjalanan antar-zona berbasis desa.
Adanya rencana pembangunan jalan lingkar Nusa Penida, dimana kualitas
jalan yang meliputi alinyemen horizontal, alinyemen vertikal dan perkerasannya yang
tentunya relatif lebih baik, akan memberikan alternatif jaringan jalan baru dengan dan
jarak perjalanan antar zona yang lebih dekat. Dalam penentuan jarak antar-zona dalam
penelitian pembebanan lalu lintas jalan lingkar ini menggunakan jaringan jalan yang
secara langsung memiliki kontribusi paling signifikan, yaitu jaringan jalan yang secara
fungsional dipakai untuk pergerakan lalu lintas dengan volume yang paling besar
diantara zona atau desa-desa yang ada. Gambar jaringan jalan eksisting beserta pusat-
pusat zona yang dihubungkan oleh jalan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Sedangkan, matrik jarak perjalanan antar-zona (inter-zonal trips) melewati jalan-jalan
eksisting tertera dalam Tabel 4.2. Untuk matriks rencana yang melewati jaringan jalan
eksisting dan alternatif rencana Jalan Lingkar Nusa Penida seperti tercantum pada Tabel
4.3, berikut.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 39
Tabel 4.2 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Jalan Eksisting (dalam satuan: meter)
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 40
Sumber: Hasil Analisis, 2015
Tabel 4.3 Jarak Antar-zona di Pulau Nusa Penida melewati Jaringan Eksisting dan Rencana Jalan Lingkar Nusa Penida (dalam satuan: meter)
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 41
4.3 Kondisi Lalu Lintas Eksisting di Nusa Penida
Keberadaan data eksisting khususnya mengenai kondisi lalu lintas dan kualitas
pelayanan jalan di Nusa Penida belum ada sama sekali. Untuk itu harus dilakukan survai
data primer dilapangan. Pada pengumpulan data primer ini dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik lalu lintas, seperti volume, komposisi dan kecepatan kendaraan
disepanjang jalan-jalan yang telah ada. Secara umum di Nusa Penida dibedakan atas 2
karakteristik utama lalu lintas, yaitu: lalu lintas pada jalan-jalan kabupaten yang
variasinya ditentukan oleh volume “Hari Pasaran” dan Volume lalu lintas “bukan Hari
Pasaran”. Sedangkan, kondisi untuk jalan-jalan lokal masih relatif sangat sepi.
Umumnya, variasi volume jalan-jalan lokal tersebut terjadi hanya pada “hari-hari raya”
Odalan Pura disekitarnya.
Disisi lain, komposisi lalu lintas pada jaringan jalan Nusa Penida dibedakan atas:
pejalan kaki (pedestrian), sepeda (bikecycle) dan kendaraan tak bermotor (Non-
motorised Vehicle) lainnya, sepeda motor (motor cycle/MC), kendaraan ringan (light
vehicle/LV) dan kendaraan berat truk (truck). Berdasarkan MKJI (Departemen PU,
1997) kendaraan tak bermotor (un-motorised vehicle/UM) termasuk pejalan kaki dan
pesepeda diperhitungkan sebagai hambatan samping. Dengan demikian, kompilasi data
kondisi lalu lintas meliputi volume lalu lintas, komposisi moda dan karakteristik
kecepatan lalu lintas.
4.3.1 Volume Jam Sibuk dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Untuk survai volume lalu lintas, pada ruas-ruas jalan Nusa Penida dilakukan
pada segmen yang paling bermasalah, yaitu jalan Toyapakeh-Suana. Volume sibuk lalu
lintas umumnya terjadi pagi hari pada jam-jam kegiatan pasar. Untuk itu, segmen yang
disurvei adalah lokasi didepan pasar mentigi Batununggul (sebagai pusat Ibu Kota
Kecamatan) dari jam 06.00 s/d jam 10.00 pagi hari. Fluktuasi volume lalu lintas dalam 4
(empat) jam tersibuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari hasil survai 15 menitan
dapat ditentukan jam sibuk maksimum terjadi pada jam 8.45-9.45 dengan volume 893
kendaraan per jam atau 267,75 smp per jam. Dengan mengambil asumsi volume jam
sibuknya berkisar diantara 10 s/d 15 % LHR, maka berdasarkan volume terpadat
tersebut dapat diperkirakan LHR segmen jalan Toyapakeh-Suana adalah 100/12.5 *
267,75 atau 2.142 [smp/hari].
Tabel 4.4 Volume Lalulintas Segmen jalan Toyapakeh-Suana.
Waktu Utara-Selatan Selatan-utara Tot kend Bermotor Total volume
HV LV MC HV LV MC Kendaraan Smp kend/jam smp/jam
06.00-06.15 0 4 72 0 10 52 138 45.00
06.15-06.30 1 6 86 0 2 86 181 52.20
06.30-06.45 0 3 93 1 7 142 246 69.95
06.45-07.00 0 7 89 2 7 132 237 71.65 802 238.80
07.00-07.15 1 5 86 0 5 67 164 49.45 828 243.25
07.15-07.30 1 1 82 1 4 72 161 45.90 808 236.95
07.30-07.45 0 1 60 0 3 52 116 32.00 678 199.00
07.45-08.00 0 6 88 1 5 51 151 46.95 592 174.30
08.00-08.15 0 3 91 0 4 64 162 45.75 590 170.60
08.15-08.30 1 9 90 0 8 75 183 59.45 612 184.15
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 42
08.30-08.45 1 0 73 0 12 81 167 51.70 663 203.85
08.45-09.00 2 4 101 0 5 110 222 64.15 734 221.05
09.00-09.15 1 5 118 0 8 122 254 74.20 826 249.50
09.15-09.30 1 13 111 1 5 112 243 76.15 886 266.20
09.30-09.45 0 5 79 0 8 82 174 53.25 893 267.75
09.45-10.00 0 3 58 0 4 65 130 37.75 801 241.35 Sumber: Hasil Survai, 2014 dan Hasil Analisis, 2015.
4.3.2 Komposisi Arus Lalu Lintas
Dengan memperhitungkan semua moda perjalanan yang dilakukan oleh
penduduk Nusa Penida, maka dapat ditentukan komposisi perjalanan, baik berdasarkan
besaran jumlah moda maupun persentasenya. Dari data hasil survei diperoleh bahwa
komposisi lalu lintas relatif sama dengan Bali daratan, yaitu didominasi oleh pemakaian
moda sepeda motor yang bahkan mencapai 83,33%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel
4.5, berikut.
Tabel 4.5 Komposisi Arus Lalulintas di Jalan Toyapakeh-Suana Nusa Penida.
MODA KEND/JAM PERSENTASE (%)
Kendaraan berat 5 0.50
Kendaraan ringan 53 5.29
Sepeda Motor 835 83.33
Sepeda dan Kendaraan tak bermotor 8 0.80
Pejalan Kaki 101 10.08
TOTAL 1002 100.00
4.3.3 Kecepatan Perjalanan
Secara umum pemanfaatan segmen jalan Toyapakeh-Suana belum diatur
dengan baik, yang ditunjukkan oleh tumpang tindih dan adanya pembauran fungsi jalan.
Kecepatan perjalanan sangat dominan ditentukan oleh hambatan samping yang ada,
seperti kendaraan parkir, pejalan kaki dan kendaraan-kendaraan berhenti di jalan. Untuk
kecepatan perjalanan berdasarkan data hasil survei pada segmen jalan tersibuk
Toyapakeh-Suana dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini. Sedangkan, perhitungan
Derajat Kejenuhan sebagai penunjang kualitas pelayanan (level of Service) jalan
dipresentasikan melalui perhitungan pada Tabel 4.7. Dengan melihat kedua variabel
tingkat pelayanan jalan tersebut (kecepatan 13,61 km/jam dan derajat kejenuhan 0,15)
menunjukkan suatu kondisi lalu lintas yang sudah sangat dipaksakan, dengan kata lain
pelayanan jalannya sudah pada Tingkat Pelayanan F.
Tabel 4.6 Fluktuasi Kecepatan Lalu lintas pada jam-jam sibuk segmen jalan
Toyapakeh-Suana, Nusa Penida.
Waktu
Panjang Waktu Tempuh(dtk) Waktu
tempuh
rata-
rata(dtk)
V
segmen
(m) 1 2 3 4 5 (km/jam)
06.00-06.15 200 48.2 52.3 50.1 51.7 54.6 51.38 14.01
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 43
06.15-06.30 200 52.4 55.3 56.2 52.5 52.7 53.82 13.38
06.30-06.45 200 53.2 58.6 60.2 58.2 56.2 57.28 12.57
06.45-07.00 200 57.2 56.3 58.1 59.2 60 58.16 12.38
07.00-07.15 200 52 50.2 49.2 51.3 47.2 49.98 14.41
07.15-07.30 200 48.3 48.5 49.1 47.1 46.5 47.90 15.03
07.30-07.45 200 49.2 46.2 45.3 40.2 43.1 44.80 16.07
07.45-08.00 200 46.7 43.4 42.3 44.5 45.1 44.40 16.22
08.00-08.15 200 47 47.3 49.2 42.3 40.2 45.20 15.93
08.15-08.30 200 44.3 40.1 42.2 44.8 39.5 42.18 17.07
08.30-08.45 200 46.2 51.5 49.6 52.9 55.7 51.18 14.07
08.45-09.00 200 55.6 57.3 59.2 57.4 59.1 57.72 12.47
09.00-09.15 200 60.2 62.3 64.3 65.1 66.7 63.72 11.30
09.15-09.30 200 67.2 68.3 72.1 69.3 73.1 70.00 10.29
09.30-09.45 200 67.3 65.2 64.2 60.2 62.4 63.86 11.27
09.45-10.00 200 65.3 67.2 62.9 61 60.2 63.32 11.37
Rata-rata kecepatan pada jam-jam sibuk lalu lintas 13.61
Tabel 4.7 Derajat Kejenuhan Pada Jalan Toyapakeh-Suana, Nusa Penida
1 Kapasitas Dasar Untuk 2/2 UD (smp/jam) Co 2900
2 Lebar Lalu lintas efektif 6 m FCw 0.87
3
Ratio lalu lintas arah Utara Selatan = 49.8%
dan arah Selatan-Utara = 50,2% untuk 2/2 UD
FCsp
1
4
Bobot SF kejadian puncak = 563 termasuk tinggi (H)
jarak kerb ke penghalang = 1m
FCsf
0.81
5 Faktor ukuran kota untuk jumlah penduduk < 1 jt FCcs 0.86
Kapasitas total (smp/jam) C 1757.52
Volume puncak (smp/jam) Q 267.75
Maka, Derajat Kejenuhan / DS Q/C 0.15
4.4 Bangkitan Perjalanan Zona-Zona di Wilayah Pengaruh
Bangkitan perjalanan pada beberapa pusat kegiatan Nusa Penida saat ini
menggambarkan kondisi sistem Tata Guna Lahan (TGL) dan sistem transportasi/
jaringan jalan, yang berbasis pada hasil-hasil pengumpulan data, baik data primer
maupun sekunder. Secara keseluruhan model bangkitan perjalanan eksisting mencakup
prakiraan permintaan perjalanan (transport demand) dari 23 kawasan yang didefinisikan
sebagai zona bangkitan perjalanan. Analisis bangkitan perjalanan pada penelitian ini
terdiri dari 3 hal utama, berdasarkan definisi dari zona perjalanan, yaitu:
Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona berbasis Desa.
Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan Zona berbasis Pelabuhan
Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada zona Kawasan/Zona
Efektif Pariwisata (KEP/ZEP).
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 44
4.4.1 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada Zona berbasis Desa.
Kondisi eksisting di wilayah perdesaan relatif sangat terkebelakang, topografi
wilayah berkapur, didiami oleh penduduk dengan kepadatan rendah dan tanpa adanya
pengembangan dan pembangunan wilayah yang signifikan. Dengan kondisi wilayah
yang belum berkembang tersebut dan juga tidak adanya jaringan jalan dan infrastruktur
lain yang memadai menyebabkan wilayah Nusa Penida, khususnya bagian Barat dan
Selatan, tidak mendapat perhatian yang serius. Hal ini bermuara pada bangkitan
perjalanan yang dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang didominasi
oleh perjalanan penduduk setempat yang hanya dilakukan didalam zona (internalized
trips).
Namun, untuk waktu-waktu mendatang dengan mulai adanya perhatian nyata
yang ditandai oleh rencana pembangunan jalan perintis sebagai jalan lingkar Nusa
Penida, merupakan sebuah Big Phase dalam perkembangan Nusa Penida, maka dapat
dipastikan bangkitan perjalanan akan meningkat secara drastis. Hal ini dapat
diasumsikan karena lokasinya yang dekat dengan objek-objek wisata yang sudah
berkembang, seperti Kawasan Sanur, Kuta, Nusa Dua, Denpasar dan Gianyar. Kondisi
ini dapat dianalogikan dengan wilayah bukit sebelum tahun 2000, dimana jaringan jalan
berkelas mulai dikembangkan untuk melayani seluruh pelosok wilayah tersebut. Dengan
alasan ini pula, bangkitan perjalanan di Nusa Penida menerapkan metode analogi.
Untuk tahun eksisting (Nusa Penida belum dilewati jalan berkelas/hanya jalan
setapak) bangkitan perjalanan zona yang berbasis desa relatif analog dengan Desa
Pecatu di wilayah Bukit tahun 2000, yaitu setiap penduduk rata-rata melakukan
perjalanan 0,34 orang-perjalanan/hari, seperti tercantum pada Tabel 4.8. Sedangkan,
untuk prediksi tahun 2020 dimana jalan lingkar Nusa Penida diasumsikan sudah selesai,
masyarakat sudah jauh lebih berkembang dan perjalananpun semakin meningkat.
Kondisi ini dapat dianalogikan dengan Desa Jimbaran tahun 2000 dengan lintasan
utama jalan By-pass Ngurah Rai. Perjalanan per penduduk meningkat dua kali lebih,
yaitu 0,81 orang-perjalanan/hari. Dengan metode studi banding ini yaitu
menganalogikan kondisi faktor-faktor bangkitan perjalanan kawasan dan pelayanan
fasilitasnya yang sejenis, maka bangkitan perjalanan zona yang berbasis desa dapat
diprediksi untuk awal Umur Rencana (UR) jalan lingkar Nusa Penida tahun 2020,
seperti Tabel 4.8 berikut.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 45
Tabel 4.8 Karakteristik tiap-tiap zona bangkitan perjalanan di Nusa Penida
No. Nama ID Luas Desa
Data Penduduk 2013
(Orang)
Data Penduduk 2020
(Orang)
Bangk. Perjalanan
2013
Bangk. Perjalanan
2020
(Ha) L P Jml L P Jml (Orang-perjln/hari) (Orang-perjln/hari)
1 Desa Sakti 1,316.0 1,655 1,668 3,323 1,919 1,934 3,854 1,130 3,122
2 Desa Bunga Mekar 1,973.0 1,366 1,442 2,808 1,584 1,672 3,257 955 2,638
3 Desa Batumadeg 1,356.0 1,096 1,111 2,207 1,271 1,289 2,560 750 2,073
4 Desa Klumpu 1,358.0 1,885 1,946 3,831 2,186 2,257 4,443 1,303 3,599
5 Desa Batukandik 2,166.0 2,055 2,028 4,083 2,383 2,352 4,735 1,388 3,836
6 Desa Sekartaji 1,539.0 791 784 1,575 917 909 1,827 536 1,480
7 Desa Tanglad 1,524.0 1,108 1,178 2,286 1,285 1,366 2,651 777 2,147
8 Desa Pejukutan 1,084.0 1,494 1,554 3,048 1,733 1,802 3,535 1,036 2,863
9 Desa Suana 1,042.0 1,652 1,750 3,402 1,916 2,030 3,946 1,157 3,196
10 Desa Batununggul 1,345.0 2,216 2,379 4,595 2,570 2,759 5,329 1,562 4,317
11 Desa Kutampi 1,314.0 1,419 1,401 2,820 1,646 1,625 3,271 959 2,649
12 Desa Kutampi Kaler 1,075.0 1,323 1,337 2,660 1,534 1,551 3,085 904 2,499
13 Desa Ped 2,115.0 1,912 1,990 3,902 2,217 2,308 4,525 1,327 3,666
14 Kampung Toyapakeh 65.0 206 226 432 239 262 501 147 406
Jumlah 20,284.0 23,612 24,392 48,004 23,402 24,116 47,518 13,931 38,491
Sumber: BPS Kabupaten Klungkung 2014 dan Hasil Perhitungan 2015.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 46
4.4.2 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan Zona berbasis Pelabuhan
Untuk model bangkitan pada pelabuhan diperlukan data series penumpang.
Data penumpang relatif lengkap untuk dapat dianalisis seperti ditunjukkan Tabel 4.9
dan Tabel 4.10, walaupun pada beberapa pelabuhan keberadaannya masih diragukan,
misalnya data nol perjalanan. Namun, dengan data time series tersebut, model pola
perjalanan pelabuhan akan didasarkan pada data pola perjalanan orang/tahun dimasing-
masing pelabuhan sebagai bangkitan perjalanannya. Sebagai contoh Pelabuhan
Toyapakeh, data perjalanan tahun 2013 adalah data riil penumpang turun sebesar
20.481 orang/tahun, sehingga rata-rata harian mencapai 20.481/365 = 56 orang/hari.
Demikian pula untuk pelabuhan-pelabuhan lainnya di Nusa Gede dengan data riil
diperoleh bangkitan perjalanan per hari seperti tercantum pada Tabel 4.10. Selanjutnya,
berdasarkan data time series tersebut diperoleh pula pertumbuhan rata-rata penumpang
yang turun di pelabuhan Nusa Penida adalah 5,46% per tahun. Dengan demikian,
prediksi tahun 2020 sebagai awal Umur Rencana (UR) jalan perintis yang diharapkan
merupakan jalan Lingkar Nusa Penida dapat dihitung dengan mengaplikasikan
model/metode Bunga Berganda.
Tabel 4.9 Jumlah Penumpang Naik di Pelabuhan Bali Daratan Menuju Nusa Penida
Berangkat dari Pelabuhan di
Pulau Bali 2009 2010 2011 2012 2013
Kusamba 11,084 6,576 6,060 0 23,657
Sanur 60,876 62,779 58,358 77,578 82,995
Kedonganan 182 171 59 0 0
Serangan 0 15,829 10,459 6,815 6,369
Teluk Benoa (Quick Silver) 89,580 103,751 107,070 100,746 95,850
Kapal Wisata Nusa Lembongan 74,348 70,806 83,486 66,778 80,050
Jumlah (Orang) 236,070 259,912 265,492 251,917 288,921
Pertumbuhan (%/tahun) 10.10 2.15 -5.11 14.69
Rata-rata Pertumbuhan (%/tahun) 5.46
Sumber: Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida, 2014.
Tabel 4.10 Jumlah Penumpang Turun pada Pelabuhan Nusa Penida tahun 2013.
No. Nama Pelabuhan Penumpang Turun 2013
(Orang/tahun) (Orang/hari)
1 Pelabuhan Laut Tanjung Sanghyang 63,705 175
2 Pelabuhan Laut Jungut Batu 80,050 219
3 Pelabuhan Laut Toya Pakeh 20,481 56
4 Pelabuhan Laut Banjar Nyuh 16,521 45
5 Pelabuhan Laut Buyuk 45,808 126
6 Pelabuhan Laut Kutampi 16,521 45
7 Pelabuhan Laut Mentigi 45,835 126
Total Pelabuhan per tahun 288,921 792
Sumber: Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida, 2014.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 47
4.4.3 Pengembangan Model Bangkitan Perjalanan pada zona Kawasan Efektif
Pariwisata (KEP).
Kawasan Efektif Pariwisata (KEP) merupakan kawasan yang berbasis objek-
objek wisata dengan kualitas pelayanan untuk wisatawan. Ada 4 Kawasan Efektif
Pariwisata yang secara kewilayahan merupakan zona internal jalan perintis ini, meliputi:
(1). KEP Sakti – Toyapakeh, (2). KEP Sakti – Bungamekar, (3). KEP Suana –
Pejukutan; dan (4). KEP Batununggul. Karakteristik bangkitan perjalanan didominasi
oleh perjalanan untuk tujuan wisata/hiburan. Pada tahun 2015 ini, Kawasan Efektif
Pariwisata di Nusa Gede masih dalam tahapan rencana dan bangkitan perjalananpun
sebagian besar masih merupakan limpahan dari wisatawan Nusa Ceningan dan
Lembongan dengan jumlah wisatawan mencapai 185.909 orang untuk tahun 2013,
seperti ditunjukkan pada Tabel 4.11. Dengan asumsi jumlah wisatawan akan meningkat
sebanding data realita peningkatan penumpang ke Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir
(2009 s/d 2013) yaitu 5,46%/tahun, maka pada tahun 2020 (sebagai awal Umur Rencana
jalan perintis) jumlah wisatawan yang berkunjung ke Nusa Penida telah mencapai
269.721 orang wisatawan atau rata-rata 739 orang wisatawan per hari.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 48
Tabel 4.11 Data Kunjungan Wisatawan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Tahun 2013
DEWASA ANAK DEWASA ANAK DEWASA ANAK DEWASA ANAK DEWASA ANAK DEWASA ANAK DEWASA ANAK DEWASA ANAK
1 Januari 2.064 46 356 31 2.538 7 1.024 - 217 8 19 - 14.146 270 - - 20.726
2 Pebruari 2.082 26 260 10 2.019 - 526 - 244 14 14 2 14.597 421 - - 20.215
3 Maret 1.801 30 185 3 1.798 10 457 10 225 7 16 5 11.732 154 - - 16.433
4 April 2.981 78 283 47 2.481 5 234 5 280 7 18 1 12.861 233 - - 19.514
5 Mei 3.966 32 568 78 4.192 10 603 295 309 8 9 - 14.794 233 - - 25.097
6 Juni 2.822 36 496 2.351 3.193 - 477 2.245 324 13 46 12 15.682 178 - - 27.875
7 Juli 5.295 289 259 34 5.497 135 713 35 214 13 29 4 16.839 212 - - 29.568
8 Agustus 7.155 396 469 46 6.146 201 1.699 41 229 12 9 3 19.757 748 - - 36.911
9 September 6.819 37 375 4 4.892 16 383 - 172 2 11 1 15.392 353 - - 28.457
10 Oktober 5.371 106 379 48 4.654 - 371 - 164 2 8 - 14.406 342 - - 25.851
11 Nopember 3.250 30 575 20 3.656 - 672 248 153 2 14 - 16.689 314 - - 25.623
12 Desember 2.429 97 546 84 2.808 - 912 100 165 3 9 - 15.172 384 - - 22.709
JUMLAH 1 46.035 1.203 4.751 2.756 43.874 384 8.071 2.979 2.696 91 202 28 182.067 3.842 - - 298.979
JUMLAH 2 298.979
TOTAL 298.979
Sumber : Dinas Pariwisata Kab. Klungkung, 2014
185.909 -
54.745 55.308 3.017 185.909
47.238 7.507 44.258 11.050 2.787 230
JUMLAHWISMAN WISNU WISMAN WISNU WISMAN WISNU WISMAN WISNU
KAWASAN NUSA PENIDA
NO BULAN
KERTAGOSA GOA LAWAH LEFI RAFTING
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 49
4.5 Tingkat Pertumbuhan Bangkitan Perjalanan
Tingkat pertumbuhan yang dimaksud adalah selama interval Umur Rencana (UR)
jalan 25 tahun, yaitu dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2045. Dalam interval tahun-
tahun tersebut, diasumsikan jalan sudah terbangun dan memberikan pengaruh bangkitan
perjalanan yang berbeda dari tahun-tahun sebelum 2020. Tingkat pertumbuhan bangkitan
perjalanan pada zona yang berbasis desa akan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang
terkait langsung dengan terjadinya perjalanan maupun perjalanan untuk tujuan pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari (perjalanan sebagai kebutuhan turunan). Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pertumbuhan tersebut, antara lain: tingkat pertumbuhan penduduk,
peningkatan pendapatan, perluasan (tipe, skala, kepadatan dan tata letak) kegiatan di zona
tersebut, kebijakan-kebijakan pemerintah, dll. Sedangkan, bangkitan perjalanan yang
berbasis Kawasan Wisata dan Kawasan Pelabuhan tentu dipengaruhi oleh faktor-faktor
lainnya, seperti prasarana dan sarana yang ada, kualitas pelayanan dan kenyamanan
kawasan dan tentunya juga perhatian pemerintah terhadap pengembangan dikemudian hari.
Berdasarkan ketersediaan data sekunder, ada 3 skenario tingkat pertumbuhan bangkitan
perjalanan, yaitu:
1. Pertumbuhan Pesimis, yaitu pertumbuhan bangkitan perjalanan penduduk yang
diasumsikan relatif sama dengan pertumbuhan penduduk, sebesar 2,14%/tahun.
Sedangkan, untuk bangkitan perjalanan pada kawasan wisata dan pelabuhan
lebih kepada peningkatan prasarana jalan yaitu 4,19%.
2. Pertumbuhan Moderat, yaitu pertumbuhan perjalanan penduduk yang besarnya
analog dengan pertumbuhan prasarana panjang jalan aspal di Nusa Penida, yaitu
4,19%/tahun. Namun, untuk bangkitan perjalanan moderat pada kawasan wisata
dan pelabuhan lebih kepada peningkatan jumlah penumpang yang turun di
pelabuhan menuju Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir, yaitu 5,46%/tahun.
3. Pertumbuhan Optimis, yaitu pertumbuhan yang didasarkan atas peningkatan
sosial-ekonomi masyarakat dan ketersediaan data Pemilikan Kendaraan tahun
2008-2012 di Kabupaten Klungkung yang mencapai 7,76%/tahun. Asumsi
pertumbuhan tinggi ini cukup logik mengingat jalan perintis ini berlokasi di
wilayah yang relatif dekat dengan kawasan pariwisata yang sudah terkenal
didunia, seperti Nusa Dua, Sanur, Kuta, Denpasar dan Gianyar.
Detail rincian tingkat pertumbuhan untuk masing-masing skenario pada masing-
masing zona bangkitan perjalanan dapat dilihat pada Tabel 4.12, berikut. Selanjutnya,
dapat pula dilihat hasil prediksi jumlah bangkitan perjalanan diseluruh 23 zona di Nusa
Penida untuk tahun awal Umur Rencana (UR) jalan 2020 sebesar 471,21 orang-
perjalanan/hari. Besarnya bangkitan perjalanan di akhir Umur Rencana (UR) jalan tahun
2045, tergantung pada skenario pertumbuhannya, yaitu 83.890 (orang-perjalanan/hari)
untuk skenario faktor pertumbuhan pesimis. Bangkitan perjalanan meningkat menjadi
135.747 (orang-perjalanan/hari) bila diasumsikan pertumbuhannya moderat dan akan
mencapai 309.135 (orang-perjalanan/hari) apabila pertumbuhan yang terjadi dengan
skenario tinggi, yaitu 7,76%/tahun.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 50
Tabel 4.12 Prediksi Bangkitan Perjalanan pada 23 zona di Nusa Penida
No. Nama ID
Luas
Zona
Bangk.
Perjln.
2013
Pertumbuhan "i" (%/tahun) Prediksi Bangkitan Perjalanan (Or-perj/hari)
2020 2045
(Ha) Rendah Sedang Tinggi Jimbaran 2000 "i" rendah "i" sedang "i" tinggi
1 Desa Sakti 758.9 1,130 2.14 4.19 7.76 3,122 5,300 8,710 20,222
2 Desa Bunga Mekar 1,973.0 955 2.14 4.19 7.76 2,638 4,479 7,360 17,088
3 Desa Batumadeg 1,356.0 750 2.14 4.19 7.76 2,073 3,520 5,785 13,431
4 Desa Klumpu 1,358.0 1,303 2.14 4.19 7.76 3,599 6,110 10,042 23,314
5 Desa Batukandik 2,166.0 1,388 2.14 4.19 7.76 3,836 6,512 10,703 24,847
6 Desa Sekartaji 1,539.0 536 2.14 4.19 7.76 1,480 2,512 4,128 9,585
7 Desa Tanglad 1,524.0 777 2.14 4.19 7.76 2,147 3,646 5,992 13,911
8 Desa Pejukutan 640.5 1,036 2.14 4.19 7.76 2,863 4,861 7,990 18,549
9 Desa Suana 873.0 1,157 2.14 4.19 7.76 3,196 5,426 8,917 20,703
10 Desa Batununggul 920.5 1,562 2.14 4.19 7.76 4,317 7,329 12,045 27,963
11 Desa Kutampi 1,314.0 959 2.14 4.19 7.76 2,649 4,498 7,392 17,161
12 Desa Kutampi Kaler 1,075.0 904 2.14 4.19 7.76 2,499 4,243 6,973 16,187
13 Desa Ped 1,377.0 1,327 2.14 4.19 7.76 3,666 6,224 10,228 23,746
14 Kampung Toyapakeh 65.0 147 2.14 4.19 7.76 406 689 1,132 2,629
15 KEP Sakti Toyapakeh 454.1 3,294 *) 4.19 5.46 7.76 176 492 666 1,143
16 KEP Sakti Bunga Mekar 1995.0 0 4.19 5.46 7.76 234 652 883 1,514
17 KEP Batununggul 773.0 0 4.19 5.46 7.76 134 375 508 871
18 KEP Pejukutan & Suana 701.0 0 4.19 5.46 7.76 194 541 733 1,256
19 PELA Toya Pakeh 0.0 56 4.19 5.46 7.76 81 227 308 527
20 PELA Banjar Nyuh 0.0 45 4.19 5.46 7.76 66 183 248 425
21 PELA Buyuk 0.0 126 4.19 5.46 7.76 182 508 688 1,180
22 PELA Kutampi 0.0 45 4.19 5.46 7.76 66 183 248 425
23 PELA Mentigi 0.0 126 4.19 5.46 7.76 182 508 688 1,180
Jumlah 20,284.0 17,622 47,721 83,890 135,747 309,135
Sumber: Hasil Perhitungan, 2015.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 51
4.6 Proyeksi Pembebanan Lalu Lintas pada Ruas Jalan Perintis Nusa Penida
Seperti dijelaskan sebelumnya, ketiadaan jaringan jalan yang memadai saat ini
menimbulkan bangkitan perjalanan yang sangat rendah untuk wilayah Nusa Penida
bagian Barat dan Selatan. Disisi lain, posisi yang relatif dekat dengan Bali Daratan,
khususnya Nusa Dua, Sanur, Denpasar, Gianyar dan kawasan-kawasan yang sudah
mendunia lainnya, maka dapat diperkirakan kalau saja fasilitas pariwisata Nusa Penida
memadai dalam sekejap akan berkembang dan menjadi limpahan wisatawan mengikuti
perkembangan kawasan-kawasan tersebut. Apalagi Nusa Penida memiliki deretan
objek-objek wisata yang indah sepanjang garis pantainya, tiada duanya ditempat lain,
selain harga lahannya yang juga masih murah. Bila dibandingkan dengan kawasan
pariwisata di Bali daratan, khususnya berdasarkan perbandingan jarak (jarak
menggunakan jalan untuk mendapatkan objek-objek wisata) dan berdasarkan
penghematan waktu tempuh (waktu tempuh di jalanan untuk menikmati objek-objek
wisata), maka dapat dipastikan Nusa Penida akan jauh lebih efisien, karena pulaunya
kecil dan objek-objek wisatanya banyak. Dengan memperhitungkan kondisi geometrik
jalan eksisting (tikungan tajam dan kelandaian curam), sedangkan jalan baru jauh lebih
aman dan nyaman karena sesuai standar perencanaan, seperti radius tikungan,
kelandaian dan lain-lain, maka dapat diperkirakan pengguna jalan lingkar Nusa Penida
akan dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi.
Dari perhitungan sebelumnya, berdasarkan hasil survai primer pada jalan
Toyapakeh-Suana, telah diperoleh:
- Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) eksisting 2014 sebesar 2.142 smp/hari, dan
- Volume Jam Sibuk sebagai volume Perencanaan (VJP) sebesar 267,75 smp/jam.
Sedangkan, Bangkitan Perjalanan di seluruh 23 zona Nusa Penida saat ini (2013) telah
mencapai 17.622 orang-perjalanan/hari. Dalam prediksi selanjutnya (Tabel 4.12)
diperoleh bangkitan perjalanan tahun 2020 adalah 47.721 orang-perjalanan/hari.
Mengingat jalan perintis ini adalah satu-satunya jalan berkelas, maka sangat logis
apabila setiap bangkitan akan memanfaatkan jalan tersebut (metode “All or Nothing”).
Ini berarti volume lalu lintas di jaringan jalan sebanding dengan pertumbuhan bangkitan
perjalanan di wilayah tersebut. Dengan asumsi ini dapat diproyeksikan volume lalu
lintas pada jalan perintis sebagai jalan lingkar Nusa Penida tahun 2020 (awal Umur
Rencana jalan lingkar), yaitu 47.721/17.622 * 2.142 smp/hari = 5.800,62 smp/hari
dengan volume pada jam sibuk mencapai = 47.721/17.622 * 267,75 = 725,08 smp/jam.
Untuk proyeksi tahun 2045 sebagai akhir Umur Rencana (UR) jalan perintis
Nusa Penida akan dapat diprediksi baik LHR maupun VJP yang akan mempergunakan
jalan barunya. Tentunya masing-masing segmen jalan yang dipisahkan oleh
persimpangan-persimpangan dengan jalan-jalan eksisting mempunyai volume yang
relatif berbeda. Namun, pembebanan tertinggi merupakan bagian jalan yang paling
kritis dan menjadi standar perencanaan jalan ini. Berdasarkan asumsi perkembangan
wilayah diatas, dimana pertumbuhan pengguna jalan Nusa Penida ini dalam tingkat
pertumbuhan yang tinggi yaitu 7,76 %/tahun. Dengan demikian, berdasarkan asumsi
pertumbuhan tersebut, maka lalu lintas harian rata-rata (LHR) jalan ini akan mencapai
37.576,31 smp/hari pada tahun 2045. Sedangkan, Volume Jam Perencanaan (VJP)
sebesar 4.697,04 smp/jam. Secara detail, proyeksi Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR)
dan Volume Jam Perencanaan (VJP) pada jalan perintis Nusa Penida dalam interval
umur rencana (2020 – 2045) dapat dideskripsikan seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.13,
berikut.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 52
Tabel 4.13 Proyeksi VJP dan LHR pada jalan Lingkar Nusa Penida (UR= 25 tahun)
Tahun
Proyeksi VJP dan LHR dalam interval Umur Rencana Konstruksi
[smp/jam]
"i" tinggi (% per tahun) VJP (smp/jam sibuk) LHR (smp/hari)
2020 7.76 725.08 5,800.62
2021 7.76 781.35 6,250.75
2022 7.76 841.98 6,735.81
2023 7.76 907.32 7,258.51
2024 7.76 977.72 7,821.77
2025 7.76 1,053.60 8,428.74
2026 7.76 1,135.35 9,082.81
2027 7.76 1,223.46 9,787.63
2028 7.76 1,318.40 10,547.15
2029 7.76 1,420.71 11,365.61
2030 7.76 1,530.95 12,247.58
2031 7.76 1,649.75 13,198.00
2032 7.76 1,777.78 14,222.16
2033 7.76 1,915.73 15,325.80
2034 7.76 2,064.39 16,515.08
2035 7.76 2,224.59 17,796.65
2036 7.76 2,397.22 19,177.67
2037 7.76 2,583.24 20,665.86
2038 7.76 2,783.70 22,269.53
2039 7.76 2,999.72 23,997.65
2040 7.76 3,232.49 25,859.86
2041 7.76 3,483.33 27,866.59
2042 7.76 3,753.64 30,029.04
2043 7.76 4,044.92 32,359.29
2044 7.76 4,358.81 34,870.37
2045 7.76 4,697.05 37,576.31
Sumber: Hasil Perhitungan, 2015
Keterangan:
Dengan asumsi kondisi lingkungan yang masing perdesaan, kapasitas
jalan perintis 2/2UD didaerah perbukitan “C” = Co (3000) * FCw=7m (1,0) * FCsp
50/50 (1,0) * FCsf rendah (0,97) = 2910 smp/jam. Jadi berdasarkan tabel di atas terlihat
bahwa dengan asumsi pertumbuhan lalu lintas tinggi, sebagai kondisi lalu lintas yang
Tahun 2038 : Tahun dimana jalan lingkar Nusa Penida sudah harus
diperlebar dari 2 (dua) lajur menjadi 4 (empat) lajur
untuk 2 arah lalu lintas dan tanpa median jalan.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 53
paling krusial, maka dapat diprediksi pada tahun 2038 kapasitas jalan 2/2 UD sudah
akan terlampaui. Untuk itu, penambahan jumlah lajur jalan dari 2 lajur 2 arah menjadi 4
lajur 2 arah (4/2 UD) harus sudah dilakukan pada tahun yang bersangkutan, sehingga
kualitas pelayanan jalan tetap dapat dipertahankan.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Sesuai dengan tujuan penulisan dalam penelitian ini, dari hasil analisis terhadap
pembebanan lalu lintas pada jalan perintis Nusa Penida dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan dalam pembangunan jalan
perintis dibagian Barat-Selatan Nusa Penida, dalam rangka mempercepat
pengembangan wilayah yang belum berkembang saat ini, dapat dideskripsikan sbb.:
pada zona yang berbasis desa akan dipengaruhi oleh faktor yang terkait
langsung dengan terjadinya perjalanan maupun perjalanan untuk tujuan
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (perjalanan sebagai kebutuhan
turunan). Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, antara lain: penduduk,
pendapatan, tata guna lahan (tipe, skala, kepadatan dan tata letak) kegiatan di
zona tersebut, kebijakan-kebijakan pemerintah seperti kegiatan pembangunan
wilayah, dll.
bangkitan perjalanan yang berbasis Kawasan Wisata dan Kawasan Pelabuhan
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti prasarana dan sarana yang ada, kualitas
pelayanan dan kenyamanan kawasan dan perhatian pemerintah terhadap
pengembangan kawasan.
2. Faktor pertumbuhan pembebanan lalu lintas sampai akhir Umur Rencana (UR)
jalan, berdasarkan ketersediaan data sekunder, meliputi 3 (tiga) skenario tingkat
pertumbuhan bangkitan perjalanan, yaitu:
Pertumbuhan Pesimis, yaitu pertumbuhan bangkitan perjalanan penduduk yang
diasumsikan relatif sama dengan pertumbuhan penduduk, sebesar 2,14%/tahun.
Sedangkan, untuk bangkitan perjalanan pada kawasan wisata dan pelabuhan
lebih kepada peningkatan prasarana jalan yaitu 4,19%.
Pertumbuhan Moderat, yaitu pertumbuhan perjalanan penduduk yang besarnya
analog dengan pertumbuhan prasarana panjang jalan aspal di Nusa Penida,
yaitu 4,19%/tahun. Namun, untuk bangkitan perjalanan moderat pada kawasan
wisata dan pelabuhan lebih kepada peningkatan jumlah penumpang yang turun
di pelabuhan menuju Nusa Penida dalam 5 tahun terakhir, yaitu 5,46%/tahun.
Pertumbuhan Optimis, yaitu pertumbuhan yang didasarkan atas peningkatan
sosial-ekonomi masyarakat dan ketersediaan data Pemilikan Kendaraan tahun
2008-2012 di Kabupaten Klungkung yang mencapai 7,76%/tahun. Asumsi
pertumbuhan tinggi ini cukup logik mengingat jalan perintis ini berlokasi di
wilayah yang relatif dekat dengan kawasan pariwisata yang sudah terkenal
didunia, seperti Nusa Dua, Sanur, Kuta, Denpasar dan Gianyar.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 55
3. Pembebanan lalu lintas yang akan mempengaruhi kebutuhan jumlah lajur pada
jalan perintis nusa penida adalah sebagai berikut:
untuk tahun awal Umur Rencana (UR) jalan 2020 sebesar 47.721 orang-
perjalanan/hari. Besarnya bangkitan perjalanan di akhir Umur Rencana (UR)
jalan tahun 2045, tergantung pada skenario pertumbuhannya, yaitu 83.890
(orang-perjalanan/hari) untuk skenario faktor pertumbuhan pesimis. Bangkitan
perjalanan meningkat menjadi 135.747 (orang-perjalanan/hari) bila
diasumsikan pertumbuhannya moderat dan akan mencapai 309.135 (orang-
perjalanan/hari) apabila pertumbuhan yang terjadi dengan skenario tinggi, yaitu
7,76%/tahun dan secara detail ditunjukkan pada tabel berikut.
No. Nama ID
Prediksi Bangkitan Perjalanan (Or-perj/hari)
2020 2045
Jimbaran 2000 "i" rendah "i" sedang "i" tinggi
1 Desa Sakti 3,122 5,300 8,710 20,222
2 Desa Bunga Mekar 2,638 4,479 7,360 17,088
3 Desa Batumadeg 2,073 3,520 5,785 13,431
4 Desa Klumpu 3,599 6,110 10,042 23,314
5 Desa Batukandik 3,836 6,512 10,703 24,847
6 Desa Sekartaji 1,480 2,512 4,128 9,585
7 Desa Tanglad 2,147 3,646 5,992 13,911
8 Desa Pejukutan 2,863 4,861 7,990 18,549
9 Desa Suana 3,196 5,426 8,917 20,703
10 Desa Batununggul 4,317 7,329 12,045 27,963
11 Desa Kutampi 2,649 4,498 7,392 17,161
12 Desa Kutampi Kaler 2,499 4,243 6,973 16,187
13 Desa Ped 3,666 6,224 10,228 23,746
14 Kampung Toyapakeh 406 689 1,132 2,629
15 KEP Sakti Toyapakeh 176 492 666 1,143
16 KEP Sakti Bunga Mekar 234 652 883 1,514
17 KEP Batununggul 134 375 508 871
18 KEP Pejukutan & Suana 194 541 733 1,256
19 PELA Toya Pakeh 81 227 308 527
20 PELA Banjar Nyuh 66 183 248 425
21 PELA Buyuk 182 508 688 1,180
22 PELA Kutampi 66 183 248 425
23 PELA Mentigi 182 508 688 1,180
Jumlah 47,721 83,890 135,747 309,135
4. Kebutuhan lajur jalan pada jalan perintis yang direncanakan berdasarkan
pertumbuhan pembebanannya adalah sbb.:
Berdasarkan asumsi lokasi Nusa Penida yang relatif dekat dengan Bali Daratan,
khususnya Nusa Dua, Kuta, Sanur, Denpasar, Gianyar dan kawasan-kawasan
pariwisata yang sudah mendunia lainnya, sehingga nantinya perkembangan wilayah
dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi yaitu 7,76 %/tahun, dan kondisi lingkungan
yang masih mempertahankan suasana perdesaan, kapasitas jalan perintis 2/2UD
didaerah perbukitan “C” = 2910 smp/jam, maka dapat diprediksi pada tahun 2038
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 56
kapasitas jalan 2/2 UD sudah akan terlampaui dan diperlukan penambahan jumlah
lajur jalan dari 2 lajur 2 arah menjadi 4 lajur 2 arah (4/2 UD) dan harus sudah
dilakukan pada tahun yang bersangkutan, sehingga kualitas pelayanan jalan tetap
dapat dipertahankan
5.2 Saran-saran
1. Dalam penyempurnaan hasil penelitian ini, bangkitan perjalanan dalam Metode
Analogi relatif juga dipengaruhi oleh jarak ke Pusat Kegiatan Kota (PKK), untuk
itu perlu juga dievaluasi terhadap pengaruh pola perjalanan penduduk ke kota,
sehingga salah satu variabel penting tersebut dapat diakomodasi pengaruhnya.
2. Mengingat ruas jalan perintis ini tidak sepenuhnya melewati ke 14 desa di Nusa
Gede, maka perlu juga dianalisis perjalanan antar desa dengan kondisi jalan setapak
saat ini, khususnya yang melewati pusat-pusat konsentrasi penduduk, dengan
demikian sekalipun dampak distribusinya relatif kecil namun akan tetap dapat
merupakan koreksi dalam pembebanan lalu lintasnya.
3. Pembangunan jalan perintis sebagai jalan lingkar Barat-Selatan Nusa Penida ini
dimaksudkan untuk melayani pergerakan penduduk dan wisatawan yang
berkunjung ke Nusa Penida. Untuk itu diperlukan rancangan penataan ruang
disepanjang jalur jalan/rute rencana terutama pembangunan permukiman dan
aktivitas disepanjang jalur jalan ini, sehingga kapasitas dan tingkat pelayanan jalan
tetap dapat dipertahankan terhadap hambatan sampingnya.
4. Dalam jangka panjang dimana diperkirakan kepadatan lalu lintas akan terus
meningkat dengan hambatan samping yang tinggi, maka untuk mempertahankan
kesetabilan kapasitas jalan perlu juga dikaji peluang untuk pelayanan dengan sistem
angkutan umum.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Daftar Pustaka 57
DAFTAR PUSTAKA
Andrimulia, M dan Kusumantoro, I. P. (2001), “Kajian Dampak Perubahan Penggunaan
Lahan terhadap Kinerja Ruas Jalan Arteri Perkotaan”, Simposium ke-4 FSTPT,
Udayana Bali, 8 November 2001.
Ashley, C. A. (1994), Traffic and Highway Engineering for Developments, Oxford
Blackwell Scientific Publications, Oxford.
Banister, D. (1995), “Transport and Urban Development” (Ed.), E and FN Spon, An
Imprint of Champman and Hall, London.
Baraas, H. Ahmad (2007), “Pembangunan Bali Kurang Menyentuh Rakyat Miskin”,
Republika, 25 Juni 2007.
Black, J. (1981), Urban Transport Planning, Theory and Practice, Croom Helm Ltd.,
London.
Blunden, W. R. dan Black, J. A. (1984), The Land Use / Transport System, 2nd
edition,
Pergamon Press, Sydney.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2004), Klungkung Dalam Angka
2004, Katalog BPS: 1403.5105.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2009), Klungkung Dalam Angka
2009, Katalog BPS: 1102001.5105.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2012), Kecamatan Nusa Penida
Dalam Angka, 2012.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Klungkung (2013), Klungkung Dalam Angka,
2013.
Daly, A. (1997), “Improved Methods for Trip Generation”, in Transport planning
methods volume II, Proceeding of seminar F, Brunell University, England.
Diparda Kabupaten Klungkung, 2002. Analisis Potensi Wisata Nusa Penida, Kabupaten
Klungkung. Badan Pengembangan Kebudayaan dan Kepariwisataan Jurusan
Manajemen Kepariwisataan Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.
Dissanayake, Dilum (2006), “Integrated Transport and Land Use Policies for
Developing Countries”, Transport Operations Research Group, Advanced OR
and AI Methods in Transportation, University of Newcastle upon Tyne,
Newcastle.
DURD (Directorate of Urban Road Development) (1997), Indonesian Highway
Capacity Manual, Jakarta, Indonesia.
Gakenheimer R (1999), “Urban Mobility in the Developing World”, Transportation
Research Part A, No.33: PP 671–689.
Hills, P. J. (1996), “What Is Induced Traffic?” Transportation, vol.23, pp.5-16, Kluwer
Academic Publishers, Netherlands.
IHT/Institution of Highways and Transportation (1996), Guidelines for Developing
Urban Transport Strategies, London.
IHT/Institution of Highway and Transportation (1997), Transport in the Urban
Environment, IHT Publishing, London.
Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Nusa Penida (2014), Data Operasional
Pelabuhan Kantor Pelabuhan Nusa Penida.
Keban, Y.T. (1999), “Pemberdayaan Pemda”. Makalah pada Lokakarya Kecamatan
sebagai pusat pengembangan ekonomi, Yogyakarta.
Khisty,C.J. dan Lall, B. K. (2005), Dasar-dasar Rekayasa Transportasi (terjemahan),
Edisi Ke-3, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Laporan Penelitian Analisis Pembebanan Lalu Lintas pada
Perencanaan Jalan-Jalan Perintis
Daftar Pustaka 58
Kinog, K., 2006. Pembangunan Klungkung Terpadu dan Berdasarkan Potensi.
Klungkung Tourism Board.
Lane, R., T. J. Powell and P. P. Smith (1974). Analytical Transport Planning, Gerald
Duckworth and Company Ltd., London.
Mannheim, M. L. (1979), Fundamentals of Transportation Systems Analysis, The MIT
Press Massachusetts.
Maskur Riyadi, D.M. (2000). Pengembangan Wilayah dan Ekonomi Masyarakat di
Daerah, Kepala Biro Kewilayahan, Deputi Regional dan Sumber Daya Alam,
Bappenas, Diseminasi dan Diskusi Hotel Novotel, Bogor, 15-16 Mei 2000.
Miller, E. J., Kriger, D. S. dan Hunt, J. D. (1998), Integrated Urban Models for
Simulation of Transit and Land-Use Policies. TCRP Project H-12.
May, A. D. (1990), Traffic Flow Fundamentals, Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey.
Oglesby, C. H. and Hicks, R. G. (1982), Highway Engineering, Fourth edition, John
Wiley and Son Ltd., New York.
Oppenheim, N. (1995), Urban Travel Demand Modeling: From individual choices to
general equilibrium, A Wiley-Interscience Publication John Wiley and Sons,
inc., Toronto.
Ortuzar, J. de D. dan Willumsen, L. G. (1994), Modeling Transport, Second edition,
John Wiley and Sons Ltd., Chichester.
Pemerintah Provinsi Bali (2003), Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali
2003-2010, Buku Rencana, Denpasar.
Pemerintah Provinsi Bali (2005), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali,
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2005, Denpasar, Bali.
Pemerintah Provinsi Bali (2009), Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali
tahun 2009-2029, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009,
Denpasar, Bali.
Salter, R. J. dan N. B. Hounsell (1996), Highway Traffic Analysis and Design, Third
edition, Macmillan Press Ltd., London.
Snelson, P. et al (1994), “Determining Highway Capacity and Level of Service”, in
The 22nd
European Transport Forum, September 1994, Warwick, England.
Suweda, I W. (2002), Conflict Between Through and Terminating Traffic on A Link-
road with Frontage Development, PhD Thesis, University of Newcastle upon
Tyne, England, United Kingdom.
Taaffe, E. J., Gauthier, H. L. dan O’Kelly, M. E. (1996), Geography of Transportation,
Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Tamin, O.Z. (2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB, Jalan
Ganesa 10, Bandung.
Taylor M. A. P., Young, W. dan Bonsall, P. W. (2000), Understanding Traffic System:
Data, analysis and presentation, Second Edition, Athenaeum Press Ltd.,
Gateshead, Tyne and Wear, England.
Transportation Research Board (1985), Highway Capacity Manual, Special report 209,
TRB, Washington D.C.
Webster, F. V., F. H. Bly and N. J. Paulley (1988). Urban Land-Use and Transport
Interaction: Policies and Models, Report of the International Study Group on
Land-Use/Transport Interaction (ISGLUTI), HMSO, London.