LAPORAN HASIL KUNJUNGAN

download LAPORAN HASIL KUNJUNGAN

of 17

description

psi. klinis

Transcript of LAPORAN HASIL KUNJUNGAN

TUGAS UJIAN FINAL PSIKOLOGI KLINISNAMA: NABILAH AFRINI R. DNIM: 45 11 091 034FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS BOSOWA 45 MAKASSAR2014

LAPORAN HASIL KUNJUNGANTanggal 9 Juni 2014

A. PENDAHULUANBadan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan ditetapkan dengan keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional seiring dengan pelantikan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 20 April 2011. Bersamaan dengan pelantikan tersebut, secara resmi Badan Narkotika Provinsi (BNP) di bawah pengawasan Pemerintah Provinsi berubah menjadi Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) yang bertanggung jawab langsung ke Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Proses tersebut diawali dengan perjanjian kerjasama antara Kepala Badan Narkotika Nasional RI dengan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 111/III/Pemrov/2011. Perjanjian tersebut memuat kesepakatan, antara lain : (1) BNN memfasilitasi pembangunan kantor dan (2) Pemerintah Daerah memfasilitasi penyiapan lahan, tenaga dan biaya berdasarkan kemampuan daerah.

B. TUJUAN KEGIATANUntuk mengetahui bahwa Penjara bukan tempat dan solusi yang tepat bagi penyalahguna NAPZA. Tanpa upaya diberikan proses terapi dan rehabilitasi, penjara akan semakin membuat penyalahguna mendapatkan suatu tekanan fisik, psikis dan sosial, hal ini akibat lingkungan sesama Napi, proses eksploitasi oleh napi lain, kondisi kamar penjara yang lebih dari kapasitas (over capacity). Untuk itu apabila kita mempunyai kerabat atau keluarga, teman yang pecandu maka segera dibawa ke panti rehabilitasi agar bisa diberi penanganan yang tepat.

C. TINJAUAN PUSTAKA

Penyalahgunaan Bahan atau Zat Adiktif NAPZA merupakan singkatan bagi Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain (Depkes, 2003). Menurut WHO (1994), NAPZA merupakan zat zat apapun kecuali makanan, air, dan oksigen, yang ketika dikonsumsi mengubah proses biokimia dan atau psikologis mahluk hidup atau jaringan. NAPZA apabila masuk ke dalam tubuh manusia, berakibat mempengaruhi tubuh terutamanya pada susunan saraf pusat sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental, emosional dan perilaku pada pengguna dan menyebabkan ketergantungan pada zat tersebut (Depkes, 2003).Antara jenis NAPZA yang sering disalahgunakan adalah Narkotika, Psikotropika dan Bahan atau Zat Adiktif lain. Zat adiktif lain yang dimaksudkan disini adalah bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif, meliputi minuman beralkohol, inhalansia dan tembakau. Inhalansia merupakan uapan zat-zat beracun yang dihirup untuk cepat mencapai status berlayang tinggi yang diinginkan oleh pengguna (Foundation for a Drug-Free World, 2010). Kebanyakan dari zat-zat inhalasia ini sama seperti zat anestesia, yang memperlambat fungsi-fungsi tubuh. Setelah mencapai status berlayang tinggi awal dan kehilangan kendala, akan diikuti oleh perasaan mengantuk, perasaan ringan kepala dan seterusnya hasutan. Zat-zat kimia secara cepat akan memasuki cairan darah melalui paru-paru dan organ lainnya, dan kadang-kadang akan mengakibatkan kerusakan fisik dan mental, yang permanen dan tidak dapat disembuhkan.

Inhalansia umumnya bisa dibagi kepada empat jenis golongan yang utama yaitu, cairan, bahan penyemprot, bahan gas dan zat nitrit (Foundation for a Drug-Free World, 2010). Inhalansia jenis cairan umumnya bisa menguap pada suhu kamar. Jenis ini terdapat di banyak produk rumah tangga dan industri yang mudah diperoleh dimana-mana, seperti pelarut cat, pembersih bahan pelumas, bahan perekat, lem, cairan koreksi dan cairan alat penulis berujung lakan. Bahan penyemprot pula misalnya, seperti semprotan cat dan semprotan rambut, semprotan minyak goreng nabati dan pelindung kain. Bahan gas seperti zat anastesia medis, gas butan untuk penyelut api, propan, alat penyedia krim kocok dan bahan penyejuk merupakan contoh contoh bahan inhalansia yang seing disalahgunakan. Zat nitrit pula dianggap sebagai golongan khusus inhalansia, yang langsung mempengaruhi sistem syaraf, saraf otak dan saraf tulang belakang. Bahan-bahan ini terutamanya digunakan untuk mendorong sex dan biasanya dikenal sebagai poppers atau snappe. Misalnya bahan kimia yang dipakai di pengawet makanan, pembersih kulit, penyegar udara kamar, dan lain lain. Terdapat empat terminologi utama untuk mengambarkan cara penyalahgunaan inhalansia, yaitu: sniffing, huffing, bagging dan dusting (Jauch, 2010). Sniffing merupakan suatu kaidah di mana si pengguna menghirup uap kimiawi langsung dari wadah pembungkus yang terbuka. Huffing pula adalah penghirupan uapan oleh mulut dan hidung dari kain yang dicelup dalam zat kimiawi. Di dalam bagging, pengguna menyemprot zat kimiawi ke dalam kantong kertas atau plastik dan selanjutnya menghirup uapnya dengan memasukan muka atau seluruh kepala ke dalam kantong tersebut. Pada dusting pula, pengguna menghirup uap secara langsung dari aerosol yang bertujuan untuk membersihkan peralatan elektronik. (utara, 2011)Masyarakat seringkali tidak dapat membedakan antara obat psikotropika dengan obat narkotika, seperti halnya yang telah disinggung di bagian atas tadi. Obat psikotropika adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku. Obat psikotropika biasanya digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik. Obat narkotika adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat dan mempunyai efek utama terhadap penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri. (Suprapti & Markam, 2008). Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan), daya toleran (penyesuaian), daya habitual (kebiasaan) yang sangat kuat, sehingga menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari pemakaiannya. Di bawah ini akan disampaikan berbagai jenis narkotika. Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan ke dalam 3 golongan, yaitu narkotika alami, semisintesis, dan narkotika sintesis.Narkotika alami merupakan narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuh-tumbuhan, contohnya: Ganja merupakan tanaman perdu dengan daun menyerupai singkong yang tepinya bergerigi dan berbulu halus. Jumlah jarinya selalu ganjil 5, 7, 9. Indonesia merupakan daerah subuh untuk tanaman ganja. Cara penyalahgunaan ganja ini dengan dikeringkan dan dicampur dengan tembakau rokok atau dijadikan rokok lalu dibakar serta dihisap. Hasis merupakan tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan Eropa, proses pematangannya dengan disuling sehingga berbentuk cair. Koka adalah tanaman perdu mirip pohon kopi. Buahnya yang matang akan berwarnamerah seperti biji kopi. Koka ini kemudian diolah menjadi kokain. Opium merupakan bunga dengan bentuk dan warna yang indah. Dari getah bunga opium dihasilkan candu. Opium banyak tumbuh di antara Burma, Kamboja, dan Thailand, juga didaerah antara Afganistan, Iran dan Pakistan. Narkotika semisintesis adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat aktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga bias dimanfaatkan untuk kepentingan dunia kedokteran, contohnya: morfin, biasa dipakai dunia kedokteran untuk menghilangkan rasa sakit atau pembiusan pada suatu operasi. Kodein, dipakai untuk penghilang batuk. Heroin, tidak dapat dipakai dalam pengobatan karena daya adiktifnya sangat besar dan manfaatnya secara medis belum ditemukan. Dalam perdagangan gelap, heroin diberi nama putauw atau petai. Bentuknya seperti tepung terigu: halus, putih, dan agak kotor. Narkotika sintesis adalah narkotika palsu dibuat dari bahan kimia. Narkotika ini digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan narkoba (substitusi), contohnya: Petidin, untuk obat bius lokal; Metadhon, untuk pengobatan pecandu narkoba; Naltrexon untuk pengobatan pecandu narkoba. (gono, 2011) Nikotin. Kebiasaan merokok bukan Cuma kebiasaan yang buruk: tetapi juga merupakan bentuk adiksi fisik terhadap obat stimulan, nikotin, yang ditemukan dalam produk tembakau termasuk rokok, cerutu, dan tembakau tanpa asap (Kessler dkk., 1997b). Merokok (atau penggunaan tembakau lainnya) merupakan sarana memasukkan obat ke tubuh. Orang-orang yang menyalahgunakan obat-obatan mengalami kerugian yang sangat besar karenanya hubungan pribadi yang dekat sering kali hancur, dan performa kerja sangat menurun. Penggunaan obat-obatan dikaitkan dengan berbagai perilaku berisiko yang membahayakan kesehatan, seperti tidak menggunakan kondom dan menggunakan jarum suntik secara bersama-sama. Penggunaan zat secara patologis dikelompokkan dalam dua kategori: penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat. Ketergantungan zat dalam DSM-IV-TR ditandai oleh adanya berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu zat. Ini mencakup penggunaan zat yang lebih banyak dari yang dimaksudkan, mencoba untuk berhenti, namun tidak berhasil, memiliki berbagai masalah fisik atau psikologis yang semakin parah karena penggunaan obat, dan mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan teman-teman.Ketergantungan obat didiagnosis sebagai kondisi yang disertai dengan ketergantungan fisiologis (juga disebut kecanduan) jika terdapat toleransi atau gejala putus zat. Toleransi diindikasikan oleh salah satu dari (a). dosis zat yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang diinginkan lebih besar atau (b) efek obat menjadi sangat berkurang jika mengonsumsi obat dalam dosis yang biasa. Simtom-simtom putus zat, berbagai efek negatif fisik dan psikologis, terjadi ketika orang yang bersangkutan menghentikan atau mengurangi jumlah konsumsi zat tersebut. Orang yang bersangkutan juga dapat menggunakan zat tersebut untuk menghilangkan atau menghindari simtom-simtom putus zat. Contoh putus zat adalah delirium putus zat alcohol, yang umumnya dikenal sebagai DTs (delirium tremens). Lebih jauh lagi, obat-obatan dapat menyebabkan demensia dan simtom-simtom gangguan Aksis I lain. (davidson, neale, & m.kring, 2012)Gangguan yang bervariasi luas dan berbeda keparahannya (dari intoksikasi tanpa komplikasi dan penggunaan yang merugikan sampai gangguan psikotik yang jelas dan demensia, tetapi semua itu diakibatkan oleh karena penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif (dengan atau tanpa resep dokter).Sistem kode: - zat yang digunakan = karakter ke 2 dan 3 Keadaan klinis = karakter ke 4 dan 5(misalnya, F10.03 = Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Alkohol, intoksikasi akut dengan delirium).Identifikasi dari zat psikoaktif yang digunakan dapat dilakukan berdasarkan: Data laporan individu Analisis objektif dari specimen urin, darah, dan sebagainya Bukti lain (adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis, atau dari laporan pihak ketiga) (maslim, 2003)Faktor-faktor yang menyebabkan penyalahgunaan narkoba sebagai berikut:1. Proses Sosial 2. Masalah Sosial 3. Faktor Individu 4. Faktor Keluarga 5. Faktor Lingkungan Keluarga 6. Faktor Lingkungan Sekolah atau Kuliah 7. Faktor Lingkungan Masyarakat (indiyah, 2005)

Depresan adalah obat yang menurunkan atau mengurangi aktivitas sistem saraf. Sedangkan Stimulan meningkatkan aktivitas sistem saraf.

Penanganan Penyalahgunaan dan Ketergantungan ZatAda banyak sekali pendekatan-pendekatan non-profesional, biologis, dan psikologis terhadap penyalahgunaan zat dan ketergantungan. Bagaimanapun juga penanganan sering menjadi usaha keras yang sia-sia.

Pendekatan BiologisMakin banyak pendekatan biologis digunakan dalam menangani masalah penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Untuk orang dengan ketergantungan kimiawi, penanganan biologis umumnya dimulai dengan detoksifikasi (detoxification) yang membantu mereka melewati masa putus zat dari zat adiktif.Disulfiram (nama merek Antabuse) menekan konsumsi alkohol karena kombinasi dari keduanya menyebabkan respons yang tidak enak yang terdiri dari mual, sakit kepala, percepatan jantung dan muntah (Kalb, 2001b). Antidepresan obat ini menstimulasi proses saraf yang mengatur perasaan nikmat yang berasal dari pengalaman sehari-hari. Jika kenikmatan lebih mudah diperoleh dari aktivitas yang tidak berhubungan dengan obat, pengguna kokain cenderung tidak lagi kembali ke penggunaan kokain untuk menghasilkan perasaan menyenangkan.Terapi Pengganti Nikotin penggunaan pengganti nikotin dalam bentuk permen karet yang diresepkan (nama dagang Nicorette), stiker di kulit, dan obat semprot hidung (spray nasal) yang baru-baru ini telah disetujui, dapat membantu perokok menghindari gejala putus zat yang tidak menyenangkan dan ketagihan untuk rokok yang mungkin terjadi setelah pemutusan rokok (Tiffany, Chox, & Elash, 2000). Program Pemantapan Metadon. Metadon (Methadone) adalah opiate sintetis yang telah digunakan lebih dari 30 tahun dalam menangani adiksi heroin (Beyond Methadone, 2000). Metadon mengurangi ketagihan heroin dan membantu mencegah gejala tidak menyenangkan yang menyertai putus zat.Nalokson dan Naltrekson. Nalokson (naloxon) merupakan obat yang mencegah rasa melayang yang dihasilkan heroin dan opioid lainnya. Dengan mencegah efek opioid, obat tersebut dapat berguna untuk membantu pemadat menghindari kambuh setelah putus opiat (Anton dkk., 2001; Dettmer dkk., 2001). dan naltrekson (naltrexone) memblokir rasa melayang dari alcohol dan juga opiat. Naltrekson tidak mencegah orang untuk minum, tetapi tampaknya menumpulkan rasa ketagihan akan obat (Kalb, 2001b). dengan memblokir kenikmatan yang dihasilkan alkohol, obat dapat membantu memutuskan lingkaran setan dimana satu kali minum menyebabkan keinginan untuk minum lagi, menuntun pada episode minum berlebih.

Pendekatan Psikodinamika Psikoanalisis memandang penyalahgunaan dan ketergantungan zat sebagai tanda-tanda terjadinya konflik yang berakar pada pengalaman masa kecil.Pendekatan BehavioralPenggunaan terapi perilaku atau modifikasi perilaku dalam menangani penyalahgunaan ketergantungan zat menekankan pada modifikasi pola perilaku penyalahgunaan dan dependen. Masalah untuk berbagai terapis beraliran behavioral bukan pada apakah penyalahgunaan dan ketergantungan zat dianggap penyakit atau tidak, tetapi pada apakah penyalah guna dapat belajar untuk mengubah perilaku mereka saat dihadapkan dengan godaan. (jeffrey s. nevid, 2005)Prosedur yang pertama-tama dilakukan dalam mendiagnosa seberapa berat efek dari kandungan zat itu kepada para pecandu adalah dengan melakukan asesmen. Yang akan dikemukakan adalah alasan asesmen secara umum yang terdiri atas tiga jenis atau macam maksud, sebagai berikut:1. Penyaringan dan diagnosis: Fungsi penyaringan dalam asesmen meliputi kegiatan memilih dan mengelompokkan orang, menggunakan kemampuan klinikus untuk mengembangkan metode (asesmen), mengumpulkan data, dan membuat keputusan yang canggih.2. Evaluasi Atas Intervensi Klinis: Tanpa asesmen, klinikus pada umumnya tidak dapat mengevaluasi efek intervensi klinis.3. Riset: Hal yang sangat esensial bagi semua kegiatan riset adalah asesmen atas peubah-peubah (variables) yang digunakan dalam investigasi. (Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, 2009)

5. KUNJUNGAN LAPANGAN KE PANTI REHABILITASI BNN

Hari senin pada tanggal 9 Juni 2014 kami mahasiswi psikologi universitas bosowa 45 Makassar melakukan kunjungan lapangan ke panti rehabilitasi BNN. Kunjungan lapangan ini guna untuk menyelesaikan matakuliah psikologi klinis. Yang terdiri dari dua kelas, yakni: kelas A dan B. Rombongan kami berangkat ke panti rehabilitasi jam 13.00 WITA menggunakan bus kampus. Sesampainya BNN Baddoka pukul 14.00 WITA, kami langsung diarahkan menuju ke Aula untuk menerima materi mengenai sejarah BNN dan juga fasilitas-fasilitas apa saja yang ada di sana.

D.1. Tahap Persiapan Pertama-tama kami bersurat terlebih dahulu ke BNN sendiri untuk mendapatkan izin berkunjung ke sana. Menyiapkan beberapa pertanyaan yang akan dilontarkan pada saat pemberian materi di BNN.

D.2. Laporan Hasil Kunjungansejarah berdirinya yaitu: Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba.Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic).Program Layanan RehabilitasiRehabilitasi berbasis layanan kesehatan terdiri dari rawat jalan dan rawat inap.Rawat jalan:a. Rawat jalan non rumatan: simptomatis dan konselingb. Rawat jalan rumatan: rumatan metadonRawat inap:a. Pre terapib. Terapi putus zat (detoksifikasi)c. Terapi kegawat-daruratan narkobad. Penatalaksanaan dual diagnosise. Tahap rehabilitasif. Program pasca rehabilitasiRehabilitasi Berbasis Layanan SosialTerdiri dari dalam panti dan luar panti (community based rehabilitation)Dalam panti:a. Tahap pendekatan awalb. Tahap penerimaan (intake)c. Tahap pengungkapan (assesment)d. Tahap perencanaan program layanane. Tahap pelaksanaan layanan (intervensi biopsikososial)f. Tahap paska layanan (aftercare)Luar panti:a. Tahap perencanaan programb. Tahap pelaksanaanRehabilitasi BNNDi BNN, rehabilitasi yang dilakukan ada dua sistem, yaitu:Rehabilitasi medis:a. Tahap penerimaan (intake), b. Detoksifikasi, c. Tahap stabilisasi dan orientasi (entry unit)Rehabilitasi sosial:a. Tahap primary, b. Re-entryPasca Rehabilitasi:a. Rumah dampingan, b. Rumah mandiri.Diresmikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia yaitu: Prof. Dr. H. Boediono, M.Ec.kapasitas / daya tampung dalam panti rahabilitasi tersebut sebanyak 150 orang/pertahun. Sistem pembiayaannya sepenuhnya ditanggung oleh Negara melalui APBN. Jumlah penderita laki-laki= 65 orang, dan jumlah penderita perempuan= 7 orang. Jumlah staff di panti rehabilitasi adalah 70 org (PNS=20 org & NON-PNS= 50 org). jumlah dokter = 4 orang (dokter umum) (PNS=1 org & NON-PNS= 3 orang), jumlah psikolog = 5 orang. Program TRM dapat dibedakan menjadi program detoksifikasi dan program rumatan. Untuk program detoksifikasi dibedakan dalam jangka pendek dan jangka panjang yaitu jadwal 21 hari, 91 hari, dan 182 hari. Sedangkan program rumatan/pemeliharaan berlangsung sedikitnya 6 bulan sampai 2 tahun atau lebih lama lagi. Terapi psikologis yang diberikan adalah terapi keluarga. Dalam menghadapi pecandu harus tetap diingat bahwa keluarga pecandu biasanya mempunyai perilaku sama dengan pecandu, co-dependent. Idealnya keluarga pecandu harus dilibatkan secara aktif dalam proses pemulihan pecandu. Sampai saat ini belum ada yang meninggal. Seorang pecandu NAPZA atau penderita HIV/AIDS akan direhabilitasi selama 6 bln (kurang lebih) tetapi juga bisa lebih dari 6 bulan tergantung dari individunya sendiri seberapa besar keinginannya untuk sembuh. Peran keluarga Dalam menghadapi pecandu harus tetap diingat bahwa keluarga pecandu biasanya mempunyai perilaku sama dengan pecandu, co-dependent. Idealnya keluarga pecandu harus dilibatkan secara aktif dalam proses pemulihan pecandu. Aktivitas klien Napza ketika telah keluar dari panti rehabilitasi yaitu masuk pada Tahap bina lanjut (after care), pada tahap ini pecandu diberi kegiatan sesuai dengan minat dan bakatnya untuk mengisi kegiatan sehari-hari, pecandu juga dapat kembali ke sekolah atau ke tempat kerjanya sambil tetap berada di bawah pengawasan. Telah dilakukannya juga program prevensi yang diberikan kepada masyarkat, yaitu dengan mengadakan seminar-seminar untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai bahaya NAPZA itu sendiri.Daftar Pertanyaan bagi mahasiswa saat ke Panti Rehabilitasi1. Sejarah berdirinya? Siapa yang meresmikan dan Sarana-sarana yang ada di Panti Rehabilitasi (Termasuk luas tanah dan bangunan Panti Rehabilitasi)?2. Kapasitas /daya tampung dan sistem Pembiayaan Panti Rehabilitasi?3. Jumlah klien yang telah ditangani di Panti Rehabilitasi selama berdiri?

4. Klien /penderita HIV/AIDS? (Jumlah penderita Laki-laki dan perempuan berapa?)

5. Berapa jumlah staf Panti Rehabilitasi?

6. Berapa jumlah Dokter dan Psikolog? (Bag. Status kepegawaian mereka)

7. Bagaimana prosedur /cara seorang pecandu NAPZA atau Penderita HIV/AIDS dapat ditangani di Panti Rehabilitasi?

8. Apa program-program pemberdayaan yang diberikan untuk pecandu NAPZA?

9. Apa program-program pemberdayaan yang diberikan untuk penderita HIV/AIDS?

10. Terapi psikologi sapa yang diberikan pada pecandu NAPZA dan penderita HIV/AIDS? 11. Adakah klien yang meninggal (baik pecandu NAPZA maupun penderita HIV/AIDS) selama dalam penanganan?

12. Apa bentuk terapi medis yang diberikan kepada pecandu NAPZA dan penderita HIV/AIDS?

13. Berapa lama seorang pecandu NAPZA atau penderita HIV/AIDS direhabilitasi? Adakah standar waktu yang harus dipatuhi sebagai prosedur standar selama rehabilitasi?

14. Apa aktivitas klien pecandu NAPZA setelah keluar dari Panti Rehabilitasi (sembuh dari ketergantungan)? 15. Apa bentuk pelibatan keluarga selama klien direhabilitasi?

16. Apa alasan utama klien masuk Panti Rehabilitasi?17. Apa penyebab penyalahgunaan NAPZA dari kasus-kasus yang ditangani selama ini (semoga ada datanya). Apakah faktor kemiskinan turut berkontribusi terhadap perilaku ini?

18. Adakah program prevensi yang diberikan pada masyarakat untuk pencegahan penyalahgunaan NAPZA dan HIV/AIDS.

E. KESIMPULAN

NAPZA merupakan zat zat apapun kecuali makanan, air, dan oksigen, yang ketika dikonsumsi mengubah proses biokimia dan atau psikologis mahluk hidup atau jaringan. NAPZA apabila masuk ke dalam tubuh manusia, berakibat mempengaruhi tubuh terutamanya pada susunan saraf pusat sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental, emosional dan perilaku pada pengguna dan menyebabkan ketergantungan pada zat tersebut. Dan sudah seharusnya para pecandunya segera dilakukan tindakan yang benar dengan memasukkan ke dalam panti rehabilitasi, dibanding dimasukkan ke dalam penjara. Dengan memasukkannya ke dalam panti rehabilitasi itu jauh lebih bisa membersihkan pengaruh ketergantungan zat yang selama ini ada dalam tubuh si pecandu.

F. SARANAkan lebih baiknya lagi seaindainya pada saat kunjungan kemarin kita diberikan kesempatan untuk melakukan wawancara langsung kepada salah satu dari para klien/residen yang ada di panti rehabilitasi Baddoka. Sehingga kami juga dapat melakukan observasi langsung terhadap klien.

DAFTAR PUSTAKA

davidson, g. c., neale, j. m., & m.kring, a. (2012). psikologi abnormal. jakarta : rajawali pers.gono, j. n. (2011). narkoba: bahaya penyalahgunaan dan pencegahannya. 81.indiyah. (2005). faktor-faktor penyebab penyalahgunaan napza: studi kasus para narapidana di lp klas II/A wirogunan jogjakarta. Jurnal Kriminologi Indonesia , 92.jeffrey s. nevid, s. a. (2005). psikologi abnormal / edisi kelima / jilid 2. jakarta: erlangga.maslim, r. (2003). diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. jakarta: PT. Nuh Jaya.Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, P. (2009). Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: PT. Refika Aditama.Suprapti, S. S., & Markam, S. (2008). Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.utara, u. s. (2011). Retrieved Juni Kamis, 2014, from usu.ac.id: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21556/4/Chapter%20II.pdf