Laporan Geotekling

18
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami, longsor dapat terjadi dalam tempo waktu singkat dan dengan volume yang besar. Tanah longsor banyak terjadi pada topografi terjal dengan sudut lereng 150 – 450 dan pada batuan vulkanik lapuk dengan curah hujan tinggi. Di jalan daerah Kreung Raya-Lampanah terdapat banyak keretakan yang disebabkan oleh deformasi, liquifaksi maupun rayapan tanah. Sehingga banyak terjadi kerusakan jalan di sepanjang daerah Kawasan Kreung Raya-Lampanah. Maka untuk melihat bagaimana struktur dibawah permukaan daerah Krueng Raya dan jalan Krueng Raya– Lampanah yang mengalami keretakan/rekahan tersebut dapat dilakukan menggunakan salah satu metode geofisika yaitu geolistrik resistivitas. Dimana metode geolistrik resistivitas dapat menggambarkan struktur bawah permukaan dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Metode resistivitas konfigurasi Wenner-Schlumberger dapat menyelidiki variasi tahanan jenis kearah lateral dan vertikal. Oleh sebab itu dapat digunakan untuk mengetahui bidang gelincir, zona-zona yang mengandung air tanah, rongga- rongga maupun jenis batuan yang terdapat di bawah permukaan pada suatu daerah. Provinsi Aceh juga merupakan salah satu daerah di Indonesia yang rawan akan bencana alam, salah satunya adalah bencana longsor yang berpotensi terjadi di wilayah Kreung Raya, Kabupaten Aceh Besar. Kejadian ini sering terjadi, namun belum ada upaya antisipasi dari pemerintah setempat. Masyarakat pun belum begitu memahami mengenai konsep mitigasi bencana longsor yang

description

Geofisika Teknik dan Lingkungan

Transcript of Laporan Geotekling

Page 1: Laporan Geotekling

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangLongsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami, longsor dapat

terjadi dalam tempo waktu singkat dan dengan volume yang besar. Tanah longsor banyak terjadi pada topografi terjal dengan sudut lereng 150 – 450 dan pada batuan vulkanik lapuk dengan curah hujan tinggi. Di jalan daerah Kreung Raya-Lampanah terdapat banyak keretakan yang disebabkan oleh deformasi, liquifaksi maupun rayapan tanah. Sehingga banyak terjadi kerusakan jalan di sepanjang daerah Kawasan Kreung Raya-Lampanah.

Maka untuk melihat bagaimana struktur dibawah permukaan daerah Krueng Raya dan jalan Krueng Raya–Lampanah yang mengalami keretakan/rekahan tersebut dapat dilakukan menggunakan salah satu metode geofisika yaitu geolistrik resistivitas.

Dimana metode geolistrik resistivitas dapat menggambarkan struktur bawah permukaan dengan mengukur sifat kelistrikan batuan. Metode resistivitas konfigurasi Wenner-Schlumberger dapat menyelidiki variasi tahanan jenis kearah lateral dan vertikal. Oleh sebab itu dapat digunakan untuk mengetahui bidang gelincir, zona-zona yang mengandung air tanah, rongga-rongga maupun jenis batuan yang terdapat di bawah permukaan pada suatu daerah.

Provinsi Aceh juga merupakan salah satu daerah di Indonesia yang rawan akan bencana alam, salah satunya adalah bencana longsor yang berpotensi terjadi di wilayah Kreung Raya, Kabupaten Aceh Besar. Kejadian ini sering terjadi, namun belum ada upaya antisipasi dari pemerintah setempat. Masyarakat pun belum begitu memahami mengenai konsep mitigasi bencana longsor yang seharusnya diterapkan. Melihat kenyataan tersebut, maka juga akan dibuat bench mark sederhana untuk melihat pergerakan tanah sebagai dasar upaya mitigasi bencana longsor.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana mengidentifikasi zona gelincir tanah longsor menggunakan

metode Geolistrik Resistivitas? 2. Bagaimana geometri dan gambaran kondisi bawah permukaan pada jalan

Krueng Raya-Lampanah yang mengalami retakan atau rekahan? 3. Bagaimana memitigasi bencana tanah longsor di Krueng Raya?

1.3 Tujuan Penelitian1. Memetakan zona-zona gelincir tanah yang berpotensi longsor di daerah

Krueng Raya.2. Mendapatkan gambaran lapisan batuan di jalan Krueng Raya-Lampanah

yang memiliki potensi longsor.

Page 2: Laporan Geotekling

2

1.4 Manfaat Pennelitian1. Diperoleh gambaran bawah permukaan zona bidang gelincir longsor. 2. Memberikan informasi bidang gelincir tanah yang menjadi landasan

mitigasi bencana yang tepat dan efektif kepada pihak terkait.

Page 3: Laporan Geotekling

3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Letak GeografisDaerah penelitian secara geografis terbentang pada posisi dari 05°33’30”

– 05°34’10” LU sampai 95°31’30” - 95°32’15” BT. Daerah menelitian termasuk daerah Ie Suum Krueng Raya Kawasan Mesjid Raya, kabupaten Aceh Besar. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian

2.2 Gelincir tanahSalah satu faktor penyebab longsoran yang sangat berpengaruh adalah

bidang gelincir (slip surface) atau bidang geser (shear surface). Pada umumnya tanah yang mengalami longsoran akan bergerak di atas bidang gelincir tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menginvestigasi bidang gelincir adalah metode geolistrik tahanan jenis. Metode geolistrik ini bersifat tidak merusak lingkungan, biaya relative murah dan mampu mendeteksi perlapisan tanah sampai kedalaman beberapa meter di bawah permukaan tanah. Oleh karena itu metode ini dapat dimanfaatkan untuk survey daerah rawan longsor, khususnya untuk menentukan ketebalan lapisan yang berpotensi longsor serta litologiperlapisan batuan bawah permukaan (Sugito dkk 2010).

Suatu daerah dapat dinyatakan memiliki potensi longsor apabila memenuhi tiga syarat, yaitu: 1) lereng cukup curam, 2) memiliki bidang luncur berupa lapisan di bawah permukaan tanah yang semi permiabel dan lunak, 3) terdapat cukup air untuk menjenuhi tanah diatas bidang luncur. Pada musim hujan, perubahan tegangan permukaan dalam pori tanah dan peningkatan bobot massa

Page 4: Laporan Geotekling

4

tanah akibat dari air yang meresap ke dalam tanah dapat memicu perpindahan (ketidakstabilan gravitasi) ketidakstabilan gravitasi dapat terjadi pada suatu daerah yang memiliki bidang gelincir pada struktur bawah permukaan

Bidang gelincir dapat diperoleh dari kontras resistivity antar dua batuan yang saling berdekatan. Bila resistivitas lapisan atasnya jauh lebih rendah dari resistivitas bawahnya, maka sangat memungkinkan terjadi longsoran hal ini dikarenakan lapisan tersebut akan gampang terkikis dan mengalir, apalagi bila didukung oleh bidang yang cukup terjal dan curah hujan diwilayah tersebut cukup tinggi (Efa Agustina dkk 2013).

2.3 Metode Geolistrik Tahanan JenisPrinsip dasar metoda geolistrik tahanan jenis adalah menginjeksikan arus

listrik searah DC ke dalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur respon potensial yang dihasilkan melalui elektroda potensial. Untuk menentukan perbedaan potensial antara dua titik yang ditimbulkan oleh dua elektroda arus C1dan C2, maka dua elektroda potensial misalnya P1 dan P2 ditempatkan di dekat sumber. Jika bumi diasumsikan homogeny isotropik, dimana resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya (true resistivity) dan tergantung pada spasi (jarak) elektroda

ρa=KΔVI

ρ

Dimana K merupakan faktor geometri, ΔV merupakan beda potensial dan I adalah kuat arus (Chandra Wijaya, 2011) yang ditinjau, misalnya terdiri dari dua lapis dan mempunyai nilai resistivity yang berbeda (ρ1 dan ρ2 ). Dalam pengukuran, medium ini dianggap sebagai medium satu lapis homogen yang memiliki satu nilai resistivitas semu (apparent resistivity ρa). Resistivitas semu ini merepresentasikan secara kualitatif distribusi resistivitas di bawah permukaan

2.4 Konfigurasi Wenner-SchlumbergerAturan penempatan elektroda dalam metode geolistrik disebut konfigurasi

elektroda. Konfigurasi elektroda yang digunakan mengakibatkan faktor geometri tiap-tiap konfigurasi berbeda-beda. Faktor geometri adalah besaran koreksi konfigurasi kedua elektroda potensial dan kedua elektroda arus.

Konfigurasi Wenner-Schlumberger merupakan suatu teknik gabungan antara mapping dan sounding. Hasil dari gabungan antara Wenner dan Schlumberger menyebabkan nilai k faktor geometrinya juga berubah yaitu:

k=π n(n+1)a

Page 5: Laporan Geotekling

5

Gambar 2.2 Ilustrasi titik- titik pengukuran menggunakan konfigurasi Wenner-Schlumberger

2.5 Resistivitas BatuanSecara umum, berdasarkan resistivitas listriknya, batuan dan mineral dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: Konduktor baik : 10-8 < ρ < 1 Ωm Semi konduktor : 1 < ρ < 107 Ωm Isolator : ρ < 107 Ωm

(Telford, W.M., and Sheriff, R.E., 1982)Resistivitas batuan yang mengandung air secara umum tergantung pada

banyaknya parameter fisik seperti porositas, salinitas, temperatur, konduktivitas batuan dan perubahan termal. Pada satu sisi porositas dan saturasi dari fluida cenderung dominan terhadap pengukuran resistivitas, di sisi lain pori patahan pada kristal batuan juga dapat menurunkan harga resistivitas yang terdapat di dalam fluida. Adapun ketergantungan dari harga resistivitas pada batuan :

1. Semakin tinggi kandungan air maka semakin rendah nilai resistivitasnya. 2. Semakin tinggi sifat salinitas maka semakin rendah nilai resistivitasnya.3. Semakin tinggi temperatur maka semakin rendah nilai resistivitasnya. 4. Semakin tinggi sifat porositas maka semakin rendah nilai resistivitasnya.5. Semakin tinggi sifat kandungan lempung maka semakin rendah nilai

resistivitasnya.6. Semakin tinggi kandungan mineral-mineral logam maka semakin rendah

nilai resistivitasnya (Telford, W.M.,, 1990).

Adapun beberapa harga resistivitas untuk jenis material-material yang ada di bumi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 6: Laporan Geotekling

6

Tabel 2.1 Resistivitas mineral dan batuan

Sumber: Reynolds, 1995.

2.6 Res2DinvRes2Dinv merupakan program komputer yang secara otomatis

menentukan model resistivitas (2-D) untuk permukaan bawah bumi dari data hasil survai geolistrik. Model 2-D ini menggunakan program inversi yang terdiri dari sejumlah kotak- kotak persegi. Susunan kotak – kotak ini terikat oleh distribusi dari titik – titik pada datum point. Distribusi dan ukuran kotak secara otomatis dihasilkan dari program, sehingga jumlah kotak tersebut tidak melebihi jumlah datum point. Program ini dapat digunakan untuk survai geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger dan bisa memproses hingga 650 elektroda dan 6500 point dalam satu waktu. Spasi elektroda terbesar hingga 36 kali spasi kecil dalam kali set data. Selain dapat dilakukan diatas permukaan tanah, program ini juga dapat digunakan untuk survai bawah tanah. Tujuan dari inversi ini adalah untuk menghitung tahanan jenis blok – blok, sehingga akan diperoleh tahanan jenis yang cocok dengan hasil pengukuran (Loke, 1992).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

NO Jenis Batuan Resisitivitas (Ω)1 Batupasir 1 -7.4x108

2 Lempung 1 -102

3 Aluvial dan pasir 10 -8x102

4 Moraine 10 -5x103

5 Sherwood batu pasir 100-4006 Tanah (40% lempung) 87 Tanah (20% lempung) 338 Tanah teratas 250 -170010 London tanah liat 4 -2011 Lias tanah liat 10 -1512 Tanah batu 15 -3313 Tanah batu 50 -15014 Mercia batu lumpur 20 -6015 Kapur 50- 15016 Batu karang 0.2 -817 Kerikil (kering) 140018 Kerikil (jenuh) 10019 Kuarte/Recent pasir 50 -100

Page 7: Laporan Geotekling

7

3.1 Waktu dan TempatPenelitian ini akan dilaksanakan di Kawasan Krueng Raya, Kabupaten

Aceh Besar. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan. Sedangkan untuk pengolahan datanya akan dilakukan di Laboratorium Teknik Geofisika Universitas Syiah Kuala.

3.2 PeralatanPeralatan yang digunakan untuk mengetahui bidang gelincir pada

penelitian ini menggunakan alat geolistrik ARES.Tabel 3.1 peralatan penelitian geolistrik

No Nama Jumlah

1 Ares 1 Unit2 Kabel elektroda 10 Roll3 Kabel T, Power, baterai 12 V 1 Kabel4 RS232 dan kabel USB 1 Kabel5 Elektroda 80 Buah6 Baterai 12 V 1 Unit7 Palu 2 Buah8 Meteran 1 Unit9 Donggel Res2Dinv 1 Buah10 GPS Handheal 1 Buah11 Komputer/ Laptop 1 Buah

3.3 Tahapan Penelitian3.3.1. Pengambilan data

Sebelum pengambilan data lapangan juga dilakukan orientasi medan dengan menggunakan peta topografi yang ada. Orientasi medan ini untuk perencanaan lintasan-lintasan pengambilan data.

1. Pembuatan lintasan ukurDalam pengambilan data di lapangan dilakukan sebanyak 4 lintasan, dengan panjang lintasan 300 meter.

2. Pengukuran geolistrik tahanan jenisPengambilan data geolistrik tahanan jenis ini dilakukan memakai Resistivitimeter ARES dan konfigurasi yang digunakan adalah Wenner-Sclumberger (Sclumberger N6).

3. Pengambilan Data PosisiUntuk pengambilan data posisi dilakukan secara diferensial dengan metode survai statik singkat menggunakan GPS Handheal.

3.3.2. Pengolahan Data

Page 8: Laporan Geotekling

8

Pengolahan data geolistrik tahanan jenis dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Proses download data dari Resistivitimeter ARES ke komputer

menggunakan software ARES.2. Pengolahan data dilakukan menggunakan RES2DINV untuk mendapatkan

gambar penampang resistivitas.

3.6 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

BAB IV

HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

No

Run Inversi

Data lapangan

Mulai

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

RMS Minimum

Hasil

Selesai

Interpretasi Data

Page 9: Laporan Geotekling

9

4.1 Hasil

Akuisisi data pada penelitian ini menggunakan metode geolistrik resisitivitas dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger yang dilakukan pada tanggal 21 maret 2015 di kawasasan Kreung Raya Aceh, Kecamatan Mesjid Raya, Banda Aceh, dimana sketsa lokasi dan bentangan pengukuran terlihat pada gambar citra satelit pada gambar di bawah ini, Gambar 4.1 lintasan pertama, Gambar 4.2 lintasan kedua dan ketiga. Lokasi dan bentangan pengukuran disesuaikan dengan keadaan lapangan (badan jalan). Pengukuran dan akusisi data dilakukan pada tiga (3) lintasan dengan lokasi yang berbeda, seperti pada Table 4.1.

Gambar 4.1 Lintasan KRA 1

Gambar 4.2 Lintasan KRA 2 dan KRA 3

Nilai resistivitas semu yang di dapat dari hasil akuisisi data kemudian dilakukan pemodelan untuk memperoleh model resistivitas bawah permukaan. Pemodelan pada penelitian ini dilakukan menggunakan software Res2dinv. Model yang di peroleh adalah berupa profil penampang 2 dimensi (D) seperti pada Gambar 4.3, 4.4, dan 4.5 berikut :

a. Lintasan KRA 1

Page 10: Laporan Geotekling

10

Lintasan KRA 1 merupakan lintasan yang berarah Barat - Timur dengan posisi koordinat titik awal pada jarak 0 m pengukuran N5° 54' 0.25" E95° 50' 65.1" dan titik akhir pengukuran di 200 m N5°54'00.8" E95°50'84.5".

Gambar 4.3 Penampang resistivitas lintasan KRA 1

Pada KRA 1 Di dapat nilai resisitivitas rendah (konduktif) di bawah 30 Ω dengan ketebalan 0 – 42 m, . Ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya longsor dimusim penghujan dikarenakan daya ikat yang lemah dari tanah tersebut, sementara di musim kemarau daya ikat air kuat. Secara umum pada lintasan KRA 1 ini didominasi oleh tufa dan pasir seperti keterangan pada Gambar 4.1, tufa memiliki nilai resistivitas 30 Ω sementara pasir 10 – 15 Ω. Pada jarak 16 m pada kedalaman 10 – 20 m terdapat bidang konduktif yang ditunjukan dengan nilai resistivitas tinggi, diduga jenis batuan beku dikarenakan lokasi pengukuran terdapat deformasi vulkanik.

b. Lintasan KRA 2

Pengukuran pada lintasan KRA 2 dilakukan mengikuti lintasan jalan karena tidak mungkin dilakukan pengukuran tegak lurus dengan arah jalan disebabkan terjalnya tebing bukit disisi utara dengan sudut kemiringan sekitar 70%. Lintasan KRA 2 berarah Barat – Timur dengan koordinat titik awalnya N5° 60' 39.6" E95° 54' 55.6" dan titik koordinat akhirnya N5°60'42.7" E95°54'36.3".

Page 11: Laporan Geotekling

11

Gambar 4.4 penampang resistivitas penampang KRA 2

Pada lintasan KRA 2 diperoleh zona bidang gelincir yang dapat mengakibatkan longsor dimusim penghujan maupun amblasan tanah, pada lintasan ini masih didominasi oleh tufa dan pasir seperti Gambar 4.2 tufa memiliki nilai resistivitas 15 Ω sedangkan pasir memiliki nilai resisitivitas 30 Ω. Pada kedalaman 30 – 40 m terdapat lapisan dengan nilai resitivitas rendah (konduktif) diduga lapisan tersebut adalah akuifer dikarenkan terdapat aliran air di sekitar pengukuran.

c. Lintasan KRA 3

Pengukuran pada lintasan KRA 3 juga dilakukan mengikuti lintasan jalan karena mengikuti lintasan KRA 2. Lintasan KRA 3 berarah Barat – Timur dengan koordinat titik awalnya N5° 60' 47.6" E95° 54' 21.4" dan koordinat titik akhirnya N5°60'41.4" E95°54'39.7".

Gambar 4.5 penampang resistivitas lintasan KRA 3

Pada lintasan KRA 3 lintasan ini merupakan lanjutan dari lintasan KRA 2, juga diperoleh zona bidang gelincir tanah, yang dapat mengakibatkan longsor dimusim penghujan maupun amblasan tanah. pada jarak 85 – 200 m terdapat jenis batuan tufa dan pasir masing-masing memiliki nilai resisitivitas 15 Ω dan 30 Ω sedangkan pada jarak 0 – 40 m terdapat nilai resisitivitas tinggi ini dikarenakan terdapat deformasi batuan beku dengan nilai resistivitas 60 – 100 Ω , dimana lokasi pengukuran terdapat penyebaran batuan vulkanik. Pada lapisan dengan nilai resisitivitas rendah 1 – 6 Ω (konduktif) diduga lapisan aquifer dimana terdapat aliran air disekitar lokasi pengukuran.

Page 12: Laporan Geotekling

12

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ketiga (3) lintasan tersebut adalah zona bidang gelincir tanah, saat musim penghujan, dimana daya ikat air pada kawasan ini sangat kuat, dibuktikan dengan hasil keadaan geologi kawasan Kreung raya .

2. Tufa memiliki nilai resistivitas 15 Ω, pasir memiliki nilai resistivitas 30 Ω, dugaan jenis batuan beku memiliki nilai resisitivas 60 – 100 Ω, dan terdapat nilai resisitivas 1 – 6 Ω diduga lapisan aquifer pada KRA 2 dan 3.

3. Struktur bawah permukaan KRA 1, KRA 2, dan KRA 3 ialah terdiri dari tufa dan pasir, dan diduga terdapat batuan jenis batuan beku serta lapisan aquifer.

4. KRA 3 merupakan daerah yang sangat berpotensi mengalami gelincir tanah, dikarenakan terdapat lapisan aquifer.

5.2 Saran

Page 13: Laporan Geotekling

13

Pada kawasan Kreung Raya ini perlu dilakukan penelitian yang lebih dengan metode-metode geofisika lainnya serta melakukan pengeboran untuk memperoleh data yang lebih baik dan akurat.

Untuk setiap badan jalan yang telah amblas sebelumnya baiknya dikeruk terlebih dahulu bila akan dibuat jalan barukhusunya kawasan KRA 1.

Pada KRA 2 dan 3 perlu dibuat tanggul di arah utara untuk menguatkan badan jalan.