Laporan Fisiologi Tekanan Darah
-
Upload
juliannathanael -
Category
Documents
-
view
37 -
download
7
description
Transcript of Laporan Fisiologi Tekanan Darah
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI: TEKANAN DARAH
Disusun oleh: Julian Nathanael (41140070)
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana
I. Latar Belakang
Hemodinamika adalah sistem sirkulasi darah dimana di dalamnya terdapat
darah dan pembuluh darah sebagai jalan, jantung sebagai pemompa, dan darah
tersebut mengalir ke seluruh tubuh. Di dalam hemodinamika, terdapat tekanan
darah.
Tekanan darah berarti daya yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan
luas dinding pembuluh darah yang hampir selalu dinyatakan dalam milimeter air
raksa. Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostasis di
dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya
darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah
suatu aliran darah yang menetap.
Tekanan darah dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah gaya
berat, paparan suhu dingin, serta aktivitas fisik yang semuanya itu dilakukan
dalam praktikum hemodinamika kali ini.
Oleh karena itu, pada praktikum hemodinamika ini kita akan membuktikan
bahwa pengukuran tekanan darah akan memperoleh hasil yang berbeda-beda
didasarkan pada perbedaan posisi dan faktor-faktor lain yang terjadi saat
pengukuran.
II. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu memahami pengaruh gaya berat terhadap tekanan darah arteri.
2. Mahasiswa memahami pengaruh paparan dingin terhadap tekanan darah arteri.
3. Mahasiswa mampu memahami respon fisiologis tubuh terhadap aktivitas fisik
berat.
4. Mahasiswa mampu mengukur tingkat kebugaran jasmani.
III. Tinjauan Pustaka
Peristiwa yang terjadi pada jantung dimulai dari awal sebuah denyut jantung
sampai awal denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Siklus jantung
terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastolik, yaitu periode pengisian
jantung dengan darah, yang diikuti oleh satu periode kontraksi yang disebut
sistolik. Lama berlangsungnya keseluruhan siklus jantung, termasuk sistol dan
diastole, berbanding terbalik dengan frekuensi denyut jantung. Sebagai contoh, bila
denyut jantung adalah 72 denyut/menit, lama siklus jantung adalah 1/72
denyut/menit-sekitar 0.0139 menit per denyut, atau 0.833 detik per denyut (Guyton,
2014: 111).
Apabila frekuensi denyut jantung meningkat, lama berlangsungnya setiap
siklus jantung akan turun, termasuk fase kontraksi dan relaksasi. Lama potensial
aksi dan periode kontraksi (sistol) juga turun, namun tidak sebesar presentase fase
relaksasi (diastol). Pada frekuensi denyut jantung normal sebesar 72 denyut/menit,
sistol berlangsung sekitar 0.4 bagian dari seluruh siklus jantung. Pada frekuensi tiga
kali frekuensi denyut normal, sistol berlangsung 0.65 bagian dari seluruh siklus
jantung. Hal ini berarti bahwa jantung yang berdenyut dengan frekuensi yang
sangat cepat, tidak memiliki waktu relaksasi yang cukup untuk pengisian sempurna
ruang jantung, sebelum kontraksi berikutnya (Guyton, 2014: 112)
Bila seseorang dalam keadaan istirahat, setiap menitnya jantung hanya akan
memompa 4 sampai 6 liter darah. Selama bekerja berat, jantung mungkin perlu
memompa darah sebanyak empat sampai tujuh kali lipat dari jumlah ini. (Guyton &
Hall, 2014: 117).
Faktor gravitasi juga mempengaruhi tekanan darah arteri perifer dan kapiler.
Contohnya pada seseorang yang berdiri memiliki tekanan darah arteri rata-rata 100
mmHg pada tingkatan setinggi jantung akan mempunyai tekanan arteri di kaki
sekitar 190 mm Hg. Karena itu, bila seorang menyatakan bahwa tekanan arterinya
sebesar 100 mmHg, hal ini umumnya berarti bahwa tekanan tersebut merupakan
tekanan pada tingkatan gravitasi setinggi jantung tetapi tidak berlaku pada
pembuluh arteri di tempat lain. Dalam hal ini arteri yang berada pada tingkatan
gravitasi setinggi jantung adalah arteri brachialis (Guyton & Hall, 2014: 185).
Peran sistem saraf dalam pengaturan tekanan arteri yang cepat. Salah satu
fungsi yang paling penting dari pengaturan sirkulasi oleh saraf adalah
kemampuannya untuk menimbulkan peningkatan tekanan arteri secara cepat.
Untuk tujuan ini, seluruh fungsi vasokonstriktor dan kardioakselerator sistem saraf
simpatis dirangsang bersamaan. Pada saat yang sama terjadi inhibisi resiprokal
sinyal penghambat vagal parasimpatis ke jantung. Akibatnya timbul perubahan
secara serentak, yang masing-masing membantu meningkatkan tekanan arteri
(Guyton & Hall, 2014: 219).
Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur ditubuh,
bukan tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan
tekanan dibagian lain pohon vaskular. Pengukuran tekanan darah rutin merekam
tekanan sistolik dan diastolik arteri yangdapat di gunakan sebagai patokan untuk
menilai tekanan arteri rerata. Nilai ambang terkini untuk tekanan darah normal yang
ditentukan oleh National Institute of Health (NIH) adalah kurang dari 120/80
mmHg.
Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan darah
ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama,
tekanan ini harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang
memadai.Kedua, tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga menimbulkan risiko
kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus
(Sherwood, 2014: 403).
Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh masing-masing
ventrikel per menit. Curah jantung dipengaruhi oleh banyaknya denyut jantung per
menit (kecepatan jantung) serta volume darah yang dipompa oleh jantung tiap
denyutnya (isi sekuncup). Pada keadaan istirahat curah jantung rerata adalah antara
5 sampai 5,5 liter per menit, dan pada keadaan olah raga curah jantung dapat
meningkat menjadi 20 sampai 25 liter per menit, semua itu tergantung pada
kecepatan denyut jantung serta volume isi sekuncup (Sherwood, 2014: 349).
Resistensi terhadap aliran dalam suatu pembuluh bergantung pada panjang
pembuluh dan jari- jari pembuluh, serta viskositas cairan. Di dalam tubuh, panjang
pembuluh darah pada esensinya tetap. Walaupun berpotensi bervariasi, kekentalan
darah juga tetap. Dengan demikian, yang biasanya diperhitungkan adalah jari-jari
pembuluh. Sedikit saja penurunan jari-jari lumen menyebabkan peningkatan besar
resistensi terhadap aliran. Resistensi dalamsistem vaskular sistemik adalah
resistensi perifer total (total peripheral resistance). Resistensi ini tidak mungkin
diukur secara langsung. Resistensi dalam sistem kardiovaskular dihitung dengan
mengukur aliran dan tekanan. Resistensi sama dengan tekanan dibagi aliran.
Resistensi terhadap aliran di sistem vaskular paru jauh lebih rendah daripada di
sistemsistemik (Corwin, 2009: 456).
Sistem saraf simpatis mengontrol kerja jantung pada situasi darurat atau olah
raga dengan cara meningkatkan efektivitas jantung sebagai pompa dengan
meningkatkan kecepatan jantung, mengurangi penundaan antara kontraksi atrium
dan ventrikel, mengurangi waktu hantaran keseluruh jantung, dan meningkatkan
kekuatan kontraksi (Sherwood, 2014: 351).
IV. Alat dan Bahan
Alat:
Sphygmomanometer
Stetoskop
Meja panjang
Kursi
Meja tinggi 30 cm
Metronome
Stopwatch
Bahan:
Air Es
V. Cara Kerja
i. Pengaruh gaya berat terhadap tekanan darah
Ukur tekanan darah naracoba pada posisi:
1. Berbaring dengan kedua lengan lurus sejajar dengan posisi tubuh;
2. Duduk dengan kedua lengan tergantung lurus ke bawah;
3. Berdiri dengan kedua lengan tergantung lurus sejajar dengan sumbu tubuh;
4. Berbaring seperti percobaan 1 kemudian tiba-tiba berdiri dan segera diukur.
Pengukuran dilakukan tiga kali pada tiap-tiap posisi badan dan hasil yang diambil
adalah hasil rata-ratanya.
naracoba duduk dengan nyaman dikursi dengan
tinggi sesuai meja.
pasang manset pada lengan kanan atas.
ukur tekanan darah sistolik dan diastolik 3
kali, ambil tekanan diastolik terendah untuk
perbandingan.
masukkan tangan kiri ke dalam air es (±10°C) sampai pergelangan
tangan terendam seluruhnya.
setelah lewat 10-15 detik, ukurlah tekanan
darah tiap 20 detik selama 2 menit dan
catatlah.
waktu pengukuran tangan tetap di dalam
air es.
ii. Cold pressure test
iii. Home Step Test
probandus pemanasan selama 5
menit
hitung denyut
nadi awal
pasang metronome
pada 96 pukulan per menit (24
langkah lengkap)
latihan naik turun bangku
dengan 4 hitungan.
probandus naik turun
bangku selama maksimal 3
menit.
jika probandus merasa pusing, nyeri di dada,
capai, langkah tidak teratur atau terjatuh
maka dihentikan
probandus diminta duduk
kembali
hitung denyut
nadinya pada menit 1, 2
dan 3.
VI. Hasil Praktikum
i. Hasil pengaruh gaya berat terhadap tekanan darah
Data naracoba
Usia : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tinggi badan : 159 cm
Berat badan : 48 kg
Hasil pengukuran tekanan darah – cara auskultatoir
1. Berbaring dengan kedua lengan lurus sejajar dengan sumbu badan
Tekanan sistolik 100 110 110
Tekanan diastolic 70 70 70
Tekanan darah arteri rata-rata 80 83.3 83.3
2. Duduk dengan kedua lengan tergantung lurus ke bawah
Tekanan sistolik 100 110 100
Tekanan diastolic 70 70 70
Tekanan darah arteri rata-rata 80 83.3 80
3. Berdiri dengan kedua lengan tergantung lurus sejajar dengan sumbu badan
Tekanan sistolik 110 100 110
Tekanan diastolic 80 70 70
Tekanan darah rata-rata 90 80 83.3
4. Berbaring seperti percobaan 1 kemudian tiba-tiba berdiri dan segera diukur
Tekanan darah Berbaring Berdiri
Tekanan sistolik 110 120
Tekanan diastolic 80 80
Tekanan darah arteri rata-rata 90 93.3
ii. Hasil cold pressure test
Data naracoba
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 41 kg
Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
Istirahat 90 50
20 detik I 100 70
20 detik II 100 70
20 detik III 100 80
20 detik IV 110 80
20 detik V
20 detik VI
110
120
80
90
iii. Hasil step test
Data naracoba
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tinggi badan : 178 cm
Berat badan : 70 kg
Home Step test
Lama naik/turun bangku 3 menit
Frekuensi denyut nadi awal 88 x/menit
Denyut nadi menit 1 104 x/menit
Denyut nadi menit 2 100 x/menit
Denyut nadi menit 3 92 x/menit
Indeks kebugaran jasmani Average
VII. Pembahasan
Pada posisi berbaring darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa
harus melawan kekuatan gravitasi. Pada posisi berbaring, dalam keadaan istirahat
isi sekuncup mendekati nilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya sedikit
peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat hampir sama
dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri.
Makin besar intensitas kerja makin sedikit isi sekuncup, hal ini disebabkan
memendeknya waktu pengisian diastol akibat frekuensi denyut jantung yang
meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus jantung hanya berlangsung
selama 0,3 detik dan pengisian diastole merupakan bagian dari 0,3 detik tersebut)
(Guyton & Hall, 2014).
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini
dikarenakan pada saat duduk sistem vasokonstraktor simpatis terangsang dan
sinyal-sinyal saraf pun dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke
otot-otot rangka tubuh, terutama otot-otot abdomen. Keadaan ini akan
meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan seluruh vena cadangan
abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke
jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa
menjadi meningkat. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen
(Guyton & Hall, 2014).
Pada posisi berdiri, pengumpulan darah di vena lebih banyak. Dengan
demikian selisih volume total dan volume darah yang ditampung dalam vena kecil,
berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit, isi sekuncup berkurang,
curah jantung berkurang, dan kemungkinan tekanan darah akan turun. Darah dari
jantung sampai ke kaki, dan untuk kembali ke jantung harus ada tekanan yang
mengalirkannya. Untuk itu perlu adanya kontraksi otot guna mengalirkan darah ke
atas. Pada vena ke bawah dari kepala ke jantung tidak ada katup, pada vena ke atas
dari kaki ke jantung ada katup. Dengan adanya katup, maka darah dapat mengalir
kembali ke jantung. Jika pompa vena tidak bekerja atau bekerja kurang kuat, maka
darah yang kembali ke jantung berkurang, memompanya berkurang, sehingga
pembagian darah ke sel tubuh pun ikut berkurang. Banyaknya darah yang di
keluarkan jantung itu menimbulkan tekanan, bila berkurang maka tekanannya
menurun. Tekanan darah berkurang akan menentukan kecepatan darah sampai ke
bagian tubuh yang dituju. Ketika berdiri darah yang kembali ke jantung sedikit.
Volume jantung berkurang maka darah yang ke luar dan tekanan menjadi
berkurang (Guyton & Hall, 2014).
Penjelasan teori di atas sesuai dengan hasil percobaan yang menunjukkan
bahwa tekanan darah naracoba pada posisi berdiri di bandingkan saat naracoba
duduk maupun berbaring.
Peningkatan suhu tubuh, akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung,
kadang-kadang sampai dua kali frekuensi denyut normal. Penurunan suhu sangat
menurunkan frekuensi denyut jantung, hingga turun sampai serendah beberapa
denyut per menit, seperti pada seseorang yang mendekati kematian akibat
hipotermia suhu tubuh dalam kisaran 60° sampai 70°F (15.5° sampai 21.2°C).
Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas
membrane otot jantung terhadap ion yang mengatur frekuensi denyut jantung
menghasilkan peningkatan proses perangsangan sendiri (Guyton & Hall, 2014:
119).
Dari teori di atas, disimpulkan bahwa suhu rendah pada percobaan ini
menyebabkan pembuluh darah mengalami vasokonstriksi. Vasokonstriksi
menyebabkan aliran darah ke suatu jaringan menurun, sehingga aliran balik vena;
volume sekuncup; dan curah jantung akan meningkat. Peningkatan-peningkatan
tersebut yang akan menyebabkan tekanan darah meningkat. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan meningkatnya tekanan sistol maupun diastole naracoba.
Peningkatan diastole pada 20 detik pertama naracoba adalah lebih dari 20 mmHg
ini menunjukkan bahwa probandus tergolong hiperreaktor, artinya saraf simpatis
melakukan reaksi yang sangat cepat terhadap paparan dingin.
Dari hasil percobaan homestep test, dapat dilihat bahwa denyut nadi naracoba
meningkat dari keadaan istirahat dan setelah melakukan aktivitas. Hal ini sesuai
dengan teori berikut, ketika seseorang melakukan aktivitas fisik berat maka tubuh
akan lebih banyak membutuhkan oksigen. Kebutuhan akan oksigen yang tinggi
menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke jaringan-
jaringan yang membutuhkan oksigen. Setelah seseorang melakukan aktivitas, dan
bersitirahat maka denyut nadi akan semakin mendekati angka stabil. Dikarenakan
jaringan-jaringan yang tadinya membutuhkan lebih banyak oksigen untuk bekerja
sudah terpenuhi dan membuat jantung menurunkan frekuensi denyutnya.
VIII. Kesimpulan
1. Posisi seseorang ketika diukur tekanan darahnya akan mempengaruhi hasil
pengukuran.
2. Paparan dingin yang diberikan kepada tubuh akan mengakibatkan terjadinya
vasokonstriksi sehingga akan meningkatkan tekanan darah.
3. Aktivitas fisik berat yang dilakukan akan menyebabkan jaringan-jaringan
tubuh membutuhkan oksigen lebih banyak, sehingga jantung akan
meningkatkan frekuensi denyut nadi untuk memenuhi kebutuhan oksigen di
dalam jaringan.
IX. Daftar Pustaka
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 12. Jakarta:
EGC.
Corwin Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC.
Sherwood Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.