Laporan Fisiologi Blok X

33
“PENILAIAN REFRAKSI DAN PENILAINAN LAPANG PANDANG” A. TUJUAN PEMERIKSAAN 1. Penilaian Refraksi a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan refraksi b. Mampu melakukan pemeriksaan refraksi subyektif (4A) c. Mampu menjelaskan pemeriksaan refraksi obyektif (2) d. Mampu menentukan jenis gangguan refraksi e. Mampu menentukan seberapa besar gangguan refraksi yang terjadi f. Mampu menentukan jenis dan besar koreksi refraksi yang diperlukan 2. Pemeriksaan Lapang Pandang a. Mampu melakukan tes lapang pandang, Donders confrontation test (A4) b. Mampu melakukan tes lapang pandang, amsler panes (4A) B. DASAR TEORI I. Pemeriksaan visus mata Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus merupakan ukuran 1

description

laporan belu fix :p

Transcript of Laporan Fisiologi Blok X

Page 1: Laporan Fisiologi Blok X

“PENILAIAN REFRAKSI DAN PENILAINAN LAPANG PANDANG”

A. TUJUAN PEMERIKSAAN

1. Penilaian Refraksi

a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan refraksi

b. Mampu melakukan pemeriksaan refraksi subyektif (4A)

c. Mampu menjelaskan pemeriksaan refraksi obyektif (2)

d. Mampu menentukan jenis gangguan refraksi

e. Mampu menentukan seberapa besar gangguan refraksi yang terjadi

f. Mampu menentukan jenis dan besar koreksi refraksi yang diperlukan

2. Pemeriksaan Lapang Pandang

a. Mampu melakukan tes lapang pandang, Donders confrontation test (A4)

b. Mampu melakukan tes lapang pandang, amsler panes (4A)

B. DASAR TEORI

I. Pemeriksaan visus mata

Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang

khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan

sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus merupakan ukuran kuantitatif suatu

kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar

belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol

yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan

dalam klinik. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak

dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda.

Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap

sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis

yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya

0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa

nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh dari

tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.

1

Page 2: Laporan Fisiologi Blok X

Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus

sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus

sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang

letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis

dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat

misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi

supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.

Visus perifer menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa

dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu

benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada

bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan

menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau sekitar 6

meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 6/6 maka tajam penglihatannya

dikatakan normal dan jika visus <6/6 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.

Tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik

yang berbeda pada jarak tertentu. Ketajaman penglihatan seseorang dapat

berkurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Kuat Penerangan atau Pencahayaan

Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari

beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik

matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000

di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam hari dengan

pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti menambah daya,

tetapi kelelahan relative bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan

mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat

pula aspek kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar

yang salah arah dan pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada

obyek. Kilauan ini dapat menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga

penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi

menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras

2

Page 3: Laporan Fisiologi Blok X

silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat

menyebabkan :

i. Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis);

ii. Penglihatan rangkap;

iii. Sakit kepala;

iv. Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap

perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan;

v. Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun.

2. Waktu Papar

Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang

jam kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit

akibat kerja. Yang dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja

termasuk waktu istirahat. Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja,

umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan

adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan

kelelahan.mental dan kelelahan mata.

3. Umur

Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada

tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan

berkurang. Maka dari itu, kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk

melihat dengan ketajaman yang sama. Makin banyak umur, lensa bertambah

besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini

mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya

untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata,

sedang titik jauh pada umumnya tetap saja.

4. Kelainan Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.

3

Page 4: Laporan Fisiologi Blok X

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya

bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media

penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut

sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di

retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat

jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum

Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat

dengan jelas.

Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat

melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan

dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum

remotum terletak di depan mata. Secara klinik kelainan refraksi adalah akibat

kerusakan ada akomodasi visuil, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata,

maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering ditemuikan sehari-

hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia dan astigmatisma.

Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang

memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan

retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti

karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar

tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran

yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi adalah miopia

dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.

Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata

sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila

pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian

juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk

memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.

Tipe-tipe miopia :

i. Miopia aksial, bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola

mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm.

4

Page 5: Laporan Fisiologi Blok X

Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan

perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.

ii. Miopia kurfatura, kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya,

misalnya pada keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan

kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia kurvatura, misalnya

pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea

sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.

iii. Miopia indeks refraksi, peningkatan indeks bias media refraksi sering

terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak

terkontrol. Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan

bedah terutama glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia.

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam :

i. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri

ii. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri

iii. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri

iv. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri

v. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri

Hipermetropi dikenal sebagai mata jauh, disebabkan oleh terlalu

pendeknya bola mata atau terlalu lemahnya sistem lensa bila muskulus cilliaris

sama sekali berelaksasi. Berkas cahaya sejajar tidak cukup dibengkokkan oleh

sistem lensa untuk tiba pada suatu fokus di saat mereka mencapai retina. Untuk

mengatasi kelainan ini, muskulus cilliaris harus berkontraksi untuk

meningkatkan kekuatan lensa tersebut denga menggunakan lensa sferis positif.

Astigmatisme adalah suatu kesalahan refraksi sistem lensa mata yang

biasanya disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur atau jarang-jarang, oleh

lensa yang berbentuk bujur. Suatu permukaan lensa seperti sisi sebutir telur

yang terletak miring terhadap cahaya yang masuk merupakan contoh lensa

astigmatik. Derajat kelengkungan dalam suatu bidang melalui sumbu panjang

telur itu tidak sebesar seperti derajat kelengkungan dalam suatu bidang melalui

sumbu pendek. Hal yang sama terjadi pada sebuah lensa astigmatik mata,

5

Page 6: Laporan Fisiologi Blok X

karena kelengkungan lensa astigmatik sepanjang satu bidang lebih kecil

daripada kelengkungan sepanjang bidang lainnya, berkas cahaya yang

mengenai bagian perifer lensa itu dalam satu bidang tidak bengkok sedemikian

besar seperti berkas yang mengenai bagian perifer bidang lainnya.

Presbiopia adalah menurunnya kemampuan lensa mencembung karena

bertambahnya usia, sehingga memberikan kesukaran melihat dekat tetapi untuk

melihat jauh tetap normal.Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi

akibat kelemahan otot akomodasi,dan akibat lensa mata tidak kenyal atau

berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi

ini, maka pada pasien yang berumur 40 tahun atau lebih, akan memberikan

keluhan setelah membaca yaitu berupa lelah, berair dan sering terasa

perih.Pada pasien presbiopia diperlukan kacamata baca atau adisi untuk

membaca dekat yang berkekuatan tertentu, dimana bagian atas lensa untuk

melihat jauh sedang bagian bawah untuk melihat dekat.

Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan

penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang

optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi

keterangan tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhan. Pemeriksaan tajam

penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan

memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang

mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat

pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Pemeriksaan ketajaman

penglihatan dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen.

Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab

kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam

penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.

Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu

Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan

menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi

sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian

6

Page 7: Laporan Fisiologi Blok X

benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat

dilihat pada jarak tertentu (Ilyas, 2009).

Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat

kemampuan membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk

kartu. Pasiennya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk

penglihatan normal. Pada keadaan ini, mata dapat melihat huruf pada jarak 20

kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan

normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki).

Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa

faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan

kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan mata (Ilyas, 2009).

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan

kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam

penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan

gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata hanya dapat

membedakan dua titik tersebut membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya

dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian

dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka

makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap

lima menit (Ilyas, 2009).

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak lima atau

enam meter. Pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan

beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai

kartu baku atau standar, misalnya kartu baca Snellen yang setiap hurufnya

membentuk sudut lima menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris

tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit pada jarak 60

meter; dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima

menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang

membentuk sudut lima menit pada jarak enam meter, sehingga huruf ini pada

orang normal akan dapat dilihat dengan jelas (Ilyas, 2009).

Rumus visus: dengan menggunakan optotype snellen :

7

Page 8: Laporan Fisiologi Blok X

V= dD

Keterangan :

d = jarak antara alat dgn subyek yang diperiksa

V = visus (ketajaman penglihatan)

D = jarak skala huruf yang masih dapat dibaca oleh mata normal

Ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit)

terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan.Dengan

kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan

melihat seseorang, seperti :

1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak

enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak

enam meter.

2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan

angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.

3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan

angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.

4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak

enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak

60 meter.

5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka

dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada

jarak 60 meter.

6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang

diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan

pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang

berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan

pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat

gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat

8

Page 9: Laporan Fisiologi Blok X

melihat lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya

adalah 1/300.

8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak

dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam

penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak

berhingga.

9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan

penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).

Hal tersebut dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat

berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan

tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang dewasa

secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang

normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan dapat

berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat

mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk

sehingga dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada

masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda-

benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian

penglihatannya (Ilyas, 2009).

Untuk mengetahui sama tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata

dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup

akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia

sedang memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding dengan

mata lainnya (Ilyas, 2009).

Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat

kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan

lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi

dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di

depan mata berarti ada kelainan organik ataukekeruhan media penglihatan

yang mengakibatkan penglihatan menurun (Ilyas, 2009).

9

Page 10: Laporan Fisiologi Blok X

Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari

penglihatan, yaitu batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi

pada satu titik. Sinar yang datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu

pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari sekitarnya jatuh di

bagian perifer retina.

Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak

sama ke semua arah. Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100

derajat dari titik fiksasi, ke medial 60 derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke

bawah 60-75 derajat. Ada tiga metode standar dalam pemeriksaan lapang

pandang yaitu dengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter.

Kampimeter adalah papan hitam yang diletakkan di depan penderita pada

jarak 1 atau 2 meter, dan sebagai benda penguji (test object) digunakan

bundaran kecil berdiameter 1 sampai 3 mm. Mata pasien difiksasi di tengah

dan benda penguji digerakkan dari perifer ke tengah dari segala jurusan. Kita

catat tempat pasien mulia melihat benda penguji. Dengan demikian diperoleh

gambaran kampus penglihatan.

Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya

pada bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan

sewaktu pemeriksaan sama dengan kampimeter.

Pemeriksaan lapangan pandang (“visual field”) yang sederhana dapat

dilakukan dengan jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan

pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari

Donder. Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan caraPasien duduk

atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira

1 meter.Bila mata kanan yang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri

pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya atau kertas, sedangkan

pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta untuk memfiksasi

pandangannya pada mata kiri pemeriksa.

Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang

pertengahan antar pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar

ke dalam.Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus

10

Page 11: Laporan Fisiologi Blok X

memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Bila

terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat

gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas,

bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata.

Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa

sudah dapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien

menyempit. Kedua mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap

mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan

nervus optikus.

C. ALAT BAHAN

1. Penggaris

2. Optotype Snellen

3. Set alat frame dan trial lens (kaca mata dan lensa coba)

4. Keratoskop Plasido

5. Kartu baca dekat

D. CARA KERJA

Penilaian Refraksi

Cara Kerja:

1. Mempersiapkan penderita untuk duduk sejajar pada jarak 6 meter dari optotype

snellen (=d)

2. Menentukan ketajaman masing-masing mata dengan menutup mata yang tidak

diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan menunjukan huruf-huruf pada

optotype snellen mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil yang masih

dapat dilihat atau dibaca dengan jelas dan lengkap (=D)

3. Sebelah kanan deretan huruf terbesar, tertera angka yang menunjukan jaak

dalam meter yang masih dapat dibaca oleh mata normal (emetrop). Ketajaman

penglihatan ditentukan denga rumus snellen yaitu V=d/D, harga d selalu 5 atau

6 meter.

11

Page 12: Laporan Fisiologi Blok X

4. Mengukur jarak pupil (PD) kedua mata untuk mengukur jarak frame kanan dan

kiri pada trial frame yang akan dipasangkan dan kaca mata atau lena bantu

koreksi nantinya. Menentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan

meletakkan penggaris didepan kedua mata, kemudian mengarahkan senter

ditengah kedua mata pasien. Memperhatikan reflek cahaya pada kedua kornea

mata, kemudian mengukur jarak antara kedua reflek tersebut dalam mm maka

didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2 mm untuk jarak

pupil untuk penglihatan jauh.

5. Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata adalah

emetropi atau hipermetropi dengan akomodasi. Memasang kacamata coba pada

posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk pengihatan dekat. Memasang penutup

(occluder) didepan salah satu mata yang belum akan diperiksa.

6. Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positif (+)0,25 D.

Mengulangi pemeriksaan dengan meminta penderita membaca semua deretan

huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca

dengan jelas dan lengkap. Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula

jelas menjadi kabur maka berarti mata penderita adalah emetropi.

7. Pada hipermetropi, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6

dengan akomodasi. Untuk koreksinya, pemeriksa mulai dengan memberikan

lensa positif (+) 0,25 D, berturut-berturut meningkat 0,25 D. hal ini adalah

usaha untuk membuat mata menjadi emetrop dengan mengurangi akomodasi,

sebagai hasilnya diharapkan penderita dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan

jelas tanpa akomodasi. Lansa positif terkuat diana mata hipermetropi masih

dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas meunjukan besar kelainan

hipermetropinya.

8. Bila visus kurang dari 6/6, maka melnjutkna dengan tes pinhole dengan

meletakkkan pinhole didepan mata yang sedanga diperiksa. Bila dengan tes

pinhole ketajaman penglihatn menjadi lebih baik maka terbukti pasien

megalamikelainan refraksi, tetapi jika tidak ada perubahan maka pasien tidak

mengalami kelainan refraksi, tetapi pasien dirujuk untuk pemeriksaan mata

lebih lanjut.

12

Page 13: Laporan Fisiologi Blok X

9. Bila visus kurang dari 6/6 dengan tes pinhole positif, maka kemnubgkinan

mata termasuk miopi. Untuk menilai besar miopi, dimulai dari lensa negatif (-)

0,25 D, ditambahkan berturut-turut – 0,25 sampai pada lensa negatif terlemah

penderita dapat membaca deretan huruf 6/6.

10. Untuk melakukan koreksi, kadang terdapat beberapa jenis kekuatan lensa yang

pas untuk digunakan melihat dengan jelas, namun tidak semua lensa tersebut

akan nyaman digunakan sebagai lensa bantu. Hanya akan ada satu jenis

kekuatan lensa yang memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat

dipakai sebagai lensa bantu yaitu lensa yang akan meminimalkan akomodasi

penderita. Untuk melakukan koreksi perlu dicoba beberapa jenis kekuatan

lensa secara berurutan yang tetap memberikan penglihatan yang jelas dan

kenyamanan saat membaca huruf tersebut.

11. Seseorang dengan miopi bila diberikan lensa bantu negatif yang terlalu lemah

akan menimbulkan ketidaknyamanan karena membuat orang tersebut

berakomodasi untuk dapat melihat dengan jelas atau pada hiperopia deberikan

lensa positf yang terlalu kuat akan memberikan penglihatan kabur pada

penderita. Jadi bila pasie miopi dikoreksi dengan -3,0 D memberikan tajam

penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3,25 D, maka sebaiknya

diberikan lena koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik

sesudah dikoreksi. Demikian pula pada penderita hipermetropi, perlu ditambah

atau kurangkan kekuatan lensa sampai didapatkan visus terbaik (trial and eror).

Ketepatan koreksi sangat ditentukan oleh ketepatan ukuran lensa bantu yang

dapat mebiaskan sinar tepat diretina dengan akomodasi lensa yang minimal

agar penderita dapat meilhat dengan jelas dan nyaman. Orang yang tidak

mengontrol akomodasinya sering menyatakan bahwa kadang ia melihat

deretan huruf yang sama secara jelas dan kabur. Hal tersebut harus dapat

dikontrol oleh pemeriksa. Mengusahakan untuk melakukan pemeriksaan

refraksi secepat mungkin untuk menghindari kebosanan dari penderita yang

akan mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Terutama pada anak-anak

yang cepat bosan sehingga perlu banyak dihibur untuk membantu

13

Page 14: Laporan Fisiologi Blok X

konsentrasinya dan orangtua yang cepat lelah sehingga pemeriksaan dapat

diteruskan dilain waktu.

12. Pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme dapat dilakukan dengan metode

refraksi spero-cylindirical menggunakan lensa silindris untuk mengoraksinya.

Selain itu dapat juga menggunakan keratoskop plasido.

13. Pemeriksaan astigmatisme dengan keratoskpo plasi bertujua untuk menentukan

keteraturan permukaan kornea. Keratoskop plasido diletakkan kurang lebih 20

cm didapan mata orang yang diperiksa, kemudian penderita diminta terus

memandang lubang keratoskop. Dari lubang keratoskop , pemeriksa dapat

melihat lingkaran kornea. Jika kornea bulat sempurna maka akan terlihat

lingkaran-lingkaran konsentrik. Bila ada meridian yang lebih lengkung dari

yang lain yang tegak lurus pada meridian 1 tadi, akan terlihat lingkaran-

lingkaran lonjong pada astigmatisme reguler, dan pada ireguler akan terlihat

bentuk bayang garis hitam putih yang tidak teratur.

14. Astigmat dapat juga diperiksa dengan cara pengaburan (foging technique of

refraction) yang menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, set lensa

coba, dan kipas astogmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan teknik

sebagai berikut yaitu:

a. Pasien duduk mengahadap kartu snellen pada jarak 6 meter

b. Pada mata dipasang bingkai percobaan

c. Mata yang tidak diperiksa ditutup

d. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu

pemeriksaan dengan lensa (+) atau lensa (-) sampai tercapai katajaman

penglihtan terbaik.

e. Pada mata tersebut dipasang lensa (-)

f. Meminta psien melihat kartu kipas astigmat

g. Menanyakan kepada pasien tentang garis pada kipas astigmat yang

paling jelas terlihat

h. Jika belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat, lensa (-)

diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga tampak

14

Page 15: Laporan Fisiologi Blok X

garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya dengan garis

yang terjelas sebelumnya.

1. Bila sudah melihat garis-garis pada kipas astigmat dengan jelas,

lalu melakukan tes dengan kartu snellen

2. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu snellen, maka mungkin

perlu menambah lensa (-)

3. Meminta pasien membaca kartu snellen pada saat lensa (-)

ditambah perlahan-lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi

6/6.

Sedangkan nilainya : derajat astigmat sama dengan ukuran lensa

silinder (-) yang dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama

jelas.

15. Pemeriksaan adanya presbiopi berhubungan dengan keluhan membaca dekat

dan usia lanjut, karena presbiopi biasanya terjadi pada usia diatas 38 tahun.

Metode yang digunakan adalah near refraction dengan kartu baca dekat.

Sebelumnya sesuaikan jarak pupil penglihatan dekat pada kacamat coba.

Memberikan lensa speris (+) umumnya disesuaikan umur S+1,00 D (usia 40

tahun), S+1,50 D (45 tahun) hingga S+3,00 D (60 tahun). Meminta penderita

untuk membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang baik (30 cm).

Mengingat pemeriksaan ini adalah subjektif, maka dapat terjadi kasus

meligering terutama pada anak-anak yang hanya ingin memakai kacamata

seperti orangtuanya atau pada orang dengan kelainan perilaku. Menggunakan

plano test pada lensa coba untuk mengetest adanya melingering dan lihat

adanya perbaikan.

16. Duochrome test adalah tes agar bayangan lensa koreksi yang di berikan tepat di

retina target angka atau huruf dangan latar belakng hijau dan merah untuk

minus, terget harus lebih jelas dimerah atau hijau atau sama jelas untuk plus,

target harus lebih jelas di hijau atau sama jelas.

17. Penulisan hasil pemeriksaan refraksi dan koreksi lensa bantu yang diperlukan

meliputi identitas pasien, usia, jenis kelainan refraksi mata kanan (OD/Occuli

15

Page 16: Laporan Fisiologi Blok X

Dextra) dan mata kiri (OS/Occuli Sinistra), jarak pupil penglihatan dekat dan

jauh, dan besarnya koreksi yang diperlukan.

Pemeriksaan Lapang Pandang

A. Metode Konfrontasi

1. Menerangkan maksud dan prosedur pemeriksaan

2. Meminta penderita untuk duduk berhadapan. Posisi bola mata

antara penderita dan pemeriksa selaras dengan jarak 30-50 cm.

3. Menutup mata disisi yang sama dengan mata penderita yang

ditutup.

4. Menfiksasi mata penderita yang tidak diperiksa.

5. Meminta penderita agar memberi respon bila melihat objek yang

digerakkan pemeriksa di mana mata tetap terfiksasi dengan mata

pemeriksa.

6. Menggerakkkan objek dari perifer ke tengah dari arah superior,

superoir temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior

nasal, nasal, nasal superior.

7. Mencatat hasil pemeriksaan dalam status pasien. Jika interpretasi

pasien salah mngindikasikan kelainan seperti ablasio retina,

kelainan nervus optikus, iskemi jlur visual intrakranial.

B. Metode Kampimeter

1. Penderita duduk menghadap kampimeter pada jarak 20 cm.

2. Menutup mata penderita yang tidak diperiksa.

3. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah

kampimeter. Pandangan lurus ke depan (titik tengah kampimeter).

4. Pemeriksa menggerakkan objek dari perifer menuju ke titik tengah

kampimeter.

5. Bila penderita telah melihat objek tersebut, maka pemeriksa

memberi tanda pada kampimeter. Demikian dilakukan sampai 360

derajat ehingga dapat digambarkan lapang pandang dari mata yang

diperiksa.

16

Page 17: Laporan Fisiologi Blok X

C. Pemeriksaan Amsler Grid

1. Menjelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan

2. Meminta penderita untuk memegang testing grid sejajar dengan

garis pandang mata, dengan jarak kira kiara 36 cm (14 inchi) dari

mata penderita. Menutup mata lain yang tidak sedang diperiksa.

3. Meminta penderita untuk memfikasasi matanya pada central spot

dari testing grid tersebut.

4. Menanyakan pada penderita apakah garis-garis lurus pada testing

grid berubah manjadi garis lengkung (distorted) atau apakah garis-

garis tersebut hilang (loss).

5. Meminta pasien untuk menggambar area yang distorted maupun

yang loss pada amsler grid notepad. Memastikan pada notepad

tersebut tercantum tanggal pemeriksaan, penderita dan mata

manakah yang diperiksa.

6. Malakukan pemeriksaan ini pada kedua mata.

E. HASIL PENGAMATAN

A. Pemeriksaan Refraksi

Nama : Nn. ARP

Usia : 20 Tahun

OD VA : 5/15.8 m

Ph : 5/7.93 m

OS VA : 5/9.98 m

Ph : 5/5

BCVA : 5/5

Myopia R/ OD S – 1.25 D

OS S – 0.5 D

PD : 60/62 mm

Addisi : OD Cys – 0.25

Axis 30°

OS Cys – 0.25

17

Page 18: Laporan Fisiologi Blok X

Axis 100°

B. Pemeriksaan Lapang Pandang

Amsler Grid : Normal

Konfrontasi : Normal

Kampimeter : Normal

F. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kita melakukan pemeriksaan refraksi pada probandus.

Untuk mengetahui apakah mata pasien normal atau terkena gangguan refraksi. Pada

probandus kali ini ia benar terkena gangguan refraksi. Karena setelah kita memeriksa

Visus acies pasien ia dicurigai terkena gangguan refraksi karea tidak mampu melihat

pada jarak yang orang normal dapat lihat. Tetapi, kita tidak boleh langsung

mendiagnosis pasien terkena gangguan refraksi. Kita harus mengoreksi pasien terlebih

dahulu dengan Pinhole. Ketika dikoreksi denga Ph pasien mengalami peninkatan

kemampuan membaca atau menjadi lebih jelas maka pasien mengalami gangguan

refraksi. Berbeda apabila ketika dikoreksi dengan Ph pasien tidak mengalami

peningkatan kemampuan penglihatan maka pasien justru dicurigai terkena gangguan

lain yaitu misalnya keganasan, atau ablasio retina. Sehingga apabila menemui pasien

seperti ini kita harus melakukan anamnesis lebih dalam untuk mengetahui apakah ada

kejanggalan yang terjadi pada pasien atau tidak setelah itu kita sarankan pasien untuk

melakukan pemeriksaan yang lainnya untuk membantu penegakan diagnosis yang

sesungguhnya.

Pada probandus kami, ia positif terkena gangguan refraksi pada kedua matanya.

Setelah kita koreksi dengan kacamata cekung pasien mengalami peningkatan

kemampuan penglihatan. Kenapa kita langsung mengoreksi dengan kacamata cekung

bukan cembung? Pertama karena kita lihat visus acies pasien yang tidak dapat melihat

pada jarak jauh. Setelah itu, saat kita meminta pasien untuk membaca dengan buku

bacaan dekat pasien berusaha mendekatkan bacaan, karena ia lebih merasa nyaman

apabila bacaan itu didekatkan. Dengan itu dapat disimpulkan bahwa memang benar

pasien mengalami gangguan saat melihat jauh (rabun jauh). Oleh karena itu praktikan

18

Page 19: Laporan Fisiologi Blok X

langsung mengoreksi pasien dengan kacamata sferis minus. Kita mulai dari -0,25

sampai kita menemukan kacamata yang dianggap cocok untuk pasien. Untuk lebih

memastikan bahwa pasien benar-benar terkena miopi atau tidak kita cek dengan tes

duochrome apabila ia positif miopi maka pasien akan lebih nyaman melihat dengan

lensa hijau. Tetapi apabila pasien lebih nyaman menggunakan lensa merah berati

pasien terkena hipermetropi. Setelah itu praktikan mengecek pasien apakah ada

kelainan astigmatisma atau tidak. Maka kita coba dengan pemeriksaan kipas astigma

dan ternyata pasien memiliki gangguan refraksi berupa astigmatisma yaitu ketika

probandus melihat kipas astigmatisma probandus merasa ada beberapa kipas tersebut

yang terlihat lebih tebal dimana orang normal melihat kipas tersebut dengan ketebalan

yang sama. Kita mencoba pada oculi dextra maupun sinistra.

Pada pemeriksaan lapang pandang probandus di tes dengan tes konfrontasi dan

lapang pandang pasien dalam batas normal. Kita bandingkan kondisi probandus kami

dengan rekan kami sesama praktikan yang baru saja terkena ablasio retina. Yaitu suatu

kelainan pada mata dimana pasien akan merasa penglihatannya mengalami gangguan

atau penurunan yang diakibatkan oleh robeknya retina dari lapisan korroid atau

terlepasnya beberapa lapisan dari retina. Ia mengalami gangguan lapang pandang

dimana terjadi penyempitan pada lapang pandang. Pada seseorang dengan gangguan

refraksi tanpa gangguan mata lain maka biasanya tidak akan mengalami gangguan

lapang pandang.

Pentingnya segala pemeriksaan ini dilakukan adalah agar apabila pasien

mengalami gangguan pada mata baik itu gangguan refraksi atau bukan dapat segera

diketahui. Sehingga kelainan tersebut tidak akan menjadi makin parah. Karena apabila

pasien terkena gangguan refraksi dan tidak segera dikoreksi dengan kacamata sferis

maka nanti akan terjadi kelelahan pada mata yang dapat berakibat pada kendurnya otot

ciliaris di kemudian hari. Apabila pasien terkena miopi dan ia tidak menggunakan

kacamata koreksi maka minus pasien bisa bertambah. Oleh karena itu pemeriksaan ini

dianggap sangat penting. Jika pasien mengalami gangguan penglihatan atau penurunan

visus tetapi tidak dapat dikoreksi dengan kacamata sferis minus maupun plus maka

kemungkinan pasien mengalami gangguan lain seperti retinopathy diabeticum, ablasio

retina, neuritis optic dan sebagainya.

19

Page 20: Laporan Fisiologi Blok X

Praktikan merasa apa yang praktikan pelajari dari segi teori dan saat kami

aplikasikan kedalam praktek semuanya sesuai dan tidak ada perbedaan.

G. KESIMPULAN

Dari praktikum yang sudah dilakukan, pertama kita melakukan

penilaian refraksi yang dimulai dari penilaian visus dengan snellen chart

dengan hasil yaitu Oculi dekstra visus acies adalah 5/15.8 m, pinhole

adalah 5/7.93 m yang menandakan adanya kemajuan dalam ketajaman

penglihatan berarti probandus mengalami kelainan refraksi yaitu miopi.

Oculi sinistra visus acies adalah 5/9.98 m, Pinhole adalah 5/5 m, BCVA :

5/5, Myopia R/ OD S – 1.25 D, OS S – 0.5 D, PD : 60/62 mm. kemudian

probandus diminta untuk melihat kipas astigamtis dan mendapatkan

pernyataan bahwa garis pada kipas tersebut tidak sama tebal yang

seharusnya pad mata orang normal adalah sama rata tebalnya. Ini

menandakan adanya penambahan kelainan refraksi lain berupa

astigamtisma dengan hasil OD Cys – 0.25 dengan Axis 30°, OS Cys –

0.25 dengan Axis 100°.

Dari praktikum dan haasil yang sudah didapatkan dapat

dinyatakan bahwa probandus memiliki kelainan myopia dengan

astigmatisma dan dibantu dengan menggunakan resep kacamata :

Spe Cyl Axis

OD 1.25 0.25 30°

OS 0.5 0.35 100°

20

Page 21: Laporan Fisiologi Blok X

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Ilyas, Sidarta. 2009. Buku Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI

Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.

GramediaPustaka Utama

21