Fisiologi Saluran Pencernaan Dan Histologi Intestinum , Kolon Idk Case 6 Blok Gis
Laporan Fisiologi Blok X
-
Upload
audina-rakhma-putry -
Category
Documents
-
view
77 -
download
2
description
Transcript of Laporan Fisiologi Blok X
“PENILAIAN REFRAKSI DAN PENILAINAN LAPANG PANDANG”
A. TUJUAN PEMERIKSAAN
1. Penilaian Refraksi
a. Mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan refraksi
b. Mampu melakukan pemeriksaan refraksi subyektif (4A)
c. Mampu menjelaskan pemeriksaan refraksi obyektif (2)
d. Mampu menentukan jenis gangguan refraksi
e. Mampu menentukan seberapa besar gangguan refraksi yang terjadi
f. Mampu menentukan jenis dan besar koreksi refraksi yang diperlukan
2. Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Mampu melakukan tes lapang pandang, Donders confrontation test (A4)
b. Mampu melakukan tes lapang pandang, amsler panes (4A)
B. DASAR TEORI
I. Pemeriksaan visus mata
Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang
khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan
sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus merupakan ukuran kuantitatif suatu
kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar
belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol
yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan
dalam klinik. Istilah “visus 20/20” adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak
dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda.
Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap
sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis
yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya
0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa
nominal untuk jarak penglihatan manusia, visus 20/40 dapat dianggap separuh dari
tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.
1
Visus terbagi menjadi dua yaitu visus sentralis dan visus perifer. Visus
sentralis dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat. Visus
sentralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang
letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. Visus sentralis
dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda dekat
misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi
supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.
Visus perifer menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa
dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu
benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada
bahaya dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan
menggunakan grafik huruf snellen yang dilihat pada jarak 20 kaki atau sekitar 6
meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya 6/6 maka tajam penglihatannya
dikatakan normal dan jika visus <6/6 maka tajam penglihatanya dikatakan kurang.
Tajam penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik
yang berbeda pada jarak tertentu. Ketajaman penglihatan seseorang dapat
berkurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kuat Penerangan atau Pencahayaan
Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari
beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik
matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000
di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada malam hari dengan
pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya berarti menambah daya,
tetapi kelelahan relative bertambah pula. Kelelahan ini diantaranya akan
mempertinggi kecelakaan. Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat
pula aspek kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar
yang salah arah dan pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan kilauan pada
obyek. Kilauan ini dapat menimbulkan kerusakan mata. Begitu juga
penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata supaya mata tidak perlu lagi
menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau, sebab keanekaragaman kontras
2
silau menyebabkan kelelahan mata. Sedangkan kelelahan mata dapat
menyebabkan :
i. Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (konjungtivitis);
ii. Penglihatan rangkap;
iii. Sakit kepala;
iv. Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap
perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan;
v. Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi menurun.
2. Waktu Papar
Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang
jam kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit
akibat kerja. Yang dimaksud dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja
termasuk waktu istirahat. Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja,
umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan
adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan
kelelahan.mental dan kelelahan mata.
3. Umur
Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada
tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan
berkurang. Maka dari itu, kontras dan ukuran benda perlu lebih besar untuk
melihat dengan ketajaman yang sama. Makin banyak umur, lensa bertambah
besar dan lebih pipih, berwarna kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini
mengakibatkan lensa kehilangan kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya
untuk melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi mata,
sedang titik jauh pada umumnya tetap saja.
4. Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.
3
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya
bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda selalu melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di
retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh. Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum
Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas.
Pungtum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat
melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan
dengan retina atau foveola bila mata istirahat. Pada emetropia, pungtum
remotum terletak di depan mata. Secara klinik kelainan refraksi adalah akibat
kerusakan ada akomodasi visuil, entah itu sebagai akibat perubahan biji mata,
maupun kelainan pada lensa. Kelainan refraksi yang sering ditemuikan sehari-
hari adalah miopia, hipermetropia, presbiopia dan astigmatisma.
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan
retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti
karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar
tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran
yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi adalah miopia
dengan ukuran 6 dioptri atau lebih.
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata
sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila
pasien dikoreksi dengan -3,0 memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian
juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk
memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi.
Tipe-tipe miopia :
i. Miopia aksial, bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola
mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm.
4
Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan
perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.
ii. Miopia kurfatura, kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya,
misalnya pada keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan
kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia kurvatura, misalnya
pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea
sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.
iii. Miopia indeks refraksi, peningkatan indeks bias media refraksi sering
terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak
terkontrol. Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan
bedah terutama glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia.
Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam :
i. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri
ii. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri
iii. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
iv. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri
v. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri
Hipermetropi dikenal sebagai mata jauh, disebabkan oleh terlalu
pendeknya bola mata atau terlalu lemahnya sistem lensa bila muskulus cilliaris
sama sekali berelaksasi. Berkas cahaya sejajar tidak cukup dibengkokkan oleh
sistem lensa untuk tiba pada suatu fokus di saat mereka mencapai retina. Untuk
mengatasi kelainan ini, muskulus cilliaris harus berkontraksi untuk
meningkatkan kekuatan lensa tersebut denga menggunakan lensa sferis positif.
Astigmatisme adalah suatu kesalahan refraksi sistem lensa mata yang
biasanya disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur atau jarang-jarang, oleh
lensa yang berbentuk bujur. Suatu permukaan lensa seperti sisi sebutir telur
yang terletak miring terhadap cahaya yang masuk merupakan contoh lensa
astigmatik. Derajat kelengkungan dalam suatu bidang melalui sumbu panjang
telur itu tidak sebesar seperti derajat kelengkungan dalam suatu bidang melalui
sumbu pendek. Hal yang sama terjadi pada sebuah lensa astigmatik mata,
5
karena kelengkungan lensa astigmatik sepanjang satu bidang lebih kecil
daripada kelengkungan sepanjang bidang lainnya, berkas cahaya yang
mengenai bagian perifer lensa itu dalam satu bidang tidak bengkok sedemikian
besar seperti berkas yang mengenai bagian perifer bidang lainnya.
Presbiopia adalah menurunnya kemampuan lensa mencembung karena
bertambahnya usia, sehingga memberikan kesukaran melihat dekat tetapi untuk
melihat jauh tetap normal.Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi
akibat kelemahan otot akomodasi,dan akibat lensa mata tidak kenyal atau
berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi
ini, maka pada pasien yang berumur 40 tahun atau lebih, akan memberikan
keluhan setelah membaca yaitu berupa lelah, berair dan sering terasa
perih.Pada pasien presbiopia diperlukan kacamata baca atau adisi untuk
membaca dekat yang berkekuatan tertentu, dimana bagian atas lensa untuk
melihat jauh sedang bagian bawah untuk melihat dekat.
Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk menentukan
penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang
optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi
keterangan tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhan. Pemeriksaan tajam
penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan
memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat
pada setiap mata yang memberikan keluhan mata. Pemeriksaan ketajaman
penglihatan dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen.
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab
kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam
penglihatan perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.
Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan dengan kartu
Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan
menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi
sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian
6
benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat
dilihat pada jarak tertentu (Ilyas, 2009).
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan dengan melihat
kemampuan membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk
kartu. Pasiennya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk
penglihatan normal. Pada keadaan ini, mata dapat melihat huruf pada jarak 20
kaki yang seharusnya dapat dilihat pada jarak tersebut. Tajam penglihatan
normal rata-rata bervariasi antara 6/4 hingga 6/6 (atau 20/15 atau 20/20 kaki).
Tajam penglihatan maksimum berada di daerah fovea, sedangkan beberapa
faktor seperti penerangan umum, kontras, berbagai uji warna, waktu papar, dan
kelainan refraksi mata dapat merubah tajam penglihatan mata (Ilyas, 2009).
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan
kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam
penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya. Dengan
gambar kartu Snellen ditentukan tajam penglihatan dimana mata hanya dapat
membedakan dua titik tersebut membentuk sudut satu menit. Satu huruf hanya
dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut lima menit dan setiap bagian
dipisahkan dengan sudut satu menit. Makin jauh huruf harus terlihat, maka
makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang dibentuk harus tetap
lima menit (Ilyas, 2009).
Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak lima atau
enam meter. Pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi. Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai
kartu baku atau standar, misalnya kartu baca Snellen yang setiap hurufnya
membentuk sudut lima menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris
tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima menit pada jarak 60
meter; dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut lima
menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang
membentuk sudut lima menit pada jarak enam meter, sehingga huruf ini pada
orang normal akan dapat dilihat dengan jelas (Ilyas, 2009).
Rumus visus: dengan menggunakan optotype snellen :
7
V= dD
Keterangan :
d = jarak antara alat dgn subyek yang diperiksa
V = visus (ketajaman penglihatan)
D = jarak skala huruf yang masih dapat dibaca oleh mata normal
Ketajaman penglihatan (visus) adalah nilai kebalikan sudut (dalam menit)
terkecil di mana sebuah benda masih kelihatan dan dapat dibedakan.Dengan
kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan
melihat seseorang, seperti :
1. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak
enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak
enam meter.
2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan
angka 30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan
angka 50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
4. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak
enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak
60 meter.
5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter.
6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan
pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat
gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat
8
melihat lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya
adalah 1/300.
8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak
berhingga.
9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).
Hal tersebut dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat
berkomunikasi. Pada bayi adalah tidak mungkin melakukan pemeriksaan
tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti orang dewasa
secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang
normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi normal akan dapat
berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat
mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk
sehingga dengan cara ini dapat diketahui keadaan fungsi penglihatan bayi pada
masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda-
benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian
penglihatannya (Ilyas, 2009).
Untuk mengetahui sama tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata
dapat dilakukan dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup
akan menimbulkan reaksi yang berbeda pada sikap anak, yang berarti ia
sedang memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding dengan
mata lainnya (Ilyas, 2009).
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat
kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan
lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi
dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di
depan mata berarti ada kelainan organik ataukekeruhan media penglihatan
yang mengakibatkan penglihatan menurun (Ilyas, 2009).
9
Pada pemeriksaan lapangan pandang, kita menentukan batas perifer dari
penglihatan, yaitu batas sampai mana benda dapat dilihat, jika mata difiksasi
pada satu titik. Sinar yang datang dari tempat fiksasi jatuh di makula, yaitu
pusat melihat jelas (tajam), sedangkan yang datang dari sekitarnya jatuh di
bagian perifer retina.
Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak
sama ke semua arah. Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100
derajat dari titik fiksasi, ke medial 60 derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke
bawah 60-75 derajat. Ada tiga metode standar dalam pemeriksaan lapang
pandang yaitu dengan metode konfrontasi, perimeter, dan kampimeter.
Kampimeter adalah papan hitam yang diletakkan di depan penderita pada
jarak 1 atau 2 meter, dan sebagai benda penguji (test object) digunakan
bundaran kecil berdiameter 1 sampai 3 mm. Mata pasien difiksasi di tengah
dan benda penguji digerakkan dari perifer ke tengah dari segala jurusan. Kita
catat tempat pasien mulia melihat benda penguji. Dengan demikian diperoleh
gambaran kampus penglihatan.
Perimeter adalah setengah lingkaran yang dapat diubah-ubah letaknya
pada bidang meridiannya. Cara pemakaiannya serta cara melaporkan keadaan
sewaktu pemeriksaan sama dengan kampimeter.
Pemeriksaan lapangan pandang (“visual field”) yang sederhana dapat
dilakukan dengan jalan membandingkan lapang pandang pasien dengan
pemeriksa (yang dianggap normal) yaitu dengan metode konfrontasi dari
Donder. Teknik pemeriksaan tes konfrontasi adalah dengan caraPasien duduk
atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira
1 meter.Bila mata kanan yang hendak diperiksa lebih dahulu, maka mata kiri
pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya atau kertas, sedangkan
pemeriksa harus menutup mata kanannya. Pasien diminta untuk memfiksasi
pandangannya pada mata kiri pemeriksa.
Kemudian pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang
pertengahan antar pemeriksa dan pasien. Gerakan dilakukan dari arah luar
ke dalam.Jika pasien sudah melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus
10
memberi tanda dan dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. Bila
terjadi gangguan lapang pandang, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat
gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua arah (atas,
bawah, nasal, temporal). Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing mata.
Bila pasien tidak dapat melihat jari pemeriksa sedangkan pemeriksa
sudah dapat melihatnya, maka hal ini berarti bahwa lapang pandang pasien
menyempit. Kedua mata diperiksa secara tersendiri dan lapang pandang tiap
mata dapat memperlihatkan bentuk yang khas untuk tipe lesi pada susunan
nervus optikus.
C. ALAT BAHAN
1. Penggaris
2. Optotype Snellen
3. Set alat frame dan trial lens (kaca mata dan lensa coba)
4. Keratoskop Plasido
5. Kartu baca dekat
D. CARA KERJA
Penilaian Refraksi
Cara Kerja:
1. Mempersiapkan penderita untuk duduk sejajar pada jarak 6 meter dari optotype
snellen (=d)
2. Menentukan ketajaman masing-masing mata dengan menutup mata yang tidak
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan menunjukan huruf-huruf pada
optotype snellen mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil yang masih
dapat dilihat atau dibaca dengan jelas dan lengkap (=D)
3. Sebelah kanan deretan huruf terbesar, tertera angka yang menunjukan jaak
dalam meter yang masih dapat dibaca oleh mata normal (emetrop). Ketajaman
penglihatan ditentukan denga rumus snellen yaitu V=d/D, harga d selalu 5 atau
6 meter.
11
4. Mengukur jarak pupil (PD) kedua mata untuk mengukur jarak frame kanan dan
kiri pada trial frame yang akan dipasangkan dan kaca mata atau lena bantu
koreksi nantinya. Menentukan jarak pupil mata kanan dan kiri dengan
meletakkan penggaris didepan kedua mata, kemudian mengarahkan senter
ditengah kedua mata pasien. Memperhatikan reflek cahaya pada kedua kornea
mata, kemudian mengukur jarak antara kedua reflek tersebut dalam mm maka
didapatkan jarak pupil untuk penglihatan dekat. Tambahkan 2 mm untuk jarak
pupil untuk penglihatan jauh.
5. Bila hasil visus awal adalah 6/6, maka kemungkinan keadaan mata adalah
emetropi atau hipermetropi dengan akomodasi. Memasang kacamata coba pada
posisi yang tepat yaitu jarak pupil untuk pengihatan dekat. Memasang penutup
(occluder) didepan salah satu mata yang belum akan diperiksa.
6. Pemeriksaan dimulai dengan memberikan lensa speris positif (+)0,25 D.
Mengulangi pemeriksaan dengan meminta penderita membaca semua deretan
huruf snellen dari yang terbesar hingga terkecil yang masih dapat dibaca
dengan jelas dan lengkap. Bila dengan lensa ini deretan huruf 6/6 yang semula
jelas menjadi kabur maka berarti mata penderita adalah emetropi.
7. Pada hipermetropi, mata dapat melihat huruf-huruf yang lebih kecil dari 6/6
dengan akomodasi. Untuk koreksinya, pemeriksa mulai dengan memberikan
lensa positif (+) 0,25 D, berturut-berturut meningkat 0,25 D. hal ini adalah
usaha untuk membuat mata menjadi emetrop dengan mengurangi akomodasi,
sebagai hasilnya diharapkan penderita dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan
jelas tanpa akomodasi. Lansa positif terkuat diana mata hipermetropi masih
dapat melihat deretan huruf 6/6 dengan jelas meunjukan besar kelainan
hipermetropinya.
8. Bila visus kurang dari 6/6, maka melnjutkna dengan tes pinhole dengan
meletakkkan pinhole didepan mata yang sedanga diperiksa. Bila dengan tes
pinhole ketajaman penglihatn menjadi lebih baik maka terbukti pasien
megalamikelainan refraksi, tetapi jika tidak ada perubahan maka pasien tidak
mengalami kelainan refraksi, tetapi pasien dirujuk untuk pemeriksaan mata
lebih lanjut.
12
9. Bila visus kurang dari 6/6 dengan tes pinhole positif, maka kemnubgkinan
mata termasuk miopi. Untuk menilai besar miopi, dimulai dari lensa negatif (-)
0,25 D, ditambahkan berturut-turut – 0,25 sampai pada lensa negatif terlemah
penderita dapat membaca deretan huruf 6/6.
10. Untuk melakukan koreksi, kadang terdapat beberapa jenis kekuatan lensa yang
pas untuk digunakan melihat dengan jelas, namun tidak semua lensa tersebut
akan nyaman digunakan sebagai lensa bantu. Hanya akan ada satu jenis
kekuatan lensa yang memberikan penglihatan yang jelas dan kenyamanan saat
dipakai sebagai lensa bantu yaitu lensa yang akan meminimalkan akomodasi
penderita. Untuk melakukan koreksi perlu dicoba beberapa jenis kekuatan
lensa secara berurutan yang tetap memberikan penglihatan yang jelas dan
kenyamanan saat membaca huruf tersebut.
11. Seseorang dengan miopi bila diberikan lensa bantu negatif yang terlalu lemah
akan menimbulkan ketidaknyamanan karena membuat orang tersebut
berakomodasi untuk dapat melihat dengan jelas atau pada hiperopia deberikan
lensa positf yang terlalu kuat akan memberikan penglihatan kabur pada
penderita. Jadi bila pasie miopi dikoreksi dengan -3,0 D memberikan tajam
penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3,25 D, maka sebaiknya
diberikan lena koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik
sesudah dikoreksi. Demikian pula pada penderita hipermetropi, perlu ditambah
atau kurangkan kekuatan lensa sampai didapatkan visus terbaik (trial and eror).
Ketepatan koreksi sangat ditentukan oleh ketepatan ukuran lensa bantu yang
dapat mebiaskan sinar tepat diretina dengan akomodasi lensa yang minimal
agar penderita dapat meilhat dengan jelas dan nyaman. Orang yang tidak
mengontrol akomodasinya sering menyatakan bahwa kadang ia melihat
deretan huruf yang sama secara jelas dan kabur. Hal tersebut harus dapat
dikontrol oleh pemeriksa. Mengusahakan untuk melakukan pemeriksaan
refraksi secepat mungkin untuk menghindari kebosanan dari penderita yang
akan mempengaruhi keakuratan hasil pemeriksaan. Terutama pada anak-anak
yang cepat bosan sehingga perlu banyak dihibur untuk membantu
13
konsentrasinya dan orangtua yang cepat lelah sehingga pemeriksaan dapat
diteruskan dilain waktu.
12. Pemeriksaan kelainan refraksi astigmatisme dapat dilakukan dengan metode
refraksi spero-cylindirical menggunakan lensa silindris untuk mengoraksinya.
Selain itu dapat juga menggunakan keratoskop plasido.
13. Pemeriksaan astigmatisme dengan keratoskpo plasi bertujua untuk menentukan
keteraturan permukaan kornea. Keratoskop plasido diletakkan kurang lebih 20
cm didapan mata orang yang diperiksa, kemudian penderita diminta terus
memandang lubang keratoskop. Dari lubang keratoskop , pemeriksa dapat
melihat lingkaran kornea. Jika kornea bulat sempurna maka akan terlihat
lingkaran-lingkaran konsentrik. Bila ada meridian yang lebih lengkung dari
yang lain yang tegak lurus pada meridian 1 tadi, akan terlihat lingkaran-
lingkaran lonjong pada astigmatisme reguler, dan pada ireguler akan terlihat
bentuk bayang garis hitam putih yang tidak teratur.
14. Astigmat dapat juga diperiksa dengan cara pengaburan (foging technique of
refraction) yang menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, set lensa
coba, dan kipas astogmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan teknik
sebagai berikut yaitu:
a. Pasien duduk mengahadap kartu snellen pada jarak 6 meter
b. Pada mata dipasang bingkai percobaan
c. Mata yang tidak diperiksa ditutup
d. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dengan lensa (+) atau lensa (-) sampai tercapai katajaman
penglihtan terbaik.
e. Pada mata tersebut dipasang lensa (-)
f. Meminta psien melihat kartu kipas astigmat
g. Menanyakan kepada pasien tentang garis pada kipas astigmat yang
paling jelas terlihat
h. Jika belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat, lensa (-)
diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga tampak
14
garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya dengan garis
yang terjelas sebelumnya.
1. Bila sudah melihat garis-garis pada kipas astigmat dengan jelas,
lalu melakukan tes dengan kartu snellen
2. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu snellen, maka mungkin
perlu menambah lensa (-)
3. Meminta pasien membaca kartu snellen pada saat lensa (-)
ditambah perlahan-lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi
6/6.
Sedangkan nilainya : derajat astigmat sama dengan ukuran lensa
silinder (-) yang dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama
jelas.
15. Pemeriksaan adanya presbiopi berhubungan dengan keluhan membaca dekat
dan usia lanjut, karena presbiopi biasanya terjadi pada usia diatas 38 tahun.
Metode yang digunakan adalah near refraction dengan kartu baca dekat.
Sebelumnya sesuaikan jarak pupil penglihatan dekat pada kacamat coba.
Memberikan lensa speris (+) umumnya disesuaikan umur S+1,00 D (usia 40
tahun), S+1,50 D (45 tahun) hingga S+3,00 D (60 tahun). Meminta penderita
untuk membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang baik (30 cm).
Mengingat pemeriksaan ini adalah subjektif, maka dapat terjadi kasus
meligering terutama pada anak-anak yang hanya ingin memakai kacamata
seperti orangtuanya atau pada orang dengan kelainan perilaku. Menggunakan
plano test pada lensa coba untuk mengetest adanya melingering dan lihat
adanya perbaikan.
16. Duochrome test adalah tes agar bayangan lensa koreksi yang di berikan tepat di
retina target angka atau huruf dangan latar belakng hijau dan merah untuk
minus, terget harus lebih jelas dimerah atau hijau atau sama jelas untuk plus,
target harus lebih jelas di hijau atau sama jelas.
17. Penulisan hasil pemeriksaan refraksi dan koreksi lensa bantu yang diperlukan
meliputi identitas pasien, usia, jenis kelainan refraksi mata kanan (OD/Occuli
15
Dextra) dan mata kiri (OS/Occuli Sinistra), jarak pupil penglihatan dekat dan
jauh, dan besarnya koreksi yang diperlukan.
Pemeriksaan Lapang Pandang
A. Metode Konfrontasi
1. Menerangkan maksud dan prosedur pemeriksaan
2. Meminta penderita untuk duduk berhadapan. Posisi bola mata
antara penderita dan pemeriksa selaras dengan jarak 30-50 cm.
3. Menutup mata disisi yang sama dengan mata penderita yang
ditutup.
4. Menfiksasi mata penderita yang tidak diperiksa.
5. Meminta penderita agar memberi respon bila melihat objek yang
digerakkan pemeriksa di mana mata tetap terfiksasi dengan mata
pemeriksa.
6. Menggerakkkan objek dari perifer ke tengah dari arah superior,
superoir temporal, temporal, temporal inferior, inferior, inferior
nasal, nasal, nasal superior.
7. Mencatat hasil pemeriksaan dalam status pasien. Jika interpretasi
pasien salah mngindikasikan kelainan seperti ablasio retina,
kelainan nervus optikus, iskemi jlur visual intrakranial.
B. Metode Kampimeter
1. Penderita duduk menghadap kampimeter pada jarak 20 cm.
2. Menutup mata penderita yang tidak diperiksa.
3. Mata yang diperiksa berada pada posisi lurus dengan titik tengah
kampimeter. Pandangan lurus ke depan (titik tengah kampimeter).
4. Pemeriksa menggerakkan objek dari perifer menuju ke titik tengah
kampimeter.
5. Bila penderita telah melihat objek tersebut, maka pemeriksa
memberi tanda pada kampimeter. Demikian dilakukan sampai 360
derajat ehingga dapat digambarkan lapang pandang dari mata yang
diperiksa.
16
C. Pemeriksaan Amsler Grid
1. Menjelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan
2. Meminta penderita untuk memegang testing grid sejajar dengan
garis pandang mata, dengan jarak kira kiara 36 cm (14 inchi) dari
mata penderita. Menutup mata lain yang tidak sedang diperiksa.
3. Meminta penderita untuk memfikasasi matanya pada central spot
dari testing grid tersebut.
4. Menanyakan pada penderita apakah garis-garis lurus pada testing
grid berubah manjadi garis lengkung (distorted) atau apakah garis-
garis tersebut hilang (loss).
5. Meminta pasien untuk menggambar area yang distorted maupun
yang loss pada amsler grid notepad. Memastikan pada notepad
tersebut tercantum tanggal pemeriksaan, penderita dan mata
manakah yang diperiksa.
6. Malakukan pemeriksaan ini pada kedua mata.
E. HASIL PENGAMATAN
A. Pemeriksaan Refraksi
Nama : Nn. ARP
Usia : 20 Tahun
OD VA : 5/15.8 m
Ph : 5/7.93 m
OS VA : 5/9.98 m
Ph : 5/5
BCVA : 5/5
Myopia R/ OD S – 1.25 D
OS S – 0.5 D
PD : 60/62 mm
Addisi : OD Cys – 0.25
Axis 30°
OS Cys – 0.25
17
Axis 100°
B. Pemeriksaan Lapang Pandang
Amsler Grid : Normal
Konfrontasi : Normal
Kampimeter : Normal
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kita melakukan pemeriksaan refraksi pada probandus.
Untuk mengetahui apakah mata pasien normal atau terkena gangguan refraksi. Pada
probandus kali ini ia benar terkena gangguan refraksi. Karena setelah kita memeriksa
Visus acies pasien ia dicurigai terkena gangguan refraksi karea tidak mampu melihat
pada jarak yang orang normal dapat lihat. Tetapi, kita tidak boleh langsung
mendiagnosis pasien terkena gangguan refraksi. Kita harus mengoreksi pasien terlebih
dahulu dengan Pinhole. Ketika dikoreksi denga Ph pasien mengalami peninkatan
kemampuan membaca atau menjadi lebih jelas maka pasien mengalami gangguan
refraksi. Berbeda apabila ketika dikoreksi dengan Ph pasien tidak mengalami
peningkatan kemampuan penglihatan maka pasien justru dicurigai terkena gangguan
lain yaitu misalnya keganasan, atau ablasio retina. Sehingga apabila menemui pasien
seperti ini kita harus melakukan anamnesis lebih dalam untuk mengetahui apakah ada
kejanggalan yang terjadi pada pasien atau tidak setelah itu kita sarankan pasien untuk
melakukan pemeriksaan yang lainnya untuk membantu penegakan diagnosis yang
sesungguhnya.
Pada probandus kami, ia positif terkena gangguan refraksi pada kedua matanya.
Setelah kita koreksi dengan kacamata cekung pasien mengalami peningkatan
kemampuan penglihatan. Kenapa kita langsung mengoreksi dengan kacamata cekung
bukan cembung? Pertama karena kita lihat visus acies pasien yang tidak dapat melihat
pada jarak jauh. Setelah itu, saat kita meminta pasien untuk membaca dengan buku
bacaan dekat pasien berusaha mendekatkan bacaan, karena ia lebih merasa nyaman
apabila bacaan itu didekatkan. Dengan itu dapat disimpulkan bahwa memang benar
pasien mengalami gangguan saat melihat jauh (rabun jauh). Oleh karena itu praktikan
18
langsung mengoreksi pasien dengan kacamata sferis minus. Kita mulai dari -0,25
sampai kita menemukan kacamata yang dianggap cocok untuk pasien. Untuk lebih
memastikan bahwa pasien benar-benar terkena miopi atau tidak kita cek dengan tes
duochrome apabila ia positif miopi maka pasien akan lebih nyaman melihat dengan
lensa hijau. Tetapi apabila pasien lebih nyaman menggunakan lensa merah berati
pasien terkena hipermetropi. Setelah itu praktikan mengecek pasien apakah ada
kelainan astigmatisma atau tidak. Maka kita coba dengan pemeriksaan kipas astigma
dan ternyata pasien memiliki gangguan refraksi berupa astigmatisma yaitu ketika
probandus melihat kipas astigmatisma probandus merasa ada beberapa kipas tersebut
yang terlihat lebih tebal dimana orang normal melihat kipas tersebut dengan ketebalan
yang sama. Kita mencoba pada oculi dextra maupun sinistra.
Pada pemeriksaan lapang pandang probandus di tes dengan tes konfrontasi dan
lapang pandang pasien dalam batas normal. Kita bandingkan kondisi probandus kami
dengan rekan kami sesama praktikan yang baru saja terkena ablasio retina. Yaitu suatu
kelainan pada mata dimana pasien akan merasa penglihatannya mengalami gangguan
atau penurunan yang diakibatkan oleh robeknya retina dari lapisan korroid atau
terlepasnya beberapa lapisan dari retina. Ia mengalami gangguan lapang pandang
dimana terjadi penyempitan pada lapang pandang. Pada seseorang dengan gangguan
refraksi tanpa gangguan mata lain maka biasanya tidak akan mengalami gangguan
lapang pandang.
Pentingnya segala pemeriksaan ini dilakukan adalah agar apabila pasien
mengalami gangguan pada mata baik itu gangguan refraksi atau bukan dapat segera
diketahui. Sehingga kelainan tersebut tidak akan menjadi makin parah. Karena apabila
pasien terkena gangguan refraksi dan tidak segera dikoreksi dengan kacamata sferis
maka nanti akan terjadi kelelahan pada mata yang dapat berakibat pada kendurnya otot
ciliaris di kemudian hari. Apabila pasien terkena miopi dan ia tidak menggunakan
kacamata koreksi maka minus pasien bisa bertambah. Oleh karena itu pemeriksaan ini
dianggap sangat penting. Jika pasien mengalami gangguan penglihatan atau penurunan
visus tetapi tidak dapat dikoreksi dengan kacamata sferis minus maupun plus maka
kemungkinan pasien mengalami gangguan lain seperti retinopathy diabeticum, ablasio
retina, neuritis optic dan sebagainya.
19
Praktikan merasa apa yang praktikan pelajari dari segi teori dan saat kami
aplikasikan kedalam praktek semuanya sesuai dan tidak ada perbedaan.
G. KESIMPULAN
Dari praktikum yang sudah dilakukan, pertama kita melakukan
penilaian refraksi yang dimulai dari penilaian visus dengan snellen chart
dengan hasil yaitu Oculi dekstra visus acies adalah 5/15.8 m, pinhole
adalah 5/7.93 m yang menandakan adanya kemajuan dalam ketajaman
penglihatan berarti probandus mengalami kelainan refraksi yaitu miopi.
Oculi sinistra visus acies adalah 5/9.98 m, Pinhole adalah 5/5 m, BCVA :
5/5, Myopia R/ OD S – 1.25 D, OS S – 0.5 D, PD : 60/62 mm. kemudian
probandus diminta untuk melihat kipas astigamtis dan mendapatkan
pernyataan bahwa garis pada kipas tersebut tidak sama tebal yang
seharusnya pad mata orang normal adalah sama rata tebalnya. Ini
menandakan adanya penambahan kelainan refraksi lain berupa
astigamtisma dengan hasil OD Cys – 0.25 dengan Axis 30°, OS Cys –
0.25 dengan Axis 100°.
Dari praktikum dan haasil yang sudah didapatkan dapat
dinyatakan bahwa probandus memiliki kelainan myopia dengan
astigmatisma dan dibantu dengan menggunakan resep kacamata :
Spe Cyl Axis
OD 1.25 0.25 30°
OS 0.5 0.35 100°
20
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Ilyas, Sidarta. 2009. Buku Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
GramediaPustaka Utama
21