LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

38
\ LAPORAN FINAL Rapid Assessment Tema Toleransi dan Rekomendasi Program untuk Adopsi atau Adaptasi oleh MADANI Oleh Lilis Nurul Husna Juli 2020

Transcript of LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

Page 1: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

\

LAPORAN FINAL

Rapid Assessment Tema Toleransi dan

Rekomendasi Program untuk Adopsi atau

Adaptasi oleh MADANI

Oleh Lilis Nurul Husna Juli 2020

Page 2: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

2

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Ringkasan Eksekutif

Indonesia sejatinya adalah negeri yang toleran karena Indonesia memiliki masyarakat yang sangat majemuk, dengan gabungan kepulauan yang tersebar di 17.504 pulau, 1.340 suku bangsa (Jawa, Sunda, Melayu, Bali, Banjar, Batak, Betawi, Bugis, Dayak, Minahasa, Minangkabau, Sasak, dan lainnya) dengan 742 jenis Bahasa, serta ratusan aliran kepercayaan, adat dan tradisi lokal. Dalam sejarah, jauh sebelum terbentuknya negara, kalimat Jawa kuno Bhineka Tunggal Ika yang diambil dari kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-empatbelas, telah disepakati sebagai simbol keberagaman bangsa di nusantara. Pancasila sebagai dasar negara merupakan konsensus para pendiri bangsa atau founding fathers yang pada saat berjuang mendirikan negara Indonesia, sudah membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersatu dalam perbedaan. Sikap toleran sudah merupakan suatu sikap dasar suku-suku bangsa Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke nusantara. Tetapi, saat ini trend intoleransi semakin menguat. Berbagai laporan lembaga, seperti The Wahid Institute, Yayasan Denny JA, SETARA Institute, LSI, Jaringan Gusdurian, PPIM dan PUSAD Paramadina ,telah menemukan bahwa trend intoleransi dalam hal beragama semakin meningkat baik dari jumlah kejadian dan bentuk kasusnya. Disaart yang sama, sikap intoleransi adalah hulu dari terorisme, sebagaimana digambarkan oleh Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Ir. Hamli adalah; pertama, gejala pemikiran radikal bermula dari intoleransi. “Yang berbeda itu dianggap sebagai musuh”. Selain itu, dalam riset Gusdurian bersama INFID, hanya dalam waktu sebulan tahun 2019, ditemukan kurang lebih 90,000 akun di media sosial yang memuat pesan-pesan radikal dan ekstremisme. Fenomena intoleransi di Indonesia semakin menguat pasca reformasi, terutama dengan semakin terbukanya ruang-ruang demokrasi dan HAM yang dibarengi dengan kemajuan pesat teknologi informasi dan media sosial. Kondisi ini membuka ruang bagi berbagai kelompok kepentingan, termasuk untuk kelompok-kelompok dengan paham intoleran dalam beragama, yang semuanya merupakan konsekuensi dari penerapan hak demokratis dan HAM warga negara. Temuan dari berbagai kajian dari lembaga-lembaga penelitian dalam isu ini, menemukan bahwa ada isu utama yang saling memiliki benang merah atau kesamaan. Isu-isu tersebut menunjukan bahwa adanya sikap Intoleran pada anak muda, siswa, mahasiswa, guru dan dosen; dimana siswa merasa pendidikan agama mempengaruhi mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain. Sikap intoleransi ini adalah hulu terorisme yang merupakan tangga pertama ke tindakan terorisme. Di Indonesia, jumlah pelanggaran terhadap kebebasan beragama/berkeyakinan yang dilakukan oleh aktor non-negara jauh lebih banyak dibanding aktor negara. Sementara itu media sosial semakin menjadi sumber informasi yang mempengaruhi sikap terhadap keberagaman. Selain internet, munculnya figur dan tokoh ustadz populer, atau yang sering disebut sebagai “ustadz seleb”, juga mempengaruhi sikap keberagamaan seseorang. Pada saat yang sama, kurikulum pendidikan agama dan buku teks belum sepenuhnya dibuat untuk mendukung nilai-nilai kehidupan yang lebih demokratis, terbuka dan inklusif. Isu lain yang turut mendorong intoleransi adalah adanya pengaruh provokasi elit yang tidak jarang memicu pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Terbitnya PERDA-PERDA syariah di berbagai daerah dan masih banyaknya kebijakan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang restriktif dan diskriminatif juga semakin memperkuat polarisasi beragama dan belum mendapat perhatian dari Kemendagri. Assessment khusus di daerah MADANI di Bogor dan Makassar menemukan isu-isu intoleransi yang memiliki kaitan erat dengan isu nasional. Dari hasil temuan, isu intoleransi di Bogor dan Makassar disebabkan oleh banyak faktor dan aktor. Meskipun dengan sejarah panjang kerukunan dan keharmonisan kedua kota tersebut yang sudah berumur ratusan tahun, kedua daerah tersebut kini mendapat julukan sebagai kota intoleran. Sedangkan OMS moderat belum terkonsolidasi dan terorganisir secara efektif untuk untuk dapat memiliki agenda bersama untuk memperkuat toleransi.

Page 3: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

3

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Akibatnya, perannya selama ini masih sebatas sebagai “pemadam kebakaran” yang hanya bergerak ketika krisis dan konflik sudah terjadi. Demikian pula Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang memiliki mandat resmi dengan SKB Kemendagri dan Kemenag sejak tahun 2006 pun perannya masih sebatas formalitas. Belajar dari komparasi berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mendorong toleransi, rapid assesment ini merekomendasikan strategi pendekatan berbasis targeting dan opsi-opsi rekomendasi program yang actionable untuk twin track strategy yaitu pengarusutamaan toleransi untuk tema program MADANI secara umum, dan program khusus untuk Kabupaten/kota tertentu. Rekomendasi strategi pendekatan tersebut adalah; memperluas ruang-ruang keberagaman atau penerimaan sosial,memperbanyak aktor-aktor atau agen/duta toleransi yang mempromosikan nilai-nilai toleransi, memperkuat pemahaman tentang toleransi serta penyebaran paham toleransi dan keberagaman sosial. Hasil kerja strategi pendekatan ini akan terlihat dari terkonsolidasinya OMS partisipan Simpul Belajar MADANI (Learning Forum) untuk turut mendorong tatanan masyarakat toleran yang disertai dengan beberapa prasayat dan indkator sebagai quick win. Adapun rekomendasi twin track program pertama untuk pengarusutamaan adalah bagaimana nilai toleransi atau keragaman sosial tersebut dapat diintegrasikan dan menjiwai tema-tema lain dalam program MADANI melalui credo pengarusutamaan seperti 3 jenis persaudaraan, yaitu persaudaraan setanah air, persaudaraan antar agama dan persaudaraan kemanusiaan, atau dilakukan dengan menggali nilai-nilai lokal setempat untuk memperkuat perilaku toleransi sehingga toleransi menjadi gerakan sosial. Lima opsi program pengarusutamaan terdiri dari; 1) MADANI “Tolerance Safeguard Policy”; 2) training Lead Partner untuk pemahaman dan operasionalisasi tema toleransi; 3) aktivasi Learning Forum sebagai ikon praktek toleransi; 4) pengintegrasian tema toleransi ke dalam program MADANI; 5) “Markas Toleransi” sebagai maintreaming diskursus dan praktek toleransi. Rekomendasi opsi-opsi spesial program untuk daerah MADANI Bogor dan Makassar masing-masing; kelompok muda milenial; kelompok perempuan; tokoh Agama/Juru Dakwah/Guru Agama; dan akhirnya OMS. Rekomendasi lain adalah opsi sinergi gerakan toleransi dengan komunitas hobi kelompok milenial, dan program media sosial dan kampanye.

Page 4: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

4

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Executive Summary

Indonesia is a very plural and diverse society with over 17,504 islands, 1,340 ethnic groups (Javanese, Sundanese, Malay, Balinese, Banjar, Batak, Betawi, Bugis, Dayak, Minahasa, Minangkabau, Sasak. , and others) with 742 languages, as well as hundreds of local beliefs, customs, and traditions. So in its core, Indonesia is a country with a high degree of diversity, co-habitation and tolerance. Historically, long before the formation of the Indonesian modern state, the old Javanese motto: Bhineka Tunggal Ika, which was taken from the Sutasoma book written by an ancient scholar Mpu Tantular in the fourteenth century, has been widely accepted to symbolize the diversity of the then archipelagic nation. Pancasila, which was formulated and agreed by the nation’s founding fathers to be the core of the state’s constitution serves as a testament of Indonesia’s strong commitment to stands united in diversity. Indeed, tolerance has always been the core value of many ethnic groups of various religions, beliefs, and traditions, long before Islam came to Indonesian archipelago. However, currently there are indications of rising intolerance in Indonesia. Reports from Wahid Institute, Denny JA Foundation, SETARA Institute, LSI, Gusdurian Network, PPIM, and PUSAD Paramadina, among others, have found that there are increasing trends of intolerance, both in terms of numbers of cases and in its severity. At the same time, intolerance can be seen as the seed of terrorism, as pointed out by the Director of Prevention from the National Counterterrorism Agency (BNPT), Brigadier General Pol. Ir. Hamli in which he explains that much of radical thinking stems from intolerance. "Anything that is different (from her/his belief) are considered an enemy", he said. In 2019, a study by Gusdurian and INFID found approximately 90,000 accounts on social media that contain messages of radicalism and extremism in just over a month. The rise of rising intolerance in Indonesia can be seen as getting stronger after the 1998 reformation, especially with the opening up of democratic spaces, greater recognition of freedom of speech and assembly, combined with rapid advances in information technology and social media. This condition opens up wide opportunities for various interest groups, including for groups that spread intolerance. Based on the evidence collected by various organizations that studied this issue, there is a common thread that causes rising intolerance in Indonesia today, which is rising intolerance among the youth, students, teachers, and university professors. Studies have found students who feel that their religious education obliges them not to socialize with others from different religions. This kind of intolerance essentially can be first step towards violent terrorism. In Indonesia, religious freedom violations are largely perpetrated by the non-state actors, compared to the state actors. Meanwhile, social media have increasingly become an important source of information that significantly shapes someone’s attitude towards diversity and tolerance. Also, the rise of “celebrity” religious figure, or popularly known as “ustadz seleb”, substantially shapes the current attitude towards diversity and tolerance. At the same time, the religious education curriculum and its school textbooks, have not catered towards supporting the promotion of more democratic, open, and inclusive values. Another pertinent issue in regards of rising intolerance in Indonesia is the provocation by elites, which regularly caused violation of religious freedom in many parts of Indonesia. The rising number of local laws or PERDA (Peraturan Daerah) that are based on Islamic Sharia law and a large number of discriminatory and restrictive policies in various districts and cities in Indonesia, further deepened the religious polarization, all of which have not been properly addressed by the Ministry of Home Affairs (Kemendagri). A special assessment by MADANI in the cities of Bogor and Makassar found that the issue of intolerance at the local level is strongly correlated with the intolerance issue at the national level. Based on the finding of this assessment, the problem of intolerance in Bogor and Makassar are caused by a plethora of factors and actors. Even with these two cities' long history of tolerance and harmony that spans hundreds of years, they now have to bear the infamous title as the most intolerant cities. At the same time, moderate CSOs in these two cities, are barely organized and consolidated to have

Page 5: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

5

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

an effective common agenda to reverse this trend and strengthen tolerance. As a result, their role is still limited to reactively responding to conflicts or incidences that are already erupted, much akin to the role of the “firefighters”. Similarly, the local level Religious Harmony Forums, FKUB or Forum Kerukunan Umat Beragama) that are formally mandated by the Ministry of Home Affairs and Ministry of Religion since 2006, have been mostly relegated to formality functions. Taking on the learning from the systematic comparison of previous effort to promote tolerance in Indonesia, this rapid assessment recommends a targeting-based strategy and program options that are actionable for the twin-track strategy, namely the Mainstreaming of tolerance in all MADANI’s thematic activities, and special programs that are tailored for each specific cities/districts. The strategy recommendations include: 1) expanding spaces for diversity and social acceptance, 2) supporting the creation of more actors and champions who actively promote tolerance and its values and, 3) strengthen public understanding on tolerance and support the promotion of its inclusive ideas. The successful outcome of these strategies can be seen based on the capacity of MADANI’s Learning Forum participants in consolidating their effort to support a more tolerant and harmonious society, all based on several precondition and indicators as a quick win. The key recommendation for the mainstreaming is on how to integrate the ideals and values of tolerance into MADANI programmatic activities so that it may serve as a foundation for all MADANI’s thematic activities. This mainstreaming can be done through the creation of a creed based on the notion of three kinds of brotherhood: brotherhood as a fellow citizen, brotherhood between religions and brotherhood in humanity. However, this creed can also be based on the prevailing local values and norms. Based on this, this assessment recommends five mainstreaming programs, which consist of: 1) MADANI’s "Tolerance Safeguard Policy"; 2) Lead Partner training for greater understanding of tolerance and how to operationalize it into everyday programmatic activities; 3) activation of the Learning Forum as an icon of tolerance; 4) integrating tolerance into MADANI’s overall program and its daily operation; 5) creation of spaces that may serve as “Stronghold of Tolerance" (Markas Toleransi) to provide a safe haven for anyone to engage in the discourse of tolerance. This assessment also recommends special programs for MADANI program in Bogor and Makassar to target specific strategic groups such as millennial youth groups; women's groups; religious figures/preachers / religious teachers; and CSOs. Another recommendation of this assessment is to synergize tolerance promotion activities with millennial hobbyist groups, while also building capacity for social media programs and campaigns.

Page 6: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

6

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

BAGIAN 1: SEKITAR TOLERANSI, KERUKUNAN DAN KEBERAGAMAN

PENGANTAR

Beberapa waktu yang lalu, media di Indonesia disibukkan dengan perbincangan yang hangat tentang era Industri 4.0. dan hampir semua orang ikut membahas. Tidak lama setelah itu, muncul kabar bahwa “Jepang telah memasuki era Industri 5.0”. Walaupun belum semua pihak memahami apa yang dimaksud dengan hal tersebut, fakta bahwa saat sekarang dunia dikendalikan oleh teknologi digital dan internet of things tidak dapat dinafikan lagi. Akibatnya, perubahan dapat terjadi dalam hitungan menit, atau bahkan detik, lebih cepat dari masa lalu yang memerlukan puluhan atau bahkan ratusan tahun. Modus bisnis dan industri telah berubah dan mempengaruhi sebagian pola hidup manusia. Kondisi inilah yang membuat kita mengenal lahirnya generasi digital native yang pada waktunya akan memiliki karakter tersendiri.

Meminjam analisa Rhenald Kasali1, perubahan ini bisa menjadi sebuah titik tolak bagi kerja penguatan toleransi di Indonesia. “Banyak masalah yang kita hadapi di abad 21 ini. Dunia sudah berubah, tuntutan-tuntutan baru bermunculan, organisasi dan penampilan sudah kita ubah. Tapi manusianya belum. Ketika pikiran para pemenang di abad ini sudah jauh di depan, pikiran-pikiran sebagian besar orang kita masih di masa lalu. Banyak orang menyatakan "Dari dulu kita sudah begini, mau diapakan lagi?" Seakan-akan ada faktor keturunan, semacam genetika yang terkode dalam DNA perilaku orang perorangan, dan terkunci di sana. Ketika kita membawa generasi baru atau orang-orang baru sebagai change agent, yang tujuannya mengubah, ternyata mereka malah seringkali turut larut menjadi sama dengan orang-orang lama. Mengapa demikian? Sangat jelas bahwa kita memerlukan suatu Re-Code untuk menjawab tantangan zaman.

Assessment studi ini tentang tema toleransi untuk program USAID-MADANI, diharapkan dapat berkontribusi menjawab tantangan ini, khususnya untuk memberikan kontra narasi bagi orang-orang yang masih berpikir ekslusif dan ekstrim, dan dengan gencar menyebarkan paham intoleransi, ujaran kebencian dan berita bohong atau hoax. Dengan strategi pendekatan memperluas ruang-ruang rekognisi sosial, melalui peran Lead Partner dan konsolidasi OMS, kita berharap dukungan agen perubahan yang benar-benar mempengaruhi proses transformasi toleransi. Untuk itulah dirumuskan tujuan assessment sebagai berikut: 1) Memetakan masalah-masalah toleransi yang terjadi dalam berbagai situasi khususnya di Kota Bogor dan Kota Makassar. 2) Menginventarisir inisiatif-inisiatif yang telah dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil, Perguruan Tinggi, Pemerintah dan kerjasama kemitraan antar lembaga lainnya yang pernah dilakukan. 3) Menemukan rekomendasi untuk aksi bersama yang dapat diadaptasi bagi Simpul Belajar MADANI dan agenda pengarusutamaan toleransi yang dapat diintegrasikan kedalam berbagai tema dan daerah lain.

Dengan tujuan tersebut, maka output dari assessmen ini diharapkan adalah 1) peta masalah toleransi yang terjadi di berbagai kalangan khususnya di Kota Bogor dan Kota Makassar; 2) inventarisasi berbagai pendekatan dan inisiatif program yang pernah dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil, perguruan tinggi, pemerintah pusat dan daerah, dan program kerjasama donor lainnya; 3) sejumlah rekomendasi untuk aksi bersama dan pengarusutamaan yang kemungkinan dapat dilakukan oleh Simpul Belajar MADANI.

Adapun metode assessment dan realisasi di lapangan dilakukan dengan beberapa langkah:

1. Pencarian informasi melalui internet (online research) baik informasi terkait dengan pemetaan situasi dan masalah toleransi maupun berbagai pendekatan dan inisiatif program yang pernah dilakukan oleh berbagai lembaga.

2. Wawancara dengan beberapa narasumber di Jakarta, dari beberapa lembaga yang memiliki program penguatan toleransi atau inklusi sosial .

1 Rhenald Kasali, RE-Code, Your DNA Change, Jakarta: Desember 2005.

Page 7: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

7

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

3. Wawancara dengan narasumber di Bogor dan Makassar untuk menggali informasi yang lebih mendalam dengan narasumber yang akan ditentukan bersama dengan Field Coordinator MADANI.

4. Analisis komparasi hasil assessment kemungkinan program yang dapat diadaptasi oleh partner MADANI di daerah.

5. Penulisan draft awal hasil temuan assessment dan rekomendasinya. 6. Penulisan laporan final.

Karena kebijakan PSBB COVID-19 sejak bulan Maret 2020, maka beberapa wawancara dengan narasumber dilakukan secara online melalui telepon/email. Penggalian informasi dilakukan melalui diskusi intensif via telepon dengan narasumber yang direkomendasikan serta online research untuk informasi yang relevan.

TENTANG TEMA TOLERANSI BERAGAMA DAN KERUKUNAN

KONSEP TOLERANSI

Secara definisi toleransi berasal dari kata Yunani “tolerare”, yang berarti sabar dan menahan diri. Toleransi dapat pula diartikan sebagai cara bersikap untuk menghormati dan menghargai individu atau pihak lain. Konsep toleransi secara lebih luas, saling bertautan dan saling melengkapi antara konsep dalam perspektif HAM, dalam perspektif agama dan perspektif budaya. Pada intinya toleransi meliputi ciri-ciri dari sikap; menghargai dan menghormati orang lain meskipun berbeda agama, suku, dan ras. Menghargai pendapat orang lain yang berbeda. Berbuat baik kepada orang lain tanpa memandang agama, suku, dan ras. Memberikan kebebasan untuk beribadah kepada setiap orang sesuai dengan kepercayaannya dan tidak melakukan intimidasi meskipun berbeda kepercayaan. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang, meskipun berbeda agama, suku, dan ras.

Secara umum ada perspektif bahwa toleransi sebagai pandangan yang menyamakan semua ajaran agama. Perspektif HAM mendominasi pandangan keagamaan, dimana yang diutamakan adalah kesetaraan semua orang dihadapan konstitusi. Dari perspektif HAM ini, toleransi adalah sebuah konsep yang menekankan pada kesetaraan semua ajaran agama di hadapan konstitusi, termasuk hak dan kewajiban bagi semua penganutnya. Perbedaan antar-perspektif ini jangan dipertentangkan karena akan berakibat buruk dalam upaya membangun toleransi. Lebih baik ketiga pandangan itu dianggap saling melengkapi (As’ad Said Ali, Islam, Pancasila dan Kerukunan Beragama, LP3ES, 2019).

Dalam perspektif Islam, toleransi diwakili oleh kata tasamuh, berarti kemuliaan (al jud), lapang dada (rahbu al shadar), dan ramah dan suka memaafkan (tahasul). Dengan demikian tasamuh diartikan sebagai sikap lapang dada dalam menghadapi perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Maka toleransi beragama dalam Islam memiliki beberapa prinsip, diantaranya perintah untuk berbuat adil bahkan kepada orang atau kelompok yang berbeda. Dalam tradisi NU, tasamuh selalu bergandengan dengan prinsip tawazun, tawasusth dan I’tidal. Hal ini menandakan bahwa sikap toleransi harus didasari oleh pandangan keagamaan yang seimbang, tidak ekstrim dan mengarah pada perwujudan keadilan.

Dalam khazanah budaya, Indonesia telah memiliki tradisi toleransi yang terdapat dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa yang merupakan seloka Empu tantular dalam Kitab Sutasoma. Seloka ini kemudian menjadi prinsip persatuan dalam mengelola kemajemukan bangsa. Mpu Tantular mengujarkan bahwa kemajemukan hakikatnya satu, karena tidak ada kebenaran yang mendua. Dalam konteks masa Majapahit, terdapat dua agama, yakni Hindu dan Budha. Namun kemajemukan agama hakikatnya mewakili kebenaran spiritual (spiritual truth) yang tidak mendua. Mpu Tantular tentu tidak bermaksud menyamaratakan agama-agama. Melainkan menghadirkan kembali spiritualitas yang mendasari semua agama. Dari sini terlihat toleransi dalam budaya kita lahir dari harmoni, bukan konflik. Maka sifatnya sangat substantif, kultural dan kolektif. Substantif artinya

Page 8: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

8

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

ajaran agama yang dihadirkan ialah substansi agama sehingga melahirkan karya-karya budaya karena pertemuan (akulturasi) antar agama dimediasi oleh budaya keagamaan. (As’ad Said Ali, Islam, Pancasila dan Kerukunan Beragama, LP3ES, 2019).

Indonesia adalah negeri yang sangat majemuk dengan gabungan kepulauan yang tersebar di 17.504 pulau, 1.340 suku bangsa (Jawa, sunda, Melayu, Bali, Banjar, Batak, Betawi, Bugis, Dayak, Minahasa, Minangkabau, Sasak dll) dengan 742 jenis Bahasa, dan ratusan aliran kepercayaan, adat dan tradisi lokal. Dalam sejarah perjalanan panjang sejak sebelum terbentuknya negara, hingga terjadinya kemerdekaan dan 75 tahun pasca kemerdekaan, jati diri bangsa Indonesia sebagai Bhineka Tunggal Ika masih merupakan kesadaraan yang mengikat semua elemen Bangsa. Pancasila sebagai dasar negara dengan kelima sila di dalamnya, merupakan suatu konsensus para pendiri bangsa atau founding fathers ketika berjuang mendirikan negara Indonesia, dimana mereka sudah membuktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersatu dalam perbedaan dengan Pancasila sebagai pengikatnya. Bhineka Tunggal Ika berasal bahasa jawa kuno, dari kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada ke XIV M. Sikap toleran merupakan sikap dasar suku-suku bangsa indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke nusantara. (Ma’arif A. Syafii, 2011). “Kebhinekaan adalah harga mati untuk merawat diversitas budaya dan agama yang ada di Indonesia”, kata Prof. Jamhari Makruf dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumpah Pemuda diikrarkan di Gedung Indonesische Clubgebouw, Weltevreden (kini gedung Sumpah Pemuda, jalan kramat 106 Jakarta) milik seorang Tionghoa bernama Sie Kok Liong. Pada saat itu para tokoh pemuda dari berbagai etnik dan daerah menyadari sepenuhnya kekuatan yang dapat dibangun dari persatuan dan kesatuan nasional. Dengan sumpah pemuda mereka bersatu dan menegaskan persatuan dengan satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa persatuan, yaitu Indonesia.

Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI websitenya memposting 4 UU yang menjadi landasan Kerukunan Beragama, yaitu:

1. Undang-Undang no 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama

2. Undang-Undang no 15 Tahun 2003 Tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.

3. Undang-Undang no.5 tahun 2006 Tentang Pengesahan Internasional Convention for the Suppression of Terrorist Bombing, 1997 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pengeboman oleh Teroris, 1997)

4. Undang-Undang no 6 tahun 2006 Tentang Pengesahan Internasional Convention for The Suppression of The Financing of Terrorist, 1999 (Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Teroris, 1999)

UU lain yang terkait dengan toleransi adalah UU Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Implementasi UU ini menuai kontroversi karena disatu sisi ada pandangan bahwa UU tersebut adalah untuk melindungi toleransi di antara warga, namun disisi lain ada kritik bahwa UU tersebut dapat membungkam aspirasi warga. Ada kekhawatiran undang-undang digunakan pemerintah untuk menindak organisasi-organisasi yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, dan sebaliknya malah dijadikan alat oleh kelompok-kelompok intoleran untuk semakin menyerang kelompok-kelompok yang berbeda dengannya atas nama negara. Menyetujui undang-undang itu adalah sikap intoleransi juga, karena menyetujui keinginan pemerintah untuk membubarkan organisasi atau kelompok yang berbeda dengan cita-cita pemerintah (Zaky Yamani, DW.com 04/01/2018). Namun Menkopolhukam Mahfud MD mengingatkan, organisasi yang dibentuk oleh warga negara atau masyarakat ini harus sesuai dengan ideologi Indonesia. Jangan sampai organisasi yang dibentuk melanggar ideologi negara (Merdeka.com.28/11/2019).

Page 9: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

9

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

A. PETA TREND INTOLERANSI DI INDONESIA

Secara umum, kehidupan antar agama di tengah masyarakat Indonesia sebenarnya masih toleran dan saling menghormati.Tetapi, ada indikasi menguatnya sikap eksklusif yang menganggap paham keagamaan mainstream “terlalu” inklusif, akomodatif, dan kompromistis. sebagaimana dilaporkan oleh banyak lembaga, seperti The Wahid Institute, Yayasan Denny JA, SETARA Institute, LSI, Jaringan Gusdurian, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, PSAD Paramadina dll, ada kecenderungan intoleransi dalam hal beragama yang semakin meningkat dengan berbagai bentuk kejadian dan kasus. Hal ini menunjukkan perlunya upaya untuk mencegah dan melawan tindakan intoleransi, diantaranya dengan menyebarkan nilai-nilai tandingan yang pro toleransi, pesan perdamaian, memperkuat demokrasi dan para aktor strategis.

Laporan Wahid Institute menyebutkan ada 245 kasus praktek intoleransi sepanjang 2013 yang dialami kelompok agama minoritas, seperti Ahmadiyah, komunitas Kristen, dan mereka yang dituduh sesat. Yayasan Denny JA mencatat selama 14 tahun setelah masa reformasi setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 persen berlatar belakang agama (Kompas.com, 23/12/2012). SETARA Institute melaporkan bahwa paham-paham konservatif yang kurang menghargai orang yang berbeda keyakinan, lunturnya solidaritas dan keberanian mengekspresikan perbedaan juga mempengaruhi sikap intoleransi yang saat ini mulai menyebar ke masyarakat. Rasa kebersamaan dan perasaan kewargaan dan konsep kewargaan telah meluntur. Sepanjang 2018 dari hasil penelitiannya di 34 Provinsi, SETARA Institute melaporkan terjadi 202 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia. Sedangkan selama 12 tahun terakhir telah terjadi 2.400 insiden pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (Tempo.co /11/11/2019).

Analisis SETARA Institute juga melaporkan bahwa intoleransi adalah benih radikalisme dan terorisme. Meskipun setiap sikap intoleransi tidak selalu berujung pada aksi-aksi radikalisme; tapi radikalisme, termasuk terorisme didasari dari pandangan dan sikap-sikap intoleransi. Oleh karena itu, sikap intoleransi dapat dilihat sebagai hulu dari terorisme. Radikalisme dan terorisme merujuk pada sikap dan dukungan terhadap tindakan kekerasan. Dengan demikian, pencegahan intoleransi menjadi isu penting bukan hanya untuk memperkuat Bhinneka Tunggal Ika dan nilai-nilai Pancasila serta nilai-nilai demokrasi, tapi juga untuk menekan potensi aksi-aksi kekerasan dan terorisme.

Hubungan antara intoleransi dengan terorisme dapat digambarkan oleh Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. Ir. Hamli adalah; pertama, gejala pemikiran radikal bermula dari intoleransi. Intoleransi dalam hal ini sebagai sifat yang menolak perbedaan, tidak mau bekerjasama dengan yang berbeda. “Yang berbeda itu dianggap sebagai musuh”. Tahapan selanjutnya adalah sikap anti terhadap Pancasila. Tahapan berikutnya adalah sikap anti terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam tahapan ini, Indonesia akan dianggap negara kafir atau thogut. Selanjutnya adalah kebiasaan mengkafir-kafirkan orang lain dengan menyebarkan paham takfiri (NU online,25/02/2020).

Fenomena intoleransi di Indonesia semakin menguat pasca reformasi yaitu dengan semakin terbukanya ruang-ruang demokrasi dan HAM serta disusul dengan kemajuan pesat teknologi informasi dengan media sosial sekaligus membuka ruang dari berbagai kelompok dan interest termasuk munculnya paham-paham intoleran dalam beragama sebagai bagian dari hak demokratis dan HAM warga negara. Media sosial telah menjadi media yang sangat efektif bagi penyebaran informasi intoleran dan radikal dengan daya jangkau lintas teritori dan geografi yang sangat luas. Survei oleh INFID dan jaringan GUSDURian melaporkan “Pesan Intoleransi Bertebaran di Media Sosial”. Kedua lembaga mengamati melalui media sosial yang populer di kalangan pemuda, antara lain Twitter, Facebook, Instagram, aplikasi pesan (WhatsApp dan Telegram), dan YouTube. “Wacana yang mengesankan agama Islam terzalimi, hingga seolah-olah Islam sedang dijajah, terus-menerus disebarkan. Itu bisa mempengaruhi persepsi di kalangan pemuda”. Dalam laporan disebutkan

Page 10: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

10

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

beberapa kata kunci pemetaan untuk survei seperti “kafir”, “sesat”, “syariat Islam”, “tolak demokrasi”, “jihad”, “antek asing”, “komunis”, “liberal”, “pengkhianat agama”, dan “musuh Islam”. Dengan bantuan mesin, ditemukan kurang lebih 90 ribu akun yang memuat pesan radikal dan ekstremisme dalam waktu sebulan.

Dari berbagai temuan kajian lembaga-lembaga tersebut, terdapat beberapa isu utama yang saling memiliki benang merah atau kesamaan, diantaranya sebagai berikut;

1. Tingginya potensi sikap intoleran pada anak muda, siswa, mahasiswa, guru dan dosen.

Survei PPIM menunjukkan sebanyak 48,95 persen responden siswa/mahasiswa merasa pendidikan agama mempengaruhi mereka untuk tidak bergaul dengan pemeluk agama lain. Sedangkan 58,5 persen responden mahasiswa/siswa memiliki pandangan keagamaan yang mengarah pada opini yang radikal. Tidak hanya siswa, survei ini menyimpulkan guru dan dosen juga memiliki potensi menjadi sumber intoleransi. Menurut survei ini, setidaknya 64,66 persen guru dan dosen menjadikan Ahmadiyah sebagai aliran Islam yang tidak disukai, diikuti Syiah di posisi kedua dengan 55,6 persen. Selain itu, 44,72 persen guru dan dosen juga tidak setuju dengan desakan agar pemerintah harus melindungi penganut Syiah dan Ahmadiyah.

2. Sikap intoleransi dapat menjadi hulu terorisme

Penelitian yang dilakukan SETARA Institute menyimpulkan bahwa sikap intoleransi adalah awal mula suatu tindak pidana terorisme. Sikap intoleransi ini dinilai mudah berlanjut menjadi paham radikalisme. "Terorisme itu bertingkat, tidak serta merta seseorang jadi teroris. Tangga pertama adalah intoleransi," (Direktur Riset SETARA Institute Halili dalam diskusi Polemik di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 19/5/2018; Kompas.com). Riset SETARA di 171 SMA negeri menemukan bahwa 0,3 persen siswa terpapar sikap radikalisme dan 2,4 persen siswa yang memiliki sikap intoleransi aktif. Meski persentase ini kecil dan jumlah siswa yang mengedepankan sikap toleransi lebih besar, jumlah 0,3 dan 2,4 persen itu harus benar-benar diantisipasi. "Dalam konteks terorisme, satu orang itu sudah terlalu banyak. Kita harus fokus pada isu toleransi sebagai hulu terorisme.”

3. Tindakan intoleransi di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh aktor non negara atau kelompok masyarakat sipil terhadap kelompok masyarakat sipil lainnya.

SETARA melaporkan per Juni 2018 menunjukkan, jumlah pelanggaran terhadap kebebasan beragama/berkeyakinan yang dilakukan oleh aktor non-negara jauh lebih banyak dibanding aktor negara. Dari 136 tindakan pelanggaran, sebanyak 96 tindakan dilakukan oleh aktor non-negara, seperti individu atau kelompok warga. Senada dengan hal tersebut, Jaringan Gusdurian melaporkan; sebagai negara yang memiliki keberagaman suku, etnis, dan agama, toleransi menjadi salah satu isu utama yang sedianya diperhatikan oleh masyarakat dan pemerintah. Apalagi banyak pihak sudah menyoroti munculnya kelompok-kelompok intoleran berbasis etnis atau agama yang berani bertindak diskriminatif dan bahkan melakukan kekerasan. Oleh karena itu, saat ini penegakan HAM di Indonesia menghadapi tantangan yang unik, taitu tantangan pelanggaran HAM yang bersifat horizontal, dimana konflik dan tindakan inteoleransi yang terjadi adalah antara satu kelompok masyarakat versus kelompok masyarakat lainnya, bukan negara versus masyarakat seperti yang terjadi di beberapa negara di Asia.

4. Meningkatnya pengaruh media sosial dan internet dalam mempengaruhi sikap keberagaman

Paling tidak ada tiga faktor utama yang mempengaruhi sikap seseorang tehadap keberagamaan, yakni pengajaran yang diberikan oleh guru atau mentor agamanya, sumber pengetahuan agama yang ada di Internet, dan performa pemerintah selama tiga tahun belakangan. “Akses internet berpengaruh dalam membentuk pemahaman keagamaan siswa dan mahasiswa, apalagi akses terhadap media sosial dan internet di kalangan siswa dan mahasiswa mencapai 85%,”. Kurangnya akses terhadap informasi dan ilmu keagamaan yang valid, menjadikan para guru dan mentor agama mencari sumber-sumber ilmu agama dari pengajian dan sumber informasi lain di internet/media sosial. Demikian pula

Page 11: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

11

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

di kalangan pemuda milenial, mulai dari kelompok pramuka, ormas pemuda, karang taruna, kelompok remaja masjid dan DKM yang saat ini juga proporsi mendapatkan informasi keagamaannya semakin banyak yang berasal dari sumber-sumber media sosial dan Internet

5. Kurikulum pendidikan agama dan buku teks belum sepenuhnya dibuat untuk mendukung

kehidupan yang lebih demokratis, terbuka dan inklusif.

Isu penolakan terhadap keberagaman muncul menjadi salah satu isu strategis bidang pendidikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Dalam Buku Kedua, pemerintah mengakui pendidikan agama masih belum mampu menumbuhkan wawasan inklusif. Proses pengajaran cenderung doktriner dan belum sepenuhnya diarahkan pada penguatan sikap keberagamaan siswa. Pemerintah menyadari, pemahaman agama siswa tidak hanya merujuk pada guru mata pelajaran agama, tapi justru mentor-mentor kegiatan keagamaan ekstrakurikuler. Pada saat yang sama, masih banyak ditemukan mentor-mentor ini yang secara aktif menyebarkan paham intoleransi, seperti misalnya doktrin agar tak hormat bendera merah putih ( Alamsyah M.Dja’far/Wahid Institute).

6. Kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota dan terbitnya PERDA-PERDA syariah di berbagai daerah semakin memperkuat polarisasi beragama

SETARA Institute dan Wahid Institute melaporkan peningkatan kejadian intoleransi beragama dalam beberapa tahun terakhir ini, seiring dengan dengan meningkatkannya fundamentalisme secara global dan xenophobia. Lolosnya 440 PERDA/peraturan syariah juga menunjukkan trend yang mengkhawatirkan. Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Yuswandi Temanggung mengatakan, kementeriannya telah menghapus 3.143 peraturan daerah tahun 2015-2016. Namun, tidak ada perda intoleran yang dihapus. Perda yang dihapus hanya terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan yang berorientasi pada penghapusan faktor penghambat daya saing ekonomi. Dia mengatakan, ke depan Kemendagri akan melakukan kajian mendalam untuk membahas perda intoleran. Menurutnya, harus ada pembahasan secara khusus untuk menyelesaikan masalah timbulnya perda intoleran. (CNN 16/06/2016). SETARA Institute mengkritisi bahwa "perda-perda yang diskriminatif dan intoleran atas dasar agama, keyakinan, peran gender, dan diskriminatif terhadap perempuan, luput dari perhatian Kemendagri.” Menanggapi hasil riset SETARA Institute terkait produk hukum daerah yang diskriminatif dan intoleran, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri akan mengoreksi kebijakan tersebut guna memfasilitasi lahirnya produk hukum yang toleran dan anti diskriminatif. (Liputan 6.com, 14 Agustus 2019)

7. Pengaruh global

Isu toleransi dan intoleransi bukan hanya isu nasional dalam konteks Indonesia, namun memiliki saling keterpengaruhan dengan peristiwa yang terjadi secara global. Sebagai contoh, berita konflik dan kerusuhan yang terjadi di India akibat UU Amandemen Kewarganegaraan (Citizenship Amendment Act/CAA) yang di dalamnya terdapat pasal yang mempermudah pendatang atau pengungsi dari negara konflik di sekitar India untuk menjadi warga negara India, dengan pengecualian bagi pendatang/pengungsi Muslim. Diskursus mengenai kebijakan ini sebenarnya sangat kompleks dan sangat spesifik terkait dengan sejarah nation building dan state formation di India, namun narasi yang berkembang di Indonesia adalah bahwa, UU tersebut ditafsirkan sebagai UU anti Muslim. Salah satu postingan media sosial yang beredar luas secara tidak akurat menyatakan bahwa “Perdana Menteri India Narendra Modi, Sahkan UU Anti Muslim di India, 191 juta Umat Islam di India Terancam di Genosida”. Narasi-narasi yang menyesatkan tersebut (yang dikenal dalam istilah media sosial sebagai “digoreng” ) semakin memicu sentimen-sentimen anti keberagaman dan menciptakan ketegangan serta benih-benih yang menumbuhkan radikalisme dalam beragama di Indonesia.

Selain perkembangan global, demikian pula berbagai peristiwa konflik beragama di tanah air pun memiliki saling keterpengaruhan yang kuat di daerah lain, seperti di Bogor dan Makassar. Dari diskusi dengan narasumber dan FC Bogor serta Makassar, peristiwa pilkada DKI Jakarta dan munculnya

Page 12: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

12

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

fenomena gerakan 212 memberi imbas dengan munculnya kelompok-kelompok baru melalui figure-figur yang memiliki semacam “rantai relasi dan komando” yang menggerakkan kontestasi dalam keberagaman sosial sebagai kelompok yang mengcounter gerakan kelompok-kelompok moderat di Makassar.

SEKITAR KERUKUNAN DAN TOLERANSI BERAGAMA DI BOGOR DAN

MAKASSAR

Selintas Sejarah Kerukunan Kota Bogor

Sebagaimana reportase Tempo.co (2-3/6/2017), Kota Bogor memasuki usia ke 543 tahun. Perjalanan panjang sejarah Kota Bogor telah membuktikan bahwa Kota Bogor adalah Kota yang inklusif untuk semua orang, dimana orang dari mana pun dan dengan agama apapun, bisa menjadi orang Bogor. Keberadaan masjid, gereja Katolik, gereja Protestan dan vihara yang sudah ratusan tahun, adalah bukti perjalanan panjang hubungan yang rukun dan terjalinnya persaudaraan di antara sesama orang Bogor. Bangunan-bangunan pusaka Kota Bogor ini tetap hidup dan berfungsi dengan berbagai aktivitas sebagaimana mestinya untuk merawat keberagaman agama yang dianut warganya. Secara demografis, mayoritas penduduk Kota Bogor adalah beragama Islam dengan jumlah 4,613,204 orang, Kristen 82.918 orang, Katolik 25,138 orang, Hindu 2,763 orang, Budha 16.827 orang, dan Kong Hu Cu 8.764 orang (sp2010.bps.go.id).

Berbagai artefak rumah rumah peribadatan seperti masjid, gereja Katolik, gereja Protestan dan vihara yang sudah ratusan tahun, adalah bukti perjalanan panjang yang melambangkan harmoni. Masjid Agung Masjid At-Thohiriyah yang dikenal sebagai masjid agung Empang merupakan masjid terbesar pertama di Bogor. Masjid ini dibangun pada tahun 1817. Kawasan Empang di sekitarnya kini sudah berkembang menjadi kawasan perdagangan dengan pertokoan yang juga banyak dimiliki oleh kalangan non-Muslim. Bagi kalangan umat katolik, Bogor juga memiliki katedral yang berdiri megah di Jalan Kapten Muslihat dibangun tahun 1889. Pastur Mikail Endro Susanto mengatakan “Kalau bicara gereja sebenarnya bukan bicara soal bangunan tetapi membangun umat agar menjalani hidup sebagai orang Katolik yang baik.” Dalam bersilaturahmi dengan umat agama lain, umat Katolik didorong untuk mewujudkan hidup dalam kerukunan. Dimulai dari menjalin kerjasama dengan kelompok agama lain, menghormati agama lain, menghargai perbedaan dan melihat perbedaan sebagai sesuatu yang indah layaknya pelangi yang terdiri dari berbagai warna. Atas dasar itu, Pastur Mikail Endro Susanto juga aktif sebagai anggota Basolia (Badan Sosial Lintas Agama) kota Bogor. Bagi umat Kristen Protestan ada Gereja Zebaoth yang berada di lingkar halaman Istana dan Kebun Raya Bogor. Menurut Pendeta Omiek Kaharudin, 3 tahun lagi Gereja Zebaoth akan memasuki usia satu abad.

Pesantren Al Falak di Pagentongan, Bogor Barat yang merupakan salah satu institusi pendidikan agama tertua di Kota Bogor. Didirikan oleh Kyai Haji Tubagus Falak Abbas di era perlawanan masyarakat Cilegon Banten terhadap penjajahan Belanda awal tahun 1900-an. Saat ini Pesantren Al Falak dipimpin oleh KH. Tb. Agus Fauzan, merupakan generasi ke-4 yang melanjutkan ajaran KH. T. Falak Abbas sebagai sosok terbuka dan memiliki semangat menjaga ukhuwah wathaniyah maupun Insaniyah atau persaudaraan sebangsa dan sesama manusia. Itu sebabnya almarhum akrab berhubungan dengan warga Tionghoa yang memiliki keyakinan berbeda. Nilai-nilai inilah yang tetap diamalkan anak cucunya serta para santri. Itu sebabnya ketika berlangsung acara haul (peringatan wafat) Mama Falak, secara pribadi beberapa warga Tionghoa maupun mereka yang beragama Nasrani ikut hadir. “Kami sudah terbiasa dengan hal yang seperti itu, sudah diajari dan ditunjukan oleh Abah Falak bahwa kita harus menjaga sikap dan memiliki akhlak dengan sesama” tutur salah satu peziarah tersebut.

Umat Hindu juga memiliki tempat ibadah di Bogor, salah satunya yaitu Pura Pasraman Giri Kusuma yang terletak di Kompleks perumahan IPB IV di Kelurahan Tanah Baru. Menurut Luh Manik Andayani, S.Ag pura yang mulai dibangun tahun 2006 ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan umat Hindu dan para perantau dari Bali yang sudah mulai berada di Kota Bogor tahun 1972. Saat ini, Pura ini menjadi

Page 13: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

13

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

tempat beribadah sekaligus menjadi tempat belajar agama Hindu, terutama untuk anak-anak mereka yang belajar di sekolah umum.

Ada juga Vihara Dhanagun yang berada di kawasan Pasar Bogor. Semula bernama Klenteng Ho Tek Bio. Diperkirakan dibangun tahun 1672 oleh orang-orang Hokkian Tiongkok, yang bermukim dan berniaga di sekitar Lawang Saketeng. Perubahan nama menjadi Vihara Dhanagun terjadi tahun 1969, untuk menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah kala itu yang melarang hal-hal berbau Tiongkok. Perayaan Cap Go Meh setiap tahun sekarang sebagai Street Festival Cap Go Meh (CGM) dan telah mewujud sebagai ajang bertemunya berbagai kebudayaan masyarakat yang ada di Kota Bogor. Pusaka-pusaka Kota yang terawat di Kota Bogor, bukan hanya sekedar saksi bisu perjalanan panjang hubungan antar penganut agama yang harmonis, namun juga tetap berperan aktif untuk merawat hubungan antar warga Bogor yang hidup dalam keberagaman suku dan agama hingga saat ini.

Selintas Sejarah Kerukunan Kota Makassar

Makassar dan Sulawesi Selatan identik dengan Kapal Pinisi, yang sudah sejak sejak abad ke-14 sudah berlayar dan menjelajah samudera di seluruh dunia. Kapal Pinisi bukan hanya kebanggaan Sulawesi Selatan namun juga menjadi kebanggaan Indonesia. Saat ini, Kota Makassar merupakan Kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di Kawasan Timur Indonesia memiliki luas areal 175,79 km2 dengan penduduk 1.112.688, sehingga Kota ini sudah menjadi Kota Metropolitan. Secara administrasi Kota ini terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Pada tahun 2019, Kota Makassar telah berumur 412 tahun. Masyarakat Kota Makassar sangat heterogen, terdiri dari beberapa etnis yang hidup berdampingan seperti Etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Cina, etnis Toraja, etnis Mandar dan lainnya. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam sejarah perkembangan Islam, Makassar adalah Kota kunci dalam penyebaran agama Islam ke Kalimantan, Philipina Selatan, NTB dan Maluku.

Sebagaimana kota Bogor, rumah-rumah ibadah di kota Makassar menggambarkan warisan ratusan tahun yang lalu. Masjid tertua di Makassar adalah Masjid Babul Firdaus yang dibangun tahun 1893. Sedangkan Gereja Katedral Kota Makassar dibangun pada tahun 1898, dan Klenteng Xiao Ma atau nama lainnya adalah Vihara Istana Naga Sakti, rumah ibadah agama Budha yang dibangun tahun 1860. Demikian pula keberadaan Pura Giri Natha sebagai rumah ibadah umat Hindu. Secara simbolik keberadaan rumah-rumah ibadah in telah melengkapi simbol penerimaan terhadap keberagaman sosial di dalam masyarakat Kota Makassar. Sulawesi Selatan juga pusat pesantren DDI (Darul Dakwah Walirsyad) sebagai pesantren moderat yang sangat berpengaruh yang berdiri sejak tahun 1960.

Sejarah Kota Makassar sudah berkembang sejak masa pemerintahan Raja Gowa pada abad XVI, yang mendirikan Benteng Rotterdam. Pada masa itu sudah terjadi peningkatan aktivitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan internasional, sektor politik serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Masa itu merupakan puncak kejayaan Kerajaan Gowa. Hanya dalam seabad saja, Makassar menjadi salah satu Kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang (Kota terbesar ke 20 dunia). Pada zaman itu jumlah penduduk Amsterdam, yang termasuk Kota kosmopolitan dan multikultural, baru mencapai sekitar 60.000 orang. Sampai pada pertengahan abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaan-kerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulau-pulau lain di Maluku. Secara Internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Ottoman di Timur Tengah.

Di sisi lain, Sulawesi Selatan, khususnya Makassar juga memiliki sejarah yang kental dengan gerakan Islam Politik dan Islam fundamentalis. Pasca Kemerdekaan, Sulawesi Selatan menjadi basis gerakan perlawanan dari Kahar Muzakar bersama pasukannya yang menolak bergabung dengan negara RI, dan kemudian menyatakan bahwa wilayah Sulawesi Selatan adalah bagian dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pimpinan Kartosuwiryo yang berpusat di Jawa Barat. Penumpasan pemberontakan

Page 14: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

14

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Kahar Muzakar memakan waktu lebih dari 14 tahun, dan berakhir ketika Kahar Muzakar tewas dalam sebuah kontak senjata dengan pasukan RI pada 3 Februari 1965. Dari catatan diskusi dengan Wawan dari LBH Makassar, hingga saat ini sejarah pemberontakan DI/TII tersebut masih menyisakan suatu “mitos” dikalangan masyarakat yang simpatik terhadap cita-cita DI/TII bahwa Kahar Muzakar mati syahid (gugur dalam perjuangan di jalan Alloh), atau bahkan masih hidup hingga saat ini berdasarkan mitos yang beredar di daerah Enrekang.

Pasca Reformasi, tahun 1998/1999 di Makassar muncul kembali wacana politik identitas dalam bentuk gerakan Islamisme sebagai wadah perjuangan politik yang ditandai dengan terbentuknya KPPSI ( Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam) yang beranggotakan aliansi Ormas-Ormas Islam di daerah Sulawesi Selatan. Dalam kongres pertamanya pada bulan Oktober tahun 2000 di Sudiang, Makassar, KPPSI menuntut Otonomi Khusus pemberlakukan syariat Islam di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan mekanisme yang demokratis dan masih dalam bingkai negara kesatuan RI. Kongres ini diikuti 2 kongres lainnya yaitu kongres kedua bulan Desember 2001 dan kongres ketiga pada Maret 2005. Pada kongres keempat, KPPSI merubah nama menjadi KPSI dan menghilangkan kata Persiapan (Kompasiana, November 2011).

Sejarah yang kental dengan politik identitas Islamisme ini dapat dikatakan terkait dengan munculnya beberapa kelompok Islam keras seperti “Laskar Pemburu Aliran Sesat” dan lainnya, juga Perda-Perda Syariah di berbagai Kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan. Paham politik Islamisme masih menguat hingga saat ini. Pasca 22 tahun Reformasi, politik di Makassar masih diwarnai dengan kecenderungan elit di pemerintahan yang masih bermain “cari aman” dengan politik identitas Islamisme. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan sosial, sebagian pihak telah mengalami proses transformasi dari sikap eksklusif menjadi inklusif melalui interaksi sosial yang lebih luas yang membuka pemahaman tentang keberagaman dan pentingnya penerimaan sosial terhadap “the others” atau kelompok yang berbeda (diskusi dengan Wawan/LBH Makassar)

SEKITAR ISU-ISU INTOLERANSI DI KOTA BOGOR DAN MAKASSAR

Perjalanan sejarah ratusan tahun Kota Bogor dan Kota Makassar terkait simbol toleransi dan keberagaman sosial, saat ini telah mengalami perubahan signifikan. “DNA” kota Bogor dengan masyarakat yang toleran dan penuh kerukunan, dengan bukti warisan pusaka sejarah rumah ibadah agama-agama dan pondok pesantren berumur ratusan tahun, dengan tradisi kehidupan keberagaman sosial secara rukun dan saling menghormati, tiba-tiba Kota Bogor mendapat gelar sebagai kota intoleran. Apa yang sesungguhnya telah terjadi?

Mungkin potret Kota Makassar yang terakhir dengan kecenderungan politik Identitas, tidak terlalu mengejutkan jika Kota Makassar mendapat predikat sebagai kota intoleran. Namun menurut BNPT Susel, ideologisasi Islamisme belum banyak berdampak pada intoleransi (Wawan/LBH Makassar). Selain itu penelitian CSIS tentang Politik Identitas dalam Pemilu 2019, menemukan bahwa kekhawatiran penggunaan politik identitas dalam Pemilu 2019 terbukti tidak sebanyak seperti yang terjadi di pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2016.2

Dengan menggunakan referensi survei SETARA Institute Kota Bogor merupakan salah satu kota yang paling intoleran di Indonesia. Berdasarkan studi Indeks Kota Toleran (IKT)3 yang dilakukan oleh SETARA Institute di 94 Kota administratif di Indonesia pada 3 Agustus sampai 13 November 2015, Bogor menempati urutan pertama sebagai Kota yang paling tidak toleran di Indonesia. Laporan IKT SETARA Institute yang kedua tentang pada tahun 2017, kembali menempatkan Bogor dalam posisi ketiga terbawah dari 10 Kota dengan nilai toleransi terendah. Demikian pula dalam Laporan IKT tahun 2018,

2 Laporan Penelitian CSIS Proyeksi dan Efektivitas oleh Arya Fernandes. 3 Studi Indeks Kota Toleran ini disusun dengan menganalisis praktik-praktik toleransi terbaik kota-kota di Indonesia, dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama/berkeyakinan dijamin dan dilindungi melalui regulasi dan tindakan—di satu sisi—serta menyandingkannya dengan realitas perilaku sosial kemasyarakatan dalam tata kelola keberagaman Kota, khususnya dalam isu agama/keyakinan.

Page 15: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

15

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Kota Bogor masih menempati posisi ke 4 dari 10 Kota dengan nilai toleransi terendah. Penelitian ini dilakukan SETARA dengan menggunakan empat variabel pengukuran: kebijakan pemerintah yang mendorong terjadinya toleransi serta dialog lintas agama dan iman, ada tidaknya peristiwa intoleransi di kota tersebut, regulasi dan aksi pemerintah, apakah positif dan negatif atau diskriminatif, dan tentang kebijakan kota lewat berbagai program yang dilakukan pemkot termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) (DW.com). Walikota Bogor, Bima Arya mengakui di daerahnya masih terdapat kelompok-kelompok intoleran, termasuk yang menolak keberadaan GKI Yasmin (Viva.go.id.14 Agustus 2019).4

Demikian pula dengan Kota Makassar. Dengan kecenderungan sejarah pergerakan politik Islam, mungkin tidak terlalu mengejutkan ketika Makassar dianggap sebagai zona merah terkait dengan intoleransi. Dalam laporan IKT oleh SETARA institute, Makassar selalu berdampingan dengan Kota Bogor sebagai Kota dengan indeks toleransi terendah. Dalam laporan IKT tahun 2017 Kota Makassar menduduki no 8 dari 10 Kota dengan indeks toleransi terendah. Demikian pula dalam laporan IKT tahun 2018 Kota Makassar menempati posisi no 3 dari 10 Kota dengan indeks toleransi terendah. Sebagaimana juga dengan Kota Bogor, apa yang terjadi dengan Kota Makassar?

Mengacu pada referensi laporan IKT SETARA Institute, yang dimaksud dengan Kota Toleran dalam studi ini adalah kota yang memiliki beberapa atribut berikut:

1) Pemerintah kota tersebut memiliki regulasi yang kondusif bagi praktik dan promosi toleransi, baik dalam bentuk perencanaan maupun pelaksanaan.

2) Pernyataan dan tindakan aparatur pemerintah kota tersebut kondusif bagi praktik dan promosi toleransi.

3) Di kota tersebut, tingkat peristiwa dan tindakan pelanggaran kebebasan beragama/ berkeyakinan rendah atau tidak ada sama sekali.

4) Kota tersebut menunjukkan upaya yang cukup dalam tata kelola keberagaman identitas keagamaan warganya.

Isu-isu terkait intoleransi di dua kota tersebut hanya akan disampaikan secara garis besar dalam matrik tanpa deskripsi, hanya untuk membantu dasar pikir kaitan dengan rekomendasi program.

Kota Bogor Kota Makassar

1. Konflik pendirian rumah ibadah, penolakan Gereja Yasmin

1. Masih rendahnya sikap dan tindakan toleransi oleh pemangku kebijakan

2. Rendahnya sikap dan tindakan toleransi oleh pemangku kebijakan dan pemeluk agama

2. Tantangan masyarakat versus masyarakat dalam aksi tindakan intoleransi

3. Konflik internal agama dan rendahnya toleransi dalam menerima perbedaan

3. Kuatnya gerakan klaim kebenaran tunggal dalam paham beragama

4. Organisasi Kepemudaan dan Pemuda (OKP) tidak berperan aktif dalam menjaga kerukunan umat beragama

4. Penetrasi kelompok intoleran dalam pembuatan kebijakan pemerintah yang restriktif

5. Fanatisme dalam beberapa Organisasi Keagamaan

5. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) masih sebatas formalitas

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN AKTOR YANG RELEVAN DI KOTA BOGOR DAN MAKASSAR

Dari berbagai isu tersebut, faktor yang mempengaruhi tidaklah merupakan faktor tunggal dan tidak dapat dilihat secara linier. Benih-benih intoleransi tumbuh karena perubahan cara pandang beragama sehingga mengubah praktek beragama termasuk dalam cara pandang terhadap keberagaman sosial.

4 Walikota Bogor Bima Arya, telah menunjukkan itikad kuat untuk menyelesaikan kasus Gereja Yasmin dan

kebijakan dengan sensitive toleransi yang tertuang dalam RPJMD tahun 2019-2024 dengan memasukkan indeks toleransi dan turunannya ke dalam setiap SKPD

Page 16: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

16

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Sebagaimana trend di semua lini (bukan hanya dalam hal beragama), saat ini faktor lain yang sangat berpengaruh dalam penyebaran paham-paham yang menumbuhkan benih-benih intoleransi adalah media sosial dimana didalamnya sekaligus terkandung adanya hidden actor.

Di Bogor, salah satu aktor baru ini adalah munculnya ustadz seleb yang lebih banyak mengemas isu agama kedalam kemasan yang “entertain” atau menghibur, termasuk dengan "menggoreng” isu-isu dan fenomena sosial yang dibumbui dengan paham intoleransi. Aktor baru seperti ustadz seleb ini menjadi lebih populer dan diminati dibanding figur agamawan yang yang lebih “sejuk”, namun dianggap membosankan karena kurang kemasan “entertainment” tadi. Dengan dinamika dan mobilitas masyarakat yang tinggi, para ustadz seleb tersebut mendapatkan panggung-panggung dari luar kota Bogor seperti Kabupaten Bogor dan Cianjur. Selain itu, Kota Bogor sebagai lingkar luar Kota Jakarta, memudahkan mobilitas aktor lainnya untuk menguasai masjid-masjid di komplek-komplek perumahan yang kurang mendapat perhatian dari ormas-ormas moderat. Hal ini gilirannya membuka peluang bagi kawasan-kawasan ini untuk dipengaruhi oleh kalangan “intelektual kota” dengan misi penguasaan masjid sebagai ajang penyebaran paham intoleran. Dalam modus ini yang paling rentan terpengaruh adalah kaum perempuan ibu rumah tangga dan para pembantu rumah tangga.

Berdasarkan diskusi dengan narasumber di Bogor, ditemukan bahwa aktor-aktor moderat yang mempromosikan kerukunan dan toleransi serta penerimaan terhadap keberagaman sosial di Kota Bogor sebenarnya sangat banyak. Hampir semua tokoh di semua agama sebagaimana uraian dalam sejarah Kota Bogor, memiliki komitmen, tradisi dan praktek toleran dengan bukti-bukti rumah-rumah ibadah hampir semua agama yang telah berusia ratusan tahun dan pondok pesantren yang menjadi panutan kehidupan kerukunan antar agama. Demikian pula ormas-ormas agama seperti NU dan Muhammadiyah adalah ormas moderat yang mempromosikan toleransi dan keberagaman sosial.

Sebagaimana Kota Bogor, faktor yang mempengaruhi intoleransi di Kota Makassar pun tidak dapat dikatakan sebagai faktor tunggal, melainkan sangatlah kompleks dan saling bertautan. Secara umum, dapat dirasakan adanya perubahan dari cara dan paham beragama di Makassar. Sebagai contoh, pada masa lalu, tidak ada masalah untuk menyampaikan ucapan selamat natal. Namun saat ini berkembang paham yang tidak memperbolehkan umat Muslim untuk mengucapkan selamat nataldengan argumen “saya menghargai dan menghormati agama anda, tetapi saya tidak boleh mengucapkan selamat hari Natal”. Terlepas dari aspek ajaran agama, berkembangnya faham ini dapat mengindikasikan mulai lunturnya penerimaan terhadap keberagaman sosial. Faktor lain adalah munculnya tokoh-tokoh agama yang popular, seperti ustad-ustad sosial media yang cenderung konservatif namun berkharisma dan mampu mengemas dakwahnya secara menarik yang sangat memberi pengaruh yang kuat dalam membentuk pola pikir dan pemahaman keagamaan di masyarakat. Kondisi ini semakin diperkuat dengan semakin populernya media sosial sebagai ruang untuk membahas isu-isu keagamaan (diskusi dengan Bapak Yonggris pengurus DPD PERMABUDI SULAWESI SELATAN/ Bendahara FKUB). Diskusi dengan narasumber mengindikasikan bahwa aktor kelompok intoleran dan jumlah pelanggaran kebebasan beragama cukup banyak, termasuk aktor pemerintah yang kerap mengeluarkan kebijakan yang restriktif. Ada indikasi bahwa kelompok-kelompok intoleran ini bergerak secara terorganisir dan memiliki konsolidasi kepemimpinan yang efektif. Peristiwa 212 di Jakarta menjadi bahan bakar terhadap munculnya kelompok-kelompok intoleran di Makassar, seperti Pemburu Aliran Sesat, Brigade Muslim Indonesia, Aliansi Penjaga Moral Makassar. Di lain pihak, organisasi moderat di Kota Makassar sebenarnya juga sangat banyak. Namun ormas-ormas dan OMS moderat ini cenderung berjalan sendiri, tidak terkoordinasi dan masih banyak bersifat superfisial seperti bertemu dalam momen-momen seremonial. Namun peran aktif dalam dalam isu toleransi masih sangat reaktif seperti “pemadam kebakaran” (Diskusi dengan Iqbal, Direktur LAPAR).

ANALISA KOMPARASI PROGRAM YANG TELAH ADA

Laporan ini dilengkapi dengan matriks ini yang menyoroti garis besar program-program donor, OMS dan pemerintah.

Page 17: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

17

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

LEMBAGA DONOR PROFIL PROGRAM

1. USAID HARMONI

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI bekerja sama dengan USAID untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berdimensi kekerasan di Indonesia, yang diberi nama HARMONI. Program HARMONI akan dilaksanakan selama empat tahun, dimulai pada Juli 2018 silam. Kemenkumham sebagai pihak yang mengawasi program HARMONI berharap, agar output dari program empat tahun ini berdampak positif bagi Bangsa Indonesia. “Program-program HARMONI diharapkan dapat tepat sasaran, sehingga pihak-pihak terkait dapat merasakan dampak dari program ini (HARMONI), dan bahkan berkelanjutan dengan program berikutnya,” tandas Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama, Ajub Suratman dalam Rapat Rencana Kerja Tahun Pertama HARMONI, yang dilaksanakan di Hotel Arya Duta, Jakarta Pusat, Kamis (25/10/2018). (https://kemenkumham. go.id/berita/kemenkumham-ri-dan-usaid-merancang-rencana-kerja-tahun-pertama-proyek-harmoni)

2. UNDP/CONVEY • CONVEY (Countering Violent Extremism In Indonesia); dengan koordinator pelaksana oleh PPIM.

• Peace Generation sebagai salah satu implementator melalui program “Board Game for Peace” untuk mencegah keterlibatan anak muda dalam aksi radikalisme dan ekstremisme kekerasan. PeaceGen menggunakan media kreatif berupa board game, modul interaktif, dan video animasi sebagai penyampai pesan.

3. The Asia Foundation • Program Living Values Education. Menghidupkan Nilai-nilai. Ada 12 Nilai sebagaimana telah dirumuskan bersama dalam forum UNESCO,

• Program pendidikan HAM, toleransi dan keagamaan kerjasama dengan Asosiasi guru pendidikan agama Islam indonesia (AGPAII), dan Yayasan Cahaya Guru (YCG) (07/10/2019)

• Program Peduli /Pemerintah Australia, untuk mendorong inklusi sosial yang dikelola oleh The Asia Foundation. Peduli bekerja sama dengan 8 organisasi mitra payung di tingkat nasional dan 69 organisasi masyarakat sipil di 75 kota/kabupaten yang tersebar di 21 provinsi.

Organisasi Masyakarat Sipil

PROFIL PROGRAM

1. Peace Generation (PeaceGen)

• Agent of Peace mengajarkan dan menyebarkan nilai perdamaian di sekolah dan komunitas. Agent of Peace menjadi ujung tombak PeaceGen dalam menebarkan benih Perdamaian dengan 30 ribu agen tersebar di Indonesia.

• Program Sekolah Cerdas melalui sasaran komunitas sekolah dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dan pendidikan kebencanaan

dengan metode yang atraktif dan aplikatif.5

• Breaking Down The Walls, dengan sasaran siswa SMP dan SMA, sebagai platform untuk menumbuhkan dan merawat toleransi dan budaya damai serta pemahaman keragaman dalam bingkai persatuan Indonesia dan kemanusiaan.

5 Sekolah CERDAS menggunakan metode FIDS (Feel-Imagine-Do-Share) yang selanjutnya di adaptasi menjadi

CERDAS (Cermati dan Rasakan-Dambakan-Ambil Tindakan-Sebarkan). Dalam pelaksanaannya, program ini melibatkan Kakak CERDAS sebagai relawan yang memfasilitasi sekolah dalam mewujudkan sekolah yang ceria, damai dan siaga bencana.

Page 18: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

18

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

• Ayo Main, menyasar perangkat Sekolah Dasar. sekolah secara kontekstual dan komprehensif untuk membangun ketahanan masyarakat, melalui pendekatan intervensi berdasarkan prinsip-prinsip human security.

2. The Wahid Institute Pendampingan Pengurus Rohis di sekolah untuk menurunkan tingkat dukungan dan kesediaan individu atau kelompok untuk melakukan tindakan intoleran dan radikal.

3. Lakpesdam NU Kaderisasi komunitas inklusi. Mendorong inklusi sosial dengan Meningkatkan pelayanan publik untuk kelompok marginal, meningkatkan pemberdayaan dan penerimaan sosial serta mendorong kebijakan agar lebih inklusif.

4. PUSAD Paramadina • Penguatan Forum Kerukunan Umat Beragama (data base, advokasi, dialog) untuk memperkuat sumberdaya FKUB.

• Rangkaian workshop, “Melawan Hasutan Kebencian” (hate speech) di berbagai kota, dialog dan bedah buku “Hate spin”). Untuk memperkuat kapasitas dan kerjasama masyarakat sipil dalam menangkal hasutan kebencian. Memperkuat demokrasi di Indonesia dari ancaman intoleransi dan marginalisasi kelompok agama minoritas.

• Lokakarya Penyuluh Agama untuk menyebarkan model bina damai dan nirkekerasan di tingkat paling bawah, desa/kelurahan, menjangkau majelis-majelis taklim, perkumpulan, dan komunitas agama di masyarakat. .

5. GusDurian Penyebaran pesan-pesan damai, seminar, dialog, pernyataan sikap, advokasi. Untuk menanamkan sekaligus menyebarluaskan nilai-nilai toleransi di kalangan akar rumput. Kecaman keras semua aksi intoleransi dan tindak kekerasan yang dilakukan kepada pemeluk agama apapun. Penyadaran tentang Hak dan rasa aman dalam beribadah sebagai hak dasar bagi setiap warga negara.

6. Pusat Pengkajian Islam dan Masyara-kat (PPIM), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Riset-riset pendidikan keagamaan dan kehidupan keagamaan dan Penelitian tentang Intoleransi Guru Agama untuk endorsement kepada pemerintah agar meningkatkan perhatian terhadap kapasitas dan kualitas guru agama serta Survei intoleransi dan radikalisme, untuk mengukur tingkat intoleransi dan radikalisme serta faktor-faktor yang mempengaruhi intoleransi dan radikalisme.

7. Qoryah Thoyibah Dialog-dialog antar Kelompok Beragama dalam tema kehidupan seperti masalah Sumberdaya Alam, konservasi air, dll. Menyelesaikan masalah-masalah riil kehidupan secara bersama antar kelompok tanpa membedakan pilihan-pilihan keyakinan agama, pilihan politik dll

8 Habibie Center Program CERITA (Community Empowerment for Raising Inclusivity and Trust through Technology Application). adalah sebuah program yang memanfaatkan seni bercerita (storytelling) untuk melawan diskriminasi, mendorong inklusivitas dan membangun rasa saling percaya di masyarakat. Program CERITA mengumpulkan anak-anak muda yang aktif dan berasal dari beragam latar belakang agama, suku, ras, dan golongan dalam suatu workshop yang disebut Kafe CERITA. Peserta yang telah menyelesaikan workshop menyandang predikat sebagai Duta Cerita untuk mereplikasi workshop di komunitasnya masing-masing. Pertama kali diluncurkan pada April 2017, berangkat dari kekhawatiran akan semakin tingginya polarisasi yang terjadi di masyarakat. Meningkatnya rasa saling curiga, saling hujat, diskriminasi, dan radikalisme yang dipicu oleh penyebaran informasi yang tidak benar (terutama melalui media sosial), yang juga semakin mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Page 19: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

19

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

9. Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC)

Merupakan komunitas mahasiswa dari berbagai suku, etnis, dan agama yang memperjuangkan PERDAmaian di dalam segala keberagaman. Berdiri pada tahun 2012, saat ini YIPC sudah ada di 4 regional yaitu DIY-Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Salah satu program yang diadakan adalah Young Interfaith Peace Camp. Pada tahun 2017, Harapannya, pertemuan pemuda dari berbagai suku dan kepercayaan ini bisa meningkatkan PERDAmaian di Indonesia dan juga menularkan nilai damai ke lingkungan sekitarnya

LEMBAGA PEMERINTAH

PROFIL PROGRAM

1. Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)

Membahas masalah kontemporer yang sering terjadi terlebih lagi dan menerima masukan dari para pemuka agama serta memberikan rekomendasi kepada Kemenag pendirian rumah ibadah. Meredam potensi konflik pasca Pilpres dan Pileg 2019. Seruan dan kegiatan lintas agama bekerjasama dengan para pemuda dari berbagai agama yang ada di Kalbar

2 Kantor Presiden RI Statement Tentang Toleransi: Presiden Joko Widodo dalam pidatonya di Kongres Kebudayaan Indonesia yang diadakan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Ahad, 9 Desember 2018.; mengatakan toleransi dan kolaborasi penting dalam menghadapi kompleksitas lalu lintas budaya. "Kita harus membangun kesungguhan bersama untuk bertoleransi dan untuk berbagi. Kita harus menjaga agar interaksi tidak didominasi untuk berkontestasi semata, tetapi interaksi tersebut harus dilandasi jiwa toleransi dan semangat berbagi," kata Jokowi . Jokowi menuturkan orientasi kebudayaan juga jangan sampai keluar dari etos sehari-hari masyarakat Indonesia. "Harus diingat bahwa kontestasi kata tanpa toleransi akan memicu perang kata yang penuh dengan ujaran kebencian, saling menghujat, saling memfitnah seperti yang sering kita lihat akhir-akhir ini," ujarnya. ( https://nasional. tempo.co/read/1153770/kongres-kebudayaan-jokowi-singgung-toleransi-dalam-berkontestasi )

Pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila. Presiden Jokowi telah meresmikan pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2017. Dalam Perpres tersebut, dijelaskan fungsi UKP-PIP adalah membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, serta pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. Fungsi utama UKP-PIP adalah membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila.(https://m.jitunews.com/read/59860/pembentukan-unit-kerja-presiden-untuk-pembinaan-ideologi-pancasila)

3 BAPPENAS Moderasi Beragama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas, Slamet Soedarsono, mengungkapkan bahwa moderasi beragama merupakan salah satu isu bangsa yang dipandang penting dHal tersebut diungkapkan Slamet Soedarsono saat didaulat menjadi narasumber pada Rakernas Kemenag 2020, di Jakarta. Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa saat ini kondisi dunia dihadapkan pada masih lemahnya pemahaman dan pengamalan nilai agama yang moderat, inklusif, dan toleran. Ia mencontohkan masih ditemukannya paham ekstrimisme/ sektarianisme dan konflik antar umat beragama yang terjadi di berbagai belahan dunia. Menurutnya, hal ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk memperkuat kerukunan antar umat beragama. “Oleh karenanya, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk perlu melakukan

Page 20: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

20

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

penguatan pemahaman menghormati perbedaan, bersedia hidup bersama dalam sebuah komunitas yang beragam, mengedepankan nilai-nilai toleran dan inklusif.” Ia juga menambahkan, urgensi moderasi beragama dalam RPJMN juga didasarkan pada landasan Teologis bahwa setiap agama mengajarkan cinta kasih, hidup harmonis, penuh toleransi dan kesetaraan. Serta didasarkan pada best practice desa-desa yang masyarakatnya hidup harmonis meski memiliki latar belakang agama yang berbeda."Dengan demikian arah kebijakan yang diambil adalah memperkuat moderasi beragama. (https://www.moeslimchoice.com/read/2020/01/31/32376/ bappenas:-urgensi-moderasi-beragama-dalam-rpjmn-2020-2024)

4 MPR RI Program 4 Pilar MPR RI: Empat Pilar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) adalah empat landasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang terdiri dari landasan ideologi, konstitusi, persatuan dan kesatuan, dan semangat keberagaman sebagai modal sosial membangun kekuatan bangsa Indonesia.

Empat Pilar MPR RI disosialisasikan kepada seluruh Rakyat Indonesia berdasarkan amanat pasal 5 huruf a dan huruf b, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014[2] tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ditugasi untuk memasyarakatkan Ketetapan MPR, Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika kepada masyarakat di seluruh wilayah tanahair. (https://id.wikipedia.org/wiki/Empat_Pilar_Majelis Permusyawaratan_Rakyat_Republik_Indonesia)

Salah satu realisasi dari program 4 Pilar sebagaimana diberitakan di Kumparan, BEM Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya bersama Forum Silaturahmi Alumni BEM Nusantara menyelenggarakan Kuliah Kebangsaan dengan Tema Peran 4 Pilar Kebangsaan Dalam Menangkal Radikalisme Dan Intoleransi. Acara tersebut menghadirkan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Dr. Ahmad Basarah, MH sebagai narasumber yang menyampaikan materi berkaitan dengan 4 Pilar Kebangsaan. Peran 4 Pilar Kebangsan dalam menangkal radikalisme dan intoleransi sangat diperlukan dan penting. Pemahaman peran dan fungsi 4 Pilar Kebangsaan harus dilakukan secara intensif, terstruktur, sistematis, dan masif . Di perlukan pemahaman secara khusus dalam dunia Pendidikan mulai dari sekolah dasar, menengah serta perguruan tinggi. 4 Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika inilah yang dapat membendung paham-paham radikalisme dan intoleransi tersebut. Perlu diketahui bersama bahwa peran 4 Pilar Kebangsaan yang dapat mempersatukan beragam suku, bangsa dan agama . Peran 4 Pilar Kebangsaan lah yang menyatukan Nusantara dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga pulau Rote. (https://kumparan.com/kumaparan/kuliah-kebangsaan-peran-4-pilar-kebangsaan-dalam-menangkal-radikalisme-dan-intoleransi-1527757223530/full)

4 KEMENDIKBUD Penguatan Peran Pengawasan Internal Sekolah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerja sama dengan Maarif Institute dalam upaya melawan intoleransi dan radikalisme yang rentan terjadi di sekolah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan

Page 21: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

21

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

melakukan penguatan peran pengawasan internal sekolah dalam bentuk pelatihan intensif.

Pelatihan membahas peningkatan kapasitas pengetahuan, metode dan pencegahan infiltrasi anti-kebhinekaan. "Melalui program ini, pengawas internal sekolah dipacu untuk mengenali, mendeteksi, mengawasi dan berperan aktif dalam mencegah penetrasi intoleransi dan radikalisme," ujar Inspektur Jendral Kemendikbud Muclis R. Luddin di Jakarta, Rabu 9 Oktober 2019. Pengawasan yang didorong maksimal salah satunya berupa kinerja kepala sekolah, guru dan tenaga kerja. Tujuannya agar pembelajaran di sekolah menjadi optimal dan aman bagi siswa. (https://nasional.tempo.co/read/1257710/kemendikbud-dan-maarif-institute-kerjasama-tangkal-intoleransi)

6 Kementerian Keuangan

Program Penerapan Toleransi:

Mengulang sukses program tahun 2018 lalu, Kemenkeu melalui sekolah Politiknik Keuangan Negara-STAN yang bekerja sama dengan Sabang Merauke, kembali menyelenggarakan Seminggu Bersama Keluarga Kemenkeu (SBKK). Program ini merupakan sebuah program pertukaran pelajar antardaerah di Indonesia yang melibatkan pejabat/pegawai Kementerian Keuangan untuk menjadi keluarga asuh. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa persepsi mengenai kesukuan itu muncul bersamaan dengan stereotype. Program ini bertujuan untuk mempromosikan nilai toleransi, pendidikan, dan ke-Indonesiaan. Program ini dibuka untuk siswa/siswi SMP usia 14-15 tahun yang berdomisili di luar Jabodetabek. Ada lebih dari 300 pendaftar dari Sabang sampai Merauke dan terpilih 15 anak dari 13 provinsi. “Mengenal perbedaan adalah experience. Toleransi itu tidak hanya untuk diceritakan tapi untuk diterapkan dan dirasakan,” jelas Menkeu. Program SBBK dimulai pada Sabtu, 6 Juli 2019 dan akan berlangsung selama satu minggu. Selama mengikuti program ini, Adik Bineka (sebutan bagi peserta SBBK terpilih) didampingi oleh Kakak Bineka yang berasal dari mahasiswa Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN dan menginap di rumah pejabat Kementerian Keuangan, dosen PKN STAN, atau widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan (BPPK) yang berperan sebagai Keluarga Bineka. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/kemenkeu-meny emai-toleransi-generasi-muda-indonesia-dengan-program-seminggu-bersama-keluarga-kemenkeu/

Kementerian Agama Buku Moderasi Beragama Ada tiga bagian utama yakni: Kajian Konseptual Moderasi Beragama;

Pengalaman Empirik Moderasi Beragama; serta Strategi Penguatan dan Implementasi Moderasi Beragama. Bagian pertama berisi penjelasan konseptual terkait moderasi beragama, Bagian kedua membahas latar belakang dan konteks sosio-kultural pentingnya moderasi beragama, serta contoh implementasinya dalam pengalaman empirik masyarakat Indonesia. Bagian ketiga memetakan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam melakukan penguatan dan implementasi moderasi beragama. Penguatan moderasi beragama ini dilakukan dengan tiga strategi utama, yakni: pertama, sosialisasi gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada seluruh lapisan masyarakat; kedua pelembagaan moderasi beragama ke dalam program dan kebijakan yang mengikat; dan ketiga, integrasi rumusan moderasi beragama dalam RPJMN 2020-2024. https://adminku.kemenag.go.id/public/data/files/users/5/MODERASI_BERAGAMA.pdf

Pelatihan Teknis Agen Perubahan di Pusdiklat Tenaga Administrasi:

Page 22: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

22

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

“Agen perubahan adalah orang yang menghubungkan antara sumber perubahaan, baik itu inovasi maupun kebijakan organisasi dengan target perubahan,”. Menurut Kaban setiap perubahan itu membutuhkan sejumlah individu untuk menjadi role model atau pemandu proses berjalannya perubahan dalam suatu organisasi, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Selanjutnya, Kaban memaparkan mengenai peran Agen Perubahan. “Ada beberapa peran agen perubahan, antara lain membangun kesadaran pentingnya perubahan, media penukar informasi, mengidentifikasi masalah, mendorong niat perubahan, mentransformasikan niat menjadi nyata, merawat adopsi values baru dan mencegah pembatalan adopsi, dan menciptakan agen perubahan baru dari target perubahan. “Fenomena radikalisme bukan representasi mayoritas umat beragama di Indonesia yang ramah, santun, dan toleran. Oleh karena itu, radikalisme perlu dicegah dengan pembinaan umat yang efektif melalui pendidikan kebangsaan dan keagamaan,” ujar Kaban. Dalam perspektif litbang dan diklat, menangkal intoleransi dan radikalisme adalah dengan produk kediklatan seperti Diklat Revolusi Mental, Diklat Kerukunan, Diklat Moderasi Beragama, dan Buku Moderasi Beragama. (https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/kaban-ancaman-utama-saat-ini-intoleransi-dan-radikalisme)

Page 23: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

23

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

BAGIAN 2: REKOMENDASI DAN STRATEGI PENGARUSUTAMAAN -

REKOMENDASI UMUM KEPADA PROGRAM MADANI Penyusunan rekomendasi program untuk diadopsi atau diadaptasi di wilaya tertentu atua

pengarusutamaan tema MADANI ini di setiap lokasi merupakan akumulasi dari berbagai informasi dan

analisa yang diperoleh dari:

• Pertama dari hasil kajian dan pemetaan situasi toleransi secara nasional dan global, yang mencakup hasil-hasil kajian berbagai lembaga survei, Perguruan Tinggi, OMS, Pemerintah, dan Donor.

• Kedua analisa komparatif dari berbagai inisiatif program dan pengalaman yang telah dilakukan dalam waktu-waktu sebelumnya maupun program yang masih berlangsung hingga saat ini. Bagian ini mencakup jenis atau profil singkat program, tujuan, hasil dan sumber-sumber/produk pengetahuan.

• Ketiga laporan tentang mitra daerah MADANI terkait dengan toleransi komunal, yang berisi analisa masalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dan aktor-aktor yang relevan.

Sumber informasi tersebut sebagai konsideran dalam menyusun rekomendasi dalam laporan ini. Ditambah dengan pertimbangan temuan utama dari analisa komparasi berupa berbagai program lembaga-lembaga yang ada yang telah mengembangkan berbagai inisiatif penguatan toleransi. Bagi MADANI, pertanyaan kuncinya adalah; dari sekian banyak program-program tersebut, program apa yang paling mungkin bisa dilakukan oleh MADANI bersama dengan Lead Partner MADANI di daerah Bogor dan Makassar? Selain itu, bagaimana proses pengarusutamaan dapat dilakukan oleh tema program MADANI secara umum? Untuk sampai pada usulan program dan kegiatan, diperlukan sebuah framing strategi dalam hal ini sebagai landasan program MADANI berupa sebuah basic perspektif yaitu; bahwa nilai dasar toleransi dan demokrasi terkandung di dalamnya hak demokratik dari setiap warga negara untuk mengekspresikan diri termasuk agama dan keyakinannya yang dijamin oleh konstitusi. Dalam hak demokratik, kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat adalah isu yang crucial atau penting sehingga negara berkewajiban melindungi hak kebebasan setiap warga negara secara adil. Terkait dengan hal ini Haikal Kurniawan dalam diskusi webinar tentang “Kebebasan dalam Masyarakat yang Semakin Religius” pada 13 Mei 2020 yang diadakan oleh Jurnalis SEJUK mengungkapkan bahwa “ruang kebebasan yang dibuka lebar juga dapat menimbulkan dampak negatif. Salah satunya adalah meningkatnya kehadiran kelompok-kelompok radikal dan Intoleran di ruang publik. Kelompok-kelompok ini, yang sebelumnya direpresi oleh rezim Orde Baru, mendapat kesempatan dan angin segar yang dibawa oleh reformasi. Kelompok keagamaan radikal ini lantas gemar menebar ancaman hingga melakukan tindakan kekerasan terhadap kelompok-kelompok lain yang berbeda. Selain itu, tingkat religiusitas masyarakat Indonesia terlihat juga meningkat pasca reformasi.” Lebih lanjut Haikal mengajukan pertanyaan mengenai hubungan antara toleransi dan kebebasan beragama dengan kebebasan berekspresi. Toleransi dan kebebasan beragama di Indonesia merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga. Namun, lantas bagaimana menyelaraskan perlindungan kebebasan beragama, tapi pada saat yang sama juga tidak melanggar kebebasan berekspresi kelompok-kelompok yang dianggap radikal? Menjawab pertanyaan tersebut, Saidiman Ahmad (peneliti SMRC) mengatakan bahwa kebebasan yang dimaksud sering disalahpahami oleh banyak orang sebagai kebebasan untuk melakukan hal apapun yang diinginkan, sedangkan kebebasan yang dimaksud, dalam tataran hak sipil, adalah bebas dari ancaman dan tindakan kekerasan dari orang lain terhadap diri kita untuk menyuarakan pendapat, berkumpul, atau menjalankan kegiatan keagamaan.

Page 24: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

24

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Dalam diskusi tersebut, Asfinawati (Ketua Umum YLBHI) mengatakan bahwa bila kita membela kebebasan, maka kita juga harus membela kebebasan kelompok-kelompok lain yang berseberangan dengan keyakinan kita untuk menyuarakan pendapatnya. Oleh karena itu, cara terbaik untuk melawan radikalisme adalah dengan membuka ruang kebebasan berekspresi sebebas mungkin, bukan dengan menangkap seseorang atau membubarkan organisasi tertentu. Apabila kebebasan berekspresi dibuka dengan bebas, maka kelompok-kelompok moderat memiliki kesempatan yang sama untuk menawarkan diskursus dan memberikan counter argument terhadap pandangan-pandangan dari kelompok radikal. Bila negara mengkriminalisasi tokoh-tokoh keagamaan yang dianggap radikal karena pandangan yang mereka utarakan, maka mereka akan semakin berpegang kuat terhadap keyakinannnya dan bahkan menjadi martir dan pahlawan bagi para pengikutnya. Hal tersebut sama sekali tidak akan membantu untuk memperkuat perlindungan terhadap kebebasan beragama dan toleransi di Indonesia. Highlight diskusi tersebut, menyisakan suatu “pekerjaan rumah” bagi pejuang toleransi. Bahwa ruang-ruang toleransi itu adalah juga ruang hak bagi kelompok-kelompok lain yang berseberangan dengan keyakinan kita untuk menyuarakan pendapatnya. Jika terjadi pelanggaran hukum maka seyogyanya menjadi kewenangan negara untuk hadir dalam penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran dari hak-hak kewargaan termasuk hak kebebasan beragama dan berkeyakinan serta tindakan-tindakan intoleransi dan bukan menjadi wilayah sesama warga negara lain untuk main hakim sendiri karena klaim kebenaran tunggal yang menegasikan hak pihak lain. Namun dengan banyaknya kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dilaporkan oleh berbagai lembaga, mengindikasikan masih bahwa klaim kebenaran tunggal dari kelompok intoleran dan tindakan vigilante masih sangat tinggi.

Oleh karena itu perumusan tujuan program tema toleransi yang berbasis penguatan kapasitas OMS dalam Simpul Belajar MADANI, dibangun dengan suatu dasar pikir, bahwa skema kerja OMS tidak boleh memiliki instrumen atau infrastruktur yang berorientasi untuk membungkam pihak manapun, termasuk pihak yang menyebarkan paham intoleransi. Berangkat dari sini, usulan pendekatan MADANI dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1. Memperluas ruang-ruang keberagaman atau penerimaan sosial sebagai upaya memperkecil

pengaruh intoleransi terhadap komunitas MADANI.

2. Memperbanyak aktor-aktor atau agen/duta toleransi yang mempromosikan keberagaman

sosial dan nilai-nilai toleransi sebagai warga aktif.

3. Memperkuat pemahaman tentang toleransi dan kemampuan mengidentifikasi tindakan-

tindakan intoleran agar komunitas MADANI memiliki daya tahan atau imunitas terhadap

provokasi, ujaran kebencian dan penyebaran paham-paham intoleran.

4. Penyebaran paham toleransi dan keberagaman sosial dan kontra narasi sehingga terjadi

penguatan kohesi sosial dan solidaritas masyarakat sebagai satu bangsa yang majemuk.

Hasil kerja dari program tema toleransi MADANI di Kabupaten/kota tertentu serta proses pengarusutamaan adalah terkonsolidasinya OMS partisipan Forum Belajar MADANI untuk turut mendorong tatanan masyarakat toleran yang ditandai dengan sikap toleran sebagai kesadaran dan praktek secara konsisten dan didukung dengan pengetahuan mendalam tentang toleransi. Tatanan masyarakat toleran tersebut menggambarkan adanya kerjasama kewargaan, tolong menolong, saling menghormati, menghargai perbedaan, menjaga prinsip dialog dan musyawarah, berlaku adil terhadap sesama serta kesadaran akan kesamaan tanggungjawab semua golongan dalam membangun bangsa. Imajinasi hasil kerja MADANI secara kinerja diusulkan didukung oleh:

1. Rekrutmen sebanyak-banyaknya relawan/duta-duta toleransi dari kaum muda milenial dan kelompok perempuan, dengan sumber rekrutmen dari OMS partisipan Simpul Belajar dan yang terundang dalam acara-acara kreatif MADANI.

Page 25: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

25

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

2. Tersedia rumusan nilai atau “credo” seperti rumusan nilai toleransi atau kerangka etik yang akan menjadi pedoman bagi OMS dan khususnya Relawan MADANI/Duta-Duta Toleransi.

3. Tersedia modul-modul workshop atau training peningkatan kapasitas dengan desain kreatif yang mampu menumbuhkan militansi para peserta.

4. Tersedia semacam sertifikat Duta Toleransi dengan “ID Card” disertai “Content of Values” Toleransi atau credo untuk mengikat rasa bangga atau “in group feeling” , sebagai bagian dari komunitas MADANI. Sertifikat atau “ID” diberikan hanya kepada alumni kegiatan pertemuan/pelatihan/workshop dan dapat dikeluarkan oleh Lead Partner atau OMS dan diketahui oleh Kantor Kespangpol Daerah setempat sebagai suatu bentuk pengakuan6.

5. Produksi beragam toolkits/media kreatif/infografis/factsheet untuk beragam acara serta kebutuhan pengarusutamaan dan media campaign, baik produksi online dan offline yang bisa disepakati bersama oleh Lead Partner dan OMS partisipan Simpul Belajar.

6. Link jaringan media sosial seperti Whatsapp Group bagi Duta Toleransi Muda, dan Perempuan Duta Toleransi yang dapat dikelola oleh admin Lead Partner atau OMS sehingga semua Relawan dapat terhubung dan saling menguatkan, sharing pengalaman serta informasi dalam “satu rumah bersama MADANI.”

Secara kinerja, pencapaian hasil kerja MADANI dapat diukur dengan beberapa indicator kinerja sebagai berikut sehingga dapat menyumbang sebagai quick win hasil kerja secara keseluruhan: 1. Tumbuhnya militansi dari semua pihak yang terlibat dalam program MADANI yang didukung

oleh kapasitas pemahaman mendalam tentang toleransi dan sebagai daya imbang dari militansi kelompok intoleran.

2. MADANI menjadi pusat belajar tentang toleransi dan sebagai trendsetter serta icon dari promosi tentang toleransi yang didukung oleh terbentuknya komunitas – komunitas OMS partisipan Simpul Belajar sebagai inner circle.

3. Sejumlah suporter/relawan sebagai “sahabat MADANI” yang tersebar di komunitas OMS yang terdiri dari Agen/Duta Muda Toleran serta Kelompok Perempuan Agen/Duta Toleransi sebagai active citizen atau warga aktif yang mensupport penyebaran paham dan sikap bertoleransi.7

4. Simpul Belajar sebagai wadah konsolidasi dan pengorganisasian agenda-agenda OMS sebagai penebar benih-benih toleransi secara aktif untuk mengimbangi kelompok intoleran yang terorganisir dan terkonsolidasi.

5. OMS partisipan Simpul Belajar dan komunitasnya menjadi leading institution bagi transformasi8 yang lebih luas mulai dari kesadaran individu menjadi kesadaran kolektif yang memiliki daya tahan (resilience) dan daya tangkal terhadap gencarnya penyebaran paham intoleran.

6. Tersebarnya informasi, cerita, kisah-kisah, sejarah klasik atau profil tokoh terkait kerukunan dan toleransi sebagai kontra narasi dalam ranah media sosial sehingga toleransi menjadi sebuah harapan positif dan kepercayaan gambaran tentang Indonesia.

7. Sejumlah agenda advokasi dari OMS terhadap kebijakan pemerintah yang intoleran dan restriktif.

6 Mungkin dapat di create secara kreatif dan berisi konten Credo Toleransi. 7 Belajar dari trendsetter yang dilakukan oleh jaringan Kaukus 17++ sebagai penggerak Forum Warga dengan

icon perspektif “another democracy is possible” dan logo sandal jepit berbeda warna sebagai simbol demokrasi bagi grass root sebagai active citizen. 8 Proses transformasi menjadi kata kunci penting dari testimony Wawan/LBH Makassar dan Ibu Linda/Aisyiah Makassar, bahwa ketidakpamahan, membuat seseorang mudah terbawa arus dan terpapar, dan bahwa interaksi dan pergaulan yang lebih luas dan terbuka membuat seseorang mengalami perubahan.

Page 26: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

26

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN TOLERANSI DI MADANI

Apa yang akan diarusutamakan di MADANI? Diperlukan “sesuatu” yang menjadi konten pengarusutamaan. Sesuatu itu adalah jiwa, ruh, semangat, berupa nilai toleransi, kerukunan dan keberagaman sosial yang melandasi setiap tema program MADANI. Artinya setiap actor dan mitra yang terlibat dalam program MADANI, terikat dengan nilai toleransi yang dikembangkan shingga kegiatan-kegiatan tema MADANI merupakan perwujudan toleransi atau keberagaman sosial itu sendiri. Oleh karena itu, pertanyaannya disini adalah: bagaimana nilai toleransi atau keragaman sosial tersebut dapat tersampaikan dan bisa diintegrasikan dalam tema-tema lain dalam program MADANI dan kepada setiap pihak yang terlibat dalam program dan kegiatan MADANI?

Pengarusutamaan toleransi dapat diartikan sebagai strategi pengarusutamaan nilai, perspektif dan praktik bertoleransi sebagai bagian yang melekat dalam kehidupan sehari-hari dan kebutuhan bersama kelompok masyarakat untuk menjaga keberagaman sosial sebagai suatu realitas. Proses pengarusutamaan merupakan upaya untuk meneguhkan dan menguatkan kembali sikap toleransi dan keberagaman sosial dalam tata kelola kehidupan bersama para pihak di MADANI melalui proses penyadaran, edukasi dan internalisasi sehingga toleransi menjadi gerakan sosial.

Dalam proses pengarusutamaan masyarakat toleran maupun aksi program MADANI, perlu disepakati dan dirumuskan bersama Lead Partner dan Simpul Belajar (Learning Forum) konten utama untuk mempromosikan toleransi yang akan menjadi jiwa atau ruh program. Sebagaimana di posting oleh blogkalimana.com pada 11 Juli 2017. Salah satu referensi adalah nilai-nilai universal yang diterima oleh semua golongan , tidak dibatasi oleh suku, ras, daerah, budaya, agama ataupun kepercayaan kelompok lainnya. Sebuah proyek penelitian, dalam rangka perayaan ulang tahun PBB yang ke-50 meneliti apa saja nilai-nilai universal yang ada pada setiap orang, tak peduli suku, ras, agama, dan bahasanya. yang dapat menjadi pegangan bersama dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Penelitian yang melibatkan berbagai orang di seluruh dunia tersebut melahirkan 12 nilai universal yang disebut sebagai “Living Values”, yaitu:

1. Kedamaian (Peace) 2. Penghargaan (Respect) 3. Tanggung Jawab (Responsibility) 4. Kebahagiaan (Happiness) 5. Kebebasan (Freedom) 6. Toleransi (Tolerance) 7. Kerjasama (Cooperation) 8. Cinta kasih (Love) 9. Kesederhanaan (Simplicity) 10. Persatuan (Unity) 11. Kejujuran (Honesty) 12. Kerendahan hati (Humility) Strategi utama pengarusutamaan adalah toleransi tidak hanya dibicarakan namun dipraktekan. Bagaimana menjadikan semua pihak yang terlibat dalam semua tema program MADANI memiliki diskursus tentang toleransi sebagai basis kerja atau perspektif (dengan analogi sebagaimana dalam pengarusutamaan gender)? Hal tersebut dapat ditempuh melalui tata kelola (governance) yang sudah terintegrasi dalam mekanisme, peran dan fungsi Simpul Belajar MADANI (Learning Forum), dimana setidaknya harus ditandai dengan dua indikator; pertama inklusifitas pengelolaan Simpul Belajar yang harus merepresentasikan semua kelompok agama dan OMS selain kelompok sektoral tematik masing-masing. Kedua aktivasi Simpul Belajar sebagai icon dari praktek toleransi.

Indikator pertama dapat dicapai melalui representasi partisipan Simpul Belajar yang ditandai dengan pelibatan semua OMS yang bergerak dalam isu agama untuk bersama-sama terlibat dalam isu tematik MADANI. Indikator kedua, diperlukan semacam media informasi singkat namun komprehensif yang

Page 27: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

27

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

dirancang sebagai perspektif MADANI tentang toleransi. Yang terpenting dari media informasi ini adalah konten yang menjadi perspektif kerja MADANI yang menggambarkan nilai-nilai universal yang menunjukkan penghargaan dan penerimaan sosial atau keberagaman sosial sebagai credo Simpul Belajar. Credo hanya dapat dicapai dengan narasi verbal, sebagai contoh; sebagai bukti bahwa Simpul Belajar bukan institusi teknokratik, maka proses forum dapat mendekatkan forum dengan realitas melalui mengadopsi tradisi-tradisi lokal seperti memulai kegiatan dengan membaca doa bersama yang bisa dilakukan oleh wakil partisipan antar agama dengan bergantian secara guyub.

Pengarusutamaan seperti itu, sekaligus bertujuan sebagai proses penyadaran dan edukasi internalisasi toleransi dan penerimaan sosial. Contoh lain adalah dengan mengadopsi khazanah kontra narasi intoleran, dengan revitalisasi secara verbal sebuah ungkapan 3 jenis persaudaraan atau solidaritas sebagai credo pengarusutamaan, yaitu persaudaraan setanah air, persaudaraan kemanusiaan dan persaudaraan antar agama atau dapat pula mengadopsi nilai-nilai lokal yang dapat digali dan disepakati bersama partisipan Simpul Belajar. Inti dari pengarusutamaan tema toleransi adalah bagaimana toleransi menjadi gerakan sosial. Partisipan Simpul Belajar adalah warga aktif yang secara sadar memiliki misi untuk menumbuhkan moralitas dan militansi untuk memperluas ruang-ruang penerimaan sosial, menghargai adanya perbedaan, memperkuat solidaritas dan kohesi sosial sebagai satu bangsa yang majemuk.

Gerakan intoleransi, sebagai benih dari radikalisme dan terorisme, saat ini terorganisir secara nyata dan digerakkan oleh aktor-aktor atau agen-agen yang militan dengan sistem komando. Maka isu yang penting dari pengarusutamaan toleransi adalah bagaimana pelibatan OMS dalam Simpul Belajar sejak awal dibangun dengan semangat yang out of the box, terutama bahwa MADANI adalah bukan sekedar proyek semata, namun merupakan sebuah “gerakan sosial” yang terkonsolidasi dan terorganisir sehingga memiliki militansi yang mampu menandingi militansi para kaum intoleran. Tanpa mengganggu “komponen proyek” dari MADANI, untuk mencapai terjadinya sebuah gerakan sosial maka partisipan Simpul Belajar MADANI harus diajak untuk memiliki agenda bersama dalam konteks toleransi.

1. MADANI “TOLERANCE SAFEGUARD POLICY”

Ide tentang MADANI “Tolerance Safeguard Policy”, seperti meminjam “anti-corruption policy” yang telah melekat dalam pemahaman umum. Pada masa lalu, diksi tentang transparansi dan akuntabilitas, masih asing bagi komunitas Indonesia. Namun sejak reformasi hingga saat ini, kedua kata tersebut telah dipahami dan dipraktekkan sebagai suatu syarat keharusan arus zaman dan kebutuhan. Transparansi dan akuntabilitas telah menjadi syarat yang memiliki daya paksa secara hukum sekaligus menjadi kerangka etis bagi setiap orang dan lembaga. Walaupun pada awalnya diberlakukan dengan paksaan dan dorongan, dan hingga saat ini kasus-kasus korupsi masih menjamur, namun mayoritas orang telah memiliki kesepakatan yang luas bahwa korupsi adalah merupakan pelanggaran berat bagi kemanusiaan.

Jadi, seiring dengan logika ini, MADANI “Tolerance Safeguard Policy” dapat diaspirasikan sebagai bagian dari pakta integritas dan kerangka etis dari semua yang terlibat dalam program MADANI. Dengan mengundang dan melibatkan sebanyak-banyaknya Relawan/Duta Toleransi atau MADANI Society, disertai dengan usaha untuk membangun militansi, diharapkan akan mendorong praktik toleransi yang kuat di dalam keseharian kinerja organisasi MADANI dan komunitas tempat MADANI bekerja, sehingga pada suatu saat sebagaimana tindak korupsi, maka tindakan intoleransi pun akan dianggap sebagai sebuah cacat sosial dan pelanggaran bagi kemanusiaan sehingga menimbulkan rasa malu bagi pelakunya.

Tujuan:

Mendorong dan meneguhkan komitmen praktek toleransi dan keberagaman sosial sebagai kewajiban OMS partisipan Simpul Belajar melalui kebijakan pengamanan yang tegas dan mengikat bahwa toleransi sebagai syarat etis yang mutlak bagi para pihak yang terlibat dalam program MADANI.

Page 28: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

28

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Hasil:

1. Rumusan pakta integritas standar “Tolerance Safeguard Policy” yang memuat alasan dan tujuan serta kerangka operasional dari kebijakan pengamanan tersebut.

2. Kesadaran bahwa pengarusutamaan etika toleransi memerlukan daya dorong yang lebih kuat karena gencarnya upaya kelompok intoleran yang terorganisir.

3. Perluasan ruang-ruang rekognisi sosial dengan keterikatan OMS dan komunitasnya sebagai warga yang aktif dalam pencegahan tindakan intoleran.

4. Diskursus tindakan intoleransi sebagai sebuah cacat sosial bagi kemanusiaan.

2. PELATIHAN LEAD PARTNER UNTUK PEMAHAMAN DAN OPERASIONALISASI SKEMA PENGARUSUTAMAAN TOLERANSI Tujuan:

Lead Partner memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu toleransi dari berbagai aspek, kapasitas untuk melakukan pemetaan dan analisis situasi toleransi di daerahnya, menyepakati skema mainstreamimg dan mengawal mekanisme pengarusutamaan toleransi tersebut bersama OMS lainnya dalam pelaksanaan Simpul Belajar.

Hasil:

Komitmen dan kesiapan Lead Partner bersama OMS dan peserta Simpul Belajar lainnya untuk menjiwai skema pengarusutamaan toleransi dan pelaksanaan program sehingga strategi pengarusutamaan dan tujuan-tujuan program tema toleransi dapat tercapai dan menjadi sebuah gerakan sosial, menjadikan Simpul Belajar menjadi “ikon” gerakan toleransi.

3. AKTIVASI LEARNING FORUM SEBAGAI “IKON” PRAKTEK TOLERANSI Tujuan:

Menciptakan tradisi-tradisi yang mencerminkan contoh praktek baik dari toleransi dalam kegiatan-kegiatan MADANI dan Simpul Belajar.

Hasil:

1. Kegiatan-kegiatan MADANI dan Simpul Belajar sebagai ruang dimana toleransi dipraktekkan 2. Tools kit atau penerapan semacam “protokol toleransi” sebagai instrumen setiap kegiatan

yang mencerminkan keberagaman sosial. 3. Hasil-hasil workshop dan agenda tindak lanjut OMS

4. PENGINTEGRASIAN TEMA TOLERANSI KEDALAM TEMA MADANI Tujuan:

Tema MADANI terintegrasi dengan tema toleransi sebagai perspektif melalui tools kit toleransi yang dirancang khusus sebagai instrumen bersama.

Hasil:

1. Spirit toleransi menjadi praktik baik yang disepakati bersama. 2. Tools kit toleransi sebagai instrumen setiap kegiatan

5. MARKAS TOLERANSI SEBAGAI PENGARUSUTAMAAN DISKURSUS DAN PRAKTEK

Gagasan tentang Markas Toleransi berasal dari program OMS Basolia Kota Bogor yang sudah berjalan, yaitu Café Toleransi. Mengingat keberhasilan yang dicapai, maka opsi adanya sebuah “Markas Toleransi” dimungkinkan bagi daerah untuk diadopsi dan diadaptasi dengan model yang sesuai

Page 29: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

29

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

dengan konteks lokal. Intinya adalah tersedianya sebuah ruang dimana pengarusutamaan diskursus tentang toleransi dapat dicapai dan dipraktekkan secara langsung oleh komunitas MADANI dan OMS Simpul Belajar serta masyarakat umum. Markas atau pilihan diksi lain, yang terpenting adalah pemanfaatan sebuah ruang bersama bagi semua pihak yang terlibat dalam program MADANI yang dapat mempertemukan para suporter militan toleransi untuk setiap saat dapat berkoordinasi dan saling berbagi informasi, baik secara formal terjadwal maupun informal tidak terjadwal. OMS partisipan Simpul Belajar juga dapat menggali sumberdaya, termasuk sumberdaya eksternal jika gagasan markas dianggap sebagai kebutuhan model pengarusutamaan yang tepat, termasuk menciptakan kegiatan dan acara kreatif yang dapat mengundang komunitas umum untuk turut terlibat dalam promosi toleransi.

REKOMENDASI PROGRAM UNTUK DIADAPTASI DAN DIADOPSI DI KABUPATEN/KOTA TERTENTU

Uraian berikut adalah rekomendasi program untuk MADANI daerah awalnya untuk Bogor dan Makassar, dan barangkali di K/K lain. Usulan-usulan masih banyak bersifat daftar ide awal untuk kemudian digunakan sebagai bahan diskusi lebih lanjut untuk diadopsi sesuai dengan kerangka proyek yang akan dilaksanakan oleh Lead Partner. Selain itu daftar ide awal ini masih diasumsikan dapat dilaksanakan di Bogor maupun di Makassar. Draft ini masih akan memerlukan proses koreksi dari Tim MADANI dan akan menjadi input bagi revisi yang masih dimungkinkan dalam laporan yang akan datang.

Berdasarkan pembelajaran dan temuan penting dari beberapa hasil survei kajian dan analisis serta komparasi program-program yang telah dilaksanakan oleh berbagai lembaga yang ada dalam rekomendasi ini usulan program/kegiatan didesain berdasarkan kelompok- kelompok prioritas yang menjadi sasaran utama program toleransi, karena program yang actionable sangat tergantung pada target strategisnya. Berdasarkan pembelajaran tersebut, target-target strategisnya adalah sebagai berikut:

1. TARGET KELOMPOK MUDA MILLENNIALS.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan bahwa kaum muda dan kelompok perempuan, rentan terpapar intoleransi. Dari diskusi dengan narasumber di Bogor dan Makassar, target kaum muda merupakan target prioritas yang direkomendasikan.

Generasi muda adalah masa depan bangsa. Mereka yang akan menentukan kelanjutan sejarah bangsa dengan berbagai kemungkinan perkembangan dan perubahannya. Ada dua kategori atau sebutan dalam kelompok orang muda: Pertama yang disebut sebagai kelompok Millenials untuk kategori orang muda yang lahir tahun 1981-1994 dan saat ini berada pada usia 25-38 tahun. Kelompok millennial ini dapat dibagi lagi kedalam 2 kategori, yaitu: Generasi Y1 (berusia 26 -30 tahun) dan Generasi Y2 (usia 31 - 38 tahun). Meskipun dianggap kelompok orang muda, kelompok millennials sudah masuk kelompok produktif sebagai pekerja usia muda, dan sebagian telah menjadi orang tua (Tirto.id; Aulia Adam - 29 April 2017). Kelompok kedua adalah kelompok orang muda dari Generasi Z yang lahir antara tahun 1995-2010, sehingga saat ini berada pada usia 10 -25 tahun. Dari rentang usia generasi Z, mereka adalah siswa/pelajar, mahasiswa dan sebagian anak muda yang sudah memasuki dunia kerja. Masyarakat pada umumnya menggunakan sebutan populer milenials biasanya tidak membedakan secara ketat tentang tahun kelahiran yang membedakan karakter generasi Y dan Z, tapi lebih ditujukan untuk kaum muda secara umum biasanya sebelum 40 tahun. Kata kunci untuk program dengan target kaum milenials adalah kegiatan kreatif dan melibatkan aktivitas dunia digital.

LANGKA DAN OPSI KEGIATAN:

A. PROGRAM “JAMBORE” MILENIAL PRO-TOLERANSI

Page 30: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

30

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Inti dari ide tersebut bukan terletak pada nama programnya, karena dapat saja digunakan istilah lain selain Jambore, misalnya youth camp dan sebagainya. Idenya adalah bagaimana kaum muda dari berbagai latar belakang agama dan budaya dapat terlibat dalam promosi toleransi melalui sebuah acara besar yang memberi ruang untuk berekspresi sesuai dengan karakteristik “anak muda milenial jaman now” secara kreatif. Anak muda yang dilibatkan dapat menjangkau mulai pelajar/santri, mahasiswa, OKP, Karang Taruna, anggota KNPI dan komunitas hobi, komunitas2 muda perKotaan seperti komunitas hobi dan minat.

Tujuan:

1. Mempertemukan kaum muda dari berbagai latar belakang dan menggalang sebanyak-banyaknya dukungan teman, sahabat MADANI (MADANI Society) sebagai kader penggerak , atau agen/duta toleransi.

2. Memfasilitasi sebuah forum bagi kaum muda untuk berekspresi, konsolidasi, berbagi pengalaman dan menyusun rencana program bersama, mengikat komitmen dalam gerakan mendorong toleransi di komunitas masing-masing.

Hasil:

1. Sejumlah alumni “Jambore” yang tersebar di berbagai lembaga sebagai sahabat/relawan MADANI dalam mempromosikan toleransi di komunitasnya masing-masing.

2. Agenda tindak lanjut “Jambore” sebagai titik tolak akselerasi terhadap transformasi kaum milenials untuk saling menularkan praktek baik nilai-nilai toleransi.

3. Tumbuhnya komunitas Relawan/Duta-Duta Toleransi dan meningkatnya gerakan toleransi di kalangan kaum muda.

B. PROGRAM YANG TERINTEGRASI DENGAN PENDIDIKAN DI SEKOLAH/KAMPUS; PENGUATAN KAPASITAS GURU AGAMA DAN SISWA SEBAGAI MENTOR DI SEKOLAH DAN KAMPUS.

Tujuan:

1. Mengikat alumni acara “Jambore” Toleransi dengan pelibatan dalam kegiatan Simpul Belajar Bersama (Simpul Belajar) sebagai Duta Muda dengan agenda kelompok pelajar/mahasiswa yang telah disepakati dalam “Jambore” sekaligus penugasan sebagai mentor di sekolah.

2. Memfasilitasi para Guru Agama untuk berbagi cerita masalah-masalah toleransi yang dihadapi dalam pengajaran sekolah dan mendorong sikap inklusivitas para Guru Agama di sekolah.

3. Merancang bersama paket informasi atau tool kit toleransi bagi siswa disekolah dan bagi Guru Agama.

Hasil:

1. Tumbuhnya kohesi sosial sebagai alumni “Jambore” dan spirit untuk mempromosikan toleransi

2. Contoh baik praktek toleransi di komunitas siswa pelajar dan mahasiswa dan para Guru Agama 3. Sejumlah tools kit kreatif tentang pesan-pesan positif keberagaman sosial di sekolah 4. Ruang-ruang rekognisi sosial di sekolah

C. PROGRAM MILENIALS DI LUAR SEKOLAH

Tujuan:

1. Penjangkauan kelompok muda milenials dengan menyasar kelompok-kelompok muda anggota-anggota OMS yang terlibat dalam Simpul Belajar sebagai agen/kader/duta toleransi di komunitas masing-masing.

Page 31: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

31

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

2. Fasilitasi OMS terhadap kelompok-kelompok muda di tingkat akar rumput dalam pertemuan-pertemuan untuk mempromosikan toleransi.9

Hasil:

1. Penjangkauan contoh baik praktek toleransi yang lebih luas dari OMS sebagai Inner circle Simpul Belajar kepada komunitas anggota untuk memperkuat gerakan toleransi.

2. Sejumlah kelompok muda militan yang saling terhubung dengan OMS dan Simpul Belajar sebagai sahabat MADANI (MADANI Society).

2. TARGET KELOMPOK PEREMPUAN

Temuan-temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Koalisi Perempuan Indonesia (Harakatuna.com), Wahid Institute menemukan bahwa kelompok muda dan kaum perempuan termasuk kelompok rentan yang masih mudah terpapar paham intoleransi, radikalisme dan terorisme. Jadi kelompok perempuan menjadi salah satu opsi yang direkomendasikan untuk menjadi target dalam program MADANI tema toleransi di Bogor dan di Makassar.

Nava Nuraniyah, peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), mengungkapkan bahwa “perempuan Indonesia mulai mengambil peran dalam tindak ekstrimisme dan radikalisme. Perempuan Indonesia juga banyak berperan dalam admin chat sosial media, acara penggalangan dana, dan perekrut karena banyaknya tenaga kerja wanita (TKW) yang bertukar informasi bagaimana cara bergabung dengan ISIS dengan iming-iming mendapatkan gaji dan tunjangan dan tidak jarang menikah dengan petempur ISIS melalui online. Sebagaimana analisis Wahid Institute, dalam kasus terorisme 2016, setidaknya ada 6 perempuan telah ditangkap atas tuduhan terlibat aksi terorisme. Angka ini, walaupun terkesan kecil, namun jumlahnya meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya [Alamsyah M Dja’far, dkk. 2017]. Dalam kasus yang berbeda, fenomena keterlibatan perempuan dalam penyebaran kebencian dan hoax juga semakin meningkat khususnya dalam fenomena pilkada yang melibatkan isu agama seperti Pilkada DKI dan Pilpres serta Pileg 2019. Demikian pula pelibatan perempuan yang membawa anak-anak dalam demonstrasi intoleransi.

Kelompok muda dan kaum perempuan masih menjadi kelompok yang rentan untuk terpapar paham radikal dan terorisme. Hal ini biasanya bermula dari sikap intoleransi yang menganggap orang yang berbeda sebagai musuh (BNPT, NU Online, Februari 2020). Kerentanan kelompok perempuan akan paham intoleransi dan radikalisme disebabkan karena “kaum perempuan cenderung terbawa emosi (baper), mudah euforia dan tidak selalu menyaring latar belakang informasi yang disusupi paham intoleran dan radikal” (Diskusi dengan Ibu Linda, Ketua Komisi Ekonomi DPD Aisyiah Sulawesi Selatan). Beliau juga menyoroti fenomena kemunculan kelompok-kelompok “emak-emak” yang dimulai dari pemilihan presiden 2019 lalu. Salah satu sebab masih banyaknya kelompok “emak-emak” yang terjebak dalam paham intoleransi adalah kurangnya pemahaman dari kaum perempuan tentang keagamaan, bahkan di kalangan kelompok perempuan yang terdidik. Ketidaktahuan tentang perbedaan budaya, agama dan etnis yang ada di masyarakat dapat menyebabkan ketidak pahaman. Oleh karena itu, dengan pendidikan dan interaksi antar kelompok yang lebih luas, diharapkan adanya pemahaman yang lebih baik tentang tradisi dan keyakinan yang berbeda sehingga bisa menimbulkan rasa penerimaan keberagaman yang lebih besar. Oleh karena itu, Ibu Linda melihat bahwa para pemimpin perempuan harus mengambil peran aktif untuk memberi pengaruh yang baik dan pemahaman yang positif, mendorong persaudaraan dan mencegah perselisihan dengan cara meningkatkan kegiatan pertemuan, dialog-dialog dan diskusi lintas agama, talkshow dengan tokoh-tokoh agama dan pengajian yang moderat (Diskusi dengan Ibu Linda, Ketua Komisi Ekonomi DPD Aisyiah Sulsel).

9 Seperti Agen Of Peace model PeaceGen, atau kader inklusif model Lakpesdam, Kader Bina Damai model

FKUB/PUSAD Paramadina, dan Desa Damai model Wahid Institute dan Duta Toleransi model Habibie Center.

Page 32: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

32

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

Kelompok perempuan adalah kelompok yang sangat potensial dalam menggerakkan toleransi. Mengutip sebuah Hadist yang sangat populer di Indonesia yaitu; “Wanita adalah tiang negara. Jika baik wanitanya maka baiklah negaranya, jika rusak wanitanya, maka rusak pula negaranya”. Hadist tersebut menunjukkan sebuah penegasan tentang relasi dan peran perempuan dalam urusan kenegaraan. Oleh karena itu, ide dasar dari program MADANI untuk mentarget kelompok perempuan adalah bagaimana menjadikan kelompok perempuan sebagai Agen atau Duta Toleransi untuk mempengaruhi komunitasnya masing-masing. Dalam hal ini, mobilitas yang tinggi dari kelompok perempuan baik di perkotaan maupun di level akar rumput menjadi potensi untuk melibatkan kelompok perempuan sebagai duta-duta toleransi. Terlebih, adanya perubahan konsep diri kaum perempuan melalui fenomena gerakan “emak-emak” dalam politik yang telah menyebar hampir ke semua kalangan perempuan, menjadikan kelompok perempuan lebih artikulatif. Perubahan tersebut menjadi peluang bagi kelompok perempuan sebagai aktor perdamaian yang secara aktif menangkal paham intoleran melalui kontra narasi, baik di dalam komunitasnya maupun di media sosial.

Berapa langka dan opsi adalah sebagai berikut: A. ACARA DEKLARASI PEREMPUAN DAMAI

Sebuah event besar seperti peringatan Hari Toleransi Internasional, Hari Kartini, atau Hari Perempuan Internasional dapat dirancang untuk mengundang/memobilisasi simpul-simpul OMS Perempuan Lintas Agama dan Majlis Taklim serta majlis-majlis agama lain dari kelompok moderat, dengan menghadirkan public figur seperti ustadzah/pemimpin agama. Pelaksanaan event ini dapat dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan yang luas, termasuk dari Dinas Pemerintah Daerah dan FKUB. Dalam kegiatan ini, juga dapat disebarkan tool kits seperti fact sheet terkait toleransi sebagai media campaign yang memuat pesan-pesan utama pentingnya toleransi untuk mengingatkan kembali sejarah dan sifat dari pembentukan negara Republik Indonesia sekaligus sebagai kontra narasi gencarnya pesan-pesan intoleransi di media sosial.10

Tujuan:

1. Mobilisasi dan konsolidasi kelompok perempuan sebagai Duta Toleransi melalui ajang yang mempertemukan kelompok perempuan dari berbagai latar belakang.

2. Edukasi pengetahuan tentang toleransi melalui kegiatan yang mempromosikan interaksi antar kelompok perempuan dari berbagai kelompok identitas maupun profesi.

3. Memfasilitasi tokoh-tokoh, figur-figur alternatif yang menjadi rujukan/patron kelompok perempuan agar terhubung dengan komunitas perempuan lintas sektor.

Hasil:

1. Sejumlah Duta Toleransi dari kelompok perempuan lintas sektor dengan ikatan psikologis sebagai alumni acara deklarasi.

2. Komitmen bersama untuk mempromosikan toleransi secara aktif. 3. Perluasan jangkauan jaringan kerja MADANI sebagai warga aktif 4. Perluasan ruang-ruang rekognisi dan kohesi sosial dalam komunitas perempuan lintas sektor.

B. PENGGALANGAN PEREMPUAN SEBAGAI DUTA TOLERANSI KELOMPOK PEREMPUAN

Salah satu temuan penelitian Nava Nuraniyah, peneliti Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), menyebutkan bahwa “ISIS lebih mudah memberikan misi-misi umum, dan perempuan bisa lebih menyatakan aspirasinya di sosial media. ISIS melihat ini sebagai peluang karena perempuan sulit untuk dicurigai aparat.” Bahrun Naim – warga Indonesia yang disebut berjuang bersama ISIS di Suriah – dalam sebuah pesan telegram pernah mengancam kalau wanita-wanita tidak lama lagi akan banyak

10 Salah satu external resources yang dapat di link untuk kegiatan tersebut, di Makassar telah eksis Forum

Pemimpin Perempuan Makassar ( FPPM) dan di Bogor, Ibu WaliKota memiliki program kelas perempuan untuk pemberdayaan kelompok PKK yang dapat di link untuk mobilisasi kelompok perempuan lintas sektor.

Page 33: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

33

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

menjadi pembom bunuh diri. “Hanya tinggal tunggu waktu saja,” ujar Bahrun Naim digambarkan dalam laporan tersebut. Beberapa referensi juga telah menegaskan bahwa langkah awal dari terorisme adalah sikap intoleran. Dengan fakta bahwa kaum perempuan dan kaum muda mudah terpapar paham intoleransi, maka pelibatan kelompok perempuan memiliki dua sisi strategis, yaitu mencegah penyebaran paham intoleransi dengan menjadikan perempuan sebagai aktor garda terdepan sehingga dapat mencegah penyebaran paham intoleransi di kalangannya sendiri.

Tujuan:

1. Mengikat alumni acara deklarasi perempuan damai sebagai Duta-duta Toleransi dengan pelibatan dalam kegiatan Simpul Belajar Bersama (Simpul Belajar) dengan agenda kelompok perempuan yang telah disepakati dalam deklarasi.

2. Memfasilitasi para OMS partisipan Simpul Belajar dari kelompok perempuan untuk menggalang perluasan komunitasnya sebagai Duta Toleransi.

1. Merancang bersama tool kit Duta Toleransi bagi kelompok perempuan

Hasil:

1. Sejumlah “pasukan relawan” dari kelompok perempuan sebagai Duta Toleransi yang siap untuk mempromosikan toleransi di komunitas nya

2. Sejumlah pertemuan rutin OMS, perempuan Duta Toleransi dan wakil-wakil komunitas. 3. Perluasan ruang-ruang rekognisi sosial di komunitas perempuan

C. PENDAMPINGAN KOMUNITAS DAMAI KELOMPOK PERUMPUAN ;

OMS Perempuan Lintas Agama sebagai Agen Penggerak/Duta Toleransi di komunitas secara sukarela dibekali oleh MADANI untuk melakukan uji coba atau piloting program pendampingan di komunitas terpilih, seperti di komplek perumahan atau di desa tertentu. Misi dari pendampingan adalah penguatan kelompok perempuan agar memiliki pemahaman tentang toleransi dan keberagaman sosial dan ketahanan terhadap paham intoleransi melalui pembentukan komunitas perempuan cerdas dan kritis terhadap pesan-pesan hoax dan ujaran kebencian.

Tujuan:

1. Peningkatan pengetahuan kelompok perempuan tentang toleransi secara intensif 2. Peningkatan kapasitas literasi dalam media sosial 3. Peningkatan daya tahan dan kemampuan kelompok perempuan dalam mengidentifikasi dan

menangkal penyebaran paham intoleran dan ujaran kebencian.

Hasil:

1. Sejumlah kelompok dampingan perempuan yang terorganisir yang memiliki keberanian berekspresi untuk mempromosikan toleransi.

2. Sejumlah anggota komunitas perempuan cerdas yang kritis terhadap realitas intoleran dengan berbagai modus.

3. Kapasitas literasi yang tinggi dalam bermedia sosial 4. Perluasan ruang-ruang rekognisi dan kohesi sosial dalam dampingan kelompok perempuan.

3. TARGET KELOMPOK TOKOH AGAMA/JURU DAKWAH/GURU AGAMA

Tokoh Agama, Juru Dakwah dan Guru Agama adalah figure berpengaruh. Di dalam dirinya melekat status sebagai patron yang didengar dan diikuti banyak orang. Dalam dunia yang berubah dengan cepat karena perubahan teknologi, media sosial telah menjadi alat yang instan bagi juru dakwah digital untuk menjangkau pengikut secara luas, melintasi ruang dan waktu serta kalangan. Tokoh agama

Page 34: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

34

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

seringkali juga merupakan Juru Dakwah. Sedangkan untuk Guru Agama, survei PPIM menemukan bahwa banyak guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di tingkat pendidikan dasar dan menengah cenderung berpaham eksklusif dan bersikap tak toleran terhadap kelompok yang berbeda paham dengan mereka, baik Islam maupun non-Islam. Saat ini ada kurang-lebih 250.000 guru agama yang tergabung dalam organisasi Asosiasi Guru Agama Islam Indonesia (AGAII). Namun kurangnya peningkatan kapasitas Guru Agama membuat banyak dari mereka mencari sumber-sumber lain seperti internet, pengajian dan sumber informasi lain yang pada gilirannya turut menyumbang pada pemahaman intoleransi. Di beberapa sekolah di Bogor, bahkan ditemukan kasus dimana ada Guru Agama yang melarang siswa Muslim untuk bergaul dengan siswa non-Muslim (Diskusi dengan Juandi/Basolia dan Hamzah/Ketua PMII Bogor). Sedangkan mayoritas narasumber OMS Bogor dan Makassar menyatakan bahwa Tokoh Agama moderat masih kurang aktif dalam menangkal penyebaran paham-paham intoleransi dan ujaran kebencian yang gencar dilakukan oleh berbagai pihak intoleran. Menurut Iqbal dari LAPAR dan Wawan dari LBH Makassar, aktor intoleran di Makassar sebenarnya hanya terbatas pada orang-orang tertentu saja, namun mereka lebih gencar dan lebih terorganisir dalam menyebarkan paham mereka.

Berapa langka dan opsi adalah sebagai berikut: A. PELIBATAN ORMAS AGAMA/ORGANISASI JURU DAKWAH/ASOSIASI GURU AGAMA ISLAM

INDONESIA (AGAII) DALAM LEARNING FORUM

Tujuan:

Menguatkan paham moderasi beragama bagi para Tokoh Agama/Juru Dakwah/Guru Agama Islam melalui interaksi dengan OMS Simpul Belajar.

Hasil:

3. Perluasan jangkauan jaringan Tokoh Agama/Juru Dakwah/Guru Agama dan penguatan etos serta militansi sebagai garda terdepan dalam menanamkan toleransi dan keberagaman bagi komunitas masyarakat umum dan siswa/pelajar.

4. Perluasan ruang-ruang rekognisi dan kohesi sosial di sekolah dan pengajian-pengajian di masyarakat.

5. Hasil-hasil serangkaian workshop bagi Tokoh Agama/Juru Dakwah/Guru Agama Islam serta agenda tindak lanjut

6. Sejumlah contoh media/alat peraga kreatif untuk pembelajaran untuk di sekolah dan pengajian.

B. PELIBATAN FKUB DALAM LEARNING FORUM

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) merupakan mitra strategis MADANI sebagai lembaga yang sudah eksis untuk dilibatkan dalam Simpul Belajar. FKUB dibentuk di 34 Provinsi dan 512 Kab/kota berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Fungsi FKUB dalam pemberian rekomendasi pendirian rumah ibadat merupakan isu yang bisa memicu konflik. Isu penting lainnya yang menyangkut FKUB adalah perannya yang hanya sebatas formalitas saja, keterbatasan ketersediaan anggaran dari APBD, dominasi para pengurus dari tokoh-tokoh agama yang merupakan mayoritas, dan dominasi ASN.

Tujuan:

Memperkuat jaringan kemitraan MADANI dengan FKUB dan mendorong peran dan fungsi FKUB secara optimal dalam mendukung promosi toleransi di daerahnya.

Hasil:

1. FKUB menjadi External Resources dalam pelaksanaan program MADANI

Page 35: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

35

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

2. Basis data tentang toleransi

4. TARGET KELOMPOK OMS

Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) adalah inti dari partisipan Simpul Belajar. Dari catatan diskusi dengan Juandi dari Basolia Bogor dan direktur LAPAR Makassar, menyebutkan bahwa OMS moderat cenderung berjalan sendiri-sendiri, hanya beberapa acara tertentu yang mempertemukan seperti dalam peringatan hari-hari tertentu seperti peringatan Hari Toleransi Internasional. Berdasarkan wawancara dengan Iqbal, OMS cenderung kurang terkonsolidasi dan untuk isu-isu intoleransi seringkali lebih berperan sebagai “pemadam kebakaran”. OMS Muda seperti Ormas OKP juga masih bersifat pasif dalam merespon isu-isu intoleransi di Kota Bogor, karena masih terfokus pada kepentingan internal rumah tangga masing-masing organisasi. Inisiatif dari MADANI untuk memfasilitasi Simpul Belajar yang akan menjadi pusat belajar bersama tentang tema toleransi, akan mendorong Ormas-Ormas yang masih pasif memiliki ruang dan jaringan untuk bergerak bersama secara lebih kuat dan aktif dalam isu toleransi dan keberagaman sosial. Kondisi ini sejalan dengan ucapan yang populer dari Sayidina Ali bin Thalib ra, adalah ” Al Haqqu bila nidzom yaghlibuhul bathil binnidzom” yang artinya “kebenaran yang tidak terorganisir dapat dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir”.

Berapa langka dan opsi adalah sebagai berikut: A. AKTIVASI LEARNING FORUM SEBAGAI “ICON” GERAKAN TOLERANSI DAN KONSOLIDASI OMS

MODERAT

Usulan penting dari aktivasi Simpul Belajar adalah bagaimana Simpul Belajar MADANI tersebut menjadi ikon gerakan toleransi sehingga dapat menggugah dan membangunkan pihak-pihak unruk menjadi lebih aktif dan lebih peduli tentang urgensi pengarusutamaan toleransi dalam pertaruhan dan pertarungan dengan gencarnya serangan paham-paham intoleran. Simpul Belajar sebagai ajang menghimpun sinergi resources dan simpul bertemunya organisasi moderat serta inisiatif yang sudah eksis dalam kerja-kerja penguatan toleransi sehingga Simpul Belajar menjadi ajang bertemunya semua kekuatan OMS moderat dan pengembangan advokasi bersama terhadap kebijakan daerah yang intoleran. Aktivasi Simpul Belajar, sekaligus berfungsi sebagai konsolidasi OMS moderat yang dapat dilakukan melalui rangkaian workshop-workshop sehingga menghasilkan ikon gerakan toleransi.

Tujuan:

1. OMS moderat pro toleransi terkonsolidasi dengan baik, saling terhubung untuk memperkuat kohesi dan pengorganisasian kelompok-kelompok lintas agama dan lintas sektor.

2. Memperkuat pengetahuan dan pemahaman OMS secara mendalam tentang toleransi sebagai bekal perluasan diskursus dan promosi toleransi di organ masing-masing

3. Terumuskannya agenda OMS dan Simpul Belajar secara terprogram untuk memetakan situasi dan sumber-sumber kekuatan bersama, untuk mengidentifikasi dan mengkonter serta advokasi terhadap tindakan intoleransi baik dari masyarakat maupun pemangku kebijakan.

Hasil: 1. OMS sebagai core partisipan Simpul Belajar memiliki komitmen dan kapasitas untuk

memperluas jangkauan kerja secara aktif dengan menggerakkan resources organisasinya sebagai bagian dari gerakan sosial penguatan toleransi.

2. Sejumlah identifikasi inisiatif yang sudah eksis menjadi terhubung/terkoneksi dengan gerakan MADANI.

3. Sejumlah agenda bersama untuk advokasi kebijakan intoleran dari Pemerintah Daerah dan tanggap dini kasus-kasus intoleransi.

4. Hasil-hasil workshop OMS dan agenda tindak lanjut.

Page 36: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

36

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

5. Sejumlah pertemuan rutin OMS moderat untuk melaksanakan agenda bersama, evaluasi dan monitoring serta respon yang diperlukan terhadap situasi toleransi di daerah.

B. PENINGKATAN KAPASITAS OMS MELALUI WORKSHOP BERKALA

Tujuan:

1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang tema toleransi dan terbangunnya pemahaman bersama tentang isu-isu toleransi serta perlunya sensitivitas dan peran aktif dari OMS untuk menghadapi militansi kelompok intoleran

2. Terciptanya awareness tentang pentingnya mempromosikan nilai-nilai toleransi dan mendorong praktek toleransi di komunitas masing-masing secara aktif.

3. Menyepakati agenda bersama jaringan OMS peserta Simpul Belajar mengenai media kreatif yang diperlukan untuk penyebaran paham toleransi

Hasil:

1. Sejumlah OMS yang memiliki pengetahuan mendalam tentang toleransi sehingga mampu mengidentifikasi dan menganalisa isu-isu terkait, peluang yang ada dan memformulasi strategi mengimbangi militansi kelompok intoleran.

2. Kerangka operasional cara dan metode bagaimana mempromosikan toleransi oleh OMS dan komunitasnya

3. Hasil-hasil workshop dan agenda tindak lanjut

5. TARGET MARKAS TOLERANSI

Gagasan tentang “Markas Toleransi” adalah untuk mendukung gerakan toleransi MADANI sebagai sebagai suatu gerakan sosial jangka panjang, dan tidak hanya merupakan sebuah proyek donor semata. Markas toleransi merupakan wadah bersama yang mempertemukan para pihak, terutama masyarakat umum untuk saling berdiskusi mengenai diskursus toleransi dan berjejaring. Model Café seperti ini sudah dikembangkan oleh Basolia Bogor dengan Café Toleransi yang juga berpotensi untuk dapat diadopsi menjadi partner bagi MADANI dan Lead Partner di Bogor. Saat ini, aktifitas café ini sudah dirancang dengan berbagai kegiatan yang terjadwal maupun tidak. Aktivitas yang terjadwal seperti diskusi rutin bulanan yang diinisasi oleh OMS. Sedangkan aktivitas yang tidak terjadwal adalah melalui penyediaan ruang baca dengan perpustakaan kecil dan meja-meja untuk diskusi secara spontan. Tema diskusi adalah seputar tema toleransi dan tema-tema lain yang aktual di Kota Bogor. Pemanfaatan Café sebagai ruang toleransi dapat dikembangkan sebagai ciri khas Kota Bogor untuk merangkul kalangan umum untuk menumbuhkan benih-benih kesadaran, kesediaan untuk turut mempromosikan toleransi dan keragaman sosial. Melalui kolaborasi bisnis dengan manajemen, dapat diusulkan membuat produk yang berisi pesan-pesan damai seperti stiker atau tutup gelas dengan pesan “berbeda itu bukan musuh”. Sedangkan untuk Makassar bisa menemukan sebuah format yang dapat disepakati Lead Partner dan OMS partisipan Simpul Belajar sesuai dengan dengan kondisi pergaulan anak muda khas Makassar.

A. MENDUKUNG MARKAS TOLERANSI

Tujuan:

Tersedianya tempat kumpul atau yang secara populer disebut sebagai “tempat nongkrong” bagi anak muda pro-toleransi baik yang berasal dari komunitas OMS partisipan Simpul Belajar maupun kalangan anak muda secara umum. Tempat ini dapat diisi dengan acara-acara kreatif yang memiliki daya Tarik bagi kalangan muda.

Hasil:

Page 37: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

37

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

1. Tersedianya ruang interaksi lintas kalangan, lintas agama, lintas profesi dan lintas sektor sebagai Komunitas markas toleran

2. Penyebaran diskursus toleransi dan contoh praktek baik toleransi 3. Perluasan ruang-ruang rekognisi dan kohesi sosial melalui acara-acara kreatif.

B. SINERGI GERAKAN TOLERANSI DENGAN PELIBATAN KOMUNITAS HOBI KELOMPOK MILENIALS

Dari diskusi di Bogor dan Makassar, menyebutkan adanya potensi untuk bersinergi dengan kelompok muda milenials melalui komunitas hobi khas remaja/anak muda perkotaan. Seperti di Bogor ada Bogor Runner (Pelari Bogor), KOMPEMOR (Komunitas Pecinta Museum Bogor), komunitas anak muda “nongkrong” di Café. Di Makassar ada 75 komunitas seperti Komunitas Blogger Makassar Angingmammiri, Komunitas Jalan-Jalan Seru Makassar, Komunitas Makassar Backpackers, Komunitas Tangan Di Atas Makassar, dan masih banyak lagi.

Tujuan:

1. Perluasan jaringan MADANI melalui komunitas-komunitas hobi kelompok milenial. 2. Menggugah kelompok muda milenials yang telah menjadi warga aktif yang kreatif dengan

mengintegrasikan isu toleransi sebagai isu bersama lintas komunitas. Hasil:

1. Sejumlah dukungan yang lebih luas melalui sinergi dengan kelompok muda kreatif peduli toleransi

2. Optimalisasi potensi muda sebagai sumberdaya jaringan MADANI.

6. TARGET MEDIA SOSIAL DAN KAMPANYE MEDIA

Fenomena intoleransi di Indonesia semakin menguat pasca reformasi, terutama dengan semakin terbukanya ruang-ruang demokrasi dan HAM yang dibarengi dengan kemajuan pesat teknologi informasi dan media sosial. Sementara itu media sosial semakin menjadi sumber informasi yang mempengaruhi sikap terhadap keberagaman. A. TRAINING “CONTENT CREATOR”

Tujuan:

Peningkatan kapasitas OMS untuk memiliki keahlian dalam memproduksi konten-konten media sosial yang memiliki daya jangkau yang luas dan mensinergikan informasi-informasi yang telah tersedia untuk mencegah dan menangkal paham intoleransi, ekstrimisme dan radikalisme baik online maupun offline.

Hasil:

Jaringan OMS yang memiliki keahlian dan kapasitas memproduksi konten positif tentang toleransi dan keberagaman sosial yang kreatif.

B. PENYEBARAN GAGASAN TOLERANSI MELALUI MEDIA SOSIAL

Tujuan:

Ekspose praktek-praktek toleransi dalam kehidupan sehari-hari melalui berbagai khazanah yang terjadi di tengah-tengah komunitas, seperti ekspose cerita-cerita kehidupan gotong royong, saling tolong menolong tanpa memandang agama, suku, dan ras yang tersebar dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat seluruh nusantara.

Hasil:

Page 38: LAPORAN FINAL - madani-indonesia.org

38

Rapid Assessment dan Rekomendasi Tema Toleransi

1. Pesan-pesan terkait toleransi yang didukung dengan kemampuan SEO (Search Engine Optimization) sehingga kisah-kisah baik dapat diakses dengan mudah dan efektif.

2. Pembagian tugas sejumlah OMS untuk mengambil peran aktif dalam media sosial

C. PRODUKSI MEDIA UNTUK KAMPANYE

Tujuan:

Tersedianya media kampanye kreatif (seperti video, animasi, infografis) atau ringkasan fakta atau factsheet yang didesain secara kreatif, bisa diproduksi secara online melalui media sosial maupun secara offline.

Hasil:

1. Sejumlah produk media campaign online dan offline. 2. Sebagai contoh produk online dari mudatoleran.id. dan PPIM sbb

PENUTUP Dalam penutup laporan final direkomendasikan bahwa masih diperlukan kajian yang lebih mendalam tentang toleransi dan keberagaman di Indonesia, khususnya peran masyarakat sipil. Rapid assessment ini belum mengkaji konsep toleransi secara mendalam dan memeriksa lebih detail pemaknaan dan praktek toleransi oleh pihak dengan berbagai kepentingan.