Laporan Farmakoter II kelompok 6A.doc

118
LAPORAN FARMAKOTERAPI II Mual dan Muntah Kelompok 6AC 1. Fadillah Sa’di Eka P. (1112102000001) 2. Angga Maulidan (1112102000008) 3. Amelia Gustin (1112102000017) 4. Moethia (1112102000019) PRODI FARMASI

Transcript of Laporan Farmakoter II kelompok 6A.doc

LAPORAN FARMAKOTERAPI II

Mual dan Muntah

Kelompok 6AC

1. Fadillah Sadi Eka P.(1112102000001)

2. Angga Maulidan(1112102000008)

3. Amelia Gustin

(1112102000017)

4. Moethia

(1112102000019)PRODI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

2015MUAL DAN MUNTAH

DESKRIPSI PENYAKIT

A. Definisi

Mual sering diartikan sebagai keinginan untuk muntah ata gejala yang dirasakan ditenggorokan atau di daerah sekitar lambung yang menandakan kepada seseorang bahwa ia akan segera muntah

B. Patofisiologi

1. Etiologi spesifik dari Mual dan Muntah:

Mekanisme Gastrointestinal

Obstruksi mekanik lambung

Ulkus peptic

Karsinoma lambung

Penyakit pada pancreas

Penyakit Motilitas

Gastroparesis

Gastroenteritis

Obat yang menyebabkan statis lambung

Obstruksi intestinal kronik

Setelah terkena kuman Gastroentritis

Addinsons

Sindrom iritasi usus besar

Uremia

Pasca operasi lambung

Idophatic gastric statis

Anoreksia nervosa

Intra abdominal

Obstruksi intestinal/usus

Pankreatitis akut

Pyelonephritis akut

Kolesisitis akut

Gastroenteritis Akut

Viral Gastroentritis

Salmonellosis

Shigellasis

Staphylococcal

Penyebab Kardiovaskular

Infraksi myocardial akut

Gagal jantung kongestif

Shock dan kegagalan sirkulasi

Penyebab Neurologi

Sakit kepala sebelah

Kesalahan vestibular

Trauma kepala

Penyakit Metabolik

DM

Penyakit pada Renal

Faktor Psikologis

Factor diri sendiri

Astisipasi

Obat yang dapat menyebabkan ketagihan

Opium

Benzodiazepine

Penyakit lainnya

Kehamilan

Iritasi saat menelan

Bau yang berbahaya

Prosedur operasi

Disebabkan oleh Penggunaan Terapi

Kemoterapi sitotoksik

Terapi radiasi

Preparat Thephyliline

Preparat antikosulvan (racun)

Preparat digitalis (racun)

Obat yang mengandung Opium

Amfoterisin

Kolangitis akut

Hepatitis akut

2. Emetogenik Obat terapi: zat sitotoksik spesifik yang digolongkan berdasarkan potensi emetogenik.

Emetogenik Kuat LemahModeratEmetogenik

AldosteronDocetaxelAsparg

EtoposideBelomisin

gemcibatinEBusulfan

Altretaminmitomisin

Carboplatin

Carmustin

Chlorambucil

Cisplatin

CyclophosphamidaPaclitaxelCladribine

Dacarbazine

FludarabinePegaspargase

ProcarbazineSitarabine

Dactinomicin

FluorouracilThiotepa

Daunorubicin

HidroksiureaTopoteca

Doksorubicin

Epirubicin

MerkaptopurinMelphalan

Idarubicin

Metoreksat

Ifostamida

IrinocetanTamoksifen

Lomustin

ThioguaninTeniposide

Mekloretamin

VincaAlkaloid

Mitoksantron

Pentostatin

Streptozocin

3. Penyebab lain mual dan muntah pada pasien kanker

Kelebihan cairan dan elektrolit tubuh

Hiperkalsemia

Kekurangan volume

Kelebihan cairan

Kekurangan adrenokortikal

Disebabkan oelh penggunaan obat

Opium

Antibiotic

Obstruksi gastrointestinal

Kenaikan tekanan intrakinal

Peritonitis

Metastase

Otak

Meninges

HepaticUremia

Infeksi (septicema, local)

Terapi radiasi

4. Tiga tahapan emesis meliputi mual, kontraksi perut, dan muntah. Mual sangat erat dengan keinginan untuk muntah dan dikaitkan dengan kaku lambung. Gerakan muntah yang tidak disadari adalah gerakan otot perut dan otot rongga dada sebelum muntah. Tahapan akhir dari mual adalah muntah, yaitu dorongan isi lambung karena retroperostalsis saluran cerna

5. Muntah dipu=icu oleh rangsangan impuls afferent ke pusat munth, sel-sel nucleus dimedula. Saat terangsang, impuls afferent diintegrasi di pusat pengatur muntah, emnghasilkan rangsangan ke pusat salivasi, pusat pernafasa, faringeal, salran cerna, dan otot-otot perut, yang menyebabkan muntah

6. CTZ adalah organ utama sensor kimia untuk emesis yang terletak di area postrema ventrikel keempat otak

C. Manifestasi Klinis

Mual dan muntah dapat diklasifikasikan secara sederhana dan komplek. Kriterian sederhana dijabarkan dalam kriteria berikut:

1. Muncul kadang0kadang dan dapat sembuh sendiri atau dengan penggunaan minimal metode atau obat antiemetic

2. Pada pasein mengalami gangguan kesehatan ringan seperti ketidakseimbangan cairan elektrolit, nyeri, atau yang tidak patuh terhadap terapi

3. Yang bukan disebabkan oleh pemberian atau penggunaan zat-zat berbahaya

Kondisi kompleks meliputi gejala yang tidak cukup diatasi oleh terapi tunggal emetik; yang menyebabkan pasien mengalami kemunduran akibat ketidakseimbangan cairan elektrolit, nyeri, atau yang tidak patuh terhadap terapi; atau yang disebabkan oleh zat-zat berbahaya dan keadaan patogenik

Mual dan muntah seringkali terjadi setelah operasi: perut, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan pada umumnya berkaitan dnegan kejadian mual dan muntah

Factor resiko lainnya yang dapat dihubungkan dengan meningkatnya gelaja setelah operasi meliputi pasien dengan kelebihan berat badan, bertambahnya umur, riwayat muntah karena gerakan atau sesidah pembedahan, terapi obat seperti obat premedikasi dan obat anastesi

Banyak wanita mengalami mual dan muntah selama masa kehamilan; etiologi dari hyperemesis gravidarum tidak diketahui secara pasti

D. Tujuan Terapi

Tujuan dengan terapi antiemetic adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah; dan seharusnya tanpa timbul efek samping atau efek yang tidak dikehendaki secara klinis.

Kasus1. Kasus I

Subjek

: SH, wanita berumur 35 tahun, menjalani kemoterapi dan mengalami mual muntah. Dia diagnosa menderita kanker ovarium stadium dua, satu bulan yang lalu.

Objek: Menjalani pengobatan 6 siklus terapi carboplatin dan paclitaxel. Mengeluh mual, muntah saat meninggalkan klinik. Mengalami migraine selama 12 tahun Nenek pasien menderita kanker ovarium Hasil Lab

PemeriksaanHasil LabKeterangan

Na140 mEq/LNormal

K3,0 mEq/LNormal

Cl94 mEz/LNormal

CO228 mEq/LNormal

SCr1,1 mg/dlNormal

PMNs48%Normal

Hct43%Normal

Plt220x103/mm3Normal

Limfa43%Normal

EOS2%Normal

Ca8,9 mg/dlNormal

BUN30 mg/dlTinggi

T.Bili0,7 mb/dlNormal

WBC3,4 x 103/mm3Normal

Hgb13,6 g/dlNormal

Bands0%Normal

Monos6%Normal

Basos1%Normal

BP175mg/m3Normal

Assesment:

Dosis dari paclitaxel 175 mg/m3 I.V selama 3 jam dan carboplatin AUC 6 I.V selama 30 menit dan obat berikutnya diulangi setiap 21 hari selama 6 siklus. Penggunaan obat terapi ini yang memberikan efek samping mual dan muntah yang dialami oleh pasien Profil obat antiemetic yang digunakan :

Ondansetron merupakan obat antagonis 5 HT3, paling efektif digunakan dalam mengibati mual akibat kemoterapi. Pasien yang mengalami gangguan fungsi hati menunjukkan penurunan bersihan plasma, sehingga disarankan untuk melakukan penyesuain dosis. Umumnya memiliki efek samping konstipasi/diare, sakit kepala, pusing dan sedikit hilang kesadaran.

Proklorperazin merupakan obat antagonis reseptor dopamine. Banyak digunakan untuk pemakaian antimual dan antimuntah dalam praktik klinik. Namun untuk efek penggunaan antiemetic pada pasien kemoterapi memiliki efek terapeutik yang beerbeda-beda. Efek samping tremor (gemetar), gerakan tubuh atau wajah yang tidak terkendali, serta rasa kantuk. Lorazepam merupakan obat hipnotik dan sedative sebenarnya obat tersebut tidak efektif sebagai antiemetic, tetapi efek sedative, amnestic, dan ansietas obat ini dapat membantu mengurangi komponen yang mendahului mual dan muntah pada pasien. Namun, pada NCCN obat tersebut sangat dianjurkan sebagai obat pencegahan emetic.

Dexametason (golongan kortikosteroid) dapat menjadi obat tambahan pada penanganan mual dan muntah pasien kanker yang sudah menyebar luas, kemungkinan dengan menekan radang peritumoral dan produksi prostaglandin. Disarankan oleh MASCC dalam penanganan pasien yang mengalami delayed emesis akibat dari obat moderat (carboplatin).

Metoclopramide (golongan modulator reseptor serotonin) umumnya digunakan untuk meringankan mual dan muntah yang sering menyertai sindrom dismotilitas gastroinstetinal. Efek samping berupa dystonia (gejala mirip Parkinson). Setelah pemberian obat ordansentron dan dexametason, pasien masih mengeluhkan mual dan muntah. Faktor resiko pasien :

Jenis kelamin wanita.

Umur yang masih muda (35 tahun).

Obat kemoterapi yang dikonsumsi.

Paclitaxel (level 2/low)

Carboplatin (level 4/moderat)

Migren.

Planning:Terapi nonfarmakologi :

Relaksasi

Sugesti kepada diri sendiri.

Biofeedback

Cognitive distraction

Guided imagery

Systemic desensitization

Terapi psikologi Terapi musikTerapi farmakologi :

Untuk pencegahan sebaiknya pasien menggunakan terapi aniemetik secara optimal selama siklus treatment.

Untuk mengatasi mual dan muntah yang masih dikeluhkan oleh pasien, serta migrennya digunakan :

Dexamethasone oral (8 mg setiap hari selama 2-3 hari)

Lorazepam oral (1 sampai 2 mg pada malam sebelumnya dan pagi hari sebelum kemoterapi dapat membantu mencegah mual dan muntah). Lorazepam memiliki efek sedative yang dapat mengatasi migren pada pasien.

Dexametason atau golongan SSRI sangat disarankan untuk terapi delayed emesis setelah penggunaan carboplatin.

Karena pasien mengalami penyakit hati (dilihat dari BUN yang tinggi) sebaiknya ondansentron dihentikan.Kesimpulan:

1. Faktor Resiko Mual dan Muntah pada pasien ?

Faktor resiko yang menyebabkan pasien mual untah adalah Jenis kelamin wanita, umur yang masih muda (35 tahun), migren, obat kemoterapi yang dikonsumsi : Paclitaxel (level 2)

Carboplatin (level 4)2. Apa tujuan terapi pada kasus ini?

Untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah; dan seharusnya tanpa menimbulkan efek samping atau efek yang tidak dikehendaki secara klinis.3. Buatlah suatu rencana pengobatan yang efektif untuk regimen antiemetik pada pasien ini

Untuk mengatasi mual dan muntah yang masih dikeluhkan oleh pasien, serta migrennya digunakan :

Dexamethasone oral (8 mg setiap hari selama 2-3 hari)

Lorazepam oral (1 sampai 2 mg pada malam sebelumnya dan pagi hari sebelum kemoterapi dapat membantu mencegah mual dan muntah). Lorazepam memiliki efek sedative yang dapat mengatasi migren pada pasien.

Obat dapat diminum bersama dengan atau tanpa disertai makanan.

Bila lupa minum obat, segera minum obat tersebut. Bila saat lupa minum obat mendekati saat minum dosis berikutnya, tunggu sampai saat itu tiba, kemudian minumlah obat itu.

Simpan obat pada suhu ruangan, hindarkan dari panas, kelembaban, dan paparan langsung cahaya. Hindarkan semua obat dari jangkauan anak-anak dan jangan pernah memberikan obat Anda kepada orang lain.;

Bertanyalah kepada dokter atau apoteker sebelum menggunakan obat-obat lainnya, baik obat bebas, vitamin, maupun produk herbal.

Segera beritahukan kepada dokter bila Anda mengalami reaksi alergi (gatal atau bintik-bintik merah pada kulit, bengkak pada wajah atau tangan, bengkak atau sensasi geli pada mulut atau kerongkongan, rasa tidak nyaman pada dada, kesulitan bernapas); ketidakmampuan menggerakkan mata, kekakuan otot yang lain, khususnya otot wajah, leher, atau punggung; efek samping lainnya yang Anda pikir merupakan efek samping obat tersebut. Pasien diberikan konseling tentang efek samping kemoterapinya yang menyebabkan mual muntah, sehingga sebelum terapi, pasien dapat menyiapkan dirinya sehingga tidak panic saat menjalani kemoterapinya.

Serta memberikan konseling kepada pasien tentang penggunaan dan efek samping obat-obat yang dibawa pulang, sehingga terjadi kepatuhan pengobatan yang akan dilakukan pasien.2. Jelaskan pro dan kontra regimen pengobatan Helicobacter pylori.

RegimenProKontraContoh

2 obat variasi obat lebih sedikit sehingga meningkatkan kepatuhan

harga obat lebih murah

memiliki efektivitas yang cukup

serta tidak membuat bingung pasien dalam meminum obat

efek lain jarang ditemukan belum cukup efektif karena jika pada pasien yang tukaknya parah maka efikasinya tidak maksimal

bisa menyebabkan resistensi antibiotik karena hanya ada satu macam antibiotic

lebih lama dalam mencapai kesembuhan. klaritromisin 500 mg 3x1 hari selama 14 hari dan PPI 2x1 hari selama 14-28 hari; klaritromisin 500 mg 3x1 hari selama 14 hari dan RBC 400 mg 2x1hari selama 14-28 hari

3 obat variasi yang masih tergolong sedikit sehingga meningkatkan kepatuhan

agak lebih mahal tapi masih terjangkau

efektivitas sangat baik dan bahkan dianjurkan

kesembuhan cepat lebih tercapai

lebih toleran, simpel serta efek lain jarang ditemukan agak lebih banyak dari rejimen dua obat jadi perlu perhatian untuk waktu minum obat,

komplikasi sering terjadi

lebih mahal dari rejimen dua obatklaritromisin 500 mg2x1 hari, amoksisilin 1 gr 2x1 hari dan Ppi 2x1 hari (ketiganya diminum 10-14 hari)

4 obat dengan Bishmut efekivitas baik, kesembuhan dicapai dalam 14 hari

komplikasi tidak sering terjadi. variasi obat sangat beragam sehingga waktu minum obat harus benar- benar dipantau

harga relatif mahal

efek lain sangat tinggi

terdapat indikasi ketidakpatuhan minum obat.BSS 500 mg 4x1 hari, metronidazol 250-500 mg 4x1 hari, tetrasiklin 500 mg 4x1 hari, dan PPI atau H2RA dosis standar (keempatnya diminum 14 hari).

Seluruh rejimen terapi obat untuk H.pylori setelah ada kesembuhan dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan omeprazol 20-40 mg 1x sehari untuk tetap mengendalikan asam lambung, sukralfat 1 gram sehari untuk melapisi mukosa lambung, serta ranitidin 100-300 mg yang berfungsi sama dengan PPI.

3. Kasus IV

Dua minggu yang lalu, Wanita Berumur 57 tahun mengonsumsi Obat Amoxicillin, Clarithromicin, dan Pantoprazol selama 7 hari untuk pengobatan ulkus duodenum. Hari ini dia kontrol ke dokter dan menunjukkan perbaikan pada gejala gastrointestinalnya. Nilai serum H.pylori IgG nya terdeteksi positif.

Subjektif:Wanita 57 tahun

Objektif

:

serum H. Pylori IgG (Immunoglobulin G) positif, riwayat ulcer duodenal

Assesment:Antibiotik amoxicillin dan claritromisin yang dikonsumsi pasien hanya 7 hari yang mestinya antibiotic ini harus dikonsumsi selama 14 hari berturut-turut. Hal inilah yang menyebabkan nilai serum H. pylori igG pada pasien terdeteksi positif, karena bakteri H. pylori belum mati sepenuhnya.

Planning:

Menghabiskan obat sampai triple therapy 2 minggu ke depan kemudian UBT. UBT digunakan karena memiliki sensitivitas 97% dan spesifik untuk H. Pylori. Adanya H. Pylori IgG positif pada pasien kemungkinan terapi obat yang diberikan belum selesai dimana penggunaan amoxicilin, clarithomycin, dan pantoprazole untuk mengobati infeksi H. Pylori. UBT juga dilakukan 4 minggu setelah penggungaan triple therapy selesai.

Faktor usia merupakan suatu factor kepatuhan pasien terhadap obat. Wanita pada kasus ini sudah tua sehingga kepatuhan nya dalam minum obat suah berkurang karena biasanya orang tua jika minum obat hanya jika merasa sakit tapi begitu gejala sakit itu hilang dia akan berhenti minum obat walaupun itu antibiotik. Ini terlihat dari kasus diatas dimana terapi regimen 3 obat seharusnya dilakukan 10-14 hari, tetapi baru hari ke 7 sudah tidak minum obat lagi. Jika harus diberikan regimen yang sama dikhawatirkan sudah terjadi resistensi sehingga perlu ditangani dengan terapi tukak regimen 4 obat yang terdiri dari :

BSS 500 mg 4x1 hari

metronidazol 250-500 mg 4x1 hari

tetrasiklin 500 mg 4x1 hari selama 14 hari

omeprazole 20 mg sekali sehari

Obat diminum selama 14 hari dan tidak boleh dikurangi atau dilebihkan. Selain itu kepatuhan pasien harus dilakukan monitoring agar kepatuhan obat dapat ditingkatkan.

Terapi non farmakologi untuk wanita ini yaitu sering olahraga, hindari makanan, minuman, dan obat yang mengiritasi lambung serta harus diberi arahan bahwa minum obat tepat waktu dan patuh pada jangka waku pengobatan merupakan sesuatu yang krusial yang apabila dilanggar akan berdampak buruk untuk pasien sendiri. Dapus :

Iso farmakoterapi

Dipiro

Dasar farmakologi terapi goodman and ghilman vol 1 dan 2

MASCC/ESMO ANTIEMETIC GUIDELINE 2013

NCCN clinical practice guidelines in oncology (antiemesis)Overview of the updated antiemetic guidelines for chemotherapy-induced nausea and vomiting.Rudolph M. Navari, MD, PhD.Indiana University School of MedicineSouth Bend, South Bend, IN

LAPORAN FARMAKOTERAPI II

GERD dan Tukak Peptik

Kelompok 6AC

5. Fadillah Sadi Eka P.(1112102000001)

6. Angga Maulidan(1112102000008)

7. Amelia Gustin

(1112102000017)

8. Moethia

(1112102000019)PRODI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

2015GERD dan Tukak Peptik1. GERDEpidemiologiGERD dapat terjadi pada semua umur tetapi kebanyakan terjadi pada usia diatas 40 tahun. Walaupun kematian yang disebabkan ole GERD sangat jarang terjadi, gejala dari GERD mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas hidup penderita. Dalam populasi barat, kisaran prevalensi untuk GERD adalah 10% sampai 20% dari populasi.Prevalensi dari GERD bervariasi tergantung dari wilayah geografis, tetapi negara barat merupakan wilayah dengan kasus GERD tertinggi. Kecuali selama kehamilan dan kemungkinan NERD, tidak timbul perbedaan yang signifikan pada kasus antara pria dan wanita. NERD cenderung terjadi pada wanita dan pada pasien sekitar 10 tahun lebih muda dari pasien yang mengalami erosi.Walaupun jenis kelamin tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada terjadinya GERD, hal ini merupakan faktor penting pada terjadinya Barret esofagus, komplikasi dari GERD dimana epitel squamous normal digantikan oleh epitel kolumnar khusus. Barret esofagus sering terjadi pada pria dewasa berkulit putih di negara barat.

1.2 PatofisiologiFaktor utama terjadinya GERD adalah gangguan refluk asam lambung dari lambung menuju esofagus. Pada beberapa kasus, refluks esofageal dikaitkan dengan ketidaksempurnaan tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah (Lower Esophageal Spinchter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik (berkontraksi) untuk mencegah refluks materi lambung dari perut dan berelaksasi saat menelan untuk membuka jalan makanan ke dalam perut. Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi sementara LES secara spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c) LES atonik.Permasalahan pada mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti faktor anatomi, pembersihan esofagus (waktu kontak asam dengan mukosa esofageal yang terlalu lama), resistensi mukosal, pengosongan lambung, faktor pertumbuhan epidermis dan pendaparan saliva, mungkin juga dapat menyebabkan refluk gastroesofageal.Faktor agresif yang dapat mendukung kerusakan esofageal saat refluks ke esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu dan enzim pankreas. Dengan demikian komposisi, pH dan volume refluksat serta durasi pemaparan adalah faktor yang paling penting pada penentuan konsekuensi refluks gastroesofageal.

Tabel 1. Makanan dan obat-obatan yang dapat memperburuk gejala GERDFaktor-Faktor AnatomiGangguan hambatan anatomik normal dengan hernia hiatus dianggap sebagai etiologi utama refluks gastroesofageal dan esofagitis. Faktor utama dalam mendiskripsikan gejala pada pasien hernia hiatus adalah tekanan LES. Ukuran hernia hiatus sebanding dengan frekuensi sementara relaksasi LES. Pasien dengan hipotensi tekanan LES dan hernia hiatus besar memungkinkan untuk mengalami refluks gastroesofageal, serta peningkatan mendadak tekanan intraabdominal dibandingkan dengan pasien dengan hipotensi LES dan tidak mengalami hernia hiatus. Klirens EsophagealMasalah pada pasien GERD bukan karena memproduksi terlalu banyak asam, tetapi asam yang dihasilkan menghabiskan terlalu banyak waktu kontak dengan mukosa esofagus. Hal tersebut dikarenakan gejala ataupun tingkat keparahan kerusakan yang dihasilkan oleh refluks gastroesofageal yang sebagian besar tergantung pada durasi kontak antara isi lambung dan mukosa esofagus. Waktu kontak tersebut tergantung pada tingkat di mana esofagus mampu membersihkan bahan berbahaya, serta frekuensi refluks. Menelan merupakan kontribusi klirens esofagus dengan meningkatkan aliran liur. Air liur mengandung bikarbonat yang merupakan buffer bahan sisa lambung pada permukaan esofagus. Produksi air liur menurun dengan bertambahnya usia, sehingga lebih sulit untuk mempertahankan pH netral intraesophageal. Oleh karena itu kerusakan esofagus yang disebabkan oleh refluks terjadi lebih sering pada orang tua, dan juga pada pasien dengan sindrom Sjogren atau xerostomia.

Resistensi Pada MukosaDalam mukosa esofagus dan submukosa ada lendir sekresi glands. Lendir disekresikan oleh kelenjar berfungsi sebagai perlindungan esofagus. Bikarbonat bergerak dari darah ke lumen dapat menetralkan asam refluxate di kerongkongan. Bila mukosa berulang kali terkena refluxate di GERD, atau jika ada cacat dalam pertahanan mukosa normal, ion hidrogen akan berdifusi ke mukosa, menyebabkan pengasaman seluler dan nekrosis, yang pada akhirnya menyebabkan esophagitis. Secara teoritis, resistensi mukosa tidak hanya untuk lendir esofagus, tetapi juga untuk sambungan erat epitel, perputaran epitelial sel, keseimbangan nitrogen, aliran darah mukosa, jaringan prostaglandin, dan asam-basa jaringan. Air liur juga sebagai faktor pertumbuhan epidermal untuk merangsang pembaharuan selPengosongan Lambung

Waktu pengosongan lambung yang tertunda dapat menyebabkan gastroesophageal reflux. Volume lambung berkaitan dengan volume material yang tertelan, kecepatan sekresi lambung, kecepatan pengosongan lambung serta jumlah dan frekuensi refluks duodenum ke dalam lambung. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan pengosongan lambung seperti merokok dan makanan tinggi lemak sering dikaitkan dengan refluks gastroesophageal. Makanan berlemak dapat meningkatkan postprandial refluks gastroesophageal dengan meningkatnya volume lambung, tertundanya laju pengosongan lambung, dan menurunnya tekanan LES. Tertundanya pengosongan lambung dapat menyebabkan regurgitasi menyusui yang dapat mengakibatkan komplikasi GERD pada bayi seperti gagal tumbuh dan aspirasi paru. Komposisi Refluks

Komposisi, pH, dan volume refluxate adalah faktor agresif penting dalam menentukan konsekuensi dari refluks gastroesophageal. Pada hewan, asam memiliki dua efek utama ketikarefluks ke kerongkongan. Pertama, jika pH refluxate kurangdari 2, esophagitis mengakibatkan denaturasi protein. Pepsinogen diaktifkan menjadi pepsin pada pH ini dan mungkin juga menyebabkan esofagitis. Duodenogastric reflux esophagitis, atau "basa esophagitis, "mengacu pada esofagitis yang disebabkan oleh refluks empedu dan cairan pankreas. Peningkatan konsentrasi empedu lambung disebabkan oleh duodenogastric refluks sebagai hasil dari gangguan motilitas umum, clearance lebih lambat dari refluxate atau setelah surgery.

Asam empedu memiliki efek langsung mengiritasi mukosa esofagus dan efek tidak langsungnya yaitu meningkatkan permeabilitas ion hidrogen dari mukosa. Presentase pH esofagus dibawah 4 lebih besar pada pasien komplikasi dibandingkan dengan pasien berpenyakit ringan. Kombinasi dari asam, pepsin dan atau empedu merupakan refluks poten dalam memproduksi kerusakan esofageal.Komplikasi

Beberapa komplikasi dapat terjadi dengan gastroesophageal reflux, termasuk penyempitan esofagus , esofagus Barrett , dan adenocarcinoma esofagus. Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid atau aspirin merupakan faktor risiko tambahan yang dapat berkontribusi untuk memburuknya komplikasi GERD. Makanan yang ditelan mungkin tersangkut dalam esofagus sekali penyempitan menjadi cukup parah (biasanya ketika ia menyempitkan lumen esofagus ke garis tengah dari 1 cm). Situasi ini mungkin memerlukan pengangkatan makanan yang tersangkut secara endoskopi. Kemudian, untuk mencegah makanan menempel, penyempitan harus diregangkan (diperlebar). Lebih dari itu, untuk mencegah kekambuhan dari penyempitan, refluks juga harus dicegah.

PRGE/GERD yang sudah berjalan lama dan/atau yang parah menyebabkan perubahan-perubahan pada sel-sel yang melapisi esofagus pada beberapa pasien. Barrett esophagus memiliki insiden lebih besar dari 30 % daripada penyempitan esofagus. Risiko adenocarcinoma esofagus terjadi 30 sampai 60 kali lebih tinggi pada pasien dengan Barrett esophagus.

Patofisiologi refluks gastroesophageal adalah proses siklik kompleks. Untuk menentukan yang terjadi pertama: gastroesophageal reflux menyebabkan kerusakan peristaltik dengan kliring yang tertunda, atau ketidakmampuan tekanan LES menyebabkan refluks gastroesophageal. Presentasi Klinis

Pasien dengan GERD menunjukkan gejala yang dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Gejala khas : Dapat diperburuk oleh kegiatan yang memperburuk gastroesophageal reflux seperti posisi telentang , membungkuk , atau makan makanan tinggi lemak .Mulaskurang air (hipersalivasi) bersendawa Regurgitasi

2. Gejala atipikal : Dalam beberapa kasus , gejala-gejala extraesophageal mungkin satu-satunya gejala yang hadir , sehingga lebih sulit untuk mengenali GERD sebagai penyebabnya , terutama ketika studi endoskopi yang normal. asma nonallergic Batuk kronis Suara serak Faringitis Nyeri dada erosi gigi3. Gejala Peringatan : Gejala-gejala ini mungkin menunjukkan komplikasi GERD seperti Barrett esophagus , striktur esofagus , atau kanker kerongkongan . Nyeri terus menerus Disfagia odynophagia penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan Tersedak

Uji yang berguna dalam mendiagnosis GERD meliputi: endoskopi , pemantauan refluks rawat jalan, dan manometri .

1. Endoskopi adalah teknik pilihan untuk menilai mukosa untuk esophagitis , Barrett esophagus mengidentifikasi dan mendiagnosa komplikasi. Hal ini memungkinkan visualisasi dan biopsi mukosa esofagus . Meskipun endoskopi adalah tes yang sangat spesifik , tidak sangat sensitif . Dalam kasus-kasus ringan dari GERD , mukosa esofagus mungkin muncul relatif normal .

2. Dua perkembangan terakhir terkait dengan pemantauan reflux rawat jalan meliputi ( a) penggunaan gabungan impedansi dan pengujian asam dan ( b ) penggunaan metode tubeless dari monitoring asam. Sedangkan pengujian pH rawat jalan hanya mengukur refluks asam , dikombinasikan impedansi dan langkah-langkah pengujian asam baik asam dan nonacid refluks . Ini mungkin berguna ketika mengevaluasi pasien pada terapi penekanan asam .

3. Manometry kerongkongan digunakan untuk memastikan penempatan yang tepat dari probe pH esofagus dan untuk mengevaluasi peristaltik esofagus dan motilitas sebelum operasi antireflux . Untuk melakukan manometry , tekanan penginderaan tabung multilumen dilewatkan ke dalam perut dan tekanan diukur sebagai tabung ditarik kembali melintasi sphincter bagian bawah esofagus , kerongkongan , dan faring .

TREATMENT

Tujuan pengobatan GERD secara umum yaitu:

4. Mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala yang dialami pasien

5. Mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi gastroesophageal reflux

6. Mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka

7. Mencegah perkembangan komplikasi

Tujuan pengobatan GERD secara khusus yaitu:

8. mengurangi keasaman refluxate

9. mengurangi volume lambung tersedia untuk direfluks

10. meningkatkan pengosongan lambung

11. meningkatkan tekanan LES

12. meningkatkan pembersihan asam esophagus

13. melindungi mukosa esophagus

Terapi awal yang digunakan tergantung pada kondisi pasien (frekuensi gejala, tingkat esofagitis, dan adanya komplikasi). Secara historis, pendekatan yang digunakan, dimulai dengan modifikasi gaya hidup dan pengarahan terapi kepada pasien dan mengembangkan manajemen farmakologi atau pendekatan intervensi.

Perubahan diet makanan dan gaya hidup dengan pendidikan tentang faktor-faktor yang dapat memperburuk gejala GERD harus didiskusikan dengan pasien meskipun mereka tidak mungkin untuk mengontrol gejala-gejala yang timbul. Pasien dengan gejala ringan atau sedang dapat diobati dengan obat obatan tanpa resep seperti H2-reseptor, inhibitor pompa proton, antasida, atau asam alginate. Pada pasien dengan GERD sedang sampai parah, terutama mereka dengan penyakit erosif, pengobatan dimulai dengan inhibitor pompa proton sebagai terapi awal.

Pasien yang tidak melakukan modifikasi gaya hidup dan pengarahan terapi setelah 2 minggu harus melakukan terapi medis dan biasanya dimulai pada terapi empirik yang terdiri dari agen acid-suppression. Terapi pemeliharaan umumnya diperlukan untuk mengontrol gejala dan mencegah komplikasi. Pada pasien dengan gejala yang lebih berat (dengan atau tanpa erosi kerongkongan), atau pada pasien dengan komplikasi lain, terapi pemeliharaan dengan inhibitor pompa proton merupakan terapi yang paling efektif. Penggunaan rutin terapi kombinasi tidak dapat digunakan sebagai terapi pemeliharaan GERD. GERD yang refrakter terhadap penekanan asam yang cukup jarang terjadi. Dalam kasus ini, diagnosis harus dikonfirmasi melalui tes diagnostik lebih lanjut , terapi dosis tinggi atau pendekatan intervensi (operasi antireflux atau terapi endoskopi) .

Non farmakologis Terapi

14. Modifikasi gaya hidup yang paling umum dilakuakan anatara lain :

15. Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebihan (obesitas) dapat meningkatkan resiko GERD dan juga dapat meningktankan tekanan abdominal. Konsumsi makanan tinggi protein dan rendah lemak dapat meningkatakan tekanan LES akibatnya penurunan berat dan diet rendah lemak dapat meningkatkan gejala GERD.

16. Elevasi kepala saat tidur

Meninggikan alas kepala dibawah busa kasur bukan sekedar tinggi bantal setinggi 6-8 inchi menurunkan kontak asam esofagus saat malam hari

17. Konsumsi makanan kecil dan tidak makan 3 jam sebelum tidur

Banyak makanan dapat memperburuk gejala GERD.Lemak dan coklat dapat menurunkan tekanan LES, sedangkan jus jeruk, jus tomat, kopi, dan lada mungkin mengganggu rusak endothelium. 18. Menghindari makanan atau obat yang memperburuk GERD

19. Hal ini penting untuk mengevaluasi profil pasien dan untuk mengidentifikasi potensi obat yang dapat memperburuk gejala GERD.Obat-obatan, seperti antikolinergik, barbiturat, calcium channel blocker, dan teofilin menurunkan tekanan LES.Obat lain, termasuk aspirin, zat besi, obat antiinflamasi nonsteroid, quinidine, kalium klorida, dan bifosfonat dapat bertindak sebagai iritasi kontak langsung pada mukosa esofagus.Pasien yang memakai bifosfonat (misalnya, alendronate) harus diinstruksikan untuk minum 6sampai 8 ons air keran biasa dan tetap tegak selama minimal 30 menit setelah pemberian.Pendidikan pasien yang tepat dapatmembantu mencegah disfagia atau ulserasi esofagus.Pasien harus dimonitor untuk gejala memburuk ketika salah satu dari ini obat dimulai.Jika gejala memburuk, terapi alternatif dapat dibenarkan.Klinisi harus mempertimbangkan risiko dan manfaat melanjutkan obat yang dikenal untuk memperburuk GERD dan esophagitis

20. Berhenti merokok

Merokok dapat menyebabkan aerophagia, yang dapat meningkatkan sendawadan regurgitasi.Masih belum ada banyak data yang menyebabkan peningkatan keparahan GERD, sehingga pasien GERD di rekomendasikan untuk menghindarialkohol.

21. Berhenti alkohol

Penggunaan alkohol dapat menurunkan LES

2. Pendekatan Intervensi.

22. Bedah Antireflux

Bedah antireflux dilkukan jika :

(a) bagi pasien yang gagal untuk menanggapi farmakologispengobatan

(b) pasien yang memilih untuk operasi meskipun pengobatan yang suksespertimbangangaya hidup karena, termasuk usia, waktu, atau biayaobat

(c) yang memiliki komplikasi GERD (misalnya, Barrettesofagus, striktur),

(d) Pasien yang memiliki gejala atripikal Komplikasi dari operasi adalah dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk bersendawa ataumuntah, disfagia, denervasi vagus, trauma limpa, dan kadang menyebabkan kematian.Efektivitas jangka panjang dari operasi antireflux tidak pasti.Pasien berusia lebih muda dari 50 tahun dan orang-orang dengan gejala khas yangresponsif terhadap terapi medis memiliki hasil terbaik dengan pembedahan.23. Terapi EndoskopiBeberapa endoskopi baru digunakan untuk pengelolaan GERD yaitu perangkat menjahit endoskopi danaplikasi endoluminal dari frekuensi radio energi panas yang mengakibatkancedera jaringan atau ablasi saraf (prosedur Stretta). Teknik ini disetujui FDA, tetapi peran yang tepat dalam manajemen GERD belum ditentukan. Sebuah perangkat menjahit endoskopik (EndoCinch) dan NDO Bedah secara signifikan mengurangi gejala mulas dan regurgitasi, dan meningkatkan kualitas-hiduppasien. Penggunaan terapi penekanan asam dapat dikurangi sebanyak 70%selama follow up 12 bulan. Perangkat Stretta memberikan energi frekuensi radio melalui jarum khusus yang diletakkan ke dalam jaringan submukosa esofagussementara tetap dilkukan pemantauan suhu permukaan mukosa esofagus, sehingga dalam peningkatan penghalang refluks LES.Hasil utamamemiliki telah pengurangan gejala mulas dan perbaikan kualitas hidup.Karena kurangnya data yang memadai,sehingga belum diketahui apa peran perangkat ini akan menjadi dalam pengelolaan GERD.Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi terdiri dari (a) terapi pasien diarahkan dengan antasid nonprescription, antagonis reseptor H2, atau proton pump inhibitors dan (b) terapi kekuatan resep penekan asam atau promotility obat.

(a). Terapi Pasien yang Diarahkan

Terapi Pasien diarahkan sesuai untuk penyakit yang ringan, gejala intermiten. Pasien dengan gejala yang terus berlangsung lebih dari 2 minggu harus dilakukan pemeriksaan medis.

24. Antasida and turunan Asam Alginat Antasida

Pasien harus dididik bahwa antasida adalah komponen yang tepat untuk mengobati GERD ringan, meskipun dokumentasi keberhasilan antasida dalam uji klinis terkontrol plasebo kurang. Meskipun literatur agak kontroversial pada keunggulan antasida dengan plasebo , dokter dan pasien jelas menganggap antasida efektif untuk segera mengurangi gejala-gejala, dan antasida yang sering digunakan bersamaan dengan terapi asam. Mempertahankan pH intragastrik > 4 mengurangi aktivasi pepsinogen ke pepsin, enzim proteolitik. Produk kombinasi bisa lebih baik dibanding antasida sendirian dalam mengurangi gejala GERD. Produk kombinasi antasida atau antasida dapat menyebabkan efek samping gastrointestinal ( diare atau sembelit, tergantung pada produk ), perubahan dalam metabolisme mineral, dan gangguan asam-basa . Antasida yang mengandung aluminium dapat mengikat fosfat dalam usus dan mengakibatkan demineralisasi tulang . Selain itu, antasida berinteraksi dengan berbagai obat-obatan dengan mengubah pH lambung, meningkatkan pH urin, menyerap obat untuk permukaan mereka, memberikan penghalang fisik untuk penyerapan, atau membentuk kompleks larut dengan obat lain. Antasida memiliki interaksi obat yang signifikan secara klinis dengan tetrasiklin, besi sulfat, isoniazid, quinidine, sulfonilurea, dan antibiotik kuinolon. Interaksi antasida dengan beberapa obat dipengaruhi oleh komposisi, dosis, jadwal dosis, dan perumusan antasid tersebut. Secara umum, antasida memiliki durasi obat yang singkat sehingga memerlukan administrasi sering sepanjang hari untuk memberikan netralisasi asam terus menerus. Mengonsumsi antasida setelah makan dapat meningkatkan durasi obat dari sekitar 1 jam sampai 3 jam, namun penekanan asam pada malam hari tidak dapat dipertahankan dengan dosis tidur.25. Nonprescription H2-Receptor Antagonists dan Proton Pump Inhibitors

Antagonis reseptor H2 nonprescription (simetidin, famotidin, nizatidin, dan ranitidin) efektif dalam menurunkan asam lambung ketika dikonsumsi sebelum makan dan saat gejala penurunan GERD terkait dengan olahraga. Antasida mungkin memiliki onset sedikit lebih cepat dari aksi obat, sedangkan antagonis reseptor H2 memiliki durasi yang lebih lama dari aksi obat dibandingkan dengan antasida. Proton-pump inhibitor omeprazole juga dapat digunakan sebagai pengobatan GERD. Sebuah dosis 20 mg per hari diindikasikan untuk jangka pendek (14 hari) pada pengobatan heartburn. Pasien yang tidak mengubah gaya hidupnya dan pasien yang diarahkan terapi sampai 2 minggu, harus dilihat kondisinya oleh dokter mereka.

26. Terapi Penekanan AsamTerapi penekan asam dengan kekuatan obat yang diresepkan berupa antagonis reseptor

H2 dan inhibitor pompa proton adalah andalan pengobatan GERD. Antagonis reseptor H2 (Cimetidine, Famotidine, nizatidine, dan Ranitidine) antagonis reseptor H2 dalam dosis terbagi efektif dalam mengobati pasien GERD ringan sampai sedang. Sebagian besar percobaan yang menilai efikasi dosis standar H2-reseptor antagonis menunjukkan bahwa perbaikan gejala dicapai dalam rata-rata 60% pasien setelah 12 minggu terapi. Namun, tingkat penyembuhan endoskopik cenderung lebih rendah, rata-rata 50%. Efektivitas H2-reseptor antagonis dalam manajemen GERD sangat bervariasi dan sering lebih rendah dari yang diinginkan. Respon terhadap antagonis reseptor H2 tergantung pada (a) tingkat keparahan penyakit, (b) dosis regimen yang digunakan, dan (c) durasi terapi. Faktor-faktor ini penting untuk diingat ketika membandingkan berbagai uji klinis dan / atau menilai respon pasien terhadap terapi. Tingkat keparahan esophagitis memiliki dampak mendalam pada respon pasien terhadap antagonis reseptor H2. Untuk mengurangi gejala-gejala GERD ringan, dosis rendah, antagonis reseptor H2 tanpa resep atau dosis standar yang diberikan dua kali sehari mungkin bermanfaat. Pasien yang tidak merespon pada dosis standar mungkin hypersekresi dari asam lambung dan akan memerlukan dosis yang lebih tinggi. Meskipun dosis tinggi antagonis reseptor H2 dapat memberikan tingkat kesembuhan gejala dan endoskopi yang lebih tinggi, informasi yang terbatas mengenai keamanan regimen, dan dapat menjadi kurang efektif dan lebih mahal daripada inhibitor proton pump sekali sehari. Tidak seperti penyakit ulkus duodenum, di mana durasi terapi yang relatif singkat (misalnya, 4 sampai 6 minggu), program perpanjangan antagonis reseptor H2 sering diperlukan dalam pengobatan GERD.

Karena semua antagonis reseptor H2 memiliki khasiat yang sama, pemilihan agen khusus untuk digunakan dalam pengelolaan GERD harus didasarkan pada faktor-faktor seperti perbedaan farmakokinetik, profil keamanan, dan biaya. Secara umum, antagonis reseptor H2 ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling umum adalah sakit kepala, mengantuk, kelelahan, pusing, dan sembelit atau diare. Pasien harus dipantau adanya efek samping serta interaksi obat yang potensial, terutama pada cimetidine. Cimetidine dapat menghambat metabolisme antara lain teofilin, warfarin, fenitoin, nifedipine, dan propranolol. Alternatif antagonis reseptor H2 lain harus dipilih jika pasien pada obat ini .Proton Pump Inhibitor ( Esomeprazole, lansoprazole, Omeprazole, Pantoprazole, dan rabeprazole )

Inhibitor proton pump lebih unggul daripada antagonis reseptor H2 dalam mengobati pasien dengan GERD parah. Tidak hanya pasien dengan esofagitis erosif atau komplikasi ( misalnya, Barrett esophagus, striktur ), tetapi juga pasien dengan GERD nonerosive yang memiliki gejala sedang sampai berat. Dosis yang disetujui FDA ( per hari ) dari proton pump inhibitor adalah omeprazole 20 mg, esomeprazole 20 mg, lansoprazole 30 mg, 20 mg rabeprazole, dan pantoprazole 40 mg. Mengurangi gejala-gejala pasien yang terlihat sekitar 83 % setelah 8 minggu pengobatan dengan inhibitor proton pump, sedangkan tingkat penyembuhan endoskopik pada 8 minggu adalah 78 % .

Inhibitor proton pump memblokir sekresi asam lambung dengan menghambat lambung H+ / K+ - triphosphatase adenosin dalam sel parietal lambung. Menghasilkan profound, efek antisecretory tahan lama mampu mempertahankan pH lambung diatas 4, bahkan selama asam postprandial mengalami lonjakan. Suatu korelasi tampak antara persentase waktu pH lambung tetap di atas 4 selama periode 24 jam dan penyembuhan esofagitis erosif.

Beberapa percobaan telah membandingkan inhibitor proton pump satu sama lain. Secara umum, tingkat penyembuhan pada 4 minggu dan 8 minggu sama ; lansoprazole dan rabeprazole, bagaimanapun, bisa meringankan gejala lebih cepat setelah dosis pertama bila dibandingkan dengan omeprazole. Penggunaan omeprazole dosis tinggi ( 40 mg dua kali sehari ) menyebabkan regresi parsial Barrett esophagus, tapi tidak ada perubahan dicatat pasien rawat inap yang menerima ranitidine 150 mg dua kali sehari. Inhibitor proton pump biasanya ditoleransi dengan baik, namun efek samping yang potensial termasuk sakit kepala, pusing, mengantuk, diare, sembelit, mual, dan kekurangan vitamin B12. Frekuensi efek samping tampaknya mirip dengan yang terlihat dengan antagonis reseptor H2.

Interaksi obat dengan inhibitor proton pump bervariasi dengan masing-masing agen. Semua inhibitor proton pump dapat mengurangi penyerapan obat-obatan seperti ketoconazole atau itraconazol , yang membutuhkan lingkungan asam untuk diserap. Semua inhibitor proton pump dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450 sampai batas tertentu, khususnya oleh enzim CYP2C19 dan CYP3A4. Namun, tidak ada interaksi dengan lansoprazole, pantoprazole, atau rabeprazole telah terlihat dengan substrat CYP2C19 seperti diazepam, warfarin, dan fenitoin. Esomeprazole tidak berinteraksi dengan warfarin atau fenitoin, dan interaksi dengan diazepam umumnya tidak dianggap relevan secara klinis. Pantoprazole juga dimetabolisme oleh sulfotransferase sitosol dan karena kecil kemungkinannya untuk memiliki interaksi obat yang signifikan dibandingkan dengan inhibitor proton pump lainnya. Meskipun umumnya tidak menyebabkan perhatian utama, omeprazole memiliki potensi untuk menghambat metabolisme warfarin, diazepam, dan fenitoin, dan lansoprazole dapat menurunkan konsentrasi teofilin. Pasien yang memakai warfarin harus dimonitor untuk potensi adanya perdarahan.

Inhibitor proton pump menurunkan kondisi asam dan karena itu dibuat dalam sediaan kapsul lepas lambat atau formulasi tablet. Lansoprazole, esomeprazole, dan omeprazole mengandung enterik ( pH - sensitive ) butiran dalam bentuk kapsul. Untuk pasien yang tidak dapat menelan kapsul, atau untuk pasien anak, isi kapsul lepas lambat dapat dicampur dalam saus apel atau ditempatkan dalam jus jeruk. Jika pasien memiliki tube nasogastrik, isi kapsul omeprazole dapat dicampur dalam 8,4 % larutan natrium bikarbonat. Butiran esomeprazole dapat terdispersi dalam air. Lansoprazole tersedia dalam suspensi oral dan sustain release, disintegrasi tablet oral. Pasien yang memakai pantoprazole atau rabeprazole harus diinstruksikan untuk tidak menghancurkan, mengunyah, atau membagi tablet lepas lambat. Lansoprazole, esomeprazole, pantoprazole tersedia dalam formulasi intravena, menawarkan rute alternatif bagi pasien yang tidak mampu meminum proton pump inhibitor oral. Yang penting, produk intravena tidak lebih mujarab daripada inhibitor pompa proton dan secara signifikan lebih mahal. Pemilihan untuk pasien harus hati-hati untuk menghindari meningkatnya biaya dari penggunaan produk intravena.

Bentuk sediaan terbaru adalah omeprazole dalam nonprescription tablet lepas lambat dan produk kombinasi dengan natrium bikarbonat dalam kapsul lepas segera dan suspensi oral ( Zegerid ). Ini adalah pertama lepas segera proton pump inhibitor dan harus diminum pada waktu perut kosong minimal 1 jam sebelum makan. Zegerid menawarkan alternatif untuk kapsul lepas lambat atau formulasi intravena pada pasien dewasa dengan tube nasogastrik .

Pasien harus diinstruksikan untuk meminum inhibitor proton pump di pagi hari, 15 sampai 30 menit sebelum sarapan, untuk memaksimalkan keberhasilan, karena agen ini menghambat mensekresi proton pump. Pasien dengan gejala nokturnal dapat mengambil manfaat dari inhibitor proton pump sebelum makan malam. Jika dosis dua kali sehari, dosis kedua harus diberikan sekitar 10 hingga 12 jam setelah dosis pagi dan sebelum makan atau camilan. Dosis dua kali sehari juga mungkin tepat selama diagnostik untuk nyeri dada noncardiac, pada pasien dengan gejala atipikal atau rumit, dan dengan gejala lain.Promotility Agent

Sebagai tambahan terapi supresi asam pada pasien dengan cacat motilitas misalnya: ketidakmampuan LES, penurunan pengosongan esofagus, pengosongan lambung tertunda).

Kelemahan : semua promotility agent mempunyai efek samping yang tidak diinginkan dan umumnya tidak seefektif terapi supresi asam. Efek ekstrapiramidal, sedasi, dan lekas marah umumnya dengan bethanecol dan metoclopramide.Cisapride

Memiliki khasiat sebanding dengan antagonist H2-receptor dalam mengobati pasien dengan esofangitis ringan.Kelemahan : tidak tersedia untuk penggunaan rutin, karena bisa mengancam aritimia jantung ketika dikombinasikan dengan obat tertentu dan penyakit lainnya.

Metoclopramide

Metoclopramide , antagonis dopamin , meningkatkan tekanan LES yang berhubungan dengan dosis , dan mempercepat pengosongan lambung pada pasien gastro esophageal reflux . Tidak seperti cisapride, metoclopramide tidak meningkatkan pengosongan esofagus . Metoclopramide memberikan perbaikan gejala untuk beberapa pasien dengan penyakit gastroesophageal reflux. Kelemahan : namun data yang substansial menunjukkan metoclopramide yang kurang menyediakan penyembuhan endoskopik. Selain itu, profil efek samping metoclopramide dan kejadian tachyphylaxis dibatasi pengguaannya dalam mengobati banyak pasien dengan GERD. Resiko efek samping jauh lebih besar pada pasien usia lanjut dan pada pasien dengan disfungsi ginjal karena obat ini terutama dieliminasi oleh ginjal . Kontraindikasi meliputi penyakit Parkinson , obstruksi mekanik , penggunaan seiring antagonis dopamin lain atau agen antikolinergik , dan pheochromocytoma.Bethanecol

Bethanecol, Obat promotility, mempunyai nilai yang sangat terbatas dalam pengobatan GERD karena efek samping yang tidak diinginkan. Bethanecol tidak dianjurkan untuk pengobatan GERD dalam penggunaan rutin.Obat promotility lainya yang sedang diselidiki

Obat promotility lainnya sedang diselidiki termasuk domperidone , antagonis dopamin , itopride , dan baclofen . Karena domperidone tidak melintasi blood brain barrier, tidak menimbulkan efek sistem saraf pusat terlihat dengan metoclopramide . Namun, saat ini tidak tersedia di Amerika Serikat . Baclofen , asam aminobutyric ( GABA ) Jenis reseptor agonis B , dapat menurunkan paparan asam esofagus dan jumlah episode refluks dengan menurunkan jumlah relaksasi transien dari LES . Namun, agen ini memiliki banyak efek samping , membatasi kegunaannya dalam GERD Mucosa protectants

Sukralfat, garam aluminium nonabsorbable dari octasulfate sukrosa ,memiliki nilai yang sangat terbatas dalam pengobatan GERD . Sukralfat tidakdirekomendasikan untuk digunakan dalam pengobatan GERD.Terapi kombinasi

Terapi kombinasi dengan agen supresi asam dan agen promotility atau agen pelindung mukosa merupakan terapi yang logis. Namun data yang memadai mengenai kombinasi ini sangat terbatas dan pendekatan ini tidak hrus secara rutin dianjurkan kecuali pasien memiliki GERD dengan disfungsi motororik. Penambahan antagonis H2-reseptor pada waktu tidur untuk pompa proton inhibitor telah dievaluasi untuk pengobatan gejala nokturnal. Terapi pemeliharaan

Meskipun penyembuhan atau perbaikan gejala mungkin dicapai melalui berbagai cara terapi yang berbeda, sebagian besar pasien dengan gastroesophageal reflux akan terjadi kambuh dan berusaha untuk melakukan penghentian terapi, terutama mereka dengan penyakit yang lebih parah. Tujuan pemeliharaan terapi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mengontrol gejala pasien dan mencegah komplikasi. Tujuan ini tidak bisa secara umum dicapai dengan mengurangi dosis terapi yang digunakan untuk penyembuhan awal. Kebanyakan pasien akan memerlukan dosis standar untuk mencegah kekambuhan. Pasien harus diberi konseling tentang pentingnya mematuhi perubahan gaya hidup dan terapi pemeliharaan jangka panjang untuk mencegah terulangnya atau memburuknya penyakit. Antagonis reseptor H2 mungkin terapi pemeliharaan yang efektif untuk pasien dengan. Inhibitor pompa proton adalah obat pilihan untuk pengobatan pemeliharaan sedang sampai parah esophagitis atau gejala. Meskipun tidak diteliti dengan baik, banyak pasien dengan hanya gejala ringan sampai sedang dapat memutuskan sendiri untuk minum obat mereka dengan cara ini untuk kepentingan finansial. Namun, pasien dengan penyakit yang lebih berat atau komplikasi harus dipertahankan pada dosis standar inhibitor pompa proton. Penggunaan kronis jangka panjang dari dosis tinggi inhibitor pompa proton tidak diindikasikan kecuali pasien dengan gejala parah, memiliki esophagitis per endoskopi, atau telah memiliki diagnostik lebih lanjut evaluasi untuk menentukan tingkat paparan asam. Metoclopramide tidak disetujui untuk terapi pemeliharaan dan penggunaannya dibatasi oleh karena adanya profil efek samping. Terapi bedah antireflux dan endoskopi juga dapat dianggap sebagai alternatif untuk obat jangka panjangTerapi pemeliharaan dengan antagonis reseptor H2

Sebuah studi mengevaluasi efektivitas antagonis H2-reseptor pada pasien GERD mendapatkan hasil yang mengecewakan. Saat ini, ranitidine 150 mg dua kali sehari adalah satu-satunya H2-reseptor antagonis yang disetujui FDA untuk pemeliharaan menyembuhkan esofagitis erosif.Populasi spesial untuk pasien gerdBerikut adalah beberapa populasi yang harus dipertimbangkan ketika mendiskusikan gerd:A. Pasien dengan gejala gerd yg tidak normalPasien dengan gejala gerd yg tidak normal biasanya mendapatkan terapi dengan dosis yang lebih besar dan dalam jangka waktu yg lebih panjang dibandingkan dengan pasien yany memilki gejal gerd yg jormal atau khas. Misalnya saja, pasien yang mengalami nyeri di dada yang diakibatkan bukan karena kelainan jantung, disarankan untuk mendapatkan terapi omeprazol dosis 20 mg 2x sehari selama 1-8 minggu. Beda halnya dengan pasien yang mengalami gejala ashma, terapi anti refluks mengakibatkan meningkatkan gejala gerd, dan juga sebaliknya, tetapi hal ini tieak memiliki efek ataupun efek samoingnya sangat kecil terhadap paru-paruTerapi proton pump inhibitor selama 3 bulan pada pemakaian 2x sehari untuk indikasi gejala laring yang erat kaitannya dengan asma.Omeprazol pada dosis 60 mg/ hari fisarankan untuk terapi batuk kronis dan refiks ambulatory. Terapi pemeliharaan, secaa umum disarankan untuk pasien yang merespon terapi atau yang memiliki bukti refluks secara endoskopis.B. Pasien dengan refluks endoskopis negatifMeskipun mukosa esofageal merupakan evaluasi terbaik untuk endoskopi, tapi hal ini belum memberikan ataupun menegaskan gejala yang pasti dari pemeriksaan endoskopi yang erat hubungannya dengan gerd. Pada beberapa kasus yang terjadi, pasien dengan gejala yang khas dari gerd dan meningkatnya jumlah asam tidak memilik bukti bahwa telah ada kelainan di esofageal. Banyak pasien pula dengan pemeriksaan endoskopi terbukti normal tetap meminta terapi llayaknya pasien yang positif gers. Pasien dengan mukosa esofageal pada pemeriksaan endoskopi normal akan mengalami refkuks ambulatory gina mengaskan diagnosis dari gerd. C. Pasien pediatrikGerd kira-kira terjadi pada 18% dari populasi bayi yang ada. Pada umumnyq memiliki fisiologi yang tidak dapat dijelaskan secara klinik. Komplikasi yang terjadi biasanya seperti esofagitis distil, gangguan dalam pertumbuhan, penyempitan esofagus peptic, esofagus barneth, dan juga gangguan pada paru. Muntah kronik merupakan akibat dari gerd yang merupakan gejala yang umumnya terjadi pada gerd. Pengembangan ketidak matangan LES merupakan salah 1 akibat dari gerd pada bayi. Seperti yang terjadi pada orang dewasa umumnya, relaksasi LES pada anak-anak pun juga dapat diamati. Pada kasus lain rusaknya klirens luminal juga diakibatkan karena asam lambung yang berlebihan dan juga yang dapat mengakibatkan gangguan pada saraf. Terapi medis yang disarankan pada kasus ini adalah kombinasi antara agen promotilitas dengan agen suppresi asam, yang memiliki kerja yang cepat. Metokloporamid digunakan sebagai antipromotilitik yang biasa digunakan pada pasien pediatri. Sedangkan ranitidinpada dosis 2 mg/kg dengan pemakaian 2x sehari digunakan sebagan agen proton pump inhibitor pada pasien pediatri. Selain itu juga digunakan lansoprazol diindikasikan untuk simptomatik dan erosiv dari gerd pada pasien peditari di atas 1 tahun. Dosis 15 mg dengan pemakaian sekali sehari direkomendasikan untuk anak dengan BB kurang darinatau sama dengan 30 kg. Sedangkan dosis 30 mg dengan pemakaian sekali sehari direkomendasikan untuk anak dengan BB di atas 30 kg, meskipun FDA sebenarnya tidak menyetujui penggunaan obat ini pada anak-anak. Ada bukti yang mendukung mengenai keefektivitasan omeprazol untuk terapi gerd pada anak, umumnya dosis untuk terapi esofagitis 1 mg/kg per hari. Sejauh ini belum ditemukan kasus yang terjadi akibat penggunaan proton pump inhibitor pada anak usia 7 tahun atau lebih, sebenarnya tidak ada data juga yang mendukung bahwa ada proton pump inhibitor jenis lain yang digunakan untuk terapi gerd pada geriatri.Pasien Lanjut Usia Penderita GERD

Banyak pasien lanjut usia yang mengalami penurunan mekanisme pertahanan tubuh, seperti misalnya produksi salive. Terapi yang lebih agresif dengan inhibitor pompa proton mungkin diperlukan pada pasien yang berusia lebih dari 60 tahun dengan GERD simtomatik. Sering kali pasien-pasien tersebut tidak mencari perawatan medis karena mereka merasa bahwa gejala-gejala yang mereka rasakan adalah bagian dari proses penuaan yang normal. Gejal-gejala ini bisa berupa gejala yang tidak spesifik seperti rasa sakit di dada, asma, suara serak, batuk, mengi, kondisi gigi yang buruk, atau nyeri gusi. Penurunan motilitas GI adalah masalah yang umum pada pasien usia lanjut. Sayangnya, tidak ada agen promotor yang baik tersedia untuk pasien-pasien tersebut. Cisapride tidak tersedia untuk penggunaan secara umjum dan pasien usia lanjut sangat sensitive pada efek susunan saraf pusat dari metoclopramide. Mereka juga mungin sensitive pada efek susunan saraf pusat dari antagonis reseptor H2. Inhibitor pompa proton tampaknya adalah terapi yang paling bermanfaat karena obat tersebut memiliki efikasi superior dan diberikan satu kali dalam sehari, yang menguntungkan pada semua pasien, tapi terutama pada pasien usia lanjut.

Pasien dengan GERD yang Sulit Diatasi

GERD yang sulit diatasi pada terapi medis jarang terjadi. Penyebab-penyebab lain dari gejala-gejala pasien harus dievaluasi. Mayoritas pasien dengan gejala-gejala yang sulit diatasi mengalami lepas kendali asam pada malam hari. Penyebab-penyebab lain dari gejala-gejala yang sulit diatasi mungkin berhubungan dengan pengaturan waktu dari inhibitor pompa proton dan perbedaan metabolism obat pada pasien-pasien tertentu. Karena itu, mengganti obat ke inhibitor pompa proton lain bisa jadi efektif untuk gejala-gejala yang sulit diatasi pada sebagian pasien. Pengawasan reflux yang berjalan bermanfaat pada pasien yang tidak merespon pada terapi. Penambahan antagonis reseptor H2 pada waktu tidur untuk gejala-gejala nocturnal telah disarankan, namun efek yang dicapai bisa jadi berdurasi pendek. Pembedahan antireflux dan terapi-terapi endoscopic dapat juuga dipertimbangkan pada populasi pasien ini.

Pertimbangan Farmakoekonomik

Sebagai tambahan pada tujuan akhir klinis tradisional yang menunjukkan bahwa terapi tertentu efektif, biaya keefektifan dari terapi tersebut hubungannya untuk memperkirakan hasil dan efek-efeknya pada kualitas hidup harus dievaluasi. Untuk GERD, seseorang harus mempertimbangkan tujuan-tujuan utama terapi: meringankan gejala, menyembuhkan cidera, mencegah kambuh, dan mencegah terjadinya komplikasi. Factor-faktor ini harus dievaluasi secara terpisah, karena biaya-biaya yang berbeda terkait denan tiap-tiap tujuan akhir. Misalnnya, pasien dengan komplikasi yang terkait dengan GERD, seperti penyempitan, akan cenderung menggunakan sumber-sumber medis sebagai penyebab kunjungan-kunjungan kembali dan uji-uji diagnostic. Walaupun efek pada kualitas hidup bisa jadi sulit untuk dievaluasi jika tujuan anda untuk mencegah kambuh, GERD yang tidak diterapi memiliki efek negative lebih banyak padak kondisi psikologis daripada hipertensi, gagal jantung ringan, angina pectoris, atau menopause yang tidak diterapi. Meningkatkan kualitas hidup pasien adalah ukuran dari kesuksesan terapi dan dapat membantu memutuskan terapi yang mana yang diterima pasien.

Inhibitor pompa proton umumnya lebih mahal daripada antagonis reseptor H2 atau agen-agen promotor. Omeprazole generic dan over-the-counter tersedia sehingga mengurangi permasalahan dalam kasus ini. Namun, terapi yang paling mahal adalah terapi yang paling tidak efektif. Jika antagonis reseptor H2 tidak mencapai tujuan-tujuan terapo, maka biaya yang diperlukan menjadi bertambah karena pasien harus diterapi ulang.

Pemenuhan kebutuhan pasien adalah factor lain yang mempengaruhi hasil dari terapi obat. Aturan-aturan obat yang mudah dilaksanakan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pasien, sehingga bisa meningkatkan hasil terapi untuk pasien. Hal ini khususnya dapat menjadi masalah pada pasien-pasien yang membutuhkan terapi dosis tinggi dengan antagonis reseptor H2. Tidak hanya pasien diharuskan untuk mengkonsumsi obat lebih sering untuk meningkatkan dosis, tapi juga meningkatkan biaya yang dikeluarkan akibat pengaturan pengobatan tersebut. Pemilihan obat yang lebih murah dan memberikan keuntungan paling besar terkait dengan interval pemberian dosis dan jumlah tablet yang dikonsumsi adalah pengaturan yang paling optimal. Penelitian-penelitian yang membandingkan berbagai macam strategi terapi untuk GERD menunjukkan bahwa inhibitor pompa proton adalah lebih efektif secara biaya daripada antagonis reseptor H2, terutama pada pasien dengan penyakit sedang sampai parah.

Analisis keputusan telah digunakan untuk mengevaluasi keefektifan biaya dari perubahan gaya hidup dan/atau terapi langsung pada pasien itu sendiri atau mengkombinasikan dengan omeprazole 20 mg sehari sekali atau ranitidine 150 mg dua kali sehari untuk pasien dengan GERD simtomatik yang persisten. Suatu model kompleks yang dievaluasi bahwa pengaruh empiris versus terapi definitive, pemenuhan kebutuhan pasien, dan efikasi dari tiga pengaturan obat telah diterapkan. Walaupun harga eceran omeprazole adalah yang paling mahal yang dievaluasi, obat tersebut merupakan strategi yang paling efektif dilihat dari keefektifan biaya. Penelitian juga menunjukkan bahwa inhibitor pompa proton meningkatkan ukuran kualitas hidup pada pasien simtomatik dengan radang esophagus erosif. Penelitian tambahan diperlukan untuk mengevaluasi dampak dari berbagai pengaturan terapi pada masalah kualitas hidup dan biaya, dan membandingkan pelaksanaan pengobatan jangka panjan denan pembedahan antireflux dan sedikit lebih efektif secara biaya selama 5 tahun. Namun biayanya hampir sama setelah 10 tahun.Evaluasi Hasil Terapi

Manfaat jangka panjang terapi susah dinilai karena informasi yang terbatas tentang epidemiologi dan riwayat alami dari GERD. Sebagai konsekuensinya, hasil yang dicapai umumnya diukur dalam kaitannya dengan tiga titik akhir yang terpisah: (a) menghilangkan gejala, (b) menyembuhkan luka pada mukosa, dan (c) mencegah komplikasi.

Tujuan jangka pendek dari terapi adalah untuk meringankan gejala seperti mulas dan regurgitasi sampai pada titik di mana mereka tidak merusak kualitas hidup pasien. Pasien harus diberi edukasi tentang perubahan gaya hidup yang harus dipatuhi selama terapi, termasuk berhenti merokok, menurunkan berat badan, meningkatkan kepala pada tempat tidur, makan makanan ringan, dan menghindari makan sebelum tidur. Pasien juga harus diinstruksikan untuk menghindari atau membatasi makanan yang memperburuk gejala GERD, seperti lemak dan coklat. Selain itu, profil obat pasien harus ditinjau untuk mengidentifikasi obat yang dapat menyebabkan gejala GERD. Agen iniharus dihindari bila memungkinkan. Tabel 34-6 mempunyai rekomendasi untuk memberikan pelayanan farmasi untuk pasien dengan GERD.

Dokter harus ikut berperan aktif dalam mengedukasi pasien tentang efek samping potensial dan interaksi obat yang mungkin terjadi dengan terapi obat. Frekuensi dan tingkat keparahan gejala harus dipantau dan pasien harus diberi konseling tentang gejala-gejala yang menunjukkan adanya komplikasi yang membutuhkan perhatian medis segera, seperti disfagia atau odynophagia. Pasien dengan gejala persisten harus dievaluasi untuk adanya penyempitan atau komplikasi lain. Pasien juga harus dipantau untuk adanya gejala lazim seperti batuk, asma nonallergic, atau nyeri dada. Gejala ini membutuhkan evaluasi diagnostik lebih lanjut. Pengobatan pemeliharaan jangka panjang diindikasikan pada pasien yang mengalami penyempitan karena penyempitan umumnya kambuh jika refluks esofagitis tidak diobati.Tujuan yang kedua adalah menyembuhkan luka mukosa.

Tujuan kedua adalah untuk menyembuhkan mukosa terluka. Sekali lagi, perubahan gaya hidup dan pentingnya mematuhi regimen terapi yang dipilih untuk menyembuhkan mukosa harus ditekankan. Pasien harus diberi edukasi tentang risiko kambuh dan kebutuhan untuk terapi pemeliharaan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan atau komplikasi.

Terakhir, tujuan jangka panjang lain dari terapi adalah menurunkan resiko komplikasi (esophagitis, penyempitan, dan Barretts esophagus).Sebagian kecil pasien dapat terus mengalami kegagalan pengobatan meskipun terapi dengan dosis tinggi antagonis reseptor H2 atau inhibitor pompa proton. Pasien harus dipantau untuk adanya nyeri terus-menerus, disfagia, atau odynophagia.

2. Tukak Peptik

DefinisiMenurut Chris Brooker ulkus peptikum adalah ulkus mukosa GI (Gastrointestinal) yang disebabkan oleh gangguan keseimbangan normal akibat pengaruh korosif cairan lambung dan protekstif mucus lambung. Sedangkan menurut Brunner dan Studarth, ulkus peptikum adalah eskavasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mukosa lambung, pylorus, duodenum, atau esophagus. Nama lain dari salah satu gangguan gastrointestinal adalah ulkus lambung, duodenal atau esophageal yang tergantung pada lokasi yang terkena. Dan terakhir menurut Price dan Wilson ulkus peptikum adalah terputusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel disebut erosi, walaupun sering juga disebut ulkus.

2. PatofisiologiUlkus peptikum maupun ulkus duodenum terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor-faktor agresif (asam klorida/asam lambung dan pepsin) dengan faktor pertahanan mukosa.

Asam lambung dan PepsinSekresi asam lambung dan pepsin akan berpotensi merusak dinding mukosa. Asam lambung (HCl) disekresikan oleh sel-sel parietal yang mengandung resptor histamin, gastrin dan asetilkolin. Asam lambung sebagaimana halnya HP dan AINS merupakan faktor resiko yang independen yang merusak dinding mukosa. Peningkatan sekresi asam lambung pada pasien dengan ulkus duodenum akan memicu terjadinya infeksi HP. Pasien dengan ZES umumnya akan mengalami hipersekresi asam lambung akibat produksi gastrin dari tumor. Sedangkan pasien dengan ulkus gastrik umumnya akan mensekresi asam lambung dalam kadar normal atau dibawah normal (hipokloridria).

Sekresi asam dinyatakan dalam berbagai istilah diantaranya:

1. Output asam basal/ basal acid output (BAO) yaitu jumlah asam yang dikeluarkan dalam kondisi basal atau puasa.

2. Maximal acid output (MAO) yaitu jumlah maksimum asam lambung yang disekresikan setelah adanya stimulasi, atau sebagai respon adanya makanan.

Sekresi asam basal, maksimal dan akibat adanya stimulasi makanan bervariasi pada tiap-tiap individu tergantung pada waktu, kondisi psikologis seseorang, usia, jenis kelamin, dan status kesehatannya. BAO mengikuti ritme circadian, dimana sekresi asam lambung tertinggi terjadi pada malam hari dan terendah pada pagi hari. Peningkatan rasio BAO:MAO menunjukan adanya hipersekresi basal seperti yang terjadi pada pasien ZES.

Pepsinogen merupakan prekursor pepsin yang disekresikan oleh sel chief yang berada pada fundus lambung. Pepsin dapat diaktifkan oleh kondisi PH yang asam (PH optimalnya 1,8-3,5). Inaktivasi reversibel terjadi pada PH 4 dan irreversibel pada PH 7. Pepsin memainkan peranana penting dalam aktivitas proteolitik yang mengakibatkan terjadinya ulkus.

Pertahanan dan Perbaikan MukosaMekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa melindungi mukosa gastroduodenum dari pengaruh bahan eksogen maupun endogen. Mekanisme pertahanan mukosa meliputi: sekresi lendir dan bikarbonat, pertahanan sel epitel intrinsik, dan aliran darah mukosa. Kekentalan dan PH netral dari barier lendir-bikarbonat melindungi isi perut dari pengaruh asam dalam lumen perut. Perbaikan mukosa setelah cedera/luka berhubungan dengan restitusi, pertumbuhan, dan regenerasi sel epitel.

Pemeliharaan mukosa dimediasi oleh pembentukan prostaglandin, hal ini sering disebut dengan istilah sitoproteksi. Hiperemia lambung dan peningkatan sekresi prostaglandin menunjukan adanya sitoproteksi adaptif, suatu bentuk adaptasi jangka pendek sel mukosa terhadap iritasi lokal yang terjadi. Perubahan dalam pertahanan mukosa yang disebabkan oleh HP atau AINS merupakan kofaktor penting terbentuknya ulkus peptikum.

Infeksi beberapa bakteri yang didukung dengan faktor resiko intern pasien dapat menyebabkan luka mukosa gastroduodenum, melalui mekanisme:

1. Perusakan mukosa secara langsung. Perusakan mukosa secara langsung ini dihasilkan oleh faktor-faktor virulensinya (vacuolating cytotoxine, cytotoxine yang berhubungan dengan gen protein, faktor penghambat pertumbuhan), mengelaborasi enzim bakteri (lipase, protease, dan urease), serta adherence. Sekitar 50% strain HP menghasilkan protein toksin (Vac A) yang bertanggung jawab pada pembentukan sel vakuola. Strain dengan sitokin terkait gen protein (cagA) berhubungan dengan ulkus duodenum, gastritis atropik, dan kanker lambung. Lipase dan protease menurunkan kadar lendir lambung, amonia menghasilkan urease yang dapat bersifat toksik pada sel epitelial lambung. Adherence bakteri meningkatkan penyerapan racun ke dalam sel epitel lambung.

2. Alterasi respon imun/inflamasi pada inang. Infeksi HP merubah respon inflamasi dan merusak sel-sel epitel inang secara langsung melalui mediasi sel-sel imun, atau secara tidak langsung melalui aktivasi netrofil atau makrofag.

3. Hipergastrinemia yang menyebabkan sekresi asam lambung

4. HP juga meningkatkan konversi karsinogenik sel-sel epitel lambung

AINS dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa lambung melalui dua mekanisme:

1. Iritasi langsung topikal pada epitelium lambung

2. Penghambatan sintesa prostaglandin endogen.

Pada hampir semua ulkus peptikum yang disebabkan penggunaan AINS, ulkus umumnya diawali dengan iritasi lokal pada mukosa lambung akibat sifat asam dari AINS. Namun, inhibisi sintesa prostaglandin endogenlah yang lebih berperan pada kondisi terjadinya ulkus peptikum. Dimana AINS berperan menghambat proses konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin.

3. Gejala KlinikGejala yang dialami pada penderita ulkus peptikum bervariasi tergantung pada tingkat keparahan nyeri abdominal dan ada tidaknya komplikasi yang menyertainya. Namun secara umum, ulkus peptikum akan ditandai dengan adanya :

1. Nyeri abdomen yang sering terasa seperti rasa terbakar, kembung, perasaan perut penuh

2. Nyeri nokturnal atau rasa nyeri pada malam hari umumnya antara pukul 12 malam hingga 3 pagi

3. Tingkat keparahan nyeri akibat ulkus bervariasi pada beberapa pasien, dan mungkin bersifat musiman terutama pada penderita yang tinggal dinegara empat musim. Episode nyeri dapat berlangsung dalam beberapa minggu yang diikuti dengan periode bebas nyeri dalam kurun waktu mingguan hingga tahunan.

4. Adanya perubahan karakter nyeri dapat menunjukan adanya komplikasi

5. Mulas, bersendawa, dan kembung yang sering disertai rasa nyeri

6. Mual, muntah dan anoreksia lebih sering terjadi pada pasien ulkus lambung dibanding ulkus duodenum

4. Diagnosis Penunjanga. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal.

b. Bising usus mungkin tidak ada.

c. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.

d. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan biopsy didapatkan.Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.

e. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap darah samar.

f. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus.

g. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H. Pylori.

5. Obat-Obat yang Digunakan

1. Penekan Sekresi Asama. H2 Reseptor Antagonis (H2RA)Contoh obat golongan ini meliputi simetidin, famotidin, nizatidin dan ranitidin. Efek samping dan interaksi obat biasanya jarang terjadi. Untuk simetidin mempunyai efek antiandrogen yang dapat menyebabkan ginekomastia dan impotensi serta paling banyak berinteraksi dengan obat lain.b. Pompa Proron Inhibitor (PPIs)Contoh obat golongan ini meliputi omeprazole, pantoprazol, lanzoprazol, esomeprazol dan rabeprazol. Efek samping dan interaksi obat jarang terjadi dan dapat diabaikan. Semua PPIs berikatan dengan enzim sitokrom P450 sehingga potensial berinteraksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh sub tipe sitokrom, yaitu CYP2C19 dan dapat menurunkan metabolisme dari siazepam, fenitoin, heparin dan tolbutamid.2. AntasidAntasid merupakan suatu antiasam yang mengandung Alumunium hidroksida, Magnesium hidroksida dan beberapa mengandung dimetilpolisiloksan/simetikon. Efek samping dari Mg sering menyebabkan konstipasi. Pada orang yang mengalammi gagal ginjal pemakaian antasida dengan Mg ini harus dihindari.3. SukralfatEfek sampingnya jarang terjadi, yang paling sering terjadi adlaah konstipaasi, mulut kering, mual serta dapat menurunkan bioavailabilitas dari digoksin, fenitoin, teofilin, ketokonazol, quinidin, quinolon dan warfarin.4. NisoprostolMisoprostol dalah suatu analog prostaglandin E1 yang bersifat antisekretori dan sitoprotektif yang dapat mencegah ulcer karena penggunaan AINS. Efek sampingnya adalah diare tergantung dosis yang diberikan dan akan sembuh sendiri jika terapi tetap terus dilakukan. Obat golongan ini dikontraindikasikan pada ibu hamil karena dapat merangsang kontraksi uterus.5. AntimikrobaAntimikroba pada ulkus peptikum digunakan untuk eradikasi H. Pylori, yaitu amoksilin, klaritromisin, metronidazol, dan tetrasiklin.Pemilihan obat terapi yang biasanya digunakan pada penderita ulkus peptikum1. PPIs dapat dipilih diantara alternatif berikut Omeprazole 20-40 mg/hari, atau lanzoprazole 15-30 mg/hari, atau pantoprazole 40 mg/hari, atau esomeprazole 20-40 mg/hari.

2. Antagonis reseptor H2 (H2RAs) dapat berupa simetidin 4x300 mg/hari atau 2x400 mg/hari atau 800 mg/hari sebelum tidur, dosis maintenance 800 mg sebelum tidur. Atau Ranitidin 2x150 mg atau 1x300 mg sebelum tidur, dengan dosis maintenance 150-300 mg sebelum tidur. Atau famotidin 2x20 mg atau 1x40 mg sebelum tidur, dengan dosis maintenance 20-40 mg sebelum tidur.

3. Sukralfat 4x1 mg atau 2x2 mg dengan dosis maintenance 2x1-2 mg/hari.

Kasus

Kasus

1. Penilaian dan rencana terapeutik untuk pasien penderita penyakit refluks gastroesofagus(GERD).

Lelaki 68 tahun afrika amerika dengan riwayat nyeri epigastrium selama 2 bulan berselang, sering diikuti rasa asam dimulutnya. Rasa sakit kadang-kadang hilang dan sering menjadi buruk setelah makan dan pada mmalam hari. Gelaja ini terjadi 3 atau 4 hari per minggu dan menyebabkan pasien frustasi selama 2 bulan terakhir. Riwayat medisnya hipertensi, DM tipe 2, dan hipotiroid. Dia menggunakan amlodipine 10 mg/hari, losartan 50 mg/hari, levothyroxine 50 mg/hari, aspirin 81mg/hari, dan metformin 1000mg 2x/hari. Dia alergi terhadap penisilin. Tingginya 175 cm dan berat 99 kg.

Penyelesaian kasus

Subjek:

Lelaki 68 tahun, Afrika Amerika

Tinggi 175 cm, berat badan 99kg

Rasa asam dimulut, nyeri epigastrium, selama 2 bulan berselang, rasa sakit kadang hilang dan sering menjadi buruk setelah makan dan pada malam hari.

Gejala terjadi 3 artau 4 hari per minggu, dan pasien merasa frustasi selama 2 bulan terakhir.

Objek:

Riwayat penyakitnya hipertensi, DM tipe 2, dan hipotiroid

Assesment:

Pasien mengalami GERD akibat dari pemberian aspirin yang dapat langsung mengiritasi mukosa esophagus

Amlodipine menyebabkan sekresi asam lambung meningkat dan memperburuk GERD

Penggunaan metformin dengan dosis 1000mg dalam satu kali minum mengakibatkan pasien mual dan muntah sehingga dapat memperparah GERD yang diderita pasien.Planning:

Pengobatan yang sedang dijalani:

Amlodipine 10 mg/hari

Losartan 50 mg/hari

Levothyroxine 50 mg/hari

Aspirin 81mg/hari

Metformin 100mg 2x/hari

Penyelesaian masalah pengobatan:

Penggunaan aspirin dihentikan karena merupakan obat yang mengiritasi mukosa esophagus sehingga menyebabkan pasien mengalami GERD. Terapi GERD yang tepat untuk pasien ini adalah dengan omeprazole karena mekanisme kerjanya menghambat sekresi asam lambung.

Terapi nonfarmakologi

Modifikasi gaya hidup

Menurunkan berat badan

Mengurangi makanan yang dapat menurunkan LES.

Kesimpulan obat yang digunakan :

Losartan 50 mg/hari

Levothyroxine 50 mg/hari

Metformin 100 mg 2xhari

Omeprazole 20 mg/hari

2. Berikan penilaian saudara terhadap penyakit tukak peptic yang diinduksi NSAID dan rekomendasikan untuk terapipasien tersebut.

Pria umur 66 tahun baru ini terdiagnosa Rheumatroid Arthitis kronik dengan terapi naproxen 500 mg 2x hari, methotrexate 25 mg oral 1 minggu sekali. Riwayat penyakit COPD dan hipertensi. Pasien mendapatkan tiotropium inhalation sekali sehari, albuterol inhaler jika perlu Lisinopril 20 mg sekali sehari. Diltiazem CR 240mg 1x sehari tidak mempunyai alergi dan hati normal.

Subject : Pria umur 66 tahun baru ini terdiagnosa Rheumatoid Arthitis Kronik.Objective :

Riwayat penyakit COPD dan hipertensi.Assesment :

Pasien mengalami tukak peptik akibat penggunaan naproxen yang merupakan obat golongan NSAID yang mengindikasi tukak peptik Ada tiga faktor resiko terhadap penyakit tukak peptil tersebut yaitu : naproxen (NSAID), usia > 65 tahun, dan prednisone (kortikosteroid)Planning :

Terapi yang sedang dijalani :

Naproxen 500 mg 2x sehari Prednisone 20 mg 1x sehari Methotrexate 25 mg oral 1 miggu sekali Tiotropium inhalation sekali sehari, Albuterol inhaler jika diperlukan Lisinopril 20 mg sehari sekali Diltiazem CR 240 mg 1 x sehariRekomendasi yang cocok untuk terapi pasien tersebut adalah :

Penggunaan albuterol inhaler dihapuskan untuk meminimalisir penggunaan obat, mengingat usia pasien yang sudah termasuk lanjut usia.

Penggunaan naproxen (NSAID) dapat menyebabkan tukak lambung melalui 2 cara yaitu mengiritasi epitelium lambung atau melalui menghambat sintesis prostaglandin yang merupakan senyawa yang disintesis pada mukosa lambung yang melindungi fungsi dari mukosa tersebut. Jadi, jika sintesis dihambat maka mukosa tersebut tidak memiliki perlindungan asam lambung. Oleh karena itu naproxen tidak dipergunakan dalam pengobatan tukak peptik karena faktor resiko yang dihasilkan.

PCT dapat digunakan sebagai pengganti naproxen, karena dosis naproxen pada usia lanjut dapat menyebabkan gangguan pada saluran GI.

Untuk penggunaan prednisone golongan kortikosteroid terhadap tukak peptik yang bersama-sama diberikan dengan golongan NSAID menyebabkan peningkatan resiko pada tukak lambung.

Untuk mengatasi sekresi asam lambung yang meningkat akibat penggunaan NSAID, maka pasien diberikan obat golongan analog prostaglandin yaitu misoprostol atau golongan CCB yaitu omeprazole.

Pengguna Lisinopril dihentikan karena Lisinopril tergolong ke dalam obat ACE Inhibitor yang dapat menyebabkan bronkospasme

Terapi non farmakologi :

Menghindari makanan yang menyebabkan dyspepsia atau yang dapat menyebabkan tukak contoh : makanan pedas, kafein dan alkohol.

Antasida dapat digunakan dengan obat anti tukak lainnya untuk mengatasi gejala peyakit tukak.

Kesimpulan penggunaan obat:

PCT 500 mg 2x sehari Prednisone 20 mg 1x sehari Methotrexate 25 mg oral 1 minggu sekali Tiotropium inhalation sekali sehari, albuterol inhaler digunkan jika diperlukan atau saat darurat Diltiazem CR 240 mg 1 x sehari

Misoprostol 200 mcg sehari atau omeprazole 20 mg/hari

DAPUS :

ISO farmakoterapi

Farmakoterapi dipiro

LAPORAN FARMAKOTERAPI II

Diare dan Konstipasi

Kelompok 6AC

9. Fadillah Sadi Eka P.(1112102000001)

10. Angga Maulidan(1112102000008)

11. Amelia Gustin

(1112102000017)

12. Moethia

(1112102000019)PRODI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA

2015Diare

Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal. Frekuensi dan konsistensi BAB bervariasi dalam dan antar individu. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu.

Epidemiologi

Epidemiologi diare dari Negara maju dan berkembang sangat bervariasi. Di USA penyakit diare biasanya tidak termasuk dalam CDC kecuali karena bekteri atau kondisi. Diare faktor resiko diare biasanya terjadi pada anak kecil dan faktor lingkungan. Virus dan bakteri banyak menyebabkan infeksi pada diare. Umumnya bakteri penyebabnya adalah shigella, salmonella, campylobacter, staphylococcus dan Escherichia coli. Bakteri ini bisa berasal dari makanan, makanan yang telah basi, makanan yang tidak diolah dengan baik. Pada Negara berkembang diare merupakan penyebab penyakit dan kematian pada anak-anak. Faktor penyebabnya buruknya sanitasi, buruknya nutrisi dan usia di bawah 5 tahun.

Etiologi

Diare dideskripsikan dari frekuensi, volume, konsistensi dan diagnosis pewarnaan. Diare bermula dari usus yang berlebihan, terlalu berair atau cair dan berbau tidak enak. Diare colon muncul dengan kecil, pucat dan terkadang berdarah.

Patofisiologi

Diare adalah kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit. Terdapat 4 mekanisme patofisiologi yang mengakibatkan terjadinya diare :

Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida.

Perubahan motilitas usus

Peningkatan osmolaritas luminal

Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan

Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokan diare secara klinik yaitu :

Secretory diarrhea, terjadi ketika senyawa yang strukturnya mirip (contoh : vasoactive intestinal peptide (VIP) atau toksin bakteri) meningkatkan sekresi atau menurunkan absorpsi air dan elektrolit dalam jumlah besar.

Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan cairan intestisinal.

Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang mengeluarkan mukus, prtotein atau darah ke dalam saluran pencernaan.

Motilitas usus dapat berubah dengan mengurangi waktu kontak di usus halus, pengosongan usus besar yang premature dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan.

Manifestasi klinis

Diare dikelompokkan menjadi akut dan kronis. Umumnya episode diare akut hilang dalam waktu 72 jam dari onset. Diare kronis melibatkan serangan yang lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang. Penderita diare akut umumnya mengeluh onset yang tak terduga dari buang air besar yang encer, gas-gas dalam perut, rasa tidak enak dan nyeri perut. Karakteristik penyakit usus halus adalah terjadinya intermittent periumbilical atau nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut. Pada diare kronis ditemukan adanya penyakit sebelumnya, penurunan berat badan dan nafsu makan. Diare dapat disebabkan oleh beberapa senyawa termasuk antibiotic dan obat lain, selain itu penyalahgunaan pencahar untuk menurunkan berat bdan juga dapat menyebabkan diare. Pada diare pemerikasaan fisik abdomen dapat mendeteksi hiperperistaltik dengan borborygmi (bunyi pada lambung). Pemeriksaan rektal dapat mendeteksi massa atau kemungkinan fecal impaction, penyebab utama diare pada usia lanjut. Pemeriksaan turgor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral berguna dalam memperkirakan status cairan tubuh. Jika terdapat hipotensi, takikardia, denyut lemah, diduga terjadi dehidrasi. Adanya demam mengindikasikan adanya infeksi. Untuk diare yang tidak dapat dijelaskan, terutama pada situasi kronis dapat dilakukan pemeriksaan parasite dan ova pada fases, darah, mukus dan lemak. Selain itu juga dapat diperiksa osmolaritasa fases, pH dan elektrolit.

Terapi

Tujuan terapi adalah untuk mengatur diet, mencegah pengeluaran air berlebihan, elektrolit dan gangguan asam basa, menyembuhkan gejala, mengatasi penyebab diare dan gangguan sekunder yang menyebabkan diare.

terapi non farmakologi :

Pengaturan makanan, dengan tidak mengkonsumsi makanan yang keras dan produk susu selama 24 jam. Pemberian makanan pada anak-anak yang terkena diare akut sebaiknya dilanjutkan.

Air dan elektrolit, treatmen utama pada penderita diare adalah rehidrasi dan pengaturan air dan elektrolt. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengganti kandungan elektrolit yang kurang di dalam tubuh. Pemberian dapat melalui parenteral atau rute lainnya.

Terapi farmakologis

Konstipasi

Periode buang air besar (BAB) kurang dari 3 kali seminggu untuk wanita dan 5 kali seminggu untuk laki-laki, atau periode lebih dari 3 hari tanpa pergerakan usus. BAB yang dipaksakan lebih dari 25% dari keseluruhan waktu dan aatau 2 kali atau kurang BAB setiap minggu. Ketegangan saat defekasi dan kurang dari 1 kali BAB perhari dengan usaha yang minimal.

Epidemiologi

Sebanyak 40% pasien manula lebih dari 65 tahun menderita konstipasi. Namun berdasarkan survey dari Digestive Disorders demonstrated tidak ada hubungan umur dengan adanya konstipasi namun, adanya peningkatan kejadian konstipasi jika dihubungkan antara umur dan penggunaan laksative. Faktor penyebabnya dilaporkan dapat berupa usia, jenis kelamin (kebanyakan wanita), banyaknya obat yang digunakan, nyeri pada abdominal dan hemorrhoid.

Patofisiologi

Konstipasi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala yang mengindikasikan adanya penyakit atau masalah. Yang dapat menyebabkan konstipasi antara lain kelainan saluran pencernaan (contoh : diverticulitis) gangguan metabolism (contoh: diabetes), gangguan endokrin (contoh : hipotiroidsm). Konstipasi pada umumnya terjadi akibat rendahnya konsumsi serat atau penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan konstipasi (contoh: opiate). Konstipasi juga dapat disebabkan oleh faktor psikologis.

Manifestasi klinis

Pasien mengeluh tentang rasa tidak nyaman dan kembung pada perut, pergerakan usus yang hilang timbul, fases dengan ukuran kecil, perasaan penuh atau kesulitan dan sakit saat mengeluarkan fases. Implikasi dari komstipasi dapat bervariasi mulai dari rasa tidak nyaman sampai gelaja kanker usus besar atau penyakit serius lainnya. Terapi pasien dengan mengetahui frekuensi pergerakan usus dan tingkat keparahan konstipasi, makananm penggunaan laksatif, penggunaan obat-obat yang dapat menyebabkan konstipasi.Terapi

Tujuan terapi adalah pencegahan konstipasi lebih lanjut melalui perubahan gaya hidup terutama makanan. Untuk konstipasi akut, tujuan terapi adalah untuk menghilangkan gejala dan mengembalikan fungsi normal usus. Terapi dapat dilakukan dengan :

Terapi nonfarmakologis dengan modifikasi makanan kaya serat, pembedahan, terapi biofeedback.

Terapi farmakologi menggunakan laksatif.

Kasus1. Subject : LJ usia 7 tahun mengalami mual, muntah, kram, diare 2 hari yang lalu. Menderita muntah selama 4 jam. Suhu tubuhnya 39,2oC. terus mengalami mual muntah, dengan demam. Besoknya dia mengalami diare hingga 8 kali. Sehingga pasien menjadi lemas dan susah untuk berdiri. Dia belum mengonsumsi antibiotic dan laxative.

Object : VS (vital sign): BP 110/70; respiratory rate 6; T 39oC; Ht 59;Wt 75 kg

HEENT (head, eyes, ear, nose and throat) : membrane mukosa kering, tidak eritema.

Genit/Rect

Heme(-) feses

Hasil lab PemeriksaanHasil labKeterangan

Natrium (Na+)138 mmol/LNormal

Kalium (K+)3,5 mmol/LNormal

Klorida (Cl-)100 mmol/LNormal

Calcium (Ca++)8,9 mg/dLNormal

Glukosa (Glu)100 mg/dLNormal

Karbon Dioksida (CO2)25 mg/dLNormal

Serum creatinine (Scr)1,1 mg/dLNormal

Blood urea Nitrogen (BUN)20 mg/dLTinggi

Hemoglobin (Hb)12,5 mg/dLNormal

Hematocrit (Hct)43%Normal

Trombosit (platelet)350x103 / mm3Normal

White Blood count (WBC)12,0 x 103 / mm3Normal

Neutrophil (PMNs)50%Normal

Limfosit 48%Tinggi

Monosit 2%Normal

Aspartate aminotransferase (AST)35Normal

Alanin aminotransferase (ALT)30Normal

Urinalis

Berat jenis spesifik1,033Tinggi

Deskripsi Kuning gelapHepatitis, kelebihan vitamin B2, ripoflamin, antibiotic

pH6Normal

Protein -Negative

Glukosa -Negative

Keton -Negative

Darah -Negative

Sedimen urin 0-2 WBC/hpf, 0-2RBC/hpfNormal

Pewarnaan grams -Negative

Assessment : pasien mengalami diare akut, mual, muntah, dehidrasi dan demam.

Planning : Dilakukan pengecekan hasil lab dari fases pasien untuk mengetahui penyebab diare pada pasien. Dilakukan terapi nonfarmakologi dengan menyarankan pasien untuk tidak memakan makanan yang keras dan produk susu selama 24 jam. Pasien mengalami dehidrasi ringan maka kelas terapi yang digunakan adalah terapi B. oralit 1,2 L (6 gelas) diberikan oralit setelah BAB. Untuk mengatasi mual dan muntah,keram maka pasien diberi bismuth salisilat yang mempunyai efek antisekresi, antimikroba, mual dan muntah, dan keram abdomen. Dosis yang diberikan tab maksimal 4 tab sehari.Pertanyaan :1. Apakah yang menjadi tujuan terapi pada pasien ini?

2. Regimen farmakoterapi yang bagaiamanakah yang sesuai untuk pasien diare ini.

3. Apa parameter penting laboratorium dan klinik yang diperlukan untuk evaluasi terapi diare untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan mencegah efek samping?

4. Apa saja informasi yang perlu diberikan kepada pasien untuk mengoptimalkan terapi dan meminimalkan efek samping?

Jawaban :1. Mencegah dehidrasi kekurangan cairan elektrolit dari tubuh dan gangguan asam basa,

Menyembuhkan gejala seperti mual, muntah, keram dan demam.

Mengatasi penyebab daire pada pasien.

2. Karena pasien mengalami dehidrasi maka perlu diberi oralit sebanyak (1,2 L) atau 6 gelas selanjutnya setelah BAB diberi oralit kembali. Dan untuk mengatasi dehidrasinya 300ml/1,5 gelas + antibiotic (jika hasil lab menyatakan penyebabnya dari bakteri).

3. Elektrolit, pH, osmolalitas fases, pemeriksaan terhadap keberadaan parasite dan OVA pada fases, darah, mukus dan lemak.

4. Menyarankan kepada pasien untuk melakukan pengaturan makanan, dengan tidak mengkonsumsi makanan yang keras dan produk susu selama 24 jam.

2. Subject : Zm laki-laki usia 10 tahun, tinggi badan 130 cm, 40 kg mengeluh rasa tidak nyaman dan kembung pada perut. Zm sudah 3 hari tidak buang air besar. Zm paling suka makan ayam goreng dan semur daging dan tidak suka makan sayur.Object : rasa tidak nyaman dan kembung pada perut, sudah 3 hari tidak BAB

Assessment : pasien mengalami konstipasi dengan gejala yaitu rasa tidak nyaman dan kembung pada perut dan sudah 3 hari tidak buang air besar.

Planning :

Tujuan terapi adalah pencegahan konstipasi lebih lanjut melalui perubahan gaya hidup terutama makanan Untuk regimen penghilang konstipasinya diberi emolien laksatif salah satunya dengan decutase sodium dengan dosis 50-360 mg / hari.

Untuk nonfarmakologinya dengan menghindari makanan yang berlemak seperti ayam goreng dan semur daging. Dan memberikan makanan yang banyak mengandung serat s