Laporan Coated Products - Copy
Click here to load reader
-
Upload
dina-crownia -
Category
Documents
-
view
177 -
download
10
Transcript of Laporan Coated Products - Copy
Laporan Praktikum Tanggal: Senin /12 Maret 2013M.K. TPPH PJP : Ir. Dewi Sarastani Msi.
Asisten : Danang Adihapsoro Amd
PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK COATED PRODUCT
Oleh:
Kelompok 4/A-P2
Shafiyudin Shadiqin J3E111060
Martina Isnaini J3E111082
Dina Crownia J3E111087
Dewi Arfika J3E111098
Mentari Larashinda J3E111100
Devi Ratnaningrum J3E111109
SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor peternakan sebagai salah satu penyedia pangan, khususnya protein
hewani melalui komoditi telur, daging dan susu dari tahun ke tahun semakin menarik
simpati masyarakat untuk menekuni dunia bisnis ini. Sebab produk yang di hasilkan
dari sektor peternakan merupakan komoditas yang vital untuk di komsumsi
masyarakat.
Daging adalah salah satu hasil ternak yang cukup penting untuk di konsumsi
oleh manusia sebagai metabolisme tubuh. Daging dapat diolah dengan cara ditumis,
digoreng, direndang disate, atau diolah menjadi produk lain. Salah satu produk olahan
dari daging adalah chicken nugget, fried chicken, tempura udang dan tempura jamur.
Chicken nugget merupakan salah satu produk olahan makanan setengah jadi
terbuat dari gilingan daging ayam dengan campuran bumbu. Pembuatan chicken
nugget memanfaatkan daging ayam yang berkualitas rendah atau memanfaatkan
potongan ayam relatif kecil dan tidak beraturan, kemudian dilekatkan kembali
menjadi bentuk yang lebih besar. Chicken nugget yang terbuat dari daging ayam
sangat digemari oleh masyarakat, akan tetapi tidak semua lapisan masyarakat dapat
menikmatinya karena harganya yang relatif mahal. Oleh karena itu baik membuat
chicken nugget sendiri yang dapat dicampurkan bahan-bahan yang sesuai dengan
selera, kualitas yang lebih baik dengan biaya yang perlu dikeluarkan tidak semahal
dengan membeli chicken nugget yang siap makan.
Selain chicken nugget, coated product lainnya adalah fried chicken, tempura
udang dan tempura jamur. Fried chicken adalah daging ayam yang dibuat dengan
cara dilumuri tepung dan digoreng. Tempura udang adalah udang yang dicelup ke
dalam adonan berupa batter dan tepung yang lalu digoreng dengan minyak goreng
sehingga berwarna kuning muda. Sedangkan tempura jamur adalah jamur yang
direkatkan dengan predust, batter, dan breader kemudian digoreng.
1.2 Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap proses pembuatan
coated products (chicken nugget, tempura dan fried chicken) dan mengetahui fungsi
bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, loyang, penggorengan,
kompor, timbangan, food processor, baskom dan freezer. Bahan yang digunakan
adalah daging sapi, minyak jagung, garam, NaCl, STTP, tepung tapioka, NaNO2, es
batu, casing, bumbu lada dan pala.
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Proses Pengolahan Chicken Nugget
Alat dan bahan disiapkan
Daging ayam dipotong kecil-kecil
Daging ayam digiling dan ditambahkan es
Ditambahkan garam, maizena dan STPP
Adonan digiling sampai halus
Adonan diaduk hingga kalis (tidak lengket)
Adonan diletakkan di dalam loyang
Adonan dibekukan di dalam freezer selaama 1 jam
Adonan nugget dicetak
Adonan nugget dicetak
Adonan dilumuri tepung terigu (predust)
Adonan dicelupkan ke dalam adonan batter
Nugget digulirkan ke dalam tepung roti
Nugget digoreng
Dilakukan uji hedonik chicken nugget
2.2.2 Proses Pengolahan Mix Coated Products
Alat dan bahan disiapkan
Daging ayam, jamur dan udang dibersihkan
Dibuat campuran bumbu dan ditambahkan air
Daging ayam, jamur dan udang direndam ke dalam campuran bumbu
Didiamkan beberapa saat di dalam freezer
Daging ayam, jamur dan udang dilumuri tepung terigu (predust)
Daging ayam, jamur dan udang dicelupkan ke dalam adonan batter
Jamur dan udang digulirkan ke dalam tepung roti
Jamur dan udang digulirkan ke dalam tepung roti
Coated products digoreng
Dilakukan uji hedonik mix coated products
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
3.1.1 Hasil Pengamatan Uji Hedonik Mix Coated Products
Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Warna, Aroma, Crispyness Pada Mix Coated
Products
Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Rasa, Pick Up, Daya Lengket, dan Blow Off pada
Mix Coated Products
Keterangan :
Kode
Kelompok Produk Batter
A 1 Fried Chicken Tanpa soda kueB 2 Fried Chicken + Soda kueC 3 Tempura Udang Tanpa soda kueD 4 Tempura Udang + Soda kueE 5 Tempura Jamur Tanpa soda kueF 6 Tempura Jamur + Soda kue
Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Warna, Aroma, Crispyness pada Nugget
Tabel 4. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Rasa, Pick-Up, Blow Off dan Daya Lekat pada Nugget
Kode
Kelompok
SEL 1RIC 2TAL 3TIA 4UCI 5ZAH 6
Nila Keterangan
i1 Sangat tidak
suka 2 Tidak suka3 Agak tidak suka4 Netral 5 Agak suka6 Suka 7 Sangat Suka
3.2 Pembahasan
Pada praktikum ke 5 tanggal 12 Maret 2013, mahasiswa diminta untuk
membuat produk olahan daging (coated product) yaitu nugget ayam, fried chicken,
tempura udang dan tempura jamur. Chicken nugget merupakan produk yang
dihasilkan dari bagian daging dada ayam yang diasinkan, digiling, dicincang dan
dimasak dengan remahan roti (Bintoro, 2008).
Chicken nugget adalah salah satu pangan hasil pengolahan daging ayam yang
memiliki cita rasa tertentu, biasanya berwarna kuning oranye. Biasanya daging-
daging sisa ayam dan atau kulitnya diolah menjadi satu dan digoreng memakai
tepung roti. Dalam penyimpanannya, makanan ini memerlukan perlakuan khusus,
yaitu selalu di simpan dalam kondisi beku (frozen). Hal ini disebabkan chicken
nugget merupakan hasil produk olahan hewani yang masuk dalam kategori mudah
rusak oleh mikroorganisme (Astawan, 2005).
Fried chicken adalah daging ayam yang dibuat dengan cara dilumuri tepung
dan digoreng. Tempura udang adalah udang yang dicelup ke dalam adonan berupa
batter dan tepung lalu digoreng dengan minyak goreng sehingga berwarna kuning
muda. Sedangkan tempura jamur adalah jamur yang direkatkan dengan predust,
batter, dan breader kemudian digoreng.
3.2.1 Bahan Pembuatan Chicken Nugget dan Mix Coated Product
Bahan yang digunakan dalam pembuatan chicken nugget dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bahan batter, bahan bumbu, dan formula adonan nugget. Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan chicken nugget adalah fillet ayam, es, garam,
tepung maizena, STPP, bawang merah, bawang putih, lada, pala, bawang bombay,
daun bawang, seledri, tepung terigu, susu skim, CMC, dan air. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam pembuatan mix coated product adalah daging ayam (untuk
pembuatan fried chicken), udang (untuk pembuatan tempura udang), jamur (untuk
pembuatan tempura jamur), bahan batter, tepung terigu, dan breader.
3.2.1.1 Fillet ayam
Fillet ayam merupakan bahan baku utama untuk proses pembuatan
nugget ayam. Fillet ayam adalah potongan daging ayam yang tidak bertulang.
Biasanya menggunakan daging ayam bagian dada. Daging dari bagian ini
banyak disukai konsumen karena kandungan lemaknya rendah, serabut
dagingnya seragam dan warnanya yang terang.
3.2.1.2 Daging ayam, udang, jamur
Daging ayam, udang, dan jamur merupakan bahan baku utama dalam
proses pembuatan mix coated product. Daging ayam yang digunakan adalah
bagian sayap yang akan dibuat untuk pembuatan fried chicken, udang yang
digunakan adalah udang yang cukup besar (kulit serta kepalanya sudah
dibuang) yang akan digunakan dalam pembuatan tempura udang dan jamur
tiram yang akan digunakan dalam pembuatan tempura udang. Ketiga mix
coated product ini memiliki pengolahan yang sama dengan pembuatan
nugget.
3.2.1.3 Es batu
Es batu ditambahkan dalam proses pembuatan chicken nugget pada
saat penggilingan. Es batu berfungsi untuk membuat suhu tetap rendah
sehingga membantu terjadinya pembentukan gel protein yang baik pada
daging ayamnya. Batu es selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam
emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan
sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril. Akibatnya
nugget yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang kompak dan padat
3.2.1.4 Garam
Garam yang digunakan dalam pembuatan chicken nugget adalah jenis
garam dapur (NaCl). Garam merupakan komponen bahan makanan yang
ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet.
Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan
terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin.
Garam biasanya terdapat secara alamiah dalam makanan atau
ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang
mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai
(Winarno dan Fardiaz, 1973). Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya
berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 1995).
3.2.1.5 STPP
Fosfat sebagai salah satu bahan dalam pembuatan nugget ini
mempunyai fungsi untuk membantuk mengekstrak protein miofibril,
meningkatkan keempukan, meningkatkan kestabilan emulsi dan kemampuan
mengemulsi. Sodium tripolifosfat (STPP) juga digunakan untuk menghambat
reaksi oksidasi lemak penyebab ketengikan.
3.2.1.6 Maizena
Maizena ini memiliki sifat khas yang digunakan pada pembuatan
nugget agar terbentuk tekstur nugget yang kompak dan padat serta berfungsi
sebagai pengikat adonan.
3.2.1.7 Bawang putih dan bawang merah
Bawang putih dan bawang merah berfungsi sebagai penambah aroma
serta untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih dan bawang merah
merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna
meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan
makanan. Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun dan Budiarti, 1992).
3.2.1.8 Lada dan pala bubuk
Lada dan pala sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan
penambahan adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya
awet makanan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu
rasa pedas dan aroma khas.
3.2.1.9 CMC
Pada proses pembuatan nugget dan mix coated products ditambahkan
CMC. Jika tidak mempunyai CMC dapat digantikan dengan telur ayam. CMC
memiliki fungsi yang hampir sama dengan telur ayam yaitu untuk merekatkan
lapisan satu dengan yang lainnya, dapat sebagai pengemulsi dan bahan
penstabil dari chicken nugget dan mix coated products.
3.2.1.10 Susu skim dan tepung
Susu skim dan tepung adalah bahan pengikat yang memiliki kandungan
protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak
dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi
dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan pengikat juga berfungsi
mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat
air.
Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan
terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan
pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani
antara lain susu bubuk skim dan tepung.
3.2.1.11 Bawang bombay, daun bawang, dan seledri
Bawang bombay, daun bawang, dan seledri berguna untuk memberikan
cita rasa, memantapkan tekstur dari produk chicken nugget dan mix coated
products agar terlihat lebih menarik.
3.2.1.12 Tepung panir
Tepung panir pada proses pembuatan chicken nugget dan tempura ini
digunakan untuk memberi tekstur pelapis yang kasar, mencegah terjadinya
dehidrasi, membantu terjadinya browning, membentuk kerak pada permukaan
nugget setelah digoreng, serta membantu meningkatkan crispyness atau
kerenyahan pada bagian yang digoreng.
3.2.1.13 Soda kue
Pada proses pembuatan coated mix products ini adanya penambahan
soda kue pada adonan batter serta adonan tepung yang bertujuan untuk
membuat adonan mengembang serta hasil tempura yang diperoleh menjadi
garing serta tidak keras.
3.2.2 Proses Pengolahan Chicken Nugget
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pengolahan chicken nugget. Chicken
nugget merupakan produk yang dihasilkan dari bagian daging dada ayam yang
diasinkan, digiling, dicincang dan dimasak dengan remahan roti (Bintoro, 2008).
Pembuatan nugget mencakup enam tahap, yaitu persiapan bahan baku, penggilingan
yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pembekuan,
pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti dan tahap
penggorengan. Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
3.2.2.1 Persiapan Bahan Baku
Tahap persiapan bahan baku meliputi proses pembersihan daging,
thawing daging ayam dan pengecilan ukuran daging. Proses ini bertujuan
untuk menaikkan suhu bahan baku yang sangat rendah (beku) sehingga
mempermudah penanganan bahan baku atau daging ayam sebelum diolah.
Suhu daging ayam yang diinginkan adalah 0 – 4°C.
Proses pengolahan chicken nugget diawali dengan proses pengecilan
ukuran bahan baku dengan cara daging dipotong-potong. Tujuan dari
pengecilan ukuran ini adalah untuk mencapai ukuran seragam guna
pembentukan emulsi pada produk nugget. Selain itu proses ini juga
mempermudah daging saat dimasukkan ke dalam food processor.
3.2.2.2 Penggilingan
Setelah proses pengecilan ukuran bahan baku, dilakukan proses
penggilingan daging ayam yang berupa karkas daging ayam campuran. Suhu
daging ayam giling yang diinginkan berkisar antara -3⁰C sampai -2°C.
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan
menambahkan es pada saat penggilingan daging. Pendinginan ini bertujuan
untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas.
Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada
waktu penggilingan daging dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk
mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi
sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk
melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan
melarutkan protein myofibril.
Pada proses ini juga ditambahkan garam, STPP, es batu dan maizena.
Penambahan garam dalam pembuatan nugget ini tidak hanya penting untuk
melarutkan protein terutama miosin dari daging, namun juga untuk
meningkatkan daya ikat air sehingga terbentuk produk nugget dengan tekstur
yang baik. Penambahan maizena juga dilakukan karena maizena memiliki
sifat khas yang digunakan pada pembuatan nugget agar terbentuk tekstur
nugget yang kompak dan padat serta berfungsi sebagai pengikat adonan.
Sedangkan Sodium tripolifosfat (STPP) ditambahkan untuk membantu kerja
garam dalam mengekstrak protein, mempertahankan produk tetap juicy dan
membantu menghambat reaksi oksidasi lemak penyebab ketengikan.
3.2.2.3 Pembekuan
Sebelum dicetak, adonan nugget terlebih dahulu dibekukan di dalam
freezer. Pembekuan ini bertujuan untuk membentuk tekstur nugget sehingga
mempermudah chicken nugget ketika dibentuk atau dicetak. Suhu adonan
daging harus diturunkan menjadi sekitar -3.3 sampai -2.2oC. Adonan daging
yang suhunya diatas 3.3oC biasanya akan sulit dicetak karena teksturnya
lembek dan basah. Setelah didinginkan adonan akan membentuk padatan,
sehingga mudah untuk melakukan proses pelapisan.
3.2.2.4 Pre dusting, Batter dan Breading
Pelapisan adonan yang telah dicetak dengan tepung berbumbu
dilakukan dalam tiga tahap. Coating (predust, batter, breader) digunakan
untuk melapisi produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk
melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan.
Tahap pertama adalah pre dusting dimana potongan adonan dilumuri
dengan terigu secara tipis dan merata untuk membantu penempelan adonan
batter ke permukaan adonan. Tahap ini juga bertujuan untuk memperkokoh
tekstur dari nugget yang dihasilkan dan menghambat secara langsung
penyerapan air padaadonan batter kedalam adonan. Pemberian predust flour
harus merata hingga seluruh permukaan chicken nugget.
Setelah dilakukan tahap pre dusting, potongan nugget dicelupkan
dalam adonan batter dengan tujuan untuk membuat permukaan menjadi basah
dan lengket sehingga mempermudah tahap breader. Perekat tepung (batter)
adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang
digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Batter yang
digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih,
bersih dan tidak mengandung benda–benda asing.
Setelah dicelupkan ke dalam adonan batter, adonan pun dilumuri
tepung panir atau tepung yang dikenal dengan isitilah breader. Pelumuran
tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses
pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain.
Breading adalah tepung dari crumb roti atau cracker dalam bentuk
kering untuk memberi tekstur pelapis yang kasar, digunakan
sebagai batter. Pelapisan ini dapat memberi rasa crispy. Penambahan ini
bertujuan untuk menambah cita rasa serta menjaga agar nugget tidak
mengalami perubahan bentuk atau tidak lengket apabila dikemas
bersama nugget yang lain (Amertaningtyas, 2000).
Potongan chicken nugget dibalur dengan tepung roti sehingga bagian
yang dilapisi dibagian luar akan melekat dengan baik dan mengurangi
penyerapan minyak secara langsung pada adonan. Teknik pelapisan akan
sangat mempengaruhi mutu produk. Teknik yang salah menyebabkan tepung
tidak melekat dengan baik dan mudah lepas saat penggorengan.
3.2.2.5 Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang
dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang
digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang
muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (maillard). Reaksi maillard
terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton,
yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau
penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein.
Penggorengan langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter
dan breading. Tujuan penggorengan adalah untuk menempelkan perekat
tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan
selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Proses penggorangan akan
memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah
digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi
terhadap rasa produk.
Penggorengan dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih
(180-195°C) sampai matang. Selama proses penggorengan terjadi secara
simultan perpindahan panas dan massa. Waktu penggorengan dipenggaruhi
oleh laju pindah panas dari minyak goreng ke produk yang digoreng. Laju
pindah panas dari minyak goreng ke produk dipengaruhi oleh suhu minyak di
sekitar produk.
Semakin tinggi suhu minyak goreng, koefisien pindah panas dari
minyak ke bahan juga semakin tinggi akibat adanya boiling heat transfer
secara konveksi dari minyak goreng ke produk (Farkas, 1996). Keadaan suhu
minyak goreng disekitar produk dipengaruhi oleh desain penggoreng.
Parameter desain yang paling berpengaruh adalah tingginya minyak goreng
dan elemen pemanas dalam wadah penggoreng.
Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang
matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan
gosong. Penggorengan dilakukan dapat tergantung pada ketebalan dan ukuran
produk. Setelah produk digoreng, produk pun siap untuk diuji secara hedonik.
3.2.3 Uji Hedonik Chicken Nugget
Menurut Gusfahmi (2011), uji hedonik merupakan suatu kegiatan pengujian
yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu
produk tertentu.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap warna, aroma,
crispyness, rasa, pick-up, daya lengket dan blow-off sampel chicken nugget yang
berbeda. Kepada panelis disediakan enam sampel chicken nugget yang telah dibuat
oleh semua kelompok dan disajikan secara acak. Setelah itu panelis diminta untuk
menyatakan kesukaaan pada chicken nugget pada parameter warna, aroma,
crispyness, rasa, pick-up, daya lengket dan blow-off. Adapun skala hedonik atau skala
numerik yang diberikan yaitu sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], biasa [4],
sedikit tidak suka [3], tidak suka [2], sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk
melihat kesan pertama yang timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap
karakteristik mutu yang diujikan.
3.2.3.1 Uji Hedonik Warna Chicken Nugget
Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang sangat
penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan paramneter lain
terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan pertama dalam penilaian
bahan pangan adalah warna yang akan menentukan penerimaan atau penolakan
panelis terhadap produk. Berdasarkan pada Tabel 1 uji hedonik nugget pada
parameter warna terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel chicken nugget
RIC yang dibuat oleh kelompok 2 dengan rataan penilaian kesukaan yang
diberikan sebesar 5.5 dengan skala penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Menurut Ketaren (1986) munculnya warna ini disebabkan oleh adanya
reaksi Maillard, yaitu terjadinya reaksi molekul karbohidrat dengan gugus
pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dan molekul protein. Tingkat
intensitas warna yang dihasilkan tergantung dari lama penggorengan, suhu dan
komposisi kimia permukaan bahan pangan, sedangkan jenis minyak yang
digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan.
Semakin meningkat jumlah asam aminonya, semakin banyak terjadi
pembentukan warna. Gugus karbonil dari gula pereduksi dengan gugus asam
amino bebas merupakan komponen penting dalam reaksi maillard. Asam amino
lisin lah yang menyebabkan adanya pencoklatan pada produk pangan (Silmi,
2011). Sehingga dapat diketahui pada pengujian kali ini asam amino lisin
berperan dalam pembentukan warna cokelat pada chicken nugget.
Keseragaman yang diperlihatkan dari produk terlihat terutama dari
warna permukaan. Pengendalian warna dilakukan dengan mengontrol suhu dan
waktu penggorengan (suhu dan waktu tidak boleh terlalu jauh diatas suhu
optimal), penggunaan minyak goreng dengan mutu yang baik (minyak yang
sudah dipakai berulang-ulang kali akan bewarna gelap dan menyebabkan
produk gorengan juga akan bewarna gelap), serta pengontrolan komponen atau
bahan-bahan yang ditambahkan kedalam formula untuk breading (misalnya,
penggunaan gula akan menyebabkan warna produk menjadi lebih gelap)
(Soekarto, 1985).
3.2.3.2 Uji Hedonik Aroma Chicken Nugget
Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan
tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera
pembau. Menurut Winarno (1992), bau yang diterima oleh hidung dan otak
umumnya merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik,
dan hangus. Berdasarkan pada Tabel 1 uji hedonik nugget pada parameter
aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai aroma sampel chicken nugget
TIA yang dibuat oleh kelompok 4 dengan rataan penilaian kesukaan yang
diberikan sebesar 5.3 dengan skala penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Aroma produk olahan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama dan temperatur
pemasakan (Soeparno, 1994). Aroma produk daging olahan juga dapat
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan produk
daging olahan dan pemasakan, khususnya bawang merah, bawang putih, bumbu
lada dan pala atau garam. Hal ini disebabkan penggunaan bahan-bahan tersebut
mengeluarkan senyawa volatil yang berpengaruh terhadap flavor chicken
nugget yang dihasilkan.
Komponen karbonil yang terbentuk selama penggorengan dapat
bereaksi dengan asam amino, amin, dan protein akan menghasilkan flavor yang
diinginkan. Menurut Warner (2002), flavor hasil penggorengan yang diinginkan
dapt terbentuk pada suhu dan waktu penggorengan yang optimum. Komponen
flavor pada makanan yang digoreng sebagian besar adalah komponen volatil
dari asam linoleat dan dienal, alkenals, lactones, hydrocarbon, dan komponen
cyclic (Warner, 2002).
3.2.3.3 Uji Hedonik Crispyness Chicken Nugget
Crispyness atau kerenyahan tekstur merupakan komponen utama dari
suatu produk dan merupakan kriteria tambahan dalam menilai suatu produk
pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah. Tekstur merupakan
sensasi tekanan yang dapat di amati dengan mulut (pada waktu digigit,
dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari manis. Penilaian biasanya
dilakukan dengan menggosokkan jari dari bahan yang dinilai diantara kedua jari
(Winarno, 1992).
Berdasarkan pada Tabel 1 uji hedonik produk chicken nugget pada
parameter crispyness atau kerenyahan, panelis lebih menyukai sampel nugget
ZAH dan TIA yang dibuat oleh kelompok 4 dan 5 dengan rataan penilaian yang
diberikan sebesar 5.5 dengan skala penilain antara [agak suka] sampai [suka].
Sedangkan sampel chicken nugget UCI yang dibuat oleh kelompok 1
mendapatkan rataan penilaian crispyness terendah yang diberikan yaitu 4.9.
Terjadinya tingkat crispyness nugget yang rendah dapat dilihat dari
pengulenan pada batter dan adonan tepung yang kurang sempurna sehingga
menghasilkan nugget yang kurang renyah serta penggorengan pada minyak
yang terlalu panas sehingga mengakibatkan kulit luar produk terlalu coklat
namun produk di dalamnya belum matang.
Kerenyahan (crispyness) pada chicken nugget ini dipengaruhi oleh
pembuatan bahan batter serta breader. Breading adalah tepung dari crumb roti
atau cracker dalam bentuk kering untuk memberi tekstur pelapis yang kasar,
digunakan sebagai batter. Pelapisan ini dapat memberi rasa crispy (Mead,
1989). Penambahan ini bertujuan untuk menambah cita rasa serta menjaga
agar nugget tidak mengalami perubahan bentuk atau tidak lengket apabila
dikemas bersama nugget yang lain (Amertaningtyas, 2000).
3.2.3.4 Uji Hedonik Rasa Chicken Nugget
Rasa merupakan suatu komponen flavor dan merupakan kriteria penting
dalam menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap
yaitu lidah. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera
yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan
terasa pada lidah.
Berdasarkan pada Tabel 2 uji hedonik produk Nugget pada parameter
rasa, panelis lebih menyukai sampel nugget ZAH yang dibuat oleh kelompok 6
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.6 dengan skala
penilaian [agak suka] sampai [suka]. sedangkan sampel nugget TAL yang
dibuat oleh kelompok 3 mendapatkan rataan penilaian kesukaan terendah yang
diberikan yaitu 4.6. dengan skala penilaian [biasa] sampai [agak suka].
Rasa pada produk chicken nugget yang dihasilkan dipengaruhi oleh
bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan produk daging olahan dan
pemasakan, khususnya bumbu lada, pala dan garam. Lada dan pala
ditambahkan pada adonan chicken nugget untuk meningkatkan cita rasa dan
aroma, sedangkan penambahan garam dapat memberikan cita rasa,
memperbaiki aroma dan membantu dalam pembentukan teksturnya.
Rasa pada chicken nugget juga dipengaruhi oleh proses pemasakan.
Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa
kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu
komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan
intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test compensation). Minyak
goreng merupakan sumber lemak (lemak pada pada suhu ruang) yang
ditambahkan ke dalam mie. Penambahan lemak berfungsi untuk menambah
kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari bahan pangan.
Komponen karbonil yang terbentuk selama penggorengan dapat
bereaksi dengan asam amino, amin, dan protein akan menghasilkan flavor yang
diinginkan. Menurut Warner (2002), flavor hasil penggorengan yang diinginkan
dapt terbentuk pada suhu dan waktu penggorengan yang optimum. Komponen
flavor pada makanan yang digoreng sebagian besar adalah komponen volatil
dari asam linoleat dan dienal, alkenals, lactones, hydrocarbon, dan komponen
cyclic (Warner, 2002).
3.2.3.5 Uji Hedonik Pick-up Chicken Nugget
Pick-up adalah selisih bobot pada adonan nugget yang dilapisi atau
dilakukan tahap coating. Proses pick-up terdiri dari tiga macam, yaitu pick-up
predust, pick up batter dan pick up breader. Berdasarkan pada Tabel 2 uji
hedonik chicken nugget pada parameter pick-up terlihat bahwa panelis paling
menyukai sampel chicken nugget RIC yang dibuat oleh kelompok 2 dengan
rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.3 dengan skala penilaian
antara [agak suka] sampai [suka].
Pada dasarnya kondisi pick up yang terlalu banyak atau kurang dapat
disebabkan oleh lapisan coating yang terlalu kental atau terlalu encer. Hal ini
menyebabkan kekentalan batter harus dikontrol secara rutin (Peningkatan suhu
akan menyebabkan perubahan kekentalan adonan batter). Selain itu, kontrol
lamanya waktu pencelupan juga perlu dilakukan karena berpengaruh pada
tingkat pick up yang didapatkan.
Semakin kental adonan batternya maka akan semakin mempengaruhi
mutu lapisan dari coating products. Beberapa kelompok mungkin saat
melakukan pelapisan batter kondisi batter sudah mulai agak encer yang
akhirnya menyebabkan pick up nya tidak sempurna.
Tingkat penyerapan minyak (oil pick up) juga sangat mempengaruhi
mutu produknya. Parameter proses yang mempengaruhi adalah suhu
penggorengan dan kondisi kesegaran minyak (minyak baru atau sudah dipakai
berulang). Suhu penggorengan nugget yang baik adalah 180°C. Penggorengan
pada suhu rendah (<150°C) akan menghasilkan produk akhir yang alot, liat dan
basah (menyerap banyak minyak).
Penggunaan minyak goreng yang sudah dipakai berulang juga
meningkatkan penyerapan minyak pada produk akhir karena minyak yang
sudah tidak segar memiliki suhu penggorengan yang rendah. Hal inilah yang
terjadi pada penggorengan nugget. Penggorengan dilakukan pada minyak yang
sudah tidak segar lagi (kondisi hitam) sehingga menghasilkan chicken nugget
yang sangat berminyak dan beberapa bagian dalamnya masih basah (mentah).
Ukuran partikel batter dan breader juga mempengaruhi jumlah minyak yang
diserap. Partikel yang makin halus akan menyerap minyak semakin banyak
sehingga partikel yang semakin kasar akan menyerap minyak semakin sedikit.
3.2.3.6 Uji Hedonik Daya Lengket Chicken Nugget
Daya rekat atau daya lengket dalam suatu produk merupakan salah satu
sifat organoleptik yang sangat penting. Apabila coated products memiliki daya
rekat yang kurang maka penerimaan konsumen terhadap produk tersebut akan
kurang begitu pula sebaliknya. Apabila nugget memiliki daya rekat yang baik
maka penerimaan konsumen terhadap produk olahan daging pun juga akan baik
sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen. Berdasarkan pada
Tabel 2 uji hedonik chicken nugget pada parameter daya lengket terlihat bahwa
panelis paling menyukai sampel chicken nugget SEL yang dibuat oleh
kelompok 1 dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.3
dengan skala penilaian antara [agak suka] sampai [suka].
Daya lekat pada produk dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut adalah dari adonan lapisan permukaan, suhu dan waktu penggorengan.
Salah satu yang mempengaruhi adonan yaitu batter dan breader. Batter adalah
campuran air, pati, dan tepung yang digunakan untuk mencelup produk saat
dimasak. Sedangkan breader adalah tepung dari crumb roti atau cracker dalam
bentuk kering untuk memberi tekstur pelapis yang kasar.
Kondisi daya lekat juga dipengaruhi oleh pelapisan tepung panir atau
breader. Apabila tepung roti memiliki partikel yang halus maka daya rekat dari
adonan chicken nugget akan semakin kuat. Selain itu pemilihan jenis protein
yang ditambahkan ke dalam adonan batter (tepung terigu, susu skim, CMC)
akan mempengaruhi baik tidaknya penempelan lapisan coating ke bahan
utama.
3.2.3.7 Uji Hedonik Blow-off Chicken Nugget
Blow-off merupakan pembentukan rongga antara lapisan coating dengan
bahan utama. Pada proses pembuatan nugget dan coated mix products terlihat
blow-off yang terbentuk oleh penggunaan batter saat proses pelapisan antara
bahan utama dengan lapisan coatingnya (Winarno, 1992).
Berdasarkan pada Tabel 2 uji hedonik chicken nugget pada parameter
blow-off terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel nugget ZAH yang
dilakukan oleh kelompok 6 dengan penilaian rataan sebesar 5.21. Sedangan
penilai kesukaan terendah yang dilakukan oleh panelis adalah sampel nugget
UCI yang dilakukan oleh kelompok 5 dengan penilaian rataan sebesar 4.74.
Penyebab pengugunaan batter yang terlalu kental dapat mengakibatkan
bagian permukaan nugget mengalami pengerasan selama penggorengan
sehingga uap air dalam bahan utama tidak bisa dilepas kepermukaan produk
tetapi lepas diantara bahan utama dan lapisan coating. Cara mengatasi masalah
ini dapat dilakukan dengan cara mengatur viskositas batter, mengatur
ketebalan batter yang menenpel dipermukaan bahan utama, menggunakan pre-
dust dengan ukuran partikel medium untuk membentuk lapisan coating yang
lebih proporsi sehingga uap air lebih cepat diuapkan selama penggorengan.
Blow-off juga dapat disebabkan oleh kondisi proses pembekuaan. Proses
pembekuan yang cepat menyebabkan blow-off minimal sementara pembekuan
lambat menyebabkan blow-off produk meningkat (Soekarto, 1985).
3.2.4 Proses Pengolahan Mix Coated Products
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pengolahan pada mix coated
products yaitu fried chicken, tempura udang dan tempura jamur. Fried chicken adalah
daging ayam yang dibuat dengan cara dilumuri tepung dan digoreng. Pada praktikum
kali ini daging ayam yang digunakan adalah bagian sayap.
Tempura udang adalah udang yang dicelup ke dalam adonan berupa batter
dan tepung yang lalu digoreng dengan minyak goreng sehingga berwarna kuning
muda. Sedangkan tempura jamur adalah jamur yang direkatkan dengan predust,
batter, dan breader kemudian digoreng. Sebelum dilakukan pengolahan terlebih
dahulu daging yang digunakan masing-masing dibersihkan. Pada udang terlebih
dahulu dibersihkan, dibuang kulitnya dan dikeluarkan kotorannya.
Setelah dibersihkan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih,
garam dll dicampurkan dengan sedikit air. Kemudian sayap ayam, jamur dan udang
masing-masing direndam dengan campuran bumbu tersebut dan dibekukan ke dalam
freezer. Hal ini bertujuan agar bumbu yang telah ditambahkan dapat meresap
sempurna ke dalam daging sehingga menyebabkan timbulnya aroma dan cita rasa
pada produk fried chicken, tempura udang dan tempura jamur.
Setelah dibekukan, daging ayam, udang dan jamur dilakukan tahap pelapisan
sebelum digoreng. Pelapisan dengan tepung berbumbu dilakukan dalam tiga tahap.
Coating (predust, batter, breader) digunakan untuk melapisi produk–produk
makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama
pemasakan dan penyimpangan.
Tahap pertama adalah pre dusting dimana daging ayam, jamur, dan udang
dilumuri dengan terigu secara tipis dan merata untuk membantu penempelan adonan
batter ke permukaan adonan. Tahap ini juga bertujuan untuk memperkokoh tekstur
dari produk yang dihasilkan dan menghambat secara langsung penyerapan air pada
adonan batter kedalam adonan. Pemberian predust flour harus merata hingga seluruh
permukaan daging ayam, jamur, dan udang.
Setelah dilakukan tahap pre dusting, daging ayam, jamur, dan udang
dicelupkan dalam adonan batter dengan tujuan untuk membuat permukaan menjadi
basah dan lengket sehingga mempermudah tahap breader. Perekat tepung (batter)
adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan
untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Batter yang digunakan dalam
pembuatan coated products berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak
mengandung benda–benda asing.
Setelah dicelupkan ke dalam adonan batter, adonan pun dilumuri tepung panir
atau tepung yang dikenal dengan isitilah breader. Pelumuran tepung roti (breading)
merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan.
Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Potongan coated
product dibalur dengan tepung roti sehingga bagian yang dilapisi dibagian luar akan
melekat dengan baik dan mengurangi penyerapan minyak secara langsung pada
adonan.
Teknik pelapisan akan sangat mempengaruhi mutu produk. Teknik yang salah
menyebabkan tepung tidak melekat dengan baik dan mudah lepas saat
penggorengan. Pada praktikum kali ini tahap pelumuran dengan tepung panir
(breader) hanya dilakukan pada tempura udang dan tempura jamur. Hal ini dilakukan
karena dalam proses pengolahan fried chicken biasanya tidak menggunakan tepung
panir (breader).
Setelah dilakukan tahap pelapisan (coating), proses selanjutnya yang
dilakukan pada mix coated products adalah penggorengan. Penggorengan merupakan
proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak
pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat
keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (maillard).
Reaksi maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida
dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau
penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein.
Penggorengan langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan
breading. Tujuan penggorengan adalah untuk menempelkan perekat tepung pada
produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya
didistribusikan kepada konsumen. Proses penggorangan akan memberikan warna
pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan
penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk.
Penggorengan dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-
195°C) sampai matang. Selama proses penggorengan terjadi secara simultan
perpindahan panas dan massa. Waktu penggorengan dipenggaruhi oleh laju pindah
panas dari minyak goreng ke produk yang digoreng.
Laju pindah panas dari minyak goreng ke produk dipengaruhi oleh suhu
minyak di sekitar produk. Semakin tinggi suhu minyak goreng, koefisien pindah
panas dari minyak ke bahan juga semakin tinggi akibat adanya boiling heat transfer
secara konveksi dari minyak goreng ke produk (Farkas, 1996). Keadaan suhu minyak
goreng disekitar produk dipengaruhi oleh desain penggoreng. Parameter desain yang
paling berpengaruh adalah tingginya minyak goreng dan elemen pemanas dalam
wadah penggoreng.
Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang
matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong.
Penggorengan dilakukan dapat tergantung pada ketebalan dan ukuran produk. Setelah
produk digoreng, produk pun siap untuk diuji secara hedonik.
3.2.5 Uji Hedonik Mix Coated Products
Menurut Gusfahmi (2011), uji hedonik merupakan suatu kegiatan pengujian
yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu
produk tertentu. Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap warna,
aroma, crispyness, rasa, pick-up, daya lengket dan blow-off sampel mix coated
products (fried chicken, tempura udang, tempura jamur) yang berbeda. Kepada
panelis disediakan enam sampel mix coated products yang telah dibuat oleh semua
kelompok dan disajikan secara acak.
Setelah itu panelis diminta untuk menyatakan kesukaaan pada mix coated
products pada parameter warna, aroma, crispyness, rasa, pick-up, daya lengket dan
blow-off. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan yaitu sangat suka
[7], suka [6], agak suka [5], biasa [4], sedikit tidak suka [3], tidak suka [2], sangat
tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang timbul saat
panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang diujikan.
3.2.5.1 Uji Hedonik Warna Mix Coated Products
Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang sangat
penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan paramneter lain
terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan pertama dalam penilaian
bahan pangan adalah warna yang akan menentukan penerimaan atau penolakan
panelis terhadap produk. Berdasarkan pada Tabel 3 uji hedonik mix coated
products pada parameter warna terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel
tempura jamur D yang dibuat oleh kelompok 5 dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 5.2 dengan skala penilaian antara [agak suka]
sampai [suka].
Menurut Ketaren (1986) munculnya warna ini disebabkan oleh adanya
reaksi Maillard, yaitu terjadinya reaksi molekul karbohidrat dengan gugus
pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dan molekul protein. Tingkat
intensitas warna yang dihasilkan tergantung dari lama penggorengan, suhu dan
komposisi kimia permukaan bahan pangan, sedangkan jenis minyak yang
digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan pangan.
Semakin meningkat jumlah asam aminonya, semakin banyak terjadi
pembentukan warna. Gugus karbonil dari gula pereduksi dengan gugus asam
amino bebas merupakan komponen penting dalam reaksi maillard. Asam amino
lisin lah yang menyebabkan adanya pencoklatan pada produk pangan (Silmi,
2011). Sehingga dapat diketahui pada pengujian kali ini asam amino lisin
berperan dalam pembentukan warna cokelat pada mix coated products.
Keseragaman yang diperlihatkan dari produk terlihat terutama dari
warna permukaan. Pengendalian warna dilakukan dengan mengontrol suhu dan
waktu penggorengan (suhu dan waktu tidak boleh terlalu jauh diatas suhu
optimal), penggunaan minyak goreng dengan mutu yang baik (minyak yang
sudah dipakai berulang-ulang kali akan bewarna gelap dan menyebabkan
produk gorengan juga akan bewarna gelap), serta pengontrolan komponen atau
bahan-bahan yang ditambahkan kedalam formula untuk breading (misalnya,
penggunaan gula akan menyebabkan warna produk menjadi lebih gelap)
(Soekarto, 1985).
3.2.5.2 Uji Hedonik Aroma Mix Coated Products
Aroma atau bau suatu makanan menentukan kelezatan makanan
tersebut. Penilaian aroma suatu makanan tidak terlepas dari fungsi indera
pembau. Menurut Winarno (1992), bau yang diterima oleh hidung dan otak
umumnya merupakan campuran empat bau utama, yaitu harum, asam, tengik,
dan hangus. Berdasarkan pada Tabel 3 uji hedonik mix coated products pada
parameter aroma terlihat bahwa panelis paling menyukai aroma sampel tempura
udang C yang dibuat oleh kelompok 3 dengan rataan penilaian kesukaan yang
diberikan sebesar 5.0 dengan skala penilaian [agak suka].
Aroma produk olahan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama dan temperatur
pemasakan (Soeparno, 1994). Aroma produk daging olahan juga dapat
dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan produk
daging olahan dan pemasakan, khususnya bawang merah, bawang putih, bumbu
lada dan pala atau garam. Hal ini disebabkan penggunaan bahan-bahan tersebut
mengeluarkan senyawa volatil yang berpengaruh terhadap flavor mix coated
products yang dihasilkan.
Komponen karbonil yang terbentuk selama penggorengan dapat
bereaksi dengan asam amino, amin, dan protein akan menghasilkan flavor yang
diinginkan. Menurut Warner (2002), flavor hasil penggorengan yang diinginkan
dapt terbentuk pada suhu dan waktu penggorengan yang optimum. Komponen
flavor pada makanan yang digoreng sebagian besar adalah komponen volatil
dari asam linoleat dan dienal, alkenals, lactones, hydrocarbon, dan komponen
cyclic (Warner, 2002).
3.2.5.3 Uji Hedonik Crispyness Mix Coated Products
Crispyness atau kerenyahan tekstur merupakan komponen utama dari
suatu produk dan merupakan kriteria tambahan dalam menilai suatu produk
pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah. Tekstur merupakan
sensasi tekanan yang dapat di amati dengan mulut (pada waktu digigit,
dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari manis. Penilaian biasanya
dilakukan dengan menggosokkan jari dari bahan yang dinilai diantara kedua jari
(Winarno, 1992).
Berdasarkan pada Tabel 3 uji hedonik mix coated products pada
parameter crispyness terlihat bahwa panelis panelis lebih menyukai sampel
tempura jamur F dengan rataan penilaian yang diberikan sebesar 4.8 dari pada
tempura jamur E dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.7.
Pada produk tempura udang, panelis lebih menyukai sampel tempura udang D
dengan rataan penilaian yang diberikan sebesar 4.7 dari pada tempura udang C
dengan rataan penilaian yang diberikan sebesar 4.6. Sedangkan pada produk
fried chicken, panelis lebih menyukai sampel B dengan rataan penilaian
kesukaan yang diberikan sebesar 4.7 daripada fried chicken A dengan rataan
penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.4.
Hasil uji hedonik yang lebih rendah pada sampel A, C, E disebabkan
tidak adanya penambahan soda kue pada produk tersebut. Penambahan soda
kue dapat membuat produk menjadi lebih renyah serta tidak keras.
Penggorengan dengan deep fat frying juga dapat membuat produk lebih renyah
karena produk terendam oleh minyak.
Kerenyahan (crispyness) pada mix coated products ini dipengaruhi oleh
pembuatan bahan batter serta breader. Breading adalah tepung dari crumb roti
atau cracker dalam bentuk kering untuk memberi tekstur pelapis yang kasar,
digunakan sebagai batter. Pelapisan ini dapat memberi rasa crispy (Mead,
1989). Penambahan ini bertujuan untuk menambah cita rasa serta menjaga
agar mix coated products tidak mengalami perubahan bentuk atau tidak lengket
apabila dikemas bersama mix coated products yang lain.
Pada coated products seharusnya digunakan penambahan soda pada
semua produk, agar kerenyahan yang didapat sesuai. Pada proses pembuatan
coated mix products ini adanya penambahan soda kue pada adonan batter serta
adonan tepung yang bertujuan untuk membuat adonan mengembang serta hasil
tempura yang diperoleh menjadi garing serta tidak keras, namun produk yang
dihasilkan tidak mengembang. Hal ini disebabkan penambahan soda kue hanya
ditambahkan pada adonan batter dan tidak ditambahkan pada adonan predust.
Selain itu lamanya proses pengadukan pada adonan batter akan menyebabkan
CO2 menjadi keluar sehingga tidak adanya pengembangan pada produk yang
ditambah dengan soda kue.
3.2.5.4 Uji Hedonik Rasa Mix Coated Products
Rasa merupakan suatu komponen flavor dan merupakan kriteria penting
dalam menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap
yaitu lidah. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera
yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan
terasa pada lidah.
Berdasarkan pada Tabel 4 uji hedonik mix coated products pada
parameter rasa terlihat bahwa panelis lebih menyukai sampel ayam crispy B
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.59 daripada ayam
crispy A dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.55. Pada
produk tempura udang, panelis lebih menyukai sampel tempura udang D
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.69 daripada tempura
udang C dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.68.
Pada produk tempura jamur, panelis lebih menyukai sampel tempura E
dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.55 daripada tempura
F dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4.14. Rasa lada
yang kuat sangat mencolok dari produk tempura jamur, maka dari itu
kebanyakan panelis tidak menyukainya.
Rasa pada produk mix coated products yang dihasilkan dipengaruhi
oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan produk daging olahan
dan pemasakan, khususnya bumbu lada, pala dan garam. Lada dan pala
ditambahkan pada adonan mix coated products untuk meningkatkan cita rasa
dan aroma, sedangkan penambahan garam dapat memberikan cita rasa,
memperbaiki aroma dan membantu dalam pembentukan teksturnya.
Rasa pada mix coated products juga dipengaruhi oleh proses
pemasakan. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa
lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin
peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test compensation).
Minyak goreng merupakan sumber lemak (lemak pada pada suhu ruang) yang
ditambahkan ke dalam mie. Penambahan lemak berfungsi untuk menambah
kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari bahan pangan.
Komponen karbonil yang terbentuk selama penggorengan dapat
bereaksi dengan asam amino, amin, dan protein akan menghasilkan flavor yang
diinginkan. Menurut Warner (2002), flavor hasil penggorengan yang diinginkan
dapt terbentuk pada suhu dan waktu penggorengan yang optimum. Komponen
flavor pada makanan yang digoreng sebagian besar adalah komponen volatil
dari asam linoleat dan dienal, alkenals, lactones, hydrocarbon, dan komponen
cyclic (Warner, 2002).
3.2.3.5 Uji Hedonik Pick-up Mix Coated Products
Pick-up adalah selisih bobot pada adonan mix coated products yang
dilapisi atau dilakukan tahap coating. Proses pick-up terdiri dari tiga mcam,
yaitu pick-up predust, pick up batter dan pick up breader. Berdasarkan pada
Tabel 3 uji hedonik mix coated products pada parameter pick up terlihat bahwa
panelis paling menyukai pick up sampel tempura udang C yang dibuat oleh
kelompok 3 dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 5.0
dengan skala penilaian [agak suka].
Pada dasarnya kondisi pick up yang terlalu banyak atau kurang dapat
disebabkan oleh lapisan coating yang terlalu kental atau terlalu encer. Hal ini
menyebabkan kekentalan batter harus dikontrol secara rutin (peningkatan suhu
akan menyebabkan perubahan kekentalan adonan batter). Selain itu, kontrol
lamanya waktu pencelupan juga perlu dilakukan karena berpengaruh pada
tingkat pick up yang didapatkan.
Berdasarkan penjelasan diatas dimana semakin kental adonan batternya
maka akan semakin mempengaruhi mutu lapisan dari coating products.
Beberapa kelompok mungkin saat melakukan pelapisan batter kondisi batter
sudah mulai agak encer yang akhirnya menyebabkan pick up nya tidak
sempurna.
Tingkat penyerapan minyak (oil pick up) juga sangat mempengaruhi
mutu produknya. Parameter proses yang mempengaruhi adalah suhu
penggorengan dan kondisi kesegaran minyak (minyak baru atau sudah dipakai
berulang). Suhu penggorengan coated products yang baik adalah 180°C.
Penggorengan pada suhu rendah (<150°C) akan menghasilkan produk akhir
yang alot, liat dan basah (menyerap banyak minyak).
Penggunaan minyak goreng yang sudah dipakai berulang juga
meningkatkan penyerapan minyak pada produk akhir karena minyak yang
sudah tidak segar memiliki suhu penggorengan yang rendah. Hal inilah yang
terjadi pada penggorengan coated products. Penggorengan dilakukan pada
minyak yang sudah tidak segar lagi (kondisi hitam) sehingga menghasilkan mix
coated products yang sangat berminyak dan beberapa bagian dalamnya masih
basah (mentah). Ukuran partikel batter dan breader juga mempengaruhi jumlah
minyak yang diserap. Partikel yang semakin halus akan menyerap minyak
semakin banyak sehingga partikel yang semakin kasar akan menyerap minyak
semakin sedikit.
3.2.3.6 Uji Hedonik Daya Lengket Mix Coated Products
Daya rekat atau daya lengket dalam suatu produk merupakan salah satu
sifat organoleptik yang sangat penting. Apabila coated products memiliki daya
rekat yang kurang maka penerimaan konsumen terhadap produk tersebut akan
kurang begitu pula sebaliknya. Apabila coated products memiliki daya rekat
yang baik maka penerimaan konsumen terhadap produk olahan daging pun juga
akan baik sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen.
Berdasarkan pada Tabel 4 uji hedonik mix coated products pada parameter
daya lengket terlihat bahwa panelis paling menyukai sampel fried chicken B
yang dibuat oleh kelompok 2 dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan
sebesar 4.6 dengan skala penilaian antara [biasa] sampai [agak suka].
Daya lekat pada produk dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut adalah dari adonan lapisan permukaan, suhu dan waktu penggorengan.
Salah satu yang mempengaruhi adonan yaitu batter dan breader. Batter adalah
campuran air, pati, dan tepung yang digunakan untuk mencelup produk saat
dimasak. Sedangkan breader adalah tepung dari crumb roti atau cracker dalam
bentuk kering untuk memberi tekstur pelapis yang kasar.
Kondisi daya lekat juga dipengaruhi oleh pelapisan tepung panir atau
breader. Apabila tepung roti memiliki partikel yang halus maka daya rekat dari
adonan coated products akan semakin kuat. Selain itu pemilihan jenis protein
yang ditambahkan ke dalam adonan batter (tepung terigu, susu skim, CMC)
akan mempengaruhi baik tidaknya penempelan lapisan coating ke bahan
utama.
3.2.3.7 Uji Hedonik Blow-off Mix Coated Products
Blow-off merupakan pembentukan rongga antara lapisan coating dengan
bahan utama. Pada proses pembuatan nugget dan coated mix products terlihat
blow-off yang terbentuk oleh penggunaan batter saat proses pelapisan antara
bahan utama dengan lapisan coatingnya (Winarno, 1993). Berdasarkan pada
Tabel 4 uji hedonik mix coated products pada parameter blow-off terlihat
bahwa panelis paling menyukai sampel tempura jamur E yang dilakukan oleh
kelompok 5 dengan penilaian rataan sebesar 4.5 dengan skala penilaian antara
[biasa] sampai [agak suka].
Penyebab pengugunaan batter yang terlalu kental dapat mengakibatkan
bagian permukaan coated products mengalami pengerasan selama
penggorengan sehingga uap air dalam bahan utama tidak bisa dilepas
kepermukaan produk tetapi lepas diantara bahan utama dan lapisan coating.
Cara mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan cara mengatur viskositas
batter, mengatur ketebalan batter yang menenpel dipermukaan bahan utama,
menggunakan pre-dust dengan ukuran partikel medium untuk membentuk
lapisan coating yang lebih proporsi sehingga uap air lebih cepat diuapkan
selama penggorengan. Blow-off juga dapat disebabkan oleh kondisi proses
pembekuaan. Proses pembekuan yang cepat menyebabkan blow-off minimal
sementara pembekuan lambat menyebabkan blow-off produk meningkat
(Soekarto, 1985).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada
pembuatan coated products diperlukan bahan dengan kombinasi yang tepat serta
proses pengolahan yang baik untuk hasil akhir produk. Pada uji mutu hedonik warna
dan pick-up pada nugget, nugget TAL (kelompok 3) memiliki mutu dan kualitas yang
paling disukai. Pada uji mutu hedonik aroma dan crispyness pada nugget, nugget TIA
(kelompok 4) memiliki mutu dan kualitas yang paling disukai. Pada uji mutu hedonik
rasa dan blow-off pada nugget, nugget ZAH (kelompok 6) memiliki mutu dan kualitas
yang paling disukai.
Pada uji mutu hedonik warna, daya lengket dan pick-up pada mix coated
products, fried chicken (kelompok 2) memiliki mutu dan kualitas yang paling disukai.
Pada uji mutu hedonik aroma dan rasa pada mix coated products, tempura udang
(kelompok 3) memiliki mutu dan kualitas yang paling disukai. Pada uji mutu hedonik
blow-off mix coated products, tempura jamur (kelompok 5) memiliki mutu dan
kualitas yang paling disukai. Pada uji mutu hedonik crispyness pada mix coated
products, tempura jamur (kelompok 6) memiliki mutu dan kualitas yang paling
disukai.
4.2 Saran
Formula bahan yang akan digunakan harus dibuat dengan kombinasi yang
tepat agar dihasilkan produk yang bermutu tinggi. Proses penggilingan pada
pembuatan nugget harus diperhatikan pada setiap proses agar proses ekstraksi protein
dan pengemulsian lemak terjadi secara optimal. Pada proses pembuatan mix coated
products yang menggunakan soda kue harus diperhatikan pada pengadukan adonan
batter jangan terlalu lama sehingga CO2 tidak keluar dan produk mengembang.
DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas, 2003. Peran Bawang Putih dan Bawang Merah dalam
Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Surabaya: Universitas
Airlangga
Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dan Ikan Nila Merah. Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Gusfahmi. 2011. Uji Hedonik. http://achmadgusfahmi.blogspot.com [9 Maret 2013]
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. UI – Press.
Palungkun dan Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press
Warner, K. 2002. Chemistry of Frying Oil. New York: Marcell Dekker. Inc
Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Winarno dan Fardiaz. 1973. Teknologi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Formula pembuatan nugget
Fillet ayam: 500 gram
Es: 35 gram
Garam: 10 gram
STPP: 1.5 gram
Tepung Maizena: 7.5 gram
Lampiran 2. Formula Bumbu dan Batter Coated Products
Formula Bumbu Formula BatterBawang merah: 150 gram Tepung terigu: 300 gramBawang putih: 150 gram Maizena: 300 gram
Lada: 25 butir Susu skim: 50 gramPala: Secukupnya CMC: 3,0 gram
Bawang bombay, daun bawang dan seledri: Secukupnya
Air galon: 1400 ml
Lampiran 3. Data Pengolahan Nugget dan Tempura
1. Nugget
Berat daging ayam: 475 gram
Total adonan nugget setelah predust
Total adonan nugget setelah batter
Total adonan nugget setelah breader
Predust : B-A x 100% 22,64 - 20,04 x 100% = 12,97 %
A 20,04
Batter : C-B x 100% 27,93 – 22,64 x 100% = 23,36 %
B 22,64
Breader : D-C x 100% 30,85 – 27,93 x 100% = 10,45%
C 27,93
Total : D-A x 100% 30,85 - 20,04 x 100% = 53,94%
A 20,04
2. Tempura Udang
Berat udang + lepas kulit: 70 gram
Total tempura+panir: 61,03 gram
Lampiran 4. Dokumentasi pengolahan coated products
Gambar 1. Tempura Udang Gambar 2. Mix Coated Product