laporan biofar

13
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep. (Ansel, 1985) Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam cairan pada tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada suatu tempat dalam saluran lambung- usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi. (Ansel, 1985) Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran cerna, obat tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi, deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan. (Martin, 1993) Di dalam pembahasan untuk memahami mekanisme disolusi, kadang-kadang digunakan salah satu model atau gabungan dari beberapa model antara lain adalah: Model Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)

Transcript of laporan biofar

Page 1: laporan biofar

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke

dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting artinya bagi ketersediaan suatu

obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut

sebelum diserap ke dalam tubuh. Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk

padat atau semi padat, seperti kapsul, tablet atau salep. (Ansel, 1985)

Agar suatu obat diabsorbsi, mula-mula obat tersebut harus larutan dalam cairan pada

tempat absorbsi. Sebagai contoh, suatu obat yang diberikan secara oral dalam bentuk tablet

atau kapsul tidak dapat diabsorbsi sampai partikel-partikel obat larut dalam cairan pada

suatu tempat dalam saluran lambung-usus. Dalam hal dimana kelarutan suatu obat

tergantung dari apakah medium asam atau medium basa, obat tersebut akan dilarutkan

berturut-turut dalam lambung dan dalam usus halus. Proses melarutnya suatu obat disebut

disolusi. (Ansel, 1985)

Bila suatu tablet atau sediaan obat lainnya dimasukkan dalam saluran cerna, obat

tersebut mulai masuk ke dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak

dilapisi polimer, matriks padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul-granul, dan

granul-granul ini mengalami pemecahan menjadi partikel-partikel halus. Disintegrasi,

deagregasi dan disolusi bisa berlangsung secara serentak dengan melepasnya suatu obat

dari bentuk dimana obat tersebut diberikan. (Martin, 1993)

Di dalam pembahasan untuk memahami mekanisme disolusi, kadang-kadang

digunakan salah satu model atau gabungan dari beberapa model antara lain adalah:

Model Lapisan Difusi (Diffusion Layer Model)

Model ini pertama kali diusulkan oleh Nerst dan Brunner. Pada permukaan

padat terdapat satu lapisan tipis cairan dengan ketebalan ℓ, merupakan

komponen kecepatan negatif dengan arah yang berlawanan dengan permukaan

padat. Reaksi pada permukaan padat – cair berlangsung cepat. Begitu model

solut melewati antar muka liquid film – bulk film, pencampuran secara cepat

akan terjadi dan gradien konsentrasi akan hilang. Karena itu kecepatan disolusi

ditentukan oleh difusi gerakan Brown dari molekul dalam liquid film.

Model Barrier Antar Muka (Interfacial Barrier Model)

Model ini menggambarkan reaksi yang terjadi pada permukaan padat dan

dalam hal ini terjadi difusi sepanjang lapisan tipis cairan. Sebagai hasilnya, tidak

dianggap adanya kesetimbangan padatan – larutan, dan hal ini harus dijadikan

pegangan dalam membahas model ini. Proses pada antar muka padat – cair

Page 2: laporan biofar

sekarang menjadi pembatas kecepatan ditinjau dari proses transpor. Transpor

yang relatif cepat terjadi secara difusi melewati lapisan tipis statis (stagnant).

Model Dankwert (Dankwert Model)

Model ini beranggapan bahwa transpor solut menjauhi permukaan padat

terjadi melalui cara paket makroskopik pelarut mencapai antar muka – cair

karena terjadi pusaran difusi secara acak. Paket pelarut terlihat pada

permukaan padatan. Selama berada pada antar muka, paket mampu

mengabsorpsi solut menurut hukum difusi biasa, dan kemudian digantikan oleh

paket pelarut segar. Jika dianggap reaksi pada permukaan padat terjadi segera,

prosex pembaharuan permukaan tersebut terkait dengan kecepatan transpor

solut ataudengan kata lain disolusi.

(Firdha, 2013)

Secara sederhana kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai jumlah zat yang terlarut

dari bentuk sediaan padat dalam medium tertentu sebagai fungsi waktu. Dapat juga

diartikan sebagai kecepatan larut bahan obat dari sediaan farmasi atau granul atau partikel-

partikel sebagai hasil pecahnya bentuk sediaan obat tersebut setelah berhubungan dengan

cairan medium. Dalam hal tablet bias diartikan sebagai mass transfer, yaitu kecepatan

pelepasan obat atau kecepatan larut bahan obat dari sediaan tablet ke dalam medium

penerima. Penelitian tentang disolusi telah dilakukan oleh Noyes Whitney dan dalam

penelitiannya diperoleh persamaan yang mirip hukum difusi dari Fick :

dcdt

=KS(Cs−C )

dimana :

dc/ct : laju pelarutan obat

K : tetapan laju difusi

S : luas permukaan partikel

Cs : kadar obat dalam “stagnant layer”

C : konsentrasi obat dalam bagian terbesar pelarut

Dari persamaan di atas terlihat bahwa kinetika pelarutan dapat dipengaruhi oleh sifat

fisikokimia, formulasi, dan pelarut.

Banyak cara untuk mengungkapkan hasil kecepatan pelarutan suat zat atau sediaan.

Selain persamaan di atas cara lain untuk mengungkapkan pelarutan adalah sebagai berikut :

1. Metode Klasik

Page 3: laporan biofar

Metode ini dapat menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu t, yang

kemudian dikenal dengan T-20, T-50, T-90, dan sebagainya. Karena dengan metode ini

hanya menyebutkan 1 titik saja, maka proses yang terjadi di luar titik tersebut tida

diketahui. Titik terebut menyatakan jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu.

2. Metode Khan

Metode ini kemudian dikenal dengan konsep dissolution efficiency(DE)area di bawah

kurva disolusi di antara titik waktu yang ditentukan. Dirumuskan dengan persamaan

sebagi berikut :

DE = 0t ∫Y dt x 100%

Y100.t

Beberapa peneliti mensyaratkan bahwa penggunaan DE sebaiknya mendekati 100%

zat yang terlarut. Keuntungan metode ini adalah :

a. Dapat menggambarkan seluruh proses percobaan yang dimaksud dengan harga DE

b. Dapat menggambarkan hubungan antara percobaan in vitro dan in vivo karena

penggambaran dengan cara DE ini mirip dengan cara penggambaran pecobaan in

vivo

3. Metode linierisasi kurva kecepatan pelarutan dengan menggunakan sebagai contoh

persamaan wagner

Metode ini berdasarkan pada asumsi sebagai berikut :

a. kondisi percobaan harus dalam keadaan sink yaitu Cs>>>C

b. proses pelarutan mengikuti orde I

c. luas permukaan spesifik (S) turun secara eksponensial fungsi waktu

d. kondisi proes pelarutannya non reaktif

(Rara, 2008)

Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut dalam air telah

lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat tersebut umumnya mengalami

proses disolusi yang lambat demikian pula laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat

terlarut akan diabsorpsi pada laju rendah atau bahkantidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan

demikian absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna (Abdou,1989).

Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat fisikokimia zat

aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya ditetapkan oleh kecepatan

pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya

ditentukan oleh kecepatan melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir, 2007).

Faktor yang mempengaruhi Disolusi

Page 4: laporan biofar

1. Suhu

Suhu akan mempengaruhi kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen dapat

disebabkan oleh adanya perbedaan suhu satu derajat.

2. Medium

Media yang paling umum adalah air, buffer dan 0,1 N HCl. Dalam beberapa hal zat tidak

larut dalam larutan air, maka zat organik yang dapat merubah sifat ini atau surfaktan

digunakan untuk menambah kelarutan. Gunanya adalah untuk membantu kondisi “sink”

sehinggan kelarutan obat di dalam medium bukan merupakan faktor penentu dalam proses

disolusi. Untuk mencapai keadaan “sink” maka perbandingan zat aktif dengan volume

medium harus dijaga tetap pada kadar 3-10 kali lebih besar daripada jumlah yang diperlukan

bagi suatu larutan jenuh.

Masalah yang mungkin mengganggu adalah adanya gas dari medium sebelum

digunakan. Gelembung udara yang terjadi dalam medium karena suhu naik dapat

mengangkat tablet, sehingga dapat menaikkan kecepatan melarut.

3. Kecepatan Perputaran

Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat kelarutan. Umumnya kecepatan

pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di atas 100 rpm tidak menghasilkan data

yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata

bahwa kecepatan pengadukan perlu lebih dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah

medium daripada menaikkan rpm. Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan,

sebaiknya dihindarkan.

4. Ketepatan Letak Vertikal Poros

Disini termasuk tegak lurusnya poros putaran dayung atau keranjang, tinggi dan

ketepatan posisi dayung/ keranjang yang harus sentris. Letak yang kurang sentral dapat

menimbulkan hasil yang tinggi, karena hal ini akan mengakibatkan pengadukan yang lebih

hebat di dalam bejana.

5. Goyangnya poros

Goyangnya poros dapat mengakibatkan hasil yang lebih tinggi karena dapat

menimbulkan pengadukan yang lebih besar di dalam medium. Sebaiknya digunakan poros

dan bejana yang sama dalam posisi sama bagi setiap percobaan karena masalah yang timbul

karena adanya poros yang goyang akan dapat lebih mudah dideteksi.

6. Vibrasi

Bilamana vibrasi timbul, hasil yang diperoleh akan lebih tinggi. Hampir semua masalah

vibrasi berasal dari poros motor, pemanas penangas air atau adanya penyebab dari luar. Alas

Page 5: laporan biofar

dari busa mungkin dapat membantu, tetapi kita harus hati-hati akibatnya yaitu letak dan

kelurusan harus dicek.

7. Gangguan pola aliran

Setiap hal yang mempengaruhi pola aliran di dalam bejana disolusi dapat

mengakibatkan hasil disolusi yang tinggi. Alat pengambil cuplikan serta adanya filter pada

ujung pipet selama percobaan berlangsung dapat merupakan penyebabnya.

8. Posisi pengambil cuplikan

Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian puncak

dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP). Cuplikan harus diambil

10-25 mm dari dinding bejana disolusi, karena bagian ini diperkirakan merupakan bagian

yang paling baik pengadukannya.

9. Formulasi bentuk sediaan

Penting untuk diketahui bahwa hasil kecepatan melarut yang aneh tidaklah selalu

disebabkan oleh masalah peralatan saja, tetapi beberapa mungkin juga disebabkan oleh

kualitas atau formulasi produknya sendiri. Beberapa faktor yang misalnya berperan adalah

ukuran partikel dari zat berkhasiat, Mg stearat yang berlebih sebagai lubrikan, penyalutan

terutama dengan shellak dan tidak memadainya zat penghancur. Ada juga yang

menambahkan faktor kekerasan tablet.

10. Kalibrasi alat disolusi

Kalibrasi alat disolusi selama ini banyak diabaikan orang, ternyata hal ini merupakan

salah satu faktor yang paling penting. Tanpa melakukannya tidak dapat kita melihat adanya

kelainan pada alat. Untuk mencek alat disolusi digunakan tablet khusus untuk kalibrasi yaitu

tablet prednisolon 50 mg dari USP yang beredar di pasaran. Tes dilakukan pada kecepatan

dayung atau keranjang 50 dan 100 rpm. Kalibrasi harus dilakukan secara teratur minimal

setiap enam bulan sekali

(Martin, et. al., 2008)

Menurut US Pharmacopea edisi 29 ada 7 alat disolusi sebabagai berikut

Alat 1

Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan

lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang

berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai

berukuran sedemikian sehinnga dapatmempertahankan suhu dalam wadah pada 37o ±

0,5o selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan

tetap. Bagian dari alat termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan

Page 6: laporan biofar

gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat

pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan

selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan

dasar setengah bola, tinggi 169 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm

dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah

penguapan dapat digunakan suatu penutup yang sesuai. Batang logam berada pada posisi

sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2mm pada tiap titik pada sumbu vertikal

wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur

kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang

dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing

monografi dalam batas ± 4%.

Alat 2

Sama seperti Alat 1, bedanya pada alt ini digunakan dayung yang terdiri dari daun

(propellor) dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga

sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar

dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar

daun dan batang rata. Jarak 25mm ± 2mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah

dipertahankan selama pengujian berlangsung. Untuk mencegah mengapungnya sediaan

digunakan sepotong kecil bahan inert seperti gulungan kawat berbentuk spiral.

Page 7: laporan biofar

Alat 3

Alat terdiri dari satu rangkaian labu kaca beralas rata berbentuk silinder; rangkaian

silinder kaca yang bergerak bolak-balik; penahan dari baja tahan karat; (tipe 316 atau yang

setara) dan kasa polipropilen yang dirancang untuk menyambungkan bagian atas dan alas

silinder yang bergerak bolak-balik; dan sebuah motor serta sebuah kemudi untuk

menggerakkan silinder bolak-balik secara vertikal dalam labu dan jika diinginkan, silinder

dapat diarahkan secara horizontal pada deretan labu kaca yang lain. Labu – labu tercelup

sebagian dalam tangas air dengan ukuran sesuai yang da[at mempertahankan suhu 37o ±

0,5o selama pengujian. Tidak ada bagian alat, termasuk tempat di mana alat diletakkan,

memberikan gerakan, goyangan atau getaran yang berarti.

Alat 4

Alat terdiri dari sebuah wadah dan sebuah pompa untuk media disolusi; sebuah sel yang

dapat dialiri, sebuah tangas air yang dapat mempertahankan suhu media disolusi pada 37o ±

0,5o. Pompa mendorong media disolusi ke atas melalui sel. Pompa memiliki kapasitas aliran

antara 240 ml per jam dan 960 ml per jam, dengan laju aliran baku 4 ml, 8 ml, dan 16 ml per

menit. Pompa harus secara volumetrik memberikan aliran

konstan tanpa dipengaruhi tekanan aliran dalam alat penyaring. Sel terbuat dari bahan yang

inert dan transparant, dipasang vertikal dengan suatu sistem penyaring yang mencegah

lepasnya partikel tidak larut dari bagian atas sel; diameter sel baku adalah 12 mm dan 22,6

mm; bagian bawah yang runcing umumnya diisi dengan butiran kaca kecil dengan diameter

lebih kurang 1 mm dan sebuah butiran dengan ukuran lebih kurang 5 mm diletakkan pada

bagian ujung untuk mencegah cairan masuk ke dalam tabung.

Page 8: laporan biofar

Alat 5

DAYUNG DI ATAS CAKRAM

Gunakan labu dan dayung dari Alat 2, dengan penambahan suatu cakram baja tahan

karat dirancang untuk menahan sediaan transdermal pada dasar labu. Suhu dipertahankan

pada 32o ± 0,5o. Jarak 25 mm ± 2 mm antara bilah dayung dan permukaan cakram

dipertahankan selama penetapan berlangsung. Labu dapat ditutup selama penetapan untuk

mengurangi penguapan. Cakram untuk menahan sediaan transdermal dirancang agar

volume tak terukur antara dasar labu dan cakram minimal. Cakram diletakkan sedemikian

rupa sehingga permukaan pelepasan sejajar dengan bilah dayung.

Page 9: laporan biofar

Alat 6

Gunakan labu dari Alat 1, kecuali keranjang dan tangkai pemutar diganti dengan elemen

pemutar silinder yang terbuat dari baja tahan karat, dan suhu dipertahankan pada 32o ±

0,5o selama penetapan berlangsung. Sediaan uji ditempatkan pada silinder pada permulaan

tiap penetapan. Jarak antara bagian dasar labu dan silinder dipertahankan 25 mm ± 2 mm

selama penetapan.

Alat 7

CAKRAM TURUN NAIK

Terdiri dari suatu rangkaian wadah volumetrik untuk larutan yang sudah dikalibrasi atau

ditara, terbuat dari kaca atau bahan inert yang sesuai, sebuah rangkaian motor dan

pendorong untuk menggerakkan sistem turun naik secara vertikal dan mengarahkan sistem

secara horizontal secara otomatis ke deret labu yang berbeda jika diinginkan, dan satu

rangkaian penyangga cuplikan berbentuk cakram. Wadah larutan sebagian terendam dalam

sebuah tangas air yang sesuai dengan ukuran yang memungkinkan untuk mempertahankan

suhu bagian dalam wadah larutan 32o ± 0,5o selama pengujian berlangsung. Tidak ada

Page 10: laporan biofar

bagian alat termasuk tempat diletakkannya alat, yang memberikan gerakan, goncangan,

atau getaran yang berarti.

`Martin, A., Swarbrick, J., & Cammarata, A. 2008. Farmasi Fisik 2. Universitas Indonesia

Press. Jakarta.

Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Gaya Baru. Jakarta.

Anonim. 2007. The United States Pharmacopoeia 30 – The National

Formulary.25. United States Pharmacopoeia Convention, Inc.

Ansel,H.C., (989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta

Firdha, 2013, biofarmasetika,

http://firdhaahdrif29.blogspot.com/2013/09/biofarmasetika.html diakses tanggal 1

Desember 2013

Rara, 2008, Uji disolusi (ketersediaan hayati),

http://rara87.wordpress.com/2008/11/29/ diakses tanggal 1 Desember 2013