Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

33
Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2 Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 1 MODUL I PREPARASI SAMPEL 1.1 Mounting 1.1.1 Tujuan Proses ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, yang berguna untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa harus merusak sampel. 1.1.2 Dasar Teori Mounting adalah teknik untuk mengubah dimensi sampel dengan cara menanamnya pada suatu polimer. Sampel yang perlu di-mounting adalah yang berukuran kecil atau yang tidak mampu berdiri tegak, jadi mounting bertujuan memudahkan penanganan selama preparasi maupun pengamatan dalam uji metalografi [2] . Untuk jenis spesimen yang ukurannya relatif kecil dan tidak beraturan biasanya akan sulit untuk ditangani, terutama saat dilakukan proses pengamplasan dan pemolesan akhir. Contohnya ialah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lainnya. Sehingga untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media, yang disebut dengan media mounting. Dengan mounting keamanan metallographer lebih terjamin terutama bila menangani sampel yang kecil dan runcing, selain itu kerusakan kertas gerinda maupun kain poles dapat dihindari. Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa), sifat eksoterimis rendah, viskositas rendah, penyusutan linier rendah, sifat adhesi baik, memiliki kekerasan yang sama dengan sampel, flowabilitas baik yang dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel dan khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus konduktif.

description

Laporan Awal Metalografi

Transcript of Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Page 1: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 1

MODUL I

PREPARASI SAMPEL

1.1 Mounting

1.1.1 Tujuan

Proses ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, yang

berguna untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak

beraturan tanpa harus merusak sampel.

1.1.2 Dasar Teori

Mounting adalah teknik untuk mengubah dimensi sampel dengan cara

menanamnya pada suatu polimer. Sampel yang perlu di-mounting adalah yang

berukuran kecil atau yang tidak mampu berdiri tegak, jadi mounting bertujuan

memudahkan penanganan selama preparasi maupun pengamatan dalam uji

metalografi [2]

.

Untuk jenis spesimen yang ukurannya relatif kecil dan tidak beraturan

biasanya akan sulit untuk ditangani, terutama saat dilakukan proses pengamplasan

dan pemolesan akhir. Contohnya ialah spesimen yang berupa kawat, spesimen

lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lainnya. Sehingga untuk

memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus

ditempatkan pada suatu media, yang disebut dengan media mounting.

Dengan mounting keamanan metallographer lebih terjamin terutama bila

menangani sampel yang kecil dan runcing, selain itu kerusakan kertas gerinda

maupun kain poles dapat dihindari. Secara umum syarat-syarat yang harus

dimiliki bahan mounting adalah : Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material

maupun zat etsa), sifat eksoterimis rendah, viskositas rendah, penyusutan linier

rendah, sifat adhesi baik, memiliki kekerasan yang sama dengan sampel,

flowabilitas baik yang dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan

yang terdapat pada sampel dan khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM,

bahan mounting harus konduktif.

Page 2: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 2

Gambar 1 Cold Sample Mounting

Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis

reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan

material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang

dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah

dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak

diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak

memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-

material yang keras.

Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting

resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang

tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat

khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb/in2) dan panas (149

0C) pada

mold saat mounting. Proses Mounting yang mengaplikasikan tekanan sering

menimbulkan berbagai permasalahan. Berikut permasalahan yang sering timbul

dan solusi untuk mengatasinya :

1. Adanya Gelembung yang relative besar pada resin Acrylic

Penyebab

Tekanan Mounting tidak cukup

Solusi

Meningkatkan tekanan mounting atau menurunkan temperature

2. Permukaan yang halus pada cetakan

Page 3: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 3

Penyebab

Mount tidak sempurna terpolimerisasi karena polimer tidak

kompatibel dengan mold release atau minyak di permukaan

specimen

Solusi

Bersihkan specimen dan mesin mounting untuk menghilangkan

incompatible coating. Gunakan mold release yang lebih

kompatibel.

3. Void / cracks

Penyebab

Tegangan internal yang tinggi akibat pendinginan yang sangat

cepat

Solusi

Dinginkan mount lebih lambat dan lama

4. Bentuk tidak beraturan (haze) disekitar specimen (pada cetakan acrylic)

Penyebab

Spesimen mengandung uap, atau specimen mengandung tembaga

atau beberapa paduan yang menghambat polimerisasi.

Solusi

Gunakan desicator atau oven temperature rendah untuk

mengeringkan specimen. Lapisi specimen dengan pernis yang tepat

sebelum mounting.

5. Cetakan Phenolic terlepas keluar akibat peningkatan jumlah alcohol

Penyebab

Temperatur mounting tidak mencukupi

Solusi

Tingkatkan temperature mounting atau periksa elemen pemanas.

6. Distorsi atau cracking pada specimen

Penyebab

Tekanan terlalu besar

Solusi

Kurangi tekanan mounting atau gunakan castable resin

Page 4: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 4

1.1.3 Prosedur Percobaan

1.1.3.1 Alat dan Bahan

Peralatan

1. Cetakan

2. Alat khusus untuk compression mounting

Bahan

1. Sampel untuk pengujian,

2. Resin, Hardener (castable mounting),

3. Bubuk bakelit ( compression mounting)

1.1.3.2 Flowchart Proses

a. Castable Mounting

Persiapan Cetakan

Peletakan Sampel

Siapkan Resin 1/3

bagian cetakan

Campurkan resin dengan 15

tetes hardener

Tuangkan hasil campuran

ke dalam cetakan

Tunggu 25-30 menit hingga

resin mengeras

Keluarkan hasil mounting

dari cetakan

Start

Finish

Page 5: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 5

b. Compression Mounting

1.1.4 Daftar Pustaka

[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi

dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

[2] http://www.batan.go.id/ptbn/php/pdf-publikasi/Pranata2007/9

Agus%20sunarto.pdf diakses pada tanggal 22 Februari 2013 pukul 03.15 WIB

Persiapan Permukaan

sampel

Letakan piston hingga

naik ke bagian atas

silinder

Letakan permukaan sampel

hingga menempel pada

permukaan piston

Kurangi tekanan hingga

piston turun

Tuangkan secukupnya bubuk

bakelit ke dalam silinder

Tutup bagian atas silinder

dengan dies penutup

Pasang pemanas pada

tempatnya

Tambahkan tekanan

berdasarkan standar

Aktifkan Pemanas

Pertahankan tekanan sesuai

standar

Tunggu 5 menit, lepaskan

pemanas, dan pasang blok

pendingin

Pasang pemanas pada

tempatnya

Start

Finish

Page 6: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 6

1.2 Pengamplasan / Grinding

1.2.1 Tujuan

Meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara

menggosokkan sampel pada kain abrasif atau amplas

Gambar 2. Kain abrasif

1.2.2 Dasar Teori

Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi

memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar

pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan

menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan

mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah

(hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran

grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman

kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Lihat tabel berikut :

Jenis alat potong Ukuran kertas amplas (grit) untuk

pengamplasan pertama

Gergaji pita 60 – 120

Gergaji abrasif 120 – 240

Gergaji kawat / intan kecepatan

rendah

320 – 400

Tabel 1. Ukuran grit pada pengamplasan pertama dengan alat potong berbeda

Page 7: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 7

Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian

air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas

yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa

pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika

melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau

900 terhadap arah sebelumnya.

Ada beberapa Abrasif yang umum digunakan dalam proses grinding

metalografi, diantaranya sebagai berikut [2]

:

Silicon Carbide (SiC)

Abrasif SiC diproduksi oleh reaksi temperatur tinggi antara silika

dan karbon. Material ini memiliki struktur kristal heksagonal-

rhombohedral dan memiliki kekerasan hingga mendekati 2500 HV.

Material ini merupakan abraif yang ideal untuk cutting dan grinding

karena kekerasan dan sangat mudah memproduksi bentuk ujung yang

tajam. Untuk preparasi metalografi, SiC digunakan di pisau abrasi bdan

untuk melapis kertas ginding abrasif (amplas) dalam rentang bervariasi,

dari sangat kasar 60 grit hingga sangat halus 1200 grit

Alumina

Alumina merupakan material yang terbentuk secara alami (dari

bauksit). Kekerasannya dapat mencapai 2000 HV, atau ( dalam skala

mohs). Abrasif Alumina terutama sering digunakan sebagai tahapan akhir

dalam pemolesan dikarenakan kekerasan dan ketangguhannya yang

tinggi. Tidak seperti Sic, Alumina terpecah lebih mudah kedalam ukuran

submicron atau partikel colloidal (Abrasif Halus).

Diamond

Merupakan material yang paling keras yang diketahi manusia.

Kekerasannya sekitar 8000 HV dan 10 dalam skala Mohs. Memiliki

struktur kristal kubik, dan tersedia dalam bentuk alami maupun buatan.

Meskipun diamong ideal untuk grinding kasar, namun harganya yang

relatif mahal membuat proses tersebut menjadi tidak lagi efisien.

Page 8: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 8

Suatu proses grinding yang sukses ditentukan oleh parameter parameter

sebagai berikut :

Tekanan Grinding

Kecepatan relatif

Arah Grinding

1.2.3 Prosedur Percobaan

1.2.3.1 Alat dan Bahan

Peralatan

1. Mesin amplas

Bahan

1. Sampel pengujian

2. Kertas amplas berbagai jenis grit

3. Air

1.2.3.2. Flowchart Proses

Potong kertas amplas (120#) membentuk lingkaran

Pasang kertas pada mesinnya

Nyalakan mesin dengan kecepatan rendah, kemudian

tuangkan air paada permukaan kertas secara kontinu

Pegang dan lertakan sampel pada permukaan kertas

amplas

Ubah arah pengamplasan 45o atau 90

o terhadap arah

sebelumnya

Ganti kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi,

hingga diperoleh permukaan yang rata

Finish

Start

Page 9: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 9

1.2.4 Daftar Pustaka

[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi

dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

[2] http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal 22

Februari 2013 pukul 03.45 WIB

Page 10: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 10

1.3 Poles

1.3.1 Tujuan

Tujuan dilakukan pemolesan adalah untuk mendapatkan permukaan

sampel yang halus dan mengkilat seperti kaca tanpa gores.

1.3.2 Dasar Teori

Proses pemolesan dilakukan setelah sampel diamplas sehingga diperoleh

permukaan yang halus dan datar. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh

permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin.

Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata.

Jika permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur

mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop

dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Hal ini dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

Gambar 3. Permukaan Halus Gambar 4. Permukaan kasar

Pemolesan diklasifikasikan menjadi pemolesan kasar dan halus.

Pemolesan kasar dilakukan dengan tangan, dan arah pemolesan tegak lurus

terhadap arah pengamplasan terakhir. Sedangkan pemolesan halus dilakukan

dengan tangan atau dengan pemoles otomatis. Spesimen metalografi terbaik

didapatkan dengan menggunakan alat poles otomatis. Ada 3 metode pemolesan

antara lain yaitu sebagai berikut :

Page 11: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 11

1. Polesan Elektrolit Kimia

Polesan elektrolit kimia merupakan pemolesan dengan

menggunakan arus listrik dan dilakukan dalam suatu larutan kimia yang

sesuai dimana terdapat hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk

larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan,

terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang

lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi

proses pemolesan. Proses Elektrokimia sehingga terjadi reaksi reduksi dan

oksidasi, yaitu reduksi pada katoda dan oksidasi pada anoda.

Keuntungan poles elektrolit :

Kehalusan logam bebas goresan, sulit dicapai secara

mekanik

Dapat dilakukan pada logam yang amat lunak atau amat

keras

Waktu yang dibutuhkan lebih efisien dibandingkan dengan

poles mekanik

Kelemahan poles elektrolit :

Larutan elektrolit bersifat korosif dan eksplosif

Tidak dapat digunakan pada logam yang memiliki 2 fasa

karena,

terdapat 2 potensial yang berbeda.

Bagian pinggir mounting lebih cepat terserang daripada

bagian

tengah.

Sampel yang dimounting harus dilubangi agar konduktif.

2. Pemolesan Kimia Mekanis

Pemolesan jenis ini merupakan kombinasi antara etsa kimia dan

pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus.

Hasilnya adalah suatu permukaan yang dietsa dan bebas dari suatu lapisan

yang dapat mengganggu. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses

poles mekanik yaitu :

Gerakan cuplikan

Page 12: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 12

Tekanan poles

Pencucian dan pengeringan

Penyimpanan

3. Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)

Proses ini merupakan kombinasi dari pemolesan elektrolit dan

mekanis pada piring pemoles tidak sebagai katoda yang dilapisi dengan

suatu kain sejenis.

Kain yang digunakan untuk memoles bervariasi tergantung dimensi dari

seratnya, dan tingkat kekakuan atau kelentingan dari serat kain tersebut.

Umumnya serat dengan bulu – bulu halus dipermukaan kain dan tingkat kekakuan

yang tinggi digunakan untuk pemolesan kasar. Bantalan pemolesan dapat terdiri

dari dua jenis yaitu pressure sensitive adhesive (PS ) atau magnetic backing. [2]

Page 13: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 13

1.3.3 Prosedur Percobaan

1.3.3.1 Alat dan Bahan

Peralatan

1. Mesin poles

Bahan

1. Kain poles

2. Sampel pengujian

3. Alumina

1.3.3.2 Flowchart Proses

1.3.4 Daftar Pustaka

[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi

dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

[2] http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal 22

Februari 2013 pukul 04.00 WIB

Pasang kain poles

pada mesin poles

Tuangkan sedikit alumina ke

permukaan kain poles

Nyalakan mesin dengan

kecepatan rendah

Letakan sampel pada

permukaan kain poles

Lakukan pemolesan dengan

memutar sampel pada

porosnya secara kontinu

dan perlahan

Tambahkan alumina

jika perlu

Lakukan pemolesan hingga

diperoleh permukaan yang

mengkilat

Finish

Start

Page 14: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 14

1.4 Etsa

1.4.1 Tujuan

1. Mengamati dan mengidentifikasikan detil struktur logam dengan bantuan

mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada

sampel.

2. Mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serta

aplikasinya.

3. Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik dan benar.

1.4.2 Dasar Teori

Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir

secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik

menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur

yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa jenis

material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu

pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat pula. Ada dua jenis

penggolongan etsa yang biasa digunakan, yaitu :

Etsa Kimia

Etsa kimia merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan

larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik

tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan

diamati. Contohnya antara lain:

1. Nitrid acid / nital

asam nitrit + alkohol 95%, khusus untuk baja karbon yang

bertujuan untuk mendapatkan perlit, ferrit, dan ferrit dari

martensite.

2. Picral

asam picric + alkohol, khusus untuk baja yang bertujuan

untuk mendapatkan perlit, ferrit, dan ferrit dari martensite.

3. Ferric Chloride

Ferric chloride + HCl + air untuk melihat sturktur pada SS,

nikel austenitic, dan paduan tembaga.

Page 15: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 15

4. Hydroflouric Acid

Hidroflouric acid + air untuk mengamati struktur pada

alumunium dan paduannya.

Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4

– 30 detik). Setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu

dengan alkohol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)

Etsa elektrolitik sering digunakan untuk etsa selektif, untuk

struktur tertentu atau batas butir. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk

stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil

strukturnya. Ada larutan pengetsa yang tidak mengikis secara selektif,

tapi pada umumnya larutan tersebut mengikis secara selektif sehingga

amat berguna dalam identifikasi fasa [2]

. Gambar berikut menunjukkan

daerah etsa dan poles material :

Gambar 5. Skema peralatan elektro etsa standar

Kurva di atas terbagi menjadi beberapa daerah karakteristik, antara lain

:

Daerah A – B : daerah proses etsa, dimana ion logam sebagai

anoda, larut dalam larutan elektrolit.

Daerah B – C : daerah tidak stabil, karena permukaan logam

merupakan gabungan dari daerah pasif dan aktif yang disebabkan

oleh perbedaan energi bebas antara butir dan batas butir.

Page 16: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 16

Daerah C – D : daerah poles, terjadi kestabilan arus, meskipun

tegangan ditambahkan. Hal ini disebabkan oleh stabilnya larutan.

Meskipun pada daerah ini logam berubah menjadi logam oksida,

tetapi oleh larutan elektrolit logam itu dilarutkan kembali.

Daerah D – E : terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana

gelembung gas melekat dan menetap pada permukaan anoda

untuk waktu yang lama, sehingga menyebabkan pitting.

1.4.3 Prosedur Percobaan

1.4.3.1 Alat dan Bahan

Peralatan

1. Blower

2. Cawan gelas dan pipet

3. Alat elektro etsa (rectifier, amperemeter, penjepit sampel konduktif

Bahan :

1. Zat etsa : FeCl3, Nital 2%, HF 0.5%, dan asam oksalat (H2CO4) 15

g/100 ml

2. Air, Alkohol, dan Tissue

1.4.3.2 Flowchart Proses

1.4.3.2.1 Etsa Kimia

Bersihkan sampel yang telah dipoles dengan air dan alkohol

Teteskan zat etsa selama beberapa detik

Lakukan pemolesan hingga diperoleh

permukaan yang mengkilat

Finish

Start

Baja : nital 2 % (5-10

detik)

Al : Hidrofloric acid (< 5

Detik)

Paduan Cu : FeCL3 )10-

15 detik

Page 17: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 17

1.4.3.2.2 Etsa Elektrolitik

1.4.4 Daftar Pustaka

[1] Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium Metalografi

dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

[2] http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal 22

Februari 2013 pukul 04.15 WIB

Susun alat dan bahan sesuai

skema

Tentukan daerah yang

akan di etsa

Atur besar arus yang

akan digunakan

Stelah selesai, bilas dengan

air dan HNO3, lalu

keringkan dengan Hair

dryer

Start

Finish

Page 18: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 18

MODUL II

PEMBUATAN FOTO DAN ANALISIS STRUKTUR MAKRO DAN

MIKRO

2.1 Pengamatan Struktur Mikro

2.1.1 Tujuan

1. Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur

2. Mengetahui bentuk-bentuk perpatahan pada sampel mikro

3. Menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya

4. Menganalisa fasa-fasa dalam struktur mikro

2.1.2 Dasar Teori

Metalografi adalah disiplin ilmu yang mempelajari karakteristik

mikrostruktur suatu logam dan paduannya serta hubungan dengan sifat-sifatnya.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu mikroskop (optik maupun

elektron), difraksi (sinar-X, elektron, atau neutron), analisis (X-ray flouresence,

elektron mikroprobe) dan juga stereometric metalografi. Pengamatan metalografi

dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu :

1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 – 100

kali,

2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas

100 kali.

Berikut ini akan dijelaskan mikrostruktur beberapa logam:

Mikrostruktur Baja Karbon

Baja karbon, merupakan material ferrous dengan < 2.14% C. Terbagi atas

2 jenis, yaitu baja hypoeutectoid (< 0.8%C) dan hypereutectoid (> 0.8%C). Pada

kadar 0.8%C terbentuk fasa perlit (cementit 6.67%C + ferit 0.02%C). Fasa dan

kandungan karbon pada baja direpresentasikan dalam diagram berikut :

Page 19: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 19

Meskipun diagram fasa diatas pada dasarnya merupakan hasil pada

kondisi kesetimbangan, namun dapat pula diaplikasikan untuk memprediksikan

sifat pada baja yang sedikit mengalami proses pelunakan atau yang didinginkan

pada pendinginan yang sangat lambat. Terlihat pada diagram bahwasannya

peningkatan temperatur pada baja akan menghasilkan fasa austenit yang disebut

juga dengan besi gamma yang memiliki struktur FCC. Jika pendinginan pada fasa

ini dilakukan dengan tidak kontinyu, maka dapat didaptkan fasa metastabil seperti

martensit ataupun bainit yang idak terlihat pada diagram normal.

Mikrostrktur Besi Tuang

Besi tuang, yaitu material ferrous dengan kadar karbon 2.14% - 6.67% . Besi

tuang komersial 2.5 – 4%C, karena kadar C yang terlalu tinggi membuat besi

tuang rapuh. Secara metalografi besi tuang dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan

kadar karbon, impurities, paduan, serta proses perlakuan panas, yaitu :

- Besi tuang putih: merupakan besi tuang dimana semua kadar

karbonnya terpadu dalam bentuk sementit

Page 20: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 20

- Besi tuang melleable: dimana hampir semua karbonnya dalam

bentuk partikel tak beraturan yang dikenal dengan karbon temper.

Besi tuang melleable diperoleh dengan memberikan perlakuan

panas pada besi tuang.

- Besi tuang kelabu: dimana semua atau hampir semua karbonnya

dalam bentuk flake.

- Besi tuang nodular: dimana semua atau hampir semua karbonnya

dalam bentuk spheroidal. Bentuk spheroidal ini terjadi akibat

adanya penambahan elemen paduan khusus yang dikenal

nodulizer.

- Mikrostruktur Baja karbon pada heat & surface treatment

Baja karbon pada heat & surface treatment, dimana dasarnya adalah

transformasi fasa dan dekomposisi austenite. Proses perlakuan panas antara lain

annealing, spheroidisasi, normalisasi, tempering & quenching. Dasarnya adalah

diagram TTT dan CCT, dimana perlakuan panas ini akan menyebabkan

pembentukan fasa martensit dan bainite.

Mikrostruktur Baja Perkakas

Baja perkakas, adalah baja dengan kualitas tinggi yang digunakan sebagai

perkakas.Tingginya kualitas baja perkakas diperoleh melalui penambahan paduan

Cr, W, dan Mo, dan perlakuan khusus. Umumnya mikrostrukturnya berupa

matriks martensite dengan partikel karbida, grafit dan presipitat.

Mikrostruktur Paduan Aluminium

Aluminium alloys, terdiri atas kristal utama padatan aluminium (dendritik)

ditambah produk hasil reaksi dengan paduan. Elemen paduan yang tidak berada

dalam keadaan padat biasanya membentuk fasa campuran pada eutektik, kecuali

silikon yang muncul sebagai produk utama. Pada paduan aluminim silikon ,

eutektik terjadi pada sekitar 12% Si.

Page 21: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 21

Mikrustruktur Paduan Tembaga

Copper alloys, umumnya dengan elemen dasar seng. Contohnya adalah

kuningan (paduan tembaga seng dengan timbal, timah dan aluminium). Pada

diagram fasa Cu-Zn, kelarutan seng dalam larutan padatan fasa α meningkat dari

3,25% pada temperatur 903 °C ke 39% pada temperatur454 °C. Fasa α berbentuk

FCC, sementara fasa β berbentuk BCC

Mikrostruktur Material Hasil Lasan

Hasil proses pengelasan pada suatu material akan mempengaruhi struktur

asli dari material tersebut. Pada baja, akan terbentuk austenit hingga tingkat

kedalaman tertentu. Semakin dekat dengan daerah fusi, temperatur baja semakin

tinggi, kecepatan pendinginan akan semaki tinggi. Berikut gambar yang

menjelaskan daerah daerah yang terbentuk setelah proses pengelasan :

Pada Logam las terbentuk beberapa area, diantaranya :

a. Area Fusi (Fusion Zone), daerah dimana logam filler yang cair bercampur

dengan logam induk yang dipanaskan sampai temperatur cair. Bentuknya

butir columbar dan widmanstatten, yaitu bentuk memanjang karena logam

cair mendapat pendinginan yang amat cepat, seperti struktur produk cor.

b. Daerah Pertumbuhan butir, dimana logam induk yang tidak mencair

butirnya tumbuh membesar karena pemanasan yang amat tinggi akibat

proses pengelasan.

c. Daerah rekristalisasi/penghalusan butir, karena temperatur sedikit lebih

rendah dari daerah b, austenit mengalami rekristalisasi, pembentukan butir

Page 22: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 22

baru yang lebih halus, pada pendinginan akan terjadi ferit dan perlit yang

lebih halus.

d. Daerah transisi, ketika proses welding sebagian fasa austenit masih

menjadi ferit, jadi waktu pendinginan, terdapat campuran ferit baru dan

ferit yang ada sebelumnya. Daerah b, c, dan e disebut daerah terpengaruh

panas (HAZ)

Daerah tak terpengaruh panas, fasa logam induk yang tidak berubah fasa karena

tidak terkena panas pada pengelasan

2.1.3 Prosedur Percobaan

2.1.3.1 Alat dan Bahan

2.1.3.1.1 Identifikasi dan Foto Mikrostruktur

Bahan

1. Sampel representatif

2. Lilin

Alat

1. Preparat

2. Mikroskop optik kamera

2.1.3.1.2 Pengambilan Foto Mikro

Bahan

1. Sampel representatif

Alat

1. Preparat

2. Mikroskop kamera

Page 23: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 23

2.1.3.2 Flowchart Proses

Identifikasi

foto mikro

Pengambilan foto mikro

2.1.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium

Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

Letakan sampel pada preparat

Beri lilin pada bawah sampel

Ratakan peletakan sampel

(dengan alat penekan)

Nyalakan lampu mikroskop

Tentukan perbesaran

mikroskop (dari kecil ke

besar) dan atur lensa obyektif

Atur focus dengan mengatur

lensa

Amati dan gambar

mikrostruktur

Letakan sampel di bawah lensa

obyektif

Tentukan fokus

Tentukan diafragma dan

pencahayaan

Pengambilan foto

Ambil sample dari meja

objektif dan matikan

mikroskop

Page 24: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 24

2.2 Metalografi Kuantitatif

2.2.1 Tujuan Percobaan

Untuk penentuan jumlah fasa dan ukuran butir.

2.2.2 Dasar Teori

Ada tiga metode yang direkomendasikan ASTM, yaitu :

Metode Perbandingan

Foto mikrostruktur bahan dengan perbesaran 100x dapat dibandingkan

dengan grafik ASTM E112-63, dapat ditentukan besar butir. Nomor besar

butir ditentukan dengan rumus :

N = 2G-1

Dimana N adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100x. G

adalah ASTM grain size number. Metode ini cocok untuk sampel dengan

butir beraturan.

Metode Intercept (Heyne)

Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas

foto atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada

akhir garis dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah

agar mewakili. Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan membagi

jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis. Metode ini cocok

untuk butir yang tidak beraturan.

Metode Planimetri (Jeffries)

Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2.

perbesaran dipilih sedemikian sehingga ada sedikitnya 75 butir yang

berada di dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir

dalam lingkaran ditambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan

dengan lingkaran. Besar butir dihitung dengan mengalikan jumlah butir

dengan pengali Jeffries (f). Perlu diperhatikan bahwa ketiga mode di atas

Page 25: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 25

hanya merupakan besar butir pendekatan, sebab butir memiliki 3 dimensi

bukan dua dimensi.

2.2.3 Prosedur Percobaan

2.2.3.1 Alat dan Bahan

Bahan

1. Sampel representatif

Alat

1. Preparat

2. Mikroskop optik kamera

2.2.3.2 Flowchart Proses

Penghitungan besar butir

2.2.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium

Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

Tentukan metode yang dipilih

Gunakan perbesaran 100x

Siapkan tabel

Hitung besar butir

Catat hasil yang

didapat

Page 26: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 26

2.3 Pengamatan Struktur Makro

2.3.1 Tujuan

Mengetahui bentuk – bentuk perpatahan pada sampel makro.

2.3.2 Dasar Teori

Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan

perpatahan seperti yang ditunjukkan pada gambar:

Perpatahan ulet memberikan karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap

(dull), sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan berbutir

(granular) dan terang. Perpatahan ulet umumnyalebih disukai karen bahan ulet

umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum

terjadinya kerusakan. Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu bisa diamati

dengan mata telanjang ataupun menggunakan SEM. Berikut ciri-ciri perpatahan

ulet dan getas:

a. Perpatahan ulet

1. Dapat terlihat jelas deformasi plastis yang terjadi

2. Karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull)

b. Perpatahan getas

1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material

Page 27: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 27

2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin

membelah atom-atom material (transgranular)

3. Pada material lunak denga butir kasa (coarse grain) maka dapat dilihat

pola-pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang

berkembang keluar dan dareah awal kegagalan.

4. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang

bercahaya dan mulus.

2.3.3 Prosedur Percobaan

2.3.3.1 Alat dan Bahan

2.3.3.1.1 Identifikasi dan Foto Makrostruktur

Bahan

1. Sampel representatif

2. Lilin

Alat

1. Preparat

2. Mikroskop optik kamera

2.3.3.1.2 Pengambilan Foto Makro

Bahan

1. Sampel representatif

Alat

1. Preparat

2. Mikroskop kamera

Page 28: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 28

2.3.3.2 Flowchart Proses

Identifikasi

foto makro

Pengambilan foto makro

2.3.4 Daftar Pustaka

Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium

Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

Letakan sampel pada preparat

Beri lilin pada bawah sampel

Ratakan peletakan sampel

(dengan alat penekan)

Nyalakan lampu mikroskop

Tentukan perbesaran

mikroskop (dari kecil ke

besar) dan atur lensa obyektif

Atur focus dengan mengatur

lensa

Amati dan gambar

mikrostruktur

Letakan sampel di bawah lensa

obyektif

Tentukan fokus

Tentukan diafragma dan

pencahayaan

Pengambilan foto

Ambil sample dari meja

objektif dan matikan

mikroskop

Page 29: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 29

MODUL III

PERCOBAAN JOMINY

3.1. Tujuan

1. Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan pada pendinginan

langsung dengan sifat kemampukerasan bahan.

2. Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang

terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.

3.2. Dasar teori

Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah

struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut dengan perlakuan panas (heat

treatment). Logam yang didinginkan dengan kecepatan dan media pendingin

berbeda akan memberikan perubahan struktur mikro yang berbeda pula. Setiap

struktur mikro yang terbentuk (martensit, bainit, ferit dan perlit) merupakan hasil

dari transformasi fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi melalui proses

pendinginan yang berbeda yang dapat dilihat dari CCT dan TTT diagram. Pada

baja, pendinginan cepat dari dari fasa austenite manghasilkan fasa martensite yang

tinggi kekerasannya. Kemampuan suatu baja untuk menghasilkan fasa martensite

disebut sebagai kemampukerasan baja. Semakin besar persentase martensite yang

terbentuk pada baja, maka semakin besar kemampukerasan pada baja tersebut.

Pengujian yang sangat luas dipakai untuk menentukan kemampukerasan

suatu baja adalah jominy test. Hasil dari jominy test dipresentasikan pada CCT

diagram. Penggunaan kurva jominy yaitu untuk memprediksi distribusi kekerasan

yang diharapkan untuk muncul pada baja pada dimensi yang berbeda dengan

media pendinginan yang berbeda-beda. Tiap fasa memiliki nilai kekerasan yang

berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Dengan pengujian Jominy (jominy test)

dapat dibuktikan bahwa laju pendinginan yang berbeda-beda akan menghasilkan

kekerasan bahan yang berbeda juga.

Cara sederhana untuk mendapatkan kemampukerasan material adalah

dengan percobaan Jominy. Pengukur kemampukerasan didapat dengan mengukur

Page 30: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 30

kekerasan sepanjang batang sampel. Nilai kekerasan diukur mulai dari ujung

batang yang dekat dengan media pendingin yang akan didapat 100% martensit,

pada ujung sebaliknya didapat 0 % martensit dan terdapat fasa campuran ferit dan

pearlit, dan diantaranya didapat gabungan antara martensit, ferit dan pearlit.

Untuk pendinginan lambat, akan mendapatkan struktur :

Bainit bawah, sturuktur seperti jarum ( mirip martensit )

Bainit atas, stuktur seperti pearlit dengan lapisan yang lebih halus

Perlit halus, struktur perlit yang halus dengan lapisan ferit dan

sementit

Perlit kasar, struktur sama dengan perlit halus tetapi, lamel lebih

kasar dan kekerasan rendah.

Semakin lambat laju pendinginan yang dilakukan, maka akan makin

banyak matriks perlit yang terdapat pada material sehingga kekerasan material

tersebut makin turun. Penambahan kadar karbon atau paduan atau bertambahnya

besar ukuran butir akan menyebabkan pembentukan struktur martensit.

Nilai kekerasan suatu material berbanding lurus dengan jarak dari tempat

berakhirnya quenced. Kita dapat menghitung kekerasan dengan mengunakan

rumus kekerasan Brinell ;

Dimana;

P = Beban yang digunakan (Kg)

D = Diameter bola (mm)

d = Diameter indentasi (mm)

)d - D - D)(D(

2P BHN

22

Page 31: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 31

Gambar 9. CCT diagram dari jominy test

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Peralatan dan Bahan

Alat

1. Oven Muffle temperatur max. 1100C.

2. Kran air dengan tekanan cukup.

3. Alat penguji kekerasan Brinell.

4. Mikroskop pengukur jejak.

Bahan

1. Batang baja sebagai benda uji, dengan d = 2.5 cm, L = 10 cm.

2. Amplas.

Page 32: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 32

3.3.2. Flowchart Proses

3.4. Daftar Pustaka

Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium

Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

Siapkan batang

benda uji

Pre-heating pada 3500C

selama 15 menit.

Heating pada 9000 C selama

30 menit.

Keluarkan batang dari

dalam oven dengan cepat

Bersihkan bagian

permukaan dengan amplas

untuk penjejakan brinell

Lakukan penjejakan

brinell pada 15 titik yang

berjarak sama

Ukur besar diameter yang

di dapat dengan

menggunakan mikroskop

pengukur jejak

Finish

Start

Letakan batang pada alat tungku

jominy, semprot bagian bawah

dengan air dan biarkan sampai

dingin

Hitung kekerasan di setiap

titik dengan rumus

perhitunhan kekerasan

brinell

Page 33: Laporan Awal Metalografi Ferdinand Mangasi

Ferdinand Mangasi / 1006704594 Kelompok 2

Laboratorium Metalografi dan HST DMM FTUI 33

DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktikum Analisis Struktur Material 2013. Laboratorium

Metalografi dan HST. Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI

http://www.batan.go.id/ptbn/php/pdfpublikasi/Pranata2007/9Agus%20sun

arto.pdf diakses pada tanggal 22 Februari 2013 pukul 03.15 WIB

http://www.metallographic.com/Technical/Basics.pdf diakses pada tanggal

22 Februari 2013 pukul 04.15 WIB

Ir. Myrna Ariati. Slide kuliah HST. Kemempukerasan.ppt

Ir. Myrna Ariati. Slide kuliah HST. Perlakuan Panas Baja Perkakas.ppt

Ir. Myrna Ariati. Slide kuliah HST. TTT-CCT Diagram-Anil.ppt