laporan antiseptik
Transcript of laporan antiseptik
A. Topik : Pengujian Daya Antimikroba Antiseptik Terhadap
Bakteri
B. Hari/ Tanggal : 21 dan 22 November 2013
C. Tujuan : Untuk mengetahui daya anti mikroba dari beberapa
macam antiseptic tertentu terhadap bakteri.
D. Dasar Teori
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau
menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa
antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya
kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau
kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic,
sterilizer, sanitizer dan sebagainya (Lutfi 2004).
Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis
yang dalam jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh
mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang
beragam. Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan
dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan
tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun
disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah
sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada
jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah
iodium, hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik
tersebut berbeda-beda.
Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929,
yang secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu
penisilin. Penisilin ini pertama kali dipakai dalam ilmu kedokteran tahun 1939 oleh
Chain dan Florey. Sebagian besar dari antibiotika rumus kimianya telah diketahui dan
beberapa di antaranya dapat dibuat secara sintesis. Definisi dari antbiotik ialah suatu
bahan kiia yang dikeluarkan oleh jasad renik/hasil sintetis semi-sintetis yang
mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat merintangi/memusnahkan jasad renik
lainnya (Widjajanti, 1996).
Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun
spiril, dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang hanya
efektif untuk spesies tertentu, disebut antubiotik yang spektrumnya sempit. Penisilin
hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus, oleh karena itu penisilin
dikatakan mempunyai spectrum yang sempit. Tetrasiclin efektif bagi kokus, basil dan
jenis spiril tertentu. Oleh karena itu tetrasiclin dikatakan mempunyai spectrum luas
(Dwidjoseputro, 2003).
Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan
dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan
tubuh luar mahluk hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa. Secara
umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Misalnya obat-
obatan seperti antibiotik dapat membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan
disinfektan berfungsi sebagai zat untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada
benda yang tidak bernyawa (Ayumi,2011).
Mekanisme kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya
saja dengan mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, mengoksidasi sel bakteri,
mengkoagulasi (menggumpalkan) cairan di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri.
Beberapa contoh antiseptik diantaranya adalah yodium (povidene iodine 10%),
hydrogen peroksida,etakridin laktat (rivanol), dan alkohol (Ayumi,2011).
Berdasarkan mekanisme kerjanya dapat digolongkan menjadi (Jawetz et
al., 2005):
1. Penghambatan pertumbuhan oleh analog
Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri
memerlukan para-aminobensoat (PABA) untuk sintesis asam folat yang
diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA,
sehingga penggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak
berfungsi.
2. Penghambatan sintesis dinding sel
Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi
penggunaan bahan antimikrobial.
3. Penghambatan fungsi membran sel
Membran sel bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan
tertentu tanpa merusak sel inang. Polymxin berdaya kerja terhadap bakteri
Gram-negatif, sedangkan antibiotik polyene terhadap fungi. Namun demikian
penggunaan keduan antibiotik ini tidak dapat ditukar balik. Ini berarti bahwa
polymixin tidak berdaya kerja terhadap fungi. Hal ini disebabkan karena
membran sel bakteri pada umumnya tidak mengandung sterol, sedangkan pada
fungi ditemukan sterol. Polyene harus bereaksi dengan sterol dalam membran
sel fungi sebelum memp[unyai kemampuan merusak membran.
4. Penghambatan Sintesis protein
Kebanyakan antibiotic ditemukan pada pelaksanaan "program
penapisan". program demikian yang dimulai dengan pengapungan dalam
cuplikan tanah melalui tahap sampai percobaan hewan. Pada uji deretan
pengenceran, antibiotic diencerkan dengan larutan biak yang telah ditanami
dengan kuman uji menurut tahap pengenceran.
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh
mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(microbiostatic). Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan
pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan
pisau bedah. Adapun antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Efisiensi dan
efektivitas disinfektan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
Konsentrasi
Waktu terpapar
Jenis mikroba
Kondisi lingkungan: temperatur, pH dan jenis tempat hidup
E. Alat dan Bahan
Alat
1. Pelubang kertas
2. Cawan petri steril
3. Jarum inokulasi berkolong
4. Incubator
5. Pinset
Bahan
1. Biakan murni Staphyllococcus aureus dalam medium nutrien cair umur 1 x
24 jam
2. Biakan murni Eschericia coli dalam medium nutrien cair umur 1 x 24 jam
3. Medium lempeng NA
4. Bahan-bahan antisseptik, misalnya: sabun cuci, obat untuk luka
5. Kertas penghisap
6. Cotton bud steril
F. Cara Kerja
Menyediakan 2 medium lempeng NA steril dan diberi kode yang berbeda
Menginokulasikan secara merata masing-masing jenis biakan murni bakteri ke medium NA yang berbeda. Caranya dengan mencelupkan bakteri ke medium NA
sampai rata secara aseptik
Membuat beberapa guntingan kertas penghisap berbentuk cakram atau lingkaran (modifikasi dari paper disk). Memasukkan guntingan kertas penghisap tersebut masing-masing kedalam antiseptik yang digunakan dalam percobaan ini, lalu
membiarkan terendam selam ± 15 menit
G. Data Pengamatan
Table. Pengujian daya antimikroba antiseptic terhadap bakteri
NoNama
Bakteri
Diameter Zona Hambat (Cm)
Betadin (1) Iodine (2) Detol (3)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
1 E.coli 1,5 cm 1,5 cm 1,2 cm 1,2 cm 3,3 cm 3,2 cm
Rata-rata 1,5 cm 1,2 cm 3,25 cm
2 S. aereus 1,7 cm 1,7 cm 1,8 cm 1,5 cm 3,7 cm 3,5 cm
Rata-rata 1,7 cm 1,65 cm 3,6 cm
Keterangan:
o Betadin providone iodine 10 % (1)
o Iodium pavidon providon iodine 10% setara iodium 1% (2)
o Detol chloroxylenol 4,8 % (3)
H. Analisis Data
Berdasarkan hasil data pengamatan dapat diketehui bahwa diameter zona
hambat pada pertumbuhan bakteri E.coli menggunakan antiseptic betadin
sebesar 1,5 cm, pada iodine sebesar 1, 2 cm. dan pada detol sebesar 3,25 cm.
Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa diameter zona hambat pada
meletakkan guntingan kertas penghisap tersebut pada permukaan medium yang sudah diinokulasi bakteri di atas secara aseptik (dengan menggunakna pinset steril).
usahakan jarak antara cakram satu dengan yang lainnya cukup berjauhan, dan tidak terlalu dekat dengan tepi cawan petri
menginkubasikan kedua perlakuan bekteri pada suhu 370C selam 1 x 24 jam
mengukur diameter zone hambat pertumbuhan bakteri yang terdapat disekeliling kertas penghisap yang telah direndam dalam antiseptik tersebut.
pertumbuhan bakteri E.coli yang terdapat di sekeliling kertas penghisap yang
telah direndam detol adalah yang paling besar zona hambatnya.
Sedangkan pada diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri
S.aureus menggunakan antiseptic betadin sebesar 1,7 cm, pada iodine sebesar 1,
65 cm. dan pada detol sebesar 3,6 cm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa
diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri S.aureus yang terdapat di
sekeliling kertas penghisap yang telah direndam detol adalah yang paling besar
zona hambatnya.
I. Pembahasan
Dalam praktikum ini, metode yang kami gunakan adalah
metode Paper disk. Metode cakram kertas merupakan metode
yang biasa digunakan untuk menguji aktivitas antimikroba
suatu antibiotik terhadap mikroorganisme patogen penyebab
penyakit. Metode ini lebih dikenal dengan metode Kirby-Bauer
(Cappucino and Sherman, 2001; Tortora et al., 2002). Metode
cakram kertas dapat juga dilakukan menggunakan suatu
silinder tidak beralas atau sumuran dan diisi dengan antibiotik
dalam jumlah tertentu, disebut agar well difussion. Kepekaan
mikroorganisme patogen terhadap antibiotik terlihat dari
ukuran zona bening yang terbentuk (Cappucino & Sherman,
2001).
Dalam uji ini bakteri yang digunakan adalah
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Menurut Jawetz et al.
(2005) Staphylococcus merupakan sel Gram positif berbentuk bola dengan
diameter 1 μm yang tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti
anggur. Kokus tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai juga tampak
dalam biakan cair. Staphylococcus bersifat patogen, nonmotil, dan memproduksi
katalase.
Staphylococcus tumbuh baik dalam kaldu pada suhu 37°C. Batas-batas
suhu pertumbuhannya ialah 15°C dan 40°C, sedangkan suhu pertumbuhan
optimum ialah 35°C, kuman ini bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh
dalam udara yang hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk
pertumbuhan ialah 7,4. Staphylococcus tahan pada kondisi kering, temperatur
50°C selama 30 menit, dan natrium klorida 9% dan dihambat oleh heksaklorofen
3% (Jawetz et al., 2005).
Escherichia coli berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif,
ukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm, sebagian besar gerak positif, dan beberapa strain
mempunyai kapsul. E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa
dipakai di laboratorium mikrobiologi. E. coli bersifat mikroaerofilik. E. coli
bersifat aerob dan juga fakultatif anaerob serta dapat memfermentasi laktosa
(Levinson, 2004). Beberapa strain E. coli menghasilkan hemolisis agar darah
(Jawetz et al., 2005).
Dalam praktikum ini antibiotic yang kami gunakan adalah
Dettol, Betadine, dan Iodine povidone. Bahan aktif dalam Dettol
adalah Chloroxylenol, dan bahan aktif yang terdapat pada
Betadine dan Iodine povidone adalah Povidone Iodine.
Selanjutnya adalah mengamati pengaruh antibiotic Dettol
terhadap mikroba Staphylococcus aureus dan E.coli. Pada
kemasan Dettol tertera memiliki bahan aktif Chloroxylenol.
Berdasarkan pengamatan, kami mendapatkan zona hambat
dari medium dengan mikroba Staphylococcus aureus adalah
3,6 cm, sedangkan zona hambat pada medium dengan E.coli
adalah 3,25 cm. Hal ini menunjukkan bahwa zona hambat
medium dengan E.coli adalah 3,6 cm lebih kecil 0,35cm
dibandingkan dengan medium dengan mikroba Staphylococcus
aureus. Hal ini berarti bahwa E.coli lebih resisten terhadap zat
aktif Chloroxylenol dari Dettol, dengan hasil zona hambat lebih
kecil.Namun, selisih zona hambat hanya selisih sedikit dan
sangat kecil sehingga daya resistensi dari kedua bakteri
tersebut juga tidak jauh berbeda.
Hl ini sesuai dengan peryataan dari Agung (2009) bahwa
Chloroxylenol (CH9ClO) dapat membunuh bakteri dengan
mengganggu membran sel bakteri yang akan menurunkan
kemampuan membran sel untuk memproduksi ATP sebagai
sumber energi. Chloroxylenol mempunyai spektrum
antimikroba yang luas, sehingga efektif digunakan untuk
bakteri gram positif dan gram negatif, jamur, ragi dan lumut.
Chloroxylenol memiliki keunggulan dalam hal toksisitas dan
sifat korosif yang rendah.
Hasil berbeda pengamat dapatkan saat mengamati
pengaruh antibiotic Betadine pada kedua bakteri tersebut. Zat
aktif yang ada di dalam betadine adalah iodine povidone. Zona
hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus
adalah 1,7 cm, sedangkan zona hambat medium dengan
mikroba E.coli adalah 1,5 cm. hal tersebut menunjukkan bahwa
E.coli lebih resisten terhadap zat aktif pada betadine. Hal
tersebut terkait dengan dinding sel pada E.coli lebih kompleks
dinadingkan Staphylococcus aureus seperti yang dijelaskan
sebelumnya.
Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam larutan
beralkohol (disebut yodium tinktur) untuk sterilisasi kulit
sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini tidak lagi
direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan karena
mendorong pembentukan jaringan parut dan menambah waktu
penyembuhan. Generasi baru yang disebut iodine
povidone (iodophore), sebuah polimer larut air yang
mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih ditoleransi
kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka,
dan meninggalkan deposit yodium aktif yang dapat
menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik
berbasis yodium adalah cakupan luas aktivitas antimikrobanya.
Yodium menewaskan semua patogen utama berikut spora-
sporanya, yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptik lain
(Majalah Kesehatan, 2011).
Seperti antibiotic Betadine yang juga mengandung iodine
povidone. Menurut Agung (2011) Povidone iodine merupakan
salah satu antiseptik dari golongan halogen. Povidone iodine
merupakan kompleks antara iodium dengan polivinilpirolidon.
Bentuk kompleks ini merupakan bentuk iodofor, yaitu campuran
iodium dengan surfaktan yang bekerja sebagai pembawa dan
pelarut iodium. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi,
namun tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri
gram positif dan ragi.
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, zona
hambat pada medium dengan mikroba Staphylococcus aureus
adalah 1,65cm, sedangkan pada medium dengan mikroba E.coli
adalah 1,2 cm. hal ini sama dengan pengamatan pada antibiotic
Betadine bahwa E.coli lebih resisten terhadap Iodine
dibandingkan dengan Staphylococcus aureus, karena dinding
sel E.coli lebih kompleks dibandingkan dengan Staphylococcus
aureus.
Pada pengujian daya antibakteri beberapa macam
antiseptik dengan menggunakan metode paper disck memiliki
kelabihan dan kekurangan.Sesuai peryataan dari Jawetz et al.,
(2005) Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan
peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya
adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh
kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta
ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak
sesuai maka hasil dari metode cakram kertas relatif sulit untuk.
Selain itu, metode cakram kertas ini tidak dapat diaplikasikan
pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan
mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat.
J. Kesimpulan 1. Dettol memiliki daya antibakteri yang tinggi terhadap S. aureus dan
memiliki daya antibakteri rendah terhadap E.coli. E.coli lebih resisten
dibandingkan dengan S. aureus.
2. Betadin memiliki daya antibakteri yang tinggi terhadap S. aureus dan
memiliki daya antibakteri rendah terhadap E.coli. E.coli lebih resisten
dibandingkan dengan S. aureus.
3. Iodin povidone memiliki daya antibakteri yang tinggi terhadap S. aureus dan
memiliki daya antibakteri rendah terhadap E.coli. E.coli lebih resisten
dibandingkan dengan S. aureus.
4. Daerah zona hambat paling besar dimiliki oleh Dettol. Sehingga dettol
memiliki daya antibakteri yang tinggi dibandingkan dengan Betadine, dan
Iodin povidone.
K. Diskusi
1. Adakah perbedaan pengaruh masing-masing antiseptic terhadap kedua
spesies bakteri ini? Jelaskan !
Ada perbedaan, berdasarkan hasil data pengamatan dapat diketehui
bahwa diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri E.coli
menggunakan antiseptic betadin sebesar 1,5 cm, pada iodine sebesar 1, 2 cm.
dan pada detol sebesar 3,25 cm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa
diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri E.coli yang terdapat di
sekeliling kertas penghisap yang telah direndam detol adalah yang paling
besar zona hambatnya.
Sedangkan pada diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri
S.aureus menggunakan antiseptic betadin sebesar 1,7 cm, pada iodine
sebesar 1, 65 cm. dan pada detol sebesar 3,6 cm. Dari penganalisaan dapat
diketahui bahwa diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri S.aureus
yang terdapat di sekeliling kertas penghisap yang telah direndam detol
adalah yang paling besar zona hambatnya.
Kandungan Betadin dan Iodin adalah Povidon Iodin bekerja
mengeluarkan iodine (bahan aktifnya) yang berperan dalam membunuh dan
menghambat pertumbuhan kuman seperti jamur, bakteri, virus dan protozoa.
Betadine yang digunakan untuk persiapan operasi (membersihkan areal
operasi) berbeda dengan betadine yang dikemas untuk penggunaan sehari-
hari. (Tin, 2012)
Kandungan dari dettol adalah chloroxylenol yang merupakan disinfektan
yang representatif dan antiseptik. Merupakan senyawa antimikroba yang
digunakan untuk mengendalikan bakteri, ganggang, dan jamur dalam
perekat, emulsi, cat, dan tangki pencuci, digunakan juga oleh lembaga
kesehatan seperti rumah sakit atau klinik. Chloroxylenol mempunya rumus
molekul dengan rumus : C8H9ClO. Chloroxylenol juga sering digunakan
dalam sabun antibakteri seperti Dettol dan salep. Chloroxylenol dapat
antibakterial karena gangguan membran sel potensi. (Ali, 2012)
Kedua jenis bakteri E.coli dan S.aereus memiliki kerentangan yang
berbeda, yang mana merupakan sifat spesifik dari bakteri tersebut dalam
kemampuan memepertahankan hidupnya.
2. Mengapa bakteri yang diuji harus dibiakkan lebih dulu dalam medium cair
selama 1x24 jam?
Agar bakteri tersebut dapat berkembang biak sehingga dapat diperoleh data
yang valid karena dapat terlihat zona hambat nya.
3. Mengapa terbentuk zone hambat disekitar kertas penghisap yang telah
direndam dalam antiseptic?
Karena antibiotic melakukan beberapa mekanisme, menurut Tin (2012)
memaparkan mekanisme dari kerja antibiotic sebagai berikut.
Mekanisme kerja antibiotik antara lain:
1. Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan
menghambat sintesis ensim atau inaktivasi ensim, sehingga
menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis.
Antibiotik ini meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin,
ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel
terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri
menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam
sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya.
Di dalam sel terdapat sitoplasma ailapisi dengan membran sitoplasma
yang merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel
bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri gram positif struktur
dinding selnya relatif sederhana dan gram negatif relatif lebih komplek.
Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan
relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan pada beberapa spesies
mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif
mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi lapisan
lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.
Peptidoglikan pada kedua jenis bakteri merupakan komponen yang
menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada integritas
gram negatif. Oleh karena itu gangguan pada sintesis komponen ini dapat
menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik
yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih
nyata pada bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau
membinasakan hanya dilakukan selama pertumbuhan sel dan
aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media
untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan
halobakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit , sehingga kurang
terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis
peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Untuk menjaga
sintesis supaya normal, kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu
sama lain. Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa
stadium dan antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada
stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat enzim
racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida.
Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin
dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu menghambat
transpeptidase. Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu dinding
sel luar bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan
memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Karena struktur dinding
sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, maka antibiotik yang
mempunyai aktivitas mengganggu sintesis dinding sel mempunyai
toksisitas selektif sangat tinggi.
2. Antibiotik mengganggu membran sel mikroba.
Dinding sel bakteri bagian bawah adalah lapisan membran sel
lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada manusia.
Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi
mengontrol keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta
memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain
itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis
dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan
sangat lethal terhadap sel. Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai
mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida
(polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin) dan antibiotik
polyene (amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan
molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen
chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran,
dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis.
Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai
iondphores.yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal.
Proses ini dapat mengganggu biokimia sel, misalnya gramicidin.
Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat
pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap
bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai jumlah
fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi
tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja
berikatan dengan sterol yang ada pada membran fungi dan organisme
yang lebih tinggi lainnya. Secara in vitro polyene dapat menyebabkan
hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol
sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat
digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping
anemia hemolitik. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan
kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel seperti
protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar.
Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu
antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif kecil dibanding
antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam
penggunaan sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi
toksisitasnya dapat digunakan secara topical.
3. Antibiotik menghambat sintesis protein dan asam nukleat mikroba.
Sel mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu
mensintesis protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama
dengan mRNA dan tRNA, gangguan sintesis protein akan berakibat
sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini
mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini
meliputi aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin,
kloramphenikol, novobiosin, puromisin. Penghambatan biosintesis
protein pada sel prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat
menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke
media bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh kembali setelah antibiotik
berkurang dari sel kecuali streptomisin yang mempunyai aktivitas
bakterisida. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan
sitotoksik. Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan
sikloheksimid sangat toksik terhadap sel mamalia, oleh karena itu tidak
digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin mempunyai toksisitas relatip
kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin menghambat
biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin
berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin berikatan dengan ribosom
30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga
terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat
merupakan bagian yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Untuk
pertumbuhannya, kebanyakan sel tergantung pada sintesis DNA, sedang
RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis
protein dan enzim. Ada beberapa jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-
RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis protein. Begitu
pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau
RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang
mempunyai mekanisme kegiatan seperti ini pada umumnya kurang
selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia. Antimikroba ini
umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga
penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif yaitu yang
sifat sitotoksiknya masih dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan
rifampisin, karena aktivitasnya sangat kuat dalam menghambat
pertumbuhan, maka anti mikroba dengan mekanisme seperti ini sering
digunakan sebagai anti-tumor. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis
asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme kegiatan pada tempat
yang berbeda, antara lain: Antimikroba mempengaruhi replikasi DNA,
seperti bleomisin, phleomisin, mitomisin, edeine, porfiromisin.
Antimikroba mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin, kromisin,
ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin. Antimikroba
mempengaruhi pembentukan aminoacyltRNA, seperti borrelidin.
Antimikroba mempengaruhi translasi, antara lain kloramphenikol,
streptomisin, neomisin, kanamisin, karbomisin, crytromisin, linkomisin,
fluidic acid, tetrasiklin. Antimikroba yang mempengaruhi sintesis protein
dan asam nukleat, mayoritas aktif pada bagian translasi dan diantara
mereka banyak yang berguna dalam terapi. Karena mekanisme translasi
antara sel bakteri dan sel eukariot berbeda, maka mungkin mereka
memperlihatkan toksisitas selektif .
4. Antibiotik mengganggu metabolisme sel mikroba.
Antibiotik dapat dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat
disebut juga suatu zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme
yang mempunyai kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya.
Dari beberapa mekanisme dari kerja antibiotic (antiseptic) dapat
diketahui bahwa terbentuknya zona hambat dikarenakan mekanisme dari
kerja antibiotic (antiseptic).
Menurut Islamiyah, dkk (2010) faktor perbedaan ukuran zona
hambat dapat disebkan sebagai berikut.
karena adanya perbedaan konsentrasi senyawa aktif yang bersifat
sebagai antimikroba pada masing-masing konsentrasi dan jenis sampel
uji. Konsentrasi bahan kimia akan mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Dalam konsentrasi kecil bersifat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme (Lay,1994) dan dengan konsentrasi yang
tinggi akan menyebabkan lebih banyak kematian mikroorganisme
(Hewitt dan Stephen, 1989). Juga, menurut Barnet (1992) perbedaan
besarnya daerah hambatan untuk masing-masing konsentrasi dapat
diakibatkan antara lain perbedaan besar kecilnya konsentrasi atau banyak
sedikitnya kandungan zat aktif antimikroba yang terkandung di
dalamnya serta kecepatan difusi bahan antimikroba ke dalam medium
(Lay, 1994). Faktor-faktor lain yang juga dianggap dapat mempengaruhi
antara lain kepekaan pertumbuhan bakteri, reaksi antara bahan aktif
dengan medium dan temperatur inkubasi. Beberapa faktor yang juga
mempengaruhi hal ini antara lain adalah pH lingkungan, komponen
media, stabilitas obat, ukuran inokulum, waktu inkubasi dan aktivitas
metabolik mikroorganisme.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Sri. 2009. Pemeriksaan Bilangan Bakteri Dan Pengaruh Beberapa Perlakuan
Terhadap Penurunan Bilangan Bakteri Pada Mouthpiece Alat Musik Tiup Marching
Band Di Jatinangor. Farmaka, Volume 7 Nomor1,April2009.
(Online),3http://farmasi.unpad.ac.id/farmaka/files/2011/05/PEMERIKSAAN-
BILANGAN-BAKTERI-DAN-PENGARUH-BEBERAPA-PERLAKUAN-
TERHADAP-PENURUNAN-BILANGAN-BAKTERI.pdf diakses 27 November
2011).
Ali. 2012. Chloroxylenol. (online), (http://thelounge-kaskus.
com/2012/01/chloroxylenol-si-antiseptik-efektif.pdf), diakes pada tanggal 26
November 2013
Cappuccino, J. G. & Natalie. S. 1983. Microbiology A Laboratory Manual. Addison-
Wesley Publishing Company, New York.
Dwijoseputro. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djembatan
Islamiyah.dkk. (2010). Potensi Ekstrak Metanol Cacing Tanah Lokal Makasar Perionyx
Excavatus Sebagai Antibakteri Terhadap Beberapa Spesies Bakteri Patogen.
(online), (http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fmipa201029.pdf),
diakses pada tanggal 26 November 2013
Jawetz, E., Joseph M., and Edward A., 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Nugrogo, E.,
Maulany, R. F., alih bahasa; Setiawan, I., editor. Jakarta : Penerbit EGC. Halaman :
188-190.
Lutfi Ahmad. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Majalah Kesehatan. 2011. Mengenal Antiseptik. (Online),
(http://majalahkesehatan.com/mengenal-antiseptik/, diakses 27 November 2013
Putra, 2011. Metode Cakram. (Online),
(http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2011/06/03/metode-cakram/, diakses 23
November 2013)
Titin, S. 2012. Laporan Praktikum Antibiotik. (online), (sunshinetitin.
com/2012/07/laporan-praktikum-antibiotika.pdf), diakses pada tanggal 26
November 2013
Widjajanti, U, Nuraini, 1996. Obat-obatan. Kanisus, Yogyakarta