LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

54
LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA INDIVIDU TEMA KHUSUS: PENGEMBANGAN PANGAN FUNGSIONAL BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL RUJUKAN TEMA: Proses Pengolahan, meliputi Optimasi Formulasi Produk, Ekstraksi, Sintesa, Diversifikasi, Fortifikasi, Mixing, dan lain-lain (WBS 2 W.P 2.6) Sediaan Pangan Fungsional dari Rumput Laut Hijau (Caulerpa lentillifera) sebagai Imunomodulator pada Balita Tahun ke -2 dari rencana 3 tahun Ketua/Anggota Tim: Dr. Sofa Fajriah Dr. Akhmad Darmawan Rizna Triana Dewi, PhD Dr. Ellya Sinurat Dr. Sri Handayani, M.Si., Apt. Megawati, M.Si Hariyanti, M.Si., Apt. Revika Rachmaniar, M.Farm., Apt. Yati Maryati, M.Si Dr. Abdi Wira Septama Lia Meliawati, S.Si PUSAT PENELITIAN KIMIA LIPI Desember 2019

Transcript of LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

Page 1: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

LAPORAN AKHIR TAHUN

PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA INDIVIDU

TEMA KHUSUS: PENGEMBANGAN PANGAN FUNGSIONAL

BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL

RUJUKAN TEMA:

Proses Pengolahan, meliputi Optimasi Formulasi Produk, Ekstraksi,

Sintesa, Diversifikasi, Fortifikasi, Mixing, dan lain-lain

(WBS 2 W.P 2.6)

Sediaan Pangan Fungsional dari Rumput Laut Hijau

(Caulerpa lentillifera) sebagai Imunomodulator pada Balita

Tahun ke -2 dari rencana 3 tahun

Ketua/Anggota Tim:

Dr. Sofa Fajriah

Dr. Akhmad Darmawan

Rizna Triana Dewi, PhD

Dr. Ellya Sinurat

Dr. Sri Handayani, M.Si., Apt.

Megawati, M.Si

Hariyanti, M.Si., Apt.

Revika Rachmaniar, M.Farm., Apt.

Yati Maryati, M.Si

Dr. Abdi Wira Septama

Lia Meliawati, S.Si

PUSAT PENELITIAN KIMIA LIPI

Desember 2019

Page 2: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

ii

Page 3: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

iii

RINGKASAN

Indonesia merupakan salah satu negera dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi

dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Anak yang

mengalami stunting umumnya memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, rentan

terhadap penyakit, dan menurun produktivitasnya. Salah satu upaya untuk menurunkan

stunting pada balita diantaranya memperbaiki sistem imun tubuh. Imunomodulator

membantu tubuh untuk mengoptimalkan fungsi sistem imun yang merupakan sistem utama

pertahanan tubuh. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sistem kekebalan

tubuh, salah satu diantaranya adalah melalui konsumsi sediaan pangan fungsional yang

menggunakan sumber daya alam lokal, dalam hal penelitian ini menggunakan bahan baku

laut yang berfungsi sebagai imunomodulator. Pada penelitian ini dilakukan penelitian

mengenai sediaan pangan fungsional dari rumput laut hijau jenis Caulerpa lentilifera

(anggur laut) sebagai imunomodulator. Metode yang akan digunakan meliputi ekstraksi

dengan teknik maserasi, pemurnian dan identifikasi senyawa-senyawa bioaktif diantaranya

-glukan sebagai imunomodulator dari rumput laut hijau C. lentilifera dengan teknik

kromatografi dan spektroskopi, pengujian aktivitas imunomodulator dilakukan secara in

vitro terhadap sel makrofag RAW264.7 dan melakukan formulasi sebagai pangan fungsional

dalam bentuk sediaan serta scale up untuk komersialisasi produk. Hasil penelitian yang telah

dilakukan pada tahun pertama telah teridentifikasi senyawa polisakarida sulfat dari rumput

laut hijau C. lentilifera dan teruji secara in vitro sebagai imunomodulator dengan

meningkatnya persen fagositosis sel makrofag RAW 264.7 pada konsentrasi 10 sampai 100

g/mL. Pada tahun ke-2, telah dilakukan formulasi dalam bentuk biskuit dan uji keamanan

pangannya dan hasilnya sesuai dengan peraturan yang berlaku (SNI Biskuit 2011). Selain

itu, penelitian telah dilakukan uji imunomodulator secara in vivo terhadap ekstrak aktif dan

biskuit dengan hasil keduanya mampu meningkatkan indeks fagositosis dengan dosis

masing-masing sebesar 250 dan 400 mg/kgbb.

Page 4: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

iv

PRAKATA

Kegiatan penelitian tentang ”Sediaan Pangan Fungsional dari Rumput Laut

Hijau (Caulerpa lentillifera) sebagai Imunomodulator pada Balita” merupakan kegiatan

penelitian yang bekerjasama dengan Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Fakultas Farmasi dan

Sains UHAMKA yang dimaksudkan untuk melakukan penelitian mengenai sediaan pangan

fungsional dari rumput laut hijau jenis Caulerpa lentilifera (anggur laut) sebagai

imunomodulator pada Balita. Kegiatan penelitian ini merupakan kegiatan tahun kedua dari

3 tahun yang direncanakan. Hasil pada tahun ke-2 yang telah kami lakukan diantaranya

formulasi produk biskuit, uji imunomodulator secara in vivo dan uji keamanan pangan.

Kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dana melalui program

Kementerian RISTEKDIKTI melalui Program INSINAS Bidang Prioritas Flagship LIPI-

Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Sumberdaya Lokal semoga kegiatan penelitian

ini berjalan dengan lancar. Kepada semua pihak baik untuk kegiatan laboratorium, analisa,

dan kegiatan administrasi yang telah membantu kegiatan ini kami mengucapkan terima

kasih. Semoga laporan akhir tahun ke-2 ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Serpong, 30 November 2019

Tim Peneliti

Page 5: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

v

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul i

Lembar Pengesahan ii

Ringkasan iii

Prakata iv

Daftar Isi v

Daftar Tabel vi

Daftar Gambar vii

Daftar Lampiran viii

Abstrak 1

BAB 1 Pendahuluan 1

BAB 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

BAB 3 Metode Penelitian 4

BAB 4 Hasil dan Luaran yang dicapai 11

BAB 5 Rencana tahap berikutnya 36

BAB 6 Kesimpulan dan Saran 36

Referensi 36

Lampiran 38

Page 6: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kelompok untuk uji total leukosit, limfosit dan monosit 8

Tabel 3.2 Data perlakuan untuk uji kadar 1L - 1β 9

Tabel 4.1 Hasil analisis proksimat Caulerpa lentillifera Makassar 11

Tabel 4.2 Posisi pita infra merah spesifik ekstrak Caulerpa lentillifera 16

Tabel 4.3 Hasil analisis ekstrak kasar dan murni Caulerpa lentillifera 19

Tabel 4.4 Hasil pengamatan perilaku hewan 23

Tabel 4.5 Hasil rata-rata berat badan mencit jantan 24

Tabel 4.6 Hasil berat rata-rata mencit betina 24

Tabel 4.7 Hasil pengamatan organ fisik 25

Tabel 4.8 Hasil analisis berat organ 26

Tabel 4.9 Pengolahan bahan baku 27

Tabel 4.10 Pengembangan formula 28

Tabel 4.11 Uji hedonik 30

Tabel 4.12 Aktivitas imunostimulan rumput laut 30

Tabel 4.13 Index fagositosis biskuit 34

Tabel 4.14 Angka titer antibody 34

Tabel 4.15 Hasil analisa keamanan pangan 34

Page 7: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Pengaruh perlakuan insoluble fraction dari rumput laut hijau Caulerpa

lentillifera terhadap fagositosis sel RAW 264.7 pada konsentrasi uji

10-100 µg/mL dibanding kontrol sel

3

Gambar 3.1 Tahapan kegiatan penelitian sediaan pangan fungsional dari rumput

laut hijau

6

Gambar 4.1 Pengujian hasil pemurnian polisakarida 15

Gambar 4.2 Overlay hasil FTIR 16

Gambar 4.3a Analisis monomer ekstrak kasar Caulerpa lentillifera 21

Gambar 4.3b Analisis monomer ekstrak murni Caulerpa lentillifera 21

Gambar 4.4 Analisis NMR ekstrak kasar (kanan) dan ekstrak murni (kiri) Caulerpa

lentillifera

22

Gambar 4.5 Hasil analisa uji titer antibodi 31

Gambar 4.6 Persentase rata-rata perubahan volume kaki pada tikus yang disuntik

sel darah merah domba

32

Page 8: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil pengujian dari sucofindo 38

Lampiran 2 Lampiran hasil analisa keamanan pangan dari Lab. Saraswanti 39

Lampiran 3 Publikasi 40

Page 9: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

1

BAB 1. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi

kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi di

dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, atau dalam 1000 hari pertama

kehidupan. Sayangnya, stunting baru terdeteksi setelah anak berusia 2 tahun. Indonesia

merupakan salah satu negera dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi dibandingkan

dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Di dunia, Indonesia menduduki

posisi ke-17 dari 117 negara, walaupun data kasus ini sudah menunjukkan penurunan

dibanding tahun 2013. Data prevalensi stunting pada 2014 adalah 32,9 persen dengan

target 2019 sebesar 28,0 persen. Sedangkan, capaian pada 2016 adalah 26,1 persen atau

9 juta anak. Pekerjaan rumah besar yang perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya

stunting (nasional.kompas.com). Salah satu upaya untuk menurunkan stunting pada balita

diantaranya memperbaiki sistem imun tubuh.

Imun adalah bagian terpenting dari sistem pertahanan tubuh (Baratawidjaja &

Rengganis, 2004). Sistem imun melindungi tubuh dari masuknya berbagai

mikroorganisme seperti bakteri dan virus yang banyak terdapat di lingkungan hidup.

Dengan adanya sistem imun, tubuh mampu mempertahankan diri dari infeksi yang dapat

disebabkan oleh mikroorganisme, dimana mikroorganisme akan selalu mencari inang

untuk diinfeksi. Penurunan sistem imun akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Imunomodulator merupakan senyawa yang dapat mempengaruhi sistem imun dengan

cara meningkatkan atau menekan faktor-faktor yang berperan dalam sistem imun (Stites

& Terr, 1990). Imunomodulator membantu tubuh untuk mengoptimalkan fungsi sistem

imun yang merupakan sistem utama yang berperan dalam pertahanan tubuh di mana

kebanyakan orang mudah mengalami gangguan sistem imun. Saat ini, penelitian

mengenai imunomodulator alami lebih banyak tertuju dari bahan alam darat, sedangkan

yang bersumber dari laut belum banyak dilakukan, salah satunya dari rumput laut.

Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar di dunia dengan memasok

sekitar 50% kebutuhan dunia yang mencapai 1,9 juta ton/tahun rumput laut kering.

Terdapat sekitar 782 jenis rumput laut yang tumbuh di perairan Indonesia, 56 jenis di

antaranya bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis penting (Dwiyitno, 2011). Rumput

laut atau dikenal dengan makroalgae merupakan salah satu organisme perairan yang

menjadi sumber daya hayati laut. Rumput laut terdiri dari berbagai jenis yaitu rumput laut

Page 10: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

2

merah (Rhodophyta), rumput laut coklat (Phaeophyceae), rumput laut hijau

(Chlorophyceae) dan rumput laut hijau-biru (Chyonophyceae). Pemanfaatan rumput laut

secara ekonomis di Indonesia masih terbatas pada beberapa spesies tertentu, yakni

Gracillaria sp. dan Euchema sp., sedangkan potensi pemanfaatan rumput laut di

Indonesia sangat besar. Salah satu jenis rumput laut yang jarang dimanfaatkan adalah

Caulerpa sp (Merdekawati dan Susanto, 2009).

Caulerpa lentilifera (anggur laut) merupakan salah satu jenis rumput laut hijau

(Chlorophyceae) yang dikenal sebagai anggur laut dan dapat dimakan sebagai lalapan

serta sudah dibudidayakan di Indonesia (Takalar, Sulawesi Selatan) dan diekspor ke

Jepang. Selain sebagai konsumsi, anggur laut tersebut digunakan sebagai

imunostimulator, anti bakteri, anti mikroba, anti jamur dan anti tumor (Maeda* et al.,

2012; Roohinejad et al., 2017; Sharma & Rhyu, 2014). Aktivitas antioksidan dan

kandungan fenolik yang tinggi juga terdapat pada C. Lentilifera (Shevchenko et al., 2009;

Konishi et al., 2012). Kandungan metabolit sekunder dari C. lentilifera diantaranya

klionasterol, 1,4 -glukan dan 1,3--glukan (Maeda et al., 2012). Senyawa glukan ini

salah satunya berperan penting sebagai imunomodulator. Produk pangan fungsional

sebagai imunomodulator dari bahan laut khususnya dari rumput laut hijau belum banyak

dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan penelitian untuk

mengidentifikasi senyawa-senyawa bioaktif sebagai imunomodulator dari rumput laut

hijau C. Lentilifera, menguji aktivitas imunomodulator, serta melakukan formulasi

sebagai pangan fungsional dalam bentuk sediaan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun pertama telah teridentifikasi

senyawa polisakarida sulfat dari rumput laut hijau C. lentilifera dan teruji secara in vitro

sebagai imunomodulator dengan meningkatnya persen fagositosis sel makrofag RAW

264.7 pada konsentrasi 10 sampai 100 g/mL (Gambar 1.1). Pada tahun ke-2, telah

dilakukan formulasi dalam bentuk biskuit dan uji keamanan pangannya dan hasilnya

sesuai dengan peraturan yang berlaku (SNI Biskuit 2011). Selain itu, penelitian telah

dilakukan uji imunomodulator secara in vivo terhadap ekstrak aktif dan biskuit dengan

hasil keduanya mampu meningkatkan indeks fagositosis dengan dosis masing-masing

sebesar 250 dan 400 mg/kgbb.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan penelitian lanjutan untuk melakukan

perbesaran skala dengan melihat tekno ekonomi sebagai pangan fungsional dalam bentuk

biskuit untuk balita. Dari penelitian ini diharapkan adanya nilai tambah dari rumput laut

Page 11: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

3

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

KS LPS 500ng/ml

RLME10µg/ml

RLME25µg/ml

RLME50µg/ml

RLME100µg/ml

Pen

ingk

atan

Ph

ago

cyto

sis

(%)

Insoluble fraction dari C. lentilifera

hijau C. Lentilifera sebagai pangan fungsional yang dapat berfungsi sebagai

imunomodulator khususnya untuk balita.

Gambar 1.1 Pengaruh perlakuan insoluble fraction dari rumput laut hijau Caulerpa

lentilifera terhadap fagositosis sel RAW 264.7 pada konsentrasi uji 10-

100 µg/ml dibanding kontrol sel

b. Deskripsi teknologi yang akan dihasilkan dan manfaatnya

Hasil penelitian dari kegiatan ini menghasilkan prototipe produk biskuit yang

mempunyai nilai tambah dapat meningkatkan sistem imun tubuh yang telah teruji secara

in vitro dan in vivo. Selain itu, prototype produk ini juga telah teruji kemanan pangannya

sesuai dengan SNI Biskuit tahun 2011. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

membantu pemerintah untuk menurunkan angka stunting dengan cara meningkatkan

sistem imun anak.

BAB 2. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Mengidentifikasi kandungan dari rumput laut hijau C. lentillifera

Melakukan formulasi sebagai pangan fungsional dalam bentuk sediaan dan membuat

prototype produk untuk membantu menurunkan angka stunting pada balita Indonesia

Menguji aktivitas imunomodulator secara in vivo dari produk formulasi

Menguji keamanan produk pangan diantaranya uji toksisitas akut, uji logam berat, dll

Melakukan perbesaran skala produksi (Scale up)

Page 12: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

4

Manfaat penelitian

Rumput laut hijau dari jenis Caulerpa lentilifera mempunyai potensi besar sebagai

sumber makanan dan minuman fungsional seiring dengan makin tingginya

kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan. Keberadaan pangan

fungsional tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat atau konsumen, tetapi juga bagi

pemerintah maupun industri pangan. Bagi konsumen, pangan fungsional

bermanfaat untuk mencegah penyakit, meningkatkan imunitas, memperlambat

proses penuaan, serta meningkatkan penampilan fisik.

Bagi industri pangan, pangan fungsional akan memberikan kesempatan yang tidak

terbatas untuk bebas berinovasi dan memformulasikan produk-produk yang beda

dari yang ada dan yang mempunyai nilai tambah bagi masyarakat. Selanjutnya bagi

pemerintah, adanya pangan fungsional akan menurunkan biaya pemeliharaan

kesehatan masyarakat serta sosialsiasi akan pentting hidup sehat berbahan alami.

Penelitian ini diharapkan diperoleh produk sediaan pangan fungional dari rumput

laut hijau C. Lentilifera yang mempunyai nilai tambah sebagai imunomodulator

sehingga dapat dikeembangkan sampai ke produk komersialisasi, dimana

ketersediaannya sangat banyak dijumpai di perairan laut Indonesia.

BAB 3. METODE PENELITIAN

a. Telaah literatur/pustaka

Penelitian mengenai sediaan pangan fungsional dari rumput laut hijau Caulerpa

lentilifera belum ada yang melakukan. Penelitian yang sudah dilakukan diantaranya:

- Uji aktivitas imunomodulator dari polisakarida sulfat rumput laut hijau C. lentilifera

mempunyai aktivitas secara in vitro terhadap sel makrofag RAW 264.7 (Maeda*

et al., 2012).

- Kandungan metabolit sekunder dari C. lentilifera diantaranya klionasterol, 1,4 -

glukan dan 1,3--glukan (Maeda et al., 2012).

- Aktivitas biologi dari C. lentilifera diantaranya sebagai imunostimulator, anti

bakteri, anti mikroba, anti jamur dan anti tumor (Maeda* et al., 2012; Roohinejad

et al., 2017; Sharma & Rhyu, 2014). Aktivitas antioksidan dan kandungan fenolik

yang tinggi juga terdapat pada C. Lentilifera (Shevchenko et al., 2009; Konishi et

al., 2012).

Page 13: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

5

Berdasarkan telaah literatur di atas, potensi rumput laut hijau baru diteliti secara in vitro,

sedangkan produk dari C. lentilifera belum ada yang mengembangkan khususnya sebagai

sediaan pangan fungsional.

b. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) hasil riset dan pengembangan

- Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) hasil riset dan pengambangan tahun ke-2 dari

formulasi sediaan pangan fungsional sebagai imunomodulator untuk menurunkan angka

stunting pada balita dalam bentuk prototipe dan uji toksisitas akut untuk mengetahui

keamanan produk. Pada tahap ini, Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) sudah meningkat

pada level 6.

c. Peta rencana pengembangan teknologi menurut TKT (1-9 tahap)

- Peta rencana pada penelitian ini diilustrasikan pada Gambar 2. Pada tahun 2018,

kegiatan penelitian terdiri dari persiapan bahan baku, proses ekstraksi, fraksinasi, dan uji

aktivitas imunomodulator dari ekstrak dan fraksi rumput laut hijau Caulerpa lentilifera.

Pada tahap ini, Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) masih dalam level 3 dimana telah

dilakukan studi literatur baik teori maupun empiris dari penelitian terdahulu tentang prinsip dasar

yang akan dikembangkan bahwa rumput laut hijau C. lentilifera mempunyai aktivitas sebagai

imunomodulator terhadap sel makrofag RAW RAW 264.7 (Maeda et al., 2012).

- Pada tahun ke-2, penelitian yang dilakukan terdiri dari formulasi sediaan pangan

fungsional sebagai imunomodulator untuk menurunkan angka stunting pada balita dalam

bentuk prototipe dan uji toksisitas akut untuk mengetahui keamanan produk. Pada tahap

ini, Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) sudah meningkat pada level 6.

- Pada tahun ke-3, kegiatan penelitian meningkat menjadi perbesaran skala dari

hasil formulasi tahun ke-2. Pada tahap ini, Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)

diharapkan meningkat menjadi level 8.

Page 14: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

6

Gambar 3.1. Tahapan kegiatan penelitian sediaan pangan fungsional dari rumput

laut hijau

d. Metode Penelitian

Penelitian ini melibatkan empat instansi yaitu Pusat Penelitian Kimia LIPI dan

Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia yang fokus pada formulasi produk dan uji mutu

produk pangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang fokus pada penyediaan bahan

baku rumput laut hijau Caulerpa lentilifera hingga proses ekstraksi dan uji responden,

dan Fakultas Farmasi UHAMKA pada uji toksisitas akut dan imunomodulator secara in

vivo.

Tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Proses ekstraksi rumput laut hijau C. Lentilifera budidaya (Takalar, Makassar)

Serbuk rumput laut hijau C. lentilifera dimaserasi menggunakan etanol

Residu selanjutnya diekstraksi kembali dengan air pada suhu 80ºC.

2. Filtrat ditambahkan etanol 4:1 sehingga diperoleh ekstrak air dan endapan. Ekstrak

air selanjutnya dilakukan uji toksisitas akut dan imunomodulator secara in vivo.

3. Analisis proksimat, analisis total gula, monomer, kandungan sulfat, dan identifikasi

dari simplisia dan ekstrak

4. Uji toksisitas akut/sub kronik dari ekstrak aktif

-Persiapan bahan

baku

-Ekstraksi

-Fraksinasi

-Uji aktivitas

imunomodulator

-Formulasi sediaan

pangan fungsional

dan uji aktivitasnya

-Uji kemanan pangan

(toksisitas akut,

logam berat, dll)

-

- Perbesaran

skala/scale up

2018 2019

2020

K

O

M

E

R

S

I

A

L

I

S

A

S

I

Page 15: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

7

a. Prinsip pengujian : Bahan uji diberikan secara oral dengan dosis bertingkat

pada beberapa kelompok hewan uji. Dilakukan pengamatan efek toksis dan

kematian hewan yang mati selama pengujian dan yang hidup diotopsi dievaluasi

secara makroskopis

b. Tujuan : Untuk mengetahui / memperoleh informasi tentang spektrum

toksisitasnya Penetapan LD 50 sehingga dapat diperoleh informasi tentang

derajad toksisitasnya ; Data yang diperoleh merupakan informasi penting untuk

merancang uji toksisitas subkronis (dosis target organ dll)

c. Metode : Metode yang digunakan adalah yang paling umum dipakai yaitu

metode Litchifield dan Wilcoxon (1949), metode Weil Cs (1952) hasil dari uji

diestrapolasi menurut Paget & Barnes (1964) dan kriteria toksisitas Gleason MN

(1969). Pada pengujian ini digunakan hewan coba mencit ♂ dan ♀ strain DDY

umur 2-3 bulan, dengan Berat badan 20 – 30 gram. Jumlah mencit yang

digunakan 6 ekor ♂ dan 6ekor ♀ (pada tiap kelompoknya). Pengamatan

dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bahan uji. Dilakukan autopsi untuk

pemeriksaan organ tubuh secara makroskopik guna mengungkap kerusakan

struktur organ (hati, paru, jantung, ginjal, ataupun lambung) yang dapat

menjelaskan gejala gangguan fungsinya. Hasil pengamatan dianalisa secara

statistik.

5. Pembuatan formulasi sediaan

Pada pembuatan formulasi sediaan dalam bentuk biskuit untuk balita dilakukan di

STFI Bandung. Bahan-bahan yang digunakan untuk formulasi biskuit dari rumput

laut hijau Caulerpa lentillifera sebagai berikut:

Komponen Jumlah Satuan

Tepung Terigu Rendah Protein 150 gram

Unsalted butter suhu ruang 120 gram

Rumput laut hijau 120 gram

Gula Halus/Stevia 30 gram

Prosedur umum yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Rumput laut diblender sampai halus

Unsalted butter dikocok hingga lembut

Page 16: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

8

Tepung dimasukkan ke dalam unsalted butter yang telah halus (massa 1)

Rumput laut yang telah halus dimasukkan ke dalam massa 1 kemudian diaduk

hingga homogeny (Massa 2)

Massa 2 disimpan dalam nlemari es kurang lebih 30 menit

Massa 2 dicetak dan disusun di atas loyang yang telah diolesi mentega dan tepung

Panggang dalam oven suhu 170ºC selama 25-30 menit.

6. Uji imunomodulator secara in vivo

a. Pembuatan Supensi Na-CMC 0.5 %

Lima ratus miligram Na-CMC ditimbang, kemudian dilarutkan dalam sebagianakuades

hangat, diaduk dan ditambah akuades sambil terus diaduk memakai batang pengaduk.

Setelah larut semua sisa akuades ditambahkan sampai didapatkan volume larutan Na-

CMC 100 ml dengan memakai labu takar 100 ml.

b. Aklitimasi Hewan Uji

Hewan uji terlebih dahulu diadaptasikan (aklitimasi) terhadap lingkungan selama 2

minggu. Hewan uji terdiri dari mencit galur DDY setiap kelompok terdiri dari 5 hewan

uji. Menurut WHO minimal hewan uji untuk satu kelompok uji adalah 5 ekor.

3.5.3 Uji Peningkatan Total Leukosit, Persentase Limfosit dan Monosit Mencit sebanyak

24 ekor dibagi dalam 4 kelompok perlakuan berdasarkan dosis ektrak etanol jinten hitam

yang diberikan. Pemberian ekstrak diberikan selama 14 hari berturut secara oral. Setiap

hari ke – 7, hari ke 14 dan hari ke 21. Darah diambil melalui pleksus retro orbital mata

mencit.

Tabel 3.1. Kelompok untuk uji total leukosit, limfosit dan monosit

No Kelompok Perlakuan Pengambilan

Darah

1. Kontrol diberikan Na-CMC 0.5% 0.5

ml/kgBB selama 14 hari berturut -

turut

Hari ke - 7, ke - 14,

dan Ke 21

2. Dosis Rendah diberikan sampel dosis rendah selama

14 hari berturut – turut

Hari ke - 7, ke - 14,

dan Ke 21

3. Dosis Sedang

diberikan sampel dosis sedang selama

14 hari berturut – turut

Hari ke - 7, ke - 14,

dan Ke 21

4. Dosis Tinggi diberikan sampel dosis tinggi selama

14 hari berturut – turut

Hari ke - 7, ke - 14,

dan Ke 21

Page 17: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

9

c. Uji Kadar Interleukin 1β (IL-1β)

Pada uji kadar IL-1β dilakukan pemberian sampel secara oral dengan dosis.

Selanjutnya pada hari ke – 5, dua jam setelah pemberian sampel diberikan LPS 20

μg/mencit. Darah mencit diambil 6 jam kemudian, melalui pleksus retro orbital mata

mencit (Manu dan Kuttan, 2008).

Tabel 3.2. Data Perlakuan untuk uji kadar IL - 1β

No Kelompok Perlakuan Pengambilan Darah

1. Kontrol diberikan Na-CMC 0.5% 0.5

ml/kgBB selama 5 hari berturut -

turut

Hari ke – 5

2. LPS Diberikan LPS 20 μg/mencit pada

hari ke 5

Hari ke – 5

3. Dosis Rendah diberikan sampel dosis rendah selama

5 hari berturut - turut. Hari ke – 5 dua

jam setelah pemberian sampel,

diberikan LPS 20 μg/mencit

Hari ke – 5

4. Dosis Sedang

diberikan sampel dosis sedang selama

5 hari berturut - turut. Hari ke – 5 dua

jam setelah pemberian sampel,

diberikan LPS 20 μg/mencit

Hari ke – 5

5. Dosis Tinggi diberikan sampel dosis tinggi selama 5

hari berturut - turut. Hari ke – 5 dua

jam setelah pemberian sampel,

diberikan LPS 20 μg/mencit

Hari ke – 5

d. Pengambilan darah

Darah diambil dari setiap hewan uji melalui pleksus retro orbital mata mencit. Sampel

darah untuk uji total leukosit dimasukkan ke dalam tabung vacutainer EDTA dan sampel

darah untuk uji IL-1β dimasukkan ke tabung vacutainer EDTA yang berbeda. Darah

untuk uji IL-1β disentrifus pada 3000 rpm selama 20 menit, plasma yang muncul

dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf disimpan pada suhu – 20o C sampai waktu

pemeriksaan IL-1β dengan ELISA.

e. Perhitungan Total Leukosit

Penghitungan jumlah leukosit total dilakukan menggunakan hemositometer dengan

pengenceran 1:20. Untuk memperoleh pengenceran 1:20 sampel darah dihomogenkan,

Page 18: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

10

kemudian dihisap dengan menggunakan pipet leukosit dan aspirator sampai tera 0,5.

Selanjutnya, larutan Turk dihisap hingga tera 11, aspirator dicabut kemudian

dihomogenkan secara manual, yaitu dengan cara memutar membentuk angka 8.

Selanjutnya sampel dibuang sekitar 2-3 tetes, setelah itu dimasukkan ke dalam kamar

hitung Neubauer dan ditutup dengan gelas penutup kemudian diperiksa denganmikroskop

perbesaran 40 x 10. Leukosit dihitung pada empat kotak besar di tiap sudut tiap sisi kamar

hitung. Sel yang menempel di garis pemisah sebelah kiri dan di garis atas kotak persegi

ikut dihitung, sel yang menempel di kedua sisi kotak lain tidak ikut dihitung (Anandika,

2011). Karena kedalaman kamar kamar hitungNeubauer adalah 0,1 mm dan luas adalah

4 mm2 (terdiri dari 4 kamar masing-masing dengan luas 1 mm2 jadi total 4 mm2 ). Maka

volume kotak adalah 0,4 mm3 (Kulisic, 2006)

Jumlah total leukosit per mm3 = N x faktor pengenceran

Volume Kotak

N : Jumlah total leukosit dari 4 kamar hitung

f. Analisa Persentase Monosit dan Limfosit

Sampel darah segar diteteskan pada gelas objek dan dibuat preparat apus. Setelah

dibiarkan mengering di udara, preparat apus kemudian difiksasi dengan methanol selam

5 menit. Preparat kemudian diwarnai dengan pewarna Giemsa denganpengenceran 1 : 9

selama 30 menit.. Selanjutnya preparat dicuci menggunaan aquades dan dibiarkan

mengering. Setelah kering preparat diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran

100 x dengan dibubuhi minyak emersi pada permukaan sediaan apus tersebut. Pertama –

tama dihitung sampai 100 sel leukosit, kemudian dari 100 sel leukosit dihitung jumlah

monosit dan limfosit. Lalu ditentukan persentase monosit dan limfosit dari total 100

leukosit tersebut dengan rumus sebagai berikut (Handajani dan Dharmawan , 2009).

% Limfosit =∑ limfosit

100 × 100 %

% Monosit =∑ Monosit

100 × 100 %

g. Pengukuran kadar IL-1β dengan ELISA

Sebanyak 0.1 ml sampel, kontrol dan standar dimasukkan ke dalam microplate yang telah

dilapisi anti - mouse IL - 1β antibodi kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 37o

C lalu membuang isi plate dan keringkan menunggunakan handuk, Tambahkan 0.1 ml

Page 19: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

11

biotinylated anti mouse IL - 1β antibody inkubasi pada suhu 37 o C selama 60 menit lalu

mencuci microplate dengan 0.01M PBS sebanyak 3 kali. Tambahkan 0,1ml larutan ABC

diinkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit lalu mencuci microplate dengan 0.01M PBS

sebanyak 5 kali.

Menambahkan 90 ul dengan TMB Color developing agen dan didiamkan selama 30 menit

pada suhu ruangan di tempat yang gelap. Ditambahkan 0.1 ml TMB stop solution. Dibaca

optical density absorbasi dengan ELISA reader yang diatur pada 450 nm.

h. Analisa Statistik

Analisa jumlah total leukosit, presentase monosit, presentase limfosit dan kadar IL-1β

menggunakan ANOVA (Analysis Of Variance) dengan menggunakan program SPSS

17,0 for windows taraf kepercayaan sebesar 95% dengan (α= 0,05).

BAB 4. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

a. Tabel Luaran

No Luaran Status

Draft Submitted/

Review

Accepted/

Publish

1 Prosiding International terindeks 100

2 Jurnal Internasional 100

3 Paten 100

4 Prototipe Lab

4.1 Analisis Proksimat

Analisis proksimat menggunakan tepung Caulerpa lentillifera yang berasal dari

Makassar, Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.1. Analisis proksimat dilakukan sebagai

langkah awal penilaian kualitas dari bahan yang akan digunakan pada penelitian lanjutan

terutama pada standar komposisi yang seharusnya terkandung di dalamnya. Analisis

komposisi proksimat tersebut harus mencakup, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar

protein, kadar karbohidrat, dan kadar serat. Tiga komposisi terbesar pada Caulerpa

lentillifera yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu, kadar abu (46,41%), kadar

karbohidrat (26,56%), dan kadar air (17,09%).

Tabel 4.1 Hasil Analisis Proksimat Caulerpa lentillifera Makassar

No Analisis Proksimat Hasil (%)

1 Kadar Air 17,09±0,27

Page 20: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

12

2 Kadar Abu 46,41±1,12

3 Kadar Lemak 1,10±0,02

4 Kadar Protein 9,18±0,27

5 Kadar Karbohidrat 26,56±0,12

6 Kadar Serat 8,49±1,10

Secara umum, rumput laut memiliki kadar abu yang tinggi karena polisakarida dan

protein pada dinding sel nya memiliki kandungan mineral dan senyawa inorganik lainnya.

Kadar abu yang biasanya dimiliki oleh rumput laut berkisar antara 8-40%. Hasil kadar

abu pada sampel yang digunakan pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan

dengan dengan Caulerpa lentillifera yang berasal dari Malaysia (Matanjun & Mohamed,

2009, Tabel 4.2) dan dari Thailand (Ratana-arporn & Chirapart, 2006, Tabel 4.3) dengan

hasil 37,15±0,64% dan 24,21±1,70% secara berurutan. Perbedaan kadar abu dalam

spesies dapat disebabkan oleh habitat yang berbeda di mana mereka tumbuh yang

mungkin memiliki konsentrasi yang berbeda dari senyawa anorganik dan garam di

lingkungan air dan metode mineralisasi yang berbeda pada spesies yang dipengaruhi oleh

suhu dan pH (Mwalugha, Wakibia, Kenji, & Mwasaru, 2015).

Total kandungan lemak pada rumput laut pada umumnya berkisar antara 1-8%

dari berat kering dengan variasi yang sangat banyak antar spesies. Peran lemak pada

rumput laut adalah sebagai tempat penyimpanan energi, termasuk penyimpanan karbon,

komposisi struktural membran seluler dan intraseluler, dan juga sebagai pensinyalan sel.

Kandungan lemak pada rumput laut lebih rendah dibandingkan dengan tanaman darat

atau bahkan mikroalga. Hasil kadar lemak pada Caulerpa lentillifera yang digunakan

pada penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan Malaysia yaitu 1,10±0,02% dan

1,11±0,05% secara berurutan. Namun kandungan lemak pada Caulerpa lentillifera dari

Thailand memiliki kadar yang lebih rendah yaitu hasil 0,86±0,10%. Adanya perbedaan

kandungan lemak pada rumput laut dengan spesies yang sama diperkirakan dipengaruh

oleh usia, tahapan perkembangan dan juga variasi ekologinya (Terme, Boulho, Kucma,

Bourgougnon, & Bedoux, 2018).

Protein rumput laut mengandung beberapa asam amino tertentu, yang biasanya sangat

bergantung pada waktu panennya. Selain itu, kadar protein yang berbeda pada setiap

rumput laut juga bergantung pada area atau habitat nya. Berdasarkan hal tersebut,

sehingga kadar protein pada satu spesies yang sama juga sangat bervariasi. Pada rumput

Page 21: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

13

laut hijau kadar protein berkisar antara 14-26%. Hasil kadar karbohidrat pada sampel

yang digunakan pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan dengan

Caulerpa lentillifera yang berasal dari Malaysia dan dari Thailand dengan hasil

10,41±0,26% dan 12,49±0,30% secara berurutan (Černá, 2011).

Di antara beberapa komposisi penyusun rumput laut, karbohidrat adalah komposisi

yang paling penting pada rumput laut sehubungan dengan kemampuan bioaktifitasnya

yang telah diteliti pada beberapa penelitian. Rumput laut mengandung sejumlah besar

polisakarida, terutama polisakarida struktural yang terdapat pada dinding sel.

Polisakarida minor lain juga ditemukan di dinding sel rumput laut hijau yaitu polisakarida

yang mengandung sulfat. Hasil kadar karbohidrat pada sampel yang digunakan pada

penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan dengan Caulerpa lentillifera yang

berasal dari Malaysia dan dari Thailand dengan hasil 38,66±0,96% dan 59,27±0,10%

secara berurutan. Didapatkan bahwa kandungan karbohidrat Caulerpa lentillifera yang

terdapat di perairan Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan dua wilayah

lainnya. Meskipun demikian, kandungan karbohidat Caulerpa lentillifera pada penelitian

ini masih dalam kisaran yang diinginkan. Kandungan karbohidrat dalam alga berkisar

dantara 20% hingga 40% dari total massa sel (Juneja, Ceballos, & Murthy, 2013)

Meskipun sampai saat ini belum ada alasan yang paling tepat sebenarnya mengenai

adanya perbedaan komposisi dalam Caulerpa lentillifera yang diperoleh dari Indonesia,

Malaysia, dan Thailand saat ini, namun yang menjadi alasan paling mendekati adanya

perbedaan komposisi ini dikarenakan adanya perbedaan pada masing-masing individu

rumpur laut waktu panen, iklim/musim dan juga kondisi habitat Caulerpa lentillifera di

empat wilayah ini (Ito & Hori, 2009).

Rumput laut harus berinteraksi dengan lingkungan biotik dan abiotiknya dan hal

inilah yang menyebabkan adanya perbedaan komposisi pada hasil analisis proksimat.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan komposisi karbohidrat pada rumput laut

hijau adalah intensitas cahaya dan kadar CO2 dan berbagai nutrien penting lainnya yang

dibutuhkan untuk proses pembentukan karbohidrat atau disebut juga proses fotosintesis.

Pengaruh spesifik biasanya terjadi pada dinding sel rumput laut yang menjadi lokasi

utama pembentukan karbohidrat. (Popper, Ralet, & Domozych, 2014).

4.2 Ekstraksi dan Pemurnian Polisakarida

Page 22: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

14

Tahapan awal sebelum dilakukan ekstraksi adalah proses maserasi dengan

menggunakan etanol. Proses maserasi ini bertujuan untuk menghilangkan pigmen

(klorofil) dan protein yang ada pada Caulerpa lentillifera (Cho, Yang, Kim, & You,

2010). Selanjutnya, ekstraksi polisakarida sulfat dari rumput laut hijau Caulerpa

lentillifera dilakukan menggunakan air dengan suhu sekitar 70–80oC. Hasil rendemen

ekstrak kasar yang didapatkan sebesar 4,16 gram dengan persen hasil 4,16% (w/v) dari

berat awal sampel kering sebesar 100 gram.

Ekstraksi polisakarida sulfat biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai

pelarut; yaitu metanol, etanol, dan aseton, dan juga air. Namun beberapa pelarut tertentu

dilarang digunakan pada di industri makanan atau obat, terutama metanol. Sehingga

metode ekstraksi polisakarida sulfat dari rumput laut yang aman menggunakan ekstraksi

air (Imjongjairak et al., 2015).

Selanjutnya, ekstrak kasar polisakarida yang telah didapatkan, dimurnikan dengan

menggunakan kromatografi penukar ion menggunakan resin DEAE-Sepharose.

Kromatografi penukar ion banyak digunakan untuk memisahkan polisakarida

berdasarkan sifat ionik yang berbeda. Pemurnian dengan DEAE-Sepharose ini akan

berpengaruh pada hasil, sifat kimia termasuk kadar gula, berat molekul dan komposisi

monosakarida. Pemurnian ini, diharapkan akan didapatkan sampel polisakarida sulfat

yang diinginkan adalah polisakarida yang memiliki gugus sulfat. (Wu, Fu, Brennan,

Brennan, & Chun, 2016).

Sampel ekstrak kasar sebanyak satu gram dilarutkan dalam aquades dan dipastikan

seluruh padatan larut dengan sempurna menggunakan pemanasan pada suhu 70-80oC.

Kemudian larutan ekstrak kasar tersebut dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang

sebelumya telah dimasukkan resin DEAE-sepharose sebagai penukar ion. Pemurnian ini

menggunakan eluen NaCl dengan variasi konsentrasi yang meningkat dari 0,5–2,5 M.

Pada proses pemurnian, fraksi pada tiap 10 mL diuji dengan menggunakan fenol-H2SO4

untuk menentukan proses pengendapan ekstrak murni. Hasil pengukuran absorbansi dari

pemurnian polisakarida sulfat dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Page 23: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

15

Penentuan fraksi ini, berdasarkan nilai absorbansi pada setiap 10 mL larutan yang

ditampung dan kemudian diuji secara spektrofotometer dengan panjang gelombang 490

nm. Pada pemurnian ini, terdapat tiga fraksi yang dipilih berdasarkan nilai absorbansi

dengan nilai yang paling tinggi. Absorbansi yang tinggi diharapkan nantinya memiliki

kandungan polisakarida yang tinggi saat dilakukan proses pengendapan menggunakan

etanol. Fraksi 1 (CL1), fraksi 2 (CL2), dan fraksi 3 (CL3) dielusi dengan menggunakan

NaCl dengan peningkatan konsentrasi dimulai dari 0,5 M – 2,5 M. Semakin tinggi

konsentrasi yang digunakan maka fraksi yang didapatkan diharapkan akan memiliki

kepadatan muatan yang tinggi, yang disebabkan karena adanya gugus sulfat pada rantai

polisakarida tersebut (Nie, Shi, Ding, & Tao, 2006).

Setelah itu, ketiga fraksi tersebut kemudian ditambahkan dengan etanol, dan

diendapkan selama semalaman pada suhu 4oC. Endapan kemudian di sentrifugasi dan

dikeringkan. Pada proses pemurnian ini, fraksi 1 (CL1), fraksi 2 (CL2), dan fraksi 3

(CL3), masing-masing memperoleh endapan sebesar 16,5 mg; 72,7 mg; dan 18,8 mg.

Sehingga jika total keseluruhan persen hasil pada proses pemurnian ini didapatkan

sebesar 14,8%. Proses ektraksi dan pemurnian dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.3 Karakterisasi Hasil Ektraksi

4.3.1 Analisis gugus fungsi dengan FTIR

Data spektrum infra merah digunakan untuk mengetahui jenis gugus fungsi spesifik

yang ada dalam molekul suatu senyawa. Pada penelitian ini data spektrum infra merah

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Ab

sorb

ansi

(A

)

Nomor Fraksi

Gambar 4.1 Pengujian hasil pemurnian polisakarida

CL1

CL2 CL3

Page 24: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

16

digunakan untuk mengetahui beberapa gugus penting yaitu jenis monomer penyusun

polisakarida, gugus ester sulfat dan juga posisi ester sulfat. Dengan mengetahui berbagai

gugus tersebut, akan menjadi acuan pada karakterisasi lainnya.

Pada penelitian ini, ekstrak kasar dan murni Caulerpa lentillifera dihaluskan

bersamaan dengan KBr (1:100) lalu diberi tekanan hingga 7000 Pa hingga menjadi pelet

yang berbentuk transparan. Pelet tersebut kemudian dianalisis pada spektrum infra merah

pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1.

Spektra FTIR dari ekstrak kasar dan murni Caulerpa lentilifera ditunjukkan pada

Gambar 4.2 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Posisi pita infra merah spesifik ekstrak Caulerpa lentillifera

Ekstrak Kasar CL1 CL2 CL3 Signal

characteristics

3435,88 3435,59 3435,46 3435,88 Peregangan O-H

2924,40 2928,02 2929,37 2931,34 Peregangan C-H

1638,10 1639,29 1636,35 1634,65 Ikatan O-H

1418,79 1411,75 1410,74 1408,24 Peregangan S=O

(Gugus Sulfat Ester)

Gambar 4.2 Overlay hasil FTIR; ekstrak kasar (hitam), fraksi 1 ekstrak murni

(hijau), fraksi 2 ekstrak murni (merah), dan fraksi 3 ekstrak murni (biru)

3900 2900 1000

1100

1400 1600 800

Page 25: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

17

1155,97 1161,88 1154,91 1154,91

Ikatan C-OH pada

oligosakarida

seperti pada manosa

dan galaktosa

1080,10

1021,06

1075,45

1024,16 1102,93 Ikatan glikosidik

(C-O-C) 1052,52

1022,59

800,20 - - - -

- 814,91 812,00 812,28 Gugus Sulfat

Spektrum ekstrak kasar dan murni (CL1, CL2, dan CL3) menunjukkan berbagai

bilangan gelombang yang menunjukkan beberapa kelompok gugus fungsional. Pada

ketiga sampel tersebut, terdapat bilangan gelombang yang diamati pada kisaran 3400 cm-

1 dan dapat ditetapkan sebagai ikatan kuat dari peregangan O-H. Hal ini berarti, senyawa

tersebut memiliki gugus hidroksil bebas dan menunjukkan pita untuk peregangan O-H.

Untuk gula, diferensiasi gugus hidroksil primer dan sekunder oleh frekuensi OH tidak

dapat dilaukan, karena pergeseran frekuensi yang disebabkan oleh ikatan hidrogen. FTIR

dapat digunakan hanya untuk mendeteksi ikatan hidrogen, yang mungkin antara satu

molekul dan lainnya (intermolekul) atau dalam satu molekul (intramolekul).

Ketiga sampel juga memiliki bilangan gelombang pada 2900 cm-1 dalam spektrum

FTIR menunjukkan adanya peregangan C-H. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa seluruh

sampel tersebut merupakan polisakarida. Hal ini disebabkan karena spektrum FTIR

dalam wilayah bilangan gelombang 500 cm-1 hingga 3000 cm-1 digunakan untuk analisis

data dikarenakan merupakan daerah fingerprint untuk polisakarida sulfat (Fernando et al.,

2017). Bilangan gelombang pada 1630-1640 cm-1 menunjukkan kelompok getaran

peregangan pada kelompok asam karboksilat (C=O) pada aldehid yang menjadi gugus

penting dalam karbohidrat. Selanjutnya, ketiga sampel tersebut memiliki kandungan

sulfat seperti yang ditunjukkan oleh bilangan gelombang pada 1405-1420 cm-1 yang

menunjukkan peregangan S=O. Bilangan tersebut menunjukkan gugus ester sulfat.

Berdasarkan bilangan gelombang tersebut, diperkirakan bahwa sampel merupakan

golongan polisakarida sulfat.

Pada bilangan gelombang pada 1150-1155 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C-OH

dalam oligosakarida spesifik seperti pada mannose dan galactose (Chandra et al., 2017).

Semua spektrum FTIR polisakarida sulfat dengan puncak bilangan gelombang berkisar

pada 1.035 cm-1 mewakili getaran peregangan jembatan glikosida (C─O─C). Ikatan

Page 26: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

18

glikosidik juga menunjukkan bilangan gelombang antara 1200 dan 900 cm-1 secara

spesifik sebagai jembatan β C1-O-C4’ (Sekkal, Dincqb, Legrandb, & Huvenneb, 1995).

Selain itu, spektrum FTIR dalam bilangan gelombang 810-820 cm-1 menunjukkan gugus

sulfat pada C-6 galaktosa yang diperkirakan terkait dengan senyawa D-galaktosa-6-sulfat

(Pereira, Sousa, Coelho, Amado, & Ribeiro-claro, 2003). Berdasarkan hasil, ketiga fraksi

dari ekstrak murni adalah serupa, dan dapat diputuskan sebagai senyawa yang sama.

Absorpsi karakteristik polisakarida sulfat dari rumput laut Caulerpa lentillifera dalam

spektrum FT-IR juga ditemukan panjang gelombang pada wilayah 3600-3200 cm-1 yang

dikelompokkan pada gugus fungsi O-H, dan pada panjang gelombang 2920 cm-1

dikelompokkan pada gugus fungsi C-H. Selanjutnya, ditemukan panjang gelombang pada

1200-1000 cm-1 dikelompokkan pada gugus fungsi C-O-C dan C-O-H. Gugus karboksil

(COO-) ditunjukkan pada 1640 dan 1417 cm-1 yang timbul dari gugus C=O asimetris dan

getaran peregangan C-O simetris. Gugus sulfasi (SO3-) ditunjukkan pada panjang

gelombang 1240 dan 816 cm-1 menunjukkan adanya kelompok S=O asimetris dan C-O-

S simetris yang beruhubungan dengan kelompok C-O-SO3. Berdasarkan analisis ini

dinyatakan juga bahwa polisakarida yang terdapat pada Caulerpa lentillifera

mengandung gugus sulfat (Sun et al., 2017).

Pada analisis FTIR menggunakan Caulerpa racemosa terdapat kemiripan hasil dengan

Caulerpa lentillifera yang dilakukan pada penelitian ini. Caulerpa racemosa terdeteksi

memiliki gugus sulfat ester pada pada bilangan gelombang 1253 cm-1 dan juga ditemukan

kesamaan wilayah fingerprint pada senyawa penyusun dengan Caulerpa lentillifera yaitu

gugus sulfat yang diperkirakan berasal dari senyawa galaktosa-6-sulfat pada bilangan

gelombang 823 cm-1 (Ghosh et al., 2004).

Berdasarkan hasil ini, genus Caulerpa cenderung memiliki monomer penyusun yaitu

galaktosa. Caulerpa lentillifera adalah salah satu rumput laut hijau yang menjadi sumber

polisakarida sulfat yang nantinya dapat digunakan sebaga bahan bioaktif dalam

pengobatan.

4.3.2 Analisis Total Gula dan Sulfat menggunakan spektrofotometer

Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode H2SO4-fenol.

Penggunaan metode ini dapat memberikan estimasi terbaik dalam menganalisis

kandungan gula pada suatu sampel. Kandungan fenol dalam asam sulfat digunakan untuk

penentuan mikro kolorimetri kuantitatif gula dan turunan metilnya, oligosakarida, dan

Page 27: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

19

polisakarida. Metode ini sederhana, cepat, dan sensitif, sehingga dapat memberikan hasil

yang baik. Pereaksi yang digunakan murah dan stabil, dan hanya membutuhkan satu

kurva standar untuk setiap sampel. Warna yang dihasilkan bersifat permanen dan tidak

perlu memberikan perlakuan khusus. Metode ini menggunakan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 490 nm untuk gula heksosa (Dubois, et al 1956). Analisis ini

menggunakan ekstrak kasar dan murni dari polisakarida sulfat dengan variasi konsentrasi

100 ppm. Sebagai standard, digunakan xylosa dan galaktosa karena diperkirakan

monomer gula tersebut yang terdapat pada esktrak. Variasi konsentrasi standard yang

digunakan adalah 5, 10, 15, 20, 25 ppm (Lampiran 3).

Analisis kadar sulfat pada penelitian ini menggunakan metode turbidimeter BaCl2 –

gelatin. Prosedur analisis ini memiliki keunggulan yaitu kecepatan dan kesederhanaan

dalam penganalisisian. Prosedur ini juga membutuhkan sejumlah kecil sampel karena

diketahui bahwa banyak polisakarida sulfat yang sulit untuk diekstraksi dalam jumlah

yang cukup besar (Dodgson & Price, 1962). Analisis kadar sulfat ini juga diikuti dengan

pengukuran menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 360 nm dengan

menggunakan larutan K2SO4 sebagai standard. (Lampiran 4). Hasil analisis total gula dan

kadar sulfat dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Analisis Ekstrak Kasar dan Murni Caulerpa lentillifera

No Sampel Total Gula (%) Sulfat (%)

1 Ekstrak Kasar 35,63 ± 1,28 2,75 ± 0,21

2 Ekstrak Murni 40,51 ± 1,23 5,44 ± 0,25

Perhitungan total karbohidrat pada Tabel 4.5 berdasarkan hasil absorbansi standard

yang terlampir pada Lampiran 3. Berdasarkan hasil grafik uji total karbohidrat dapat

dilihat bahwa total karbohidrat dalam ekstrak murni memiliki jumlah yang lebih besar

jika dibandingkan dengan ekstrak kasar. Kandungan galaktosa pada ekstrak murni

memiliki jumlah yang besar dibandingkan dengan ekstrak kasar (Lampiran 3).

Berdasarkan Tabel 4.3, ekstrak kasar pada konsentrasi memiliki total karbohidrat yang

didapatkan yaitu sebesar 35,63% sedangkan pada ekstrak murni, total karbohidrat yang

didapatkan yaitu 40,51%.

Berdasarkan hasil analisis ini didapatkan bahwa di dalam hasil ekstraksi, terdapat

kandungan sulfat. Perhitungan total sulfat pada Tabel 4.6 berdasarkan hasil absorbansi

Page 28: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

20

pengujian standard K2SO4 yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil pada

Tabel 4.3, kandungan sulfat pada ekstrak murni lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak

kasar. Kandungan sulfat pada ekstrak kasar didapatkan sebesar 2,75% dan pada ekstrak

murni didapatkan kandungan sulfat sebesar 5,44%.

4.3.3 Analisis monomer gula menggunakan HPLC

Polisakarida sulfat dari rumput laut hijau banyak terdapat monomer-monomer gula

seperti rhamnosa, xylosa, glukosa, galaktosa, mannosa, dan arabinosa. Selain itu,

keberadaan gugus sulfat juga menjadi faktor penting pada polisakarida yang telah

dimurnikan menggunakan metode ini. Analisis untuk karakter tersebut biasanya

menggunakan Spektrofotometer atau HPLC, dengan menggunakan berbagai metode

Pada analisis ini standard monosakarida yang digunakan adalah glukosa galaktosa,

xylosa, arabinosa, manosa, fruktosa, dan maltosa. Sampel ekstrak kasar dan esktrak halus

dihidrolisis terlebih dahulu untuk memecah rantai polisakarida menjadi oligomer

penyusunnya. Selanjutnya sampel dan larutan standar tersebut diukur dengan

menggunakan HPLC Shimadzu dengan kolom Hi-Plex untuk karbohidrat. Pengukuran

dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat waktu retensi yang muncul untuk melihat

jenis monosakarida yang ada pada sampel dan juga dilakukan secara kuantitaif dengan

mengetahui luas puncak area untuk nantinya mengetahui kadar monosakarida yang

terkandung dalam sampel dengan menggunakan larutan standard sebagai perbandingan.

Analisis HPLC dari standar dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan ekstrak kasar dan

murni Caulerpa lentilifera ditunjukkan pada Gambar 4.3a dan 4.3b

Page 29: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

21

Penentuan waktu retensi dari tiap puncak berdasarkan pada interaksi gugus hidroksil

pada masing-masing monomer yang terpisah di sampel dengan kolom yang digunakan.

Analisis HPLC pada ekstrak kasar (Gambar 4.3a) menunjukkan adanya satu puncak

dominan yang muncul paling awal yang diperkirakan merupakan oligosakarida yang

tidak terhidrolisis dengan sempurna. Kemudian diikuti oleh dua puncak lainnya pada hasil

analisis. Penentuan monomer melalui HPLC ini disesuaikan dengan standar monomer

gula yang telah dianalisis sebelumnya dan didapatkan waktu retensinya. Berdasarkan

waktu retensi pada standar, didapatkan bahwa ada dua puncak yang terdeteksi sebagai

glukosa dengan waktu retensi pada 8,988 menit dan juga galaktosa dengan waktu retensi

adalah 9,579 menit.

Pada ekstrak murni hasil HPLC (Gambar 4.3b) menunjukkan beberapa puncak pada

hasil analisis tersebut. Sama seperti pada ekstrak kasar, pada ekstrak murni juga terdapat

satu puncak dominan yang muncul paling awal yang diperkirakan merupakan

oligosakarida yang tidak terhidrolisis dengan sempurna. Lalu diikuti ada beberapa puncak

yang muncul, namun hanya satu puncak yang terdeteksi berdasarkan dari hasil analisis

standar monomer. Satu monomer penyusun itu yaitu galaktosa dengan waktu retensi yang

Glu

kosa

- 8

.988

Gal

akto

sa -

9.5

79

MV

1.00

2.00

3.00

Minutes

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

Gala

ktosa

- 9

.577

MV

0.00

2.00

4.00

6.00

Minutes

2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00

Gambar 4.3.a Analisis monomer Ekstrak Kasar Caulerpa lentillifera

Gambar 4.3.b Analisis monomer Ekstrak Murni Caulerpa lentillifera

Page 30: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

22

dibutuhkan adalah 9,577 menit. Puncak-puncak kecil yang muncul berdekatan dengan

puncak yang dominan diperkirakan merupakan disakarida. Namun, dikarenakan tidak

adanya waktu retensi yang memiliki kemiripan dengan standard, maka senyawa tersebut

tidak dapat diprediksi lebih lanjut. Secara kuantitatif, pada ekstrak kasar, monomer

dengan kadar terbanyak yaitu galaktosa dengan 598,99 ppm dan glukosa dengan 380,31

ppm. Namun, galaktosa tertinggi diperoleh oleh ekstrak murni dengan kadar 886,63 ppm.

Polisakarida yang larut dalam air dari rumput laut genus Caulerpa paling banyak

terdiri dari glukan dan polisakarida sulfat. Polisakarida sulfat dari Caulerpa adalah

heteropolisakarida yang terdiri dari monosakarida yang berbeda. Polisakarida pada genus

Caulerpa pada umumnya terdiri dari galaktosa dan rhamnosa (Hayakawa et al., 2000).

4.3.4 Analisis 1H-NMR

Analisis menggunakan NMR dapat digunakan untuk melakukan analisis struktural

primer mono-, oligo-,atau polisakarida oleh spektroskopi 1H-NMR. Dalam spektrum

karbohidrat 1H-NMR telah didapatkan bahwa kandunagan polisakarida terdapat pada

rentang daerah 3 - 4 ppm. Penggunaan 1H-NMR ini juga digunakan untuk

mengidentifikasi gula dan dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi gula spesifik

(Duus, Gotfredsen, & Bock, 2000).

Berdasarkan puncak yang terdapat pada Gambar 4.4. Puncak yang terjadi pada rentang

daerah 1 – 2 ppm menunjukkan adanya indikasi ikatan CH3 yang diprediksi berasal dari

rhamnosa. Kemudian puncak pada rentang daerah 3 – 4 menunjukkan adanya pergeseran

kimia pada atom H yang terikat pada O-C, yang mengindikasikan adanya kandungan

polisakarida. Selanjutnya pada daerah 5 – 6 ppm diindikasikan menunjukkan adanya

proton anomerik sulfat. (Bush, 1988; Hounsell, Feeney, Scudder, Tang, & Feizi, 1986).

Gambar 4.4 Analisis NMR Ekstrak Kasar (kanan) dan Ekstrak Murni (Kiri)

Caulerpa lentillifera

Page 31: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

23

4.4 Toksisitas sub kronik dari ekstrak aktif

Pada uji toksisitas subakut ini, dibagi menjadi empat kelompok hewan uji.

Empat kelompok tersebut terdiri dari, satu kelompok kontrol normal ( diberi Na

CMC 0,5%) berisi 10 ekor mencit (5 Jantan dan 5 betina) dan tiga kelompok dosis

perlakuan (diberi ekstrak air anggur laut dengan dosis 250 mg/kgBB, 500

mg/kgBB, dan 1000 mg/kgBB) berisi 10 ekor mencit (5 Jantan dan 5 betina).

Untuk kelompok hewan menggunakan kontrol normal dan tiga varian

dosis uji. Dosis terendah untuk pengujian toksisitas subakut diambil dari dengan

dosis pertama 250 mg/kgBB lalu dosis dikalikan dua untuk dosis kedua dan ketiga

sehingga dosis kedua 500 mg/kgBB dan dosis ketiga 1000 mg/kgBB. Pengamatan

dilakukan selama 28 hari meliputi: gejala toksik, berat badan, bobot organ

relative, uji hematologi, makropatologi dan histopatologi organ.

A. Pengamatan Gejala Toksik Hewan Uji

Hasil pengamatan dilakukan setiap hari selama 28 hari untuk melihat

adanya perubahan pada bulu dan mata, adanya kejang, diare, lemas, berjalan

mundur dan berjalan dengan perut. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Perilaku Hewan

Perlakuan

Gerak-gerik

Fisik

Kejang

Diare

Lemas Jalan

Mundur

Jalan dengan

Perut

Bulu

Mata

K - - - - - - -

D1 - - - - - - -

D2 - - - - - - -

D3 - - - - - - -

Pengamatan fisik gejala toksik klinis diamati setiap hari selama 28 hari.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air anggur laut selama

Page 32: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

24

28 hari tidak menimbulkan gejala toksik, baik pada mencit jantan maupun mencit

betina. Kematian pada mencit juga tidak terjadi pada penelitian ini. Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak air anggur laut dalam jangka waktu

lebih panjang tidak menimbulkan gejala toksik maupun kematian.

B. Hasil Pengamatan Berat Badan Hewan

Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari selama 28 hari dari hari

ke-0 sampai hari ke-28 untuk menentukan volume sediaan yang akan diberikan.

Hasil pengamatan rata-rata berat badan mencit jantan dan betina dapat dilihat pada

tabel 7.

Tabel 4.5. Hasil Rata-rata Berat Badan Mencit Jantan

Hari Rata-rata Berat Badan (gram) ± SE

Normal Dosis I Dosis II Dosis III

0 32,00±1,52 30,40±1,96 23,40±3,76 22,00±0,09

7 33,00±1,14 29,51±2,10 27,31±2,94 26,06±1,21

14 35,03±1,68 32,23±4,36 28,80±2,79 29,94±1,75

21 35,51±1,66 34,14±1,74 32,88±2,07 31,77±2,11

28 35,37± 2,00 34,99±1,77 31,23±1,59 31,09±1,38

Tabel 4.6. Hasil Berat Rata-rata Mencit Betina

Hari Rata-rata Berat Badan (gram) ± SE

Normal Dosis I Dosis II Dosis III

0 27,40±1,66 25,60±1,60 29,20±1,80 29,80±2,75

7 29,17±1,43 27,97±1,36 30,08±3,62 31,74±3,38

14 29,97±1,63 31,05±1,72 29,91±1,20 32,88±2,21

21 28,79±2,12 32,54±1,15 29,94±1,41 35,39±1,68

28 28,37±1,76 33,85±1,63 29,71±1,01 33,14±2,04

Page 33: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

25

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata berat badan mencit

kelompok control normal maupun mencit kelompok uji (P> 0,05). Perbedaan jenis

kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0,05).

C. Hasil Hematologi Hewan Uji

Perhitungan jumlah WBC, RBC, HGB, HCT, MCV, MCH, MCHC, dan

PLT menggunakan alat hematology analyzer. Pengambilan darah dilakukan

dengan mengambil darah pada jantung saat pembedahan hewan. Darah diambil

menggunakan spuit 5 mL. Kemudian darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA.

Selanjutnya sampel darah diperiksa di alat hematology analyzer.

Parameter hematologi kelompok normal dengan kelompok uji

menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan (P> 0,05) pada mencit jantan

maupun mencit betina.Rata-rata berat badan mencit jantan maupun betina

mengalami kenaikan yang tidak signifikan, adapun penurunan berat badan namun

tidak signifikan (P> 0,05).

D. Hasil Pengamatan Organ Secara Makroskopik

Di hari ke-29 seluruh hewan dibedah untuk dilakukan pengamatan

morfologi organ dan penimbangan seluruh organ serta diambil dan ditimbang

organ hati dan ginjal. Berat organ dapat dilihat pada tabel 16-24.

Pengamatan makropatologi organ dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 4.7. Hasil Pengamatan Organ Fisik

Perlakuan Pengamatan

Warna Permukaan Konsistensi

Hati

K Merah

kecoklatan

Licin Kenyal

D1 Merah

kecoklatan

Licin Kenyal

D2 Merah

kecoklatan

Licin Kenyal

D3 Merah

Kecoklatan

Licin Kenyal

Page 34: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

26

Ginjal

K Merah

kecoklatan

Licin Kenyal

D1 Merah

kecoklatan

Licin Kenyal

D2 Merah

kecoklatan

Licin Kenyal

D3 Merah

Kecoklatan

Licin Kenyal

Hasil pengamatan makroskopis pada hati dan ginjal menunjukkan warna

hati merah kecoklatan dengan permukaan licin dan kenyal. Tidak ada perbedaan

organ hati dan ginjal pada mencit kelompok control normal maupun mencit

kelompok uji. Efek toksik terhadap pemberian bahan uji terhadap struktur ginjal

dan hati pada penelitian ini dievaluasi dari bobot ginjal dan hati dan perubahan

morfologi pada ginjal dan hati. Struktur morfologi ginjal dan hati tidak

menunjukkan adanya perbedaan warna yang mencolok antara kelompok uji

maupun kelompok kontrol normal. Hal tersebut memungkinkan bahwa ekstrak air

anggur laut selama 28 hari tergolong aman digunakan dan belum memengaruhi

pada struktur morfologi hati dan ginjal mencit.

Tabel 4.8. Hasil Analisis Berat Organ

Perlakuan Jenis Kelamin Hati (g) Ginjal (g)

Kontrol Normal Jantan 2,41± 0,23 0,73± 0,07

Kontrol Normal Betina 2,12± 0,34 0,60± 0,19

Dosis 250 mg/kgBB Jantan 3,54± 0,41 0,63± 0,11

Dosis 250 mg/kgBB Betina 2,11± 0,25 0,68± 0,08

Dosis 500 mg/kgBB Jantan 1,98± 0,19 0,86± 0,16

Dosis 500 mg/kgBB Betina 1,98± 0,14 0,61± 0,06

Dosis 1000

mg/kgBB

Jantan 2,42± 0,37 0,74± 0,11

Page 35: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

27

Dosis 1000

mg/kgBB

Betina 2,10± 0,14 0,87± 0,12

Perbedaan yang tidak signifikan secara statistik (P> 0,05) dari berat

relative organ ginjal dan hati ditemukan pada kelompok kontrol normal dan

kelompok uji yang menunjukkan tidak adanya efek toksik dari bahan uji pada

mencit betina sehingga disimpulkan bahwa pemberian ekstrak air anggur laut

masih dapat ditolerir tubuh sehingga tidak mempengaruhi bobot organ yang

bermakna. Perbedaan yang tidak signifikan juga terdapat pada berat ginjal mencit

jantan (P> 0,05) namun untuk berat organ hati terdapat perbedaan yang signifikan

(P< 0,05). Sehingga dilanjutkan dengan analisis Mann Whitney dan Kruskall

Wails. Antara kelompok mencit jantan dosis 250 mg/kgBB dan dosis 1000

mg/kgBB (P< 0,05) yaitu 0,047 sehingga perbedaan berat organ hati dalam dua

kelompok tersebut ada perbedaan yang signifikan. Berat organ ginjal rata-rata

masih dalam batas normal namun berat organ hati rata-rata diatas normal.

4.5 Formulasi rumput laut hijau menjadi biskuit

Tabel 4.9. Pengolahan bahan baku

Rumput laut basah

Prosedur Hasil

Sortasi basah rumput laut basah 10 Kg

Proses pengeringan dengan sinar matahari selama 4 hari

Proses pengeringan dengan oven suhu 70 °C sampai kering selama 24

jam

Penimbangan rumput laut kering 143,31 gram

Pembuatan serbuk rumput laut dengan ukuran partikel yang lolos di

mesh: 113,46 gram

Tertahan #28 (ukuran partikel > 700 µm) = 24.22 gram

lolos #28 dan tertahan di mesh #60 (Ukuran partikel 250 - 700 µm) =

26.52 gram

Lolos #60 dan tertahan di mesh #150 (Ukuran partikel 105 - 250 µm)

= 35.27 gram

Lolos #150 = 32.45 gram (Ukuran partikel < 105 µm)

Rendemen serbuk rumput laut yang diperoleh 1,13%

Page 36: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

28

Rumput laut kering

Prosedur Hasil

Bahan rumput laut kering, disortasi kering lalu dicuci bersih 1 Kg

Proses pengeringan rumput laut kering yang telah dicuci bersih pada

suhu 70 °C selama 24 jam

Penimbangan rumput laut kering 514,2 gram

Rendemen rumput laut yang diperoleh 51,42%

Tabel 4.10. Pengembangan formula

Tanggal pelaksanaan 13-Jun-19 13-Jun-19

Formula F1 F2

(gram) (%) (gram) (%)

Komponen

Rumput Laut 6 17,65 10 10,10

Tepung 10 29,41 35 35,35

Butter salted 16 47,06 48 48,48

Gula tepung 2 5,88 6 6,06

Bobot adonan 34 99

Hasil

Kekerasan Keras keras

Rasa Asin Asin

Melted - -

Bau Bau rumput laut Bau rumput laut

Karena dari rasa dan bau tidak menyenangkan bagi konsumen maka formula butter

salted coba diubah menggunakan mentega

Tanggal pelaksanaan 13-Jun-19

Formula F3

(gram) (%)

Komponen

Rumput Laut 15 15,63

Tepung 30 31,25

Mentega 31 32,29

Gula tepung 20 20,83

Bobot adonan 96

Hasil

Kekerasan keras

Rasa Asin

Melted -

Bau Bau Rumput Laut

Karena dari rasa dan bau tidak menyenangkan bagi konsumen maka formula

mentega diubah menggunakan butter unsalted

Page 37: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

29

Tanggal pelaksanaan 14-Jun-19 14-Jun-19 14-Jun-19 14-Jun-19

Formula F4 F5 F6 F7

(gram) (%) (gram) (%) (gram) (%) (gram) (%)

Komponen

Rumput Laut 10 13,33 1,5 3,85 3 7,69 6 15,38

Tepung 30 40,00 20 51,28 18,5 47,44 15,5 39,74

Butter unsalted 25 33,33 12,5 32,05 12,5 32,05 12,5 32,05

Gula tepung 10 13,33 5 12,82 5 12,82 5 12,82

Bobot adonan 75 39 39 39

Hasil

Kekerasan ++++ +++ +++ +++

Rasa Asin dari rumput laut Manis biskuit Sedikit asin dari

rumput laut

lebih asin dari

F6

Melted - Melted - -

Bau Amis rumput laut

Bau butter dan tidak

tercium bau rumput

laut

Bau rumput laut

Bau rumput laut

lebih kuat dari

F6

Biskuit rumput laut dengan menggunakan butter unsalted berhasil memperbaiki rasa.

Kami variasikan konsentrasi rumput laut yang digunakan, tetapi jika konsentrasi rumput

laut ditingkatkan akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak menyenangkan. Konsentrasi

rumput laut yang dapat diterima adalah konsentrasi rumput laut pada formula 5 (1.5 gram

dalam 39 gram adonan atau 3.85%). Oleh sebab itu kami kembali variasikan formula 5

berupa variasi perbandingan tepung dan butter unsalted untuk mendapatkan tekstur yang

cocok untuk balita, seperti pada formula 5(1), 5(2), dan 5(3).

Tanggal pelaksanaan 18-Jun-19 18-Jun-19 18-Jun-19 14-Jun-19

Formula Formula 5 (1) Formula 5 (2) Formula 5(3) F5

(gram) (%) (gram) (%) (gram) (%) (gram) (%)

Komponen

Rumput Laut 1,5 3,85 1,5 3,85 1,5 3,85 1,5 3,85

Tepung 7,5 19,23 12,5 32,05 17,5 44,87 20 51,28

Butter unsalted 25 64,10 20 51,28 15 38,46 12,5 32,05

Gula tepung 5 12,82 5 12,82 5 12,82 5 12,82

Bobot adonan 39 39 39 39

Hasil

Kekerasan + ++ +++ +++

Rasa Manis biskuit Manis biskuit Manis biskuit Manis biskuit

Melted melted melted melted lebih lama Melted

Bau

bau rumput laut

tidak tercium, bau

butter +++

bau rumput laut

tidak tercium, bau

butter ++

bau rumput laut

tidak tercium, bau

butter +

Bau butter dan tidak

tercium bau rumput

laut

Tekstur agak sedikit

berminyak tidak berminyak tidak berminyak tidak berminyak

Page 38: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

30

Dari turunan formula 5, ketiga formula dapat diterima. Hanya dari segi tekstur yang

berbeda. Dari segi kekerasan, tekstur, rasa, bau, dan melted, Formula 5(2) lebih baik dari

semua formula.

Formula yang direkomendasikan setelah dilakukan trial and error adalah Formula 5, 5(1),

dan 5(2)

Tabel 4.11. Uji hedonik

4.6. Aktivitas imunostimulan rumput laut dari ekstrak aktif dan biskuit

Uji imunomodulator dilakukan dengan metode carbon clerence dengan

menggunakan carbon sebagai antigen yan diberikan secara intravena. Parameter yang

digunakan untuk melihat efek imunomodulator adalah nilai indeks fagositosis dihitung

berdasarkan perbandingan antra nilai rata rata slope carbon clerence kelompok kontrol

uji dengan nilai rata rata slop carbon clerence kelompok kontrol negatif. Identiikasi

karbon dalam darah dilakukan menggunakan spektrofoometer Uv-Vis pada panjang

gelombang 650 nm. Penambilan darah hewan dilakukan pada menit ke 0, 4, 8, 12 dan 16

setelah penyuntikan carbon seperti tabel 4.12 dibawah ini.

Tabel 4.12. Aktivitas imunostimulan rumput laut

No Kelompok Konstanta

Fagositosis (K)

Indeks

Fagositosis (IF)

Bioaktivitas

Imnunomodulator

1 Kontrol Negatif 0,0023

1,00 Tidak Ada Efek

Imunomodulator

2 Kontrol Positif 0,0036 1,57

Imunomodulator

Kuat

3 Dosis I 0,0040

1,74

Imunomodulator

Kuat

4 Dosis II 0,0029

1,26

Imunomodulator

lemah

5 Dosis III 0,0025

1,09

Tidak ada efek

Imunomodulator

Formula 5 (1) Formula 5 (2) Formula 5(3)

RR

Kekerasan Rapuh Agak padat Lebih padat

Rasa

Enak, tidak terasa rumput

lautnya

Enak, tidak terasa rumput

lautnya

Enak, tidak terasa

rumput lautnya

Melted Melted Melted lebih lama Melted lebih lama lagi

Bau Bau tidak mengganggu Bau tidak mengganggu Bau tidak mengganggu

Page 39: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

31

Pada tabel diatas, ekstrak anggur laut menunjukan bahwa aktifitas imunomodulator

terbaik yaitu pada dosis I (250 mg/kgBB) dengan nilai indeks fagositosis sebesar 1,711

hasil menunjukan perbedaan dibandingkan dengan kontrol negatif sedangkan jika

dibandingkan dengan kontrol positif tidak menunjukan berbeda bermakna. Dosis II (300

mg/kgBB) menghasilkan aktifitas imunomodulator sedang dengan nilai indeks

fagositosis sebesar 1,261 hasil ini menunjukan perbedaan bermakna dibandingan dengan

kontrol negatif dan memiliki perbedaan bermakna dengan kontrol positif. Dosis III (400

mg/kgBB) menghasilkan aktifitas imunomodulator sedang dengan nilai indeks

fagositosis sebesar 1,053 yang artinya memiliki perbedaan bermakna jika di bandingkan

dengan kontrol negatif dan memiliki perbedaan bermakna dengan kontrol positif.

Parameter kedua dalam uji imunostimulan adalah titer antibodi. Uji titer antibodi

bertujuan untuk melihat respon imun humoral. Imunitas humoral yang dimediasi oleh

antibodi. Antibodi berfungsi sebagai efektor respon humoral dengan mengikat dan

menetralkan antigen, atau dengan memfasilitasi eliminasi antigen yang dapat dihancurkan

oleh fagosit. Pengamatan dilakukan dengan melihat titer antibodi hemaglutinasi

pengenceran tertinggi serum darah mencit yang memberikan reaksi positif hemaglutinasi.

Reaksi hemaglutinasi terjadi bila antigen direaksikan dengan antibodi spesifiknya,

sehingga membentuk gumpalan yang akhirnya mengendap dan terlihat cairan jernih

diatasnya.

Gambar 4.5. Hasil analisa uji titer antibodi

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

Kontrol negatif Dosis 1 Dosis 2 Dosis 3 Kontrol Positif

Hari ke-5

Hari ke-8

* *

**

*

+ +

+

+

** *

+

Page 40: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

32

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa ekstrak anggur laut pada dosis 1 (250 mg/kgBB)

menunjukan nilai titer antibodi yang tinggi dan berbeda secara signifikan dibanding

dengan kelompok dosis lainnya (300, dan 400 mg.kg BB). Ekstrak air anggur laut

memberikan efek imunostimulan dengan titer tertinggi secara berturut-turut pada dosis

250 mg/kgBB, 300 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemberian ekstrak anggur laut dapat memberikan aktivitas imunomodulator, hal ini

diduga berkaitan dengan komponen salah satu senyawa yang terdapat pada ekstrak air

anggur laut yaitu polisakarida sulfat, yang merupakan senyawa yang prospek cukup baik

dalam meningkatkan sistem imun.

Parameter ketiga dari uji imunostimulan adalah uji delay type hypersensitivity. Efek

imunomodulator ekstrak air anggur laut ditentukan menggunakan uji respon

hipersensitivitas dengan cara mengukur volume pembengkakan telapak kaki hewan uji

(foot paw swelling test). Pada penelitian ini hewan yang digunakan adalah tikus, hal ini

dilakukan untuk mempermudah pengamatan terhadap pembengkakan telapak kaki hewan

uji setelah dipapar dengan antigen. Pada penelitian ini, dosis ekstrak rumput laut yang

digunakan adalah 125, 150, dan 200 mg/kg BB. Respon imun spesifik seluler dapat dilihat

dari parameter pembengkakan kaki tikus. Metode uji ini mempunyai keuntungan

diantaranya memungkinkan komponen respon imun diukur pada spesies yang sama

dibawah kondisi ideal, relatif sederhana dan tidak mahal.

Gambar 4.6. Persentase rata-rata perubahan volume kaki pada tikus yang disuntik sel

darah merah domba

0

10

20

30

40

50

60

70

2 J A M 4 J A M 6 J A M 2 4 J A M

RA

TA-R

ATA

PER

SEN

TASE

UD

EM

(%)

WAKTU (MENIT)

kontrol negatif

kontrol positif

ekstrak 125

Ekstrak 150

Ekstrak 200

Page 41: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

33

Hasil penelitian kelompok dosis 125 mg/kg BB. Perubahan volume kaki pada jam

ke-24 untuk melihat reaksi hipersensitivitas yang berlangsung lambat. Hasil penelitian

menunjukkan peningkatan volume kaki jam ke-24 lebih rendah dibandingkan jam ke-4.

Peningkatan volume kaki kelompok dosis lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif,

namun lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol positif kecuali pada kelompok dosis

125. Peningkatan volume kaki kelompok dosis 125 pada jam ke-24 lebih besar

dibandingkan kontrol positif, kemungkinan karena waktu paruh levamisol hidroklorida

yaitu pada jam ke-4. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan volume kaki paling besar

terjadi pada jam ke-2 sampai jam ke-4, hal ini berbeda dengan beberapa jurnal penelitian

dimana reaksi hipersensitivitas tipe lambat berlangsung antara jam ke-12 sampai jam ke-

24. Berdasarkan teori reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), peningkatan volume

kaki tidak terjadi selama 6-12 jam dan mencapai intensitas maksimal sesudah 24-72.

Peningkatan volume kaki yang lebih cepat kemungkinan karena telah terjadi reaksi

hipersensitivitas tipe I atau reaksi arthus (tipe III) disebabkan pencetusan awal dari

hipersensitivitas tipe lambat yang sering diikuti oleh respon imun humoral, selain itu

jumlah antigen yang lebih besar dapat merangsang pembentukan antibodi sedangkan

dosis sensitisasi antigen yang lebih kecil biasanya lebih berhasil dalam pembentukan

hipersensitivitas tipe lambat.

Dari ketiga parameter pengujian imunomulator diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa ekstrak anggur laut pada dosis kecil (250 mg/kg BB untuk mencit dan 125 mg/kg

BB untuk tikus) dapat meningkatkan fungsi sel sel imunitas hewan uji terhadap paparan

antigen. Hasil ini menunjukan bahwa rumput laut dapat digunakan sebagai

imunostimulan.

Penelitian selanjutnya adalah penentuan aktifitas imumomodulator formula biscuit

yang mengandung ekstrak rumput laut yang dilakukan secara in vivo dengan

menggunakan hewan uji yaitu mencit dan tikus. Metode pengujian aktifitas

immunomodulator adalah uji fagositosis dan uji titer antibodi. Levamisol digunakan

sebagai pembanding positif. Sampel biscuit yang digunakan dalam penelitian ini adalah

biscuit yang mengandung dosis rumput laut sebesar 400 mg/kg BB. Dosis ini dipilih

berdasarkan nilai konversi dari dosis optimum pada pengujian imunostimulan yang

menggunakan ekstrak rumput laut.

Page 42: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

34

Tabel 4.13. Index fagositosis biskuit

Sampel Index Fagositosis

NaCMC 0.5% 1

Biskuit (400 mg/kgBB) 1.07

Levamisol (100 mg/kgBB) 1.5

Tabel 4.14 Angka titer antibody

Sampel Titer antibodi

hari ke-5 hari ke-8

NaCMC 0.5% 2.2 2.2

Biskuit (400 mg/kgBB) 2.32 2.33

Levamisol (100 mg/kgBB) 2.81 2.81

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa biscuit rumput laut dengan dosis rumput laut

sebesar 400 mg/kg BB memunyai efek imunostimulan terhadap hewan uji. Walaupun

hasilnya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan pembanding positif yaitu

levamisole.

4.7. Pengujian keamanan pangan dari prototipe biskuit

Pengujian kemanan pangan dilakukan di Laboratorium Sucofindo dan Saraswanti dengan

hasil sbb.

Page 43: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

35

Tabel 4.15. Hasil analisa keamanan pangan

Analisa Biskuit rumput laut SNI

Moisture content (%) 1.85%

Ash content (%) 0.65%

Protein (%) 5.12 Min. 5

Fat content (%) 40.90

Carbohydrate (%) 51.14

Raw Fiber 0.34

Calorie (Kcal/100 g) 593.14

Hg Not detected Maks. 0.05

Cd 0.03 Maks. 0.2

As 0.455 Maks. 0.5

Sn 0.03 Maks. 40

Pb 0.19 Maks. 0.5

ALT 0 Maks. 1 x 104

Coliform 1.9 20

Escherichia coli 0 <3

Salmonella sp. Negatif Negatif

Staphylococcus aureus <10 Maks. 1 x 102

Bacillus cereus <10 Maks. 1 x 102

Kapang Khamr <10 Maks. 2 x 102

Gula 25.39

Asam Lemak Bebas 0.345 Maks. 1.0

Page 44: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

36

Kadar Garam 0.30

Rasa Manis Normal

Warna Hijau Kecokelatan Normal

Bau Normal Normal

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Rumput laut hijau dari spesies Caulerpa lentillifera mengandung ekstrak

polisakarida sulfat yang dilihat dari berbagai analisis yaitu FTIR, total gula dan

sulfat, HPLC, dan NMR

2. Berdasarkan hasil analisis, monomer yang menjadi penyusun polisakarida sulfat

Caulerpa lentillifera diperkirakan adalah glukosa, galaktosa, dan rhamnosa

3. Dari turunan formula 5, ketiga formula dapat diterima. Hanya dari segi tekstur

yang berbeda. Dari segi kekerasan, tekstur, rasa, bau, dan melted, Formula 5(2)

lebih baik dari semua formula.

4. Ekstrak rumput laut pada dosis 250 mg/kgBB mampu meningkatkan respon

imunitas sel imun hewan uji terhadap paparan antigen sedangkan biskuit pada

dosis 400 mg/kgBB

5. Ekstrak rumput laut pada dosis 250 mg/kgBB dan biskuit pada dosis 400

mg/kgBB secara signifikan mampu meningkatkan pembentukan antibodi pada

hewan uji setelah dipapar antigen pada hari ke-5 dan hari-8

6. Uji keamanan pangan menunjukkan bahwa biskuit dari rumput laut hijau C.

lentillifera sesuai dengan SNI biskuit tahun 2011.

REFERENSI

Baratawidjaja, K.G. & Rengganis, I. (2010). Imunologi Dasar, Edisi IX, hal 418, Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Yogyakarta

Camelini, C.M., Maraschin, M., de Mendonça, M.M., Zucco, C., Ferreira, A.G., Tavares,

L.A. (2005). Strucutral characterization of β-glucans of Agaricus brasiliensis in different

stages of fruiting body maturity and their use in nutraceutical products. Biotechnology

Letters., 27, 1295–1299

Page 45: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

37

Dwiyitno. ( 2011). Rumput Laut sebagai Sumber Serat Panagan Potensial. Squalen, 6

(1), 9-17

http://nasional.kompas.com/read/2017/09/29/19390011/optimisme-indonesia-atasi-stunting-pada-anak/diakses 1 Desember 2017

Konishi, T., Nakata, I., Miyagi, Y., Tako, M. (2012). Extraction of -1,3Xylan from

Green Seaweed, Caulerpalentillifera . J. Appl. Glycosci.: Advance Publication.

Maeda, R., Ida, T., Ihara, H., Sakamoto, T. (2012). Induction of apoptosis in MCF-7 cells

by β-1,3-xylooligosaccharides prepared from Caulerpa lentillifera. Biosci. Biotechnol.

Biochem., 76 (5), 1032-1034.

Maeda, R.*, Ida, T., Ihara, H., Sakamoto, T. (2012). Immunostimulatory Activity of

Polysaccharides Isolated from Caulerpa lentillifera on Macrophage Cells. Biosci.

Biotechnol. Biochem., 76 (3), 501-505

Merdekawati, W dan Susanto, A.B. (2009). Kandungan dan Komposisi Pigmen Rumput

Laut serta Potensinya untuk Kesehatan. Squalen, 4, 2.

Roohinejad, S., Koubaa, M., Barba, F.J., Saljoughian, S., Amid, M., Greiner, R. (2017).

Application of seaweeds to develop new food products with enhanced shelf-life, quality

and health-related beneficial properties. Food Research International, 99, 1066-1083.

Sharma, B.R. and Rhyu, D.Y. (2014). Anti-diabetic effects of Caulerpa lentillifera:

stimulation of insulin secretion in pancreatic β-cells and enhancement of glucose uptake

in adipocytes. Asian Pac J. Trop. Biomed, 4, 7, 575-580.

Shevchenko, N.M., Burtseva, Y.V., Zvyagintseva, T.N., Makar′eva, T.N., Sergeeva, O.S.,

Zakharenko, A.M., Isakov, V.V., ThiLinh, N., XuanHoa, N., Ly, B.M., Huyen, P.V.

(2009). Polysaccharides and sterols from green algae Caulerpa lentillifera and C.

sertularioides. Chemistry of Natural Compounds, 45, 1, 1-5.

S-H. Young and V. Castranova, Toxicology of 13-Beta-Glucans (Taylor & Francis,

Boca Raton, 2005), pp 1-34.

Stites, D.P. & Terr, A.I. (1990). Basic and Clinical Immunology, Seven Edition,

Appleton and Lange, U.S.A.

Page 46: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

38

LAMPIRAN

1. Hasil Pengujian dari Sucofindo

Page 47: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

39

2. Lampiran Hasil Analisa Keamanan Pangan dari Lab. Saraswanti

Page 48: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

40

3. Publikasi

a. Published pada IOP Conference Series: Material Science and Engineering

Page 49: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

41

b. Accepted pada Journal Materials Science and Chemistry

Antioxidant Activity of Sulfated Polysaccharide Extract from Green Seaweed

(Caulerpa lentillifera) Makassar, Indonesia

Ilmi Fadhilah Rizki1,a, Ellya Sinurat2,b, Sofa Fajriah3,c and Endang Saefudin1,d* 1Chemistry Departement, Faculty of Mathematics and Natural Science, Universitas

Indonesia, Indonesia 2Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and

Biotechnology, Ministry of Marine and Fisheries, Indonesia 3Research Center for Chemistry, Indonesian Institute of Sciences, Indonesia

[email protected], [email protected], [email protected], d*[email protected]

Keywords: Caulerpa lentillifera, Antioxidant activity, Sulfated Polysaccharide

Abstract. Caulerpa lentillifera belong to Caulerpa genus which is commonly found in

tropical and subtropical water. The biggest constituent of seaweed is polysaccharide that

has some biological activities as a potential medicine. Therefore, this research aimed to

extract and evaluate the antioxidant activity from Caulerpa lentillifera polysaccharide.

The extraction was carried out by using water extraction. First, the sample was added

with ethanol and soaked overnight at room temperature. On the following day, the sample

was added with aquades and placed in a water bath at 75oC for three hours. After that,

ethanol was added to precipitate the extract. The crude polysaccharide extract percent

yield obtained 4.16 %. The crude extract purified by using a column with DEAE-

Sepharose with percent yield obtained 14.8 %. Both crude and pure extracts were

characterized by analyzing the total carbohydrate and sulfate by using spectrophotometer,

functional group by using FT-IR spectroscopy and sugar component by using HPLC.

Antioxidant activity was analyzed by using the FRAP method for both crude and pure

extract. Moreover, the polysaccharide crude extract gives higher antioxidant activity than

the purified extract.

Page 50: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

42

c. Under reviewed di International Food Research Journal

In vitro immunomodulatory effect of Caulerpa lentillifera extract on nitric oxide (NO)

production and phagocytosis activity of RAW 264.7 murine macrophage cells

Sofa Fajriah1*, Sri Handayani1, Ellya Sinurat2, Megawati Megawati1, Akhmad

Darmawan1, Hariyanti Hariyanti2, Rizna Triana Dewi1, Abdi Wira Septama1

1Research Center for Chemistry, Indonesian Institute of Sciences, Kawasan PUSPIPTEK

Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten, Indonesia

2Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and

Biotechnology, Jl KS Tubun Petamburan VI, Slipi, Central Jakarta, 10260, Indonesia

3Faculty of Pharmacy and Sciences, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jl Limau II,

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jakarta

Abstract: Objectives: Caulerpa lentillifera is edible macroalgea which possess several biological

properties. This marine plant also contains beneficial secondary metabolites that can be used for treatment

and prevent several deficiencies. This study was performed to identify active compounds in C. lentillifera

and evaluated its immunomodulatory effect on nitric oxide (NO) production and phagocytosis of RAW

264.7 murine macrophage cells. Methods: Extraction and column chromatography was applied to isolated

active component from sample. Alamar blue inclusion method was used to determine cytotoxicity and

proliferation of RAW 264.7 after treated with sample. Griess assay using colourimetric commercial kits

was selected to evaluate NO production. Phagocytosis effect of samples was determined using phagocytic

kit. Results: C. lentillifera contained sulfated polysaccharide. C. lentillifera extract did not show any

cytotoxic effect against RAW 264.7 macrophage. One hundred µg/mL of extract increased the production

of NO. This extract revealed suspected-giant cells formation as a results of phagocytosis activity. The

extract of C. lentillifera also enhanced phagocytosis activity of murine macrophage against E. coli.

Conclusions: C. lentillifera extract enhanced activity of RAW 264.7 murine macrophage by increasing NO

production and phagocytosis activity. This extract also caused suspected-giants’ cells as indicator of

phagocytosis effect. This result provides an insight that the potency of C. lentillifera extract as

immunostimulant.

Keywords: Caulerpa lentillifera, immunomodulatory, macrophage, nitric oxide, phagocytosis

Page 51: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

43

d. Paten terdaftar P00201911773

Deskripsi

FORMULASI BISKUIT BERBASIS RUMPUT LAUT (Caulerpa

lentillifera) SEBAGAI IMUNOMODULATOR

Abstrak

Invensi ini berkaitan dengan penyediaan pangan fungsional berupa biskuit rumput laut

hijau C. Lentillifera yang mudah dikonsumsi oleh balita sehingga dapat menjadi

imunomodulator untuk mencegah stunting. Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk

mencapai tujuan tersebut yaitu mencuci rumput laut hijau C. Lentillifera, mengeringkan

rumput laut hijau C. Lentillifera, dan membuat biskuit rumput laut hijau C. Lentillifera

menggunakan basis berupa butter unsalted, tepung terigu rendah protein, dan gula tepung.

Hasil pengujian pada invensi ini menunjukkan bahwa biskuit rumput laut C. Lentillifera

menunjukkan aktivitas sebagai imunomodulator.

Page 52: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

44

Page 53: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

45

Page 54: LAPORAN AKHIR TAHUN PROGRAM INSINAS RISET PRATAMA …

46