LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

76
LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) MODEL AGRIBISNIS UBI JALAR UNGGULAN UNPAD SEBAGAI SUMBER DAYA HAYATI BERORIENTASI INDUSTRI DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANINYA Dibiayai oleh: Dana Hibah Internal Unpad Skema Riset Kompetensi Dosen Unpad (RKDU) Sesuai dengan Kontrak Penelitian Nomor: 002/UN6.E/PL/2018, Tanggal 22 Mei 2018 Tahun Ke 1 (Satu) Dari Rencana 3 (Tiga) Tahun TIM PENGUSUL Ketua: Dr. Hepi Hapsari, Ir. MS. NIDN: 0010046307 Anggota: Dr. Elly Rasmikayati, Dra., M.Sc. NIDN: 0002106407 Dr.sc.agr., Ir. Agung Karuniawan, M.Sc.agr. NIDN: 0001116602 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERTANIAN DESEMBER 2018 Bidang Riset : Pangan Rumpun Ilmu : Sosial Ekonomi Pertanian

Transcript of LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Page 1: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

LAPORAN AKHIR

RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU)

MODEL AGRIBISNIS UBI JALAR UNGGULAN UNPAD SEBAGAI

SUMBER DAYA HAYATI BERORIENTASI INDUSTRI DALAM

UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANINYA

Dibiayai oleh:

Dana Hibah Internal Unpad

Skema Riset Kompetensi Dosen Unpad (RKDU)

Sesuai dengan Kontrak Penelitian

Nomor: 002/UN6.E/PL/2018, Tanggal 22 Mei 2018

Tahun Ke 1 (Satu) Dari Rencana 3 (Tiga) Tahun

TIM PENGUSUL

Ketua:

Dr. Hepi Hapsari, Ir. MS.

NIDN: 0010046307

Anggota:

Dr. Elly Rasmikayati, Dra., M.Sc.

NIDN: 0002106407

Dr.sc.agr., Ir. Agung Karuniawan, M.Sc.agr.

NIDN: 0001116602

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERTANIAN

DESEMBER 2018

Bidang Riset : Pangan

Rumpun Ilmu : Sosial Ekonomi Pertanian

Page 2: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …
Page 3: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

IDENTITAS DAN URAIAN UMUM RKDU

1. Judul Riset :

Model Agribisnis Ubi Jalar Unggulan UNPAD sebagai Sumber Daya Hayati

Berorientasi Industri dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petaninya

2. Judul PPM :

Upaya Pemberdayaan Petani Ubi Kayu melalui Pengembangan Model Agribisnis Ubi

Jalar Berbasis Industri

3. Tim Periset/Pelaksana :

No Nama Jabatan Bidang

Keahlian Fakultas

Alokasi

Waktu

(jam/minggu)

1. Dr. Hepi Hapsari, Ir.

MS.

Anggota Penyuluh

an

Pertanian

Pertanian 12

2. Dr. Elly Rasmikayati,

dra., M.Sc.

Ketua Sosial

Ekonomi

Pertanian

Manajemen

Sumber Daya

Hayati

12

3. Dr.sc.agr., Ir. Agung

Karuniawan,

M.Sc.agr.

Anggota Agro-

teknologi

Manajemen

Sumber Daya

Hayati

10

4. Bobby Rachmat S.,

S.Si., M.EP.

Asisten

Peneliti

Agri-

bisnis

Pertanian 10

4. Objek Riset (jenis material yang diteliti dan segi riset):

Agribisnis ubi jalar unggulan UNPAD berorientasi Industri, dan kesejahteraan

petaninya

5. Masa Pelaksanaan

Mulai : bulan Mei tahun 2018

Berakhir : bulan Desember tahun 2020

6. Usulan Biaya

Anggaran Kegiatan Riset : Rp 150.000.000,00

Anggaran Kegiatan PPM : Rp. 20.000.000,00

Page 4: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

7. Pusat Riset/Pusat Studi/Pusat Unggulan :

Pusat Studi Teknologi dan Inovasi Lingkungan

8. Instansi yang Terlibat (jika ada, dan uraikan apa kontribusinya)

9. Temuan yang Ditargetkan (penjelasan gejala atau kaidah, metode, teori, produk, atau

rekayasa)

Menguji gejala dan variasi atau penyimpangan antara yang terjadi di lapangan dan teori

secara spesifik lokasi maupun makro sehingga dapat ditemukan saran kebijakan yang

paling tepat sebagai model agribisnis ubi jalar unggulan unpad sebagai sumber daya

hayati berorientasi industri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petaninya

10.Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu (uraikan tidak lebih dari 50 kata,

tekankan pada gagasan fundamental dan orisinal yang akan mendukung

pengembangan iptek-sosbud)

Penelitian ini akan berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

khususnya agribisnis ubi jalar unggulan unpad dari hilu hingga ke hilir, serta dapat

dijadikan acuan/dasar dalam membuat kebijakan bidang agribisnis, sumber daya hayati

dan bidang social khususnya dalam rangka peningkatan produksi ubi jalar berorientasi

industri dan peningkatan kesejahteraan petani ubi jalar unggulan UNPAD.

11. Rencana Luaran Wajib: Jurnal Internasional Bereputasi (Q1-Q4)(yang menjadi

sasaran (tuliskan nama terbitan berkala terakreditasi)

International Journal Ijaber

12. Rencana Luaran Tambahan:

a. Prosiding Internasional Terindeks (sebutkan nama seminar dan tempat)

Seminar Nasional di PT Ternama

b. Hak Kekayaan Intelektual (sebutkan bentuk dan judul karya yang akan di HKI-kan)

Tidak Ada

13. Keterlibatan Mahasiswa (sebutkan S1, S2dan/atau S3 dan sebutkan berapa orang)

Mahasiswa S1 3 Orang

14. Tingkat Kesiapterapan Teknologi (isi dengan skala 1-9 mengacu pada LAMPIRAN

D)

Skala 3

Page 5: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

RINGKASAN

Agribisnis merupakan pilihan pemerintah untuk dijadikan instrument untuk

mensejahterakan petani. Sebagai seumbi fakta bahwa agribisnis merupakan suatu sistem

yang sangat kompleks yang menyangkut berbagai aspek dan saling terkait satu sama

lain. Ubi jalar merupakan salah satu sumberdaya hayati unggulan yang berdaya saing

industri karena permintaan untuk ekspor yang tinggi. Unpad telah menciptakan

beberapa varietas ubi jalar yang memiliki daya saing industri yang baik dan sudah

dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun demikian, kajian agribisnis

ubi jalar dari sudut pandang social ekonomi di tingkat petaninya belum banyak diteliti.

Untuk tahun pertama, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Memahami karakteristik

usahatani ubi jalar; 2) Menganalisis karakteristik individu petani ubi jalar; dan 3)

Memahami dan menganalisis sistem agribisnis ubi jalar dari subsistem hulu hingga hilir.

Penelitian ini berlokasi di Kec. Arjasari, Kab. Bandung. Metode penelitian

menggunakan mix method yang meliputi metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Alat análisis yang digunakan adalah descriptive statistics analysis, Focus Discussion

Group (FGD) dan survey dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Hasil

penelitian ini diharapkan menjadi dasar untuk memperkuat petani dalam memutuskan

untuk melakukan agribisnis ubi jalar unggulan Unpad agar mengutamakan efisiensi

serta sebagai dasar pembuatan kebijakan bagi pemerintah untuk menguatkan

kelembagaan agribisnis ubi jalar unggulan Unpad yang berkelanjutan (sustainable),

sehingga pada akhirnya diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan bagi para petani

secara signifikan.

Key words: Ubi jalar unggulan Unpad, karakteristik usahatani ubi jalar, karakteristik

individu petani ubi jalar, sistem agribisnis usahatani ubi jalar.

Page 6: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN SAMPUL ……................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

RINGKASAN ...................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ v

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4

2.1. Sistem Agribisnis …………………………..………………….. 4

2.2. Persepsi dan Perilaku Usahatani ….………..………………….. 6

2.3. Efisiensi Usahatani …….…………………..………………….. 9

2.4. Kelembagaan Terkait Keberlanjutan Usahatani …………….. 12

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................... 1

3.1. Tujuan Penelitian ….................................................................... 3

3.2. Manfaat Penelitian ….................................................................. 3

BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................. 13

4.1. Desain Penelitian ........................................................................ 13

4.2. Metode Analisis Data ................................................................ 16

4.3. Luaran Riset …………................................................................ 20

BAB 5 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI...................................... 21

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian …...................................... 21

4.2. Keragaan Usahatani Ubi Jalar ………........................................ 30

4.3. Karakteristik Individu Petani Ubi Jalar ……….......................... 40

4.4. Sistem Agribisnis Ubi Jalar ………............................................ 54

4.5. Luaran yang dicapai …………………........................................ 62

BAB 6 RENCANA TAHAP BERIKUTNYA …......................................... 66

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ………............................................ 68

6.1. Kesimpulan ………………......................................................... 68

6.2. Saran ………….......…………………........................................ 68

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 70

Page 7: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

BAB I

PENDAHULUAN

Agribisnis merupakan pilihan pemerintah untuk dijadikan instrument untuk

mensejahterakan petani. Sebagai seumbi fakta bahwa agribisnis merupakan suatu sistem

yang sangat kompleks yang menyangkut berbagai aspek dan saling terkait satu sama

lain.. Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.) merupakan salah satu sumberdaya nabati

potensial dengan kandungan karbohidrat tinggi yang dapat mendukung terwujudnya

ketahanan pangan nasional. Selain itu, ubi jalar juga mengandung mineral dan vitamin

ubi jalar yang tinggi (Ishida et al., 2000; Manrique and Roca, 2007; Burri, 2011). Ubi

jalar dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pangan maupun sebagai bahan baku

industri seperti a) Daun untuk sayuran dan pakan ternak, b) Batang untuk bahan tanam

dan pakan ternak, c) Kulit ubi untuk pakan ternak, d) Ubi segar digunakan sebagai bahan

makanan, e) Tepung ubi jalar sebagai bahan makanan, f) Pati ubi jalar dimanfaatkan

untuk fermentasi, pakan ternak, asam sitrat (Zuraida dan Supariati, 2001). Pemanfaatan

ubi jalar sebagai bahan pangan, bahan baku industri dan sumber energi merupakan

respon terhadap kebijakan pemerintah tentang “Kebijakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal” (Peraturan

Presiden No 22 tahun 2009), dan “Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal” (Peraturan Menteri Pertanian No. 43/ Permentan/

OT.140/ 10/ 2009), menunjang visi misi Jawa Barat “meningkatkan ekonomi pertanian”

dengan prioritas tematik sektoral/tema riset potensial yaitu Jawa Barat bebas rawan

pangan (Common Goals Jawa Barat, 2015),serta dilandasi topik riset pilar pangan

Universitas Padjadjaran yaitu “pangan lokal untuk pangan nasional” (Renstra Unpad,

2012-2016).

Permintaan pasar eksport ubi jalar yang beragam (ubi madu, stick, dan paste)

terus meningkat. Kebutuhan bahan baku ubi segar 2014 sekitar 15 ton/hari untuk ekspor

ubi “madu”, 20 ton/hari untuk bahan baku stick ekspor, dan 25 ton/hari untuk paste

(komunikasi pribadi dengan mitra industri PT. Indowooyang). Namun, dalam potensi

tersebut terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh industri berbasis ubi jalar di

Indonesia diantaranya adalah tidak terjaminnya kontinyuitas bahan baku ubi jalar dari

produsen ubi jalar baik kuantitas maupun kualitasnya, dan potensi hasil yang masih

Page 8: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

rendah. Hal ini terjadi karena berbagai faktor yang terkait kegiatan usaha tani ubi jalar,

seperti masih rendahnya kapasitas produksi ubi jalar produsen (kuantitas dan kualitas),

masih terbatasnya luasan tanam, masih rendahnya pemahaman bisnis dari pelaku

produsen ubijalar, dan masih rendahnya keterkaitan antara produsen ubi jalar sebagai

penghasil bahan baku industri dengan mitra industri.

Luas areal tanam ubi jalar dari tahun ke tahun terus meningkat. Wilayah sentra

produksi utama adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara,

Bali, NTT, dan Papua (BPS, 2011). Namun budidaya ubi jalar yang berorientasi pada

industri sebagian besar berada di Jawa Barat.Belum adanya arahan pengembangan ubi

jalar menyebabkan petani melakukan uji tanam ubi jalar pada lahan yang belum tentu

sesuai atau di lahan marginal.Perbedaan lingkungan tumbuh ubi jalar menyebabkan

perkembangan dan hasil ubi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat

berbeda(Nedunchezhiyanet al.,2012).Diketahuinya wilayah yang sesuai bagi

pertumbuhan dan hasil ubi jalar dapat menunjang ekstensifikasi budidaya ubi jalar

secara optimal.Terlebih dengan adanya varietas ubi jalar unggul yang berpeluang untuk

digunakan secara luas. Hal ini dapat menunjangpeningkatkan ketersediaan pasokan

bahan baku industri berbasis pangan ubi jalar.

Menurut Manrique and Roca (2007) Indonesia menyumbangkan 2% bagi

produksi ubi jalar di seluruh dunia. Tingkat adopsi petani akan varietas unggul ubi jalar

di Indonesia sangat rendah dan didominasi beragam varietas lokal yang spesifik lokasi.

Dengan banyaknya varietas lokal ini, maka kemungkinan variasi produktivitas ubi jalar

di Indonesia berbasis masyarakat melalui penanaman varietas lokal yang beragam

sangatlah besar. Namun demikian beragamnya varietas lokal yang dimanfaatkan

masyarakat merupakan potensi genetik potensial untuk meningkatkan kapasitas

genetik.Temuan teknologi UNPAD berupa varietas ubi jalar unggul baru yang sudah

memiliki HKI PVT (varietas AWACHY1-5) maupun calon klon ungul baru lainnya

dapat memberikan dampak lebih pada petani dan industri pengguna. Terlebih

pengembangan varietas unggul tersebut dapat ditunjang dengan ketersediaan informasi

lokasi penanaman yang sesuai bagi pertumbuhan dan hasil ubi jalar.

Page 9: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Varetas Ubi Jalar Unggulan

Pengggunaan plasma nutfah ubi jalar lokal sebagai sumber perbaikan genetik

adalah dalam upaya pelestarian sumber genetik potensial dari kepunahan, dan dapat

dijadikan acuan karakteristik spesifik dalam pembentukan varietas unggul baru. Ubi

jalar lokal ini merupakan kumpulan gen “baik” hasil seleksi masyarakat berdasarkan

pendekatan kearifan lokal (Shaumi et al., 2011; Waluyo and Karuniawan, 2011).

Adanya keragaman pada ubi jalar lokal pada dasarnya memberikan pilihan kepada

petani untuk menanam ubi jalar sesuai dengan kebutuhannya. Petani tradisional

memiliki peranan penting dalam konservasi dan generasi keragaman spesies yang

dibudidayakan dan telah diteliti di berbagai belahan dunia selama lebih dari satu abad

(Martins, 1994; Brush, 2000). Serangkaian faktor dianggap penting dalam memilih

spesies dalam pertanian tradisional adalah faktor budaya dan kelimpahan, ketersediaan

dan kemudahan perolehan spesies (Cleveland et al., 1994). Pengelolaan plasma nutfah

ubi jalar melalui rancangan lapangan yang memungkinkan terjadinya saling menyerbuk

silang telah menghasilkan biji dari tetua betina yang diketahui, dan menghasilkan

keturunan potensial untuk diseleksi dan diuji daya hasil lebih lanjut (Maulana et al.,

2010; Roosda et al., 2010).

Ubi jalar memiliki sistem kawin silang luar tanaman ini diperbanyak secara

vegetatif dengan masing-masing kultivar dianggap klon (Prakash et al., 1996). Self-

ketidakcocokan dalam hasil bunga di allogamy, meningkatkan heterozigositas genetik

(Thomson et al., 1997). Kompatibilitas seksual berhubungan dengan sistem self-

incompatibility multiallelic sporophytic yang diekspresikan dalam stigma (Diaz et al.,

1996). Identifikasi varietas merupakan kegiatan yang penting untuk mengurangi

tuntutan hukum, konfirmasi hak kekayaan intelektual, dan memelihara kemurnian

genetik. Karakter morfologi telah diakui secara universal sebagai deskriptor dan

karakterisasi varietas tanaman. Penggunaan deskriptor morfologi dalam metode

sekuensial sangat berguna untuk membedakan varietas yang berbeda. Identifikasi

Page 10: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

morfologi yang didukung dengan pendekatan analisis statistik telah berhasil

membedakan klon-klon unggul dan menghindari duplikasi (Shiotani et al., 1990;

Sahuquillo et al., 1997; Tutel et al., 2005; Veasey et al., 2007; Afuape et al., 2011).

Kapasitas adaptasi dari spesies atau jenis tanaman untuk iklim, varian geografis dan

budaya juga penting, karena petani tradisional tertarik dalam struktur keanekaragaman

dan populasi yang memungkinkan mereka untuk memaksimalkan adaptasi lokal (Soleri

and Smith, 1995).

Allard dan Bradshaw (1964) mengemukakan, pertumbuhan dan hasil tanaman

sangat dipengaruhi oleh interaksi klon x lingkungan. Dengan adanya interaksi klon x

lingkungan, suatu populasi yang menampilkan hasil tertinggi di suatu lokasi sering tidak

konsisten di lokasi lain. pengujian suatu klon di beberapa lingkungan yang berbeda perlu

dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif terutama tentang

keragaman yang muncul di bawah pengaruh kondisi eksternal yang berbeda. Bilbro dan

Ray (1976) mengemukakan bahwa keberhasilan program pemuliaan tanaman akan

tercapai jika memperhatikan aspek (i) tingkat hasil klon yang mempunyai hasil di atas

rata-rata, (ii) adaptasi, yaitu bentuk lingkungan yang dapat memunculkan klon-klon

terbaik, dan (iii) stabilitas, yaitu konsistensi hasil suatu klon dibandingkan dengan klon

lain. Semua aspek ini akan terintegrasi dalam satu pengukuran hasil suatu klon.

Pengujian multilokasi yang cukup representatif bagi semua lingkungan tumbuh penting

dilakukan untuk mengetahui daya adaptasi, potensi hasil, dan stabilitas hasil agar dapat

ditentukan galur yang berdaya adaptasi luas dan sempit. Suatu pengukuran pengaruh

lingkungan terhadap hasil adalah juga merupakan pengukuran untuk mengetahui daya

adaptasi (Nor and Cady, 1979).

2.2. Persepsi dan Perilaku Petani

Persepsi mengenai mutu suatu jasa dan kepuasan menyeluruh memiliki beberapa

indikator atau petunjuk yang bias dilihat. Pelanggan mungkin tersenyum ketika mereka

berbicara mengenai barang atau jasa. Mereka mungkin mengatakan hal-hal yang bagus

tentang barang atau jasa. Senyum merupakan suatu bukti bahwa pelanggan puas,

sebaliknya cemberut mencerminkan kekecewaan. Istilah kepuasan pelanggan dan

persepsi mutu merupakan label yang kita pergunakan untuk meringkas suatu himpunan

aksi atau tindakan yang terlihat, terkait dengan produk atau jasa (Supranto, 2001).

Page 11: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Perilaku adalah tindakan (kegiatan atau tindak-tanduk) manusia yang dapat

diamati. Sebaliknya sikap merupakan pencerminan dari dorongan-dorongan yang

datang dari dalam diri seseorang dan reaksi terhadap stimulus yang datang dari

lingkungan. Bila sikap tersebut disalurkan keluar, terjadilah perilaku. Jadi sikap adalah

kecenderungan untuk berperilaku (Sastrodiningrat, 1986).

Perilaku berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat dan laku

berarti perbuatan, kelakuan, dan cara menjalankan.1 Menurut kamus psikologi, perilaku

adalah perbuatan atau aktivitas.2 Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan

mendarah daging disebut dengan perilaku. Di mana perilaku adalah suatu tindakan atau

perbuatan yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.

Skinner membedakan perilaku menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku yang alami (innate behavior) adalah perilaku yang dibawa sejak

lahir yang berupa refleks-refleks dan insting-insting, seperti haus cari minum

dan meminumnya.

2. Perilaku operan (operant behaviour) adalah perilaku yang dibentuk melalui

proses belajar, seperti cara berpakaian atau cara berbicara. Perilaku operan

(operant behaviour) merupakan perilaku yang dominan dimiliki oleh

manusia. Perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, yang diperoleh,

dan dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). Proses

pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari

diri sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan

belajar.

Mengenai perilaku manusia, terdapat tiga asumsi yang saling berkaitan.

Pertama, perilaku itu disebabkan. Kedua, perilaku itu digerakkan. Ketiga, perilaku itu

ditujukan pada sasaran/tujuan. Tiga Asumsi tersebut yang berarti bahwa proses

perubahan perilaku memiliki kesamaan setiap individu, yakni perilaku itu ada

penyebabnya, terjadinya tidak dengan spontan, dan mengarah kepada kepada suatu

sasaran, baik secara eksklusif maupun inklusif.

Menurut Karmila seperti yang dikutip dari Levis, perilaku di sini bisa juga

dikaitkan dengan perilaku petani yang dicerminkan dalam tindakan sehari-hari mereka

baik dalam lingkungan seperti keluarga, masyarakat maupun lingkungan pekerjaan.

Dalam teori Lawrence Green menurut Karmila seperti yang dikutip oleh Notoadmojo

Page 12: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

perilaku manusia ditinjau dari tingkat kesehatan, dimana kesehatan seseorang

dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku.5

Faktor perilaku dibentuk oleh:

1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya,

2. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk

kegiatan pertanian, serta

3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petani yang merupakan referensi dari perilaku masyarakat.

Beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

2.3. Efisiensi Usahatani, Pengolahan dan Pemasaran

Efisiensi adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu

dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga dan biaya. Efisiensi juga berarti rasio

antara input dan output atau biaya dan keuntungan (Mulyadi, 2007;63). Menurut

Hasibuan (2005;233) yang mengutip pernyataan H. Emerson, efisiensi adalah

perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan

dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang

dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara

apa yang telah diselesaikan. Dari uraian disimpulkan bahwa efisiensi adalah suatu cara

dengan bentuk usaha yang dilakukan dalam menjalankan sesuatu dengan baik dan tepat

serta meminimalisir pemborosan dalam segi waktu, tenaga dan biaya.

Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat

itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan

yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan

di atas tanah dan sebagainya (Mubyarto, 1989). Dr Mosher memberikan definisi farm

(yang diterjemahkan oleh Krisnandi menjadi usahatani) sebagai suatu tempat atau

bagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani

tertentu apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji. Dengan

Page 13: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

demikian, usahatani pada dasarnya adalah alokasi sarana produksi yang efisien untuk

mendapatkan produktivitas pendapatan usahatani yang tinggi. Jadi usahatani dikatakan

berhasil kalau diperoleh produktivitas yang tinggi dan sekaligus juga pendapatan yang

tinggi. Efisiensi usahatani berkaitan dengan pengelolaan usahatani dalam pengambilan

keputusan yang terbaik dan tepat serta meminimalisir pemborosan dalam segi lahan,

waktu, tenaga dan biaya dalam memilih antara berbagai alternatif penggunaan sumber

daya yang terbatas. Pemilihan usahatani secara efisien memerlukan berbagai informasi

untuk dijadikan pedoman, baik informasi hasil-hasil penelitian, maupun informasi

sesaat atau insidensil dari pemerintah dan swasta yang bergerak dalam bidang pertanian

(Soekartawi et al, 1984).

Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua dalam kegiatan

agribisnis setelah komponen produksi pertanian (Soekartawi, 2003 dalam Rahmawati,

2004). Pada penanganan hasil tanaman, tindakan yang dilakukan segera setelah panen

disebut pengolahan hasil panen, tindakan tersebut bila tidak dilakukan segera, akan

menurunkan kualitas dan mempercepat kerusakan sehingga komoditas tidak tahan lama

disimpan sebelum dipasarkan. Banyak petani yang tidak melaksanakan pengolahan

hasil yang disebabkan oleh berbagai sebab, padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan

ini dianggap penting, karena dapat meningkatkan nilai tambah. Komponen pengolahan

hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan diantaranya untuk meningkatkan

nilai tambah, meningkatkan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja,

meningkatkan ketrampilan produsen dan meningkatkan pendapatan produsen. Efisiensi

dalam pengolahan hasil pertanian berkaitan dengan usaha pengambilan keputusan

dalam memaksimalkan perlakuan pada hasil panen agar sebanyak mungkin tidak rusak

sebelum masuk pasar serta usaha memberikan nilai tambah agar hasil panen tersebut

baik yang terserap pasar ataupun tidak dapat menjadi produk yang memberikan nilai

yang lebih dan dapat dipasarkan, tentunya segala usaha tersebut dilakukan dengan

mengoptimalkan input yang digunakan dalam proses pengolahannya.

Pemasaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengusahakan produk

yang dipasarkannya itu dapat diterima dan disenangi oleh pasar (Gitosudarmo 1994).

Efisiensi pemasaran adalah ukuran dari persentase perbandingan antara nilai pemasaran

dengan nilai produk yang dipasarkan, karena itu pasar yang tidak efisien akan terjadi

jika: (1) Biaya pemasaran semakin besar. (2) Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya

Page 14: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

tidak terlalu besar (Soekartawi 1993). Lebih lanjut Soekartawi menyatakan bahwa

efisiensi pemasaran akan terjadi jika: (1) Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga

keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi. (2) Persentase perbedaan harga yang

dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi. (3) Tersedianya fasilitas fisik

pemasaran, dan (4) Adanya kompetisi pasar yang sehat. Beberapa syarat dapat

digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasaran (Khols dalam Irviani 2008), yaitu:

1. Keuntungan pemasaran

2. Harga yang diterima konsumen

3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran

4. Kompetisi pasar yang sehat

Efisiensi dapat ditunjukkan dengan mengukur margin pemasaran, saluran

pemasaran, dan dapat digunakan sebagai tolak ukur tingkat efisiensi suatu pemasaran

(Bressler dalam Irviani 2008). Efisiensi pemasaran didasarkan pada hubungan antar

biaya pemasaran dengan volume komoditi yang di usahakan, sedangkan prinsip efisiensi

dalam kegiatan pemasaran adalah usaha meminimumkan besarnya biaya tiap unit

komoditi untuk periode waktu tertentu. Langkah untuk mencapai efisiensi pemasaran

dalam mempertinggi laba harus dilakukan usaha penekanan biaya dan margin

pemasaran itu sendiri. Usaha-usaha tersebut ditunjukkan kepada tercapainya efisiensi

pemasaran dalam rangka mempertinggi tingkat kepuasan dari semua pihak yang terlibat

dalam proses pemasaran (Hanafiah dan Saefudin 1983).

2.4. Kelembagaan Agribisnis untuk Keberanjutan Usahatani

Secara empirik sistem agribisnis yang berdaya saing dicirikan oleh dua kondisi

yaitu: adanya kaitan fungsional antara bidang agribisnis dan lembaga pendukung

agribisnis, dan adanya kaitan institusional di antara bidang agribisnis. Kaitan yang serasi

di antara bidang agribisnis menyebabkan sistem agribisnis bersifat efektif dalam

merespon dinamika pasar output. Sedangkan kaitan institusional menyebabkan sistem

agribisnis bersifat efisien. Hal ini karena adanya kaitan institusional tersebut

menyebabkan seluruh kegiatan agribisnis berada dalam satu kendali kegiatan, dan

“marjin ganda” serta “sharing system” yang tidak adil di antara pelaku agribisnis dapat

ditekan (Litbang Deptan, 2007). Oleh karena itu pengembangan kelembagaan harus

mempertimbangkan aspek ekonomi, kelembagaan ekonomi berasumsi bahwa pilihan

Page 15: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

rasional individu harus mengarah pada efisiensi sebagai pengaturan kelembagaan yang

mempunyai biaya transaksi paling sedikit (Lieberherr, 2009).

Pengembangan agribisnis ramah lingkungan merupakan agribisnis yang dari

segi perencanaan usaha telah memperhitungkan dukungan kekuatan alam secara

berkelanjutan. Tingkat eksploitasi terhadap sumberdaya alam disesuaikan dengan daya

dukung dan resistensi sumberdaya alam yang ada, sehingga produktivitas sumberdaya

setempat dari waktu ke waktu tetaplah stabil. Alternatif lain pengurasan atau

pengrusakan akibat kegiatan agribisnis diupayakan ditanggulangi dengan penambahan

investasi yang dikhususkan untuk mengembalikan mutu sumberdaya alam seperti

semula atau (paling tidak) seperti sebelum diusahakan (Pranadji, 2003). Keberlanjutan

seumbi inovasi melampaui tahap ide tergantung pada bagaimana para pelaku mengubah

norma-norma dan pola interaksi melalui inovasi kelembagaan (Prasad, 2007).

Page 16: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

BAB 3

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian tahun pertama ini bertujuan untuk:

1) Memahami karakteristik usahatani ubi jalar

2) Menganalisis karakteristik individu petani ubi jalar

3) Memahami dan menganalisis sistem agribisnis ubi jalar dari subsistem hulu

hingga hilir

3.2. Kegunaan Riset

1. Secara keilmuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan keilmuan di bidang agribisnis dan sosial ekonomi pertanian.

2. Riset ini secara praktis diharapkan menguji gejala dan variasi atau

penyimpangan antara yang terjadi di lapangan dan teori secara spesifik lokasi

maupun makro sehingga dapat ditemukan saran kebijakan yang paling tepat

sebagai model agribisnis ubi jalar unggulan unpad sebagai sumber daya hayati

berorientasi industri dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petaninya. Selain

itu, penelitian ini dapat dijadikan acuan/dasar dalam membuat kebijakan bidang

agribisnis, sumber daya hayati dan bidang social khususnya dalam rangka

peningkatan produksi ubi jalar berorientasi industri dan peningkatan

kesejahteraan petani ubi jalar unggulan UNPAD.

Page 17: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Riset

Penelitian dilakukan dengan metode Survey-eksplanatory, dengan teknik

pengambilan sampel acak sederhana. Populasi penelitian adalah para petani ubi jalar di

daerah sentra ubi jalar di Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan dalam beberapa

tahapan klaster. Tahap pertama, klaster sentra uni jalar unggulan Unpad di Jawa Barat

adalah kecamatan Arjasari kabuaten Bandung. Dari Kabupaten Arjasari akan ditentukan

sampel desa dengan rumus sampling acak klaster tahap pertama. Berdasarkan

perhitungan menggunakan rumus sampel acak sederhana bisa diambil minimal 1 desa

sentra ubi jalar unggulan Unpad yaitu desa Arjasari. Penentuan desa Arjasari sebagai

lokasi penelitian dilakukan secara acak dengan menggunakan software MINITAB.

Gambar 3.1. Teknik Pengambilan Sampel Petani Ubi Jalar

Selanjutnya dari desa Arjasari diambil sejumlah responden petani ubi jalar

dengan rumus sampling acak sederhana. Untuk menentukan ukuran sampel (sample

size) yang akan digunakan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini digunakan

teknik penarikan sampel acak sederhana sebagai berikut (Anderson et. al.) :

Kab. Bandung

Kecamatan Arjasari

A

Responden Petani Ubi Jalar Unggulan Unpad

Kecamatan Arjasari

A

Page 18: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

𝑛 =𝑁�̅�(1 − �̅�)

(𝐵2

4𝑁) + �̅�(1 − �̅�)

di mana:

𝑛 = ukuran sampel

𝑁 = ukuran populasi

�̅� = point estimate untuk proporsi populasi dengan sampling error terkecil = 0,5

𝐵 = bound on sampling error = 2 × 0,05 × 𝑁 = 0,1 × 𝑁

Dengan tidak adanya data valid tentang jumlah petani ubi di desa arjasari maka

digunakan ukuran sampel sebanyak 114 orang petani. Dengan ukuran sampel dapat

menutupi ukuran populasi yang tak terhingga, sehingga berapapun ukuran populasinya

maka akan terwakili oleh nilai ukuran sampel tersebut. Dengan demikian didapatkanlah

responden orang petani ubi jalar unggulan Unpad yang mewakili populasi petani ubi

jalar di sentra ubi jalar unggulan Unpad di Kabupaten Bandung.

4.2. Metode Analisis Data

Penelitian dilaksanakan dengan metode kombinasi kuantitatif-kualitatif (mixed

methods research). Menurut Creswell dkk. (2008) metode penelitian kombinasi

kuantitatif-kualitatif adalah metode yang berfokus pada pengumpulan dan analisis data

serta memadukan antara data kuantitatif dan kualitatif. Metode ini digunakan untuk

menangani tingkatan yang berbeda dalam satu sistem. Temuan dari setiap tingkatan

dipadukan untuk merumuskan interpretasi yang menyeluruh.

4.2.1. Alat Analisis Data Persepsi dan Perilaku Petani dalam Melakukan

Agribisnis Ubi Jalar Unggulan Unpad

Untuk proses penelitian tahun pertama, teknik analisis kuantitatif yaitu statistika

deskriptif dilakukan untuk menganalisis perilaku data mengenai persepsi dan perilaku

petani dalam melakukan agribisnis ubi jalar unggulan Unpad dengan perhitungan

statistik. Alat yang digunakan untuk mendukung analisis ini berupa berbagai tabel,

cross-tabulasi, diagram dan bermacam grafik. Pada bagian ini juga akan dibahas

mengenai bentuk sebaran jawaban responden terhadap keseluruhan konsep yang diukur.

Operasionalisasi variable persepsi dan perilaku petani ubi jalar disajikan pada Tabel 3.1.

Page 19: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Konsep Dimensi Sub Dimensi Variabel Satuan Respon Kualitatif

Persepsi

Perilaku

- Persepsi

terhadap

bentuk

fisik

tanaman

- Persepsi

terhadap

hasil

panen ubi

jalar

- Keinginan

membudi-

dayakan

- Keinginan

mengolah

hasil

panen

- UKuran daun

- Tingkat

kesuburan

- Warna daun

- Ketahanan

terhadap

hama

- Ukuran umbi

- Warna umbi

- Produksi

umbi

- Potensi

usahatani

- Keinginan

membudi-

dayakan

- Keinginan

mengolah

hasil panen

1. Kecil

2. Sedang

3. Besar

1. Tidak subur

2. Kurang subur

3. Subur

1. Hijau muda

2. Hijau

3. Hijau tua

(merah/ungu)

1. Tidak tahan

2. Kurang tahan

3. Tahan hama

1. Kecil

2. Sedang

3. Besar

1. Putih

2. Kuning

3. Ungu

1. Sedikit

2. Cukup

3. Tinggi

1. Tidak berpotensi

2. Cukup berpotensi

3. Sangat berpotensi

1. Tidak ingin

2. Ragu-ragu

3. Sangat ingin

1. Tidak ingin

2. Ragu-ragu

3. Sangat ingin

Dari sebaran jawaban responden tersebut, selanjutnya akan diperoleh seumbi

kecenderungan dari seluruh jawaban yang ada. Untuk mendapat kecenderungan

jawaban responden terhadap masing-masing variabel, akan didasarkan pada nilai skor

rata-rata (indeks) yang dikategorikan ke dalam rentang skor berdasarkan perhitungan

three box method berikut ini (Ferdinand, 2006):

Proses ini melalui beberapa tahapan, yaitu:

1. Scoring

Dalam penelitian ini urutan pemberian skor menggunakan skala likert yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 20: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Sangat Baik = Skor 5

Baik = Skor 4

Netral/Ragu-ragu = Skor 3

Buruk = Skor 2

Sangat Buruk = Skor 1

2. Penentuan Rentang Skor

Survey ini menggunakan skala Likert dengan skor tertinggi di tiap

pertanyaannya adalah 5 dan skor terendah adalah 1. Dengan jumlah responden sebanyak

62 orang, maka:

Skor terendah : 114 x 1 = 114

Skor tertinggi : 114 x 5 = 570

Sehingga rentang untuk hasil survey adalah

Rentang = Skor tertinggi – Skor terendah = 570 – 114 = 456

dengan jumlah kelas sebanyak 5 kelas sebagaimana jumlah skor dalam skala

likert yang digunakan dalam penelitian ini, maka panjang interval kelas (𝑃) adalah

sebagai berikut

𝑃 =𝑅𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔

𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙=

248

5= 91,20

Dengan demikian rentang skor-nya adalah:

a. 114 – 205,20 = Sangat buruk

b. 205,21 – 296,40 = Buruk

c. 296,41 – 387,60 = Netral

d. 387,61 – 478,80 = Baik

e. 478,81 – 310 = Sangat baik

Rentang skor ini merupakan kesimpulan untuk variabel persepsi dan perilaku

petani ubi yang diturunkan dari indikator-indikator atau pertanyaan-pertanyaan untuk

setiap variabel tersebut.

3. Tabulating

Pengelompokan atas data jawaban-jawaban dari beberapa pertanyaan atau

indikator yang membentuk variabel-variabel penelitian dengan benar dan teliti,

kemudian dilakukan proses scoring per indikator dan jumlah skor untuk variabel

penelitian merupakan nilai rata-rata dari semua skor jawaban dari pertanyaan/indikator.

Page 21: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Nilai rata-rata tersebut merupakan kesimpulan untuk setiap variabel berdasarkan nilai

rentang skor yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kemudian dilakukan juga analisis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu

mengolah data dan informasi verbal tentang seluruh gejala yang didapat dari hasil

analisis kuantitatif. Dalam mendapatkan penjelasan dan pemahamaan mengenai

perilaku data dilakukan metoda FGD (Focus Group Discussion) dan studi kasus ke

petani ubi jalar di lapangan untuk lebih menggali lagi alasan dibalik hasil analisis data,

apa alasan di lapangan mengapa hasilnya seperti demikian. Selain itu juga digunakan

teori-teori yang berasal dari literatur serta hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait

dengan topik penelitian.

4.2.2. Alat Analisis Efisisensi Usahatani, Pengolahan dan Pemasaran Ubi Jalar

Unggulan Unpad yang Dilakukan Petani

Analisis data efisiensi usahatani, pengolahan dan pemasaran ubi jalar unggulan

Unpad menggunakan pendekatan Data Analysis Development (DEA). Metoda ini

merupakan pendekatan non-parametrik dalam mengukur tingkat efesiensi dan tidak

membutuhkan asumsi khusus seperti parametrik. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis data dimana ketersediaan data nya masih sangat terbatas untuk memenuhi

penggunaan pendekatan lain, serta penggunaan multi input dan multi output yang sukar

di akomodir oleh pendekatan lainnya. Dalam DEA, efisiensi relatif DMU didefinisikan

sebagai rasio dari total output tertimbang dibagi total input tertimbangya (total weighted

output/total weighted input). Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weights) atau

timbangan untuk setiap input dan output DMU. Bobot tersebut memiliki sifat : (1) tidak

bernilai negatif , dan (2) bersifat universal, artinya setiap DMU dalam sampel harus

dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk mengevaluasi rasionya (total

weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak boleh lebih dari 1 (total

weighted output/total weighted input <1).

Ada dua model yang digunakan dalam pendekatan DEA, yaitu model CRS

(1978) dan VRS (1984). Berikut adalah penjelasan dari kedua model tersebut:

a. Constant Returns to Scale (CRS) Model Constant Return to Scale

dikembangkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes (oleh karena itu, model CRS dapat

juga disebut dengan model CCR) pada tahun 1978. Dan Yumanita dan Ascarya (2005)

menyatakan “Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan

Page 22: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

output adalah sama (constant returns to scale)”. Artinya, jika ada tambahan input sebesar

x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan

dalam model ini adalah setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (DMU)

beroperasi pada skala optimal. Rumus constant returns to scale dapat dituliskan sebagai

berikut (Handoyo, 2008):

b. Variable Returns to Scale (VRS)

Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, Rhodes (karenanya dapat juga

disebut dengan model BCC) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model

CRS. Model ini berasumsi bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama

(variable returns to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan

menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil (decreasing returns to

scale) atau lebih besar dari x kali (increasing returns to scale). Rumus Variable Return

to Scale (VRS) dapat dituliskan dengan program matematika seperti berikut (Handoyo,

2008). Konstanta μo bertanda bebas, yakni dapat bernilai positif ataupun negatif

(Cooper et al., 2007). Konstanta μo dalam rumus VRS di atas menyebabkan

penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x

kali pula melainkan dapat lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Adapun μo dapat

bernilai positif apabila output mengalami peningkatan (increasing), namun apabila

negatif maka output mengalami penurunan (decreasing).

Penelitian ini menggunakan model DEA CCR primal input-oriented, dimana

model ini bertujuan untuk mengurangi jumlah input yang digunakan agar dapat

mendapatkan hasil output pada tingkat yang sama melalui metode constant return to

scale (CSR). Alasan penggunaan metode ini adalah untuk melihat dampak dari

perubahan nilai yang dilakukan terhadap input perusahaan untuk mendapatkan hasil

output dengan nilai yang sama. Model DEA CCR yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Model CCR Primal : Max ℎ𝑘 = ∑ 𝑈𝑟𝑠𝑟=1 𝑌𝑟𝑘

Subject to: ∑ 𝑉𝑖𝑚𝑖=1 𝑌𝑖𝑘 = 1

∑ 𝑈𝑟𝑌𝑟𝑗 − ∑ 𝑉𝑖𝑋𝑖𝑗 ≤ 0

𝑈𝑟 , 𝑉𝑟 ≥

Di mana:

𝑈𝑟 = Bobot yang ditentukan terhadap output r

Page 23: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

s = Jumlah output

𝑉𝑟 = Bobot yang ditentukan terhadap output i

m = Jumlah input

ℎ𝑘 = Efisiensi relatif terhadap variabel ke k (usahatani, pengolahan dan pemasaran)

n = Jumlah variabel (usahatani, pengolahan dan pemasaran)

= Konstanta positif bobot variabel

4.2.2. Model Kelembagaan Agribisnis Ubi Jalar Unguulan Unpad yang Dapat

Meningkatkan Keberlanjutan Usahatani Ubi Jalar Unggulan Unpad

Analisis data keberlanjutan usahatani, pengolahan dan pemasaran ubi jalar

unggulan Unpad menggunakan Multidimensional Scalling (MDS). Penghitungan indeks

keberlanjutan menggunakan bantuan perangkat lunak RAPFISH (Rapid Appraisal for

Fisheries) yang dikembangkan oleh Rapfish Group Fisheries Centre University of

British Columbia, Kanada (Pitcher, 1999; Fauzy dan Anna, 2005) yang dimodifikasi

untuk keperluan penelitian ini sehingga bernama RAPSPOT (Rapid Appraisal for Sweat

Potatoes). Metode MDS ini dipilih karena mampu memberikan hasil secara

menyeluruh, cepat dan obyektif terkait dengan aspek-aspek yang mempengaruhi

keberlanjutan usahatani, sehingga memudahkan untuk mengimplementasikan dalam

kebijakan. Kruskal (1977); Borg dan Groenen (2005) menyatakan bahwa MDS

merupakan analisis statistik untuk mengetahui kemiripan dan ketidakmiripan variabel

yang digambarkan dalam ruang geometris. Kelemahannya menurut Lee (2011) adalah

hanya berdasarkan pada permodelan kognitif.

Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam penggunaan MDS, yaitu penentuan

dimensi dan atribut melalui diskusi pakar, penilaian dan pemberian skor secara ordinal

dalam rentang 0 (buruk) sampai 3 (baik) sesuai dengan karakter atribut oleh responden

terpilih atau berdasarkan data-data yang didapat (baik primer maupun sekunder).

Langkah selanjutnya melakukan ordinansi MDS terhadap dimensi analisis pengungkit

(leverage factor) dari atribut-atribut berdasarkan Root Mean Square (RMS) pada sumbu

x. Tahap akhir adalah melakukan analisis Monte Carlo untuk mengetahui pengaruh galat

dalam pemberian skor. Untuk mengetahui ketepatan analisis dilakukan penentuan

Goodness of fit dalam MDS berdasarkan nilai S-Stress yang dihitung dari nilai S dan

R2. Proses iterasi dapat dihentikan jika nilai R2 sudah mendekati 1. Nilai stress yang

Page 24: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

rendah menunjukkan good fit dan nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Nilai

stress dihitung menggunakan rumus berikut:

𝑆𝑇𝑅𝐸𝑆𝑆 = (∑ ∑ (𝛿2 − 𝜉𝑖𝑗)

2𝑛𝑖=1

𝑛𝑗=1

∑ ∑ 𝛿𝑖𝑗2𝑛

𝑖=1𝑛𝑗=1

)

1

2

Metode ini telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi tingkat keberlanjutan

pengelolaan sumberdaya alam. Penelitian Kholil dan Dewi, (2014) telah dapat

mengidentifikasi tingkat keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan di

Kepulauan Seribu dengan menggunakan MDS, demikian juga Nurmalina (2008) dengan

menggunakan MDS dapat mengidentifikasi tingkat keberlanjutan ekologi, ekonomi dan

sosial terhadap ketersediaan beras di Jawa dan luar Jawa (Kalimantan dan Sumatra).

Nilai indeks keberlanjutan menggunakan skala yang dikembangkan University

Columbia, Canada dalam Fauzi dan Anna (2005), disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kategori Status Keberlajutan

Nilai Indeks Kategori

0,00 – 25,00 Buruk (Tidak Berkelanjutan)

25,01 – 50,00 Kurang (Kurang Beekelanjutan)

50,01 – 75,00 Cukup (Cukup Berkelanjutan)

75,01 – 100,00 Baik (Sangat Berkelanjutan)

4.3. Luaran Riset

Tabel 2. Tahapan, Luaran, dan Capaian Penelitian

Tahun I Tahun II Tahun II

Tahapan Survey Petani Survey Usahatani Aplikasi Model

Pengumpulan

Data

Data sekunder

Sampel petani

Melengkapi Data

sekunder

Sampel kelompok tani

Rekomendasi

Kebijakan

Luaran Profil petani

ubi jalar

unggulan

Unpad

Analysis efisiensi

usahatani

Analysis sistem

pengolahan ubi jalar dan

efisiensinya

Analisis

keberlanjutan

usahatani ubi

jalar unggulan

Unpad

Page 25: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Tahun I Tahun II Tahun II

Analisis

persepsi dan

perilaku petani

dalam

menjalankan

usahatani ubi

jalar unpad

Analsysis sistem

pemasaran ubi jalar dan

efisiensinya

Terbentuknya

model

kelembagaan

agribisnis ubi

jalar unggulan

Unpad yang

berkelanjutan

(sustainable)

sehingga

diharapkan

dapat

meningkatkan

kesejahteraan

petani ubi jalar

Indikator

Capaian

Min 1 artikel

jurnal nasional

terakreditasi

dan 1 jurnal

Q4

Min 1 artikel jurnal

nasional terakreditasi dan

1 jurnal Q4

Min 1 artikel

jurnal nasional

terakreditasi

dan 1 jurnal

Q4

Page 26: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

BAB 5

HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

5.1.1. Keadaan Umum Desa Arjasari

Desa Arjasari merupakan Desa yang berada dibelahan lain kaki gunung Malabar,

Desa yang berada di sudut selatan Kabupaten Bandung ini terdiri atas berbagai potensi

serta kearifan lokal yang ter-integrasi dengan adat khas masyarakat sunda pada

umumnya yang kental dengan nuansa Religiusitas , Someah, serta Seni Budaya yang

tetap mampu eksis dan bertahan tidak tergerus arus zaman.

5.1.1.1. Letak Geografis

Wilayah Desa Arjasari terletak di ketinggian kurang lebih 700 – 1.000 Meter

diatas permukaan laut dengan suhu rata – rata 28 derajat Celcius dengan curah hujan

rata – rata 3.560 mm/tahun dengan luas wilayah 768,848 Ha. Sebagian besar wilayah

terdiri dari dari Daerah Pertanian dan Perumahan Penduduk. Keadaan tanah pada

umumnya terdiri dari dataran tinggi pegunungan dengan batas-batas wilayah sebagai

berikut :

Tabel 5.1. Batas Wilayah Desa Arjasari

Batas Desa/Kelurahan Kecamatan

Sebelah Utara Pinggirsari dan Wargaluyu Arjasari

Sebelah Timur Pinggirsari Arjasari

Sebelah Selatan Baros dan Pinggirsari Arjasari

Sebelah Barat Lebakwangi Arjasari

5.1.1.2. Demografis

Wilayah Desa Arjasari terbagi menjadi 5 (Lima) Dusun dengan jumlah Rukun

Tetangga (RT) 67 dan Rukun Warga (RW) 15. Jumlah Penduduk Desa Arjasari

Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung sampai dengan akhir bulan Desember 2013

adalah 10.345 Jiwa yang terdiri dari 5.222 Jiwa penduduk laki-laki dan 5.123 Jiwa

Page 27: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

penduduk perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 3.004 Kepala Keluarga.

Pembagian golongan jumlah penduduk di desa Arjasari berdasarkan umur antara lain:

Tabel 5.2. Sebaran Umur Penduduk Desa Arjasari

No. Golongan Laki-Laki Perempuan

1. Penduduk Usia 0-6 tahun 624 640

2. Penduduk Usia 7-18 tahun 1378 1348

3. Penduduk Usia 19-56 tahun 2846 2696

4. Penduduk Usia 56 tahun ke atas 525 564

Jumlah sumber daya manusia yang produktif dan tidak produktif di Desa

Arjasari berdasarkan rasio laki – laki dan perempuan antara lain:

Tabel 5.3. Sebaran Usia Produktif Penduduk Desa Arjasari Berdasarkan Jenis

Kelamin

No. Tenaga Kerja Laki-Laki Perempuan

1. Penduduk usia produktif (18-56 tahun) yang bekerja 2129 625

2. Penduduk usia produktif (18-56 tahun) yang tidak bekerja 717 2071

Desa Arjasari dikenal dengan desa yang kaya akan kekayaan alamnya serta

potensi sumber daya alam yang belum tersentuh oleh berbagai pihak khususnya

investor-investor yang kerap mencari lahan untuk kemudian dibudidayakan. Potensi

masyarakat Desa Arjasari terdiri dari beberapa aspek yaitu pertanian, peternakan, dan

kegiatan usaha produktif. Berdasarkan hidrologinya, aliran-aliran sungai yang ada di

wilayah Desa Arjasari membentuk pola Daerah Alirah Sungai (DAS) Citarum Tercatat

beberapa sungai maupun solokan yang terdapat di Desa Arjasari, yaitu :

1) Sungai Ciparis (yang berbatasan dengan Desa Pinggirsari)

2) Sungai Cibintinu (yang membelah Desa Arjasari)

3) Sungai Cilingga (yang berbatasan dengan Desa Baros)

4) Sungai Cikalimorot (yang membelah Desa Arjasari)

Page 28: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

5.1.2. Potensi Desa Arjasari

Desa Arjasari memiliki potensi antara lain :

1. Jumlah penduduk yang sangat tinggi dan rata-rata memiliki mata

pencaharian bertani;

2. Lahan pertanian yang sangat luas dan belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh

pemilik sesuai dengan peruntukannya;

3. Terdapatnya masyarakat yang memiliki keterampilan berupa selain dari

bertani yang belum ditumbuhkembangkan sesuai kemampuannya;

Desa Arjasari merupakan seumbi desa yang terletak di Kecamatan Arjasari,

Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa Arjasari terdiri dari 5 dusun yang terbagi

menjadi 15 RW. Luas desa sebesar 70.862 ha dengan batas wilayah sebelah barat adalah

lebak wangi, sebelah timur adalah Desa Pinggirsari, sebelah utara adalah warga guyu

dan sebelah selatan adalah Desa Baros. Desa Arjasari memiliki luas lahan pertanian

seluas 597 ha, lahan sawah seluas 335 hs dan lahan perhutani seluas 150 ha.

Desa Arjasari dikenal dengan desa yang kaya akan kekayaan alamnya serta

potensi sumber daya alam yang belum tersentuh oleh berbagai pihak khususnya

investor-investor yang kerap mencari lahan untuk kemudian dibudidayakan. Potensi

masyarakat Desa Arjasari terdiri dari beberapa aspek yaitu pertanian, peternakan, dan

kegiatan usaha produktif. Berikut adalah penjelasan kegiatan-kegiatan tersebut:

5.1.2.1. Pertanian

Arjasari merupakan tempat yang cocok untuk mengembangkan usaha pada

sektor pertanian. Arjasari memiliki wilayah seluas 768.848 ha, dengan ketinggian 700-

1.000 di atas permukaan laut, curah hujan 3.660 per tahun, suhu harian rata-rata adalah

26oC. Sehingga daya dukung lingkungan terhadap pertanian masih terkategori tinggi.

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diunggulkan pada kekayaan alam

Desa Arjasari, diantaranya adalah jagung manis sebagai salah satu yang diunggulkan

pada sektor pertanian sebanyak 1 – 1,5 ton per hektar serta beras sebanyak 3,5 – 4 ton

per hektar. Selain itu Desa Arjasari juga memiliki tanaman kopi yang sebagian besar

ditanam dibawah pohon pinus, tanaman umbi-umbian, ubi cilembu, singkong, serta

berbagai jenis tanaman palawija lainnya.

Page 29: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Jagung-jagung manis yang dihasilkan pada sektor pertanian Desa Arjasari

kemudian dijual kepada tengkulak atau bandar seharga Rp 2.000,- mayoritas petani

tidak menjual secara langsung ke pasar. Begitu juga dengan ubi cilembu para pertani

tradisional kemudian menjual ubi cilembu ini kepada para tengkulak dengan harga Rp

6.000,- /kg. Mayoritas penduduk asli Desa Arjasari bermata pencaharian sebagai petani

dan buruh tani, hal ini merupakan suatu kegiatan yang telah dilakukan secara turun

temurun oleh mayoritas penduduk asli Desa Arjasari. Sementara mayoritas penduduk

pendatang Desa Arjasari memiliki mata pencaharian yang beragam seperti pedagang,

wirausaha

5.1.2.2. Peternakan

Pada umumnya setiap penduduk Desa Arjasari yang bertani juga turut

melakukan kegiatan beternak. Kegiatan beternak ini juga merupakan suatu kegiatan

mata pencaharian yang dilakukan secara turun temurun oleh para tetua sebelumnya.

Desa Arjasari dikenal dengan hewan ternak Domba yang sangat diunggulkan pada

sektor peternakan. Ternak domba ini menjadi sangat menguntungkan ketika hari raya

Idul Adha tiba, berbagai kalangan masyarakat dari berbagai daerah kerap datang ke

Desa Arjasari pada hari raya Idul Adha untuk mencari domba-domba berkualitas yang

diunggulkan di Desa Arjasari. Pengelolaan kegiatan ternak domba ini dapat dikatakan

cukup baik dan dapat mengikuti kondisi serta keadaan pasaran setiap saat.

Selain ternak domba yang sangat terkenal di Desa Arjasari ini, terdapat ternak

ayam broiler, peternakan ini terletak di Desa Karangmukti yang sebagian besar

merupakan peternakan yang berbentuk makloon. Makloon merupakan suatu perjanjian

kerjasama yang disepakati oleh pihak peternak ayam dengan pihak yang telah

menyediakan ayam, kandang dan obat-obatan. Jumlah keseluruhan ayam yang terdapat

pada ternak ayam broiler ini adalah sebanyak 5.000 ekor per kandang.

Selain itu terdapat sapi pedaging dan sapi perah yang juga turut menjadi suatu

potensi yang diunggulkan oleh Desa Arjasari ini. Namun dalam kenyataan nya terdapat

beberapa kendala yang menghambat pertumbuhan peternakan warga Desa Arjasari.

Berkaitan dengan hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan melalui program SMD

(Sarjana Masuk Desa) telah memberikan modal kepada para sarja yang kemudian

dilakukan dengan harapan bahwa para peternak dapat memulai mengembangkan

peternakannya lebih baik lagi.

Page 30: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

5.1.2.3. Kegiatan usaha produktif atau Home Industry

Pada sektor kegiatan usaha produktif, Desa Arjasari memiliki salah satu

keunggulan pada kegiatan usaha produktif yaitu tekstil. Kegiatan usaha produktif tekstil

yang dimaksud ini merupakan kegiatan tekstil seperti pembuatan baju yang dilakukan

di rumah masing-masing warga, usaha ini berawal dari sebagian tenaga kerja yang

berasal dari Desa Arjasari yang bekerja di pabrik tekstil pada Kabupaten Bandung dan

Kota Bandung yang kemudian dikembangkan oleh masing-masing tenaga kerja tersebut

di lingkungan Desa Arjasari sehingga warga dapat menghasilkan produk tekstil khas

penduduk Desa Arjasari.

Selain kegiatan usaha produktif tekstil, Desa Arjasari juga memiliki beberapa

sektor usaha yaitu pabrik tahu, pabrik sabun rumahan, pabrik sepatu dan pabrik batako.

Disamping itu terdapat usaha listrik yang terletak pada RW 14. Desa ini juga memiliki

salah satu keunggulan pada sektor kuliner yang diolah secara langsung dari hasil

pertanian desa ini seperti kerupuk yang terdapat pada RW 9, makanan ringan stik yang

terdapat pada RW 14, kicimpring yang terdapat pada RW 9, combring yang terdapat

pada RW 5 serta makanan-makanan ringan lainnya yang menjadi keunggulan Desa

Arjasari.

5.1.2.4. Lahan Perhutani

Desa Arjasari merupakan desa yang masih sangat kaya akan kekayaan alamnya

selain sektor pertanian dan sektor peternakan, Desa Arjasari memiliki lahan perhutani

yang sangat luas dimana sebagian besar lahan tersebut ditanami dengan tanaman pohon

pinus yang tumbuh besar secara alami di desa ini. Hal ini dapat dilihat secara jelas pada

sepanjang jalan menuju Desa Arjasari yang terdiri dari hamparan hijau yang sangat luas

dan berdiri berbagai pepohonan rindang sangat indah dengan pemandangan pegunungan

serta bukit yang ada di sekitarnya.

5.1.3. Permasalahan Desa Arjasari

5.1.3.1. Permasalahan Masyarakat

Desa Arjasari merupakan seumbi desa yang masih sangat murni dan kaya akan

kekayaan alamnya. Namun begitu pada kenyataannya dibalik berbagai potensi yang

dimiliki oleh Desa Arjasari ini tentu terdapat permasalahan-permasalahan yang menjadi

kendala dalam mendukung perkembangan Desa Arjasari ini. Permasalahan masyarakat

Page 31: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

yang dialami dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat Desa

Arjasari termasuk dalam kategori masyarakat prasejahtera. Hal ini disebabkan oleh

fluktuatifnya harga yang dihasilkan pada sektor pertanian. Selain itu berdasarkan hasil

pengamatan dapat dikatakan bahwa sekitar dua hingga tiga persen masyarakat Desa

Arjasari memiliki rumah yang tidak layak huni. Kriteria rumah tidak layak huni tersebut

dapat ditinjau ketika rumah dengan luas yang tidak lebih dari 8 m2 namun dihuni oleh

lebih dari satu kepala keluarga yang terdiri lebih dari sepuluh anggota keluarga,

kemudian tidak terdapat sarana MCK (mandi, cuci, kakus) yaitu kamar mandi atau wc

di dalam rumah sehingga warga yang tidak memiliki sarana ini harus berbagi kamar

mandi dengan warga lainnya yang memiliki sarana tersebut.

5.1.3.2. Permasalahan Alam

Desa Arjasari merupakan desa yang masih sangat murni, sebagian besar lahan

Desa Arjasari terdiri dari lahan hijau yang sangat luas. Namun begitu hal ini tidak

menutup kemungkinan bagi desa yang terletak pada seumbi lereng gunung yang

memiliki kemiringan yang cukup curam serta rapatnya kontur tanah untuk terjadinya

longsor. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya tanaman hijau yang berfungsi untuk

menahan tanah pada lereng-lereng yang curam tersebut agar tidak longsor. Di sisi lain

di desa yang terletak pada kaki gunung malabar ini kerap kali timbul kabut tebal yang

muncul setelah hujan deras turun khususnya pada sore hari, hal ini tidak begitu

mengganggu aktivitas warga pada saat siang hari namun menjelang terbenam nya

matahari dan sangat kurangnya sarana penerangan jalan pada hampir sepanjang jalan

desa ini menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat pada malam hari karena dapat

mengurangi jarak pandang serta membahayakan pengendara.

Disamping itu akses jalan utama menuju Desa Arjasari dapat dikatakan tidak

memadai, dikatakan demikian karena hampir sebagian besar jalan utama menuju Desa

ini rusak dan hancur. Mirisnya kondisi tersebut telah terjadi selama beberapa tahun ini

dan belum ada pihak yang menyentuh permasalahan tersebut. Hal serupa juga dapat

dilihat pada RW 13 yang merupakan seumbi komplek perumahan dengan nama Kota

Baru Arjasari yang terletak di daerah kaki gunung malabar dengan pemandangan alam

yang sangat indah. Komplek yang asri dan indah ini dibangun oleh seumbi developer

pada sekitar tahun 1990 namun seiring dengan perkembangan waktu menurut

pengakuan warga, developer yang bersangkutan meninggalkan proyek tersebut

Page 32: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

sehingga akses jalan yang sebelumnya dibangun mulus dengan beton dan aspal seiring

dengan perkembangan waktu kian rusak dan tidak terpelihara dengan baik lagi. Hal ini

juga yang menyebabkan rusaknya akses jalan menuju salah satu kawasan Desa Arjasari

tersebut.

5.1.3.3. Permasalahan Pertanian

Ditinjau dari segi pertanian, penduduk Desa Arjasari dapat dikatakan terbagi

menjadi dua golongan, yaitu penduduk asli Desa Arjasari yang mayoritas bermata

pencaharian sebagai petani dan buruh tani yang dilakukan secara turun temurun, serta

penduduk pendatang yang kemudian menempati Desa Arjasari dengan mata

pencaharian yang beragam diantaranya adalah pedagang, peternak, petani, ibu rumah

tangga, serta tenaga kerja yang bekerja di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung.

Berkaitan dengan ini penduduk sekitar cenderung menyebut penduduk pendatang yang

bermata pencaharian petani sebagai petani profesional. Dikatakan demikian karena

petani-petani yang merupakan penduduk pendatang ini cenderung menyewa sebagian

lahan desa untuk kemudian diolah sebagai lahan pertanian mereka yang didukung

dengan teknologi yang sangat memadai.

Pada sektor pertanian jagung terdapat ketergantungan dari bibit yang dihasilkan

dari pabrik sehingga berdasarkan pengakuan beberapa warga serta kepala desa, hal ini

dipandang bahwa terdapat suatu strategi yang digunakan oleh pabrik dalam

menghasilkan bibit tersebut dengan harga yang fluktuatif sehingga dianggap merugikan

para petani tradisional yang masih sangat tergantung pada bibit hasil olahan pabrik

tersebut karena menurut pengakuan, para petani tradisional tidak dapat menghasilkan

bibit sendiri.

Selain itu pada sektor pertanian jagung yang merupakan salah satu ikon dari

Desa Arjasari ini, seringkali terjadi defisit yang disebabkan oleh perbedaan hasil panen

yang dirasakan oleh petani tradisional apabila dibandingkan dengan petani profesional.

Hasil pertanian petani tradisional dijual ke tengkulak / bandar dengan harga Rp 2.000,-

/kg dengan hasil rata-rata 1 – 1,5 ton per hektar yang menghabiskan biaya operasional

sekitar 2 – 2,5 juta rupiah per kilo bibit. Sementara hasil pertanian petani profesional

dijual langsung ke pasar tanpa melalui tengkulak / bandar dengan harga lebih dari Rp

2.000,-/kg yaitu berkisar antara Rp 4.000,- hingga Rp 6.000,- dengan hasil rata-rata 2,5

Page 33: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

– 3 ton per hektar namun hal ini dilakukan dengan biaya operasional yang sama dengan

petani tradisional yaitu sekitar 2 – 2,5 juta rupiah per kilo bibit.

Namun begitu hal ini salah satunya disebabkan karena kualitas jagung yang

dihasilkan oleh petani profesional memiliki hasil yang lebih baik yang didukung dengan

teknologi yang tentunya lebih baik daripada petani tradisional. Dalam hal ini sangat

nampak bahwa terdapat suatu kesenjangan sosial antara penduduk asli Desa Arjasari

yang bermata pencaharian sebagai petani tradisional dan petani profesional tersebut.

Selain itu lemahnya permasalahan pada sektor pertanian ini juga disebabkan salah

satunya karena kurangnya kesadaran para pemuda serta pemudi desa ini untuk turut

serta dalam mengembangkan sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian

mayoritas penduduk Desa Arjasari.

Pada sektor pertanian umbi-umbian penanaman dapat dilakukan dengan

pembibitan sendiri dan tidak tergantung dengan bibit hasil olahan pabrik seperi pada

sektor pertanian. Penanaman umbi-umbian ini dapat menggunakan obat kimia

perangsang kentang yang didapat dari Lembang dan Pangalengan. Namun begitu dalam

hal ini tidak terdapat pengaturan pola tanam yang baik sehingga hasil yang dihasilkan

dapat dikatakan kurang maksimal, disamping itu kesadaran masyarakat mengenai

pengaturan pola tanam masih sangat kurang sehingga pengaturan ini sangat sulit untuk

dilaksanakan serta diterapkan untuk mendukung hasil pertanian yang lebih baik.

5.1.3.4. Permasalahan Kesehatan

Permasalahan kesehatan yang terdapat pada Desa Arjasari adalah kurangnya

kesadaran mengenai kesehatan serta kebersihan lingkungan yang tidak menjadi

perhatian utama masyarakat desa yang juga didukung dengan sulitnya akses menuju

pelayanan kesehatan. Selain itu juga terdapat beberapa penyakit yang sering diderita

oleh masyarakat Desa Arjasari seperti hipertensi, TBC, infeksi saluran pernafasan akut,

dan lain-lain.

5.1.3.5. Permasalahan Potensi Kekayaan Alam

Desa Arjasari merupakan desa yang memiliki berbagai kekayaan alam yang

masih sangat murni dan belum banyak tersentuh oleh pihak-pihak luar desa. Ditinjau

dari potensi alamnya, desa ini memiliki potensi alam yang luar biasa yang dapat

dijadikan icon wisata yang kemudian dapat menjadi sumber pendapatan bagi para

penduduk desa untuk meningkatkan pendapatan warga desa dengan memaksimalkan

Page 34: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

potensi alam yang ada tersebut. Namun begitu kurang memadai akses jalan utama untuk

menjangkau desa ini dirasakan sebagai salah satu faktor penghambat masuknya investor

untuk menanamkan modalnya di kawasan Desa Arjasari dengan membangun kawasan

wisata di daerah sekitar Desa Arjasari ini sehingga dapat memaksimalkan potensi alam

yang dimiliki oleh Desa Arjasari ini.

5.1.3.6. Permasalahan Teknologi

Desa Arjasari merupakan desa yang terletak di kaki gunung malabar dengan

kekayaan alam yang sangat melimpah, namun begitu hal ini tidak didukung dengan

sarana dan prasarana yang memadai sehingga berbagai potensi alam yang dimiliki Desa

Arjasari tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Desa Arjasari memiliki hasil

pertanian yang sangat menjual secara materil namun kurangnya teknologi dalam

pengolahan lebih lanjut hasil pertanian tersebut menjadi kendala dalam pengolahan hasil

pertanian yang lebih baik. selain itu dikatakan bahwa hampir segala kegiatan sehari-hari

yang dilakukan oleh warga desa dilakukan secara tradisional, padahal dengan masuknya

teknologi dan informasi yang memadai tentunya dapat juga meningkatkan kualitas

pertanian serta peternakan Desa Arjasari serta meningkatkan kesadaran masyarakat desa

dalam berbagai hal.

5.1.3.7. Permasalahan Perhutani

Desa Arjasari merupakan desa yang masih memiliki lahan perhutani yang sangat

luas yaitu seluas 150 hektar. Hal ini tentunya dapat dimanfaatkan secara maksimal

sebagai lahan hijau serta lahan resapan untuk menampung persediaan air dibawahnya.

Belakangan ini Kementrian Kehutanan Republik Indonesia mengadakan program

penghijauan pada lahan perhutanan Desa Arjasari dengan menanam tanaman jati dan

tanaman jabon dengan perjanjian bahwa setelah umur 10 tahun kayu-kayu tersebut

boleh ditebang dan selama itu penduduk Desa Arjasari yang bermata pencaharian

sebagai petani masih dapat melakukan kegiatan bercocok tanam dibawahnya. Namun

pada kenyataannya, pohon jati dan pohon jabon merupakan pohon besar yang tumbuh

tinggi menjulang keatas sehingga untuk waktu 2 tahun pertama masyarakat desa masih

dapat melakukan kegiatan bercocok tanam dibawahnya, namun setelah itu sinar

matahari tidak dapat masuk ke sela-sela pepohonan jati dan jabon tersebut sehingga

tanaman pertanian yang tumbuh dibawah pepohonan tersebut kekurangan sinar

matahari. Hal ini menyebabkan menurunnya kegiatan produksi pertanian Desa Arjasari

Page 35: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini. Selain itu kurangnya kesadaran akan

pengetahuan hukum dari penduduk Desa Arjasari sebagai pemiliki lahan-lahan yang

kini ditanami oleh pepohonan jati dan jabon tersebut yang merupakan akar dari

permasalahan ini terjadi. Berdasarkan pengakuan warga yang bersangkutan, warga

hanya menandatangani secarik kertas tanpa pemahaman mengenai hal tersebut. Hal ini

sangat disayangkan mengingat bahwa pada hakikatnya setiap masyarakat dianggap tahu

hukum tak terkecuali bahwa seseorang tersebut merupakan petani yang tidak lulus

sekolah dasar atau warga yang tinggal di pedalaman. Seseorang tersebut juga tidak bisa

mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya

hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu. Namun begitu pada sisi

pemerintahan, pemerintah berkewajiban untuk menyampaikan adanya hukum atau

peraturan tertentu kepada masyarakat.

5.2. Keragaan Usahatani Ubi Jalar Petani

5.2.1. Benih Ubi jalar

Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang

menanam ubi jalar varietas kuningan putih (AC Putih) dan varietas ubi ungu. Varietas

kuningan putih merupakan varietas lokal dan paling banyak dibudidayakan oleh petani

di lokasi penelitian. Alasan petani menggunakan varietas kuningan putih karena varietas

lokal unggulan dengan produktivitas tinggi, bercita rasa manis, bentuknya bulat, tahan

terhadap panas, harga jual cukup tinggi, serta permintaan pasar selalu ada sepanjang

tahun. Ciri fisik tanaman ubi jalar ini adalah daunnya yang runcing dan agak tipis serta

berwarna hijau tua. Sedangkan varietas ubi ungu memiliki ciri fisik daunnya lebar dan

tumbuh lebat serta warna daun yang hijau agak keunguan.

Page 36: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Gambar 5.1. Tanaman Ubi jalar Ungu (Kiri) dan Ubi Jalar Kuning (Kanan) yang

Banyak Dibudidayakan oleh Petani di Arjasari

5.2.2. Status lahan dan Pola Taman Ubi Jalar

Petani ubi jalar di lokasi penelitian umumnya menanam ubi jalar di lahan

miliknya. Pola tanam ubi jalar yang mereka gunakan umumnya pola tanam ubi-

palawija/padi-ubi yakni pola tanam yang diselingi penanaman palawija untuk lahan

kebun/ladang dan padi untuk lahan sawah. Tanaman penyelang palawija bisa juga

diganti dengan tanaman kacang-kacangan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Petani

yang tidak memiliki lahan biasanya menyewa atau menyakap lahan dengan biaya sewa

dibayar menggunakan hasil panen ubi. Selain itu, ada juga yang menggarap lahan gadai

untuk ditanami ubi jalar.

Gambar 5.2. Kegiatan Kunjungan ke Kebun Ubi Jalar Petani oleh Tim Enumerator

Page 37: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

5.2.3. Penggunaan Pupuk dan Pestisida

Menurut ketua kelompok tani di lokasi penelitian, pemupukan biasanya

dilakukan sekali saja yaitu pada saat usia tanaman menginjak sekitar 2 bulan dengan

sistem pembukaan tanah. Tanah dibuka agar akarnya terlihat kemudian diberikan pupuk

(umumnya pupuk NPK) lalu ditutup kembali dengan tanah tapi tidak terlalu dalam. Hal

ini dimaksudkan agar akar dapat bernafas dengan lebih baik dan agar air hujan/irigasi

bisa langsung mengenai akar tanaman sehingga proses pertumbuhan umbi akan lebih

maksimal. Untuk lahan kebiun atau ladang, pemupukan dilakukan dengan melihat iklim,

jika petani menilai bahwa akan turun hujan maka mereka akan segera melakukan

pemupukan. Hal ini dilakukan karena pupuk NPK yang mereka pakai jika setelah

diberikan tidak terkena air maka tidak akan diserap oleh tanaman.

Mengenai hama pengganggu tanaman, mereka mengeluhkan adanya hama

“lanas” yang menyebabkan umbi manjadi busuk, permukaan kulit luar umbi tidak mulus

dan menimbulkan bau yang kurang enak. Berdasarkan informasi dari beberapa orang

petani, disebutkan bahwa jika ubi yang terkena hama tersebut diproses/dimasak maka

akan terbentuk seacam racun yang dapat meyebabkan gangguan kesehatan. Untuk

meminimalisisasi dampak dari serangan hama tersebut, petani umumnya melakukan

semacam treatment khusus pada lahannya sebelum dilakukan petananaman atau pada

saat pengolahan lahan. Mereka manambahkan kapur dolomit dan garam tanpa iodium

agar benih/larva “lanas” mati dan mencegah induknya untuk menyimpan telur di tanah

mereka. Penyemprotan insektisida juga mereka lakukan untuk mengatasi serangan hama

pengganggu tanaman ubi. Namun demikian, menurut mereka, setelah segala usaha

tersebut dilakukan, faktanya selalu ada saja umbi ubi jalar yang masih terkena hama

“lanas” tersebut, walaupun tidak sampai 50% dari hasil panen.

Page 38: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Gambar 5.3. Salah satu tampilan daging ubi jalar yang terkena hama “lanas”

5.2.4. Hasil Produksi dan Sistem Pemasaran Ubi Jalar

Usahatani ubi jalar yang mereka budidayakan mampu menghasilkan produksi

ubi jalar sebesar 250-300 kg untuk lahan sekitar 100 m2. Menurut mereka hasil panen

ubi akan langsung dibeli oleh Bandar yang dating ke lokasi petani. Penyortiran ubi

biasanya dilakukan bersamaan pada saat bandar datang. Ada juga yang memakai sistem

tebasan, mereka menjual ubi tanpa harus memanen, panen dilakuka oleh

pembeli/Bandar. Petani yang lebih mementingkan efisiensi biaya biasanya banyak yang

menggunakan sistem ini.

Page 39: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Gambar 5.4. Beberapa Hasil Panenan Ubi Jalar di Lokasi Penelitian

5.3 Karakteristik Responden

Dalam pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai karakteristik responden.

Responden pada penelitian kali ini adalah petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari,

Kabupaten Bandung. Ciri-ciri petani yang dapat dijadikan sebagai responden adalah

petani ubi jalar yang telah memiliki pengalaman berusahatani ubi jalar paling tidak 1

musim tanam. Jumlah responden yang digunakan pada penelitian kali ini adalah 100

orang. Keseluruhan petani ubi jalar yang menjadi responden adalah petani ubi jalar yang

berdomisili di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Berikut adalah penjelasan

lebih lanjut mengenai karakteristik responden/petani ubi jalar.

5.3.1 Karakteristik Petani Berdasarkan Usia

Tabel 5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Page 40: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

No Umur Frekuensi /

Persentase (%) Rata-rata Umur

1 ≤ 30 tahun 6

51 tahun

2 31 - 40 tahun 29

3 41 - 60 tahun 55

4 ≥ 61 tahun 21

Total 100

Usia produktif manusia adalah dari usia 15-64 tahun. Sehingga dapat dikatakan

berdasarkan tabel 10 bahwa rata-rata pertani ubi jalar di Kecamatan Arjasari termasuk

ke dalam usia produktif dalam bekerja. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan

mayoritas responden petani ubi jalar masih sangat rendah. Sedangkan petani merasa

bahwa budidaya/usahatani ubi jalar cukup hanya mengandalkan keahlian otodidak.

Petani ubi jalar dengan usia dibawah atau sama dengan 30 tahun paling sedikit padahal

usia tersebut adalah usia dimana seseorang memiliki kekuatan bekerja yang baik. Hal

ini dapat menunjukkan bahwa tidak banyak kaum muda yang mau terjun ke dunia

pertanian terutama usahatani ubi jalar. Seperti keterangan dari beberapa responden

diketahui bahwa anak-anak mereka lebih memilih bekerja di perkantoran dan di

perkotaan dibandingkan di sektor pertanian terutama di usahatani ubi jalar. Hal ini

dikarenakan bekerja di perkantoran lebih dirasakan memiliki gengsi yang lebih tinggi

dibandingkan menjadi petani ubi jalar.

5.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama dan Pekerjaan

Sampingan Saat ini

Tabel 1.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama dan Pekerjaan

Sampingan Saat ini

No. Pekerjaan Utama Frekuensi /

Persentase (%)

Pekerjaan

Sampingan

Frekuensi /

Persentase (%)

1 Pedagang 4 Pedagang 4

2 Petani Ubi jalar 87 Petani Ubi jalar 17

3 PNS 3 PNS 1

4 Lainnya 6 Lainnya 45

Total 100 Total 67

Page 41: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Pada tabel 5.5 terlihat responden yang dijadikan sampel sebagian besar

menjadikan usahatani ubi jalar sebagai pekerjaan utamanya. Angka yang dicapai bahkan

hingga lebih dari 80% dari total responden. Ini menunjukkan bahwa berusahatani ubi

jalar memang merupakan pekerjaan yang menjadi primadona bagi masyarakat di

Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Sedangkan dari tabel juga diketahui bahwa

kurang dari 30% responden yang menjadikan usahatani ubi jalar sebagai pekerjaan

sampingannya.

Dari jumlah total responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari mayoritas

memiliki pekerjaan sampingan yang cukup beragam diantaranya adalah guru, buruh,

supir, petani padi dan palawija, petani jambu, petani pisang, dan lain-lain, sedangkan 33

orang responden petani ubi jalar tidak memiliki pekerjaan sampingan atau dapat

dikatakan hanya menjadikan petani ubi jalar sebagai satu-satunya profesi/pekerjaan

yang ditekuni. Ini merupakan hal yang menarik bahwa kurang lebih 1/3 dari total

responden petani ubi jalar menjadikan usahatani ubi jalar sebagai pekerjaan utama dan

satu-satunya pekerjaan untuk mencukupi kehidupan keluarganya sehari-hari. Ini

membuktikan bahwa usahatani ubi jalar adalah usahatani yang menguntungkan dan

menjanjikan untuk dilakukan.

5.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Saat ini

Tabel 5.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Saat ini

No. Pendidikan Terakhir Frekuensi /

Persentase (%)

1 Akademi/Diploma 2

2 Sarjana 3

3 SD 55

4 SMA 18

5 SMP 18

6 Tidak Sekolah 4

Total 100

Tabel 12 menunjukkan hasil dari 100 orang responden petani ubi jalar di

Kecamatan Arjasari yaitu diketahui bahwa mayoritas petani ubi jalar berpendidikan

terakhir SD (Sekolah Dasar). Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan para petani ubi

jalar masih sangatlah rendah. Para responden mengaku bahwa dahulu pendidikan masih

Page 42: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

menjadi hal yang mahal sehingga banyak dari orangtua yang tidak mampu

menyekolahkan anak-anaknya hingga bangku pendidikan yang tinggi. Pada budidaya

ubi jalar pun para petani mengaku belajar secara otodidak atau dengan berdiskusi dan

belajar dari rekan-rekan yang telah berhasil dalam usahatani ubi jalarnya.

5.3.4 Pengalaman Petani Berusahatani Ubi jalar

Tabel 5.7. Lama Pengalaman Usahatani Ubi jalar

No. Pengalaman Usahatani (Tahun) Frekuensi / Persentase

(%)

1 5 – 15 53

2 16 – 30 32

3 30 – 50 13

4 > 50 2

Total 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi jalar di

Kecamatan Arjasari memiliki pengalaman usahatani ubi jalar yang belum terlalu lama

yaitu sekitar 1/3 nya saja dari usia responden petani ubi jalar. Hal ini dikarenakan pada

mulanya ubi jalar belum menjadi komoditas utama yang mereka usahakan, petani lebih

cenderung bertani padi/palawija. Namun semenjak sekitar tahun 2000, budidaya dan

usahatani ubi jalar mulai gencar digalakkan sehingga membuat banyak petani yang

beralih komoditas menjadi budidaya komoditas ubi jalar. Hal ini juga dibuktikan oleh

banyaknya lahan sawah milik responden petani ubi jalar yang diubah fungsi menjadi

kebun ubi jalar. Selain itu banyak dari petani yang mendapatkan warisan berupa

lahan/pohon ubi jalar sehingga mereka meneruskan usahatani ubi jalar hingga saat ini.

Biasanya, petani yang baru berusahatani ubi jalar sekitar 5 tahun tidak memiliki

lahan ubi jalar dan pohon ubi jalar pribadi tetapi menyewa kepada pemilik pohon ubi

jalar lainnya yang memang pohon ubi jalarnya sudah produktif. Jikapun mereka ternyata

memiliki lahan/pohon ubi jalar pribadi, maka jumlahnya sangatlah sedikit dan pohon

ubi jalar yang dimiliki belum produktif. Sedangkan responden petani ubi jalar yang

sudah berusahatani ubi jalar selama lebih dari 50 tahun pada umumnya merupakan

petani ubi jalar yang sudah memiliki lahan/pohon ubi jalar pribadi dan cenderung tidak

menyewa lahan/pohon ubi jalar orang lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata

lama pengalaman usahatani ubi jalar petani responden adalah selama 18 tahun.

Page 43: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

5.3.5. Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Ubi jalar

Pada hasil penelitian ini status penguasaan lahan petani ubi jalar terbagi menjadi

3 kategori yaitu lahan ubi jalar milik pribadi, lahan ubi jalar garap, dan lahan ubi jalar

sewa. Dapat dilihat pada gambar 5.5.

Gambar 5.5. Status Penguasaan Lahan Petani Ubi jalar

Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa mayoritas petani ubi jalar

memiliki lahan ubi jalar pribadi seluas 0,11-0,5 Ha dan tidak memiliki kebun/lahan ubi

jalar lain yang digarap ataupun disewa. Mayoritas petani memiliki kebun/lahan ubi jalar

pribadi karena banyak yang merupakan warisan dari orangtua, selain itu juga karena

pohon ubi jalar ditanam di pekarangan rumah petani, selain itu juga karena alih fungsi

lahan yang mereka miliki misal yang mulanya berfungsi sebagai sawah menjadi

lahan/kebun ubi jalar.

Meskipun begitu, dari hasil wawancara peneliti terhadap responden di lapangan,

diketahui bahwa terdapat sebagian petani yang selain memiliki lahan pribadi petani

tersebut juga menyewa atau menggarap kebun/lahan ubi jalar milik orang lain. Dalam

hal sistem penyewaan kebun/lahan ubi jalar, sebenarnya yang terjadi di lapangan yaitu

petani tidak menyewa kebun/lahan ubi jalar tetapi menyewa pohon ubi jalar yang sudah

produktif kepada pemiliknya. Kemudian dari jumlah pohon ubi jalar yang disewa oleh

petani ini dikonversi ke dalam satuan luas lahan.

84

10

27

Status Penguasaan Lahan

MILIK GARAP SEWA

Page 44: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Hubungan antara status penguasaan lahan ubi jalar dan status penguasaan pohon

ubi jalar ini ternyata memiliki hubungan yang bergaris lurus. Diketahui dari hasil

penelitian di lapangan bahwa mayoritas petani memiliki pohon ubi jalar pribadi

sebanyak 11-50 pohon yang ditanam dengan jarak tanam pada umumnya yaitu 10x10

m, maka jika dikonversi ke luas lahan adalah 0,11-0,5 Ha.

5.4 Dinamika Agribisnis Tanaman Ubi jalar

Dinamika agribisnis tanaman ubi jalar berdasarkan responden petani ubi jalar di

Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung dilihat dari sisi subsistem-subsistem

agribisnis yang dilakukan responden petani ubi jalar yang berjumlah 100 orang dan dari

hasil analisis peneliti saat melakukan wawancara dengan responden dijelaskan sebagai

berikut.

5.4.1 Subsistem Hulu

Subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness), meliputi pengadaan dan

penyaluran sarana produksi pertanian primer. Adapun modal, dan tenaga kerja termasuk

di dalamnya. Berikut akan dijelaskan hasil dari subsistem hulu agribisnis ubi jalar di

Kecamatan Arjasari.

5.4.1.1 Jumlah Modal Usahatani Ubi jalar/Tahun

Tabel 5.8. Jumlah Modal Usahatani Ubi jalar/Tahun

No. Jumlah Modal (Rupiah) Frekuensi / Persentase (%)

1 < 10 juta 31

2 10-50 juta 52

3 51-100 juta 8

4 101-500 juta 8

5 > 500 juta 1

Total 100

Page 45: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa jumlah modal yang dikeluarkan oleh

petani ubi jalar sangat beragam mulai dari Rp 300.000 – Rp 1.000.000.000. Meski

begitu, mayoritas responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari mengeluarkan Rp

10.000.000 – Rp 50.000.000 untuk usahatani ubi jalar mereka dalam satu tahun. Modal

yang dikeluarkan ini bukanlah modal usahatani ubi jalar dari awal penanaman namun

pada masa pemeliharaan hingga panen. Masa pemeliharaan tanaman ubi jalar

merupakan saat yang paling memerlukan modal yang besar karena biaya zat perangsang

tumbuh tanaman ubi jalar yang mahal serta penyemprotan tanaman ubi jalar yang harus

dilakukan secara berkala guna menjaga bunga pada tanaman ubi jalar tidak rontok serta

untuk mencegah dan membasmi hama serta penyakit yang menyerang tanaman ubi jalar.

Responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari mayoritas mengeluarkan

modal untuk usahatani ubi jalarnya dari modal sendiri/pribadi. Modal pribadi dirasa

petani lebih menguntungkan petani ubi jalar nantinya pada saat pemasaran. Keuntungan

pun dapat langsung terasa karena semua hasil dapat langsung dinikmati tanpa terbatas

pengembalian pinjaman modal. Adapun pinjaman ke bank biasanya dijadikan opsi

selanjutnya atau sebagai opsi tambahan sumber permodalan seperti dapat dilihat pada

tabel 16. Menurut hasil wawancara dengan responden petani ubi jalar, diketahui bahwa

bahkan pihak perbankan sering sekali menawarkan pinjaman modal untuk usahatani ubi

jalar. Ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar merupakan usahatani yang

menjanjikan keuntungan yang besar sehingga banyak pihak perbankan yang langsung

terjun menjemput bola dalam menawarkan pinjaman modal bagi petani ubi jalar.

Tabel 5.9. Asal Modal Terbesar Usahatani Ubi jalar

No. Asal Modal Terbesar dalam Usahatani Frekuensi /

Persentase (%)

1 Modal Sendiri 34

2 Modal Sendiri, Bandar 2

3 Modal Sendiri, Pinjaman Bank 16

4 Modal Sendiri, Pinjaman Bank, dan Bandar 1

5 Modal Sendiri, Pinjaman Mitra 7

6 Modal Sendiri, Tengkulak 1

7 Pinjaman Bank 28

8 Pinjaman Bank, Tengkulak 1

Page 46: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

9 Pinjaman Mitra 7

10 Tengkulak 3

Total 100

Ternyata berdasarkan tabel 5.9 juga diketahui bahwa responden petani ubi jalar

hanya sebagian kecil yang menjadikan tengkulak/bandar sebagai opsi pinjaman modal

bagi usahatani ubi jalar mereka. Menurut para responden petani ubi jalar, mereka tidak

mau terikat terhadap tengkulak/bandar tertentu yang saat penjualan nanti dapat menekan

harga kepada petani ubi jalar, dengan hal tersebut maka pilihan pinjaman bank menjadi

hal yang dirasa aman dilakukan bagi petani ubi jalar.

Tabel 5.10. Hubungan Sumber Modal Usahatani dengan Tujuan Pasar Petani Ubi jalar

No

Sumber

Modal dengan

Tujuan Pasar

Bandar/

pedagang

besar/

supplier

Pasar

Modern

Pasar

Tradisional

Pedagang

pengumpul/t

engkulak

Total

1 Bandar 0 0 2 0 2

2 Modal Sendiri 9 1 3 28 41

3 Pinjaman

Bank 17 2 13 13 45

4 Pinjaman

Mitra 1 0 0 6 7

5 Tengkulak 0 0 0 5 5

Total 27 3 18 52 100

Hal ini juga ditunjukkan oleh tabel 17 bahwa mayoritas petani yang

mengusahatanikan ubi jalarnya dengan modal sendiri menjual hasil ubi jalarnya ke

pedagang pengumpul/tengkulak. Ini berarti pemilihan petani untuk menjual kepada

pedagang pengumpul/tengkulak bukanlah berdasarkan atas keterikatan pinjaman modal

semata tetapi karena sudah terbiasa dan merasa nyaman untuk menjual hasil ubi jalar ke

pedagang pengumpul/tengkulak tersebut. Selain itu, resiko menjual ke pedagang

pengumpul/tengkulak sangatlah rendah bagi petani. Uang yang didapat juga secara

Page 47: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

umum langsung dibayarkan secara tunai sehingga petani langsung dapat merasakan

hasil dari penjualannya. Tidak seperti jika petani menjual ke pasar tradisional atau ke

pasar modern secara langsung yang pada umumnya tidak langsung membayarkan uang

hasil penjualan terhadap petani namun menggunakan sistem jatuh tempo atau kredit.

Mayoritas petani tidak menyukai sistem ini karena nantinya petani akan sulit untuk

mencari uang untuk modal usahatani selanjutnya dan juga beresiko tidak dibayar karena

seringkali pihak pasar tradisional tidak bertanggung jawab dalam pembayaran.

Tidak terlalu berbeda dengan yang terjadi semenjak mayoritas responden petani

ubi jalar memulai usahatani ubi jalarnya. Diketahui bahwa mayoritas responden petani

ubi jalar semenjak memulai usahatani ubi jalar sudah menggunakan sumber modal

pribadi dan mayoritas sejak awal sudah menjual hasil panennya ke pedagang

pengumpul/tengkulak. Namun berbeda dengan yang terjadi pada jumlah modal yang

dikeluarkan. Jumlah modal yang dikeluarkan menyesuaikan jumlah pohon ubi jalar

yang diusahatanikan oleh petani setiap tahunnya. Semenjak awal berusahatani ubi jalar

hingga saat ini mayoritas responden petani ubi jalar selalu menambah jumlah pohon ubi

jalar atau kebun/lahan ubi jalar yang dimiliki secara bertahap dari hasil keuntungan

usahatani ubi jalar yang dilakukan.

5.4.1.2 Tenaga Kerja dalam Usahatani Ubi jalar

Tenaga kerja dalam usahatani ubi jalar dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

yaitu tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga dan tenaga kerja yang berasal

bukan dari anggota keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga adalah

meliputi bahwa responden petani ubi jalar itu sendiri termasuk ke dalamnya yang berarti

bahwa apabila tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga adalah 1 orang, maka

orang tersebut adalah responden petani ubi jalar itu sendiri. Berdasarkan tabel 18 terlihat

bahwa mayoritas responden petani ubi jalar mengerjakan atau turun langsung ke

kebun/lahan dalam usahatani ubi jalarnya.

Tabel 5.2. Tenaga Kerja dari Anggota Keluarga

No. Tenaga Kerja dari Anggota Keluarga Frekuensi / Persentase (%)

1 0 orang 26

2 1 orang 47

3 2 orang 19

Page 48: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

4 3 orang 7

5 5 orang 1

Total 100

Mayoritas responden petani ubi jalar ternyata tidak menggunakan tenaga kerja

yang berasal bukan dari anggota keluarga seperti dapat dilihat pada tabel 19. Ini

menunjukkan bahwa selain petani ubi jalar lebih senang turun langsung ke kebun/lahan

ubi jalarnya, mereka juga lebih mempercayai anggota keluarganya dalam merawat dan

memelihara kebun ubi jalarnya. Meskipun menggunakan tenaga kerja yang berasal dari

anggota keluarganya, mayoritas petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari, Kabupaten

Bandung ini tetap memberikan upah kepada anggota keluarga tersebut. Sehingga dapat

dikatakan bahwa usahatani ubi jalar yang dilakukan bersifat komersial dan bukan

subsisten.

Tabel 5.3. Tenaga Kerja Bukan dari Anggota Keluarga

No. Tenaga Kerja Bukan dari Anggota

Keluarga Frekuensi / Persentase (%)

1 0 orang 42

2 1 orang 10

3 2 orang 27

4 3 orang 7

5 4 orang 4

6 5 orang 1

7 6 orang 4

8 7 orang 1

9 13 orang 1

10 15 orang 2

11 16 orang 1

Total 100

Sehingga seperti yang ditunjukkan pada tabel 20 bahwa rata-rata tenaga kerja

dalam usahatani ubi jalar responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari adalah 1

orang yang berasal dari anggota keluarga dan 2 orang tenaga kerja yang bukan berasal

dari anggota keluarga.

Tabel 5.4. Rata-rata Jumlah Tenaga Kerja

No. Jenis Tenaga Kerja N Jumlah

Minimal

Jumlah

Maksimal

Mean

(Rata-rata)

Page 49: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

1 Anggota Keluarga 100 0 5 1

2 Bukan Anggota

Keluarga 100 0 16 2

Tenaga kerja yang digunakan oleh mayoritas responden petani ubi jalar dapat

berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Meski begitu, penambahan atau pengurangan

tenaga kerja tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun semenjak petani ubi jalar

memulai usahatani ubi jalarnya hingga saat ini. Pada umumnya petani hanya menambah

hari kerja dari tenaga kerja yang sudah ada untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih

banyak.

5.4.1.3 Asal Sarana Produksi Pertanian dalam Usahatani Ubi jalar

Terdapat beberapa sarana produksi pertanian dalam usahatani ubi jalar antara

lain seperti cangkul, selang, alat penyemprot, gergaji, ember, drum, carangka,

container, onclang, dll.

Gambar 5.6. Asal Sarana Produksi Usahatani Ubi jalar

Gambar 5.6 menunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi jalar di

Kecamatan Arjasari mendapatkan sarana produksi pertanian dalam usahatani ubi jalar

mereka yaitu dari membelinya secara pribadi. Adapun hibah hanya 3% petani yang

merasakannya. Hibah yang pernah didapatkan adalah berupa container dan alat

perangkap hama dari pemerintah. Hal itu pun hanya terjadi sekali yaitu sekitar tahun

2013 dan belum pernah ada bantuan hibah lagi kepada petani. Biasanya, yang

95%

3% 1% 1%

Asal Saprotan Usahatani Mangga

Beli Beli dan Hibah Pinjam Sewa

Page 50: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

merasakan sarana produksi pertanian ini adalah responden petani ubi jalar yang

memiliki jabatan (misal ketua kelompok tani) saja. Sehingga dengan begitu petani

merasa harus dapat mandiri dengan membeli kebutuhan sarana produksi pertanian

sendiri daripada mengharapkan bantuan dari pihak lain yang sangat jarang terjadi.

5.4.2 Subsistem Produksi Pertanian

Subsistem produksi pertanian primer (on farm agribusiness), meliputi kegiatan

yang menggunakan sarana yang dihasilkan dari subsistem agribisnis hulu. Kegiatan olah

lahan, tanam, pemeliharaan tanaman, dan panen termasuk pula ke dalamnya. Namun

pada penelitian ini, kegiatan olah lahan dan tanam bukan termasuk ke dalam variabel

yang diteliti karena objek yang diteliti adalah tanaman ubi jalar yang telah dapat

berproduksi/menghasilkan umbi. Mayoritas responden petani ubi jalar di Kecamatan

Arjasari ternyata menanam tiga varietas utama umbi ubi jalar yaitu Ubi jalar ungu, Ubi

jalar kuning, dan Ubi jalar cilembu. Ketiga varietas ubi jalar tersebut merupakan ubi

jalar dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga memiliki potensi untuk

diusahatanikan oleh petani. Namun sistem pola tanam akan dijelaskan pada sub bab

berikut.

5.4.2.1 Sistem Pola Tanam Tanaman Ubi jalar

Tabel 5.5. Sistem Pola Tanam Tanaman Ubi jalar oleh Responden Petani Ubi jalar

No. Pola Tanam Frekuensi / Persentase (%)

1 Hanya menanam ubi jalar saja 42

2 Menanam tanaman lainnya 58

Total 100

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa responden petani ubi jalar di Kecamatan

Arjasari sebagian besar menanam tanaman ubi jalarnya pada kebun/lahannya tidak

secara homogen tetapi cukup heterogen yaitu dengan menanam pula tanaman lainnya

pada kebun/lahan yang sama. Dari hasil wawancara diketahui bahwa rata-rata petani

menanam tanaman ubi jalar diselingi tanaman lain seperti pisang, kacang-kacangan,

petai, pepaya, dan padi. Hal ini dikarenakan di daerah Kecamatan Arjasari memang

kerap ditemui tanaman ubi jalar yang ditanam di pematang sawah, sehingga tanaman

ubi jalar tidak hanya ditanam di kebun saja. Selain itu, hasil panen dari komoditas

Page 51: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

selingan juga dapat dikonsumsi secara pribadi oleh keluarga responden petani ubi jalar

sehingga dapat mengurangi pengeluaran untuk kehidupan sehari-hari.

Dahulu sebelum tanaman ubi jalar mulai digalakkan untuk ditanam mayoritas

responden petani mengusahatanikan padi. Namun sejak komoditas ubi jalar mulai

digalakkan oleh pemerintah yang menurut responden petani ubi jalar adalah sekitar

tahun 1990-2000 maka petani banyak yang beralih dalam komoditas yang

dibudidayakannya menjadi komoditas ubi jalar. Hal tersebut kemudian bertahan hingga

saat ini.

5.4.2.2 Pemeliharaan Tanaman Ubi jalar

Pada teknologi nutrisi ramah lingkungan berbasis pupuk hayati yang diterapkan

oleh mayoritas responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung,

pemeliharaan tanaman ubi jalar memerlukan perhatian yang serius dan cukup intensif

dalam pemeliharaan sehari-harinya. Berdasarkan Tabel 5.15 menunjukkan bahwa

frekuensi pemupukan tanaman ubi jalar yang dilakukan oleh mayoritas responden petani

ubi jalar adalah hanya 1 kali dalam 1 tahun. Hal ini dirasa cukup bagi petani karena

dosis yang diberikan sudah dirasa cukup untuk kebutuhan setiap tanaman ubi jalar,

selain itu pengerjaan pemupukan yang pada umumnya tidak cukup dilakukan dalam satu

hari sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya jika hanya dilakukan sekali

dalam setahun.

Tabel 5.6. Frekuensi Pemupukan Pohon Ubi jalar/Tahun

No. Pemupukan/Tahun Frekuensi / Persentase (%)

1 0 kali 1

2 1 kali 76

3 2 kali 18

4 3 kali 3

5 4 kali 2

Total 100

Kemudian berdasarkan tabel 5.16 menunjukkan bahwa penyiangan kebun ubi

jalar yang dilakukan oleh mayoritas responden petani ubi jalar adalah hanya 1 kali dalam

1 tahun. Hal tersebut juga dirasa cukup oleh mayoritas petani ubi jalar, karena apabila

dilakukan terlalu berlebihan kegiatan penyiangan dapat mengganggu pertumbuhan akar

Page 52: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

tanaman ubi jalar karena mayoritas petani ubi jalar bukan menggunakan alat manual

dalam penyiangannya namun menggunakan obat pembasmi rumput liar/gulma.

Tabel 5.7. Frekuensi Penyiangan Kebun Ubi jalar/Tahun

No. Jumlah Penyiangan/Tahun Frekuensi / Persentase (%)

1 0 kali 20

2 1 kali 45

3 2 kali 18

4 3 kali 12

5 4 kali 4

6 7 kali 1

Total 100

Tabel 5.17 menunjukkan bahwa frekuensi pemangkasan tanaman ubi jalar yang

dilakukan oleh mayoritas responden petani ubi jalar juga hanya 1 kali dalam 1 tahun.

Hal ini dilakukan seperti itu karena apabila dilakukan pemangkasan yang berlebihan

maka akan lebih cepat mengurangi jumlah bunga yang tumbuh dari pohon ubi jalar.

Jikapun dilakukan pemangkasan lebih dari 1 kali, maka itu tergantung dari kondisi

pohon ubi jalar di lapangan yang apabila banyak hama menyerang maka pemangkasang

perlu dilakukan lebih dari 1 kali.

Tabel 5.8. Frekuensi Pemangkasan Ranting Pohon Ubi jalar/Tahun

No. Pemangkasan/Tahun Frekuensi / Persentase (%)

1 0 kali 17

2 1 kali 52

3 2 kali 21

4 3 kali 8

5 5 kali 2

Total 100

Selain itu tabel 5.18 juga menunjukkan bahwa frekuensi pemberian pupuk hayati

tanaman ubi jalar yang dilakukan oleh mayoritas responden petani ubi jalar adalah

hanya 1 kali dalam 1 musim. Hal tersebut dirasa sangat cukup dan memang sesuai

dengan standar operasional budidaya ubi jalar teknologi nutrisi ramah lingkungan

berbasis pupuk hayati. Pemberian pupuk hayati akan meningkatkan keseimbangan

Page 53: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

mikrobiologis sehingga dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan produksi

ubi jalar.

Tabel 5.9. Frekuensi Pemberian Pupuk Hayati pada Pohon Ubi jalar/Tahun

No. Pemberian Pupuk Hayati/Musim Frekuensi / Persentase (%)

1 0 kali 3

2 1 kali 87

3 2 kali 9

4 3 kali 1

Total 100

Pemeliharaan tanaman ubi jalar yang berkala yaitu penyemprotan pestisida,

fungisida, insektisida (obat-obatan) dan penggunaan pupuk hayati. Jika rata-rata dalam

satu tahun petani ubi jalar dapat memanen ubi jalarnya sebanyak 2-3 kali, maka terdapat

2-3 kali musim penyemprotan ini. Pada fase ini, frekuensi penyemprotan harus

dilakukan secara rutin. Dari hasil penelitian di lapangan seperti yang dapat dilihat pada

tabel 5.19 mayoritas responden petani ubi jalar melakukan penyemprotan pestisida dan

obat penahan rontok bunga sebanyak 2 kali dalam 1 minggu. Penyemprotan ini biasanya

dilakukan bersamaan dengan langsung mencampurkan bahan menjadi satu. Namun

dalam beberapa kondisi dapat dilakukan tambahan dari salah satu zat tergantung cuaca

di lapangan.

Tabel 5.10. Frekuensi Penyemprotan Pestisida dan Pemeliharaan Bunga Ubi jalar

No. Penyemprotan/Minggu Frekuensi / Persentase (%)

1 1 kali/minggu 28

2 2 kali/minggu 66

3 3 kali/minggu 6

Total 100

Namun ternyata, jumlah penyemprotan yang dilakukan mayoritas petani ubi

jalar di lapangan tidak sesuai dengan standar operasional budidaya ubi jalar dengan

teknologi nutrisi ramah lingkungan berbasis pupuk hayati. Hasil wawancara

menunjukkan bahwa petani banyak atau sering melakukan penyemprotan dikarenakan

khawatir ubi jalar akan terserang hama lanas jika sering terjadi hujan. Hal ini karena

apabila ubi jalar terserang hama, maka petani tidak akan mendapatkan hasil umbi ubi

Page 54: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

jalar sehingga akan merugi. Meski begitu, penyemprotan yang berlebihan malah akan

membuat tanaman ubi jalar menjadi rentan dan pengeluaran petani pun bertambah.

5.4.2.3 Panen Tanaman Ubi jalar

Di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung ini seluruh responden petani ubi

jalar dari hasil penelitian ternyata melakukan kegiatan panen dengan memanen umbi

ubi jalarnya sendiri. Maksud dari melakukan panen sendiri disini adalah bahwa petani

tidak menyerahkan kegiatan panen umbi ubi jalar ke pihak lain. Pengerjaan dilakukan

oleh petani itu sendiri dan jika memiliki tenaga kerja maka dibantu oleh tenaga kerja

tersebut.

Jumlah rata-rata produksi tersebut menurut responden petani ubi jalar dapat

dihasilkan oleh benih ubi jalar yang unggul. Varietas ubi jalar juga dapat menentukan

besarnya hasil produktivitas ubi jalar/pohon. Contohnya adalah ubi jalar varietas

cilembu yang memang umbinya berukuran cukup besar sehingga satu pohon ubi jalar

cilembu usia yang sama dengan varietas lain (misal dengan ubi jalar ungu) dapat

menghasilkan ubi jalar dengan total berat yang jauh lebih besar.

5.4.3 Subsistem Agribisnis Hilir

Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness) meliputi pengolahan

komoditas pertanian primer. Namun pada sub pembahasan ini pengolahan umbi ubi jalar

yang dimaksud bukanlah pengolahan dari produk mentah menjadi produk olahan,

melainkan perlakuan tambahan yang dilakukan kepada umbi ubi jalar yang sehingga

dapat memberikan nilai tambah kepada umbi ubi jalar tersebut. Kegiatan-kegiatan

tersebut antaralain adalah pencucian umbi ubi jalar, pengemasan ubi jalar, sortasi umbi

ubi jalar, grading ubi jalar, dan pemberian label pada umbi ubi jalar.

Berdasarkan tabel 29 dapat dilihat bahwa mayoritas responden petani ubi jalar

tidak melakukan kegiatan yang dapat menambah nilai jual dari umbi ubi jalar hasil

produksi mereka yang salah satunya adalah kegiatan pencucian umbi ubi jalar. Dari hasil

wawancara peneliti dengan responden petani ubi jalar diketahui bahwa menurut petani

ubi jalar kegiatan-kegiatan tersebut hanya menambah biaya dan waktu yang dikeluarkan

oleh petani sedangkan pembeli hasil umbi ubi jalar mereka juga tidak begitu

mempermasalahkan jika petani ubi jalar tidak melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Page 55: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Pada umumnya di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung yang melakukan kegiatan

pencucian umbi ubi jalar sebelum dijual adalah pedagang pengumpul, tengkulak, dan

bandar. Namun sebenarnya, kegiatan pencucian tidak selalu dilakukan. Pencucian hanya

dilakukan kepada umbi ubi jalar yang kotor/terdapat bercak-bercak sisa penyemprotan

pestisida yang kerap membuat kulit ubi jalar menjadi hitam.

Tabel 5.11. Responden Melakukan Pencucian Umbi Ubi jalar

No. Pencucian Umbi Ubi jalar Frekuensi / Persentase (%)

1 Tidak 90

2 Ya 10

Total 100

Umbi ubi jalar yang memiliki bercak hitam pada kulitnya ini belum tentu

termasuk ke dalam umbi ubi jalar yang berkualitas rendah. Setelah dilakukan pencucian

bahkan umbi ubi jalar tersebut dapat termasuk ke dalam grade yang paling baik. Berikut

adalah gambar ubi jalar yang memiliki bercak hitam akibat penyemprotan namun

berkualitas baik.

Selain mayoritas responden petani ubi jalar tidak melakukan pencucian umbi ubi

jalar, mereka juga tidak melakukan kegiatan sortasi umbi ubi jalar seperti ditunjukkan

pada tabel 30. Semua bentuk umbi ubi jalar yang dihasilkan akan langsung dijual ke

pedagang pengumpul/tengkulak/bandar. Bagi mayoritas petani mereka merasa bahwa

yang lebih mengerti mengenai spesifikasi untuk penyortiran umbi ubi jalar adalah pihak

pedagang pengumpul/tengkulak/bandar sehingga petani merasa tidak perlu membuang

waktu dan tenaga untuk melakukan penyortiran. Nantinya pihak pedagang

pengumpul/tengkulak/ bandarlah yang akan melakukan sortasi umbi ubi jalar. Umbi ubi

jalar dipisahkan antara yang layak jual dan yang tidak layak jual. Adapun umbi ubi jalar

yang tidak layak jual adalah seperti umbi ubi jalar yang tergores hingga daging umbinya

terlihat, bentuknya sangat kecil, dan umbi memar.

Tabel 5.12. Responden Melakukan Sortasi Umbi Ubi jalar

No. Sortasi Umbi Ubi jalar Frekuensi /

Persentase (%)

1 Tidak 83

2 Ya 17

Total 100

Page 56: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Berdasarkan tabel 5.31, mayoritas responden petani ubi jalar tidak melakukan

kegiatan grading. Kegiatan grading sendiri adalah kegiatan mengelompokkan atau

membagi umbi ubi jalar ke dalam kelas-kelas tertentu sesuai dengan tingkat kualitasnya.

Mayoritas responden petani ubi jalar tidak melakukan kegiatan ini yaitu karena para

petani ubi jalar merasa masih kurang paham untuk melakukan kegiatan tersebut. Jikapun

terdapat petani yang beberapa kali pernah mencoba meng-grading hasil panen umbi ubi

jalarnya sebelum dijual namun karena petani menjualnya ke pedagang

pengumpul/tengkulak/bandar maka kegiatan grading dilakukan ulang oleh pihak

pembeli karena mereka merasa memiliki standar yang berbeda dengan hasil grading

yang petani lakukan. Sehingga pada akhirnya petani menyerahkan urusan grading ke

pedagang pengumpul/tengkulak/bandar saja sehingga tidak bekerja dua kali. Meski

begitu, pada umumnya grading yang ditentukan pedagang

pengumpul/taengkulak/bandar terhadap petani terbagi menjadi 2 yaitu Grade AB dan

Grade PL.

Tabel 13. Responden Melakukan Grading Umbi Ubi jalar

No. Grading Umbi Ubi jalar Frekuensi / Persentase (%)

1 Tidak 86

2 Ya 14

Total 100

Grade AB adalah tingkat kelas untuk umbi ubi jalar dari petani yang kualitasnya

paling baik dan Grade PL adalah tingkat kelas untuk umbi ubi jalar dari petani yang

kualitasnya cukup baik. Untuk ubi jalar yang tidak termasuk grade disebut ubi jalar

cakra. Namun ubi jalar dengan grade ini sangat jarang karena mayoritas petani sudah

melakukan pemanenan dengan baik sehingga hanya ubi jalar yang cukup usia saja yang

dipanen. Grading biasanya dilihat dari besar dan berat umbi ubi jalar, bentuk,

kemulusan kulit, tingkat kematangan umbi, dan warna. Setiap varietas memiliki standar

Mayoritas responden petani ubi jalar juga tidak melakukan kegiatan pengemasan

umbi ubi jalar sebelum menjualnya seperti dapat dilihat pada tabel 5.25. Tidak

dilakukannya pengemasan oleh petani adalah karena mayoritas petani ubi jalar menjual

hasil panen ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/ tengkulak/ bandar yang tidak

mengharuskan petani untuk mengemas umbi ubi jalarnya sedemikian rupa

Page 57: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Tabel 5.14. Responden Melakukan Pengemasan Umbi Ubi jalar

No. Pengemasan Umbi Ubi jalar Frekuensi / Persentase (%)

1 Tidak 86

2 Ya 14

Total 100

Pengemasan biasanya dilakukan oleh tengkulak/bandar sedangkan pedagang

pengumpul pada umumnya tidak melakukan pengemasan. Terdapat beberapa jenis

pengemasan yang dilakukan, jenisnya bergantung pada jenis pasar yang akan dituju.

Untuk pasar tradisional biasanya umbi ubi jalar dikemas dalam karung yang dapat

memuat hingga 20 - 30 Kg umbi ubi jalar atau langsung diangkut menggunakan

container tanpa dikemas. Kemasan untuk pasar modern/supplier biasanya

menggunakan kardus dan container (tergantung permintaan). Jika menggunakan

kardus, maka kapasitasnya hanya memuat hingga lebih kurang 10 Kg namun container

dapat memuat hingga 50 Kg umbi ubi jalar. Sedangkan untuk pasar ekspor/eksporir

kemasan yang digunakan adalah karung dengan kapasitas 5 – 10 Kg umbi ubi jalar saja.

Kardus tersebut juga didesain sedemikian rupa yang saat diisi akan diberi sekat antar

umbi ubi jalar agar tidak mudah terbentur sehingga kualitas umbi ubi jalar tetap terjaga

dengan baik.

Selanjutnya pada tabel 5.26 ditunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi

jalar tidak melakukan kegiatan pelabelan umbi ubi jalar. Usahatani ubi jalar ini juga

merupakan usaha yang dilakukan per individu, kalaupun petani tergabung dalam

kelompok tani ubi jalar, tidak ada satupun kelompok tani ubi jalar yang memiliki label

khusus yang dapat digunakan oleh seluruh anggotanya. Sehingga petani tidak memiliki

merek khusus untuk umbi ubi jalar mereka.

Tabel 5.15. Responden Melakukan Pelabelan Umbi Ubi jalar

No. Pelabelan Umbi Ubi jalar Frekuensi / Persentase (%)

1 Tidak 95

2 Ya 5

Total 100

Page 58: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Pelabelan biasanya dilakukan oleh pedagang pengumpul/tengkulak/bandar yang

memasok umbi ubi jalar ke pasar-pasar modern dan eksporir. Pelabelan dilakukan

dimaksudkan untuk mengenalkan produk umbi ubi jalar dari Kabupaten Bandung

kepada konsumen secara luas. Setiap tengkulak/bandar biasanya sudah memiliki nama

label mereka tersendiri.

Ternyata hal-hal diatas tidak banyak berubah sejak awal responden petani ubi

jalar mulai mengusahatanikan komoditas ubi jalar. Sejak awal responden petani ubi jalar

jarang sekali ada yang melakukan pengolahan umbi ubi jalar seperti pencucian, sortasi,

grading, pengemasan, dan pelabelan. Perasaan nyaman dan mudah yang dirasakan

petani dengan hanya langsung menyerahkannya saja kepada pedagang

pengumpul/tengkulak/ bandar sudah tertanam sejak awal mereka berusahatani ubi jalar

hingga saat ini.

5.4.4 Subsistem Pemasaran Komoditas Agribisnis

5.4.4.1 Tujuan Pasar Petani Ubi jalar/Pembeli Produk Umbi Ubi jalar

Berdasarkan skema dibawah dapat diketahui bahwa tujuan pasar mayoritas

responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung adalah menjual

hasil produk ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak. Kemudian selain itu,

petani ubi jalar cenderung menjualnya ke bandar/pedagang besar/supplier. Menurut

petani, menjual hasil panen ubi jalar ke pedagang pengumpul/tengkulak sangatlah

mudah dan dekat. Petani ubi jalar masih banyak yang memiliki prinsip bahwa rezeki

haruslah dibagikan kepada sesama, terutama sesama warga sekitar. Maka dari itu petani

ubi jalar lebih cenderung menjual umbi ubi jalar mereka ke tengkulak di sekitar

lingkungan rumah mereka.

Selain itu, resiko yang besar juga menjadi pertimbangan petani untuk

memasarkan hasil produk ubi jalarnya ke pasar tradisional/pasar modern secara

langsung. Pembayaran yang tidak kontan membuat petani merasa dirugikan, terlebih

apabila jatuh tempo hingga lebih dari 2 bulan membuat petani kesulitan untuk

menyediakan modal pemeliharaan tanaman ubi jalar selanjutnya. Kasus penipuan atau

juga kerap terjadi yaitu pedagang di pasar tradisional pada akhirnya mangkir dari

perjanjian pembayaran dan tidak bertanggung jawab terhadap pembayaran bagi petani.

Tentu saja petani tidak dapat menuntut secara jalur hukum karena tidak ada perjanjian

Page 59: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

tertulis antara petani dengan pedagang di pasar induk/tradisional tetapi hanya

mengandalkan rasa saling percaya satu sama lain.

Berdasarkan skema tujuan pasar dibawah, mayoritas petani ubi jalar menjual

hasil produk ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak namun juga ternyata sudah

terdapat petani ubi jalar yang mampu memasok hasil umbi ubi jalarnya langsung menuju

pasar tradisional dan bahkan ke pasar modern. Petani yang hanya menjual hasil umbi

ubi jalarnya ke supermarket adalah petani yang merangkap sebagai tengkulak. Petani

jenis ini melakukan kegiatan produksi hingga pemasaran secara mandiri dan sudah

memiliki mitra supermarket yang tetap. Kemudian petani yang menjual ke

bandar/pedagang besar/supplier dan ke pasar tradisional secara langsung adalah

biasanya petani yang sumber permodalannya berasal dari pribadi namun

mengambil/meminjam ZPT dari bandar/pedagang besar/supplier sehingga hasilnya

sebagian harus dijual ke bandar/pedagang besar/supplier tersebut hingga menutupi

biaya ZPT yang diambil diawal. Petani jenis ini sama dengan petani yang menjual ke

pedagang pengumpul/tengkulak dan langsung menjual ke pasar tradisional, yang

membedakan hanyalah sumber peminjaman ZPT nya saja (pinjam ke

tengkulak/bandar).

Petani yang menjual hasil umbi ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/ tengkulak

dan ke bandar/pedagang besar/supplier saja pada umumnya adalah petani ubi jalar yang

memiliki keterikatan pinjaman ZPT. Selian itu juga petani jenis ini mayoritas lebih

nyaman menjual ke pengumpul/tengkulak dan ke bandar/pedagang besar/supplier

karena rendahnya resiko yang harus diambil. Biasanya, petani jenis ini tidak memiliki

kendaraan dan tenaga kerja yang memadai untuk membawa hasil umbi ubi jalar ke pasar

yang jauh.

Selain itu, petani yang menjual hasil umbi ubi jalarnya ke pasar tradisional saja

adalah responden petani ubi jalar yang memiliki luas lahan ubi jalar yang sangat besar

dan sudah memiliki koneksi yang baik ke pasar induk/tradisional. Karena hasil produksi

pribadinya saja sangat banyak, maka petani ini lebih memilih menjual langsung ke pasar

induk/tradisional di kota-kota besar seperti Kota Bandung, Jakarta, Tasikmalaya,

Bekasi, Bogor, dan lain-lain. Sumber modal petani jenis ini biasanya berasal dari modal

Page 60: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

pribadi dan pinjaman bank. Alat transportasi sudah dimiliki oleh petani jenis ini untuk

mengirim barang ke pasar yang dituju. Petani seperti ini dapat dikatakan sudah mandiri.

Supermarket ( 1 % )

Bandar/Pedagang Besar/Supplier

Pasar Tradisional

Bandar/Pedagang Besar/Supplier

Pasar Tradisional ( 5 % )

Pasar Tradisional

Supermarket

Supplier/Eksporir

Pasar Tradisional

Pedagang Pengumpul/Tengkulak ( 52 % )

Pedagang Pengumpul/Tengkulak

Bandar/Pedagang Besar/Supplier

Pedagang Pengumpul/Tengkulak

Pasar Tradisional

Gambar 5.71. Skema Tujuan Pasar Petani Ubi jalar

Responden petani yang menjual ubi jalarnya ke eksporir dan pasar tradisional

serta ke supermarket dan pasar tradisional biasanya adalah merangkap sebagai

tengkulak/bandar. Selain memiliki kebun dan pohon ubi jalar pribadi, petani jenis ini

PETANI

( 25 % )

( 1 % )

( 1 % )

( 2 % )

( 9 % )

( 4 % )

Page 61: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

juga membeli hasil panen ubi jalar petani lainnya. Seringkali juga memberikan kepada

petani ubi jalar yang membutuhkan modal yang dapat berupa uang atau pinjaman ZPT.

Pemberian pinjaman ini dimaksudkan adalah untuk mengikat para petani sehingga

menjual umbi ubi jalarnya kepada dirinya. Petani jenis ini sangat perlu melakukan hal

tersebut karena ia perlu menjaga kuantitas pasokan terhadap pasar yang ia tuju (eksporir

dan supermarket). Persyaratan yang cukup ketat membuat petani harus menghindari

resiko penalty apabila tidak dapat memasok sesuai dengan waktu dan jumlah pasokan.

Hal diatas ternyata berbeda dengan hasil penelitian Supriatna (2005) yang

menunjukkan bahwa seluruh saluran pemasaran di Kabupaten Bandung pasti melewati

pengumpul, agen, dan pasar induk. Padahal petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari

Kabupaten Bandung bisa langsung memasok ke pasar tradisional lokal dan bisa juga

langsung memasok ke pasar modern. Selain itu terdapat pula petani ubi jalar yang dapat

memasok ke eksporir.

Tabel 5.16. Hubungan Tingkat Pendidikan Petani dengan Tujuan Pasar

No.

Hubungan Tingkat

Pendidikan dengan

Pemilihan Pasar

Bandar/

pedagang

besar/

supplier

Pasar

Modern

Pasar

Tradi-

sional

Pedagang

pengumpul/

tengkulak

Total

1 Akademi/Diploma 0 0 1 1 2

2 Sarjana 1 0 1 1 3

3 SD 18 0 5 32 55

4 SMA 3 2 7 6 18

5 SMP 5 1 4 8 18

6 Tidak Sekolah 0 0 0 4 4

Total 27 3 18 52 100

*Ket : TS = Tidak Sekolah

Selanjutnya tabel 5.27 menunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi jalar

memiliki tingkat pendidikan terakhir SD dan memilih menjual hasil ubi jalarnya ke

pedagang pengumpul/tengkulak. Sedangkan yang memasok ke pasar modern dan ke

pasar tradisional secara langsung adalah responden petani yang tingkat pendidikannya

lebih tinggi antara SMP dan SMA. Meski begitu, cukup banyak pula petani yang tingkat

pendidikannya SMP dan SMA tetapi tetap memasok hasil ubi jalarnya ke pedagang

Page 62: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

pengumpul/tengkulak. Ini berarti tingkat pendidikan petani tidak terlalu mempengaruhi

petani untuk memasok hasil ubi jalarnya ke pasar tertentu.

Pada kegiatan pemasaran hasil panen ubi jalar, ternyata mayoritas petani sejak

dulu awal memulai usahatani ubi jalar sudah memasok ke tujuan pemasaran yang sama

dengan yang dilakukan pada saat ini. Tidak banyak yang berubah dari tujuan pemasaran

petani ubi jalar. Adapun beberapa petani yang tadinya hanya memasok ke

tengkulak/bandar kemudian mencoba menjual hasil ubi jalarnya ke pasar tradisional

nyatanya lebih memilih menjual hasil ubi jalarnya ke tengkulak/bandar kembali. Pada

umumnya lama waktu petani mencoba ke tujuan pasar yang baru tidaklah lebih dari 1

tahun.

5.4.4.2 Sistem Penentuan Harga Jual Ubi jalar

Tujuan pasar petani ubi jalar yang mayoritas menjual hasil panen ubi jalarnya ke

pedagang pengumpul/tengkulak dan bandar ternyata kerap kali membuat petani tidak

memiliki bargaining position yang tinggi di dalam penentuan harga jual umbi ubi jalar.

Terlebih lagi apabila adanya bantuan sarpotan seperti berupa zat perangsang tumbuh

dari tengkulak/bandar kepada petani ubi jalar. Hal tersebut membuat petani ubi jalar

harus terus memasok hasil panen ubi jalar mereka ke tengkulak/bandar tertentu yang

memberikan pinjaman tersebut hingga hutangnya terlunasi. Sehingga mayoritas

responden petani ubi jalar hanya menjadi price taker seperti yang dapat dilihat pada

gambar 5.8.

Adapun penentuan harga oleh pembeli dan keputusan bersama berarti bahwa

petani memiliki sebagian pinjaman modal (berupa bantuan uang) kepada tengkulak atau

bandar yang jumlahnya tidak digunakan untuk keseluruhan pohon ubi jalar yang ia

miliki. Maka petani tersebut menjual sebagian hasil panennya ke tengkulak/bandar guna

melunasi hutang dan sebagian lagi pada umumnya langsung dijual ke pasar tradisional

induk/lokal oleh petani tersebut.

Selain itu ada pula responden petani ubi jalar yang dapat menentukan harga jual

dengan keputusan dirinya sendiri dan keputusan bersama antara dirinya dengan pembeli

yaitu merupakan petani ubi jalar yang langsung menjual sendiri hasil panen ubi jalarnya

ke pasar tradisional lokal dan sebagian ia jual ke pasar induk yang harus melewati

pedagang besar (pengepul di pasar induk) tersebut. Sehingga ia memiliki kemampuan

Page 63: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

menentukan harga jual sendiri dan sebagian lagi penentuan harga berdasarkan

keputusan bersama dengan pembeli (pengepul). Biasanya petani seperti ini merupakan

petani yang tidak memiliki keterikatan hutang kepada tengkulak/bandar.

Gambar 5.82. Penentuan Harga Jual Ubi jalar

Adapula penentuan harga yang ditentukan oleh petani dan pembeli. Hal ini

berarti responden petani ubi jalar tersebut memiliki peran lain yaitu sebagai

tengkulak/bandar/pedagang pengumpul/supplier. Sehingga ia dapat menentukan harga

jual sebagai petani terhadap pembelinya yaitu misal ke pasar induk tradisional, namun

bisa pula pembeli yang menentukan harganya (pembeli di sini berarti pasar modern).

Maka petani jenis ini adalah petani yang sudah memiliki tujuan pasar yang cukup

beragam dan dapat dikatakan sudah cukup mandiri dalam hal permodalan.

Tabel 5.17. Sistem Pembayaran Penjualan Ubi jalar terhadap Petani Ubi jalar

No. Sistem Pembayaran Frekuensi / Persentase

(%)

1 Jatuh Tempo 12

2 Kredit 3

3 Tunai 63

4 Tunai dan Jatuh Tempo 17

5 Tunai dan Kredit 5

Total 100

Tabel 5.28 menunjukkan bahwa mayoritas responden petani ubi jalar pada

sistem pembayaran saat penjualan dibayar secara tunai. Ini sesuai dengan yang disukai

5%

88%

3%1% 3%

Penentuan Harga Jual Ubi Jalar

Keputusan Bersama Pembeli

Pembeli dan Keputusan Bersama Petani dan Keputusan Bersama

Petani dan Pembeli

Page 64: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

oleh mayoritas responden petani ubi jalar. Petani cenderung mencari pembeli yang dapat

membayar petani secara tunai. Hal ini dikarenakan petani membutuhkan uang tersebut

untuk modal pemeliharaan pohon ubi jalar selanjutnya. Sehingga jika jatuh tempo/kredit

maka pemeliharaan pohon ubi jalar dapat terhambat.

Hal diatas yang merupakan kondisi saat ini ternyata tidak berbeda jauh dengan

saat awal responden petani ubi jalar memulai usahatani ubi jalarnya. Tujuan pasar yang

tidak banyak berubah hingga saat ini juga membuat sistem penentuan harga tidak

banyak berubah. Dengan sumber permodalan petani dari awal usahatani yang sudah

dapat dikatakan cukup mandiri, maka sejak awal petani cenderung memilih pasar

dengan sistem pembayaran yang tunai.

5.4.5 Subsistem Lembaga Penunjang

5.4.5.1 Kelompok Tani Ubi jalar

Tabel 5.18. Keikutsertaan Responden Petani Ubi jalar dalam Lembaga

No.

Keikutsertaan Petani Ubi jalar dalam Lembaga

Lembaga Tingkat Desa

(Kelompok Tani)

Frekuensi /

Persentase

(%)

Lembaga Antar

Wilayah

(Diluar Desa)

Frekuensi /

Persentase

(%)

1 Tidak 56 Tidak 97

2 Ya 44 Ya 3

Total 100 Total 100

Berdasarkan tabel 37 diketahui bahwa mayoritas responden petani ubi jalar di

Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung tidak tergabung ke dalam kelompok tani. Hal

ini terjadi karena beberapa faktor yang diantaranya adalah tidak adanya kelompok tani

yang aktif di desa tempat tinggal responden petani ubi jalar dan responden petani ubi

jalar merasa tidak perlu untuk tergabung dalam kelompok tani karena sangat jarangnya

manfaat yang dirasakan dari kelompok tani yang ada. Sistem pada hampir semua

kelompok tani tidak berjalan dengan baik sangat membuat tidak adanya ketertarikan

bagi petani untuk tergabung ke dalam kelompok tani.

Mayoritas responden petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung

juga tidak tergabung dalam suatu lembaga usahatani ubi jalar dengan cakupan yang

lebih luas (diluar desa). Mayoritas petani ubi jalar bahkan tidak mengetahui informasi

Page 65: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

mengenai adanya lembaga-lembaga usahatani ubi jalar tersebut. Adapun hanya 3% dari

total keseluruhan responden petani ubi jalar yang tergabung dalam lembaga usahatani

ubi jalar sebagian besar memegang jabatan di dalam lembaga tersebut. Kondisi ini

cukup disayangkan karena kurangnya informasi kepada petani ubi jalar tentang lembaga

usahatani ubi jalar karena dengan petani tergabung dalam suatu lembaga usahatani maka

akan memiliki wadah tempat belajar dan berbagi ilmu antar petani ubi jalar.

Adapun saat pertama kali pemerintah menggalakkan komoditas ubi jalar untuk

ditanam di Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung, tidak lama setelahnya banyak

terbentuk kelompok tani ubi jalar. Pembentukkan kelompok tani tersebut dimaksudkan

untuk mewadahi para petani ubi jalar untuk berdiskusi, selain itu juga menjadi gerbang

bantuan-bantuan dari pemerintah untuk usahatani komoditas ubi jalar. Selain itu,

seringkali terdapat kelompok tani yang dibuat secara mendadak atau musiman saja,

yaitu hanya jika akan ada pemberian bantuan/ pelatihan/ penyuluhan maka dengan

sengaja dibentuklah kelompok tani- kelompok tani ubi jalar. Hal ini sangat disayangkan

karena keaktifan dari kelompok tani sangat bergantung pada bantuan dari pihak lain.

Maka ketika terjadi kondisi seperti saat ini yang sangat jarang ada bantuan, kelompok

tani juga bagaikan tidak ada.

5.4.5.2 Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan adalah lembaga yang menyediakan fasilitas keuangan bagi

petani untuk dapat melakukan pinjaman dan memberikan bantuan-bantuan materil

lainnya. Dari hasil penelitian di lapangan didapatkan bahwa lembaga keuangan yang

pernah membantu petani ubi jalar cukup beragam seperti yang dapat dilihat pada tabel

4.31.

Tabel 5.19. Lembaga Keuangan bagi Responden Petani Ubi jalar

No. Lembaga Keuangan Frekuensi / Persentase

(%)

1 Bank 37

2 Bank dan Poktan/Gapoktan 1

3 Bank dan Tengkulak 18

4 Bank, Koperasi, dan Tengkulak 1

5 Bank, Poktan/Gapoktan, dan Tengkulak 2

Page 66: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

6 Koperasi 1

7 Pemerintah/Dinas terkait dan Tengkulak 1

8 Poktan/Gapoktan dan Tengkulak 1

9 Poktan/Gapoktan, Pemerintah, dan Tengkulak 1

10 Tengkulak 16

11 Tidak Pernah 21

Total 100

Tabel 5.31 menunjukkan pula bahwa mayoritas responden petani ubi jalar pada

penelitian ini hanya pernah dibantu dalam hal keuangan oleh lembaga keuangan bank.

Ini merupakan hal yang menarik karena menurut beberapa responden bahwa tingkat

kepercayaan pihak bank kepada para petani ubi jalar di Kecamatan Arjasari sangatlah

baik. Bahkan pihak bank tidak lagi sungkan untuk langsung turun ke lapangan untuk

menawarkan pinjaman kepada para petani. Keuntungan usahatani ubi jalar yang dapat

mencapai 100% dari jumlah modal ini ternyata memang sangat menggiurkan bahkan

bagi pihak investor. Bagi petani, pinjaman ke bank dirasa mudah untuk dilakukan

karena tidak memerlukan syarat yang berbelit yaitu cukup memberikan jaminan

sertifikat rumah/kendaraan, maka pinjaman akan disetujui pihak perbankan. Syarat

pengembaliannya pun cukup mudah yaitu hanya berupa syarat pengembalian berbunga

yang dapat dibayarkan pada akhir tahun/saat panen secara sekaligus, sehingga petani

tidak perlu mengangsur dalam pengembalian pinjaman tersebut. Dengan meminjam ke

bank pula petani tidak memiliki keterikatan tujuan pasar sehingga dapat memilih pasar

dengan bebas pada harga yang sesuai dengan yang diharapkan.

Mayoritas responden petani ubi jalar yang meminjam modal ke bank

menunjukkan bahwa petani sudah menggunakan sistem formal dalam pengelolaan

usahatani ubi jalar. tujuan penjualan ke tengkulak atau bandar mayoritas bukanlah

karena keterikatan dan ketergantungan, namun lebih kepada kemudahan akses yang

dirasakan oleh petani untuk memasok dan menjual hasil ubi jalarnya ke sana. Hal

tersebut menjadikan petani ketergantungan terhadap pelayanan informal dari tengkulak

atau bandar yang berperan sebagai perantara antara sektor informal dengan sektor

formal.

Page 67: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

5.4.5.3 Bantuan Pemerintah

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan guna membuat dan

menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu juga guna memberikan

bantuan dan pendampingan bagi petani. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan seperti

yang dapat dilihat pada gambar 18, mayoritas responden petani ubi jalar masih belum

pernah merasakan adanya bantuan dari pemerintah terkait usahatani ubi jalar yang

dilakukan. Adapun bantuan yang dirasakan secara tidak langsung yaitu bantuan

permodalan dari bank. Namun selebihnya masih tidak merasakan bantuan apapun dari

pemerintah. Adapula penyuluhan/pelatihan hanya dirasakan oleh sebagian responden

petani ubi jalar, itupun masih sangat jarang dan jangka waktunya belum berkala. Selain

itu, banyak pula petani ubi jalar yang merasa penyuluhan/pelatihan kurang efektif

karena hal tersebut hanya dilakukan pada satu hari tertentu, padahal petani merasa

bahwa penyuluhan/pelatihan harus dikontrol dengan baik oleh pemerintah dan

dilakukan secara bertahap dan kontinyu.

Gambar 3. Bentuk Bantuan Pemerintah yang Dirasakan Responden Petani Ubi jalar

5.5. Luaran/Pekerjaan yang Telah Dicapai

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan pada penelitian ini, berikut adalah

tahapan aktivitas penelitian yang telah dilaksanakan adalah:

13%2%

3%

17%

12%

53%

Bentuk Bantuan Pemerintah

Bantuan SaprotanPendampingan dan penyuluhan/pelatihanPendampingan, penyuluhan/pelatihan, dan bantuan saprotanPenyuluhan/pelatihanPinjaman ModalTidak Ada

Page 68: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Tabel 5.33. Kegiatan yang Telah Dilakukan

No. Jenis

Kegiatan Uraian

Waktu

Pelaksanaan

1

Revisi

instrument

penelitian

Berdasarkan persetujuan penelitian, kami melakukan

revisi untuk mencapai luaran yang diharapkan.

Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan

pertemuan Tim Peneliti untuk menyesuaikan proses

penelitian dengan luaran yang diharapkan dan dana

yang didapatkan.

Hasil dari pertemuan tersebut adalah sejumlah

penambahan dan perbaikan dalam instrument

penelitian. Diantaranya adalah penambahan materi

pada Bab 2 Tinjauan Pustaka agar lebih operasional

sebagai dasar penyusunan Bab 3 Metodologi

Penelitian. Selain itu juga pada Bab 3 ditambahkan

sejumlah instrument untuk pelaksanaan penelitian

tahun pertama yaitu penambahan operasionalisasi

variable dan update dalam alat analisis datanya.

7 Juni 2018

2

Pertemuan

persiapan

administrasi

dan

pencarian

data

sekunder

Pertemuan untuk mempersiapkan kebutuhan

administrasi dan pencarian data sekunder yang akan

dibutuhkan. Data yang dibutuhkan adalah data

sekunder mengenai statistik daerah penelitian yaitu

desa Arjasari, Kab. Bandung

27 Juni

2018

3

Pertemuan

dan diskusi

persiapan

penelitian

Mempersiapkan dan menyusun tahapan kegiatan

penelitian yang akan dilakukan, mengatur waktu

pelaksanaan tahapan kegiatan sampai dengan

pencapaian setiap tahapan kegiatan penelitian dari

awal sampai akhir pada penelitian di tahun pertama.

4 Juli 2017

Page 69: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

No. Jenis

Kegiatan Uraian

Waktu

Pelaksanaan

Hasil pertemuan membahas langkah pertama adalah

menyusun rencana observasi awal ke lokasi

penelitian untuk bertemu dan berdiskusi dengan

petani melalui metoda FGD (Focus Group

Discussion). Kemudian langkah selanjutnya adalah

persiapan melakukan survey kepada petani untuk

mengumpulkan data persepsi dan perilaku petani

terhadap usahatani ubi jalar unggulan Unpad.

4

Menyusun

metode dan

instrumen

penelitian

untuk

pelaksanaan

observasi

awal. FGD

dan survey

kepada

petani di

lokasi

penelitian

Menyusun, mengembangkan dan memperbarui

perangkat penelitian sebelum 69urvey awal

dilakukan:

1. Menyusun teknis pelaksanaan untuk FGD,

diantaranya adalah membentuk kepanitiaan

pelaksanaan FGD, menyusun susunan acaranya

dan membuat daftar pertanyaan yang akan

diidskusikan pada saat FGD.

2. Menyusun kepanitiaan untuk pelaksanaan survey

untuk pengumpulan data penelitian tahun pertama

yaitu mengenai persepsi dan perilaku petani

terhadap usahatani ubi jalar unggulan Unpad dan

memperbaiki kuesioner penelitian yang akan

digunakan dalam pelaksanaan survey

11 Juli 2017

5.

Pelaksanaan

observasi

awal di

lokasi

penelitian

Pelaksanaan observasi awal ini dilakukan oleh Tim

Panitia Acara dan Tim Peneliti untuk mengunjungi

ketua kelompok tani, berdiskusi seputar usahatani

ubi jalar dan mengunjungi lahan ubi jalar petani

6 Pelaksanaan

FGD (Focus

Tahapan yang dilakukan dalam pelaksaaan FGD

adalah : 18 Juli 2018

Page 70: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

No. Jenis

Kegiatan Uraian

Waktu

Pelaksanaan

Group

Discussion)

1. Panitia FGD melakukan penelusuran dan

koordinasi dengan para petani untuk

menyampaikan kegiatan yang akan dilaksanakan

dan memastikan waktu pelaksanaan dan

menyesuaikan waktu pelaksanaan dengan waktu

luang yang dimiliki petani, serta memastikan

jumlah peserta dan kemudian mengundang

mereka untuk dapat menghadiri mengikuti acara

FGD.

2. Melakukan persiapan, penetapan desain

penelitian, termasuk finalisasi panduan

wawancara dan kuesioner yang akan diiskusikan

pada acara FGD.

3. Menentukan tempat pelaksanaan FGD. Pada

pelaksanaannya FGD ini bertempat di ruangan

mengaji anak-anak pada seumbi mushola di

lokasi penelitian.

7 Wawancara

key-informan

Melakukan penjajakan kunjungan lapangan ke

petani ubi

26 Juli 2018

8

Diskusi hasil

observasi

awal dan

pembuatan

kuesioner

untuk survey

ke petani

Diskusi hasil observasi dan FGD ke petani dan

rencana pembuatan kesioner serta pembuatan

laporan kemajuan penelitian.

30 Juli 2018

Page 71: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

No. Jenis

Kegiatan Uraian

Waktu

Pelaksanaan

9 Survey Kegiatan survey kepada 100 petani ubi jalar di Kec.

Arjasari

28

September

2018

10 Entry data

hasil survey Entry data ke aplikasi Microsoft Excel

2 Oktober

2018

11 Olah data Olah data di aplikasi Microsoft Excel dan SPSS 15 Oktober

2015

12

Penulisan

Laporan

akhir

Penulisan laporan akhir 1 November

2018

Page 72: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

BAB 5

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana selanjutnya atau penelitian tahun ke-2 apabila disetujui adalah:

1) Menganalisis efisiensi usahatani, pengolahan dan pemasaran ubi jalar unggulan

Unpad yang dilakukan petani.

2) Mengukur tingkat keberlanjutan agribisnis ubi jalar

3) Memodelkan kelembagaan agribisnis ubi jalar unggulan Unpad yang mampu

mendukung keberlanjutan usahatani ubi jalar unggulan Unpad:

Page 73: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai hasil observasi awal dan FGD (Focus

Group Discussion) yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan (sementara) sebagai

berikut :

1. Lokasi penelitian yaitu desa Arjasari Kab Bandung sangat berpotensi untuk

menjadi daerah sentra produksi ubi jalar unggulan Unpad. Banyak petani yang

sudah berpengalaman dalam menjalankan usahatani ubi jalar di lokasi

penelitian. Hal ini menjadi modal tersendiri untuk pengembangan ubi jalar

unggulan Unpad. Petani memberikan respon awal yang baik dan penuh harapan

tentang prospek budidaya ubi jalar manggunakan varietas ubi jalar unggulan

Unpad.

2. Dari hasil crosstabulation antara sumber modal dan tujuan pasar didapatkan

hasil bahwa mayoritas petani yang mengusahatanikan ubi jalarnya dengan modal

sendiri menjual hasil ubi jalarnya ke pedagang pengumpul/tengkulak. Ini berarti

pemilihan petani untuk menjual kepada pedagang pengumpul/tengkulak

bukanlah berdasarkan atas keterikatan pinjaman modal semata tetapi karena

sudah terbiasa dan merasa nyaman untuk menjual hasil ubi jalar ke pedagang

pengumpul/tengkulak tersebut.

3. Pada kegiatan pemasaran hasil panen ubi jalar, ternyata mayoritas petani sejak

dulu awal memulai usahatani ubi jalar sudah memasok ke tujuan pemasaran

yang sama dengan yang dilakukan pada saat ini. Tidak banyak yang berubah dari

tujuan pemasaran petani ubi jalar. Adapun beberapa petani yang tadinya hanya

memasok ke tengkulak/bandar kemudian mencoba menjual hasil ubi jalarnya ke

pasar tradisional nyatanya lebih memilih menjual hasil ubi jalarnya ke

tengkulak/bandar kembali. Pada umumnya lama waktu petani mencoba ke

tujuan pasar yang baru tidaklah lebih dari 1 tahun.

Page 74: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Respon awal petani akan lebih terlihat secara terukur setelah dilakukan survey

yang sedang dipersiapkan untuk dilakukan

2. Penelitian ini akan menjadi penelitian yang mengkaji tentang pengembangan

suatu komoditas baru yang sangat prospektif dalam upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat petani ubi jalar

Page 75: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

DAFTAR PUSTAKA

Adger, W.N, N.W. Arnella, E.L. Tompkinsa. 2005. Successful Adaptation To Climate

Change Across Scales. Global Environmental Change 15 (2005) 77–86. Melalui

www.elsevier.com/locate/gloenvcha.

BMKG.2011. Perubahan Iklim dan Dampaknya Di Indonesia.Melalui

:<www.bmkg.go.id> [24/02/ 2012].

Creswell, J.W. and V.L.P. Clark. 2008. Designing and Conducting Mixed Methods

Research. Sage Publications. London.

Fujisawa, Mariko dan K. Kazuhiko. 2011.Climate change adaptation practices of apple

growers in Nagano, Japan. Springer Science Business Media B.V. Mitigation

Adaptation Strategy Global Change (2011) 16:865–877.

Ghozali, I. 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS edisi 3.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gommes, R. 1998. Climate-related risk in agriculture. Canada: IPCC.

Hilmanto, Rudi. 2010. Etnoekologi. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

IPCC. 2007. Climate Change 2007: The Project Science Basis. IPCC Working Groups

contributions to the Fourth Assessment Report (AR4). Geneva:

Intergovernmental Panel on Climate Change.

Kalinda and H. Thompson. 2011. Smallholder Farmers Perceptions of Climate Change

and Conservation Agriculture: Evidence From Zambia. Journal of Sustainable

Development, Vol. 4, No. 4, Agustus 2011.

KLH. 2007. Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi perubahan Iklim.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

LAPAN.2002. Landasan Ilmiah Perubahan Iklim.LAPAN. Bandung.

Las, I. 2007. Srategi dan Inovasi Antisipasi Perubahan Iklim. Jakarta: Balai Besar

Sumberdaya Lahan Pertanian.

Li, C., Z. Ting, & R.G. Rasaily. 2010. Farmer’s Adaptation to Climate Risk in the

Context of China: A research on Jianghan Plain of Yangtze River Basin.

Agriculture and Agricultural Science Procedia 1: 116–125. Science Direct.

Natawidjaja, R.S., L. Sulistyowati, L. Setiagustina, H. Sulistyoningrum dan A. Nugraha.

2008. Analisis Suply dan Value Chain di Jawa Barat. Bandung: Unpad Press.

Olesen, J.E. and M. Bindi. 2002. Consequences of climate change for European

agricultural productivity, land use and policy. European Journal of Agronomy

16: 239-262.

Pindyck, S., Robert dan Daniel L. Rubinfeld. 1998. Econometrics Models and Economic

Forecast, Fourth Edition. McGraw-Hill International Edition: Singapore.

Page 76: LAPORAN AKHIR RISET KOMPETENSI DOSEN UNPAD (RKDU) …

Rasmikayati, E. 2013. Perubahan Iklim: Dampaknya terhadap Perilaku serta Pendapatan

Petani. UNPAD

Rasmikayati, E. 2014. Kajian Risiko Produksi dan Pemasaran Pada Petani Mangga.

UNPAD

Ruminta. 2011. Kajian Kerentanan, Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim pada Sektor

Pertanian di Kabupaten Bandung. Jakarta: Universitas Padjadjaran.

Sarjono, H. dan W. Julianita. 2014. Structural Equation Model (SEM), Seumbi

Pengantar, Aplikasi untuk Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Shen, S., A. Basist. & A. Howard. 2010. Structure of a digital agriculture system and

agricultural risks due to climate changes. Agriculture and Agricultural Science

Procedia 1: 42–51. Science Direct.

Sulistyowati, L. dan E. Rasmikayati. 2014. Determinant of Commercialization of

Manggo Farmers In West Java. UNPAD.

Surmaini, E., Eleonora R., dan I. Las. 2010. Upaya Sektor pertanian Dalam Menghadapi

Perubahan Iklim.Jurnal Litbang Pertanian, Edisi 30(1), 2011. Jakarta.

Wang, J. 2010. Food Security, Food Prices and Climate Change in China: a Dynamic

Panel Data Analysis. Agriculture and Agricultural Science Procedia 1: 321–324.

Science Direct.