LAPORAN AKHIR -...
Transcript of LAPORAN AKHIR -...
i
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
APLIKASI SISTEM BUDIDAYA TERPADU PADA BUDIDAYA LELE
Gede Iwan Setiabudi, S.Pd.,M.Si/198005182006041002/Ketua Tim Pelaksana
Kadek Lila Antara, S.Pi/198307312008121003/Anggota
Ni Nyoman Dian Martini, S.Pi. MP/1976032720080122001/Anggota
I Nyoman Dodik Prasetia, S.Si.,M.Si/197706092008121002/Anggota
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha
SPK No. 213/UN48.15/LPM/2015 Tanggal 5 Maret 2015
JURUSAN BUDIDAYA KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
1. Judul Program : Aplikasi Sistem Budidaya Terpadu pada Budidaya Lele
2. Ketua Tim Pengusul a. Nama Ketua : Gede Iwan Setiabudi, M.Si. b. NIP/NIDN : 198005182006041002 c. Bidang Keahlian : Lingkungan Perikanan d. Jabatan/Pangkat/Gol. : Asisten Ahli/Penata Muda/IIIa e. Jurusan/Fakultas : Budidaya Kelautan/ MIPA 3. Jumlah Anggota Tim : 3 Orang a. Identitas Anggota I - Nama Lengkap : Kadek Lila Antara, S.Pi. - NIP : 198307312008121003 - Jabatan/Pangkat/Gol. : Asisten Ahli/Penata Muda/IIIa b. Identitas Anggota II - Nama Lengkap : I Nyoman Dodik Prasetia, M.Si. - NIP : 197706092008121002 - Jabatan/Pangkat/Gol. : Lektor/IIIc c. Identitas Anggota III - Nama Lengkap : Ni Nyoman Dian Martini, MP - NIP : 197603272008122001 - Jabatan/Pangkat/Gol. : Asisten Ahli/Penata Muda/IIIa 4. Lokasi Kegiatan : Desa Sambangan, Kec. Sukasada, Kab. Buleleng 5. Jumlah Biaya yang diterima : 11.200.000
Singaraja, 8 Oktober 2015 Mengetahui, Dekan Fakultas MIPA Ketua Pelaksana
Prof. Dr. I Nengah Suparta, M.Si. Gede Iwan Setiabudi, M.Si. NIP. NIP. 198005182006041002
Menyetujui, Ketua LPM Undiksha
Prof. Dr. Ketut Suma, M.S. NIP. 195901011984031001
iii
DAFTAR ISI
Halaman Muka i
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Bab I Pendahuluan
a. Analisis Situasi 1
b. Identifikasi dan Perumusan Masalah 2
c. Tujuan Kegiatan 2
d. Manfaat Kegiatan 3
Bab II Metode Pelaksanaan 4
Bab III Hasil dan Pembahasan 6
Bab IV Penutup
a. Simpulan 18
b. Saran 18
Daftar Pustaka 19
Lampiran
a. Absensi Peserta Kegiatan 20
b. Foto kegiatan 22
c. Peta lokasi kegiatan 26
iv
Kata Pengantar Pertama kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkenannya kegiatan pengabdian pada masyarakat berjudul “Aplikasi Sistem Budidaya Terpadu pada Budidaya Lele” bisa terlaksana. Terimakasih kami ucapkan
kepada LPM Undiksha yang sudah memfasilitasi dan mendampingi kegiatan pengabdian ini. Selain itu, terimakasih juga disampaikan kepada P2MKP Srikandi Kusuma Lestari atas semua kerjasama dan fasilitas yang diberikan selama pelatihan ini dilaksanakan. Dan, kepada semua peserta pelatihan pembudidaya, guru-guru SMAN Bali Mandara dan Siswa Bali Mandara semoga semua yang sudah dilatihkan selama 8 hari (2 Periode) bisa diaplikasikan ditempat masing-masing. Terimakasih juga disampaikan kepada ketua KADIN Kabupaten Buleleng Bapak Gede Darmawijaya dan Ibu Tutik Kusumawardani yang bersedia membuka dan memberikan motivasi selama kegiatan pelatihan. Kepada BP3 Banyuwangi saya sampaikan terimakasih sebesar-besarnya atas berkenan memberikan uji kompetensi kepada peserta pelatihan.
Singaraja, 8 Oktober 2015 Ketua Pelaksana
Gede Iwan Setiabudi
1
BAB I. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi
APULES sendiri dengan jumlah anggota yang cukup banyak dan secara
aktif dan berkelanjutan. Kelompok ini mampu meningkatkan gairah anggota
dalam mengusahakan budidaya ikan lele dari pembenihan, pembesaran, panen,
dan merintis usaha pasca panen. Sehingga, skala usahanya semakin lama
meningkat dari sisi kuantitas. Peningkatan tersebut sampai saat ini belum
diimbangi dengan kualitas proses budidaya yang baik. Untuk memenuhi standar
budidaya yang baik ada beberapa masalah yang kemudian muncul.
Ketersediaan air sebagai media budidaya. Air merupakan hal mutlak yang
harus dipenuhi anggota kelompok APULES dalam mengusahakan kegiatan
budidaya ikan lele. Seperti pada umumnya dikawasan Kabupaten Buleleng, jika
dalam musim penghujan akan mengalami kelimpahan ketersediaan air. Hal ini
akan terbalik ketika sudah memasuki musim kemarau, dimana ketersediaan air
akan menjadi rebutan dengan berbagai kepentingan yang ada di wilayah ini,
sehingga ketersediaan air akan menjadi kendala anggota kelompok. Hal ini
membutuhkan efiseinsi penggunaan air terutama pada musim kemarau. Sehingga,
resirkulasi air media budidaya perlu dilakukan dalam volume yang tidak terlalu
besar. Jadi tidak akan ada masalah air untuk media budidaya baik dimusim hujan
maupun kemarau. Disamping itu air tidak hanya digunakan untuk budidaya saja
tetapi juga untuk keperluan lainnya. Akan sangat baik jika pengunaan air bisa
dimanfaatkan secara efisien dan efektif, terutama dari segi volume.
Dengan jumlah anggota kelompok yang mencapai 25 orang dan berpotensi
terus bertambah maka potensi produksi limbah juga menjadi meningkat. Hal ini
belum tertangani dengan baik. Pembudidaya lele biasanya hanya membuang
begitu saja limbah yang dihasilkan ke lahan dan perairan terbuka. Apabila
dibuang pada lahan menyebabkan bau busuk, yang dihasilkan dari proses
dekomposisi sisa pakan oleh bakteri dan metabolisme komoditas. Sedangkan,
limbah yang dibuang ke perairan terbuka menyebabkan bau dan pencemaran. Hal
ini tentu menganggu sistem perairan yang pada ujungnya tidak sehat bagi
manusia. Limbah yang dihasilkan ini harus diminimalisir dampaknya terhadap
2
lingkungan dan organisme lain, termasuk kesehatan manusia. Dan, menjadi
bagian dari proses budidaya yang baik, dengan memperhatikan kaidah-kaidah
kesehatan lingkungan.
Kegiatan budidaya ikan lele tidak memerlukan lahan yang luas, teknologi
yang terlalu mahal serta mudah diaplikasikan. Hal itu cocok menjadi usaha bagi
masyarakat dari berbagai kalangan. Hal ini memerlukan solusi yang sederhana
dan efektif untuk menanggulanginya. Dan, bisa teraplikasi secara praktis pada
pelaku usaha lele secara mudah dan berbiaya rendah. Sekaligus juga memberikan
nilai tambah baik secara ekologis maupun ekonomis.
Disatu sisi, pelaku usaha sendiri belum banyak memiliki inovasi dan
pengetahuan tentang aspek budidaya yang lain. Hal ini perlu dilakukan supaya
proses budidaya lele ini bisa memenuhi kaidah-kaidah standar dalam budidaya
perikanan. Memperhatikan aspek lingkungan, kesehatan, produk yang baik dan
inovatif, tetapi murah dan mudah dikerjakan.
b. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan analisis situasi yang diperoleh dengan melakukan interaksi
dengan APULES, dapat diidentifikasi dan dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Ketersediaan air sebagai media budidaya ikan lele menjadi permasalahan
utama anggota kelompok dalam menjalankan usaha budidaya.
2. Limbah yang dihasilkan belum dikelola dengan baik, dengan metode
mudah, murah dan menghasilkan.
3. Kurangnya intervensi teknologi tepat guna terintegrasi, murah dan
aplikatif untuk memenuhi kaidah budidaya yang baik.
c. Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat bagi Kelompok APULES, adalah:
1. Adanya transfer pengetahuan tentang aplikasi Bottom-Net untuk budidaya
lele.
2. Adanya transfer pengetahuan tentang pengelolaan limbah budidaya lele
dengan metode akuaponik.
3
3. Adanya transfer pengetahuan tentang pengelolaan limbah budidaya lele
dengan budidaya cacing sutra.
d. Manfaat Kegiatan
Kegiatan pengabdian masyarakat ini diharapkan memberikan manfaat ada
peningkatan pengetahuan dan kemampuan anggota APULES dalam pengelolaan
aspek-aspek budidaya lele yang diusahakan. Aspe-aspek budidaya ini meliputi
semangat teknologi tepat guna dalam memaksimalkan sumberdaya air yang ada,
pemanfaatan teknologi pakan alami, dan aspek minakultur yang terintegrasi
dengan pertanian metode praktis.
Selain itu pula, peningkatan aplikasi teknologi tepat guna dalam budidaya
lele yang ramah lingkungan serta bermanfaat secara ekonomis. Peningkatan
pengetahuan dan wawasan anggota kelompok diharapkan mampu memberikan
dampak ekonomi secara langsung karena akan ada perubahan dampak, berupa:
penurunan biaya produksi, diversifikasi produk, perluasan komoditas, dan
pemahaman pada budidaya Sistem Budidaya Terpadu.
4
BAB II. METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian pada Kelompok APULES dalam
bentuk:
1. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Budidaya Lele dengan Bottom-Net
2. Demontrasi plot Bottom-Net
3. Diklat Pengelolaan limbah dengan biofilter menggunakan metode
Akuaponik
4. Demontrasi plot Akuaponik
5. Diklat Pengelolaan limbah dengan biofilter menggunakan metode
budidaya cacing sutra.
6. Demontrasi plot budidaya cacing sutra.
5
Bagan 1. Alur kegiatan pengabdian pada masyarakat diAPULES
Persiapan Budidaya Lele
di APULES
Diklat Bottom-Net
Diklat Sistem Budidaya Terpadu
Akuaponik Budidaya Cacing sutra
Demplot Bottom-Net
Demplot Akuaponik
Demplot Budidaya
Cacing sutra
Limbah
Sayuran hasil akuaponik
Cacing sutra
Ikan lele konsumsi
Komoditas
lele
1. Budidaya lele yang inovatif 2. Budidaya ramah lingkungan 3. Kualitas produk tinggi 4. Budidaya yang efisien 5. Ada diversifikasi produk
6
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
1. Waktu
Dilaksanakan selama 4 hari dari tanggal 29 Maret s.d 01 April 2015 dengan
jumlah jam berlatih 32 jam.
2. Tempat
Kegiatan pelatihan dilaksanakan di Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan
Perikanan (P2MKP) “Srikandi Kusuma Lestari” Desa Sukasada Kecamatan
Singaraja Kabupaten Buleleng Provinsi bali.
Gambar 1. Sambutan Sekretaris LPM Kab. Buleleng
3. Peserta
Peserta Pelatihan berjumlah 20 (sepuluh) orang yang berasal dari
Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.
4. Pelatih
Pelatih berasal dari Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan
(P2MKP) “Srikandi Kusuma Lestari” Kabupaten Buleleng sebanyak 2 (dua)
orang.
7
5. Panitia Penyelenggara
Panitia penyelenggara berasal dari Tim pengabdian masyarakat
UNDIKSAH dan P2MKP “Srikandi Kusuma Lestari” Kabupaten Buleleng.
Gambar 2. Pemberian Materi Persiapan Lahan
6. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang digunakan dalam Penyelenggaraan
Pelatihan Pembenihan Ikan Lele Angkatan II di P2MKP “Srikandi Kusuma
Lestari” Kabupaten Buleleng cukup memadai. Sarana yang digunakan berupa
ruang kelas dan kolam sedangkan sarana lain yang digunakan meliputi Laptop,
Printer, LCD Projector, Kamera Digital, dan Papan White Board.
8
Gambar 3. Praktek Persiapan Lahan
7. Kurikulum
Materi pelatihan dan jumlah jam berlatih 32 jam tersusun seperti struktur
kurikulum dibawah ini :
No. Mata Pelatihan Jumlah Jam
Teori Praktek Total
1. Persiapan Lahan 1 4 5
2. Pengelolaan Benih 2 4 6
3. Pemeliharaan Ikan 2 4 6
4. Pembuatan bottom net 2 4 6
5. Pembuatan hidroponik 2 4 6
6. Panen dan penanganan hasil 1 2 3
7. Pelatihan penanganan cacing sutra
1 2 3
Total 10 22 35
9
Gambar 4. Pemberian Materi Pengelolaan Benih
8. Metode Pelatihan
Metode pelatihan yang digunakan dalam proses berlatih melatih terdiri dari :
a. Ceramah c. Diskusi
b. Tanya Jawab d. Praktek
9. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran Pelatihan Pembesaran Ikan Lele Angkatan II dalam
pelaksanaannya dimulai dengan menyiapkan ruang belajar dan ruang-ruang lain
yang diperlukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran, menyiapkan sarana dan
prasarana pelatihan, menyiapkan bahan pelatihan, mengecek kehadiran peserta di
10
dalam kelas selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian materi di dalam kelas
berupa teori maupun praktek di lapangan.
10. Bahan Ajar
Bahan ajar dibuat oleh pelatih sesuai dengan mata pelatihan yang
diampunya sebagaimana tercantum dalam jadwal kegiatan pelatihan.
Gambar 5. Bottom net
Gambar 6. Aquaponik
11
Gambar 7. Penampakan Cacing Sutra pada Demplot
b. Pembahasan
Aspe-aspek budidaya lele yang baik dan bernilai tambah meliputi
teknologi tepat guna dalam memaksimalkan sumberdaya air yang ada,
pemanfaatan teknologi pakan alami, dan aspek minakultur yang terintegrasi
dengan pertanian metode praktis. Selain itu pula, peningkatan aplikasi teknologi
tepat guna dalam budidaya lele yang ramah lingkungan serta bermanfaat secara
ekonomis. Dengan harapan mampu memberikan dampak ekonomi secara
langsung karena akan ada perubahan dampak, berupa: penurunan biaya produksi,
diversifikasi produk, perluasan komoditas, dan pemahaman pada budidaya Sistem
Budidaya Terpadu.
12
Berikut matrik permasalahan dan solusinya pada aktivitas budidaya ikan
lele:
Tabel 1. Matrik masalah dan solusi budidaya lele
No Permasalahan Akar Permasalahan Solusi yang Ditawarkan
1 Ketersediaan air
sebagai media
budidaya lele
1. Musim kemarau
kekurangan air
2. Prioritas penggunaan
air lebih pada
konsumsi
3. Volume air untuk
resirkulasi sangat besar
Metode Bottom-Net
(merupakan nilai “+” pada
Sistem Budidaya
Terpadu)
2 Pencemaran lahan
dan perairan
1. Limbah budidaya yang
tidak ditangani dengan
baik
2. Kurangnya kesadaran
dan pengetahuan
tentang manajemen
limbah pada proses
budidaya
Transfer pengetahuan
metode Sistem Budidaya
Terpadu yang terdiri atas:
a. Akuaponik
memanfaatkan limbah
budidaya lele,
berfungsi sebagai
biofilter senyawa
dalam limbah
b. Budidaya cacing sutra,
memanfaatkan
buangan padat pada
pada limbah
Ada 2 masalah penting pada usaha budidaya lele yaitu ketersediaan air
sebagai media budidaya dan penanganan limbah yang tidak baik sehingga
menyebabkan pencemaran lahan dan perairan.
Ketersediaan air untuk media budidaya lele sangat penting terutama pada
saat musim kemarau atau kering dan pada daerah-daerah yang curah hujan serta
ketersediaan airnya sedikit. Volume air yang sedikit akan cenderung dimanfaatkan
untuk keperluan konsumsi, karena hal tersebut merupakan kebutuhan primer.
13
Baru kemudian akan dimanfaatkan untuk kebutuhan-kebutuhan yang lain
termasuk budidaya lele. Hal itu, tentunya menyebabkan pasokan air untuk
budidaya akan berkurang. Disisi lain, kebutuhan air untuk produktivitas budidaya
lele tidak boleh berkurang. Karena, bila air sebagai media terbatas maka luasan
lahan aktivitas budidaya juga akan berkurang. Solusinya adalah dengan
mengurangi kebutuhan volume air untuk aktivitas budidaya lele. Caranya yang
bisa dilakukan adalah menggunakan Bottom-net. Metode ini sederhana hanya
menggunakan jaring pada bagian bawah kolam. Jaring akan dipasang setinggi 10-
15cm dari dasar kolam. Pemasangan jaring ini untuk memisahkan antara
komoditas budidaya dengan limbah baik itu sisa pakan, kotoran dan sampah yang
masuk ke bak.
Aplikasi Bottom-net pada kolam budidaya lele akan memberi kesempatan
lele tidak berinteraksi dengan limbah, sehingga kualitas ikan lele menjadi lebih
baik dan terhindar dari penyakit dan parasit yang mungkin ditimbulkan oleh
limbah. Dengan tidak adanya interaksi antara limbah dan komoditas maka
endapan yang ada dibagian bawah akan sulit untuk terlarut kembali ke kolom air.
Hal tersebut menyebabkan kolom air relatif lebih bersih dan baik untuk komoditas
budidaya. Sehingga, air media budidaya akan bisa lebih lama dipakai, proses
pengurasan menjadi tidak terlalu sering, dan penggunaan antibiotik bisa ditekan.
Berkaitan dengan proses pengurasan juga bisa ditekan minimal. Karena, hanya
10-20% air yang akan dikuras, yaitu yang mencakup hanya bagian bawah kolam
yang mengandung endapan limbah. Sehingga, volume air yang dibutuhkan juga
menjadi jauh berkurang. Berikut rancangan sistem budidaya terpadu.
14
Bagan 1. Alur budidaya lele dengan sistem budidaya terpadu
Permasalahan kedua adalah pengelolaan limbah dari budidaya lele.
Limbah lele cukup tinggi bila dibandingkan dengan komoditas lain. Seringkali,
pengelolaannya tidak berjalan dengan baik. Penanganan yang dilakukan adalah
pertama dengan membuang langsung ke sumber perairan, seperti sungai dan
sumber-sumber air lainnya. Kedua, karena dianggap subur untuk tanaman air
limbah biasanya dibuang langsung ke lahan pertanian. Pengelolaan seperti itu
tentu tidak baik, karena akan rentan menimbulkan pencemaran bahan organik bagi
ekosistem perairan. Selain itu, kandungan mikroorganismenya juga tidak baik
Budidaya Lele
Bak budidaya Sistem Budidaya Terpadu
Akuaponik Budidaya Cacing sutra
Aplikasi Bottom-Net
Demplot Akuaponik
Demplot Budidaya
Cacing sutra
Limbah
Sayuran hasil akuaponik
Cacing sutra
Ikan lele konsumsi
Komoditas lele
1. Budidaya lele yang inovatif 2. Budidaya ramah lingkungan 3. Kualitas produk tinggi 4. Budidaya yang efisien 5. Ada diversifikasi produk
15
untuk kesehatan. Jika dibuang ke lahan pertanian akan menimbulkan bau yang
tidak sedap pada lingkungan, disamping itu mikroorganisme yang terkandung
tentu tidak baik bagi kesehatan manusia.
Pengelolaan limbah budidaya lele ini bisa diarahkan ke model yang lebih
baik, tidak saja dari segi pengelolaan limbah juga dari segi diversifikasi produk
usaha. Metode yang digunakan adalah integrasi kolam lele dengan akuaponik dan
budidaya cacing sutra. Kedua model ini sudah banyak dilakukan secara sendiri-
sendiri, belum diintegrasikan secara utuh. Disamping itu, metode ini praktis dan
mudah diaplikasikan oleh siapa saja. Dasar teori dari integrasi model ini adalah
level tropic. Pada ekosistem alami hal ini sudah berjalan dengan baik. Limbah
atau kotoran satu spesies akan dimanfaatkan oleh spesies lain untuk sumber energi
atau pakan, demikian seterusnya.
Pada sistem budidaya terpadu ini mengadopsi model level tropic di alam.
Limbah dari aktivitas budidaya lele akan dimanfaatkan oleh tumbuhan yang
dibudidayakan menggunakan sistem akuaponik. Selain itu pula, limbah lele akan
dimanfaatkan oleh cacing sutra sebagai sumber nutrisi. Sistem akuaponik akan
menghasilkan sayuran seperti kangkung dan bayam. Sedangkan, kolam
penampung limbah juga menghasilkan cacing sutra. Cacing ini bisa dimanfaatkan
sebagai pakan alami, karena kandungan protein yang sangat tinggi dan mudah di
budidayakan. Berikut demplot sistem budidaya terpadu (Gambar 2 dan 3)
16
Gambar 2. Demplot kolam budidaya lele dengan aplikasi bottom-net dan bak
penampung limbah.
Gambar 3. Demplot akuaponik dan budidaya cacing sutra pada bak kecil
penampung limbah.
Limbah budidaya lele mengadung nutrisi yang sangat tinggi, dalm bentuk
terlarut maupun padatan. Nutrisi ini tentu sangat baik sebagai sumber nutrisi bagi
tumbuhan dan hewan lain, termasuk cacing sutra. apabila tidak ada tumbuhan atau
hewan yang memanfaatkan nutrisi ini akan di degradasi oleh bakteri dan
menimbulkan bau busuk karena produksi H2S (sulfat) oleh mikroorganisme.
Pemanfaatan oleh tumbuhan dan hewan lain akan mengurangi produksi senyawa
tersebut.
Nutrisi yang tinggi tentunya akan memacu pertumbuhan bagi sayur-
sayuran yang ditanam dengan metode akuaponik, sehingga menjadi subur dan
hasilnya banyak. Disamping itu pula, bisa memacu pertumbuhan cacing sutra
dalam jumlah besar. Hal ini tentu menjadi diversifikasi bagi aktivitas budidaya
lele. Bahkan mungkin termasuk dalam skema minakultur. Pendapatan
17
pembudidaya tidak hanya berasal dari lele saja, tetapi juga berasal dari hasil
akuaponik yang dalam hal ini adalah sayur-sayuran dan cacing sutra.
Dengan adanya bottom-net, proses pemanenan juga akan berlangsung
dengan lebih mudah dan praktis. Selama ini, untuk melakukan panen
pembudidaya selalu melakukan penyurutan air dengan tujuan mempermudah
penangkapan dan mengganti air yang sudah tidak layak lagi. Air bekas budidaya
biasanya keruh dan berbau tidak enak, karena banyak limbah sisa pakan dan
kotoran. Pada penggunaan jaring dasar ini pada saat panen cukup dengan
mengangkat jaring dari dasar maka lele akan bisa dipanen dengan gampang.
Disamping itu, ini akan mengurangi tingkat stress dan kematian pada saat
pembudidaya ingin melakukan panen parsial.
Hasil dari akuaponik juga bisa dikonsumsi sendiri atau dijual kepada yang
berminat. Hal ini tentu bisa menambah pemasukan bagi pembudidaya. Demikian
halnya dengan cacing sutra, cacing ini banyak dibutuhkan sebagai cacing beku
untuk pakan larva berbagai komoditas budidaya. Hal ini disebabkan ukurannya
yang relatif kecil dan kandungan proteinnya sangat tinggi. Dan bagi pembudidaya
yang bergerak juga dibidang penyediaan benih ini tentu mengurangi pengeluaran,
karena cacing sutra yang dihasilkan akan bisa dipakai sebagai pakan alami untuk
benih yang baru menetas.
18
BAB IV. PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Sistem budidaya terpadu mengintegrasikan budidaya lele, akuaponik dan
budidaya cacing sutra.
2. Sistem budidaya terpadu tersebut memberi empat keuntungan tambahan pada
aktivitas budidaya lele, yaitu:
a. mengurangi kebutuhan air untuk media budidaya, karena kualitas air
sebelum dan pasca pemanenan relatif baik, hal ini cocok diterapkan pada
saat musim kemarau dan di daerah-daerah yang ketersediaan airnya
terbatas.
b. Proses pemanenan lele menjadi lebih mudah karena, tidak membutuhkan
proses penyurutan. Dengan adanya bottom-net lele bisa langsung dipanen
dengan mengangkat bottom-net kepermukaan.
c. Limbah yang dihasilkan bisa ditangani dengan baik, karena nutrisi dalam
limbah bisa dimanfaatkan oleh sayur-sayuran dan cacing sutra.
d. Adanya diversifikasi produk bagi pembudidaya lele.
b. Saran
a. dalam pengaplikasian sistem budidaya terpadu, diperlukan pendampingan
yang intensif.
b. pembudidaya memerlukan pengakuan kemampuan secara legal, melalui
sertifikasi kemampuan pembudidaya
c. perlu diberikan pelatihan pemanfaatan bahan-bahan alami disekitar lokasi
budidaya sebagai pakan komoditas. Hal tersebut akan mengurangi biaya
produksi dari bagian pakan.
19
Daftar Pustaka
Astuti, Asrini Budi. 2003. Interaksi Pestisida dan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Losordo, T.M., M.R. Masser, and J. Rakocy. 1998. Recirculating Aquaculture Tank Production Systems: An Overview of Critical Considerations. Southern Regional Aquaculture Center. Publication No. 451. 6 pp.
Pillay, T. V. R. 1990. Aquaculture, Principles and Practices. Fishing News Books, Oxford, London, Edinburgh, Cambridge, Victoria.
Suyanto, S.R. 1986. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. 88 hal.
van Rijn, L. C. 2005. Principles of sedimentation and erosion engineering in rivers, estuaries, and coastal seas, Aqua, Blokzijl, The Netherlands.
Zonneveld, N., E.A. Huismar, dan J.H. Boon, 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
20
Lampiran 1. Absensi kegiatan Tahap 1
21
Absensi kegiatan Tahap 2
22
Lampiran 2
23
24
25
26
Lampiran 3 PETA LOKASI P2M APLIKASI SISTEM BUDIDAYA TERPADU APULES
Peta Lokasi P2M Kelompok APULES
KECAMATAN BULELENG
DE SA PENARUK AN
DESA BANYUNING
DE SA KALIBUBUK
DE SA ANTURA N
DE SA BAK TISERAGA
DE SA BANYUA SRI
DE SA TUK AD MUNGGA
DE SA PEMA RON
DE SA KALIUNTU
DE SA KAMP UNG BARU
DE SA KAMP UNG BUGIS
DE SA KAMP UNG ANYAR
1 0 1 Kilometers
N
PETA DESA PANTAI
KECAMATAN BULELENG
KABUPATEN BULELENG
KELOMPOK APULES
SAMBANGAN
SINGARAJA
Sambangan
27