laporan

18
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat, yaitu senyawa kimia yang dapat digunakan pada manusia dan hewan untuk menyembuhkan penyakit dan tujuan lain, sedang toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan keracunan. Baik farmakologi dan toksikologi merupakan ilmu yang bayak dipelajari di bidang farmasi dan kedokteran. Kedua bidang ilmu tersebut merupakan ilmu yang berkembang dari hasil eksperimental yang telah dilakukan. Untuk melakukan penelitian eksperimental dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Pada uji in vivo eksperimen banyak menggunakan hewan percobaan. Keanekaragaman jenis hayati (hewan percobaan) yang dimiliki ataupun yang dipakai sebagai Animal Model oleh suatu laboratorium medis baik itu di bidang farmasi, psikologi, ekologi, mikrobiologi, kanker, biologi dan sebagainya di negara manapun merupakan suatu modal dasar dan modal hidup yang mutlak dalam berbagai kegiatan penelitian. Secara definisi hewan-hewan percobaan adalah yang digunakan sebagai alat penilaian atau merupakan modal hidup dalam suatu kegiatan penelitian atau pemeriksaan laboratorium medis maupun non medis secara in vivo. Di dalam hal keikutsertaan dan pemanfaataannya bagi pengembangan flint dan teknologi, kebutuhan akan sumber Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 1

Transcript of laporan

Page 1: laporan

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat, yaitu senyawa kimia

yang dapat digunakan pada manusia dan hewan untuk menyembuhkan penyakit dan

tujuan lain, sedang toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan

keracunan. Baik farmakologi dan toksikologi merupakan ilmu yang bayak dipelajari

di bidang farmasi dan kedokteran. Kedua bidang ilmu tersebut merupakan ilmu yang

berkembang dari hasil eksperimental yang telah dilakukan. Untuk melakukan

penelitian eksperimental dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo. Pada uji in

vivo eksperimen banyak menggunakan hewan percobaan.

Keanekaragaman jenis hayati (hewan percobaan) yang dimiliki ataupun yang

dipakai sebagai Animal Model oleh suatu laboratorium medis baik itu di bidang

farmasi, psikologi, ekologi, mikrobiologi, kanker, biologi dan sebagainya di negara

manapun merupakan suatu modal dasar dan modal hidup yang mutlak dalam berbagai

kegiatan penelitian. Secara definisi hewan-hewan percobaan adalah yang digunakan

sebagai alat penilaian atau merupakan modal hidup dalam suatu kegiatan penelitian

atau pemeriksaan laboratorium medis maupun non medis secara in vivo. Di dalam hal

keikutsertaan dan pemanfaataannya bagi pengembangan flint dan teknologi,

kebutuhan akan sumber hayati ini (hewan percobaan) makin hari makin meningkat

terutama untuk kepentingan penelitian biomedis maupun pendidikan baik di dalam

maupun di luar negeri. Oleh karena itu perlu kiranya diketahui tentang seluk beluk

tentang hewan percobaan yang banyak digunakan serta bagaimana cara

penanganannya.

I.2 Tujuan Percobaan

Mahasiswa mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk pengujian

obat

Mahasiswa dilatih untuk mengetahui cara pemberian obat

Mahasiswa dilatih untuk mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan

secara berbeda rute pemberian

I.3 Hipotesis

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 1

Page 2: laporan

Mencit yang disuntikan larutan uretan dapat menyebabkan mencit menjadi lemas

Rute pemberian obat yang paling cepat di antara subkutan dan intraperitoneal

adalah intraperitoneal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 2

Page 3: laporan

Hewan coba atau sering disebut dengan hewan laboratorium adalah hewan

yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian farmakologi. Hewan

laboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk penelitian pengaruh bahan

kimia atau obat pada manusia. Syarat hewan yang digunakan untuk penelitian

farmakologi adalah harus jelas fisiologinya, bebas dari penyakit, didapat breeding

centre yang baik atau biakkan sendiri.

Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana sampai

ukuran yang lebih besar dan lebih kompleks digunakaan untuk keperluan penelitian

yaitu mencit,tikus,kelinci dan kera.

Mencit (Mus musculus) , sifat-sifat : mudah marah, penakut, fotofobik, mudah

bersembunyi, berkumpul, aktif pada malam hari, mudah terganggu oleh manusia

(Syamsudin,2011)

Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke

dalam ordo rodentia dan family Muridae. Mencit dewasa biasa memiliki berat antara

25-40 gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit laboratorium

adalah strain albino yang mempunyai warna bulu putih dan mata merah muda

(Hrapkiewicz et al, 1998).

Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantung

terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yang

lebih tebal.

Untuk memegang mencit yang akan diperlakukan (baik pemberian obat

maupun pengambilan darah) maka diperlukan cara-cara yang khusus sehingga

mempermudah cara perlakuannya. Secara alamiah mencit cenderung menggigit bila

mendapat perlakuan kasar. Pengambilan mencit dari kandang dilakukan dengan

mengambil ekornya kemudian mencit ditaruh pada kawat kasa dan ekornya sedikit

ditarik. Cubit kulit bagian belakang kepala dan jepit ekornya dengan jari manis dan

jari kelingking (Syamsudin,2011).

Obat yang biasanya beredar di pasaran dan kita kenal secara umum adalah

obat dengan pemakaian melalui oral. Selain melalui oral, rute pemberian juga dapat

dilakukan secara intravena, intramuskular, intra peritoneal, intra dermal, perektal dan

subkutan. Tentunya rute pemberian ini akan berpengaruh pada kinerja obat yang dapat

diamati dari onset dan durasi obat.

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 3

Page 4: laporan

Cara pemberian suatu obat sangat penting artinya karena setiap jenis obat

berbeda penyerapannya oleh tubuh dan sangat tergantung pada lokasi pemberian.

Onset adalah waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk menimbulkan efek. Onset

dihitung mulai saat pemberian obat hingga munculnya efek pada pasien atau hewan

percobaan. Durasi adalah lamanya obat bekerja didalam tubuh. Durasi dapat diamati

mulai saat munculnya efek hingga hilangnya efek pada pasian atau hewan percobaan.

a. Oral

Rute pemberian oral adalah paling umum dilakukan karena mudah,aman dan

murah. Rute pemberian oral memberikan efek sistemik dan dilakukan melalui mulut

kemudian masuk saluran intestinal (lambung) dan penyerapan obat melalui membran

mukosa pada lambung dan usus. Pemberian per oral akan memberikan onset paling

lambat karena melalui saluran cerna dan perlu melalui proses metabolisme sehingga

lambat diabsorbsi oleh tubuh. Selain itu, pemberian secara oral membutuhkan dosis

yang paling besar diantara rute pemberiannya. Karena obat perlu melalui metavolisme

di hati dan eliminasi. Kerugiannya banyak faktor dapat memengaruhi

bioaviabilitasnya yaitu, obat dapat mengiritasi saluran cerna, sehingga perlu

penanganan yang cermat pada hewan coba. Absorpsi obat dapat terjadi secara difusi

pasif, oleh sebab itu obat harus mudah larut dalam lemak dan dalam bentuk nonionik.

Absorpsi obat dalam usus halus lebih cepat karena epitel usus halus permukaannya

luas karena berbentuk vili yang belipat. Sedangkan dalam lambung lebih lambat

karena dindingnya tertutup lapisan mukus yang tebal (Syamsudin,2011).

b. Intravena

Intravena (IV) dilakukan dengan penyuntikan melalui pembuluh darah balik

(vena), memberikan efek sistematik. Melalui cara intravena ini, obat tidak mengalami

absorpsi. Tetapi langsung masuk pada sirkulasi sistemik. Karena itulah kadar obat

yang dibutuhkan lebih sedikit.

c. Intraperitoneal

Penyuntikan dilakukan pada rongga perut sebelah kanan bawah, yaitu di antara

kandung kemih dan hati. Suntikan ini tidak lazim dilakukan pada manusia. Cara ini

hanya dilakukan untuk pemberian obat untuk hewan uji, karena memiliki resiko

infeksi yang sangat besar. Intraperitoneal akan memberikan efek yang cepat karena

pada daerah tersebut banyak terdapat pembuluh darah. Obat yang disuntikkan dalam

rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat

(Darmono,2011). Hewan uji dipegang pada punggung supaya kulit abdomen menjadi

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 4

Page 5: laporan

tegang. Pada saat penyuntikan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Suntikan

jarum membentuk sudut 10o menembus kulit dan otot masuk ke rongga peritoneal.

Cara intraperitonial hampir sama dengan cara IM, suntikkan dilakukan di daerah

abdomen diantara cartilage xiphoidea dan symphysis pubis (Mangkoewidjojo, 1998).

d. Intramuskular

Pemberian obat melalui cara ini sering dilakukan pada manusia dan hewan,

tetapi untuk hewan coba seperti mencit dan tikus jarang dilakukan. Obat yang

diberikan dengan cara ini akan diabsorpsi relatif kurang cepat. Daya kelarutan obat

dalam air sangat menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar

larut dalam air dapat mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan

lambat, tidak lengkap dan tidak teratur (Syamsudin,2011). Dosis yang dibutuhkan

untuk rute pemberian secara intramuskuler cenderung sangat sedikit.

e.Subkutan

Pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang

tidak menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya absorpsi terjadi secara lambat dan

konstan sehingga efeknya bertahan lama. Determinan dari kecepatan absorpsi ialah

total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh

darah lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama. Obat bentuk suspensi diserap

lebih lambat daripada larutan. Pemberian obat yang dicampur dengan obat

vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsi obat tersebut. Obat bentuk padat

yang ditanamkan dibawah kulit dapat diabsorpsi selama beberapa minggu atau

beberapa bulan. Penyuntikan dilakukan di bawah kulit dan menembus dinding kapiler

untuk memasuki aliran darah, rute pemberian ini memberikan efek sistemik.

f. Perektal

Pemberian obat dengan cara ini, absorpsinya relatif lambat karena daya absorpsi

rektum tidak seperti pada usus.

Efek Farmakologi dari suatu obat dapat dipengaruhi oleh berbagai macam

faktor, antara lain : rute pemberian obat, bentuk sediaan, faktor biologis (jenis

kelamin, usia, berat badan, dan lain-lain), toleransi atau riwayat kesehatan, faktor

lingkungan dan spesies.

Faktor Biologis

Jenis kelamin, berat badan, usia, dan spesies hewan percobaan yang digunakan

juga berpengaruh pada kedua hal tersebut. Usia hewan memiliki pengaruh yang nyata

terhadap kerja obat. Hewan yang berusia lebih muda tentu saja membutuhkan dosis

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 5

Page 6: laporan

yang lebih sedikit dibanding yang lebih tua. Usia yang terlalu muda pada umumnya

perkembangan enzim-enzim belum sempurna sehingga metabolisme obat belum

berlangsung dengan sempurna. Berat badan juga merupakan suatu faktor yang

berhubungan terhadap kerja obat. Hewan yang bobotnya lebih besar memerlukan

dosis yang lebih banyak daripada dosis rata-rata untuk menghasilkan suatu efek

tertentu. Begitupun sebaliknya. Berdasarkan jenis kelamin, betina lebih peka terhadap

efek obat tertentu daripada jantan.

Toleransi

Toleransi adalah penurunan efek farmakologik akibat pemberian berulang.

Berdasarkan mekanisme nya ada dua jenis toleransi, yakni toleransi farmakokinetik

dan toleransi farmakodinamik. Toleransi farmakokinetik biasanya terjadi karena obat

meningkat metabolismenya sendiri, misalnya barbiturat dan rifampisin. Toleransi

farmakodinamik atau toleransi seluler terjadi karena proses adaptasi sel atau reseptor

terhadap obat yang terus-menerus berada di lingkungannya. Dalam hal ini jumlah obat

yang mencapai reseptor tidak berkurang, tetapi karena sensitivitas reseptornya

berkurang maka responnya berkurang.

Spesies

Umumnya, tikus lebih resisten dibanding mencit. Enzim-enzim tertentu tidak

dimiliki oleh beberapa spesies hewan sehingga metabolisme suatu obat tidak

berlangsung secara normal untuk obat yang memerlukan enzim tersebut

(Darmono,2011).

Faktor Lingkungan

Iklim, suhu dan status gizi dapat mempengaruhi respon suatu obat. Selain itu

lingkungan yang terlalu gaduh dapat menimbulkan efek suatu hipnotik menjadi

lambat.

Cara pemberian obat yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi obat yang

berbeda-beda pula. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan

mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.

Urethan merupakan anastetik perinjeksi yang bagus yang memberikan efek

analgesik dan refleks otot yang kuat dan kerja obat lama sehingga sangat baik untuk

digunakan dalam operasi. Akan tetapi, dapat dapat menyebabkan depresi jantung,

pernapasan, aktivitas menurun dan mengantuk. Jika salah dalam penginjeksian yang

tidak pada tempat yang sesuai, pemberian berikutnya tidak akan tercapai efek

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 6

Page 7: laporan

anastetik obat tersebut. Seharusnya obat urethan tidak dipakai lagi dalam penelitian

karena efek yang ditimbulkannya.

BAB III

METODE KERJA

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 7

Page 8: laporan

III.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan :

1. Jarum suntik

2. Timbangan hewan coba

Bahan yang digunakan :

1. 1 ekor mencit

2. 1 ekor kelinci

3. 1 ekor tikus

4. 1 ekor katak

5. Larutan uretan 10% dalam aquadest steril

III.2 Cara Kerja

Penanganan Hewan Coba

a. Setiap kelompok mahasiswa mendapatkan 1 ekor kelinci, 1 ekor mencit, 1

ekor tikus dan 1 ekor katak.

b. Amati keadaan biologi dari hewan coba meliputi : bobot badan, frekuensi

jantung, lajun nafas, reflex, tunos otot, kesadaran, rasa nyeri dan gejala lainnya

bila ada.

Rute Pemberian Obat

a. Setiap kelompok mahasiswa mendapatkan 1 ekor mencit.

b. Dalam satu kelas dibagi menjadi dua kelompok besar (I dan II)

c. Ditimbang mencit untuk menentukan dosis obat yang akan diberikan secara

subkutan dan intraperitoneal. (uretan 1,8 g/kg bb).

d. Diamati pengaruh atau efek dari obat.

e. Dihitung waktu sejak obat diberikan sampai terjadi efek.

Perhitungan dosis

- Berat badan : 15,9 gr

- Dosis : 1,8 gr/kg BB

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 8

Page 9: laporan

- Konsentrasi zat : 10%

X15,9 gr

= 1,8 gr1000 gr

1000 gr X = 1,8 gr x 15,9 gr

X = 28,62 gr1000 gr

X = 0,02862 gr

10% b/v = 10 gr dalam 100 ml

10 gr100 ml

=0,02862 grX ml

X = 0,02862 x 100

10

X = 0,2862 ml ≈ 0,3 ml

IV.2 Pembahasan

Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai hasil percobaan yang akan

dibandingkan dengan dasar teorinya. Pada percobaan ini hewan coba yang diuji yaitu

mencit. Pada pengamatan mencit, larutan uretan 10% dengan rute pemberian obat

yang berbeda yaitu subkutan dan intraperitoneal. Uretan disini berfungsi sebagai

anestetik local dan bersifat menghilangkan kesadaran. Pemberian uretan membuat

mencit menjadi lemas dan dalam waktu yang relatif lama membuat mencit tidak

sadarkan diri.

Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan, ternyata pemberian obat

dengan cara intraperitoneal waktu timbulnya efek lebih cepat dibandingkan dengan

rute pemberian obat secara subkutan. Hal ini dikarenakan obat yang disuntikkan

dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat

terlihat. Sedangkan dengan cara subkutan, kecepatan absorpsi ialah total luas

permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal

sehingga difusi obat tertahan/diperlama, sehingga reaksi obat terjadi secara lambat

karena proses absorpsi yang lambat dan efeknya bertahan lama. Berdasarkan  hasil

pengamatan yang kami lakukan pemberian obat secara intraperitoneal, ketika

disuntikan uretan mencit langsung terlihat tenang dengan onset yang ditunjukkan pada

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 9

Page 10: laporan

4 menit 20 detik dan onset dari rata-rata kelompok yaitu 147 detik. Setelah 10 menit

mencit terlihat sangat peka terhadap uretan, yaitu kesadaran mencit menurun,

rangsangan nyeri menurun. Setelah 30 menit mencit terlihat tenang (lemas) tetapi

mata mulai sayup. Setelah 60 menit reflex dan tonus otot mencit mulai meningkat

dengan sesekali kaki bergerak dan salivasi tetapi mata masih sayup. Kemudian mencit

mulai kembali aktif pada waktu 13 jam 50 menit, waktu ini menunjukan durasi obat

yaitu waktu yang menunjukkan dari timbulnya efek hingga hilangnya efek yang

ditandai dengan adanya urinasi dan defekasi dikarenakan efek dari obat uretan telah

habis. Menurut Ian Tanu cara pemberian yang lebih cepat adalah secara

intraperitoneal dibandingkan secara subkutan. Hal ini dikarenakan bahwa pemberian

obat secara intraperitoneal pada bagian abdomen. Dimana pada bagian ini, terdapat

banyak pembuluh darah sehingga obat lebih mudah diserap ke dalam sistem

peredaran darah. (Tanu,2005)

Sedangkan pada rute pemberian obat secara subkutan umumnya absorpsi

terjadi secara lambat dan konstant sehingga efeknya bertahan lama. Oleh karena itu

waktu yang dihasilkan ketika menimbulkan efek relatif lebih lama dibandingkan

dengan intraperitoneal, karena obat diabsorsi secara lambat dan konstan sehingga

efeknya dapat bertahan lama. Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok lain,

pemberian obat secara subkutan, ketika disuntikan uretan mencit sangat resisten (tidak

menimbulkan efek). Onset dari rata-rata kelompok yaitu 161 detik.

BAB V

KESIMPULAN

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 10

Page 11: laporan

Berdasarkan perbandingan dengan hipotesis kelompok kami dapat

disimpulkan bahwa fungsi larutan uretan ini benar dapat membuat mencit menjadi

lemas dan tidak sadarkan diri. Karena uretan disini berfungsi sebagai anestetik local

bersifat menghilangkan kesadaran. Pemberian uretan membuat mencit menjadi lemas.

Sedangkan berdasarkan perbandingan dengan hipotesis kelompok kami dapat

disimpulkan bahwa rute pemberian obat secara subkutan tidak berlangsung cepat.

Setelah dilakukan percobaan dapat disimpulkan kembali rute pemberian secara

intraperitoneal benar berlangsung cepat. Karena pemberian obat secara intraperitoneal

pada bagian abdomen. Dimana pada bagian ini, terdapat banyak pembuluh darah

sehingga obat lebih mudah diserap ke dalam sistem peredaran darah.

DAFTAR PUSTAKA

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 11

Page 12: laporan

Andrajati, Retnosari. 2010. Penuntun Praktikum Farmakologi. Depok: Laboratorium

Farmakologi dan Farmakokinetika Departemen Farmasi FMIPA-UI. (Senin,20

Mei 2013, 23:15)

Departemen Farmakologi dan Terapi. 2009. Farmakologi dan Terapi. UI press :

Jakarta (Rabu, 15 Mei 2013, 13.36)

http:/nurulafifah-afifah.blogspot.com/2012/10/laporan-farmakologi-rute-pemberian-

obat.html (Jum’at, 17 Mei 2013, 20.21)

http://yuniethafafa.blogspot.com/2012/04/rute-pemberian-obat.html (Senin, 20 Mei

2013, 14.24)

Syamsudin,Darmono.2011.Farmakologi Eksperimental.UI Press: Jakarta (Senin,20

Mei 2013, 20:30)

Syarif, Amir, et al.. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.

(Senin,20 Mei 2013, 21:45)

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat| 12