LAPORAN
-
Upload
ahmad-baidowi -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of LAPORAN
LAPORAN
PRAKTIKUM MIKROTEKNIK
“Whole Mount Preparation Of Hydroxide Macerated Object”
Nama : Ahmad Baidowi
NIM : 1147020003
Semester/ Kelompok : II A / 2
Tanggal Praktikum : 15 April 2015
Tanggal Pengumpulan : 22 April 15, 2015
Dosen : Drs. H. Momi Sahromi
Asisten : Rahmat Taufiq M.A., S.Si.
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
I. PENDAHULUAN
I.1. Tujuan
Melihat sel jantan yang ada pada serbuk sari dari pengawetan
dengan pembuatan preparat pollen tubes
I.2. Dasar Teori
Kompatibilitas adalah kesesuaian antara organ jantan dan betina sehingga penyerbukan yang terjadi dapat diikuti dengan proses pembuahan. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi pembuahan setelah penyerbukan. Ketidaksesuaian antara organ jantan dan betina disebut inkompatibilitas. Ketidaksesuaian dikendalikan oleh faktor lingkungan, genetik dan fisiologis (Poespodarsono, 1998).
Inkompatibilitas (incompatibility) adalah bentuk ketidaksuburan yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki pollen dan ovule normal dalam membentuk benih karena gangguan fisiologis yang menghalangi fertilisasi. Mekanisme didalam tumbuhan berbunga yang mencegah terjadinya self-fertilisasi akibat dekatnya hubungan antara organ reproduksi jantan dan betina pada bunga yang sempurna (Kao dan Huang, 1994).
Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung pollen dalam (a) menembus kepala putik, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai putik namun tidak mampu mencapai ovule karena pertumbuhan yang terlalu lambat. Mekanisme ini mencegah silang dalam (selfing) dan mendorong adanya penyerbukan silang (crossing) (Suwarno, 2008).
Outbreeding pada tanaman tingkat tinggi, yaitu untuk mencegah pembuahan sendiri. Berdasarkan marfologi bunga inkompatibilitas dibagi menjadi: 1. Inkompatibilitas Homomorfik : yaitu putik dan benang sari sama panjang. a) Gametofitik Terhentinya pertumbuhan tabung tepung sari di dalam putik multi alel. Interaksi antara tepung sari yang haploid dengan sel-sel putik yang diploid. Jika alel tepung sari sama dengan alel putik, maka pertumbuhan tabung serbuk sari terhenti dan sebaliknya. Pada system gametofit , inkompatibilitas terjadi bila serbuk sari dan kepala putik mempunyai alel yang sama. Contohnya persilangan gamet betina S1S2 x jantan S1S2 akan mengalami ketidak cocokkan (inkompatibilitas) karena serbuk sari itu akan membawasalah satu alel S1 atau S2 yang keduanya terdapat pula pada jaringan tangkai putik. Tetapi pada persilngan gamet betina S1S2 x jantan S1S3 akan lebih kompatibel dan menghasilkan keturunan S1S3 dan S2S3 karena gamet jantan membawa S3 yang dapat berfungsi secara normal. Persilangan resiprokal antara tanaman tersebut juga kompatibel dan menghasilkan keturunan S1S2 dan S1S3. secara teoritis persilangan alel yang
homozigot tidak mungkin pada gametofit.. (James R.Welsh dan Johanis P.Mogea, 1991:63)
Inkompatibilitas sering juga disebut dengan inkompatibilitas sendiri karena yang terhalang adalah self-fertilisasi. terdapat dua jenis inkompatibilitas sendiri (SI) yang berbeda yaitu gametofitik inkompatibilitas sendiri (GSI) dan inkompatibilitas sendiri sporofitik (SSI) (Kao dan Huang, 1994).
Pada sistem gametofitik, kecepatan tumbuh tabung pollen dikendalikan oleh rangkaian alel yang disimbolkan dengan S1, S2, S3, dan sebagainya. Inti pollen adalah haploid sehingga hanya memiliki satu alel inkompatiblitas. Jaringan tangkai putik pada tanaman betina adalah diploid sehingga memiliki dua alel inkompatibilitas. Jika alel inkompatibilitas pada intipollen identik dengan salah satu alel pada jaringan tangkai putik, pertumbuhan tabung pollenpada tangkai putik akan lebih lambat dan pembuahan akan jarang terjadi. (Marufah .2009)
b) Sporofitik Dikendalikan oleh alel dominant pada putik. Putik yang mempunyai alel tersebut maka pollen tidak dapat tumbuh. System safrofit mengandung bentuk dominansi yaitu S1 yang dominant terhadap seluruh alel lain, S2 juga demikian kecuali terhadap S1 dan seterusnya. Ada mikrosporogenesis semua serbuk sari, sifat genotif akan muncul pada fenotif alel dominant pada jaringan jantan diploid. Misalnya, jantan S1 S2 akan menghasilkan fenotip S1, meskipun disana dijumpai genotip S2. pada gamet betina tidak dijumpai ekspresi dominant dan betina berfungsi sama seperti seperti system gametofit. Pada system saprofit, persilangan gamet betina S1 S2 x jantan S1 S3 adalah tidak cocok inkompatibel karena adanya efek dominansi pada jantan, bahwa kedua serbuk sari S1 dan S2 mempunyai fenotip S1¬. selama S1¬ besifat inkompatibel terhadap jaringan tangkai putik S1 S2 maka tidak akan terjadi pembuahan. Persilangan resiprok juga akan menghasilkan proses yang inkompatibel. (James R.Welsh dan Johanis P.Mogea, 1991:63)
Sistem inkompatibilitas sporofitik adalah sistem satu lokus dengan jumlah alel S yang banyak. Berbeda dengan sistem gametofitik, disini alel S memperlihatkan dominansi. Dominansi ditentukan oleh tanaman yang menghasilkan pollen. Jika tanaman memiliki genotipe S1S2 dan S1 dominan terhadap S2 sehingga semua pollen dari tanaman tersebut dapat berfungsi seperti S1; dan pollen dengan alel S1 atau S2 akan inkompatibel dengan tangkai putik S1, tetapi akan kompatibel dengan tangkai putik S2. Kombinasi genetik dari sistem sprofitik banyak dan kompleks. Pada sistem ini, penghambatan perkecambahan pollen atau pertumbuhan tabungpollen terjadi pada permukaan kepala putik, berbeda dengan sistem gametofitik dimana penghambatan pertumbuhan tabung pollen terjadi pada tangkai putik (Betty Lukiati.1998)
Outbreeding Heteromorfik. Ada dua tipe: a) Putik pendek dan benang sari panjang atau disebut pin. b) Putik panjang dan benang sari pendek atau disebut thrum . Biji terbentuk jika dua tipe berlainan disilangkan ü Biji tidak terbentuk jika dua tipe yang sama disilangkan ü Tipe putik pendek dan benang sari panjang mempunyai alel S yang dominant dan heterozigot (Ss). ü Tipe putik panjang dan benang sari pendek selalu homozigot resesif (ss). Tumbuhan bunga yang mempunyai bunga dengan pistil dan anter yang menghasilkan ovum maupun polen yang fertil dan viabel tidak selamanya dapat melakukan polinsi sendiri. Seandainya dapat melakukan polinasi tumbuhan tersebut tidak berhasil melakukan fertilisasi. Hal ini disebabkan imkompatibilitas seksual pada tanaman tersebut sehingga polennya tidak dapat membuahi ovum. Inkompatibilitas seksual dibedakan menjadi dua: 1) interspesifik 2) intraspesifik. Outbreeding intra spesifik disebut self- incompatibility (inkompatibilitass sendiri), secaara morfologi ada 2 tipe self- incompatibility yaitu heteromorfi dan homomorfi. Jika inkompatibilitas homorfi ini disebabkan genotip dari gametogenotip disebut gametophyctic self-incompability (GSI), jika disebabkan genotip dari sporofitnya disebut sporofit self- incompability (SSI). Kemajuan teknologi pada saat ini telah menunjukkan keberhasilan dalam usaha menanggulangi masalah inkompatibilitas seksual pada beberapa tumbuhan. (Subag Sistem Informasi BAAKPSI UM, 2005.)
Protandri adalah bunga yang benang sarinya lebih dahulu masak. Dengan demikian Bunga tersebut tidak akan mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya bunga dari tanaman seledri(Apium graveolens L.), wotel (Daucus corota L), Peterseli (Petroselium crispum Nym.), dan Bawang Bombay(Allium cepa L.) hampir semua tanaman ini mengalami penyerbukan silang. Potogoni adalah bunga yang putiknya lebih dulu masak daripada benang sari. Bilamana putiknya masak, maka benang sarinya masih sangat muda dan tidak dapat berkecambah. Dengan demikian putiknya tidak mengalami penyerbukan sendiri. Contohnya : Coklat (Theobroma cacao L.), Kubis (Brassica oleracea L. Var.capitata), Apokat ( Persea Americana miller). (Surjono H. Sutjahjo,2005)
II. METODE
2.1.Alat dan Bahan
Alat Jumlah Bahan JumlahMikroskop 1 unit Bunga Kaca benda 1 unit Bunga Kaca tutup 1 unit Bunga Pinset 1 unit Albuin 1 butir telurPipet tetes 1 unit Gelas kimia 50 ml
1 unit
Koas kecil 1 unit
2.2.Cara Kerja Oleskan putih telur pada kaca benda ddengan koas Taburkan serbuk sari pada punga(mikrospora) Tutup dengan kaca tutup Tetesi setiap sisi kaca tutup dengan albumin menggunakan
pipet tetes Amati dengan mikroskop
III. HASIL DAN PEMBAHASANIII.1. Pengamatan bunga sepatu
Pengamatan pertama Setelah 1 jam Literature
Sumber dokumen pribadiBunga sepatu Sumber dokumen pribadi
Bunga sepatuSumber (BAAKPSI UM, 2005)
Gambar tangan Keteranga a. Bentuk bulatb. Memiliki cincin di dalam pollen
Pada pengamata pertaman bunga sepatu Butiran serbuk sari dari jantan memiliki bentuk bulat dengan bentuk sperti cincin ditengan bulatan pollen tubes, pada awal pengamatan belum memiliki tonjolan seperti akar, dan saat di tunggu selama 1 jam, tonjolan yang memiki bentuk seperti akar mulai keluar, ini memanandakan putih telur dapat merangsang pertumbuhan pollen dengan cukup cepat.
III.2. Pengamatan bunga waluh
Pengamatan pertama Setelah 1 jam Literature
Sumber dokumen pribadiBunga waluh
Sumber dokumen pribadiBunga walu
Sumber (BAAKPSI UM, 2005)
Gambar tangan Keteranga a. Adanya gerigi di setiap sisib. Warna agak kuning
Pada pengamatan kedua adalah pada serbuk sari jantan pada bunga waluh, terlihat pada gambar pollen tubes ini memilik sisi-sisinya seperti gerigi dan memiliki tangan-tangan atau tonjoloan pada bagian sisinya yang memanadakan pollen tubes dewasa, pada pollen tubes ini memiliki warna agak kekuning-kuningan
III.3. Pengmatan bunga tempuyung Pengamatan pertama Setelah 1 jam Literature
Sumber dokumen pribadiBunga waluh Sumber dokumen
pribadiBunga walu
Sumber (BAAKPSI UM, 2005)
Gambar tangan Keteranga a. Terdapat lender yang mengikat beberapa
pollen tube dalam satu kelompok
Pada serbuk pollen tube bunga tempuyung ini memiliki bentuk yang
sangat kecil disbanding dari ketiga serbuk jantan dari pengamatan
sebelumnya, pada bunga ini memiliki selaput yang membungkus beberapa
pollen tubes dalam satu koloni, selaput ini adalah salah satu bahan makanan
untuk pollen tubes nya sendiri dalam berkembang biak membentuk kecambah
yang akan memilki serabut atau alat seperti serbut kecil.
Pada praktikum kali ini, dapat dilihat bahwa pada tanaman yang diamati
terdapat perbedaan antara panjang pistil dan stemennya. Hal tersebutlah yang
membuat terjadinya inkompatibilitas. Outbreeding dapat disebabkan oleh beberapa
factor, baik factor marfologi, gemetik, maupun fisiologi. Factor marfologis yang
dapat menyebabkan inkompatibilitas berkaitan dengan panjang pendeknya stamen
dan stylus. Satu tipe yang mempunyai stylus panjang dan stamen pendek disebut pin,
sebaliknya apabila stylus pendek dan stamen panjang disebut thrum.
Tanaman wedelia merupakan tanaman yang memiliki stamen panjang dan stylus
pendek yang disebut. Bunga kembang sepatu memliki pistil yang lebih panjang
sedangkan stamen sedikit lebih pendek. Karena memiliki pistil yang panjang maka
proses pembuahan akan memakan waktu yang sedikit lama. Karena jarak sel telur
dari mulut pistil hingga ke dalam pangkal tempat sel telur sedikit jauh
Factor fisiologis dapat juga menyebabkan terjadinya inkompatibilitas. Apabila stamen
lebih dahulu matang daripada pistil disebut protandri, sebaliknya apabila pistil lebih
dahulu matang daripada stamen disebut protogeni.
IV. KESIMPULAN
Dari pengamata dan pembahasan adapun kesimpulannya adalah, apad pollen
tubes setiap serbuk sari jantan memiliki ukuran dan benuk yang berbeda, dan
dibedakan saat dewasa memiliki bentuk atau tonjolan yang tumbuh pada sisi
pollen tubes, sel-sel yang ada pada setiap terdapat seperti plasma yang mengikat
setiap butiran serbuk jantan pada bunga, terdapat inti sel di setiap pollen tubes.
DAFTAR PUSTAKA
Allard, R. W, 1995. Pemuliaan Tanaman ,Jakarta. Rineka Cipta..
Betty Lukiati.1998. Bahan Ajar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian, Bengkulu, Universitas
Bengkulu..
Kao dan Huang, 1994. Pengenalan Pollen Tubes. Jakarta, Karya Kencana
Marufah .2009. Penuntun Praktikum Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu.Bengkulu.
Poespodarsono, Soemardjo. 1988. Dasar – Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bandung: ITB.
Subag Sistem Informasi BAAKPSI UM, 2005.Preparat Pollen Tubes Pada Beberapa Bunga .Malang
Surjono H. Sutjahjo,2005. Karakteristik bunga, Jakarta. Erlangga
Welsh, James R dan Mogea, Johanis P. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman.
Jakarta: Erlangga.