LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM · PDF fileKata Kunci: LTE, OFDM, SC-FDMA, Lapisan...
Click here to load reader
Transcript of LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM · PDF fileKata Kunci: LTE, OFDM, SC-FDMA, Lapisan...
Makalah Seminar Kerja Praktek
LAPISAN FISIK PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) DI PT
TELKOM R&D CENTER BANDUNG Oleh : Yusup Rudyanto (L2F007082)
Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Abstrak Standard teknologi wireless dituntut harus terus mengalami evolusi menjadi semakin baik, baik dalam
hal penyediaan layanan mobile broadband , kecepatan data dan area akses yang semakin luas. Hal itu dilihat
dari sisi pelanggan, sedangkan dari sisi penyedia jaringan juga perlu desain jaringan yang lebih sederhana
namun dapat bekerja dengan seoptimum mungkin.
Teknologi Long Term Evolution atau sering disebut LTE menjawab persoalan tersebut. Sejauh ini
teknologi yang banyak dikenal orang 3G atau 3,5G (HSDPA). LTE ini dianggap yang paling siap menuju 4G,
meskipun standarnya belum memenuhi standar 4G, sehingga sering disebut 3,9G. LTE dengan arsitektur
jaringan yang lebih sederhana serta radio akses yang digunakan adalah OFDM pada arah downlink dan Single
Carrier FDMA (SC-FDMA) pada arah uplink, memunginkan laju data sebesar 100Mbps (downlink) dan
50Mbps (uplink) dengan spectrum bandwidth 20 MHz. dalam laporan ini akan lebih focus membahas mengenai
layer fisik pada LTE dimana didalamnya menjelaskan skema multiple access yang digunakan baik untuk
downlink maupun uplink.
Kata Kunci : LTE, OFDM, SC-FDMA, Lapisan fisik
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Standard teknologi wireless dituntut
harus terus mengalami evolusi menjadi
semakin baik, baik dalam hal penyediaan
layanan mobile broadband , kecepatan data
dan area akses yang semakin luas. Hal itu
dilihat dari sisi pelanggan, sedangkan dari
sisi penyedia jaringan juga perlu desain
jaringan yang lebih sederhana namun dapat
bekerja dengan seoptimum mungkin.
Teknologi Long Term Evolution
atau sering disebut LTE menjawab persoalan
tersebut. Sejauh ini teknologi yang banyak
dikenal orang 3G atau 3,5G (HSDPA). LTE
ini dianggap yang paling siap menuju 4G
dibanding kedua kandidat lainnya yaitu
UMB (CDMA) dan Wimax II (Wimax).
LTE bukan merupakan standard, tetapi
sebuah proyek yang ditargetkan untuk
menghasilkan perkembangan baru dari
spesifikasi 3rd Generation Partnership
Project (3GPP) Release 8 (Rel-8).
Dinamakan Long Term Evolution karena
LTE merupakan evolusi dari spesifikasi
teknologi wireless sebelum-sebelumnya
(GSM/EDGE, WCDMA, dan HSPA).
Evolusi yang terdapat pada LTE
dibandingkan standard - standard
sebelumnya meliputi 3 hal utama, yaitu air
interface, jaringan radio serta jaringan core.
Layanan LTE pertama di dunia dibuka oleh
TeliaSonera di dua kota Skandinavia yaitu
Stockholm dan Oslo pada 14 Desember 2009
lalu.
Salah satu perubahan pada LTE
dibanding teknologi sebelumnya adalah pada
lapisan fisiknya, khususnya dalam teknik
modulasi dan skema akses jamak. LTE
menerapkan teknik Orthogonal Frequency-
Division Multiple Access (OFDMA) untuk
downlink sedangkan untuk uplink
menggunakan Single-Carrier Frequency-
Division Multiple Access (SC-FDMA). Di
dalam makalah ini akan dibahas mengenai
prinsip kerja kedua skema multiple acces
tersebut,
1.2 Tujuan
Hal-hal yang menjadi tujuan penulisan
laporan kerja praktek ini adalah :
1. Mempelajari sistem telekomunikasi LTE.
2. Mempelajari skema multipe acces yang
digunakan dalam LTE
3. Mengetahui trial LTE yang dilakukan di
Telkom R&D Center Bandung.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang diambil oleh penulis
pada penulisan laporan kerja praktek ini hanya
mengenai skema multiple access untuk
downlink dan uplink yang digunakan pada
LTE. Tidak membahas mengenai arsitektur
jaringan LTE ataupun spesifikasi LTE secara
keseluruhan secara rinci.
II. DASAR TEORI
LTE adalah satu set perangkat
tambahan Universal Mobile
Telecommunications System (UMTS) yang
diperkenalkan oleh 3rd Generation
Partnership Project (3GPP) Release 8. LTE
yang sering disebut juga SAE (System
Architecture Evolution) ini merupakan
langkah menuju generasi ke-4 (4G) dari
teknologi radio yang dirancang untuk
meningkatkan kapasitas dan kecepatan
jaringan sistem komunikasi bergerak.
Evolusi dari GSM hingga menuju 4G yang
telah dirancang oleh 3GPP dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 2.1 Evolusi GSM
Terdapat 3 kandidat teknologi yang
mengarah ke 4G yaitu LTE, WIMAX dan
UMB. Tetapi dari ketiga kandidat tersebut
LTE yang dianggap paling siap menuju 4G.
2.1 Arsitektur Jaringan LTE
Arsitektur jaringan LTE secara
umum lebih sederhana disbanding dengan
teknologi sebelumnya ( GSM/ UMTS). LTE
memiliki Radio Access Network sendiri yang
bernama E-UTRAN. Jaringan intinya
disebut Evolved Packet Core (EPC). EPC
bersifat all-IP dan mudah berinterkoneksi
dengan jaringan IP lainnya, termasuk WiFi,
WiMAX, dan XDSL. Untuk
menghubungkan UE (pengguna) dengan E-
UTRAN digunakan eNB (e-NodeB). Pada
GSM eNB ini analogi dengan NodeB atau
BTS, namun pada eNB terdapat penambahan
fungsi dimana beberapa fungsi BSC juga
dilakukan oleh eNB tersebut.
Jaringan LTE mampu
mentransformasi pengalaman pengguna
telekomunikasi, memperbarui layanan
mobile broadband ke tingkatan baru
sehingga kegiatan mobile seperti browsing
internet, mengirim email, video sharing,
download musik, serta aplikasi-aplikasi lain
akan sangat mudah diakses tanpa ada
intervensi atau keterlambatan.
2.2 Persyaratan LTE
Dalam rangka memenuhi persyaratan
dari IMT Advanced tentang 4G, maka LTE
mempunyai beberapa persyaratan sebagai
berikut :
Bandwidth yang terskala
E-UTRA dapat beroperasi pada
alokasi bandwidth yang berbeda-beda,
yaitu 1.25 MHz, 2.5 MHz, 5 MHz, 10
MHz, 15 MHz, dan 20 MHz baik pada
uplink maupun downlink.
Puncak laju data sebesar 100 Mbps untuk
downlink, dan 50 Mbps untuk uplink
dengan alokasi spektrum bandwidth 20
Mhz.
Mencapai 200 pengguna aktif dalam 1 sel
(5 MHz)
User-plane latency kurang dari 5 ms
Pilihan spektrum frekuensi yang dapat
disesuaikan dengan jaringan saat ini yaitu
band GSM, CDMA, UMTS (450,700, 850,
900, 1700, 1800, 1900, 2100, 2500MHz)
Mendukung baik untuk operasi FDD
(Frequency Division Duplex) maupun
TDD (Time Division Duplex)
Antena MIMO sudah terstandardisasi
sehingga secara umum dapat
meningkatkan pesat data sektoral.
2.3 Motivasi dikembangkannya LTE
Perlu untuk menjamin kesinambungan
daya saing dari sistem 3G di masa depan.
Permintaan pengguna untuk kecepatan
data dan QoS yang lebih tinggi.
Sistem packet switch dioptimalkan.
Mengurangi biaya CAPEX (Capital
expenditure) dan OPEX (Operating
expenditure ).
Rendah kompleksitas.
Menghindari fragmentasi teknologi yang
tidak seharusnya dilakukan baik untuk
operasi band berpasangan (FDD) maupun
tidak berpasangan (TDD).
III. SKEMA MULTIPLE ACCESS
3.1 Definisi Multiple Access
Multiple access adalah suatu teknik yang
memungkinkan suatu titik (Base Station)
untuk dapat diakses oleh beberapa titik yang
saling berjauhan (Subscriber Station) dengan
tidak saling mengganggu. Di dalam eNB
terdapat beberapa lapisan, dimana lapisan
terbawahnya disebut lapisan fisik. Lapisan
ini mengatur multiple access yang
digunakan baik untuk downlink (mengirim
data dari jaringan ke UE) maupun uplink
(mengirim data dari UE ke jaringan).
LTE menerapkan teknik Orthogonal
Frequency Division Multiple Access
(OFDMA) untuk downlink sedangkan untuk
uplink menggunakan Single-Carrier
Frequency-Division Multiple Access (SC-
FDMA).
3.2 OFDM
OFDM (Orthogonal Frequency
Division Multiplexing) adalah sebuah teknik
transmisi yang menggunakan beberapa buah
frekuensi (multicarrier) yang saling tegak
lurus (orthogonal). Masing-masing
subcarrier tersebut dimodulasikan dengan
teknik modulasi konvensional pada rasio
simbol yang rendah. Prinsip kerja dari
OFDM dapat dijelaskan melalui gambar
blok diagram berikut :
Gambar 3.1 Blok diagram OFDM
Dari gambar 3.1 di atas dapat
dijelaskan secara rinci proses dari OFDM
baik pada pengirim maupun penerima.
Pengirim OFDM
Diagram blok pengirim OFDM dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.2 Diagram Blok Transmitter OFDM
Dari gambar 3.2 dapat dilihat
diagram blok pengirim OFDM terdiri dari
blok-blok serial to paralel, modulator, IFFT
dan paralel to serial. Deretan data yang akan
ditransmisikan (data in) yaitu deretan bit-bit
serial dikonversikan ke dalam bentuk paralel
oleh Serial to Paralel Converter, sehingga
bila bit rate semula adalah R maka bit rate
ditiap jalur paralel adalah R/N dimana N
adalah jumlah jalur paralel atau jumlah
subcarrier. Prinsip konversi bit serial ke
paralel ditunjukkan pada Gambar 3.3
Gambar 3.3Konversi Bit Serial ke Paralel
Kemudian ke-N bit paralel ini
(X[0], X[1], ..., X[N-1]) dimodulasikan
pada tiap-tiap subcarrier yang berbeda
dimana setiap subcarrier dipisahkan sejauh
Δf. Modulasi ini bisa berupa BPSK, QPSK,
QAM atau yang lain secara adaptif. Blok
diagram Modulator dapat dilihat pada
Gambar 3.4 di bawah ini :
Gambar 3.4 Proses modulasi
Sinyal hasil modulasi tersebut secara
matematika dapat ditulis sebagai:
Sinyal OFDM hasil modulasi
kemudian dialirkan ke dalam Inverse Fast
Fourier Transform (IFFT) untuk mengubah
sinyal dari domain frekuensi ke dalam sinyal
MODULATOR
domain waktu dengan cara mencuplik
sinyal x(t) dengan laju Tss/N. Penggunaan
IFFT ini memungkinkan pengalokasian
frekuensi yang saling tegak lurus
(orthogonal). Proses IFFT ditunjukkan
pada Gambar 3.5
Gambar 3.5 Proses IFFT
Sinyal keluaran IFFT disebut symbol
OFDM dan dapat dinyatakan sebagai:
Sinyal OFDM yang telah
diaplikasikan ke dalam IFFT ini kemudian
dikonversikan lagi ke dalam bentuk serial.
Setelah disisipi cyclic prefix dengan cara
menyalin bagian akhir simbol sepanjang
periode CP yang digunakan dan
menempatkannya pada awal simbol, baru
data dikirim.
Penerima OFDM
Setelah melalui kanal maka sinyal
informasi tadi diterima oleh penerima.
Berikut gambar blok diagram penerima
OFDM :
Gambar 3.6 Diagram Blok Receiver OFDM
Gambar 3.6 menunjukkan blok
diagram penerima yang terdiri dari blok-
blok serial to paralel, FFT, demodulasi,
dan Paralel to Serial.
Di penerima terjadi proses
kebalikan dari proses yang ada di
pengirim. Sinyal yang telah dialirkan ke
dalam FFT kemudian didemodulasikan
dan dikonversi lagi ke dalam bentuk serial
oleh Paralel to Serial Converter dan
akhirnya kembali menjadi bentuk data
informasi. Dengan sistem OFDM ini
throughput dari kanal yang diberikan dapat
ditingkatkan tanpa harus meningkatkan
bandwidth.
3.2.1 Kelebihan OFDM
Beberapa kelebihan OFDM diantaranya:
Efisien dalam pemakaian bandwidth
OFDM adalah salah satu jenis
dari multicarrier (FDM), tetapi memiliki
efisensi pemakaian frekuensi yang jauh
lebih baik. Pada OFDM overlap antar
frekuensi yang bersebelahan
diperbolehkan, karena masing-masing
sudah saling orthogonal, sedangkan pada
sistem multicarrier konvensional untuk
mencegah interferensi antar frekuensi
yang bersebelahan perlu diselipkan
frekuensi penghalang (guard band),
dimana hal ini memiliki efek samping
berupa menurunnya kecepatan transmisi
bila dibandingkan dengan sistem single
carrier dengan lebar spektrum yang
sama.
Selain itu pada multicarrier
konvensional juga diperlukan band pass
filter sebanyak frekuensi yang
digunakan, sedangkan pada OFDM
cukup menggunakan FFT saja.
Perbandingan transmisi single carrier,
multicarrier konvensional dan OFDM
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.7 Perbandingan single carrier,
multicarrier dan OFDM
Kuat menghadapi frequency selective
fading
Dengan menggunakan teknologi
OFDM, meskipun jalur komunikasi yang
digunakan memiliki karakteristik
frequency selective fading (dimana
bandwidth channel lebih sempit daripada
bandwidth transmisi sehingga
mengakibatkan pelemahan daya
terima secara tidak seragam pada
beberapa frekuensi tertentu), tetapi
tiap subcarrier dari sistem OFDM
hanya mengalami flat fading
(pelemahan daya terima secara
seragam). Pelemahan yang disebabkan
oleh flat fading ini lebih mudah
dikendalikan, sehingga performansi
dari sistem mudah untuk ditingkatkan.
Teknologi OFDM bisa mengubah
frequency selective fading menjadi flat
fading, karena transmisi menggunakan
subcarrier dengan jumlah yang sangat
banyak, sehingga kecepatan transmisi
di tiap subcarrier sangat rendah dan
bandwidth dari tiap subcarrier sangat
sempit, lebih sempit daripada
coherence bandwidth (lebar daripada
bandwidth yang memiliki karakteristik
yang relatif sama). Dengan demikian
masing-masing subcarrier hanya
terkena flat fading. Perubahan dari
frequency selective fading menjadi flat
fading bisa diilustrasikan seperti
gambar berikut :
Gambar 3.8 Frequency selective fading
Tidak sensitif terhadap sinyal tunda
Dengan rendahnya kecepatan
transmisi di tiap subcarrier berarti
periode simbolnya menjadi lebih
panjang sehingga kesensitifan sistem
terhadap delay spread (penyebaran
sinyal-sinyal yang datang terlambat)
menjadi relatif berkurang.
Tahan terhadap ISI dan fading yang
disebabkan oleh perambatan jalur
jamak.
Untuk memudahkan proses
demodulasi pada bagian FFT di
receiver, tiap-tiap subkanal OFDM
haruslah terjaga orthogonalitasnya.
Tetapi akibat respon kanal yang buruk,
akan terjadi distorsi linear yang
menyebabkan energi pada tiap-tiap
subkanal menyebar ke subkanal di
sekitarnya. Delay spread menyebabkan
waktu kedatangan sinyal bervariasi. Hal-
hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
inter symbol interference (ISI). ISI pada sistem OFDM dapat
dihilangkan dengan menyisipkan guard
interval atau yang sering dikenal dengan
cyclic prefic (CP). Caranya dengan
menyalin bagian akhir simbol sepanjang
periode CP yang digunakan dan
menempatkannya pada awal simbol.
Dengan memberikan CP, maka
interferensi simbol hanya terjadi pada
sisi cyclic prefix-nya saja. Efek tersebut
dapat dihilangkan saat dilakukan
sinkronisasi waktu pada windowing fft,
dengan cara membuang bagian CP yang
mengalami interferensi.
Mudah beradaptasi dengan kondisi kanal
yang buruk (tanpa complex
equalization).
Implementasi menggunakan FFT lebih
efisien.
Rendah sensitivitas terhadap noise DC.
Efisien dalam pengolahan MIMO.
3.2.2 Kekurangan OFDM
Sensitif terhadap masalah efek Doppler
dan sinkronisasi frekuensi. Diantara kelebihan diatas sistem
OFDM memiliki sensitivitas pada error
frekuensi yang diakibatkan oleh
perbedaan frekuensi yang diterima
dengan osilator lokal pada penerima.
Perbedaan ini diakibatkan oleh adanya
pergeseran pada frekuensi akibat efek
pergerakan atau efek Doppler dan
pengaruh intercarrier interferency (ICI)
antar subcarrier. Fenomena ini disebut
dengan frequency offset.
Rentan terkontaminasi distorsi nonlinear
Teknologi OFDM adalah sebuah
sistem modulasi yang menggunakan
multi-frekuensi dan multi-amplitudo,
sehingga sistem ini mudah
terkontaminasi oleh distorsi nonlinear
yang terjadi pada amplifier dari daya
transmisi.
Kerugian laju data dan kerugian daya
akibat CP (Cyclic Prefix).
Memiliki PAPR yang tinggi, sehingga
membutuhkan power amplifier dengan
linearitas yang tinggi pula.
3.2.3 PAPR (Peak to Average Ratio)
PAPR adalah perbandingan antara
daya puncak sinyal dengan daya rata-
ratanya. PAPR dapat terjadi sebagai hasil
superposisi dari dua atau lebih subcarrier
sehingga menghasilkan nilai puncak sinyal
yang sangat besar. Hal ini biasanya
disebabkan oleh modulasi masing-masing
subcarrier yang dilakukan dengan
frekuensi yang berbeda sehingga
menyebabkan beberapa subcarrier
mempunyai fasa koheren yang pada
akhirnya akan muncul amplitudo dengan
level yang jauh lebih besar dari daya
sinyalnya. Hal itu dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 3.9 Keluaran IFFT pada OFDM
Nilai PAPR yang besar akan
menyebabkan sistem membutuhkan
komponen sistem yang memiliki daerah
linear yang besar untuk mengakomodasi
amplitudo sinyal. Sedangkan Power
amplifier (PA) merupakan salah satu
komponen sistem yang tidak linear.
PA yang tidak linear akan
menyebabkan distorsi yang sifatnya non-
linear sehingga akan muncul
intermodulasi, yaitu frekuensi baru pada
sinyal yang akan ditansmisikan.
Intermodulasi menyebabkan terjadinya
interferensi diantara subcarrier dan
menyebabkan terjadinya pelebaran spektal
dari sinyal keseluruhan. Gejala
intermodulasi dapat dikenali dengan
munculnya inter carrier interferences
(ICI) dan adjacent channel interference
(ACI).
Secara matematis nilai PAPR dapat
dirumuskan :
PAPR = = N
atau PAPR(dB) = 10log (N).
dimana N : jumlah subcarrier.
Dari persamaan diatas dapat
disimpulkan bahwa nilai PAPR pada sistem
OFDM bersifat linear dengan jumlah
subcarrier-nya. Saat N sinyal ditambahkan
dengan fasa yang sama, sinyal tersebut akan
menghasilkan nilai puncak yang besarnya N
kali dari daya rata-ratanya, sehingga nilai
PAPR akan bertambah besar jika jumlah N
diperbesar.
3.3 OFDMA
Orthogonal Frequency-Division
Multiple Access (OFDMA) adalah sistem
komunikasi wireless yang menggabungkan
teknik OFDM dan teknik multiakses untuk
menyedikan layanan banyak pengguna.
OFDMA merupakan kombinasi
antara OFDM dan FDMA (Frequency Divison
Multiple Access) yang melayani beberapa
pengguna dengan mengalokasikannya pada
subcarrier. Pada dasarnya, ide di balik
OFDMA adalah dengan memisahkan satu
pesat data yang tinggi ke dalam beberapa pesat
data rendah dan mentransmisikannya secara
paralel. OFDMA memungkinkan beberapa UE
(User Equipment) untuk berbagi bandwidth
yang sama. Ini dapat dilakukan dengan
menentukan beberapa subcarrier untuk
diberikan kepada beberapa UE sehingga
memungkinkan beberapa pesat aliran data
yang rendah untuk UE yang berbeda pada saat
yang sama.
Perbedaan antara OFDM dengan
OFDMA adalah OFDM bukanlah sebuah
teknik askes jamak melainkan suatu teknik
modulasi yang menciptakan banyak aliran data
supaya dapat digunakan oleh pengguna yang
berbeda, sedangkan OFDMA merupakan
skema akses jamak yang memungkinkan
banyak pengguna berbagi dalam bandwidth
yang sama.
Selain itu, OFDM mengalokasikan
pengguna hanya pada ranah waktu sedangkan
OFDMA mengalokasikan pengguna pada
ranah waktu dan frekuensi. Ilustrasi mengenai
perbedaan keduanya dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gamabar 3.10 Perbedaan OFDM dan OFDMA
Dari gambar di atas dapat dilihat
bahwa OFDM pada periode waktu tertentu
hanya dapat melayani 1 pengguna. Data
yang dikirim tetap dibagi ke dalam banyak
subcarrier seperti halnya prinsip OFDM.
Berbeda dengan OFDMA, pada periode
waktu tertentu kanal dapat melayani
beberapa pengguna, sebab pengguna
dialokasikan ke dalam beberapa slot dan
data yang dikirim dibagi ke dalam banyak
subcarrier secara terdistribusi atau acak.
3.4 Downlink Resource Block
Sinyal yang ditransmisikan dalam
setiap slot digambarkan oleh sebuah
resource grid yang terdiri dari RBsc
DLRB NN
subcarrier dan DLsymbN simbol OFDM.
Jumlah DL
RBN bergantung pada bandwidth
transmisi downlink yang digunakan dimana
harus memenuhi :
DLmax,
RBDLRB
DLmin,RB NNN
dimana 6DLmin,
RBN dan 110DLmax,
RBN
yang terdukung oleh spesifikasi versi ini.
Jumlah simbol OFDM tergantung
pada panjang cyclic prefic dan jarak
subcarrier yang dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut : Tabel 3.1 Parameter resource block untuk
downlink
Configuration RBscN
DLsymbN
Normal cyclic
prefix kHz 15f
12 7
Extended cyclic
prefix
kHz 15f 6
kHz 5.7f 24 3
Untuk LTE, jarak frekuensi antar
subcarrier standar adalah 15 KHz. Alternatif
lain adalah 7,5 KHz yang akan
diimplementasikan pada rilis berikutnya untuk
aplikasi broadcast seperti mobile TV. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut :
Gambar 3.11 Tipe cyclic prefix
Setiap elemen dalam resource grid
disebut resource element dan khas dengan
diberi indeks (k,l) dalam suatu slot, dimana
1,...,0 RBsc
DLRB NNk dan 1,...,0 DL
symbNl .
Resource block digunakan untuk
mendeskripsikan pemetaan dari kanal fisik
tertentu ke resource element. Gambar berikut
menjelaskan struktur frame pada transmisi
downlink :
DLsymbN OFDM symbols
One downlink slot slotT
0l 1DLsymbNl
RB
scD
LR
BN
Nsu
bca
rrie
r
s
RB
scN
sub
carr
ier
s
RBsc
DLsymb NN
Resource
block resource
elements
Resource
element),( lk
0k
1RBsc
DLRB NNk
Gambar 3.12 Downlink resource grid
Dari gambar di atas dapat dilihat
bahwa setiap resource block (RB) terdiri dari
12 subcarrier (dalam domain frekuensi) dan 7
simbol OFDM (dalam domain waktu) jika
menggunakan cyclic prefix normal. Bandwidth
subcarrier dalam domain frekuensi adalah 15
KHz, sehingga bandwidth satu physical
resource block (PRB) adalah 180 KHz.
Struktur frame di atas menggunakan
struktur frame tipe 1 yaitu untuk operasi
band berpasangan (FDD), dimana transmisi
downlink dan uplink beroperasi pada
frekuensi yang berbeda. Gambar di atas
mengasumsikan semua subframe digunakan
untuk downlink. Jika spektrum bandwidth
yang digunakan misalnya 1,25 MHz, maka
dalam 1 resource block terdapat 72
subcarrier.
LTE juga mendukung untuk operasi
TDD. Untuk TDD, struktur dasar Resource
block dan Resource element tetap sama,
tetapi dalam satu PRB sebagian subframe
digunakan untuk downlink dan sisanya
digunakan untuk uplink atau sebagai special
frame (untuk beralih antara transmisi uplink
dan downlink).
3.5 SC-FDMA
Single Carrier Frequency Division
Multiple Access (SC-FDMA) adalah suatu
teknik multiple access baru yang akan
digunakan untuk uplink pada LTE. SC-
FDMA merupakan versi pengguna jamak
dari modulasi Single Carrier dengan
Frequency Domain Equalization (SC/FDE).
Teknik ini dapat pula dikatakan sebagai
pengembangan dari OFDMA yang telah ada
sebelumnya.
SC-FDMA mempunyai struktur dan
performa yang mirip dengan OFDM, hanya
saja pada teknik ini terdapat penambahan
proses DFT (Discrete Fourier Transform)
pada transmitter. Berbeda dengan OFDM,
pada SC-FDMA ini setiap simbol data
disebar di beberapa subcarrier, sehingga
disebut juga DFT-spread OFDM.
Secara rinci proses transmisi SC-
FDMA dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 3.13 Diagram blok SC-FDMA
Dari diagram blok di atas dapat
dijelaskan proses dari tiap blok sebagai berikut
:
Pengirim
Constellation Mapper : mengubah aliran
input bit menjadi simbol single carrier
(modulasi BPSK, QPSK, atau 16-QAM
berdasarkan keadaan kanal).
S/P Convert : mengelompokan simbol-
simbol single carrier (time domain) ke
dalam sebuah blok berisi M simbol
untuk dijadikan input FFT, biasanya 4
simbol.
M-point DFT : mengubah blok simbol
single carrier (time domain) menjadi
tone diskrit (domain frekuensi).
Sub-carrier Mapping : memetakan
output tone ke dalam N-subcarrier,
dimana N>M (ada 2 skema mapping).
N-Point IDFT : mengubah kembali ke
domain waktu.
Cyclic Prefix & Pulse Shaping :
penyisipan cyclic prefix melindungi
terhadap multipath fading, Pulse
Shaping mencegah pertambahan
spectrum.
RFE (Receiver Front-End.) / DAC :
mengubah sinyal digital menjadi sinyal
analog untuk ditransmisikan.
Penerima
Menghilangkan CP, mengubah kembali
ke domain frekuensi dengan N-point
DFT.
Dilakukan equalization untuk mengatasi
ISI maupun error.
Sinyal tone diskrit ditransformasi
menjadi blok simbol single carrier
dalam domain waktu menggunakan M-
point IDFT.
Dilakukan deteksi dan decoding hingga
menjadi aliran bit informasi kembali.
3.5.1 Jenis Mapping pada SC-FDMA
Pada sisi pengirim, setelah
dilakukan proses DFT dihasilkan sinyal tone
diskrit dalam domain frekuensi. Setelah itu
sinyal tersebut dipetakan dengan teknik
tertentu. Ada 2 tipe pemetaan subcarrier
yaitu Localized SC-FDMA and Distributed
SC-FDMA (Interleaved).
4.2.1.1 Localized SC-FDMA
Pada jenis mapping ini, sinyal
sample dalam domain frekuensi dipetakan
kedalam beberapa subcarrier secara
mengelompok atau terlokalisasi.
4.2.1.2 Distributed SC-FDMA /
Interleaved SC-FDMA
Pada jenis mapping ini, sinyal
sample dalam domain frekuensi dipetakan
kedalam beberapa subcarrier secara
terdistribusi atau menyebar. Jenis ini
menawarkan peningkatan frequency
diversity seperti halnya OFDM, sehingga
jenis ini memiliki keunggulan tahan
terhadap frequency selective fading. Selain
itu, distributed SC-FDMA juga
mengurangi PAPR lebih besar dibanding
tipe localized. Namun demikian, dalam
teknologi LTE ini lebih disukai
menggunakan tipe localized SC-FDMA
karena lebih sederhana dan terhindar dari
ISI maupun frekuensi offset.
Untuk lebih mudah mengetahui
perbedaan Localized dan Distributed SC-
FDMA kita lihat contoh gambar di bawah
ini :
Gambar 3.14 Perbedaan Localized dan
Distributed SC-FDMA
Gambar di atas menunjukan proses
mapping subcarrier SC-FDMA dimana
misal terdapat 3 pengguna berbagi dalam
12 subcarrier dengan masing-masing
memiliki 4 blok data simbol yang akan
ditransmisikan pada saat bersamaan.
Gambar mapping di atas adalah untuk
pengguna1, sedangkan untuk pengguna 2
dan 3 polanya sama seperti pengguna 1.
Keluaran dari proses DFT dari data
blok adalah 4 sample dalam domain
frekuensi yang akan dipetakan ke dalam 12
subcarrier. Jika menggunakan localized SC-
FDMA, keempat sample tersebut dipetakan
mengelompok pada f1, f2, f3 dan f4.
Sedangkan pada pemetaan distributed SC-
FDMA, sampel-sampel tersebut disebar ke
ke-12 subcarrier tersebut, yaitu pada f1, f4,
f7 dan f10. Jadi gambaran mapping untuk
ketiga pengguna dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 3.15 Mapping SC-FDMA
3.5.2 Kelebihan SC-FDMA
Dengan metode SC-FDMA ini
masalah tingginya PAPR yang dialami oleh
OFDMA dapat diatasi. Dengan adanya
proses DFT pada transmitter SC-FDMA
maka data symbol yang akan dikirm disebar
di beberapa subcarrier, sehingga dapat kita
pandang sebagai single carrier. Rasio
perbandingan jumlah subcarrier OFDMA
dan SC-FDMA umumnya adalah 4:1. PAPR
berbanding lurus dengan banyaknya
subcarrier. Itulah sebabnya dengan SC-
FDMA ini nilai PAPR dapat direduksi.
Alasan mengapa pada transmisi uplink
sangat disyaratkan PAPR yang rendah,
karena jika pada transmisi uplink sinyal yang
ditransmisikan PAPR-nya tinggi akan
mengakibatkan borosnya baterai pada
pengguna (UE). Hal itu perlu dihindari
supaya tidak merugikan pengguna.
Konsumsi daya besar pada transmitter untuk
downlink, yaitu jaringan LTE sendiri tidak
terlalu dipermasalahkan, sebab jaringan
mendapat catu daya dari PLN dan sifatnya
tetap atau tidak mobile. Sedangkan pengguna
umumnya mobile atau bergerak sehingga
konsumsi daya yang besar akan merugikan.
3.5.3 Perbandingan SC-FDMA dengan
OFDM
Pada OFDM, setiap data simbol
dibawa oleh 1 subcarrier, sedangkan pada SC-
FDMA beberapa subcarrier membawa tiap
data simbol.
Gambar 3.16 Perbedaan OFDM dan SC-FDMA
Dari gambar di atas dapat dilihat
bahwa pada SC-FDMA setiap data simbol
disebar ke banyak subcarrier dan
ditransmisikan secara berurutan. Selain itu
perbedaan mendasar antara OFDM dan SC-
FDMA adalah adanya proses DFT pada
transmitter SC-FDMA. oleh karena itu , SC-
FDMA sering disebut juga DFT-spread-
OFDM.
Gambar 3.17 Ilustrasi perbedaan OFDMA dan
SC-FDMA
Dari gambar 4.23 dapat dilihat,
dengan modulasi QPSK maka setiap data
simbol diwakili 2 bit (00, 01, 10, 11). Pada
OFDMA terlihat bahwa aliran data dibagi ke
dalam empat buah subcarrier dengan
menempati bandwidth selebar 15 KHz untuk
satu periode simbol, kemudian
ditransmisikan secara paralel dalam satu
waktu. Sedangkan pada SC-FDMA data
dikirimkan dalam empat buah subcarrier
juga, hanya saja ditransmisikan secara
sekuensial, dengan menempati bandwidth 60
KHz untuk N periode simbol SC-FDMA,
dimana N di sini adalah 4.
3.6 Uplink Resource Block
Secara umum struktur frame
physical resource block untuk uplink sama
seperti pada downlink. Dimana dalam satu
slot pada resource grid terdiri dari RBsc
ULRB NN
subcarrier dan ULsymbN simbol SC-FDMA.
Jadi suatu PRB terdiri dari RBsc
ULsymb NN
resource element, dimana 1 slot sepanjang 10
ms dalam domain waktu dan 180 KHz dalam
domain frekuensi.
Konfigurasi resource block
berdasarkan panjang cyclic prefix dapat dilihat
pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.2 Parameter resource block uplink
Configuration RBscN
ULsymbN
Normal cyclic prefix 12 7
Extended cyclic prefix 12 6
Dalam satu PRB terdapat 12
subcarrier dalam domain frekuensi dan 7
simbol SC-FDMA dalam domain waktu untuk
cyclic prefix normal. Struktur frame yang
digunakan untuk konfigurasi di atas adalah tipe
1 yaitu untuk FDD.
Sehingga parameter dalam lapisan
fisik LTE dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 3.3 Parameter lapisan fisik LTE
Transmissi
on Bw
1.25
Mhz
2.5
Mhz
5
Mhz
10
Mhz
15
Mhz
20
Mhz
Sub-frame
duration 0.5 ms
Subcarrier
spacing 15 Khz
Sampling
frequency
1.92
Mhz
3.84
Mhz
7.68
Mhz
15.36
Mhz
23.04
Mhz
30.72
Mhz
FFT size 128 256 512 1024 1536 2048
Number of
occupied
sub-
carriers
72 180 300 600 900 1200
Number of
OFDM
symbol per
sub-frame
(short/long
CP)
7 / 6
Resource
blocks
(RB)
(1RB=
180Khz)
6 15 25 50 75 100
Modulatio
n schemes
DL : QPSK , 16QAM, 64QAM
UL : QPSK , 16QAM, 64QAM (optional for UE)
Multiple
access
DL : OFDMA
UL : SC-FDMA
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Salah satu perubahan yang terjadi pada
LTE dibanding teknologi sebelumnya
adalah pada lapisan fisik, terutama
teknik modulasi dan skema multiple
access.
2. LTE menggunakan OFDMA sebagai
multiple access downlink dengan laju
data 100 Mbps (20 MHz) dan SC-
FDMA sebagai multiple access pada
uplink dengan laju data 50 Mbps (20
MHz).
3. Kelemahan utama OFDMA adalah
tingginya PAPR yang disebabkan karena
menggunakan multi-carrier.
4. PAPR berbanding lurus dengan
banyaknya jumlah subcarrier, semakin
besar jumlah subcarrier maka semakin
besar pula PAPR.
5. Untuk uplink digunakan SC-FDMA
yang memiliki PAPR rendah supaya
konsumsi baterai UE dan desain power
amplifier lebih hemat.
4.2 Saran
1. Sebaiknya jika dapat direalisasikan
dengan lebih sederhana, mapping pada
SC-FDMA lebih baik menggunakan
Interleaved SC-FDMA, sebab dapat
mengurangi PAPR lebih banyak dan
lebih tahan terhadap fading.
2. Selain SC-FDMA, terdapat alternatif
lain yaitu MC-CDMA (Multi Carrier-
Code Division Multiple Access) yang
dapat digunakan sebagai akses jamak
pada uplink.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Zyren, J. Overview of the 3GPP Long
Term Evolution Physical Layer.
http://www.freescale.com/files/wireles
s_comm/doc/white_paper/3GPPEVOL
UTIONWP.pdf
[2] Johan.2008. PERBANDINGAN BIT
RATE ANTARA OFDM-TDMA
DENGAN OFDMA PADA
TEKNOLOGI WIMAX, Tugas Akhir.
Sumatera Utara : Departemen Teknik
Elektro Universitas Sumatera Utara.
[3] Sesia, S.,dkk. 2009. The UMTS Long
Term Evolution. United Kingdom:
John Wiley & Sons Ltd.
[4] Dahlman, E.,dkk. 2008. 3G Evolution :
HSPA AND LTE FOR MOBILE
BROADBAND 2nd
edition. Oxford :
Elsevier Ltd.
[5] 3GPP TS 36.211 – v1.0.0, “Physical
Channels and Modulation”.
http://www.3gpp.org/ftp/Specs/archive/3
6%5Fseries/36.211/
[6] OFDMA_Tutorial_IEEE802-22_Jan_05,
http://www.ieee802.org/22/Meeting_doc
uments/2005_Jan/, (diakses tanggal 8
Desember 2010)
[7] http://www.cs.tau.ac.il/~amir1/PS/scfdm
a_article1.pdf, (diakses tanggal 5
Agustus 2010)
Biodata Penulis
Yusup Rudyanto
(L2F007082) lahir di
Pekalongan, 17 Mei
1989. Menempuh
pendidikan dari SDN
Doro 1, SMP N 2
Pekalongan, SMA N 1
Pekalongan dan saat
ini melanjutkan studi
di Jurusan Teknik Elektro Universitas
Diponegoro Konsentrasi Elektronika
Telekomunikasi.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ajub Ajulian Zahra, S.T., M.T.
NIP. 197107191998022001