Landasan pendidikan

download Landasan pendidikan

If you can't read please download the document

Transcript of Landasan pendidikan

Landasan Pendidikan

Oleh:PIPIT RIKA WIJAYADosen Pengampu: Dr. Dimyati, M.Pd

Program Studi Teknologi PembelajaranProgram Pascasarjana IKIP PGRI Jember2014

Pengertian Profesi Mengajar

Memilih Karir MengajarMotivasi sebagai suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia ke arah pencapaian suatu tujuan. Segala sesuatu yang ada di dalam diri manusia membentuk motivasi. Ramuan motivasi meliputi partisipasi, komunikasi dan insentif. Kunci keberhasilan pengembangan dalam motivasi adalah melalui pemberian imbalan yang bernilai dan berkaitan dengan kemajuan kinerja yang didistribusikan secara berkeadilan. Sehingga akan memberikan pengalaman yang memberikan kepuasan untuk mendorongnya melaksanakan tugasnya secara lebih baik di masa mendatang. Pekerjaan yang motivasional mengandung banyak imbalan dapat diklasifikasikan menjadi imbalan ekstrinsik dan imbalan intrinsik. Imbalan ekstrinsik berasal dari luar diri seseorang dan biasanya berasal dari pihak atasan yang meliputi antara lain pemberian insentif, promosi, pengangkatan sebagai pegawai tetap dan lain sebagainya. Imbalan intrinsik atau imbalan alamiah berasal dari dalam diri seseorang yang bersumber dari kesadaran akan kompetensi yang dimiliki sebagai akibat dari pengalaman masa lalu. Imbalan intrinsik tidak bergantung pada faktor dari luar (Djatmiko, 2004).

Menurut Danim (2004), ada tiga faktor yang paling dominan dalam menentukan perilaku manusia dalam bekerja, yaitu motivasi, kesejahteraan dan kepuasan. Kebutuhan manusia sendiri terdiri dari lima tingkatan yang sifatnya berjenjang, dimana teori ini dikenal dengan teori hierarki kebutuhan menurut Maslow. Jika kebutuhan pertama telah terpenuhi, maka orang akan berusaha mencapai pemenuhan kebutuhan kedua, dan demikian seterusnya. Adapun lima tingkatan tersebut sebagai berikut:Tingkat 1: fisik atau biologisTingkat 2: rasa amanTingkat 3: rasa disertakan, rasa cinta dan aktifitas sosialTingkat 4: rasa hormatTingkat 5: realisasi atau aktualisasi diri

Setiap individu memiliki motivasi yang berbeda, alasan-alasan tertentu tentang keputusan memilih guru sebagai profesinya. Sebagian besar alasan yang dikemukakan adalah: (1) menyukai anak-anak; (2) ingin menjadi bagian dari dunia kependidikan; (3) memiliki minat kegiatan mengajar; (4) ingin mengabdi dalam pelayanan masyarakat/sosial. Disamping itu juga, profesi guru memiliki keuntungan-keuntungan, seperti misalnya tidak ada risiko kerja yang berarti (insiden kecelakaan misalnya), hal itu berarti tingkat keamanan dalam bekerja lebih tinggi daripada pekerjaan-pekerjaan lainnya; guru memiliki jaminan hari tua dengan adanya uang pensiun yang diberikan pemerintah; profesi guru relatif mudah dalam mempersiapkan pengajaran dibandingkan dengan pelatihan yang dibutuhkan oleh beberapa profesi lainnya. Kadang juga rasa kagum terhadap guru sekolah di masa lalu membuat seseorang memutuskan menjadi guru. Terlepas dari apapun motivasi yang mendasari seseorang menjadi guru, hal itu bisa memacu semangat bekerja dan melaksanakan tugas guru dengan ranggungjawab.Meskipun risiko kerja guru hampir tidak ada, namun tidak bisa dipungkiri bahwa profesi guru ada tantangan dan hambatan dalam kegiatan pengajaran. Risiko itu akan semakin tinggi saat seseorang baru kali pertama mengajar karena belum memiliki pengalaman dalam menguasai kelas. Tantangan dan hambatan itu bisa berupa lingkungan baru bila penempatan mengajar jauh dari daerah domisili; karakteristik siswa yang berbeda satu sama lain; hubungan antarguru, karyawan, kepala sekolah dan pemangku kepentingan. Tingkat keberagaman siswa lebih tinggi di perkotaan daripada di desa. Keberagaman itu meliputi perbedaan budaya, etnis, bahasa, dan perbedaan sosial ekonomi. Perbedaan tersebut rentan menimbulkan diskomunikasi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut bisa diatasi dengan peningkatan keragaman guru yaitu menempatkan guru yang memiliki kultur yang sama dengan siswa-siswanya. Sehingga siswa akan merasa seperti di rumah dan nyaman dalam proses pembelajaran.Solusi lain yang bisa diterapkan adalah akreditasi program persiapan guru dengan menguji kemampuan setiap program untuk dapat menjamin bahwa calon guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan sehingga memenuhi syarat untuk mengajar dimanapun. Menurut Hammond (2009), akreditasi program persiapan guru menjamin calon guru dapat: (1) menguasai bidang ilmunya dengan baik dan mengetahui cara mengajarkannya pada siswa; (2) mengerti cara belajar dan berkembang siswa; (3) memahami bahasa serta budaya mereka sendiri dan mengetahui cara mempelajari budaya lain; (4) mengetahui cara mengembangkan kurikulum serta aktifitas belajar yang menghubungkan pengetahuan guru mengenai siswanya dengan kebutuhan pembelajaran siswa; (5) mengetahui cara mengajarkan mata pelajaran tertentu melalui cara yang dapat dipahami siswa dari berbagai kalangan; (6) mengetahui cara menggunakan serta mengembangkan penilaian menjadi ukuran standar pembelajaran dan cara menggunakan hasil penilaian untuk merencanakan pengajaran yang memenuhi kebutuhan pembelajaran siswa; (7) mengetahui cara menciptakan dan mengelola kelas yang terencana dan penuh hormat; (8) mampu mengidentifikasi serta membuat rencana kebutuhan pembelajaran siswa; (9) mampu mengembangkan intervensi, perubahan jalur, serta merevisi strategi yang digunakan jika perlu; dan (10) mampu bekerjasama dengan orangtua siswa dan koleganya agar memiliki kesamaan visi dan memberikan dukungan bersama terhadap pembelajaran siswa. Semua tantangan dan hambatan tersebut merupakan bagian dari kondisi kerja yang harus dilalui oleh guru. Risiko guru bertambah ketika guru juga harus memastikan bahwa semua siswa yang dibimbing menunjukkan peningkatan keterampilan dan daya nalar, dan akhirnya lulus dengan nilai yang memuaskan.

Permintaan/Penawaran & Gaji PengajarProfesi guru bisa dikatakan pekerjaan yang tertua diantara pekerjaan yang pernah ada. Guru ada sejak manusia telah mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Dalam sejarah Indonesia, guru mulai ada saat jaman kerajaan Hindu-Budha. Saat jaman penjajahan bangsa Eropa, pendidikan di Indonesia berkembang karena adanya politik etis yang diterapkan oleh penjajah. Selanjutnya, dalam penjajahan Jepang, bidang pendidikan di Indonesia dimobilisasi oleh Jepang guna kepentingan Perang Asia Timur Raya. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 25 Nopember 1945 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Mulai saat itulah banyak lulusan calon guru yang dihasilkan di Indonesia.

Sekarang di dunia kependidikan muncul istilah Guru Tidak Tetap (GTT). Menurut Suciptoardi (2010), menjelaskan mengenai GTT sebagai berikut:GTT (Guru Tidak Tetap) Sekolah Negeri adalah istilah yang lazim dicapkan atau disebut oleh pihak sekolah untuk guru yang:

diangkat berdasarkan kebutuhan pada satuan pendidikan (sekolah) dengan disetujui kepala sekolahkewenangan bertumpu kepada kepala sekolah, baik pengangkatan juga pemberhentianmenandatangani kontak kerja selama jangka waktu tertentu, setahun atau lebih sesuai dengan kebutuhan sekolahdibiayai atau digaji berdasarkan sumbangan dari masyarakat dan tunjangan fungsional duaratus ribu rupiah sampai dengan tujuhratus ribu perbulan tergantung kebijakan dari Kepala Sekolah, khusus yang memenuhi kuota duapuluh empat jam dengan berbagai pertimbangan, baik itu jam mengajar dari beberapa sekolah, sebagai wali kelas, pembina ekstrakurikuler, tim IT sekolah, staf, dan jabatan lainnya dalam koridor pendidikantunjangan fungsional adalah jasa baik Pemda, walaupun legal, akan tetapi tidak masuk dalam kategori dari pembiayaan APBDdengan demikian, GTT adalah guru yang tidak masuk anggaran APBN dan APBD

GTT adalah bukan Guru PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang seringkali disama artikan atau tersamarkan sebagai guru honor. Dalam terminologi legal yang berlaku di beberapa anggota DPR, surat kabar, dan Pemda, guru honor untuk menyebut Guru PTT. Dalam arti demikian, sekali lagi, GTT bukan Guru PTTGTT sampai hari ini, belum memiliki payung hukum, baik dalam provinsi maupun nasional. Sehingga, pihak-pihak yang miskin hati nuraninya, dapat dengan mudah menyingkirkan GTT disatuan pendidikan, baik itu di sekolah negeri ataupun swasta. Namun, GTT yang berani dan cerdas, akan bergabung ke serikat guru atau organisasi guru lainnya yang legal sebagai forum untuk berjuang demi pengakuan legal serta faktualGTT memiliki gaji yang kecil bila dibandingkan dengan PNS, yang secara jelas memiliki tanggungjawab sama. Kenyataan ini, seringkali memunculkan kecemburuan yang rasional dan realistisGTT termasuk guru yang kurang peduli, dan kurang semangat dalam menyuarakan kepentingan mereka, kecuali kalau sudah terancam, baik itu diberhentikan, dikurangi jam mengajar, atau dipersilahkan untuk keluar dari sekolah negeri

Guru Tidak Tetap semakin sulit untuk menjadi guru tetap dengan adanya SE Mendagri RI No 814.1/169/SJ tentang larangan pengangkatan tenaga honorer. Kecilnya penghasilan yang didapat mengharuskan guru tidak tetap untuk mencari rupiah di luar profesinya. Hal ini memunculkan fenomena dalam dunia pendidikan, dimana semakin berkurangnya minat mahasiswa menempuh pendidikan guru. Upaya peningkatan gaji guru tidak tetap masih sekadar wacana namun patut diapresiasi. Seperti di Padang dan Kepulauan Meranti Selat Panjang, semua keputusan bermuara pada sidang DPRD setempat. Sedangkan, presiden Yudhoyono terus-menerus berpesan agar guru berdoa dan bekerja keras untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena bila ekonomi Indonesia meningkat maka penerimaan negara menjadi meningkat, sehingga APBN meningkat. Peningkatan ABDN tersebut akan berimbas pada peningkatan anggaran di bidang pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan guru. Selanjutnya, ada klaim dari Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang menilai bahwa gaji dan tunjangan guru di Indonesia saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya. Hal ini senada dengan pernyataan Anggota Komisi X DPR RI, Reni Marlinawati, juga menyampaikan kalau saat ini kesejahteraan guru lebih baik meski masih dibutuhkan adanya peningkatan kesejahteraan bagi guru khususnya mereka yang masih honorer. Terlepas dari benar tidaknya pernyataan diatas, upaya dalam meningkatkan kesejahteraan guru yang dilakukan oleh pemangku kepentingan memang patut diapresiasi. Tugas masyarakat ikut memantau dan mengawasi setiap perkembangan bidang pendidikan.Mempersiapkan GuruUpaya peningkatan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas para pendidik. Kualitas pendidik juga berintegrasi dengan sumberdaya pendidikan lainnya. Bila kualitas sumberdaya pendidikan sudah baik namun tidak didukung dengan kualitas guru yang memadai, maka tidak akan tercapai kegiatan pembelajaran yang maksimal. Sebaliknya, meskipun kualitas guru sudah memadai namun tidak adanya sumberdaya pendidikan yang baik, juga akan mempengaruhi kinerja guru tersebut. Oleh karena itulah, dilakukan peningkatan kualitas pendidikan dengan meningkatkan kualitas guru. Implikasi dari meningkatkan kualitas guru adalah dengan diberlakukannya sertifikasi guru. Hal itu disahkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahuhn 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 057/O/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Bagi Dosen dalam Jabatan.

Bila dibandingkan dengan guru di negara-negara lain, seperti misalnya di Jepang, kesejahteraan hidup guru di Indonesia masih rendah. Demi mencukupi kebutuhan hidup, sebagian besar guru bekerja sambilan di luar tugas mengajar. Kerja ganda yang dilakukan guru tersebut ditakutkan menurunkan kualitas mengajar pada siswa-siswanya sehingga akan menurunkan kualitas standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saat guru lulus ujian sertifikasi, maka akan mendapatkan reward atau ganjaran berupa pemberian tunjangan profesional yang berlipat dari gaji yang diterima oleh guru. Diharapkan tidak akan ada lagi guru-guru yang bekerja di luar tugas mengajar karena kesejahteraannya telah terpenuhi.Sertifikasi adalah pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani dan kemampuan mewujudkan tujuan standar pendidikan nasional. Menurut Muslich (2007), kualifikasi akademik dapat dibuktikan dengan kepemilikan ijasah pendidikan tinggi program sarjana atau D-4, baik kependidikan maupun nokependidikan. Kualifikasi kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional diperoleh melalui pendidikan profesi dan/atau uji sertifikasi. Uji kompetensi sekaligus merupakan bukti kemampuan mewujudkan tujuan standar pendidikan nasional. Sedangkan kualifikasi sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan keterangan dokter.Menurut Phury (2011), Pada dasarnya pelaksanaan sertifikasi guru mempunyai banyak tujuan. Berikut ini beberapa tujuan utama sertifikasi guru:Menentukan kelayakan guru sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran berarti guru menjadi pelaku dalam proses pembelajaran. Guru yang sudah menerima sertifikat pendidik dapat diartikan sudah layak menjadi agen pembelajaranMeningkatkan proses dan mutu pendidikan. Mutu pendidikan antara lain dapat dilihat dari mutu siswa sebagai basil proses pembelajaran. Mutu siswa ini di antaranya ditentukan dari kecerdasan, minat, dan usaha siswa yang bersangkutan. Guru yang bermutu dalam arti berkualitas dan profesional menentukan mutu siswaMeningkatkan martabat guru. Dari bekal pendidikan formal dan juga berbagai kegiatan guru yang antara lain ditunjukkan dari dokumentasi data yang dikumpulkan dalam proses sertifikasi maka guru akan mentransfer lebih banyak ilmu yang dimiliki kepada siswanya. Secara psikologis kondisi tersebut akan meningkatkan martabat guru yang bersangkutanMeningkatkan profesionalisme. Guru yang profesional antara lain dapat ditentukan dari pendidikan, pelatihan, pengembangan diri, dan berbagai aktivitas lainnya yang terkait dengan profesinya. Langkah awal untuk menjadi profesional dapat ditempuh dengan mengikuti sertifikasi guru.

Selain mempunyai tujuan, pelaksanaan sertifikasi guru juga mempunyai beberapa manfaat. Manfaat utama dari sertifikasi guru adalah sebagai berikut:Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang merugikan citra profesi guru. Guru yang telah mempunyai sertifikat pendidik harus dapat menerapkan proses pembelajaran di kelas sesuai dengan teori dan praktik yang telah terujiMelindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional. Sekolah yang mempunyai mutu pendidikan baik ditentukan dari mutu guru dan mutu proses pembelajaran di kelas. Dengan sertifikasi, mutu guru diharapkan akan meningkat sehingga meningkatkan mutu sekolah. Pada akhirnya, masyarakat dapat menilai kualitas sekolah berdasarkan mutu pendidikannyaMenjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang bertugas menyiapkan calon guru juga berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikanMenjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan eksternal yang berpotensi menyimpang dari ketentuan yang berlakuMeningkatkan kesejahteraan ekonomi guru. Hasil sertifikasi di antaranya dapat digunakan sebagai cara untuk menentukan imbalan yang sesuai dengan prestasinya, yaitu berupa tunjangan profesi. Cara ini dapat menghindarkan dari praktik ketidakadilan, misalnya guru yang berprestasi hanya mendapat imbalan kecil. Dengan demikian, kesejahteraan guru dapat meningkat sesuai dengan prestasi yang diraihnya. Namun, satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa tunjangan profesi bukan menjadi tujuan utama sertifikasi. Tunjangan profesi merupakan konsekuensi logis yang menyertai kompetensi guru.

Pemberlakuan sertifikasi guru bukan tanpa masalah. Berikut ini adalah beberapa permasalahan terkait dengan program sertifkasi guru, baik di daerah maupun di ibukota:Rata-rata nilai guru pada tahap pertama hanya berkisar pada angka 43,82. Padahal untuk lulus, guru harus mendapat nilai rata-rata 70Tidak ada perbedaan antara guru yang telah tersertifikasi dengan guru yang belum/tidak tersertifikasi terhadap hasil belajar siswa. Sehingga ada tiga hal yang harus dibenahi:

Menghilangkan formalitas penyelenggaraan program sertifikasi guru karena adanya kebiasaan formalitas birokrasiMengaitkan program sertifikasi guru dengan pembenahan LPTK dalam pengadaan dan perekrutan calon guru di perguruan tinggi karena LPTK sekarang ini lebih mengejar orientasi ke nonpendidikanMenyelenggarakan program sertifikasi guru agar lebih berbasis di kelas karena proses sertifikasi guru berjalan terpisah dengan peningkatan mutu proses belajar mengajar di kelas

Guru tidak menerima dana sertifikasi guru antara dua sampai enam bulan, pembayaran dana sertifikasi guru tidak pernah genap duabelas bulan, pemotongan gaji pokok bagi pengawas. Kasus ini terjadi di Lampung dan PGRI Lampung telah melaporkan pada Kejaksaan Tinggi setempatAcara sosialisasi sertifikasi guru dikomersialkan oleh oknum asesor dan dinas pendidikan setempat, pemalsuan dokumen (pemalsuan nama, pemalsuan tanggal, pemalsuan tanda tangan) pemotongan honor asesor, dan upaya penyuapan. Direktur Pembinaan Diklat Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPK) Depdiknas, Sumarna Surapranata, memberikan sejumlah rekomendasi. Diantaranya adalah melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan dengan melibatkan komponen masyarakat yang relevan, melarang segala bentuk komersialisasi sosialisasi sertifikasi guru, membuat sistem kendali mutu secara keseluruhan, dan memberi sanksi hukum pada pihak yang melanggar. Hal ini terjadi di SemarangDana sertifikasi guru oleh Pemda setempat diendapkan dulu di bank agar berbunga. Kondisi tersebut diatasi dengan cara Kemdikbud dan Kemenkeu membuat surat edaran yang berisi peringatan kepada Pemda agar menyalurkan dana tersebut. Bila tidak, maka dana alokasi daerahnya akan ditahan. Ini terjadi di JakartaUntuk mendapatkan tunjangan sertifikasi guru harus memenuhi beberapa syarat, antara lain beban mengajar minimal 24 jam pelajaran/minggu sesuai bidang studi kesarjanaannya. Namun sering terjadi banyak guru yang kekurangan jam mengajar karena jumlah guru di sekolah berlebih. Hal ini bisa diatasi dengan memberikan tugas tambahan kepada guru yang bersangkutan, misalkan dengan mengangkat sebagai wakil kepala sekolah atau kepala lab, kepala bengkel dan sebagainya. Terjadi di JakartaPemberian tunjangan sertifikasi guru yang tidak sesuai dengan PP Nomer 32 Tahun 2013 mengenai kenaikan gaji PNS. Sehingga tunjangan sertifikasi guru yang diterima masih gaji pokok sebelum kenaikan gaji. Supartono, Kepala DPPKAD Gunungkidul, menyatakan kebijakan itu sudah sesuai dengan ketentuan Peraturan Kementerian Keuangan, yang mengatur nilai tunjangan sertifikasi sesuai nilai gaji pada bulan Januari yang belum naik. Ini terjadi di Gunung Kidul JogjakartaAdanya keterlambatan pencairan tunjangan sertifikasi dikarenakan data jumlah guru penerima sertifikasi tidak sama dengan anggaran yang diturunkan oleh pusat. Hal ini disebabkan ada penambahan jumlah guru penerima tunjangan di tengah tahun anggaran. Ini terjadi di Gunung Kidul JogjakartaDi Papua hanya sekitar tujuh persen lolos sertifikasi guru. Menurut Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Papua, James Modouw, hal ini disebabkan jenjang pendidikan guru di Papua belum memenuhi standarFederasi Serikat Guru Indonesia kembali menolak untuk mengikuti Uji Kompetensi Guru gelombang kedua di Jakarta. Mereka beralasan uji kompetensi versi pemerintah itu bukan alat ukur yang tepat untuk mengukur kualitas guru. Uji kompetensi guru dilakukan kembali karena pada saat itu banyak operator program yang bermasalah karena hanya dilatih dalam waktu dua hari. Selain itu, ada masalah administrasi karena banyak peserta gagal terkoneksi ke internetFederasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan adanya kejanggalan pada soal uji kompetensi guru dan hal substansi soal dan masalah teknisAnggota Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Ahmad Zainuddin, mendesak pemerintah menunda uji kompetensi guru bersertifikasi dikarenakan banyak guru yang terkendala teknologi internet, usia, dan meragukan transparansi dan kredibilitas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada dasarnya, program sertifikasi guru adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru. Jika guru mempunyai kompetensi yang baik, maka peserta didik bisa mendapatkan pengajaran yang lebih baik. Wajar saja bila pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru dengan memberikan gaji dan tunjangan karena guru mempunyai berperan penting menyiapkan calon pemimpin masa depan. Namun upaya peningkatan kemampuan para pendidik juga harus disertai dengan kesiapan penuh pemerintah mengakomodasi segala persiapan uji kompetensi guru tersebut. Mulai dari tahap sosialisasi program sertifikasi guru, persiapan soal ujian yang relevan secara substansi dan teknis, serta memberikan pelatihan pada guru yang belum lulus uji kompetensi tersebut. Jika pemerintah melaksanakan program ini secara efektif dan efisien, maka akan tumbuh guru-guru yang benar-benar berkompeten mengajar peserta didik. Sehingga Indonesia akan memiliki generasi penerus bangsa yang hebat.

Calon Guru: Kemampuan dan Uji KompetensiBila berbicara tentang kualitas pendidikan, maka kompetensi guru dalam pembelajaran juga patut menjadi perhatian. Kompetensi guru yang mumpuni akan berdampak positif dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebenarnya untuk mendapatkan tenaga pendidik yang berkualitas, dimulai pada saat perekrutan calon guru di perguruan tinggi. Motivasi dan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh calon guru tersebut akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku calon guru dalam menempuh gelar sarjana pendidikannya. Tahap selanjutnya adalah proses rekrutmen yang dilakukan oleh sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan lainnya dalam menerima calon guru untuk mendapatkan calon guru yang profesional dan berkualifikasi baik. Proses rekrutmen perlu disiapkan secara matang, objektif dan bersifat komprehensif yang mencakup semua aspek persyaratan yang harus dimiliki calon guru. Setelah menjadi guru, seorang gurupun tetap harus meningkatkan kompetensinya. Hal itu bisa melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan program tugas belajar. Pembinaan moral kerja guru juga perlu ditingkatkan guna mendukung kompetensinya.

Kompetensi guru diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menyebutkan bahwa kompetensi guru dan dosen adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru yang dimaksud adalah pertama, kompetensi pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kedua, kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan pribadi guru yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Ketiga, kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Keempat, kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar (Rojai, 2013).Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Fuad Hassan, menguraikan tugas-tugas guru melalui sepuluh kemampuan dasar guru yaitu: (1) kemampuan mengembangkan kepribadian; (2) kemampuan menguasai landasan kependidikan; (3) kemampuan menguasai bahan pengajaran; (4) kemampuan menyusun program pengajaran; (5) kemampuan melaksanakan program pengajaran; (6) kemampuan menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan; (7) kemampuan menyelenggarakan program bimbingan; (8) kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah; (9) kemampuan berinteraksi dengan teman sejawat dan masyarakat; dan (10) kemampuan menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran (Darmadi, 2009).Kemampuan guru perlu diujikan dalam istilah Uji Kompetensi Guru (UKG). Pengujian ini diperlukan untuk mengukur tingkat kompetensi yang disyaratkan pada tiap-tiap guru. Bila dalam uji kompetensi guru dinyatakan lulus, berarti guru tersebut setidaknya memiliki dan menguasai empat kompetensi guru dan berhak mendapat tunjangan profesi. Uji kompetensi guru ini juga berfungsi untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru yang berkaitan dengan pembangunan di bidang pendidikan di tiap kabupaten/kota. Pada akhirnya, akan mengerucut pada kualitas standar pendidikan nasional. Mulyasa (2008), menjelaskan mengenai uji kompetensi guru sebagai berikut: (1) sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan profesional guru; (2) merupakan alat seleksi penerimaan guru; (3) untuk pengelompokan guru; (4) sebagai bahan acuan dalam pengembangan kurikulum; (5) merupakan alat pembinaan guru; dan (6) mendorong kegiatan dan hasil belajar.

Kepuasan dan Ketidakpuasan KerjaGuru merupakan seorang agen perubahan sikap dan perilaku peserta didik untuk menjadi terdidik. Peran itu menjadi sangat penting mengingat adanya tujuan standar pendidikan nasional yang ingin dicapai pemerintah. Dalam melaksanakan perannya, tentu akan memunculkan pikiran, perasaan dan keinginan yang akan mempengaruhi sikapnya. Sikap tersebut diistilahkan dengan kepuasan kerja. Pada profesi guru, kepuasan kerja akan dapat dilihat dari sikap-sikap positif saat bekerja. Sebaliknya, bila guru tidak mengalami kepuasan kerja maka sikap negatif akan tercermin saat bekerja.

Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut (Hasibuan, 2009): (1) balas jasa yang adil dan layak; (2) penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian; (3) berat-ringannya pekerjaan; (4) suasana dan lingkungan kerja; (5) sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pekerjaan; (6) sikap pimpinan dalam kepemimpinannya; (7) sifat pekerjaan monoton atau tidak. Sedangkan Robbins (dalam Mariani, 2011), menjelaskan beberapa hal yang menentukan kepuasan kerja, antara lain: (a) kerja yang secara mental menantang; (b) ganjaran yang pantas; (c) kondisi kerja yang mendukung; (d) rekan kerja yang mendukung; (e) kesesuaian kerja antara kepribadian dengan pekerjaan. Dari dua pendapat diatas, dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain:MotivasiStatus kepegawaianPendapatan yang diterimaJenjang karirPenempatan kerjaKesesuaian mata pelajaran yang diampu dengan keahliannyaHubungan antara sesama guru, karyawan dan kepala sekolahSikap kepala sekolah dalam kepemimpinannyaSarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaranUkuran sekolah yang dinaungi.

Pertama, motivasi. Pada saat seseorang memutuskan menjadi guru sudah tentu ada motivasi di balik keputusannya tersebut. Motivasi mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Sehingga pada waktu telah menjadi guru dan mengajar, guru tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi dan akan menunjukkan kinerja yang bagus. Kedua, status kepegawaian. Status kepegawaian guru, baik di sekolah negeri ataupun di sekolah swasta, dibedakan menjadi dua, guru tidak tetap dan guru tetap. Guru tetap adalah guru yang telah memiliki status minimal sebagai pegawai negeri sipil, dan telah ditugaskan di sekolah tertentu sebagai instansi induknya. Selaku guru di sekolah swasta, guru tersebut dinyatakan guru tetap jika telah memiliki kewewenangan khusus yang tetap untuk mengajar di suatu yayasan tertentu yang telah diakreditasi oleh pihak yang berwenang di kepemerintahan Indonesia. Guru tidak tetap, disebut juga guru sukwan atau guru honorer. Status guru tidak tetap dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh instansi yang menaungi atau memutus perjanjian kontrak. Hal ini bisa mempengaruhi kinerja guru tersebut karena tidak ada rasa puas dalam bekerja.Ketiga, pendapatan yang diterima oleh guru. Faktor ini dipengaruhi oleh status kepegawaian guru tersebut. Guru tidak tetap yang belum berstatus pegawai negeri sipil digaji perjam pelajaran. Berbeda dengan guru tetap yang digaji besar (minimal gaji yang diterima sesuai dengan tingkatan golongan), guru tidak tetap digaji secara sukarela, dan bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi. Karena itulah banyak guru yang berstatus tidak tetap memiliki pekerjaan ganda. Kelebihan lain dari status guru tetap adalah mereka berhak mengikuti uji kemampuan kompetensi dan apabila lulus maka akan menerima pendapatan tambahan dari sertifikasi guru. Bila pendapatan guru meningkat maka kesejahteraan guru menjadi terjamin. Sehingga tingkat kepuasan kerja guru tinggi.Keempat, jenjang karir. Guru akan meningkatkan kinerjanya bila ada jaminan atau keyakinan untuk akses promosi atau naik jabatan. Sehingga akan meningkatkan nilai kepuasan kerja guru. Apalagi bila karir guru sudah mapan dan berada di tingkatan golongan tinggi, maka tingkat kepuasan kerja guru akan semakin besar. Kelima, penempatan kerja. Seringkali guru baru ditempatkan jauh dari daerah domisilinya. padahal keinginan sebagian besar guru adalah penempatan kerja di sekitar lingkungannya. Baik guru tidak tetap maupun guru tetap mendapatkan wilayah kerja yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Namun, hal yang sering terjadi adalah guru tetap dapat mengajukan permohonan pindah wilayah kerja dan memiliki peluang lebih besar ditempatkan sesuai dengan permohonannya daripada guru tidak tetap. Penempatan kerja yang jauh dari domisilinya biasanya cenderung mempengaruhi tingkat kepuasan kerja guru.Keenam, kesesuaian mata pelajaran yang diampu dengan keahliannya. Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Hal ini akan mempengaruhi guru dalam hal membuat perencanaan dan persiapan mengajar, penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa, penguasaan metode dan strategi mengajar, pemberian tugas-tugas kepada siswa, kemampuan mengelola kelasdan kemampuan guru melakukan penilaian dan evaluasi. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka terhadap pekerjaannya. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan moral kerja guru.Ketujuh, hubungan antara sesama guru, karyawan dan kepala sekolah. Hubungan yang harmonis antarpelaku satuan pendidikan bisa melahirkan suasana yang kondusif dan iklim pembelajaran interaktif yang menyenangkan. Faktor ini berkaitan dengan komunikasi organisasi. Hal ini dipertegas oleh Muhammad (2007), yang menyatakan bahwa kepuasan dengan komunikasi muncul dari faktor kepuasan dengan ketepatan informasi yang mencakup tingkat kepuasan penerimaan informasi, perubahan administratif dan staf dan lain sebagainya. Faktor kedua adalah peuasan dengan komunikasi teman sejawat yang mencakup komunikasi horizontal, informal dan tingkat kepuasan yang timbul dari diskusi masalah dan mendapatkan informasi dari teman sejawat. Faktor selanjutnya adalah kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai satu kesatuan, yang mencakup keterlibatan hubungan dengan organisasi, dukungan atau bantuan dari organisasi dan informasi dari organisasi.Kedelapan, Sikap kepala sekolah dalam kepemimpinannya. Peran kepala sekolah sebagai pimpinan organisasi begitu penting untuk menstimulasi kinerja karyawannya, termasuk juga guru-guru. Hal itu bisa menggunakan konsep supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan adalah upaya seorang kepala sekolah dalam pembinaan guru agar guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah perencanaan, penampilan mengajar yang nyata serta mengadakan perubahan dengan cara yang rasional untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Fungsi kepala sekolah antara lain memberikan bimbingan dan penyuluhan terhadap staf guru maupun staf tatausaha agar setiap staf dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dalam arti agar tugas itu dapat berhasil secara efektif. Dengan bimbingan terhadap staf guru, maknanya kepala sekolah berusaha agar tugas guru sebagai pendidikan dan pengajar dapat tercapai hasil yang efektif dan efisien. Sahertian (2000) mengemukakan ada delapan fungsi supervisi, yaitu (1) memgkoordinasi semua usaha sekolah; (2) melengkapi kepemimpinan sekolah; (3) memperluas pengalaman guru-guru; (4) menstimulasi usaha-usaha kreatif; (5) memberi fasilitas dan penilaian terus-menerus; (6) menganalisis situasi belajar-mengajar; (7) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf; dan (8) memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru. Selanjutnya, Sahertian juga menyebutkan sasaran supervisi pendidikan mencakup pembinaan kurikulum, perbaikan proses pembelajaran, pengembangan staf, pemeliharaan serta perawatan moral dan semangat kerja guru-guru.Kesembilan, sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran. Demi kelancaran proses pembelajaran, lembaga sekolah harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Sehingga guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi peserta didik. Bila hasil belajar siswa baik maka guru akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi karena berhasil mentransfer ilmu bidang studinya kepada siswa. Kesepuluh, ukuran sekolah tempat bekerja. Bila sekolah tempat mengajar adalah sekolah yang sudah memiliki nama besar di masyarakat, atau yang di dalam masyarakat disebut sekolah unggulan, maka nilai kepuasan kerja guru semakin tinggi. Hal itu dikarenakan, sekolah yang memiliki reputasi besar di masyarakat akan menarik minat orangtua untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut. Permintaan yang besar tentu akan membuat pihak sekolah akan lebih selektif dalam menerima siswa baru dan tentu saja kualifikasi yang disyaratkan akan semakin ketat. siswa-siswa yang berhasil masuk akan memiliki nilai tersendiri di mata masyarakat. Begitu juga dengan guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Perasaan bangga akan tumbuh dari diri guru tersebut. Meskipun mungkin status kepegawaiannya masih guru tidak tetap dengan nilai gaji yang minim, namun nilai prestige yang diperoleh bisa membuat rasa puas pada diri guru.Output dari kepuasan kerja guru bisa dilihat dari tingkat kedisiplinan, prestasi guru yang diraih, dan kemampuan guru bertahan dalam pekerjaannya. Tingkat kedisiplinan guru bisa dilihat dari jumlah kehadiran tepat waktu guru mengajar. Saat guru puas dengan pekerjaannya, maka guru akan menunjukkan semangatnya dalam bekerja. Prestasi yang diraih oleh guru juga bisa diindikasikan dari kepuasan kerja guru. Guru yang memiliki rasa puas dalam bekerja akan termotivasi untuk meningkatkan kompetensinya di bidang pendidikan. Entah itu dengan mengikuti seminar atau pelatihan pendidikan, atau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Saat karir guru sudah mapan, memiliki gaji yang besar, maka guru akan sanggup untuk bertahan dalam pekerjaannya sampai masa pensiun. Bila tingkat kepuasan guru tinggi maka proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan pada akhirnya akan tercapai tujuan pendidikan nasional.

Reformasi Sekolah Dengan Meningkatkan Kualifikasi Dan Fungsi GuruSejak Indonesia mengalami reformasi, sistem Indonesia berubah dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Bila dalam sistem sentralisasi seluruh bidang kehidupan diatur dan diputuskan oleh pemerintah pusat, maka tidak demikian dengan sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi memberdayakan kewenangan dari pemerintah daerah untuk mengatur penyelenggaraan bidang kehidupan, atau yang disebut dengan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah merangsang pemerintah daerah untuk bisa mengelola bidang-bidang kehidupan di daerahnya sendiri, termasuk juga di bidang pendidikan. Nilai positif dari pemberlakuan desentralisasi bidang pendidikan adalah tiap-tiap daerah dapat memanfaatkan aset yang dimiliki untuk meningkatkan bidang pendidikan. Selain itu juga pemerintah daerah juga berhak menentukan kebijakan-kebijakan yang terkait pengembangan dan pemanfaatan potensi daerah, sehingga lulusan daerah dapat memberdayakan potensi daerahnya.

Dampak negatif dari desentralisasi pendidikan adalah terkait dengan potensi yang dimiliki pada masing-masing daerah. Berkembang tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh letak geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, dan situasi politik. Faktor-faktor tersebut saling mendukung satu sama lain. Maksudnya adalah, walaupun suatu daerah memiliki letak geografis yang strategis ditambah dengan sumberdaya alam yang melimpah, namun bila tidak didukung dengan sumberdaya manusia juga sarana dan prasarana yang baik, dan rawan konflik, maka daerah tersebut akan sulit berkembang. Jadi, suatu daerah akan berkembang dan memiliki pendapatan yang tinggi bila memiliki lima faktor diatas dalam kategori baik. Dengan diberlakukannya otonomi daerah maka daerah yang berpendapatan tinggi akan mengalokasikan sebagian anggaran daerah di bidang pendidikan, sehingga tingkat perkembangan pendidikan di daerah tersebut meningkat. Lain halnya dengan daerah yang berpendapatan rendah, mereka akan cenderung mengalokasikan anggaran daerahnya ke bidang yang lebih penting menurut daerah tersebut, sehingga tingkat perkembangan pendidikan di daerah tersebut tidak bisa bersaing. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat perkembangan pendidikan antar daerah di Indonesia tidak merata.Hal lain yang ditakutkan timbul dari desentralisasi pendidikan adalah masalah kurikulum. Kurikulum akan dibuat oleh daerah dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Meskipun pembuatan kurikulum di tiap-tiap daerah mengacu pada kurikulum nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, namun pasti akan terjadi keanekaragaman hasil belajar siswa di tiap daerah. Pada akhirnya, permasalahan-permasalahan di atas akan bermuara pada kualitas siswa yang tidak merata secara nasional.Era reformasi pendidikan berarti juga membicarakan mengenai reformasi sekolah. Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa reformasi sekolah memiliki arti yang sangat luas dan tidak terbatas pada masalah manajemen saja. Dalam hal ini sekolah diharapkan mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik, tidak menjadi lembaga mekanik, birokratik, dan kaku, tetapi menjadi lembaga sosial yang organik, demokratik, dan inovatif. Dalam hal ini diperlukan adanya dua syarat dasar, yaitu sikap positif terhadap pembaruan bagi semua komponen dan adanya sumber yang diperlukan untuk mengadakan pembaruan. Untuk memajukan pendidikan di sekolah diperlukan adanya sumber-sumber penunjang untuk mengadakan kegiatan penelitian sehingga pendidikan dapat dilakukan secara luas, cepat dan tepat. Untuk itulah komponen sekolah termasuk kepala sekolah dan semua guru harus mempuyai satu kesatuan dan visi yang sama untuk mewujudkan sebuah sekolah yang mempunyai dasa saing yang tinggi guna menghadapi era global pada saat ini.Lebih lanjut Mulyasa (2003) menjelaskan bahwa secara umum faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan reformasi sekolah adalah sebagai berikut:Tujuan dan sasaran pendidikan nasional

Tujuan dan sasaran pendidikan nasional dalam pembangunan bukan hanya untuk menciptakan kaum intelektual saja melainkan membentuk manusia Indonesia secara utuh melalui kegiatan pembelajaran dan bimbingan serta latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Oleh karena itu didalam melaksanakan pembelajaran terlebih dahulu perlu dirumuskan tujuan yang akan dicapai agar memudahkan dalam melaksanakan proses pembelajaran.Faktor peserta didik

Peserta didik atau yang lebih kita kenal dengan sebutan siswa merupakan subjek sekaligus obyek pendidikan. Perubahan perilaku yang terjadi pada siswa ditentukan oleh pengalaman belajar yang didapatnya disamping faktor pembawaan. Oleh karena itu dalam melaksanakan reformasi pendidikan maupun sekolah perlu kiranya memperhatikan aspek peserta didik baik secara sosial maupun individual.Faktor mendidik

Pekerjaan mendidik dilakukan oleh guru dan merupakan pekerjaan profesional yang memberikan petunjuk bahwa tidak setiap orang dapat melaksanakan profesi tersebut. Seorang pendidik yang profesional tidak hanya memiliki kemampuan profesi saja, melainkan juga harus memiliki kemampuan personal dan kemampuan sosial.Faktor isi pendidikan

Isi pendidikan merupakan segala pengalaman yang harus peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui proses pendidikan. Oleh karena itu isi pendidikan (kurikulum) perlu adanya sebuah penyesuaian.Faktor keberhasilan pendidikan

Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh kelengkapan fasilitas dan sumber belajar. Oleh karena fasilitas dan sumber belajar merupakan hal yang sangat esensial, perlu dipertimbangkan dalam proses reformasi atau pembaruan sistem pendidikan.Pembaruan atau reformasi di sekolah pasti meliputi banyak aspek, tetapi sangatlah perlu mempertimbangkan adanya prioritas dan usaha. Prioritas yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan reformasi sekolah adalah sebagai berikut:Modernisasi Pengelolaan Sekolah

Dalam melaksanakan modernisasi sekolah hendaknya sekolah tidak memisahkan diri dengan kegiatan yang sudah berlangsug di masyarakat. Oleh karena itu dalam melaksanakan modernisasi pengelolaan sekolah hendaknya para pelaksana pendidikan bekerjasama dengan sektor-sektor lain di masyarakat yang telah menjalankan usaha modernisasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.Modernisasi Guru

Dari berbagi factor yang berpengaruh pada usaha mereformasi sekolah ataupun pada efektifitas sekolah nampaknya factor guru perlu mendapat perhatian yang pertama dan utama, disamping kurikulumnya, karena baik buruknya suatu kurikulum pada akhirnya bergantung kepada aktifitas dan kreatifitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut.Modernisasi Proses Belajar

Pada hakikatnya yang menjadi korban dari system pendidikan yang sedang mengalami krisis ini adalah peserta didik. Untuk menyikapi hal ini perlu kiranya ada usaha sehingga rasa keingintahuan dari peserta didik yang bersifat alami dan kemampuan peserta didik sendiri mendapat penghargaan yang wajar. Sangat disadari bahwa menciptakan suatu tata laksana pendidikan yang menghormati perbedaan perorangan masing-masing peserta didik itu sangatlah sukar dibandingkan dengan menyelenggarakan pendidikan yang bersifat tradisional. Pembaruan proses belajar tidak harus disertai dengan pemakaian perlengkapan yang serba hebat. Dalam rangka pengembangan guru dan pengembangan karier pendidikan perlu ditekakan pentingnya pengembangan cara-cara baru belajar yang efektif dan sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik.Penambahan Dana Untuk Pendidikan Tingkat Sekolah

Perlu dicatat bahwa pendidikan yang mahal tidaklah menguntungkan, tetapi pendidikan yang baik tidaklah murah. Meskipun selalu disarankan untuk berhemat tatapi dalam kenyataannya memang menunjukkan bahwa sistem pendidikan yang baik memerlukan biaya yang lebih banyak. Sejalan dengan uraian di atas, pemerintah terus-menerus melakukan kajian-kajian, seminar dan lokakarya dengan para pakar.Dari beberapa kajian tersebut Depdiknas (dalam Mulyasa, 2003) menerangkan bahwa ada beberapa agenda reformasi yang harus dilakukan oleh sekolah pada level kelas (regulator), level profesi (mediator), dan pada level sekolah (manajemen). Pada level kelas (regulator) ada beberapa aspek, yaitu mewujudkan proses pembelajaran yang efektif, menerapkan sistem evaluasi yang efektif dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Pada level profesi (mediator) ada beberapa aspek, yaitu melakukan refleksi diri ke arah pembentukan karakter kepemimpinan sekolah yang kuat, melaksanakan pengembangan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi. Sedangkan pada level sekolah (manajemen) ada beberapa aspek, yaitu menumbuhkan komitmen untuk mandiri, mengutamakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction), menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib, menumbuhkan budaya mutu di lingkungan sekolah, menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi, menumbuhkan kemauan untuk berubah, mengembangkan komunikasi yang baik, mewujudkan team work yang kompak, cerdas dan dinamis, melaksanakan transparansi manajemen, menetapkan secara jelas serta mewujudkan visi dan misi sekolah, melaksanakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif, meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat, dan terakhir menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat.

Mengajar Adalah Suatu ProfesiSebagian orang ada yang menyatakan bahwa istilah profesi dan pekerjaan memiliki pengertian yang sama. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Ahmad (2006), pekerjaan merupakan kata benda, yang artinya sesuatu yang dikerjakan; kesibukan; mata pencaharian; tugas dan kewajiban; tentang berfungsinya sesuatu. Sedangkan profesi berarti pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu. Kata profesi berkembang menjadi kata profesional dan profesionalisme. Profesional merupakan kata sifat, yang artinya adalah berkenaan dengan pekerjaan, keahlian; memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya; dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Profesionalisme termasuk kata benda, yang artinya adalah kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi.

Sehingga bisa dikatakan bahwa profesi adalah bagian dari pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan disebut profesi. Misalnya pedagang. Pedagang adalah pekerjaan namun bukan suatu profesi, karena untuk menjadi pedagang seseorang tidak memerlukan pendidikan formal yang tinggi, namun cukup memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi. Contoh lainnya adalah guru. Guru memang sebuah pekerjaan, dan untuk menjadi guru seseorang harus mempunyai ijasah strata satu dan kemudian memasuki jenjang LPTK sebelum akhirnya menyandang status guru.

Suatu pekerjaan memiliki beberapa syarat untuk layak disebut sebagai profesi, Ornstein dan Levine (dalam Soetjipto, 2009) menjelaskan sebagai berikut:Melayani masyarakat, merupakan karir yang dilaksanakan sepanjang hayatMemerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya)Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktikMemerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjangTerkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan masukOtonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentuMenerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang bersifat baku yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikanMempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikanMenggunakan administrator untuk memudahkan profesinya dan relatif bebas dari supervisi dalam jabatanMempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiriMempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui keberhasilan anggotanyaMempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikanMempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanyaMempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.

Guru memiliki landasan aturan dan norma mengikat profesinya yang disebut dengan kode etik keguruan. Naskah teks kode etik guru Indonesia adalah sebagai berikut (Hidayat, 2012):Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila;Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional;Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan;Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar;Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan;Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya;Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial;Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian;Guru melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Dalam kode etik guru Indonesia tercantum semua hal-hal yang terkait dengan profesi guru. Kode etik guru Indonesia mutlak diperlukan sebagai pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan tugas profesi guru dalam hidup bermasyarakat. Pedoman itu berupa sumpah/janji guru, landasan nilai-nilai profesi keguruan, hubungan guru dengan perangkat yang terkait dengan pekerjaan profesinya (peserta didik, orangtua atau wali murid, masyarakat, sekolah dan rekan sejawat, profesinya sendiri, organisasi profesi dan dengan pemerintah), pelaksanaan kegiatan profesi guru, serta mengatur mengenai pelanggaran kode etik beserta sanksi yang akan diterima.

Profesionalisme GuruTelah dijelaskan sebelumnya mengenai pengertian profesionalisme. Profesionalisme termasuk kata benda, yang artinya adalah kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi. Guru bukan hanya seorang pengajar peserta didik di sekolah. Namun lebih dari itu, guru merupakan orang yang mampu merancang seluruh proses pembelajaran kelas untuk meningkatkan kemampuan hasil belajar siswa, serta bisa mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial dengan lingkungannya. Selain itu, guru juga panutan dan teladan masyarakat sekelilingnya. Hal itu terkait dengan tanggungjawabnya sebagai agen pendidikan yang mencerdaskan bangsa.

Sasaran pola tingkah laku guru sebagai seorang profesional bisa dilihat pada sembilan butir naskah teks kode etik guru Indonesia, yaitu peserta didik, profesi, tempat kerja, sesama teman sejawat dan pemrintah. Pertama, sikap guru terhadap peserta didik. Ini dijelaskan pada naskah teks kode etik guru Indonesia butir pertama dan ketiga. Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani merupakan motto pendidikan yang dibuat oleh Ki Hajar Dewantara. Motto itu mengandung arti guru haruslah bisa memberi contoh, memberikan pengaruh dan dapat mengendalikan peserta didik. Ini dimaksudkan meningkatkan perkembangan seluruh pribadi peserta didik yang berjiwa Pancasila.Kedua, sikap guru terhadap profesinya. Seperti dijabarkan dalam butir kedua, keenam dan kedelapan naskah teks kode etik guru Indonesia, bahwa guru harus jujur sehingga dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru juga wajib meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian karena PGRI adalah suatu sarana guru dalam mengatur serta melindungi profesinya. Ketiga, sikap guru terhadap lingkungan kerja. Sikap ini termasuk juga sikap guru terhadap pimpinan, yaitu kepala sekolah. Guru harus memiliki kemampuan dalam membina hubungan yang baik dengan orangtua/wali murid serta masyarakat sekitar, menjalin kerjasama yang baik dengan satuan pendidikan lainnya. Sehingga akan terbangun suasana lingkungan sekolah yang kondusif untuk kegiatan pembelajaran. Keempat, sikap guru terhadap pemerintah. Guru perlu mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang pendidikan agar guru dapat mengaplikasikan ketentuan tersebut dalam mengadakan proses pembelajaran. Pengembangan profesional harus terus dilakukan oleh guru, baik itu mutu, layanan dan sikap. Guru layak dianggap sebagai pekerjaan yang profesional karena ada tuntutan untuk selalu mengedepankan tujuan pendidikan nasional. Bila di realitas kehidupan, ada guru yang tidak memiliki sikap-sikap sebagai pendidik, hal itu tidak akan menurunkan citra guru sebagai seorang yang profesional. Sebaliknya, oknum guru tersebutlah yang tidak layak menyandang profesi guru. Sudah seharusnya guru untuk selalu menjaga perilakunya yang berhubungan dengan profesinya, karena akan terus menjadi perhatian masyarakat.

Organisasi GuruOrganisasi profesi guru saat ini sudah mulai tumbuh dan berkembang. Jika pada era Orde Baru guru identik dengan PGRI. Guru bersinonim dengan PGRI atau sebaliknya. Bahkan secara politispun guru dan organisasi profesi guru yang bernama PGRI ini dimobilisasi oleh rezim saat itu. Sudah pengetahuan umum jika mobilisasi politik penguasa dilakukan pada guru dan PGRI untuk memilih partai berkuasa saat itu. Namun setelah reformasi, lahirnya UU Sisdiknas diperkuat oleh UU Guru dan Dosen yang terlahir kemudian, guru diwajibkan aktif dalam suatu wadah organisasi profesi yang tidak tunggal.Implikasinya sekarang yakni wadah organisasi profesi guru bukan lagi monopoli Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI telah menjadi organisasi profesi guru yang mapan dan telah kokoh, baik secara finansial maupun secara organisasional. PGRI lahir pada 25 November 1945. Saat ini Ketua Umum PGRI adalah Sulistyo yang juga seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2009-2014. Sebelumnya PGRI dikomandani oleh Bapak Prof. Dr. Mohamad Surya, juga seorang anggota DPD periode 2004-2009. Ketua umum PGRI tidak harus seorang guru. Misalnya di beberapa daerah faktanya ketua PGRI wilayah/daerah (kabupaten/provinsi) adalah juga seorang kepala dinas pendidikan (bukan seorang guru).Saat ini pilihan wadah organisasi guru sangat variatif. Tidak lagi tunggal dan monopolistik. Selain PGRI masih ada sederetan organisasi guru yang di luar wadah tunggal PGRI. Dikenal kemudian nama Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), yang diketuai oleh Bapak Suparman. FGII sering tampil di berbagai media, dengan pernyataan-pernyataan yang mengkritik UN atau upaya advokasi terhadap guru-guru yang dimarjinalkan. Pengurus FGII juga telah tersebar di beberapa wilayah Indonesia. FGII sering melontarkan kritik terhadap kebijakan pendidikan dan vokal untuk pengadvokasian bagi guru yang dipinggirkan. Seperti terkait pengangkatan guru honorer, tunjangan dan dikotomi guru negeri dan swasta. Selain PGRI dan FGII wadah organisasi guru lainnya bernama Ikatan Guru Indonesia (IGI). IGI diketuai oleh Bapak Satria Dharma. Ketua Dewan Pembina IGI adalah Indra Jati Sidi. IGI acap kali mengadakan kegiatan pelatihan guru-guru, lokakarya dan beragam aktivitas dalam rangka peningkatan kualitas para guru. IGI juga sudah melebarkan sayap organisasinya di beberapa provinsi dan kabupaten.

Selain organisasi IGI, kemudian di media baru-baru ini muncul wadah organisasi guru lain yang bernama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Berdiri sekitar awal Januari 2011 yang dideklarasikan di kantor ICW Jakarta. Walaupun masih tergolong baru, tetapi kelahiran FSGI ini dibidani oleh beberapa tokoh pendidikan dan aktivis LSM. FSGI ditopang oleh para guru dan aktivis LSM yang vokal. Secara intelektualpun acap kali FSGI berdiskusi dengan Prof. H.A.R Tilaar, Utomo Dananjaya (Direktur IER Univ. Paramadina), aktivis ICW dan LSM Koalisi Pendidikan (Satriawan, 2011).

Landasan Sejarah dan Filosofi

Landasan SejarahSejarah atauhistoryadalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya. Ada lima butir yang dijadikan dasar pendidikan yaitu (1) perubahan cara berpikir; (2) kemasyarakatan; (3) aktivitas; (4) kreativitas; dan (5) optimisme. Landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu. Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.

Sejarah Pendidikan Dunia

Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari zaman Hellenisme (150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an). Namun pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman sekarang. Oleh karena itu, pendidikan pada zaman ini tidak dijabarkan dalam secara rinci.Sejarah pendidikan di dunia membahas sejaran pendidikan dunia yang meliputi zaman-zaman: (1) realisme; (2) rasionalisme; (3) naturalisme; (4) developmentalisme; (5) nasionalisme; (6) liberalisme, positivisme, dan individualisme; serta (7) sosialisme.

Zaman Pengaruh Hindu dan Budha

Hinduisme dan Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut. Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama Hindu dan Budha.

Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)

Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan. Pendidikan Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional. Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga. Sedangkan di luar Jawa, pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang menonjol adalah di daerah Minangkabau.

Zaman Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)

Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan. Disamping mencari kejayaan (glorious)dan kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik (gospel).Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605. Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan, yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama.Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang pertama kali tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602. Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi kolonial. Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama Kristen Protestan, Calvinisme.

Zaman Kolonial Belanda

VOC pada perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi basis politik dan territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah di tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan Belanda.Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para Komisaris Jendral dari Inggris. Mereka harus memulai sistem pendidikan dari dasar kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan sosial, banyak mempengaruhi mereka. Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia.Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids. Ia menganjurkan agar pemerintahnya lebih memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi, transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan peranan penting pendidikan. Disamping itu, Van Deventer juga mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka.Mohamad Safei

Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS atau Indonesisch Nederlandse School di Sumatera Barat pada Tahun 1926. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di Kayutanam. Maksud ulama Syafei adalah mendidik anak-anak agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka.Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat, sistem, dan metode pendidikannya diringkas ke dalam empat keemasan, yaitu asas Taman Siswa, Panca Darma, Adat Istiadat, dan semboyan atau perlambang. Asas Taman Siswa dirumuskan pada Tahun 1922, yang sebagian besar merupakan asas perjuangan untuk menentang penjajah Belanda pada waktu itu. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi Agama Islam pada tahun 1912 di Yogyakarta, yang kemudian berkembang menjadi pendidikan Agama Islam. Asas pendidikannya adalah Islam dengan tujuan mewujudkan orang-orang muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, dan berguna bagi masyarakat serta negara.

Zaman Kolonial Jepang

Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat di hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk dipakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasikan Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia.

Zaman Kemerdekaan (Awal)

Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali menguasai Indonesia sehingga bidang pendidikan pada saat itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang amat berat. Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang mengatur pendidikan. Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan oleh penjajah Jepang terus disempurnakan. Namun dalam pelaksanaannya belum tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya. Di samping itu, banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga tidak dapat bersekolah.

Zaman Orde Lama

Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi kemerdekaan mulai digerakkan. Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai bidang, baik spiritual maupun material. Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, ssstem pendidikan Indonesia terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warganegara yang bertanggung jawab. Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka untuk tiap-tiap penduduk negara.

Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman Orde Lama adalah pendidikan yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur, lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan nasional yang sejati dan abadi.

Zaman Orde Baru

Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan masyarakat. Pendidikan pada masa itu memungkinkan adanya penghayatan dan pengamalan Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan.Disamping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar. Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran pendidikan yang diinginkan. Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan berpusat pada pemerintah pusat. Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan dunia kerja); (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari); (3) kesenjangan kultural (pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi); dan (4) kesenjangan temporal (kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini). Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini adalah (1) kesadaran beragama dan kenegaraan meningkat dengan pesat; (2) persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga meningkat.

Zaman Reformasi

Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapat. Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama bertahun-tahun. Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar kebebasan tanpa program yang jelas.Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin. Korupsi semakin hebat dan semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan mengubah sistem pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality Management) (Lestari, 2012).

Landasan FilosofiFilsafat telah ada sejak manusia itu ada. Filsafat berasal dari bahasa Yunani, taitu philos yang artinya cinta dan Sophia yang artinya kebijaksanaan atau kebenaran. Jadi, filsafat artinya cinta akan kebijaksanaan atau kebenaran. Filsafat berarti pula pendirian hidup atau pandangan hidup. Secara ilmiah definisi filsafat yaitu usaha berpikir radikal dan hasil yang diperoleh dari menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang menyeluruh secara sistematis tentang alam semesta serta tempat dilahirkannya manusia. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, filsafat merupakan sumber ide paling dalam bagi segala macam ilmu pengetahuan, sehingga filsafat disebut juga induk pengetahuan.

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam samapai akar-akarnya mengenai pendidikan. Landasan filosofi pendidikan adalah seperangkat filosofi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Landasan filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem gagasan tentang pendidikan dan dedukasi atau dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat umum yang diajurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Terdapat hubungan implikasi antara gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum tehadap gagasan-agasan pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa adanya, melainkan berisi tentang konsep-konsep pendidikan yang seharusnya atau yang dicita-citakan.Dalam landasan filosofis pendidikan juga terdapat berbagai aliran pemikiran. Hal ini muncul sebagai implikasi dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat. Sehingga dalam landasan filosofi pendidikan pun dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme.

Landasan Idealisme

Para filosof ini mengklaim bahwa realitas pada hakikatnya bersifat spiritual, karena manusia itu adalah makhluk yang berpikir, yang memiliki tujuan hidup, dan yang hidup dalam aturan moral yang jelas. Menurut epistemologis, hal itu diperoleh dengan cara mengingat kembali melalui intuisi, sedangkan menurut aksiologi bahwa manusia itu diperintah melalui nilai moral imperatif yang bersumber dari realitas yang absolut.Landasan Realisme

Para filosof realisme, memandang bahwa dunia ini adalah materi yang hadir dengan sendirinya, yang tertata dalam hubungan-hubungan di luar campur tangan manusia. Dan mereka beranggapan bahwa pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman dan penggunaan akalnya, sedangkan tingkah laku manusianya diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang rendah diatur oleh kebijaksanaan yang teruji.Landasan Pragmatisme

Pada dasarnya, pragmatisme merupakan suatu sikap hidup, suatu metode dan suatu filsafat yang digunakan dalam mempertimbangkan nilai sesuatu ide dan kebenaran sesuatu keyakinan secara praktis. Esensi diri pragmatisme ini terletak pada metodenya yang sangat empiris dimana sangat menekankan pada metode dan sikap lebih dari suatu doktrin filsafat yang sistematis dan menggunakan metode ilmu pengetahuan modern sebagai dasar dari suatu filsafat.

Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat negara ialah Pancasila sebagai falsafah negara. Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Pasal 2Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan nasional termasuk di bidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri.Sedangkan ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta bermuara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain, pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan (Lestari, 2012).

Landasan Politik, Ekonomi dan Hukum

Landasan PolitikPendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan selanjutnya Landasan Pendidikan diperlukan dalam dunia pendidikan agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang sangat kuat karena pendidikan di setiap negara tidak sama. Politik Pendidikan, yaitu studi ilmiah tentang aspek politik dalam seluruh kegiatan pendidikan.Bisa juga dikatakan studi ilmiah pendidikan tentang kebijaksanaan pendidikan. Landasan politik berperan penting untuk melatih jiwa masyarakat, berbangsa dan bertanah air. Selain itu juga dapat dimaknai sebagai suatu studi untuk mengkritisi suatu sistem pemerintahan dan pemerintah yang bila memungkinkan melakukan penyimpangan amanat.

Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat.Hal itu bisa dipahami mengingat semakin tinggi kesempatan seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula seseorang atau masyarakat memiliki kesempatan membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang idealitas dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya terletak pada politik pendidikan masyarakat. Politik pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis pemerintah dalam bidang pendidikan.Politik pendidikan yang diharapkan tentunya politik pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat sekolah dasar sekalipun. Masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang representatif atau tidak memiliki ruang belajar sama sekali. Masih banyak sekolah yang sangat kekurangan guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah. Dalam konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin agenda pendidikan politik bisa dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda politik pendidikan yang memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau mengenyam pendidikan, tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam konteks pembangunan demokratisasi dan desentralisasi di Indonesia, peran politik eksekutif dan legislatif untuk memajukan pendidikan begitu besar.Tokoh liberalisme pendidikan asal Amerika Latin Paulo Freire pernah menegaskan bahwa bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah pembinaan dan pembangunan pendidikan. Freire memandang politik pendidikan memiliki nilai penting untuk menentukan kinerja pendidikan suatu negara. Bangsa yang politik pendidikannya buruk, maka kinerja pendidikannya pun pasti buruk. Sebaliknya, negara yang politik pendidikannya bagus, kinerja pendidikannya pun juga akan bagus. Kebijakan pendidikan di era Orde Lama tahun 1954

Pada masa ini penekanan kebijakan pendidikan pada isu nasionalisasi dan ideologisasi. Penekanan pada kedua bidang tersebut tidak lain karena masa tersebut masa krusial pasca kemerdekaan dimana banyak konflik yang mengarah pada separatisme dan terjadi interplay (tarik ulur) antara pihak yang sekuler dengan agamis. Implikasi dari kebijakan politik pendidikan pada waktu itu adalah terbentuknya masyarakat yang berjiwa nasionalis dan berpatriot pancasila. Kebijakan politik tersebut sejatinya berupaya menjadi win-win solutiondengan mengakomodasi semua kepentingan. Di sini terjadi pengakuan terhadap keanekaragaman baik budaya, seni, maupun agama. Pada dasarnya upaya membangun nasionalisme melalui pendidikan relatif berhasil, hanya saja kurang diimbangi dengan kebijakan yang lain sehingga kemelut bernegara selalu ada di masa tersebut.Kebijakan politik pendidikan nasional di era Orde Baru

Berbeda dengan kebijakan di era orde lama, kebijakan di era orde baru memberi penekanan pada sentralisasi dan birokratisasi dengan dikeluarkannya undang-undang sistem pendidikan di tahun 1989. Di masa ini jalur birokrasi sebagai sebuah kepanjangan tangan dari pusat sangat kental. Orang-orang daerah didoktrin sedemikian rupa sehingga selalu patuh buta terhadap kepentingan pusat. Akibat yang terjadi dari kebijakan ini adalah matinya daya kritis, daya kreatif dan daya inovatif. Bahkan sistem pada masa ini berhasil membunuh idealisme. Disadari bahwa sistem pendidikan nasional pada masa itu terjadi intervensi kekuasaan yang mewarnai di setiap aspek pendidikan. Dalam sistem pendidikan nasional pada masa tersebut, muatan kurikulumnya sempat dimanfaatkan oleh pemerintah yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan. Beberapa pelatihan di sekolah-sekolah atau instusi-institusi pendidikan pada umumnya lebih mengenalkan indoktrinasi ideologi penguasa. Praktek penataran P4 merupakan salah satu bukti riil dari indoktrinasi ideologi penguasa pada waktu itu. Di era ini pula terjadi penyeragaman-penyeragaman sehingga budaya daerah, seni daerah, dan kearifan lokal mengalami nasib yang tragis, bahkan banyak yang telah mati.Yang tersisa hanyalah seni dan budaya yang sifatnya mondial. Bahkan istilah Bhinneka Tunggal Ika yang sejatinya bermakna berbeda-beda tetapi satu jua telah dimaknai menjadi sesuatu entitas yang seragam.

Kebijakan politik pendidikan di Era Reformasi

Kebijakan ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003.Di era reformasi ini penekanannya terletak pada desentralisasi dan demokratisasi. Kewenangan yang semula terletak di pusat dan berjalan secaratop-downdiubah dengan memberi kewenangan daerah yang lebih luas sehingga pola yang berjalan adalahbottom-up. Regulasi yang relatif longgar di era reformasi ini ternyata belum memberi angin segar bagi dunia pendidikan, bahkan banyak potensi untuk diselewengkan dengan mengambil dalih demokratisasi dan desentralisasi. Demokrasi telah menjadi kebebasan dan desentralisasi daerah telah menjadi keangkuhan daerah.Bahkan di era ini semakin jelas keterpurukan masyarakat miskin karena semakin sulit mengakses pendidikan tinggi. Lebih dari itu implementasi kebijakan pendidikan yang demokratis dan mengedepankan potensi daerah semakin dinafikkan. Sistem evaluasi yang masih terpusat, kekerasan dalam pendidikan, dan banyaknya penyimpangan dalam proses pendidikan semakin memberi catatan buram bagi pendidikan di era reformasi ini. Kebijakan politik yang paling disorot pada masa ini adalah tentang otonomi daerah dalam bidang pendidikan, penerapan kurikulum yang berganti-ganti, serta pelaksanaan Ujian Nasional.Salah satu perubahan mendasar dalam Kurikulum 2013 adalah model pembelajaran. Model pembelajaran Kurikulum 2013 berbasis saintifik dengan lima langkah pembelajaran. Ketua Unit Implementasi Kurikulum 2013 (UIK) Kemdikbud, Tjipto Sumadi menjelaskan, dalam Kurikulum 2013 ada lima langkah, yaitu mengamati, bertanya, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Namun masih ada guru yang kesulitan dalam mengajar Kurikulum 2013. Untuk itu, UIK Kemdikbud menjalankan program pendampingan untuk guru-guru di sekolah sasaran. Mereka yang menjadi pendamping di sekolah sasaran adalah orang-orang terpilih yang telah mengikuti pelatihan dan memperoleh nilai baik. (Kemdikbud, 2013).Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakikatnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintah untuk mewujudkan cita-citamasyarakat yang lebih baik, suatu masyarakat yang lebih adil dan lebih sejahtera. Desentralisasi bidang pendidikan dimulai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan kemudian ditindak lanjuti dengan PP No. 20 tentang sektor-sektor yang didesentralisasikan dan yang tetap menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang didesentralisasikan, sehingga sejak itu pendidikan terutama dari pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah atas menjadi urusan kabupaten/kota. Sedangkan pendidikan tinggi menjadi urusan Pemerintah Pusat dan Provinsi.Sejak urusan pendidikan didesentralisasikan, sinyal-sinyal adanya banyak masalah baru sudah tampak. Diantaranya, adalah tarik menarik kepentingan untuk urusan guru serta saling lempar tanggungjawab untuk pembangunan gedung sekolah. Pengelolaan guru menjadi tarik menarik, karena jumlahnya yang banyak, sehingga banyak kepentingan politik maupun ekonomi yang bermain di dalamnya. Sedangkan pembangunan gedung sekolah, utamanya gedung SD menjadi lempar-lemparan tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah karena besarnya dana yang diperlukan untuk itu. Sementara, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sama-sama mengeluh tidak memiliki dana.Kebijakan pemerintah melaksanakan ujian nasional selalu menghadirkan pro-kontra. Lepas dari setuju atau tidak setuju, UN sebenarnya diperlukan dalam memotret pemetaan kualitas satuan pendidikan nasional. Namun yang sering dikeluhkan adalah UN dijadikan alat vonis penentuan kelulusan. Kontroversi mengenai kebijakan ujian nasional (UN) ini dengan jelas menggambarkan betapa lemahnya visi pemerintah dalam kebijakan pendidikan selama ini. Visi adalah sebuah jangkauan terpanjang dari apa yang hendak dicapai dan dituju. Tetapi bila suatu kebijakan hanya diarahkan semata-mata untuk mengejar target, maka membuat paradigma pendidikan menjadi semakin tidak jelas. Mutu pendidikan bukan hanya sekedar ditentukan oleh ujian nasional melainkan pada paradigma pendidikan itu sendiri. Selama ini ujian nasional dijadikan sebagai tolok ukur prestasi, padahal secara substansial hal itu tidak pernah menjadi bukti. Justru pendidikan semakin terperosok karena kebijakan tersebut selalu dibarengi dengan perilaku tak terpuji yang dilakukan untuk mempertahankan kredibilitas sekolah maupun daerah.Sampai saat ini, realitas politik pendidikan di Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka. Hal ini bisa dilihat dari komitmen pemerintah yang masih rendah dalam mewujudkan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang bebas biaya, belum terpenuhinya anggaran pendidikan sebesar 20%, kurangnya penghargaan terhadap profesionalisme dan kesejahteraan guru, rendahnya mutu dan daya saing pendidikan, upaya otonomi pendidikan yang masih setengah hati, dan sebagainya.Pemerintah sebetulnya telah menetapkan Renstra pendidikan tahun 20052009 dengan tiga sasaran pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai, yaitu meningkatnya perluasan dan pemerataan pendidikan, meningkatnya mutu dan relevansi pendidikan, dan meningkatnya tata kepemerintahan (governance), akuntabilitas, dan pencitraan publik. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya terus-menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.Sampai saat ini dunia pendidikan masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa. Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan adalah meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar, perbaikan kurikulum pendidikan, dan tuntutan profesionalisme dan kesejahteraan guru. Pada saat yang sama, kesenjangan partisipasi pendidikan juga masih terjadi, terutama antara penduduk miskin dan penduduk kaya. Meskipun pemerintah telah menyediakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar, masih ditemukan adanya beberapa sekolah yang masih menarik berbagai iuran, sehingga memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga miskin. Kesenjangan partisipasi pendidikan tersebut terlihat makin mencolok pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.Selain itu, ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan untuk menentukan arah dan masa depan politik pendidikan, diantaranya adalah,pertama, menghapus dikotomi dualisme penyelenggaraan pendidikan.Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif.Pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama harus berjalan seimbang dalam hal mutu, kualitas dan kemajuannya. Sehingga tidak ada lagi pandangan bahwa pendidikan keagamaan terkesan tidak bermutu dan terbelakang. Kedua, peningkatan anggaran pendidikan, yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (4).Ketiga, pembebasan biaya pendidikan dasar. Pemerintah dan pemerintah daerah harus punya kemauan kuat untuk bisa membebaskan siswa dari biaya operasional pendidikan untuk tingkat sekolah dasar. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengamanatkan, Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.Keempat,perbaikan kurikulum. Pendidikan mesti diarahkan pada sistem terbuka dan multimakna serta pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Karena itu, kurikulum pendidikan harus mampu membentuk insan cerdas, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, dan memiliki kebebasan mengembangkan potensi diri. Pendidikan juga mesti diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajarannya. Kelima, penghargaan pada pendidik. Pemerintah harus lebih serius meningkatkan kualifikasi, profesionalisme dan kesejahteraan guru. Sebab, guru merupakan pilar utama pendidikan dan pembangunan bangsa (Amanah, 2011).

Landasan EkonomiDemokratisasi pendidikan merupakan salah satu isu yang sampai kini masih menjadi persoalan baik pada tataran konseptual maupun implementasinya. Sehari-hari dapat diikuti dan diamati beberapa isu penting, seperti: kondisi transisional ke arah masyarakat yang demokratis, tuntutan pemerintahan yang demokratis, pembangunan ekonomi yang berorientasi kerakyatan, kebijakan yang berpihak dan yang berorientasi pada kepentingan rakyat, kebijakan demokratisasi pendidikan, dan demokratisasi di bidang politik. Isu dan gejala-gejala tersebut menunjukkan bahwa di masyarakat Indonesia telah t