Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

66
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Era Orde Baru merupakan salah satu rezim pemerintahan yang terlama di Indonesia. Yaitu berlangsung selama kurun waktu tiga dekade, dari tahun 1968 hingga tahun 1998. Rezim ini secara kontinyu dipimpin oleh Jenderal Soeharto yang dipilih oleh MPRS untuk menempati posisi Presiden RI yang sebelumnya dijabat oleh Ir. Soekarno. Sehingga kemudoian secara otomatis, Soeharto menjadi pimpinan tertinggi dalam politik luar negeri Indonesia selama era Orde Baru. Politik luar negeri pada Orde Baru banyak dianggap sebagai antitesa dari politik luar negeri Orde Lama yang bersifat high profile, revolusioner dan tegas. Pada era ini, sifat dan sikap politik luar negeri ndonesia mengalami sejarah dinamika yang panjang. Soeharto sebagai putra dari garis pertahanan NKRI memiliki karakter kepemimpinan yang mengutamakan visi dan misi jangka panjang. Ia terkenal pandai dalam hal mengatur strategi, detail dan cerdas dalam mengolah kesempatan. Berbeda dengan Soekarno yang hangat dan populer, Soeharto cenderung muncul sebagai sosok yang formal dan tidak hangat dalam bergaul. Hal ini justru menjadikan tindakan yang diambil Soeharto dalam kebijakan politik luar negeri Indonesia cenderung 1

description

iji

Transcript of Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Page 1: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Era Orde Baru merupakan salah satu rezim pemerintahan yang terlama di

Indonesia. Yaitu berlangsung selama kurun waktu tiga dekade, dari tahun 1968

hingga tahun 1998. Rezim ini secara kontinyu dipimpin oleh Jenderal Soeharto

yang dipilih oleh MPRS untuk menempati posisi Presiden RI yang sebelumnya

dijabat oleh Ir. Soekarno. Sehingga kemudoian secara otomatis, Soeharto menjadi

pimpinan tertinggi dalam politik luar negeri Indonesia selama era Orde Baru.

Politik luar negeri pada Orde Baru banyak dianggap sebagai antitesa dari

politik luar negeri Orde Lama yang bersifat high profile, revolusioner dan tegas.

Pada era ini, sifat dan sikap politik luar negeri ndonesia mengalami sejarah

dinamika yang panjang. Soeharto sebagai putra dari garis pertahanan NKRI

memiliki karakter kepemimpinan yang mengutamakan visi dan misi jangka

panjang. Ia terkenal pandai dalam hal mengatur strategi, detail dan cerdas dalam

mengolah kesempatan. Berbeda dengan Soekarno yang hangat dan populer,

Soeharto cenderung muncul sebagai sosok yang formal dan tidak hangat dalam

bergaul. Hal ini justru menjadikan tindakan yang diambil Soeharto dalam

kebijakan politik luar negeri Indonesia cenderung efisien dan tidak pandang bulu.

Gaya kepemimpinannya sangat terpusat dan banyak mengerahkan militer sebagai

garda utama.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakangan diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah

antara lain :

1.Apakah Landasan dan P elaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI ?

2.Bagaimanakah peranan Indonesia dalam Kerjasama Regional ? 3.Bagaimanakah peranan Indonesia dan Kerjasama Keamanan Regional ?4.Bagaimanakah pelaksanaan Normalisasi Hubungan RI dan RRC ?

1

Page 2: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Bab II

Perbaharuan Politik Luar Negeri Indonesia

A. Landasan dan Pelaksanaan dalam Perjalanan Sejarah

Pemerintah RI

Politik luar negeri itu pada dasarnya merupakan “action theory”,

atauckebijakasanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai

suatckepentingan tertentu. Secara pengertian umum, politik luar negeri (foreign

policy)cmerupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk

mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam

percaturan dunia internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya merupakan

strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks dalam negeri dan

luar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu

internasional atau lingkungan sekitarnya.

Salah satu cara untuk memahami konsep politik luar negeri adalah dengan

jalan memisahkannya ke dalam dua komponen: politik dan luar negeri. Politik

(policy) adalah seperangkat keputusan yang menjadi pedoman untuk bertindak,

atau seperangkat aksi yang bertujuan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya. Policy itu sendiri berakar pada konsep “pilihan

(choices)”: memilih tindakan atau membuat keputusan-keputusan untuk mencapai

suatu tujuan. Sedangkan gagasan mengenai kedaulatan dan konsep “wilayah”

akan membantu upaya memahami konsep luar negeri (foreign). Kedaulatan berarti

kontrol atas wilayah (dalam) yang dimiliki oleh suatu negara. Jadi, politik luar

negeri (foreign policy) berarti seperangkat pedoman untuk memilih tindakan yang

ditujukan ke luar wilayah suatu negara.

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat

oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit

politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional

spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional.1Kebijakan luar

negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk

mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun

1 Jack C. Plano dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin, hal. 5.

2

Page 3: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentutakan oleh siapa yang

berkuasa pada waktu itu. Untuk memenuhi kepentingan nasionalnya itu, negara-

negara maupun aktor dari Negara tersebut melakukan berbagai macam kerjasama

diantaranya adalah kerjasama bilateral, trilateral, regional dan multilateral.2

Menjelang masa pemerintahan Presiden Soeharto, yaitu dari tahun 1965

sampai tahun 1998, politik luar negeri Indonesia menjadi lebih condong ke kanan.

Hal ini ditunjukkan dengan membaiknya hubungan Indonesia dengan negara-

negara Barat seperti Amerika Serikat. Indonesia, yang pada jaman pemerintahan

Soekarno sangat anti-Barat, menjadi mau tidak mau sangat bergantung pada

kekuatan negara Barat. Kedekatan Indonesia dengan Barat ini berkaitan erat

dengan kepentingan nasional Indonesia kala itu, yaitu sebagai negara yang sedang

mengalami fase pembangunan, serta sebagai negara baru yang sedang berbenah.

Berbagai pembangunan yang dilakukan ini tentunya membutuhkan dana yang

cukup besar. Dana ini diperoleh Indonesia dari pinjaman pada negara-negara

Barat. Faktor mencari bantuan luar negeri sangat mendominasi diplomasi

Indonesia pada tahun-tahun pertama Orde Baru3. Kedekatan Indonesia dengan

Barat kala itu tidak hanya berlaku di bidang ekonomi, namun juga di bidang

industri dan keamanan.

Walaupun Orde Baru dianggap bobrok, namun kekuatan diplomasi

Indonesia dianggap kembali pada kejayaannya dengan kembali diperhitungkannya

keberadaan Indonesia dalam kancah politik dan ekonomi. Indonesia dipandang

sebagai negara tempat berinvestasi yang menjanjikan dan suara Indonesia

didengarkan di kawasan Asia Tenggara. Pada masa orde baru, landasan

operasional politik luar negeri indonesia kemudian semakin dipertegas dengan

beberapa peraturan formal, diantaranya adalah ketetapan MPRS no. XII/

MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang penegasan kembali landasan

kebijaksanaan politik luar negeri indonesia. TAP MPRS ini menyatakan bahwa

sifat politik luar negeri indonesia adalah:

2 Mochtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES, hal.184.3 Bantarto Bandoro. 1995. Indonesia dan Negara-negara Besar Jakarta : Centre for Strategic and International Studies, , hal. 977.

3

Page 4: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

1. Bebas aktif, anti-imperealisme dan kolonialisme dalam segala

bentuk manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

2. Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan

rakyat.

Pemerintah Orde Baru menyadari bahwa untuk melakukan pembangunan,

Indonesia membutuhkan dana yang sangat besar. Karenanya kerja sama dengan

negara-negara lain ini mulai dibuka untuk mendapatkan bantuan luar negeri demi

melaksanakan pembangunan ekonomi dalam negeri. Diplomasi yang dilakukan

oleh Orde Baru banyak disebut sebagai ”Diplomasi Pembangunan” (Diplomacy

For Development). Salah satu hasil diplomasi pembangunan Orde Baru terkait

dengan upaya untuk mendapatkan bantuan luar negeri adalah Inter-Governmental

Group on Indonesia (IGGI/Kelompok Antarpemerintah Mengenai Indonesia).4

Usaha untuk membentuk IGGI tersebut mulai dilakukan pada bulan

September 1966 dalam pertemuan antara 12 negara kreditor yang dilaksanakan di

Tokyo untuk mengetahui rencana Indonesia dalam memperbaiki keadaan ekonomi

dan evaluasi IMF akan rencana tersebut. Dalam forum ini, Indonesia berhasil

menggalang dukungan dan menegosiasikan utangnya kepada para kreditur dalam

forum Paris Club dan dirasakan perlunya forum antar pemerintah untuk

membantu pembangunan di Indonesia, baik berupa dana maupun pemikiran.

Kesepakatan untuk membentuk sebuah forum formal dalam rangka membantu

perekonomian Indonesia dicapai pada pertemuan ini. Hal ini dapat dikatakan

sebagai sebuah keberhasilan diplomasi pembangunan waktu itu. Pada tanggal 20

Februari 1967, IGGI dibentuk melalui pertemuan formal di Amsterdam yang

dihadiri oleh sejumlah negara kreditor utama dan lembaga Internasional.

Diplomasi pembangunan Indonesia pada masa awal Orde Baru tersebut

dapat dikatakan berhasil dalam memperoleh bantuan luar negeri. Hal ini sesuai

dengan tujuan dari diplomasi ekonomi, yaitu mengamankan resources ekonomi

yang berasal dari luar negeri untuk pembangunan ekonomi luar negeri. Dalam hal

4 Riza Sihbudi. Politik Luar Negeri RI Mau Ke Mana?. http://www.polarhome.com/pipermail/nasional -m/2014-October/000341.html, diakses pada 11 April 2014.

4

Page 5: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

ini, resources ekonomi utama yang berusaha diamankan adalah bantuan luar

negeri yang berasal dari negara – negara maju. Pembentukan IGGI ini dapat kita

anggap sebagai pelaksanaan dari teori containment untuk mencegah Indonesia

kembali memihak blok Timur seperti pada masa Demokrasi Terpimpin. Indonesia

dinilai sebagai sebuah negara yang sangat strategis dalam pelaksanaan teori

containment ini karena merupakan negara Asia Tenggara yang cukup terkemuka.

Karena itu, penanaman pengaruh blok Barat pada Indonesia dinilai sangat penting

untuk menjaga dan meningkatkan pengaruh blok Barat di kawasan Asia Tenggara.

Masuknya bantuan luar negeri tersebut juga bertujuan untuk mengendalikan

berbagai kebijakan dalam negeri Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengamankan

kepentingan para negara kreditor tersebut di Indonesia, terutama kepentingan

ekonomi.5

Sesuai dengan perspektif realis yang menyatakan bahwa pemberian bantuan

luar negeri pada dasarnya dilakukan atas dasar kepentingan negara pemberi

bantuan tersebut. Pemberian bantuan dengan tujuan seperti ini membuat Indonesia

terjebak dalam kondisi dependensi. Indonesia menjadi sangat tergantung dengan

bantuan asing tersebut, yang terlihat dari dimasukkannya hutang luar negeri dalam

daftar sumber dana APBN. Ketergantungan terhadap sumber pendanaan asing ini

memungkinkan intervensi pihak asing terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Dengan begitu, lewat bantuan luar negeri, maka negara – negara Barat dapat

mengontrol kehidupan politik dan ekonomi dalam negeri. Hal ini terlihat dari

penguasaan pihak asing terhadap sumber daya alam di Indonesia, kemudahan

masuknya barang impor dari negara – negara Barat, dan berbagai kebijakan

Pemerintah yang selalu memihak terhadap perusahaan asing jika terjadi konflik

antara buruh lokal dan perusahaan asing tersebut. Indonesia dalam hal ini berada

dalam posisi sebagai negara perifer yang selalu bergantung pada negara – negara

sentral. Indonesia diposisikan sebagai pemasok tenaga kerja yang murah serta

bahan mentah dalam pembagian kerja global tersebut.

5 Sinar Harapan. Melihat Arah Politik Luar Negeri Indonesia, Dari Bung Karno yang Vokal ke Mbak Mega yang Bungkam. http://www.sinarhara pan.co.id/berita/0107/27/lua02.html, diakses pada 12 April 2014.

5

Page 6: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Kondisi dependensia ini menjadi sebuah ”bom waktu” bagi Indonesia.

Terbukti, setelah Perang Dingin berakhir dan nilai strategis Indonesia dalam teori

containment hilang, maka berbagai akses terhadap sumber pendanaan luar negeri

tersebut menjadi sulit. Stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri menjadi

terganggu dan akhirnya berpuncak pada terjadinya Krisis Moneter tahun 1998.

Pihak asing pun telah menguasai banyak sumber daya strategis dalam negeri

melalui berbagai perusahaan multinasional.

Meski begitu, di luar berbagai efek negatif yang disebabkan oleh bantuan

luar negeri yang masuk ke Indonesia, terbentuknya IGGI tetap dapat dilihat

sebagai keberhasilan diplomasi pembangunan pertama Indonesia, karena

merupakan bentuk kepercayaan luar negeri yang dilembagakan. Hal lain yang

menjadi sasaran politik luar negeri indonesia dijelaskan secara lebih spesifik dan

rinci pada TAP MPR RI No. II/ MPR/ 1983 yang menandakan bahwa indonesia

sudah mulai mengikuti dinamika politik internasional yang berkembang saat itu.

Indonesia berusaha untuk mengangkat hubungan yang lebih akrab dengan

tetangga-tetangganya yang satu kawasan melalui peningkatan hubungan ASEAN.6

Dengan demikian, Soeharto mengalihkan prioritas politik luar negeri Indonesia

dari lingkungan geografis yang lebih luas, yakni dari Gerakan Asia-Afrika dan

Non Blok, ke lingkungan geografis yang lebih kecil.

Soeharto berusaha untuk mengangkat regionalisme Asia Tenggara sebagai

landasan politik luar negeri Indonesia. Ia memberikan prioritas yang paling utama

kepada hubungan yang dekat dan harmonis melalui penggalangan kerja sama

yang lebih mantap dengan negara-negara tetangga karena di sinilah terletak

kepentingan nasional kita yang paling vital. Karenanya penciptaan kestabilan dan

kerja sama regional di Asia Tenggara mendapatkan prioritas yang tinggi". Asia

Tenggara yang diidam-idamkan Jenderal Soeharto adalah suatu Asia Tenggara

yang terintegrasi, ia menjadi benteng dan pangkalan paling kuat untuk

menghadapi pengaruh ataupun intervensi dari luar. Ia juga harus mampus

6 Mawarti Joened, Poesponogoro. 2010. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka, hal 560

6

Page 7: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

menghadapi imperialisme dan kolonialisme dalam bentuk apa pun dan dari pihak

mana pun.7

Untuk mencapai peningkatan stabilitas dan pengembangan itulah Indonesia

memprakarsai pembentukan ASEAN yang lebih terintegrasi melalui

pembukaanpembukaan jalan menuju Komunitas ASEAN yang diharapkan dapat

memupuk dan membina kerja sama yang lebih erat dan berguna bagi

pengembangan ketahanan masing-masing.

B. Indonesia dan Kerjasama Regional

1. ASEAN

ASEAN merupakan kerjasama regional yang didirikan oleh lima negara

yaitu Indonesia, Malaysia, Filiphina, Thailand, Singapura berdasarkan

kesepakatan bersama pada 8 agustus 1967 yang dikenal dengan deklarasi

Bangkok 1967. Walaupun masing-masing negara anggota berbeda satu sama lain

dalam hal bahasa, budaya, agama, dan geografi pengalaman sejarah namun lambat

laun semakin menumbuhkan rasa kepercayaan.8

Masa awal pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya-upaya membangun

rasa saling percaya di antara anggotanya untuk mengembangkan kerjasama yang

lebih baik. Perkembangan keamanan nasional dan internasional kawasan ASEAN

mengalami perkembangan yang pesat kerjasama ASEAN mulai menyentuh segala

aspek tidak hanya permasalahan ekonomi dan sosial budaya namun ASEAN

mulai merambah bidang yang di anggap sensitif oleh negara ASEAN yaitu bidang

politik dan keamanan. Hal ini tidak lepas dari perkembangan lingkungan domestik

dan internasional sehingga membentuk pola-pola kerjasama antar anggota

ASEAN.

Pembentukan ASEAN tidak lepas dari peran Soeharto yang cenderung

mengedepankan politik luar negeri bertetangga baik, masa orde baru berupaya

melakukan pencitraan yang tidak agresif, dimana Indonesia pada pemeritahan

7Bantoro Bandoro. 1994. Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta: CSIS, Hal 48Cipto, Bambang. 2006. Hubungan Internasional Asia Tenggara. Yogyakarta. Pustaka Pelajar, hal 68

7

Page 8: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

orde lama yang memilih politik konfrontasi dengan Malaysia yang dianggap

sebagai negara perpanjangan tangan kolonial Inggris, setelah lengsernya Soekarno

pada tahun 1967. Seoeharto mengambil alih kekuasan dan melakukan reformasi

kebijakan dengan menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Soeharto yang

menginginkan pembangunan ekonomi nasional dengan mendukung kerjasama

regional dan menginginkan kawasan yang damai dimana tidak ada adanya perang.

Sehingga Indonesia dalam pertemuan dengan negara-negara pendiri Asean, ialah

Thailand, Filipina. Malaysia, dan Singapura di Bangkok Indonesia yang diwakili

Adam Malik merencanakan pembentukan organisasi kawasan agara tercipatanya

kawasan yang stabil dan damai.

ASEAN merupakan prioritas utama dalam politik luar negeri Indonesia,

karena negara-negara ASEAN merupakan lingkaran terdalam dari lingkaran-

lingkaran konsentris pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Pendekatan

lingkaran-lingkaran konsentrismenegaskan besarnya pengaruh lingkungan

eksternal terdekat terhadap situasi domestik Indonesia. Oleh karena itu,

terciptanya kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai, dan konddusif, serta

terjalinnya hubungan harmonis dengan negara-negara di Asia Tenggara dirasakan

sangat penting dan merupakan modal dasar pembangunan nasional Indonesia.

Mengingat Indonesia menempatkan ASEAN sebagai lingkungan utama dari

politik luar negerinya, Indonesia telah memainkan peran penting dalam

perkembangan ASEAN. Indonesia seringkali dianggap oleh negara-negara di luar

kawasan ASEAN sebagai tulang punggung ASEAN. Indonesia dianggap

berpengaruh besar terhadap stabilitas regional Asia Tenggara. Sebagai contoh

pernyataan yang dilontarkan Ketua Komisi Keamanan Parlemen Jepang, Chiken

Kakazu pada saat  bertemu dengan Ketua Komisi I DPR RI, Theo Sambuagadi

Tokyo, Selasa 11 Desember 2007, Upaya menciptakan stabilitas kawasan Asia

Timur mau tidak mau akan menempatkan Indonesia sebagai pilar utamanya.

Keamanan Asia Timur  dipengaruhi stabilitas di kawasan Asia Tenggara, dan

tentu saja ini banyak dipengaruhi Indonesia.Peran Indonesia di ASEAN sendiri

tidak bisa diremehkan. Indonesia telahberkontribusi dalam berbagai bidang demi

kemajuan ASEAN.

8

Page 9: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Pada masa Soeharto, Indonesia berperan semakin aktif dalam berbagai

forum regional dan internasional, salah satu diantaranya adalah dengan

menyumbangkan inisiatif-inisiatif segar dalam berbagai forum tersebut yang

membahas berbagai persoalan dan isu-isu dunia. Dalam konteks ASEAN,

Indonesia sudah mampu memerankan sebagai pemimpin dari negara-negara di

Asia Tenggara, dengan gaya kepemimpinan Soeharto Indonesia mampu menjalin

hubungan dan kerjasama yang baik dengan negara-negara di kawasan Asia

Tenggara.9

Selama pemerintahan orde baru pembangunan dalam negeri Indonesia

sangat menekankan pendekatan keamanan komprehensif tersebut dengan

melakukan sekuritisasi terhadap hampir setiap aspek kehidupan politik, ekonomi,

maupun sosial budaya sebagai strategi menciptkan stabilitas dan keamanan.

meskipun di dominasi kekuatan militer, pemerintah orde baru tidak

mengedepankan organisasi militer atau pertahanan militer sebagai strategi

pertahanan dan keamanan, baik dalam menghadapi ancaman dari dalam maupun

dari luar negeri. Doktrin yang dikembangkan Indonesia mengenai ketahanan

nasional di adopsi dalam Bali Concord.10

Salah satu butir tujuan dibentuknya Asean adalah mempercepat kerjasama

ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini guna

meciptkan masyarakat sejahtra dan damai dan meningkatkan perdamaian dan

stabilitas regional dengan menghormati keadilan dan tertib di dalam hubungan di

negara-negara kawasan ini, serta  mematuhi PBB. Indonesia mempertegas tujuan

Asean dengan mengembangkan doktrin ketahanan Nasional, Ketahanan nasional

yang dimaksud adalah menggunakan kemampuan nasional untuk mengatasi dan

mempertahankan negara dari segala bentuk ancaman dari luar dan dalam bahkan

berjuang untuk mencapai kepentingan nasional. Ketahanan nasional merupakan

konseptualisasi yang berlandaskan berdasarkan sejarah Indonesia selama

perjuangan kemerdekaan dan pasca kemerdekaan, dimana setiap gangguan dan

9 Bantoro Bandoro. 1994. Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta: CSIS, Hal 3610Luhulima, CPF. dkk. 2008. Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015. Yogjakarta. Pustaka Pelajar. hal 88

9

Page 10: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

ancaman hanya bisa diselesaikan Indonesia sendiri tanpa intervensi dari pihak

lain.11

Berangkat dari pemahaman tersebut, Indonesia berkeinginan untuk

membangun kemampuan bersama di antara masyarakat Asia tenggara untuk

mengurus masa depan intervensi bangsa lain. Melalui mentri luar negeri Adam

Malik memperkenalkan doktrin ketahanan nasional pada petemuan ASEAN

ministerial meeting ke 5 di Singapura 1972. Indonesia juga menyampaikan

makalah yang bejudul reflection untuk mengajak anggota lainnya mengadakan

evaluasi terhadap kesepakatan ekonomi sebelumnya, program ekonomi yang

sebelumnya terbentuk berkaitan dengan program kerjasama sektoral di beberapa

bidang. Yaitu produksi pangan, komunikasi, penerbangan dan turisme, ASEAN

menetapkan suatu proyek ASEAN, yaitu yang cepat memberikan hasil, yang

dapat dinikmati semua anggota dan yang memerlukan pembiayaan tidak besar,

maka proyek ASEAN merupakan proyek yang kecil. Ini merupakan indikator

Indonesia mempunyai perhatian tidak hanya dalam bidang keamanan namun juga

ekonomi, sekaligus ASEAN dimata Indonesia merupakan kawasan yang dianggap

penting untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia.12

Pada KTT ASEAN di Bali sebagai respon terhadap campur tangan negara

luar Indonesia 1976 Indonesia mengusulkan dalam sebuah paper untuk

membentuk sebuah formasi kerjasama keamanan dan melakukan latihan militer

bersama negara-negara ASEAN, meskipun usulan tersebut menuai penolakan dari

beberapa negara ASEAN. Hasil dari KTT tersebut menghasilkan dua kesepakatan

yaitu Ketahanan nasional dan Ketahanan regional. konsep tersebut merupakan

kontribusi Indonesia di ASEAN dalam melegalkan prinsip non-intevensi,

organisasi ini tidak boleh mengganggu kemerdekaan, kedaulatan, persamaan,

keutuhan wilayah, dan kepribadian nasional tiap bangsa di Asia Tenggara artrinya

bahwa tiap negara harus dapat melangsungkan kehidupan nasionalnya, bebas dari

campur tangan, subversi atau tekanan dari luar, bahwa tidak ada campur tangan

mengenai urusan dalam negeri satu sama lain, tiap perselisihan atau persengketaan

11Ibid. hal. 8812Ibid. hal. 89

10

Page 11: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

harus diselesaikan dengan cara damai, dan setiap pengancaman dengan kekerasan

atau penggunaan kekerasan tidak dapat dibenarkan

Indonesia berperan penting dengan pengadaan program ZOPFAN

(SoutheastAsian Zone of Peace, Freedom, and Neutrality) dan NFZ (southeast

asian nuclear freezone) yang disepakati pada deklarasi Kuala Lumpur pada tahun

1971 dan disetujui semua negara ASEAN. Dengan adanya PT PINDAD sebuah

industri yang memproduksi senjata dan peralatan perang yang banyak digunakan

oleh militer-militer di negara di ASEAN membuktikan bahwa Indonesia turut membantu

dengan ekonomi militer nya untuk memajukan ASEAN di bidang pertahanan dan

keamanan.

2. GNB

Pada masa kepemimpinan Soeharto dalam GNB, Soeharto menganggap

bahwa GNB pasca perang dingin masih relevan, sehingga beliau selaku Ketua

GNB telah memperlihatkan usaha dan niat yang sungguh-sungguh untuk

menemukan kembali arah GNB dan mengembangkan melalui usaha nyata yang

dikenal dengan Kerjasama Selatan-Selatan. Dalam masa kepemimpinan Soeharto,

GNB menorehkan bebarapa kemajuan yang diantaranya adalah sebagai berikut:13

1) Gerakan Non Blok memperjuangkan kemerdekaan Palestina

Presiden Soeharto mendapat dukungan dari Menlu Palestina Farouk

Kaddoomi setelah sidang Komite Palestina GNB di Bali yang dalam hal ini

menurutnya keputusan tersebut menunjukkan dukungan Gerakan Non Blok

kepada rakyat Palestina dalam memperoleh haknya kembali dan akan berusaha

membuat warga Israel mundur dari kawasan yang diduduki. Komite Palestina

GNB terdiri dari Aljazair, India, Bangladesh, Senegal, Gambia, Zimbabwe,

Palestina dan Indonesia, komisi GNB untuk Palestina diketuai oleh Indonesia.

2) Gerakan Non Blok ingin berdialog dengan Peserta KTT G7 di

Tokyo

Presiden Soeharto mengadakan kerjasama dengan negara-negara Afrika

mengirimkan petani atau petugas Keluarga Berencana ke Indonesia untuk

13Wuryandari, Ganewati. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. hal. 91-92

11

Page 12: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

melakukan magang. Namun karena Indonesia dan negara Afrika itu tidak

memiliki dana yang cukup untuk membiayai program magang ini, maka akan

dicari negara ketiga terutama negara maju yang bersedia membiayai pengiriman

petani Afrika ke Indonesia. Dialog negara maju dan berkembang disebut sebagai

dialog Utara-Selatan.

Dialog yang diharapkan akan tercapai itu ternyata tidak dapat dicapai

sehubungan dengan tidak diundangnya Presiden Soeharto sebagai ketua GNB

dalam KTT G-7 di Tokyo. Apa yang hendak disampaikan adalah buah pikiran

negara anggota GNB terhadap keadaan dunia saat itu, situasi dunia yang tengah

dihadapi dan usulan terhadap upaya bersama yang dapat dijalin oleh negara maju

maupun negara sedang berkembang.

3) Upaya Penyelesaian Hutang Negara-Negara Selatan

Beban hutang negara-negara anggota GNB adalah masalah penting untuk

dibahas dan dicari penyelesaiannya. Untuk itu, cukup banyak mendapat sorotan

dan diharapkan agar di bawah kepemimpinan Indonesia, masalah hutang yang

menjadi salah satu agenda utama KTT Non Blok ke X bisa diselesaikan dengan

terobosan-terobosan yang cukup berarti. Presiden Soeharto mengundang negara-

negara untuk berbagi pengalaman di mana Indonesia sebagai negara penghutang

pada negara negara lain dinilai oleh Bank Dunia dapat membayar hutangnya

sesuai waktu yang telah ditentukan.

Selanjutnya, Presiden Soeharto juga menekankan pentingnya Kerjasama

Selatan-Selatan, bukan hanya sekedar menyelesaikan masalah sosio-ekonomi

tetapi juga melalui kerjasama konkret antara Selatan-Selatan untuk memberi bobot

dalam dialog dengan Utara. Kepala negara mengingatkan negara maju yang

disebut Kelompok Utara dan negara berkembang yang disebut Negara Selatan

untuk saling membutuhkan.

4) Bantuan untuk Petani Afrika

Secara khusus Presiden Soeharto mengundang Brunei Darussalam untuk

turut serta dalam Kerjasama Selatan-Selatan. Dalam hal ini, Indonesia

menawarkan untuk berbagi pengalaman dalam upaya meningkatkan produk

pertanian kepada negara negara Afrika yang mengalami kelaparan. Indonesia

12

Page 13: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

rnengundang para petani negara-negara Afrika untuk melihat secara langsung

model pertanian Indonesia. Dalam hal ini Brunei Darussalam diminta memberikan

dana guna membiayai perjalanan para petani Afrika, karena baik negara-negara

Afrika itu maupun Indonesia tidak mampu membiayai program ini.

5) Pidato Soeharto pada KTT Pernbangunan Sosial di Kopenhagen,

Denmark

KTT yang diprakarsai oleh PBB di Kopenhagen telah memberikan

kesempatan dan menjadi momentum yang tepat bagi Presiden Soeharto sebagai

pemipinan Gerakan Non Blok dengan rnernberikan pidato pertama yang

menyerukan kerjasama di antara negara maju dan negara berkembang guna

memperbaiki nasib orang miskin.

Masalah yang mendapat perhatian khusus adalah hutang luar negeri, sistem

perdagangan bebas serta pengendalian jumlah penduduk khususnya serta masalah

keamanan pangan di Afrika. GNB telah mencoba meringankan kemiskinan

melalui berbagai cara seperti peningkatan produksi pangan dan dalam hal ini

mengharapkan kerjasarna maksimal dari PBB sebagai badan dunia untuk

memainkan peranan yang lebih penting dengan mencoba mewujudkan tatanan

Tata Dunia Baru dalam usaha memecahkan masalah keterbelakangan dan

kemiskinan.

6) Pertemuan Informal Negara Berpenduduk Banyak

Di sela-sela KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, Presiden Soeharto

sebagai pemimpin GNB mengadakan pertemuan informal dengan 9 negara yang

memiliki penduduk terbanyak di dunia yaitu, Indonesia, Bangladesh, Brazil, Cina,

Mesir, India, Meksiko, Nigeria dan Pakistan. Pertemuan informal ke 9 negara

berkembang tersebut membahas masalah pendidikan bagi semua (Education For

All) yang diselenggarakan oleh Badan-Badan PBB yaitu UNESCO, UNICEF,

UNFPA dan UNDP. Gerakan Non Blok memandang perlu bahwa pendidikan

merupakan landasan penting bagi upaya meningkatkan kemajuan, kemakmuran

dan kesejahteraan. Di Indonesia sendiri, realisasi program ini adalah adanya

program wajib belajar sembilan tahun.

13

Page 14: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

7) Kunjungan Pemimpin Gerakan Non Blok ke Zagreb, Kroasia dan

Sarajevo, Bosnia

Pasca KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, pemimpin GNB telah

mengadakan kunjungan yang dianggap oleh PBB sangat berani dan beresiko

tinggi yaitu ke Kroasia dan Sarajevo yang tengah dilanda peperangan antaretnis.

Selaku pemimpin GNB, Presiden Soeharto telah menyuarakan pandangan GNB

terhadap bekas salah satu negara pendiri GNB yaitu Yugoslavia, dengan

menyatakan bahwa bahwa tidak ada pihak yang dapat menyelesaikan pertikaian

etnis di antara mereka kecuali oleh para pemimpin negara-negara kawasan bekas

Yugoslavia sendiri. GNB mencoba membantu tanpa ikut campur secara langsung

melalui jalur diplomatik yang sesuai dengan prinsip. Secara moril, kunjungan

pemimpin GNB dianggap sebagai dorongan dan perhatian bahwa GNB sangat

prihatin akan masalah yang berkepanjangan.

3. G 77

Kelompok 77 (G-77) dibentuk pada tanggal 15 Juni 1964 melalui

pengesahan Joint Declaration dari 77 anggota negara berkembang pada saat

berlangsungnya sidang Sesi Pertama United Nations Conference on Trade and

Development (UNCTAD) di Jenewa. Sampai saat ini, Kelompok 77 dan China

telah beranggotakan 133 negara. G-77 saat ini juga memiliki Chapter di 6 kota

dunia, yaitu di Jenewa, Paris, Roma, Nairobi, New York, dan Wina.14

Kelompok 77 dan China pada dasarnya merupakan forum yang bertujuan

mendorong kerja sama internasional di bidang pembangunan, khususnya bagi

negara-negara berkembang. Pada perkembangannya, kegiatan Kelompok 77 dan

China ditujukan tidak saja untuk memberikan dorongan dan arah baru bagi

pelaksanaan kerja sama Utara-Selatan di berbagai bidang pembangunan

internasional, tetapi juga dimaksudkan untuk memperluas kerja sama dalam

memantapkan hubungan yang saling menguntungkan dan saling mengisi antara

sesama negara berkembang melalui Kerja Sama Selatan-Selatan.

14 Dimuat dalam http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=5&P=Multilateral&l=id,diakses tanggal 11 April 2014

14

Page 15: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Kelompok 77 dan China memiliki kegiatan-kegiatan penting dalam

kerangka PBB, terutama untuk merundingkan berbagai isu dan keputusan/resolusi

yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan PBB. Kegiatan-

kegiatan tersebut antara lain adalah tindak lanjut pelaksanaan Program Aksi KTT

Pembangunan Sosial di Kopenhagen, KTT Wanita di Beijing, Sidang Khusus

SMU PBB mengenai obat-obat terlarang, modalitas penyelenggaraan Konferensi

Internasional mengenai Pendanaan untuk Pembangunan, Pengkajian Tiga

Tahunan Kegiatan Operasional PBB untuk Pembangunan, Pelaksanaan Dialog di

SMU PBB mengenai Globalisasi, Pertemuan Interim Development Committee

IMF/Bank Dunia, ECOSOC, dan usulan reformasi PBB di bidang ekonomi dan

sosial.

Bagi Indonesia, kerja sama dalam wadah Kelompok 77 dan China

merupakan sarana yang baik untuk penguatan Kerja Sama Selatan-Selatan, antara

lain melalui Perez-Guererro Fund. Kelompok 77 dan China juga telah

memberikan dukungan bagi Indonesia dalam bentuk pendekatan dari 133 negara

berkembang anggota Kelompok 77 dan China untuk kebijakan-kebijakan

pemerintah Indonesia di PBB. Salah satu contohnya adalah ketika Indonesia

menjabat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, serta dalam

kebijakan lainnya di PBB.15

4. OKI

OKI merupakan organisasi Negara-negara Islam dan negara-negara yang

mayoritas penduduknya beragama Islam yang dibentuk sebagai reaksi terhadap

pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969 yang

merupakan salah satu tempat suci umat Islam, selain Mekkah dan Madinah serta

bentuk penolakan terhadap pendudukan wilayah-wilayah arab oleh Israel

termasuk pula penguasaan atas Yerussalem semenjak tahun 1967.

Tujuan OKI adalah sebagai berikut:

15Dimuat dalam http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=5&P=Multilateral&l=id, diakses tanggal 11 April 2014

15

Page 16: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

1) Memelihara dan meningkatkan solidaritas diantara negara-negara

anggota dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan politik dan

pertahanan keamanan.

2) Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat

suci.

3) Membantu dan bekerjasama dalam memperjuangkan kemerdekaan

rakyat Palestina.

4) Berupaya melenyapkan perbedaan rasial, diskriminasi,

kolonialisme dalam segala bentuk.

5) Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat

umat, dan hak masing-masing negara Islam.

6) Menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis, saling

pengertian antar negara OKI dan Negara-negara lain.

Beberapa peran aktif Indonesia di OKI yang menonjol adalah ketika pada

tahun 1993 Indonesia menerima mandat sebagai ketua Committee of Six, yang

bertugas memfasilitasi perundingan damai antara Moro National Liberation Front

(MNLF) dengan pemerintah Filipina. Kemudian pada tahun 1996, Indonesia

menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Menteri (KTM-OKI) ke-24 di Jakarta.

Selain itu, Indonesia juga memberikan kontribusi untuk mereformasi OKI

sebagai wadah untuk menjawab tantangan umat Islam memasuki abad ke-21. Pada

penyelenggaraan KTT OKI ke-14 di Dakar Senegal, Indonesia mendukung

pelaksanaan OIC's Ten-Year Plan of Action. Dengan diadopsinya piagam ini,

Indonesia memiliki ruang untuk lebih berperan dalam memastikan implementasi

reformasi OKI tersebut. Indonesia berkomitmen dalam menjamin kebebasan,

toleransi dan harmonisasi serta memberikan bukti nyata akan keselarasan Islam,

demokrasi dan modernitas.

Bagi Indonesia, OKI merupakan wahana untuk menunjukkan citra Islam

yang santun dan moderat. Sebagaimana yang ditunjukkan Indonesia pada dunia

internasional dalam pelaksanaan reformasi 1998 serta kemampuan Indonesia

melewati transisi menuju negara yang demokratis melalui penyelenggarakan

pemilihan umum legislatif ataupun pemilihan presiden secara langsung yang

16

Page 17: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

berjalan dengan relatif baik. Pengalaman Indonesia tersebut dapat dijadikan

rujukan bagi negara-negara anggota OKI lainnya, khususnya negara-negara di

Timur Tengah dan Afrika Utara yang sedang mengalami proses demokratisasi.16

5. AFTA

AFTA yang merupakan singkatan dari ASEAN Free Tread Area memiliki

arti sebagai kawasan perdagangan bebas ASEAN, pertama kali disepakati pada

tanggal 28 Januari 1992 waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV

di Singapura oleh enam negara yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,

Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam kemudian bergabung pada tahun 1995,

serta Laos dan Myanmar pada tahun 1997, dan Kamboja pada tahun 1999.

AFTA di bentuk dengan dengan tujuan agar menjadikan kawasan ASEAN

sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya

saing kuat di pasar global, dan menarik lebih banyak Foreign Direct Investment

(FDI) yaitu penanaman modal asing yang direpresentasikan di dalam asset riil

seperti: tanah, bangunan, peralatan dan teknologi, serta meningkatkan

perdagangan antar negara anggota ASEAN.

Dalam mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, diberlakukanlah penurunan tarif

barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0–5 %) maupun

hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN melalui skema Common

Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA)

dimana selain penurunan tarif juga dimaksudkan untuk penghapusan pembatasan

kwantitatif (kuota) dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.

Melihat dari banyaknya kelebihan dari skema dan tujuan-tujuan yang

diharapkan dapat terlaksana dalam AFTA, maka dapat dicermati keuntungan yang

akan diperoleh Indonesia dalam AFTA ini, yaitu dengan tanpa dikenanya tarif,

produk-produk Indonesia dapat di ekspor ke kawasan negara-negara ASEAN

dengan lebih murah, tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan yang dulu

dikenakan sebelum persetujuan AFTA, kini produk-produk Indonesia dapat

dengan mudah berada di kawasan ASEAN, hal ini tentu tidak hanya memberikan

keuntungan dengan kemudahan perdagangan internasional dalam regional

16 Bantarto Bandoro, hal 160

17

Page 18: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

ASEAN tetapi juga akan memacu kreativitas dalam negeri sebab produk-produk

negara lain di kawasan ASEAN pun akan marak di dalam negeri, sehingga jika

dalam negeri tidak meningkatkan kreativitasnya, maka dengan mudah dilindas

oleh produk-produk impor.

Adapun hal yang mencengangkan dengan adanya AFTA akan membuka

peluang pasar yang besar dan luas bagi produk Indonesia, dimana penduduk yang

notabene adalah konsumen dengan jumlah sebesar ± 500 juta jiwa berada di area

ASEAN sehingga akan lebih memperlancar proses perputaran perdagangan bagi

produk-produk Indonesia dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam akan

membantu terdistribusinya produk-produk Indonesia dengan level yang bervariasi

kepada tingkat sosial masyarakat yang variatif pula.

Selain itu para pengusaha/produsen Indonesia akan lebih rendah

mengeluarkan biaya produksi, dimana diketahui bahwa beberapa produk

Indonesia ada juga yang membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong

dari negara anggota ASEAN lainnya sehingga dengan adanya pembebasan tarif

akan lebih meringankan pengeluaran biaya produksi yang juga akan secara

bersamaan mengurangi biaya pemasaran, sehingga harga produk Indonesia

tersebut dapat lebih ditekan yang akhirnya dengan kualitas yang baik produk

Indonesia dapat dipasarkan dengan harga terjangkau yang kemudian akan

memberikan keuntungan sebab para konsumen akan lebih tertarik dengan nilai

harga yang ditawarkan.

Tidak hanya para pebisnis yang akan merasakan keuntungan melalui AFTA

ini, konsumen di Indonesia pun yang merupakan konsumen terbesar dari 9 negara

anggota AFTA akan menerima nilai plus pula, dimana dengan maraknya produk

luar di pasar domestik akan memberikan keragaman produk dengan harga yang

variatif yang dapat disesuaikan dengan kemampuan kantong setiap individu, dan

pada bagian awal yang telah saya sebutkan sebelumnya bahwa dengan maraknya

produk luar yang menggrogoti pasar domestik Indonesia, akan memacu kreativitas

produsen lokal untuk bersaing agar tidak kehilangan konsumennya, serta memacu

pula pemanfaatan sumber daya alam dan manusia pada tingkatan maksimal.

18

Page 19: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Serta keuntungan lain yang dapat diperoleh Indonesia adalah terbukanya

kerjasama dalam menjalankan bisnis dengan beraliansi bersama pelaku bisnis di

negara anggota ASEAN lainnya. Melalui aliansi ini, para pebisnis Indonesia akan

lebih memperluas jaringannya, yang kelak akan mengamtarkan mereka tidak

hanya berbisnis di area ASEAN saja tetapi juga dapat menjadi batu loncatan ke

pasar global, hal ini akan sangat bermanfaat untuk prosuden-produsen rumahan,

yang akan lebih meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya serta memberikan

keuntungan bagi negara dimana akan terbentuk pemahaman di benak konsumen

luar negeri bahwa produk-produk yang dihasilkan oleh pasar domestik Indonesia

memiliki kualistas internasional dengan penanganan yang berstandar tinggi.17

6. APEC

Pada tahun 1989, para pemimpin negara – negara yang terletak dilingkar

luar Samudra Pasifik mengadakan pertemuan multilateral dan mendeklarasikan

berdirinya APEC ( Asia Pasific Economic Cooperation). Visi APEC adalah untuk

mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lain di wilayah Asia Pasifik,

menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan

ekspor. Kunci untuk mencapai visi APEC adalah apa yang disebut dengan

”Deklarasi Bogor” , yaitu bahwa negara yang sudah pada tingkat industrialisasi

(negara – negara maju) akan mencapai sasaran perdagangan dan investasi yang

bebas dan terbuka (liberalisasi) paling lambat tahun 2010, dan wilayah yang

tingkat ekonominya sedang berkembang paling lambat tahun 2020.

Dari segi organisasi, kelompok bernama APEC ini adalah yang terbesar di

dunia. Selain beranggotakan 21 negara, APEC memiliki kekuatan ekstra besar

yang tidak dimiliki organisasi serupa di dunia ini dalam konteks perekonomian.

APEC berpenduduk 2,3 miliar jiwa dari 6 miliar jiwa penduduk dunia. Setengah

dari perdagangan dunia terjadi di APEC. Sebesar 18 triliun dollar AS Produc

Domestic Bruto (PDB) dunia dari total 30 triliun dollar lebih PDB dunia ada di

APEC.

17 Mawarti Joened dan Poesponogoro. 2010. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustak, hal 614

19

Page 20: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Anggota APEC merupakan negara yang berada di lingkar luar Samudra

Pasifik, yaitu Amerika Serikat, Australia, Brunei Darussalam, Cile, Cina, Filipina,

Hong Kong, Indonesia, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko,

Papua Nugini, Peru, Rusia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, Thailand, dan

Vietnam.

Lima dari sepuluh negara yang memiliki kekuatan perekonomian terbesar di

dunia ada di APEC, yakni Amerika Serikat, Jepang, Cina, Kanada, dan Meksiko.

Sejak digelarnya APEC Economic Leaders Meeting (AELM) di Seattle, AS tahun

1993, setiap tahun dilahirkan deklarasi atau kesepakatan bersama di antara para

pemimpin negara – negara anggota APEC.18

Peran APEC bagi Indonesia setelah Bogor Goals (1994) merupakan sebuah 

misi APEC untuk kemajuan liberalisasi perdagangan dan investasi bagi Indonesia.

APEC masih membawa pengaruh positif bagi ekonomi Indonesia. Bagi Indonesia,

anggota – anggota yang tergabung dalam APEC merupakan mitra dagang yang

utama. Bogor Goals juga menjadi pemicu bagi anggota-anggota APEC untuk

meningkatkan kerjasama mereka. Anggota-anggota APEC tidak hanya berbicara

tentang isu-isu ekonomi saja, namun juga implementasi nyata untuk mencapai

Bogor Goals dalam bentuk proyek-proyek. Dapat dikatakan bahwa sejak saat

itulah APEC berkembang pesat dan APEC terus mendapatkan dukungan dari

anggota-anggotanya. Salah satu indikator utama dukungan tersebut adalah

diakuinya eksistensi negara-negara penyelenggara pertemuan APEC.  Meskipun

penyelenggara pertemuan APEC berganti setiap tahun, prioritas-prioritas tahunan

selalu berkaitan erat dengan bagaimana APEC bekerja. Pertemuan tahunan APEC

bertujuan menghadirkan manfaat bagi semua kawasan sesuai prioritas. Negara

penyelenggara pertemuan APEC harus memastikan prioritas-prioritas yang

diharapkan mampu menghadirkan manfaat bagi semua anggota APEC. Semua

anggota APEC secara bergiliran menjadi penyelenggara pertemuan APEC,

sehingga masing-masing anggota akan dapat memainkan peran pentingnya dalam

mengatur prioritas-prioritas tahunan.19

18 Sjahrir. 1995. Catatan Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Adhiprint Indonesia, hal : 8019 Hasyim Djalal. 1997. Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Dasawarsa 1990. Jakarta: CSIS, hal 80

20

Page 21: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Peran lain APEC bagi Indonesia adalah sebagai komunitas bisnis

pengembangan kebijakan seperti pengembangan kapasitas melalui pemanfaatan

proyek-proyek, forum bertukar pengalaman, forum yang memungkinkan

Indonesia untuk memproyeksikan kepentingan-kepentingannya dan

mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi internasional yang bebas

dan terbuka.20

7. OPEC

OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) adalah

organisasi/himpunan negara-negara pengekspor minyak bumi yang beranggotakan

negara-negara penghasil minyak bumi. OPEC merupakan organisasi permanen

antar pemerintah yang didirikan melaui Konferensi Baghdad pada tanggal 10-14

September 1960 oleh lima negara pemilik sumber minyak raksasa, yaitu Iran,

Irak, Kuwait, Arab Saudi dan Venezuela.

Setahun kemudian mulai muncul negara-negara lain yang ingin bergabung

dengan OPEC. Mereka ada 9 negara. Pertama diawali Qatar yang bergabung pada

tahun 1961, kemudian disusul Indonesia pada tahun 1962 (namun Indonesia

ditangguhkan keanggotaannya sejak januari 2009 hingga sekarang), Libya 1962,

Uni Emirat Arab 1967, Aljazair 1969, Nigeria 1971, Ekuador 1973 (Ekuador

ditangguhkan keanggotaannya dari desember 1992 sampai oktober 2007), Angola

2007, dan Gabon 1975-1994.

Tujuan OPEC adalah untuk mengkoordinasikan dan menyatukan kebijakan

perminyakan di antara negara-negara anggotanya dan menjamin stabilisasi pasar

perminyakan dalam rangka mengamankan pasokan yang efisien, ekonomis dan

pasokan minyak yang teratur kepada konsumen, penghasilan tetap kepada

produsen dan pengembalian modal yang adil bagi mereka yang berinvestasi dalam

industri perminyakan.

Pada lima tahun pertama keberadaannya, OPEC memiliki kantor pusat di

Jenewa, Swiss. Kemudian pada tanggal 11 september 1965 dipindahkan ke Wina,

Austria hingga sekarang. OPEC memiliki peranan penting dalam menjaga

stabilitas ekonomi dunia sejak didirikan pada tahun 1960 hingga sekarang.

20 Bandoro, hal :190

21

Page 22: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Indonesia sangat berkepentingan dengan organisasi ini sebab minyak dan

gas merupakan sumber devisa terpenting untuk membiayai kelangsungan hidup

negara.Dalam organisasi negara-negara pengekspor minyak ini, Indonesia pernah

menempatkan dua tokoh yang berhasil menjadi Presiden OPEC, yaitu Prof. Dr.

Soebroto (1985-1987) dan Ida Bagus Sudjana pada tahun 1997.

Indonesia keluar dari OPEC pada Mei 2008, dikarenakan mulai tahun 2003

Indonesia telah menjadi importir minyak dan tidak mampu memenuhi Quota yang

telah di tetapkan oleh OPEC.21

C. Indonesia dan Kerjasama Keamanan Regional

Deklarasi Bangkok 1967 menetapkan bahwa bidang ekonomi dan sosial

budaya merupakan bidang-bidang penting ASEAN. Deklarasi Bangkok ini tidak

secara eksplisit menyebut kerjasama politik dan keamanan. sejak awal berdirinya

ASEAN, kerjasama politik dan keamanan mendapat perhatian dan dinilai penting.

Kerjasama politik dan keamanan diarahkan untuk mengembangkan penyelesaian

secara damai sengketa-sengketa regional yang terjadi,menciptakan dan

memelihara kawasan yang damai dan stabil, serta mengupayakan koordinasi sikap

politik dalam menghadapi berbagai masalah politik regional dan global. Deklarasi

Bangkok mengandung keinginan politik para pendiri ASEAN untuk hidup

berdampingan secara damai dan mengadakan kerjasama regional.

kerjasama politik dan keamanan ASEAN ini mempunyai arah dalam

menciptakan stabilitas dan perdamaian kawasan yang bertumpu pada dinamika

dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta sekaligus dapat membangun

rasa saling percaya (confidence building) menuju suatu “masyarakat kepentingan

keamanan bersama” di Asia Tenggara dan Asia Pasifik yang kemudian sehingga

menumbuhkan pengharapan terciptanya sebuah lingkungan strategis yang

diharapkan.

Dengan berakhirnya perang dingin,menciptakan kesulitan-kesulitan baru

dalam menghadapi kekuatan dan ancaman luar yang semakin sulit ditebak karena

terjadi perubahan sistem internasional menjadi multipolar. ASEAN sebagai

organisasi kawasan Asia Tenggara tidak dapat lagi melihat persolaan dan

21 Bandoro , hal 220

22

Page 23: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

ancaman terbatas satu kawasan saja. Tetapi harus lebih dapat menangkap segala

keadaan yang mengancam yang dapat datang dari manapun, termasuk dari

kawasan yang lebuh luas, seperti Asia Pasifik.

besarnya potensi konflik yang ada di kawasan Asia Tenggara seperti konflik

laut cina selatan, yang dimana memeberi pengaruh stabilitas kawasan Asia

Tenggara, membuat ASEAN untuk berfikir untuk menjaga segala gangguan

keamanan yang datang.,termsuk konflik atau permasalahan-permasalahan yang

ada di kawasan Asia Tenggara . Penyelesaian ini dapat dilakukan melalui dua

pendekatan yaitu, mengurangi kemungkinan munculnya konflik diantara negara-

negara tetangga dan memaksimalkan proses pembangunan ekonomi untuk

menunjang peningkatan ketahanan Regional secara kolektif.

ASEAN mulai menghadapi tantangan untuk meningkatkan dan

mempertahankan kawasannya terutama dalam sengketa antar negara kawasan laut

Cina Selatan.Adanya konflik ini akan membawa dampak yang besar tidak

terhadap kerjasama ekonomi ASEAN yang selama ini telah membawa hasil yang

maksimal, tetapi juga terhadap kelangsungan ASEAN sebagai organisasi regional

yang memayungi kepentingan nasional masing-masing anggotanya. Oleh karena

itu, hal yang paling penting dari eksistensi ASEAN adalah pembentukkannya dan

pencapaian tujuannya,ada komitmen politik dan keamanan regional. Sejak

ASEAN didirikan ada empat keputusan organisasional yang dapat dijadikan

landasan dan instrumen dalam pengelolaan potensi konflik. Keempat keputusan

organisasional tersebut yaitu:

a. Deklarasi Kuala Lumpour 1971 tentang kawasan damai, bebas dan

Netral (ZOPFAN).

ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) merupakan sikap

ASEAN yang sesungguhnya tidak mau menerima keterlibatan yang terlalu jauh

dari negara-negara besar wilayah Asia Tenggara. ASEAN mengusahakan

pengakuan dan penghormatan Asia Tenggara sebagai zona damai, bebas dan

netral oleh kekuatan luar seraya memperluas kerjasama antar negara se-kawan

sebagai persyarat bagi memperkuat kesetiakawanan dan keakraban semua negara

23

Page 24: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

yang ada di kawasan. ZOPFAN yang dirumuskan April 1972 sebenarnya

memberikan kontribusi besar bagi kehidupan regional di Asia Tenggara.

b. Traktat Persahanatan dan kerjasama di Asia Tenggara (TAC)

yang dihasilkan oleh KTT ASEAN I 1976.

Sementara untuk menunjang ZOPFAN dan dalam upaya mencairkan

kebekuan hubungan bilateral karena adanya perbedaan-perbedaan mulai terlihat

saat dikeluarkannya dekalrasi perjanjian persahabatan dan kerjasama (Treaty of

Amity and Cooperation-TAC). Perjanjian ini ditandatangani pada KTT I ASEAN

di Bali tahun 1976. Inti perjanjiannya adalah bagaimana menggunakan cara-cara

damai dalam menyelesaikan persengketaan intra ASEAN. Perjanjian ini

merupakan prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi negara-negara ASEAN

dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam hubungan bilateral anggota

ASEAN. Didalam perkembangannya TAC telah dijabarkan dan diperluas

perannya untuk dapat ikut mencari penyelesaikan sengketa secara damai atau

paling tidak dapat berfungsi sebagai pencegah konflik sebagaimana dipertegas

dalam perjanjian TAC bab IV, mengenai prinsip-prinsip penyelesaian secara

damai (the pasific settlement of disputes).

Berkaitan dengan potensi Konflik Laut Cina Selatan, maka prinsip-prinsip TAC

dapat diberlakukan dalam pengelolahannya. Hal ini berdasarkan Deklarasi

Prinsip-prinsip Laut Cina Selatan, yang mendesak semua pihak guna

“memerapkan prinsip-prinsip yang termaktub dalam TAC sebagai dasar untuk

merumuskan code of international conduct di Laut Cina Selatan. Sedangkan SEA-

NWFZ merupakan langkah kedua setelah TAC dalam perwujudan ZOPFAN.

c. Pembentukan ASEAN Regional Forum (ARF) dan pertemuan

pertamanya di bangkok tahun 1994.

ASEAN Regional Forum (ARF) adalah forum dialog resmi antarpemerintah

dan merupakan bagian dari upaya membangun saling percaya di kalangan negara-

negara Asia Pasifik untuk membicarakan masalah-masalah keamanan regional

secara lebih langsung dan terbuka. Salah satu tujuannya adalah menciptakan

lingkungan keamanan yang lebih luas sehingga wilayah ASEAN dapat tumbuh

secara lebih kuat dan mandiri. ARF lahir sebagai implikasi logis dari berakhirnya

24

Page 25: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

sistem bipolar di Asia pasifik. Implikasi tersebut mengharuskan negara-negara

Asia Pasifik mencari pendekatan-pendekatan baru atas masalah-masalah

keamanan di kawasan. Dari sini kemudian muncul pemikiran tentang regionalisasi

masalah keamanan. Negara-negara ASEAN dan negara-negara besar di kawasan

mempunyai alasan yangrasional mengapa pendekatan baru diperlukan.

ARF merupakan forum multilateral pertama di Asia Pasifik untuk

membahas isu-isu keamanan. Pembentukan lembaga ini merupakan sebuah

langkah mendahului oleh negara-negara ASEAN, yang memberi arti sukses dan

kemandirian pengelompokkan regional itu. Ini juga merupakan salah satu bukti

keunggulan ASEAN dalam memanfaatkan momentum agenda keamanan

kawasan. Misalnya keberhasilan ASEAN dalam melakukan dialog multilateral

tentang masalah di Laut Cina Selatan. Keberhasilan tersebut merupakan upaya

penting untuk mencegah pecahnya konflik antarnegara yang terlibat sengketa

perbatasan di kawasan Asia pasifik.

Dari uraian diatas nampak bahwa ARF memiliki peran yang signifikan

dalam berbagai isu keamanan yangmenyimpan sejumlah konflik. Selain itu makna

ARF menjadi semakin penting sebagai satu-satunya forum keamanan yang paling

banyak diminati oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Sejak berdirinya,

forum ini telah menyumbangkan berbagai program konkret dalam mengelola isu

keamanan regional di Laut Cina Selatan.

d. KTT ASEAN V (1995) menghasilkan traktat mengenai kawasan

Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara (Treaty on South East Zone-Nuclear Free

Zone – SEANWFZ).

Pada KTT IV di Singapura telah mengikrarkan bahwa SEA-NWFZ terus

diusahakan, mengingat adanya upaya beberapa negara besar yang ada di kawasan

maupun di luar kawasan tetap mengembangkan nuklirnya sebagai bukti

kapabilitas pertahanannya.

Baik konsep ZOPFAN, NWFZ maupun TAC pada prinsipnya adalah

“zooning arrangement” yang merupakan instrumen dasar konsep keamanan

ASEAN yang juga dapat bertindak sebagai instrumen pembangunan kepercayaan

di Asia Pasifik khususnya dalam mencegah Konflik di Laut Cina Selatan.

25

Page 26: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Selain konflik laut Cina Selatan, di Asia tenggara juga terdapat konflik-

konflik lain, diantaranya Sengketa Preah Vihear, yang melibatkan dua Negara

yaitu Thailand dan Kamboja. Thailand dan Kamboja adalah 2 negara anggota

ASEAN yang  saling mengklaim kepemilikan tanah seluas 4,6 km² di sekitar

Candi Preah Vihear. Tahun 1962, Pengadilan Internasional memutuskan candi

Hindu berusia lebih dari 900 tahun tersesbut menjadi milik Kambodja. Akan

tetapi, status tanah di sekitarnya belum jelas. Pintu masuk ke Candi Vihear yang

paling mudah diakses adalah melalui Provinsi Sisaket di Thailand. Jika hendak

masuk dari Kambodja, turis harus mendaki gunung dengan hutan belantara di

sekitarnya atau menyewa helikopter.

Ketegangan militer antara Kambodja dan Thailand itu berawal Juli 2008

ketika UNESCO menyetujui usulan Kambodja memasukkan Candi Preah Vihear

yang terletak di perbatasan Thailand-Kambodja sebagai salah satu situs warisan

dunia. Penetapan UNESCO itu menimbulkan aksi protes dari aktivis Thailand

mengingat sebagian besar wilayah di sekitar Candi Preah Vihear masih dalam

status sengketa. Kedua negara kemudian mengerahkan hingga 1.000 tentara ke

perbatasan, yang berhadapan selama enam pekan. Usul Sengketa Wilayah Candi

Preah Vihear Dibahas di KTT ASEAN, Phnom Penh, Kamboja mengajak

tetangganya, Thailand, untuk membawa sengketa perbatasan kedua negara terkait

wilayah Candi Preah Vihear dimasukkan ke Konferensi Tingkat Tinggi Ke-15

ASEAN di Hua Hin, Thailand, 21-25 Oktober 2009.

e. Tidak Berfungsinya High Council atau Dewan Agung dalam

Treaty of Amity and Cooperation sebagai Badan yang bisa menyelesaikan konflik

internal ASEAN.

Terbentuknya ASEAN bukan merupakan jaminan bahwa tidak akan terjadi

pertikaian wilayah di kalangan negara anggotanya. Dalam kenyataan masalah

perbatasan wilayah ini terus berlangsung hingga berakhirnya Perang Dingin.

Bahkan jauh sesudah Perang Dingin berakhir pertikaian wilayah masih terus

26

Page 27: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

berlangsung dan membentuk salah satu karakter hubungan Internasional di Asia

Tenggara.22

Walaupun negara-negara ASEAN berhasil membangun suatu wilayah

keamanan di daerah mereka, masih banyak persoalan perbatasan dan klaim

wilayah antar mereka yang belum dapat diselesaikan. ASEAN hanya berhasil

meredam konflik-konflik antar negara anggota; ia belum berhasil

menyelesaikannya, kendatipun instrument untuk melakukan hal itu sudah diakui

Perserikatan Bangsa-Bangsa. Instrument itu ialah Perjanjian Persahabatan dan

Kerjasama di Asia Tenggara yang mengandung Pacific Settlement of Disputes.

Sengketa antara Thailand dan Kambodja, sesama anggota ASEAN, yang

kian memanas seharusnya dilerai dengan memanfaatkan Traktat Persahabatan dan

Kerja Sama ASEAN, TAC. Traktat ini sudah dibuat tahun 1976, yang isinya

antara lain meminta sesama anggota saling menghargai dan menghindari

pertikaian. Sekjen ASEAN menegaskan, ASEAN selama ini sangat mengagung-

agungkan TAC dan bangga memiliki dokumen itu. Akan menjadi suatu keanehan

jika ASEAN sendiri tidak menggunakan TAC dalam menyelesaikan konflik

antara Thailand dan Kambodja, atau bahkan tidak melihatnya sebagai sebuah

acuan.

Padahal semula Kamboja berupaya meminta bantuan ASEAN, tetapi

ASEAN malah mendorong ke 2 negara itu bisa menyelesaikan sendiri masalahnya

secara bilateral. Jika negara-negara anggota ASEAN sendiri tidak pernah

menghormati perjanjian yang telah disusun sendiri, bagaimana mungkin ASEAN

bisa berharap negara lain mau menghormati perjanjian TAC dan perluasannya

tersebut. Bahkan didalam ASEAN Charter, walaupun Treaty of Amity and

Cooperation dirujuk sebagai mekanisme penyelesaian sengketa internal negara

anggota ASEAN (Pasal 24 ayat 2), namun anehnya negara-negara anggota

ASEAN yang terlibat dalam sengketa juga bisa meminta bantuan Sekretaris

Jenderal ASEAN untuk menyediakan jasa baik, konsiliasi dan mediasi dalam

rangka menyelesaikan sengketa dengan batas waktu yang disepakati (Pasal 23

22 Cipto, Bambang. 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara: Teropong Terhadap Dinamika, Realitas, Dan Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 200.

27

Page 28: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

ayat 2). Hal ini bisa dilihat sebagai langkah mundur dari apa yang telah tertuang

dalam Viantiane Action Programme (2004) yang lebih mempromosikan high

council dalam TAC untuk penyelesaian sengketa teritorial. Salah satu alasan

kenapa High Council tidak pernah digunakan oleh negara anggota ASEAN untuk

menyelesaikan konflik internalnya adalah karena hampir semua konflik teritorial

di kawasan Asia Tenggara selalu berhubungan dengan Malaysia sebagai pihak

yang bersengketa.

Memang sudah tiba waktunya bagi ASEAN untuk mengusahakan

penyelesaian konflik-konflik potensial itu di masa mendatang dengan

menggunakan Treaty of Amity and Cooperation. Bahwa pemanfaatan ini sampai

kini belum dilakukan untuk menyelesaikan masalah Sabah dan Ligitan-Sipadan,

misalnya, tidak berarti bahwa upaya itu tidak perlu diteruskan. Instrument ini

sudah diratifkasi semua anggota ASEAN dan perlu diusahakan untuk

menggunakannya dalam penyelesaian masalah-masalah territorial dan perbatasan.

Berlarut-larutnya usaha penyelesaian masalah yang sangat sensitif dan eksplosif

ini dapat mengganggu usaha Confidence Building Measure yang sudah berjalan

dengan baik sejak pembentukan ASEAN.23

Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (Treaty of Amity

and Cooperation): regionalisme Asia Tenggara tidak boleh mengganggu

“kemerdekaan, kedaulatan, persamaan, keutuhan wilayah dan kepribadian

nasional” setiap bangsa; bahwa setiap negara harus dapat “melangsungkan

kehidupan nasionalnya bebas dari campur tangan, subversi atau tekanan dari

luar”; bahwa tidak ada campur tangan “mengenai urusan dalam negeri satu sama

lain”; bahwa “setiap perselisihan atau persengketaan harus diselesaikan dengan

cara-cara damai”; dan bahwa “setiap pengancaman dengan kekerasan atau

penggunaan kekerasan” tidaklah dapat diterima.

Batasan ini dengan tegas memberikan corak kepada bentuk regionalisme

yang diperjuangkan bangsa-bangsa di Asia Tenggara, yang diprakarsai oleh

Indonesia, Filipina, Thailand, Singapura dan Malaysia. Kadar regionalisme Asia

23 Luhulima, C.P.F., et all. 2008. Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Yogyakarta: Pusat  Penelitian Politik LIPI dan Pustaka Pelajar, hal. 47

28

Page 29: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Tenggara hanya dapat meningkat apabila para anggota bersedia mengurangi

kepekaan akan kedaulatannya itu demi suatu keuntungan yang lebih besar. Fungsi

Standing Committee ialah mengawasi dan melindungj kedaulatan masing-masing

negara anggota sesuai dengan tingkat kerelaan untuk mengurangi kedaulatan

nasional itu dalam rangka peningkatan regionalisme ASEAN.

Batasan-batasan itu sekaligus pula mendasari perdamaian ASEAN ke dalam

dan ke luar. Apabila terjadi persengketaan yang diperkirakan akan mengganggu

perdamaian dan keserasian regional, dan apabila pihak-pihak yang bersengketa

tidak dapat menyelesaikan persengketaan antara mereka sendiri, maka sesuai

dengan “tata cara regional”, mereka membentuk suatu Dewan Agung (High

Council), yang terdiri atas seorang wakil dari masing-masing negara setingkat

menteri untuk mencari cara-cara penyelesaian yang wajar. Cara-cara penyelesaian

itu memang banyak bersandar pada Pasal 33 (1) Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa. Ketentuan ini tentu saja hanya berlaku apabila pihak-pihak yang

bersengketa sepakat untuk memberlakukan instrument itu terhadap persengketaan

mereka.

Secara implisit Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara

(TAC), instrument penyelesaian perselisihan antarnegara anggota itu, menyatakan

adanya kesediaan untuk menghadapi pertentangan dan konflik yang mereka

kesampingkan dalam proses pembangunan ASEAN, adanya suatu komitmen pada

cara-cara penyelesaian konflik secara damai; dan kesadaran bahwa perwujudan

konsep regionalisme di Asia Tenggara tidak akan bergerak jauh apabila tidak

dicari jalan untuk menangani, dan, kalau mungkin, menghapus unsur-unsur yang

menghambat peningkatan keakraban dan saling pengertian antarnegara anggota.24

Treaty of Amity and Cooperation sebenarnya mengandung makna yang

sangat idealis untuk mengatur negara-negara yang menjadi anggota ASEAN.

Paling tidak keidealan tersebut terlihat pada pasal 2 ayat b, c, dan d. Pada ayat c

disebutkan bahwa menjadi hak setiap negara untuk menjalankan eksistensinya

bebas dari pengaruh-pengaruh eksternal. Ayat c menyebutkan bahwa tidak

dibenarkan setiap negara anggota untuk melakukan campur tangan terhadap

24 Ibid , hal. 304-305

29

Page 30: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

urusan dalam negeri negara lain. Kemudian ayat d, menyebutkan bahwa setiap

perbedaan atau persengketaan yang muncul diantara negara anggota harus

diselesaikan dengan cara-cara yang damai.

Melanjuti dari ayat d, tersebut Bab IV dari TAC mengandung ketentuan-

ketentuan mengenai penyelesaian sengketa secara damai. Menurut Pasal 14 TAC,

pihak-pihak yang ada dalam kesepakatan tersebut akan membentuk suatu High

Council atau Dewan Agung sebagai suatu badan berlanjut yang terdiri dari

seorang wakil tingkat menteri dari setiap anggota. Sedangkan Pasal 17

menyebutkan juga penyelesaian sengketa secara damai, dengan menunjuk kepada

ketentuan yang ada dalam Piagam PBB. Ditentukan bahwa tidak suatu hal pun

dalam perjanjian ini akan mencegah penggunaan cara-cara penyelesaian sengketa

secara damai sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat 1 Piagam PBB.

Dengan melihat ketentuan-ketentuan seperti yang dipaparkan di atas, dalam

perjalanan waktu kemudian, ASEAN sebenarnya tidak berhasil dalam

menjalankan misi yang ada dalam Treaty of Amity and Cooperation. Setelah

kerjasama politik yang merupakan penyimpangan dari Deklarasi Bangkok,

beberapa peristiwa yang terjadi pada ASEAN terlihat kemudian menyimpang

terhadap apa yang tertuang dalam Treaty of Amity and Cooperation.25

D. Normalisasi Hubungan RRC-Indonesia

Hubungan diplomatik antara RRC dan Indonesia mengalami hubungan

pasang surut. Hal ini terhitung sejak indonesia merdeka. Pada awal kemerdekaan

Indonesia hubungan kedua negara ini tidakbisa dibilang serius, hal ini disebabkan

oleh faktor kesibukakan kedua negara dalam menuntaskan revolusinya yang

belum selesai. Di RRC perseteruan terus politik terus bergulir dalam bentuk

perang saudara sehingga RRC memusatkan konsentrasinya untuk permasalahan

dalam negeri. Pada masa yang bersamaan, Indonesia yang baru merdeka juga

sibuk membenahi diri dari segala macam usaha untuk meruntuhkan republik muda

tersebut. Hal ini menyebabkan Indonesia tidak banyak mengadakan kontak secara

25 GPB Suka Arjawa, “Beberapa Penyimpangan ASEAN Setelah Berusia 36 Tahun”, Majalah Ilmu Hukum Kertha Patrika No.1/Vol.29 (2004), hal.43-44.

30

Page 31: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

ekonomi dan sosial dengan negara-negara lain, melainkan hanya konttak politik

yang intinya mencari dukungan atau kemerdekaan negerinya.

Maka, setelah masa revolusi kedua negara segera menjalin hubungan

diplomatik. Hubungan dekat kedua negara semakin terlihat sejak masa awal 1950-

an. Hubungan diplomatik Indonesia-Cina secara resmi dimulai semenjak tahun

1950. Hubungan awal ini belum berjalan baik sebab kedua negara masih dalam

tahap perkembangan.  Cina, seiring berjalannya waktu berkembang dan maju

lebih pesat daripada Indonesia dilihat dari  meningkatnya ekonomi Cina dalam 

segi industri. Pada tahun kedua setelah RRC didirikan oleh Partai Komunis Cina

(PKC) pada tahun 1949, Indonesia tercatat sebagai negara pertama yang mengakui

berdirinya Cina baru di bawah pemerintahan komunis dan hubungan ini semakin

erat menjelang meletusnya peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965. Hubungan erat ini

dapat terlihat dari dibentuknya poros Jakarta-Pnom Penh- Hanoi-Peking. Selain

itu juga terlihat dari terbentuknya Ganefo dan Oldefo yang merupakan

perkumpulan negara-negara yang sangat menentang kapitalisme dan

imperialisme. Pembentukan organisasi ini lebih menguntukan pihak komunis.

Bahkan, Soekarno yang pada masa itu menjadi presiden secara terang-terangan

mencaci Amerika dan sekutunya dalam setiap kesempatan pidatonya. Hal ini

mengundang tanggapan negatif dari negara barat, terutama Amerika. Amerika

melihat Indonesia telah dilencengkan oleh komunis, sehingga berbagai usaha

dilakukan untuk mengembalikan Indonesia sesuai dengan politik luar negerinya

(Bebas Aktif). Salah satu langkah Amerika yaitu, membantu PRRI/PERMESTA.

Amerika menganggap PRRI/PERMESTA mampu menghancurkan kesombongan

Soekarno dan menghancurkan kekuatan komunis. 26

Setelah peristwa G 30 S/PKI hubungan politik Indonesia dan RRC menjadi

goyah. Akibatnya, seiring dengan pernyataan bahwa PKI adalah partai terlarang di

Indonesia maka hubungan diplomatik antara RRC dan Indonesia pun terputus.

Penghentian hubungan atau pembekuan ini mulai terjadi pada 30 November

1967.  Dimulai dari pernyataan Adam Malik  yaitu Cina telah ikut campur dalam

masalah domestik Indonesia dengan mendukung upaya kudeta PKI dan Cina di

26 Bustamam. 2011. Sejarah Asia Timur. UNP Press. Hal, 110.

31

Page 32: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

duga memberi latihan kepada ratusan orang Indonesia yang tinggal di Cina untuk

melakukan sabotase militer dan ekonomi di Indonesia (Sukma,1994:54). Dengan

adanya pandangan buruk terhadap masing-masing negara maka kedua negara

saling menarik mundur perwakilan diplomatik mereka.

Hubungan keduanya  mulai drencanakan terjadi normalisasi dimana dalam

normaliasi itu terdapat 2 periode yang pertama ialah di tahun 1970-1977.

Normalisasi yang dilakukan selain dipengaruhi dari keadaan domestik dalam

negeri Indonesia juga dipengaruhi hubungan Cina dengan Asia Tenggara.

Hubungan itu terlihat pada saat Vietnam mengintervensi Kamboja. Cina

mengeluarkan kebijakan yakni (1) mencegah kekuatan Komunis di Asia tenggara,

hal itu sama dengan keinginan dari Politik Luar Negeri Indonesia, (2) Cina

mengambil tindakan terhadap Vietnam dengan menyerang tetangganya karena

takut di intervensi oleh Vietnam dan (3) Cina aktif dalam berhubungan dengan

Indonesia serta mendukung ASEAN yang juga menginginkan pasukan Vietnam

mundur dari Kamboja. Meskipun demikian hubungan Cina dan Indonesia masih

mengalami kerenggangan.

1. Proses perbaikan hubungan antara Indonesia dengan RRC

(1970-1977)

Awal dari proses perbaikan hubungan adalah ketika Menteri Luar Negeri

Indonesia Adam Malik dengan Menteri Luar Negeri Cina Ji Pengfei menjalin

pertemuan di Paris mengenai Vietnam pada tahun 1973 walaupun hanya

pertemuan tak resmi, pertemuan tersebut menjadikan cikal bakal proses perbaikan

antara kedua negara. Sebenarnya, RRC telah menunjukan tanda-tanda ingin

memperbaiki hubungan dengan menunjukan sikap-sikap RRC mendukung

Indonesia dalam kasus Selat Malaka dan lain-lain. Namun, dalam satu sisi

Indonesia hanya menjadikan itu semua sebagai proses awal sebagai tahap saling

mengenal terlebih dahulu mengingat situasi yang lumayan panjang sejak 6 tahun

dibekukannya hubungan kedua negara tersebut.

Alasan mengapa Indonesia pada tahun 1973 belum membuka hubungan

kembali dengan RRC adalah karena masih belum percayanya Indonesia dengan

RRC, Indonesia masih dulu menunggu sikap yang dikeluarkan negara ASEAN

32

Page 33: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

dengan RRC sendiri. Indonesia juga pada akhirnya pada tahun 1970-an masih

terus tidak untuk menjalin hubungan dengan RRC, banyak prasyarat yang coba

dilontarkan, prasyarat nya adalah RRC harus mengakui pemerintahan Orde Baru,

menghormati integritas Indonesia, dan tidak mencampuri masalah-masalah dalam

negeri Indonesia.

Diawal masa pembekuan hubungan antara Indonesia dan RRC terlihat

sangat jelas RRC adalah negara yang mencoba memperbaiki hubungannya

kembali dengan Indonesia, banyak motif seperti nya yang melatarbelakangi hal

tersebut. Salah satu motifnya adalah RRC tetap akan berusaha meraih posisi

sebagai global power sebagai negara penguasa27. RRC paling peka terhadap

kawasan Laut China Selatan dan khususnya yang memisahkan Cina dan Taiwan

hingga sangat dibutuhkan menjalin hubungan dengan Indonesia, selain motif ini

motif lain adalah perihal peranakan Tionghoa di Indonesia, peranakan Tionghoa

yang banyak, hingga banyaknya pengusaha Cina yang bersemayam di Indonesia,

membuat RRC sadar benar bahwasanya hal tersebut bisa saling dimanfaatkan

demi menyukseskan kepentingan negaranya.

Menyambung perihal peranakan Tionghoa di Indonesia kala itu, pada

tahun 1976 Adam Malik mencoba menegaskan bahwa proses terhambatnya

hubungan Indonesia dan RRC kembali normal bukan dikarenakan faktor dari luar

melainkan dari dalam, yaitu mengenai kaum minoritas di Indonesia yaitu

peranakan Tionghoa dan masalah keamanan negara Indonesia. Perihal keamanan,

pemerintah Indonesia pada saat itu sangat takut dengan adanya kemungkinan

kembalinya komunisme di Indonesia.28 Sejak peristiwa gerakan 30 September,

para pimpinan Indonesia dan khusunya militer dan golongan Islam menganggap

komunisme sebagai ancaman utama bagi Indonesia. Sebenarnya, masalah

keamanan yang dikatakan Adam Malik juga berkaitan dengan masalah kaum

minoritas Tionghoa di Indonesia, Adam Malik kala itu berpendapat bahwa

masyarakat mayoritas Indonesia masih memendam kecurigaan bahwa negara

RRC masih mencoba memanfaatkan peranakan Tionghoa untuk kepentingan

27

28 Bantarto Bandoro, et al., Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru, (Jakarta. 1994), hal. 60.

33

Page 34: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

nasionalnya, ketika itu RRC masih dianggap memanfaatkan situasi peranakan

Tionghoa di Indonesia untuk keuntungan kepentingan nasionalnya, melihat ke

masa lalu banyak peranakan Tionghoa digunakan untuk melakukan kegiatan

politik negara RRC. Kala itu, RRC masih dianggap bisa menggunakan kaum

minoritas Tionghoa untuk masuk melakukan gerakan menjatuhkan kekuasaan

Orde Baru.

Pada tahun 1977, desas-desus normalisasi hubungan Indonesia dengan

RRC kembali mencuat ketika datangnya Perdana Menteri Papua Nugini ke

Indonesia dalam kesempatan tersebut PM Papua Nugini dikabarkan membawa

pesan khusus dari ketua Partai Komunis Cina, pesan itu intinya menjelaskan

bahwa posisi RRC terbuka untuk menjalin hubungan baik kembali dengan

Indonesia, namun apa yang ada dipikiran pihak Indonesia kala itu tidak merespon

pesan tersebut. Intinya, dari Indonesia masih menjadikan isu keamanan dan kaum

minoritas Tionghoa di Indonesia menjadi masalah utama yang harus diselesaikan

sebelum terjadi perbaikan hubungan dengan pihak RRC. Kaum militer dan kaum

Islam juga menganjurkan agar Indonesia jangan terlalu terburu-buru untuk

membuka kembali kerjasama dengan RRC secara formal. Pada bulan Oktober

1977 Adam Malik membantah berbagai spekulasi tentang adanya perbaikan

hubungan dengan RRC, dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri RRC

Huang Hua di New York Adam Malik meminta RRC untuk ‘bersabar’.29

2. Proses perbaikan hubungan antara Indonesia dengan RRC (1977-

1990)

Sesudah periode tahun 1970-an mengenai proses perbaikan hubungan

antara Indonesia dan RRC. Masalah keamanan dan kaum keturunan Tionghoa

menjadi persoalan yang belum terselesaikan. Dalam periode berikutnya, bidang

ekonomi jadi fokus utama kedua negara tersebut demi terjadinya proses perbaikan

hubungan. Periode awal terlihat ketika pada bulan November 1977 sebuah

delegasi Kamar Dagang dan Indutri (KADIN) Indonesia bertolak ke RRC untuk

mengunjungi Canton Fair.30 Hubungan perdagangan langsung dengan RRC adalah

29 Ibid., hal. 62.30 Bantarto Bandoro, et all., Loc. Cit., hal. 62.

34

Page 35: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

fokus utama mengapa harus mengambil langkah nyata normalisasi dengan RRC,

sepertinya KADIN pada saat itu sangat serius untuk membuka hubungan dagang

dengan RRC. Banyak yang diuntungkan jika terjadi hubungan dagang diantara

kedua negara ini, seperti Indonesia bisa megirimkan bahan-bahan mentah nya ke

RRC dan Indonesia bisa mendapatkan mesi-mesin untuk kepentingan industrinya.

Namun, suara dari KADIN pada saat itu kurang mendapat perhatian dari

pemerintah Indonesia kala itu, mengingat kepentingan politik Indonesia masih

menjadi acuan utama dalam kebijakan perdagangan sekali pun.

Jika melihat ini semua ini ada hal yang menarik ketika sebenarnya

hubungan antara Indonesia dan RRC adalah perihal penanaman modal asing yang

merupakan kebijakan pada masa Orde Baru. Pada masa Orde baru, Presiden

Soeharto memberikan penegasan tentang terjaminnya keuntungan ekonomis dan

mantapnya keamanan sebagai peluang menarik bagi modal asing untuk

mnegoperasikan modalnya di negeri Indonesia.31 Terjadi hal paradoks ketika

normalisasi hubungan dengan RRC selalu terhambat perihal masalah idiologi

komunis, pemerintah Orde Baru justru banyak memanfaatkan penguasa Cina

untuk menjayakan kepentingannya. Penguasa Cina pada saat itu diberi akses

penguasaan pasar dan memperoleh secara murah atas sumber-sumber bahan

mentah.32 Mungkin pada akhirnya bidang ekonomi lah yang menjadikan Indonesia

lebih membuka diri terhadap RRC ketika perihal permasalahan politik tidak

kunjung selesai. Namun, secara formal terjadi paradoksasi kebijakan ketika itu

Menteri Luar Negeri Indonesia Mochtar Kusumaatmadja menegaskan bahwa

perihal peranakan Tionghoa di Indonesia harus diselesaikan terlebih dahulu.

Disini dapat dilihat secara kasat mata pemerintah Orde Baru masih

mempersoalkan peranakan Tionghoa di Indonesia padahal secara tersirat, sumber

lain mengatakan bahwa pada masa Orde Baru, para biraokrat politik Orde Baru

lebih menyukai menjalin hubungan dengan pengusaha peranakan Tionghoa

ketimbang pemodal pribumi demi kepntingan ekonomi dan bisnis.33 Pada

dasarnya, Pemerintah Indonesia Orde Baru masih menaruh kecurigaan atas

31 Suryadi A. Radjab, Praktik Culas Gaya Orde Baru, (Jakarta. 1999), hal. 86.32 Ibid., hal. 5733 Ibid

35

Page 36: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

peranakan Tionghoa yang bisa dimanfaatkan oleh RRC, yang bersumber pada

pidato Menteri Luar Negeri Huang Hua pada bulan Februari 1978.34 Namun,

dilain sisi memanfaatkan peranakan Tionghoa tersebut untuk kepentingan

ekonomi Orde Baru.

Sebenarnya, hal yang membuat terhambatnya proses normalisasi antara

Indonesia dan RRC adalah masih ragunya pihak Indonesia terhadap RRC sendiri,

mengingat bahaya komunisme masih melekat ditubuh RRC. Dia akhir 1978,

Menteri Luar negeri Indonesia pada saat itu masih meragukan RRC secara

tergambar bahwa perihal keamanan dan pernakan Tionghoa masih jadi fokus

Indonesia. RRC selalu bisa memanfaatkan keturunan Tionghoa sebagai alat

politiknya dan RRC bisa dikhawatirkan bisa membantu pembrontakan komunis

terjadi lagi di Indonesia.

Tahun 1980 terjadi perubahan besar di negara RRC sendiri, Deng Xiao

Ping berhasil mengakihiri kekuasaan Ketua PKC (Partai Komunis Cina) Hua

Guofeng. RRC dibawah pimpinan Deng Xiao Ping menganut sejumlah kebijakan

yang dikenal dengan ‘empat modernisasi’, yang meliputi bidang-bidang pertanian,

industri, ilmu pengetahuan, dan teknolgi serta pertanian. Jadi, pemerintah RRC

telah mengambil keputusan mengenai ‘liberalisasi terbatas’ di bidang ekonomi

dan hubungan dengan negara-negara industri.35 Pada intinya, Cina melakukan

politik yang moderat kepada negara-negara lain demi terciptanya kedamaian

menuju Cina yang sosialis modern.

Situasi di RRC sendiri akhirnya mengubah banyak pandangan terhadap

negara tersebut pada tahun 1980-an. Permasalahan terhadap peranakan Tionghoa

terbukti ada solusi nyata diantara kedua negara untuk menyelesaikannya. Solusi

terbaik perihal peranakan Tionghoa adalah ketika Presiden Soeharto

mengeluarkan peraturan mengenai kewarganegaraan, RRC merespon hal tersebut

dengan mengeluarkan Undang-undang kewarganegaraan baru dan mengakhiri

sistem dwikewarganegaraan baru pada bulan Agustus 1980. Undang-undang ini

34 Bantarto Bandoro. 1994. Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta: CSIS, hal. 6435 Hasyim Djalal. 1997. Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Dasawarsa 1990. Jakarta: CSIS, hal. 83.

36

Page 37: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

akhirnya menetapkan bahwa setiap orang Cina yang tinggal di negara lain dan

telah menjadi warga negara itu dengan jalan naturalisasi atau telah memperoleh

kewarganegaraan asing atas kemauannya sendiri, akan kehilangan

kewarganegaraan Cinanya.36

Walaupun mengenai keputusan kewarganegaraan direspon baik oleh RRC

mengenai keturunan Tionghoa, masalah lain tidak begitu saja selesai. Bidang

ekonomi sebagai media perbaikan hubungan Indonesia dan RRC kembali

mencuat. Dalam kesempatan tertentu Menteri Luar Negeri Indonesia Mochtar

mengatakan bahwa Indonesia dan RRC harus melakukan sebuah langkah kongkret

untuk membuka hubungan dagang langsung dengan RRC kala itu. Dapat dilihat

dalam berbagai kesempatan sejak tahun 1981 telah tejadi kegiatan ekspor dan

impor antara Indonesia dan RRC walaupun tidak dalam catatan resmi kedua

negara.37

Di awal tahun 1983, Mengingat keseriusan yang cukup terasa di pihak

Departemen Perdagangan untuk berusaha sekeras-kerasnya melampaui sasaran

ekspor nonmigas dalam APBN 1983/1984 sejumlah 4,2 miliar dolar.38 Kondisi

perekonomian kala itu menjadikan ekspor nonmigas menjadi acuan utama

mengingat jatuhnya harga minyak dunia. Harga minyak dunia yang tak menentu

mejadikan ekspor non migas menjadi target utama perdagangan, hingga

menjadikan pengusaha di Indonesia menjadikan RRC sebagai target pasar mereka.

Pada akhirnya Menteri Luar Negeri Indonesia kali itu menyebutkan bahwa

keinginan yang besar oleh pengusaha Indonesia membuka diri mereka kepada

RRC menjadikan pemerintah Indonesia menentukan sikap bahwa pasar RRC

merupakan hal potensial untuk dimasuki pengusaha Indonesia.

Pada tahun 1984, terjadi hal yang baru dalam perkembangan proses

perbaikan hubungan kedua negara yaitu ketika Indonesia Commodities Centre dan

RRC melakakuan penandatangan kontrak di Canton. Walaupun kontrak tersebut

hanya sebatas dengan pengusaha Indonesia, hal tersebut menjadi cikal bakal yang

menjadikan Indonesia membuka hubungan dagang dengan RRC secara langsung

36 Bantarto Bandoro, hal. 66.37 Ibid 6738 Sjahrir. 1995. Catatan Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Adhiprint Indonesia, hal. 16

37

Page 38: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

sebelum melakukan perbaikan hubungan secara politik. Pengaruh kerjasama

pengusaha Indonesia dengan RRC kala itu akhirnya mendapatkan tanggapan

serius dengan terbukti pada tanggal 5 Juli 1985 di Singapura, Indonesia dan RRC

sepakat mengdakan MoU mengenai hubungan dagang langsung diantara kedua

negara.

Sebenarnya kegiatan perdagan menjadikan perlunya adanya kerjasama

antara kedua negara bukan hanya situasi di Indonesia yang mengharuskan

kegiatan kerjasama, situasi di RRC sendiri menjadikan kerjasama perdagangan

harus dilakukan. Perekonomian RRC pada saat itu mendapat masalah seperti

kekurangan devisa, budget defisit, kurang modal dalam mendorong investasi baru

dan tingkat inflasi yang cukup tinggi.39 Untuk menyehatkan ekonomi RRC

tersebut akhirnya melakukan kerjasama dengan Indonesia karena Indonesia dinilai

dapat membantu menyehatkan ekonomi RRC kala itu baik dalam impor dan

ekspor nya.

Kepentingan bisnis menjadikan proses normalisasi hubungan antara

Indonesia dan RRC sudah didepan mata ketika itu, namun masih ada yang

menganjal Indonesia mengenai gerakan komunis. Pada tahun 1984 Menteri Luar

Negeri Indonesia Mochtar menyatakan bahwa Indonesia mempunyai prasyarat

bahwasanya RRC tidak boleh mendukung dan membantu kegiatan partai-partai

komunis di Indonesia.40 Dalam kaitan ini akhirnya pemerintah Indonesia

menentukan sikap bahwasanya hubungan perdagangan yang telah terjalin dengan

RRC sejak tahun 1980-an tidak boleh berkaitan dengan politik. Bidang ekonomi

dan politik harus dipisahkan dalam hubungan kedua negara. Jadi dalam

perkembangannya, proses normalisasi hubungan secara diplomatik belum

terlaksana ketika masih adanya sikap RRC yang masih megantung mengenai

gerakan komunis di Indonesia.

Bab III

39 Hasyim Djalal, hal. 89.40 Bantarto Bandoro, hal . 72.

38

Page 39: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Kesimpulan

Banyak perubahan arah yang dilakukan Soeharto terkait politik luar negeri

Indonesia terutama melalui sisi pendekatan yang dipilih. Sejumlah kebijakan yang

konfrontatif yang dulu banyak diambil pada era Orde Lama kemudian dialihkan

menjadi kebijakn yang cenderung bersahabat. Dimulai dengan penandatanganan

persetujuan normalisasi hubungan Indonesia – Malaysia pada 11 Agustus 1966 di

Jakarta. Kemudian dilanjutkan dengan aktifnya kembali keanggotaan Indonesia di

PBB dan pemberian usulan tentang pembentukan sebuah hubungan persahabatan

di antara negara- negara di Asia Tenggara dalam sebuah forum kerjasama

bernama ASEAN. Meskipun pada awalnya terdapat keraguan dari beberapa

negara seperti Malaysia dan Filipina terhadap usulan Indonesia ini, namun pada

akhirnya mereka setuju sehingga dapat terbentuklah ASEAN seperti yang saat ini

berdiri.

Soeharto banyak melakukan perbaikan hubungan luar negeri Indonesia

terutama dengan pihak Barat. Pemerintahan Orde Baru yang mendukung

pembangunan ekonomi menyadari kebutuhan akan bantuan dan dukungan dari

negara- negara Barat. Sehingga profil keras yang muncul pada rezim sebelumnya

diganti dengan profi yang lebih lunak dan bersahabat dengan negara-negara Barat.

Hasilnya, pemerintah Orde Baru mendapatkan dukungan dari berbagai negara

Barat yang lebih diarahkan kepada pembangunan ekonomi dalam negeri.

Pertengahan tahun 1980-an kemudian menjadi momen dimana Indonesia berhasil

menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dikawasan Asia Tenggara.

Bahkan Indonesia sempat disebut sebagai the next asian tiger dalam pembangunan

ekonomi akibat dominasinya di kawasan Asia Tenggara dan juga dalam kerjasama

ASEAN. Pendekatan low profile ini juga mengubah citra Indonesia menjadi

negara yang bersahabat dan dapat dipercaya. Tak pelak kemudian sejumlah

prestasi pernah diraih Indonesia berkaitan dengan politik luar negeri, antara lain

ketua Organisasi Konferensi Islam (OKI), ketua Gerakan Non Blok dan

Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).

39

Page 40: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Namun di sisi lain, Indonesia justru membekukan hubungan dengan negara-

negara komunis terutama China berkaitan dengan peristiwa G 30 S PKI yang

kelam di akhir masa kepemimpinan Soekarno. Walaupun demikian pada tahun

1990, Indonesia membuka kembali hubungan dengan China karena alasan

ekonomi. Kebijakan ini diambil untuk meredam sentiment dalam negeri terhadap

komunis dan juga membuka hubungan baik dengan Barat. Hal ini berkaitan erat

dengan kepentingan nasional Indonesia pada saat itu, yaitu untuk menciptakan

stabilitas nasional dari segi ekonomi dan politik, kesejahteraan rakyat,

penyelesaian hutang- hutang luar negeri dan melakukan pembangunan nasional

yang sempat tertinggal pada rezim sebelumnya. Jika pada era Orde Baru politik

luar negeri lebih focus pada ranah global, maka pada era Orde Baru focus politik

luar negeri secara bertahap bergerak dari ranah regional kemudian ke ranah

global. Instrumen yang sering digunakan untuk memenuhi kepentingan nasional

ialah investasi swasta, diplomasi untuk bantuan dan dukungan asing, perdagangan

bebas, kekuatan militer dan daya tahan regional

40

Page 41: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

Daftar Pustaka

Jack C. Plano dan Roy Olton. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Bandung:

Abardin

Mochtar Mas’oed. 1994. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.

Jakarta: LP3ES.

Bantarto Bandoro. 1995. Indonesia dan Negara-negara Besar Jakarta : Centre for

Strategic and International Studies

Sjahrir. 1995. Catatan Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Adhiprint Indonesia

Mawarti Joened, Poesponogoro. 2010. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta :

Balai Pustaka.

Sjahrir. 1995. Catatan Ekonomi Indonesia. Jakarta: PT Adhiprint Indonesia.

Cipto, Bambang. 2006. Hubungan Internasional Asia Tenggara. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Hasyim Djalal. 1997. Politik Luar Negeri Indonesia Dalam Dasawarsa 1990. Jakarta:

CSIS

Luhulima, CPF. dkk. 2008. Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015.

Yogjakarta. Pustaka Pelajar.

Wuryandari, Ganewati. 2008. Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik

Domestik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sumber Online:

http://www.polarhome.com/pipermail/nasional -m/2014-October/000341.html, diakses

pada 11 April 2014.

http://www.sinarhara pan.co.id/berita/0107/27/lua02.html, diakses pada 12 April 2014.

http://kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?

Name=MultilateralCooperation&IDP=5&P=Multilateral&l=id,diakses tanggal 11 April

2014

41

Page 42: Landasan Dan Pelaksanaan Dalam Perjalanan Sejarah Pemerintah RI

42