LAMPU KUNING INDUSTRI ROTAN INDONESIAbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Lampu_Kuning...rotan...

2
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan I ndonesia merupakan negara yang memiliki potensi luar biasa dengan kekayaan alam melimpah baik berupa sumber daya alam terbarukan (renewable resources) maupun sumber daya alam tak terbarukan (unrenewable resources). Sebagai negara yang memiliki hutan tropis alami terbesar kega di dunia, Indonesia kaya akan sumber daya alam haya (WWF, 2015). Tahun 2013 luas hutan Indonesia mencapai 124 juta Ha (BPS, 2015). Hutan pada umumnya menghasilkan ga macam produk, antara lain kayu, jasa dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Di antara kega produk hutan tersebut, HHBK merupakan hasil hutan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dan memiliki keunggulan komparaf besar (Sumadiwangsa, 2008). Salah satu HHBK yang menjadi produk unggulan karena memiliki potensi pemanfaatan yang besar dan juga merupakan sumber daya alam terbarukan (renewable resources) adalah rotan. Tata Niaga Rotan Indonesia Sebesar 85% produksi rotan mentah 1 dunia berasal dari Indonesia. Negara produsen rotan lainnya seper Malaysia, Thailand dan Filipina hanya memproduksi masing-masing kurang dari 10% produksi dunia (Probowa dan Arkeman, 2011). Sebanyak 90% dari produksi rotan Indonesia berasal dari pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (DJPEN, 2013). Sebelum dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor rotan asalan, ekspor rotan Indonesia tahun 1979 didominasi oleh ekspor rotan mentah/ asalan yaitu hampir 90% (Sumadiwangsa, 2008). Kondisi tersebut kemudian berbalik setelah dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Mendagkop No. 492/ KP/VII/79 tanggal 23 Juli 1979 tentang larangan ekspor rotan bulat dalam bentuk asalan dan menjadikan ekspor rotan Indonesia didominasi oleh rotan dalam bentuk hilir. Hingga saat ini tata niaga rotan atau peraturan terkait larangan ekspor rotan dalam bentuk mentah/asalan tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan, antara lain (Kemenko Bid. Perekonomian, 2015): a. Tahun 1979 melalui SK Mendagkop No. 492/KP/VII/79 tanggal 23 Juli 1979 yang berisi pemerintah melarang ekspor rotan bulat dalam bentuk asalan; LAMPU KUNING INDUSTRI ROTAN INDONESIA Sebesar 85% produksi rotan mentah dunia berasal dari Indonesia, namun selama lima tahun terakhir Indonesia empat kali mengalami defisit neraca perdagangan rotan dan produk berbasis rotan. Hal ini menjadi lampu kuning yang mengindikasikan kemunduran industri pengolahan rotan di Indonesia. 1 Rotan mentah adalah rotan dalam bentuk asalan yang belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti penggorengan, penggosokan, pencucian, pengeringan, pengupasan, pemolisan, pengasapan, pengawetan dan pembengkokan. Sumber: BPS (2015), diolah AS, RRT dan Vietnam merupakan negara utama asal impor furnitur rotan Indonesia dengan pangsa masing-masing sebesar 50,8%; 14,2% dan 10%. Impor furnitur dari kega negara tersebut terus meningkat, bahkan pada periode Jan-Feb 2015, impor furnitur rotan dari kega negara tersebut mengalami kenaikan yang sangat signifikan masing- masing sebesar 185%; 408,1% dan 464,7% (Tabel 6). Tabel 6. Negara Utama Asal Impor Furnitur Rotan Indonesia, 2012 – 2015 (Jan-Feb) atau memanen rotan mentah dari hutan. Sehingga industri dalam negeri saat ini cukup kesulitan untuk mendapatkan rotan yang berkualitas. Selain itu, maraknya penggunaan rotan sintesis yang memiliki harga jauh lebih murah 20-30% dibandingkan dengan rotan alam juga menjadi ancaman bagi rotan Indonesia. Negara pesaing Indonesia di pasar dunia seper RRT juga telah banyak menggunakan rotan sintesis dengan harga yang cukup bersaing. Bahkan, RRT telah menjadi negara eksporr utama furnitur rotan dunia. Gejala penurunan kinerja industri rotan sebenarnya sudah mulai terasa pada awal tahun 2007. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, beberapa produsen rotan di Cirebon yang merupakan basis produksi furnitur rotan mengalami penurunan produksi, dari yang semula mengekspor rata- rata sebanyak 120 kontainer per bulan menjadi hanya berkisar 15–20 kontainer per bulan. Kondisi tersebut berlanjut hingga kini dan bahkan terus mengalami tren penurunan. Salah satu permasalahan yang sering dikeluhkan oleh para pelaku usaha rotan adalah masih lemahnya daya saing produk baik kerajinan maupun furnitur rotan dibandingkan dengan negara pesaing. Kurangnya daya saing tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: kesulitan dalam mendapatkan bahan baku rotan yang berkualitas, masih belum berkembangnya desain untuk furnitur dan kerajinan rotan dalam negeri, ngginya biaya produksi, ngkat suku bunga yang nggi serta belum kuatnya brand image terhadap furnitur rotan khususnya untuk dalam negeri. Pemerintah baik pusat maupun daerah, lembaga dan sektor terkait serta para pelaku usaha harus bekerja sama dan berkoordinasi untuk merumuskan langkah-langkah strategis apa yang akan dilakukan untuk dapat membangkitkan kembali kejayaan industri rotan dalam negeri. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan dalam negeri antara lain: mendongkrak harga di ngkat petani dengan mengembangkan kegiatan proses produksi di level menengah (middle producon process) seper proses penggorengan rotan untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku rotan yang berkualitas, pendirian pusat pengembangan dan pusat pelahan dan pengembangan design Indonesia, memberikan bantuan kemudahan kredit dengan suku bunga rendah, perbaikan infrastruktur dan penguatan brand image furnitur rotan dalam negeri dengan menggalakkan penggunaan furnitur rotan di dalam negeri serta dengan selalu melakukan pembinaan dan pengawasan baik kepada industri maupun kepada pemanen dan pembudidaya rotan sehingga terhindar dari prakk-prakk yang kurang baik. Selain itu, terdapat juga wacana akan dibentuknya Badan Penyangga Rotan yang akan membeli rotan setengah jadi dari petani dan menjualnya kepada industri pengolahan sehingga dapat menjadi jembatan untuk mengharmoniskan antara sektor hulu dan hilir rotan. (Sepka Tri Ardiyan) Impor kerajinan rotan Indonesia terutama berasal dari RRT, Singapura dan Vietnam dengan pangsa sebesar 62%; 27,2% dan 9,5% di tahun 2014, sedangkan untuk impor rotan mentah/asalan hampir seluruhnya berasal dari negara Jepang dengan pangsa sebesar 99,9% pada periode yang sama. Lampu Kuning Industri Rotan Indonesia Terjadinya defisit neraca perdagangan rotan dan produk berbasis rotan Indonesia serta kinerja ekspor produk berbasis rotan Indonesia merupakan salah satu indikasi adanya kemunduran industri pengolahan rotan di Indonesia. Sementara, furnitur rotan tetap menjadi salah satu tren funitur dunia, hal tersebut ditunjukkan dengan tetap tumbuhnya impor furnitur rotan dunia selama 2010-2014 dengan peningkatan rata-rata 4,3% per tahun (UN COMTRADE, 2015). Fenomena yang cukup ironis apabila Indonesia yang merupakan pemasok utama rotan dunia justru harus mengalami defisit neraca perdagangan rotan dan produk berbasis rotan. Turunnya ekspor produk berbasis rotan disebabkan oleh lesunya kinerja sektor industri pengolahan rotan dalam negeri. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan peraturan larangan ekspor rotan mentah yang bertujuan untuk mendukung hilirisasi di sektor rotan. Permasalahan yang terjadi di sektor rotan ini memang amat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Di sektor hulu, sebagian besar pelaku usaha mengeluhkan bahwa adanya kebijakan larangan ekspor rotan mentah oleh pemerintah justru menjadi disinsenf bagi pelaku usaha sektor hulu karena memberikan tekanan yang cukup besar terhadap harga rotan mentah sehingga pelaku usaha justru enggan untuk membudidayakan

Transcript of LAMPU KUNING INDUSTRI ROTAN INDONESIAbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Lampu_Kuning...rotan...

Page 1: LAMPU KUNING INDUSTRI ROTAN INDONESIAbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Lampu_Kuning...rotan Indonesia dengan pangsa masing-masing sebesar 50,8%; 14,2% dan 10%. Impor furnitur

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan

Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi luar biasa dengan kekayaan alam melimpah baik berupa sumber daya

alam terbarukan (renewable resources) maupun sumber daya alam tak terbarukan (unrenewable resources). Sebagai negara yang memiliki hutan tropis alami terbesar ketiga di dunia, Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati (WWF, 2015). Tahun 2013 luas hutan Indonesia mencapai 124 juta Ha (BPS, 2015). Hutan pada umumnya menghasilkan tiga macam produk, antara lain kayu, jasa dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Di antara ketiga produk hutan tersebut, HHBK merupakan hasil hutan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat dan memiliki keunggulan komparatif besar (Sumadiwangsa, 2008). Salah satu HHBK yang menjadi produk unggulan karena memiliki potensi pemanfaatan yang besar dan juga merupakan sumber daya alam terbarukan (renewable resources) adalah rotan.

Tata Niaga Rotan IndonesiaSebesar 85% produksi rotan mentah1 dunia berasal dari Indonesia.

Negara produsen rotan lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Filipina hanya memproduksi masing-masing kurang dari 10% produksi dunia (Probowati dan Arkeman, 2011). Sebanyak 90% dari produksi rotan Indonesia berasal dari pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (DJPEN, 2013). Sebelum dikeluarkannya kebijakan larangan ekspor rotan asalan, ekspor rotan Indonesia tahun 1979 didominasi oleh ekspor rotan mentah/asalan yaitu hampir 90% (Sumadiwangsa, 2008). Kondisi tersebut kemudian berbalik setelah dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Mendagkop No. 492/KP/VII/79 tanggal 23 Juli 1979 tentang larangan ekspor rotan bulat dalam bentuk asalan dan menjadikan ekspor rotan Indonesia didominasi oleh rotan dalam bentuk hilir.

Hingga saat ini tata niaga rotan atau peraturan terkait larangan ekspor rotan dalam bentuk mentah/asalan tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan, antara lain (Kemenko Bid. Perekonomian, 2015):a. Tahun 1979 melalui SK Mendagkop No. 492/KP/VII/79 tanggal 23

Juli 1979 yang berisi pemerintah melarang ekspor rotan bulat dalam bentuk asalan;

LAMPU KUNING INDUSTRI ROTAN INDONESIA

Sebesar 85% produksi rotan mentah dunia berasal dari Indonesia, namun selama lima tahun terakhir Indonesia empat kali mengalami defisit neraca perdagangan rotan dan produk berbasis rotan. Hal ini menjadi lampu kuning yang mengindikasikan kemunduran industri pengolahan rotan di Indonesia.

1 Rotan mentah adalah rotan dalam bentuk asalan yang belum mengalami pengolahan lebih lanjut seperti penggorengan, penggosokan, pencucian, pengeringan, pengupasan, pemolisan, pengasapan, pengawetan dan pembengkokan.

Sumber: BPS (2015), diolah

AS, RRT dan Vietnam merupakan negara utama asal impor furnitur rotan Indonesia dengan pangsa masing-masing sebesar 50,8%; 14,2% dan 10%. Impor furnitur dari ketiga negara tersebut terus meningkat, bahkan pada periode Jan-Feb 2015, impor furnitur rotan dari ketiga negara tersebut mengalami kenaikan yang sangat signifikan masing-masing sebesar 185%; 408,1% dan 464,7% (Tabel 6).

Tabel 6. Negara Utama Asal Impor Furnitur Rotan Indonesia, 2012 – 2015 (Jan-Feb)

atau memanen rotan mentah dari hutan. Sehingga industri dalam negeri saat ini cukup kesulitan untuk mendapatkan rotan yang berkualitas. Selain itu, maraknya penggunaan rotan sintesis yang memiliki harga jauh lebih murah 20-30% dibandingkan dengan rotan alam juga menjadi ancaman bagi rotan Indonesia. Negara pesaing Indonesia di pasar dunia seperti RRT juga telah banyak menggunakan rotan sintesis dengan harga yang cukup bersaing. Bahkan, RRT telah menjadi negara eksportir utama furnitur rotan dunia.

Gejala penurunan kinerja industri rotan sebenarnya sudah mulai terasa pada awal tahun 2007. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, beberapa produsen rotan di Cirebon yang merupakan basis produksi furnitur rotan mengalami penurunan produksi, dari yang semula mengekspor rata-rata sebanyak 120 kontainer per bulan menjadi hanya berkisar 15–20 kontainer per bulan. Kondisi tersebut berlanjut hingga kini dan bahkan terus mengalami tren penurunan. Salah satu permasalahan yang sering dikeluhkan oleh para pelaku usaha rotan adalah masih lemahnya daya saing produk baik kerajinan maupun furnitur rotan dibandingkan dengan negara pesaing. Kurangnya daya saing tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: kesulitan dalam mendapatkan bahan baku rotan yang berkualitas, masih belum berkembangnya desain untuk furnitur dan kerajinan rotan dalam negeri, tingginya biaya produksi, tingkat suku bunga yang tinggi serta belum kuatnya brand image terhadap furnitur rotan khususnya untuk dalam negeri.

Pemerintah baik pusat maupun daerah, lembaga dan sektor terkait serta para pelaku usaha harus bekerja sama dan berkoordinasi untuk merumuskan langkah-langkah strategis apa yang akan dilakukan untuk dapat membangkitkan kembali kejayaan industri rotan dalam negeri. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi oleh industri pengolahan rotan dalam negeri antara lain: mendongkrak harga di tingkat petani dengan mengembangkan kegiatan proses produksi di level menengah (middle production process) seperti proses penggorengan rotan untuk meningkatkan ketersediaan bahan baku rotan yang berkualitas, pendirian pusat pengembangan dan pusat pelatihan dan pengembangan design Indonesia, memberikan bantuan kemudahan kredit dengan suku bunga rendah, perbaikan infrastruktur dan penguatan brand image furnitur rotan dalam negeri dengan menggalakkan penggunaan furnitur rotan di dalam negeri serta dengan selalu melakukan pembinaan dan pengawasan baik kepada industri maupun kepada pemanen dan pembudidaya rotan sehingga terhindar dari praktik-praktik yang kurang baik. Selain itu, terdapat juga wacana akan dibentuknya Badan Penyangga Rotan yang akan membeli rotan setengah jadi dari petani dan menjualnya kepada industri pengolahan sehingga dapat menjadi jembatan untuk mengharmoniskan antara sektor hulu dan hilir rotan. (Septika Tri Ardiyanti)

Impor kerajinan rotan Indonesia terutama berasal dari RRT, Singapura dan Vietnam dengan pangsa sebesar 62%; 27,2% dan 9,5% di tahun 2014, sedangkan untuk impor rotan mentah/asalan hampir seluruhnya berasal dari negara Jepang dengan pangsa sebesar 99,9% pada periode yang sama.

Lampu Kuning Industri Rotan IndonesiaTerjadinya defisit neraca perdagangan rotan dan produk berbasis

rotan Indonesia serta kinerja ekspor produk berbasis rotan Indonesia merupakan salah satu indikasi adanya kemunduran industri pengolahan rotan di Indonesia. Sementara, furnitur rotan tetap menjadi salah satu tren funitur dunia, hal tersebut ditunjukkan dengan tetap tumbuhnya impor furnitur rotan dunia selama 2010-2014 dengan peningkatan rata-rata 4,3% per tahun (UN COMTRADE, 2015). Fenomena yang cukup ironis apabila Indonesia yang merupakan pemasok utama rotan dunia justru harus mengalami defisit neraca perdagangan rotan dan produk berbasis rotan. Turunnya ekspor produk berbasis rotan disebabkan oleh lesunya kinerja sektor industri pengolahan rotan dalam negeri. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan peraturan larangan ekspor rotan mentah yang bertujuan untuk mendukung hilirisasi di sektor rotan.

Permasalahan yang terjadi di sektor rotan ini memang amat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Di sektor hulu, sebagian besar pelaku usaha mengeluhkan bahwa adanya kebijakan larangan ekspor rotan mentah oleh pemerintah justru menjadi disinsentif bagi pelaku usaha sektor hulu karena memberikan tekanan yang cukup besar terhadap harga rotan mentah sehingga pelaku usaha justru enggan untuk membudidayakan

Page 2: LAMPU KUNING INDUSTRI ROTAN INDONESIAbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Lampu_Kuning...rotan Indonesia dengan pangsa masing-masing sebesar 50,8%; 14,2% dan 10%. Impor furnitur

b. Tahun 1986 dengan dikeluarkannya SK Menperdag No. 274/KP/X/1986 tanggal 7 Oktober 1986 berupa larangan ekspor segala bentuk rotan bulat dan setengah jadi;

c. Tahun 1998 melalui SK Menperindag No. 440/MPP/KP/9/1998, pemerintah kembali membebaskan ekspor segala bentuk rotan bulat dan setengah jadi. Pembebasan ekspor ini hanya berlangsung selama 6 tahun;

d. Tahun 2004 Menperindag menerbitkan SK No. 355/MPP/Kep/5/2004 tanggal 27 Mei 2004 yang isinya berupa pelarangan kembali ekspor rotan bulat dari hutan alam, sementara ekspor rotan yang berasal dari hutan tanaman masih diperbolehkan;

e. Tahun 2005 Menteri Perdagangan mengeluarkan peraturan No. 12/M-DAG/Per/6/2005 yang kembali memperbolehkan ekspor rotan asalan dan rotan setengah jadi;

f. Bebasnya ekspor rotan asalan tidak berlangsung lama karena pada tahun 2009, Menteri Perdagangan mengeluarkan peraturan No. 36/M-DAG/Per/8/2009 tentang Ketentuan ekspor rotan berupa pengetatan ekspor rotan asalan dan setengah jadi;

g. Tahun 2011, Menteri Perdagangan kembali mengeluarkan peraturan No. 35/M-DAG/PER/11/2011 tentang ketentuan ekspor rotan yang berisi pelarangan ekspor rotan yang termasuk dalam kelompok Ex HS. 1401.20. Setelah itu, Menteri Perdagangan kembali mengeluarkan peraturan No. 36/M-DAG/PER/11/2011 tentang pengangkutan rotan antar pulau dimana rotan diwajibkan untuk diperiksa saat akan diberangkatkan dan diperiksa saat sampai di lokasi tujuan;

h. Tahun 2012, Menteri Perdagangan mengeluarkan peraturan No. 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang barang-barang yang dilarang ekspornya, rotan asalan dan setengah jadi merupakan salah satu komoditas yang dilarang untuk ekspor.

Kinerja Ekspor dan Impor Rotan serta Produk Berbasis RotanSelama lima tahun terakhir Indonesia mengalami defisit neraca

perdagangan rotan dan produk berbasis rotan, kecuali tahun 2012 dimana Indonesia masih mengalami surplus neraca perdagangan sebesar USD 90 juta. Tahun 2014, Indonesia mengalami defisit sebesar USD 15,4 juta yang terdiri dari defisit rotan mentah sebesar USD 26 juta, defisit kerajinan rotan sebesar USD 5,5 juta dan surplus furnitur rotan sebesar 16,1 juta (Tabel 1).

Tabel 1. Neraca Perdagangan Rotan dan Produk Berbasis Rotan

Sumber: BPS (2015), diolah

Rotan merupakan salah satu produk penting dan memiliki muatan politis cukup tinggi, hal tersebut terbukti dari banyaknya peraturan pemerintah yang mengatur tata niaga rotan. Rotan juga menjadi salah satu produk utama ekspor Indonesia, walaupun pangsanya terhadap ekspor non migas terus menurun. Pangsa ekspor produk berbasis rotan terhadap ekspor non migas pada tahun 2014 mencapai 0,15%, dengan tren pertumbuhan sebesar -3,3% per tahun (Gambar 1).

Gambar 1. Pangsa Ekspor Produk Berbasis Rotan Terhadap Ekspor Non Migas.Sumber: BPS (2015), diolah

Ekspor produk berbasis rotan Indonesia tahun 2014 mencapai USD 214,8 juta yang terdiri dari kerajinan rotan sebesar USD 43 juta dan furnitur rotan sebesar USD 171,8 juta. Kinerja ekspor produk berbasis rotan selama lima tahun terakhir menunjukkan adanya pelemahan dengan penurunan rata-rata sebesar 1,7% per tahun. Sementara itu, selama Januari-Februari 2015 ekspor produk berbasis rotan mencapai USD 27,7 juta (turun 29,9% YoY). Hingga Januari-Februari 2015, secara agregat kinerja ekspor produk berbasis rotan masih terus menunjukkan pelemahan kecuali produk kerajinan rotan yang nilai ekspornya kian meningkat. Selama 2010-2014, kinerja ekspornya terus menunjukkan kenaikan yang signifikan dengan tren pertumbuhan rata-rata sebesar 35,7% per tahun.

Tabel 2. Kinerja Ekspor Produk Berbasis Rotan Indonesia, 2012-2015 (Jan-Feb)

Sumber: BPS (2015), diolah

Ekspor produk berbasis rotan di tahun 2014 didominasi oleh ekspor furnitur rotan dengan pangsa sebesar 79,98%, sedangkan ekspor kerajinan rotan memiliki pangsa sebesar 20,02%. Namun demikian, pangsa ekspor produk kerajinan rotan terhadap total ekspor produk berbasis rotan terus meningkat. Terbukti, pada Januari-Februari 2015, kerajinan rotan menyumbang sebesar 25,8%, naik signifikan jika dibandingkan dengan pangsanya di tahun sebelumnya yang hanya mencapai 17,9% (Gambar 2).

2014 Jan-Feb 2014 Jan-Feb 2015

FurniturRotan 80.0%

FurniturRotan 82.1%

FurniturRotan 74.2%

KerajinanRotan 20.0%

KerajinanRotan 17.9%

KerajinanRotan 25.8%

Gambar 2. Struktur Ekspor Produk Berbasis Rotan, 2014 -2015 (Jan-Feb).Sumber: BPS (2015), diolah

Amerika Serikat (AS), Jepang dan Jerman merupakan negara tujuan ekspor furnitur rotan Indonesia dengan pangsa ekspor di tahun 2014 masing-masing mencapai 27,3%; 12,3% dan 8,1%. Selama 2015 (Jan-Feb), ekspor furnitur rotan dihampir seluruh negara tujuan ekspor utama mengalami penurunan, kecuali Denmark yang tetap tumbuh signifikan sebesar 28,1% (YoY) (Tabel 3).

Tabel 3. Negara Utama Tujuan Ekspor Furnitur Rotan Indonesia, 2012-2015 (Jan-Feb)

Sumber: BPS (2015), diolah

Sumber: BPS (2015), diolah

Negara tujuan ekspor kerajinan rotan Indonesia adalah Belanda, AS dan Korea Selatan dengan pangsa ekspor di tahun 2014 masing-masing mencapai 30,0%; 11,7% dan 9,8%. Selama lima tahun terakhir, 2010-

Tabel 4. Negara Utama Tujuan Ekspor Kerajinan Rotan Indonesia, 2012-2015 (Jan-Feb)

2014, ekspor kerajinan ke negara Italia, Spanyol dan Kanada meningkat pesat dengan rata-rata pertumbuhan di atas 100% per tahun, sementara ekspor kerajinan rotan yang tetap mengalami peningkatan signifikan di atas 100% selama Jan-Feb 2015 antara lain ekspor ke negara Belgia, Australia dan Denmark (Tabel 4).

Apabila dilihat dari sisi impor, impor produk berbasis rotan tahun 2014 mencapai USD 230,2 juta, yang terdiri dari impor rotan mentah sebesar USD 26 juta, kerajinan rotan sebesar USD 48,6 juta dan furnitur rotan sebesar USD 155,6 juta. Impor rotan dan produk berbasis rotan Indonesia didominasi oleh impor furnitur dengan pangsa 67,6% di tahun 2014, sementara rotan mentah dan kerajinan rotan masing-masing memiliki pangsa sebesar 11,3% dan 21,1% (Tabel 5).

Tabel 5. Kinerja Impor Produk Berbasis Rotan Indonesia, 2012-2015 (Jan-Feb)

Sumber: BPS (2015), diolah