LAMPIRAN.docx

21
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RS..... NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN KEWASPADAAN ISOLASI DI RS..... KEBIJAKAN KEWASPADAAN ISOLASI DI RS..... I. Kebijakan Umum A. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui. B. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan standar dan kewaspdaan berdasarkan transmisi. C. Kewaspadaan Isolasi Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari : 1. Standar Precautions/Kewaspadaan Standar, gabungan dari: Universal Precautions/Kewaspadaan Universal dengan Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh. Berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan 2. Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi, dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standar precautions. D. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di rumah sakit yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan APD, pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen, pengelolaan limbah, kesehatan karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk), praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal punksi. E. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko penularan melalui kontak, droplet, airborne.

Transcript of LAMPIRAN.docx

Page 1: LAMPIRAN.docx

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RS.....NOMOR :TENTANGKEBIJAKAN KEWASPADAAN ISOLASI DI RS.....

KEBIJAKAN KEWASPADAAN ISOLASIDI RS.....

I. Kebijakan Umum

A. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.

B. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan standar dan kewaspdaan berdasarkan transmisi.

C. Kewaspadaan Isolasi Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari : 1. Standar Precautions/Kewaspadaan Standar, gabungan dari: Universal

Precautions/Kewaspadaan Universal dengan Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh. Berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan

2. Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi, dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya Standar precautions.

D. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di rumah sakit yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan APD, pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen, pengelolaan limbah, kesehatan karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk), praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal punksi.

E. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko penularan melalui kontak, droplet, airborne.

II. Kebijakan Khusus

A. Pengkajian Pasien Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan perawat melakukan pengkajian terhadap pasien mulai masuk pasien masuk dan setiap hari selama pasien dirawat untuk menentukan tempat perawatan atau teknik isolasi yang dibutuhkan pasien. Kewaspadaan isolasi yang benar harus sesegera mungkin diterapkan jika diketahui bahwa pasien adalah penderita atau suspek penderita penyakit menular.

B. Penempatan pasien

Page 2: LAMPIRAN.docx

2

1. Keputusan penempatan pasien dapat ditentukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan case manager, atau atas rekomendasi Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS).

2. Pasien dengan penyakit non infeksius dapat ditempatkan secara langsung ke ruangan perawatan sesuai dengan kelas perawatan dan jenis penyakit pasien tersebut dengan penerapan kewaspadaan standar diikuti kewaspadaan berbasis transmisi kontak dan droplet sementara menunggu hasil uji skrining MRSA untuk memastikan status infeksi/kolonisasi MRSA pada pasien tersebut:a. Bagi pasien yang tidak memiliki fasilitas perawatan kamar sendiri

terutama pasien Kelas 1, 2 dan 3, maka pasien bisa ditempatkan satu ruangan dengan pasien lainnya dengan jarak antara tempat tidur minimal 1,5 meter dengan tempat tidur pasien lainnya diberi sekat/tabir pembatas dan jika hanya ada satu kamar mandi maka setiap pasien tersebut menggunakan kamar mandi segera didisinfeksi setelah digunakan.

b. Terapkan 5 momen kebersihan tangan selama merawat pasien, gunakan sabun dan air atau handrub berbasis alkohol sesuai dengan tingkat noda/paparan pada tangan.

c. Lakukan dekontaminasi/disinfeksi peralatan perawatan pasien antara penggunaan dengan pasien lain misalnya tensimeter, termometer, stetoskop, dan oksimetri nadi menggunakan larutan klorin 0,5%.

d. Bagi pengunjung tidak disediakan APD tetapi dianjurkan untuk melakukan cuci tangan setelah mengunjungi pasien

3. Bila didapatkan hasil MRSA positif maka pemberlakukan kewaspadaan standar diikuti dengan peberlakuan kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak dan droplet tetap dipertahankan, dan pasien diberikan terapi MRSA sampai didapatkan hasil pemeriksaan MRSA negatif. Sedangkan bila didapatkan hasil uji MRSA negatif dan pasien bukan penderita penyakit infeksius maka cukup dengan pemberlakukan kewaspadaan standar saja.

4. Terhadap pasien yang diduga atau diketahui menderita penyakit infeksius maka pemberlakuan teknik isolasi dilaksanakan melalui penerapan kewaspadaan standar diikuti dengan kewaspadaan berbasis transimisi menurut pola transmisi penyakit infeksi pasien tersebut (kewaspadaan kontak, kewaspadaan droplet dan kewaspadaan airborne).

5. Pemisahan pasien pada Ruangan Isolasi Khusus diberlakukan terhadap pasien dengan airborne disease, pasien dengan New Emerging dan Re-emerging Disease, SARS, flu burung, flu babi, MERS, dan sebagainya, pasien dengan penyakit tropik infeksi dan pasien dengan imunocompromised. Untuk itu RSUP DR. M . Djamil Padang telah menyediakan Ruangan Isolasi di beberapa lokasi untuk keperluan penempatan pasien yang membutuhkan perlakukan pemisahan (isolasi) sebagai berikut: a. Ruangan Isolasi Tuberkulosis Paru di Irna Non Bedah II Ruangan

Rawat Inap Parub. Ruangan Isolasi Penyakit Airborne bukan tuberkulosis di Irna Non

Bedah Penyakit Dalam (Dewasa) dan Irna Kebidanan dan Anak (Pediatrik)

c. Ruangan Rawat Inap PETRI bagi pasien dengan penyakit tropik infeksi

Page 3: LAMPIRAN.docx

3

d. Ruangan Isolasi Penyakit Rabies bagi pasien dengan penyakit rabies yang berlokasi di gedung rawat inap PETRI.

e. Ruangan Isolasi Protektif bagi pasien dengan immunocompromised. Ruangan bertekanan udara tekanan udara positif di Irna Non Bedah Penyakit Dalam (Dewasa) dan Irna Kebidanan dan Anak (Pediatrik).

f. Ruangan Perinatologi level I, II, dan III bagi pasien neonatus atau bayi yang rentan.

6. Sebelum pasien ditransportasi ke ruangan isolasi khusus, DPJP harus mengkomunikasikan kepada petugas ruangan isolasi terlebih dahulu untuk kesiapan ruangan isolasi untuk menerima pasien baru.

C. Keputusan Isolasi1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan case manager, serta

perawat pencegahan dan pengendalian infeksi (IPCN) memiliki kewenangan dalam menentukan pemberlakuan isolasi terhadap pasien.

2. Setiap petugas kesehatan yang bekerja di ruangan perawatan pasien berkewajiban mematuhi ketentuan isolasi dan melaporkan adanya pelanggaran yang ditemukan. Pelanggaran yang dilakukan berulangkali harus dilaporkan kepada kepala ruangan perawatan.

3. Pasien, keluarga dan pengunjung pasien harus mematuhi ketentuan isolasi. Dokter, perawat dan petugas kesehatan yang bekerja di ruangan perawatan pasien berkewajiban mendidik pasien, keluarga dan pengunjung pasien untuk mematuhi ketentuan isolasi. Kegiatan pendidikan kesehatan tersebut dapat menggunakan media komunikasi dan informasi audio dan visual dari Instalasi Promkes dan Pemasaran, atau melalui media leaflet/brosur. Kegiatan pendidikan harus didokumentasikan dengan seksama.

D. Jenis Kewaspadaan Isolasi1. Kewaspadaan Standar

Semua pasien harus diberlakukan kewaspadaan standar, baik kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu dan menjadi rutinitas di semua unit pelayanan kesehatan. Hal ini karena segala bentuk darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), perlukaan kulit, dan membran mukosa merupakan sarana pembawa kuman penyebab penyakit. Kewaspadaan standar ini diterapkan dengan asumsi bahwa setiap pasien berpotensi terinfeksi atau memiliki kolonisasi organisme yang dapat ditularkan.Kewaspadaan standar ini meliputi:a. Kebersihan tangan (Hand hygiene) dan Alat Pelindung: Gunakan

sarung tangan, gaun pelindung, masker, pelindung mata, atau pelindung wajah sesuai dengan jenis paparan yang akan dihadapi dan lakukan praktek penyuntikan yang aman.

b. Hygiene Pernapasan/Etika Batuk: Pasien dan pengunjung harus diajarkan untuk menutup mulut dan hidung dengan tissu pada saat batuk atau bersin, membuang tissu bekas pakai tersebut pada tempat sampah dan melakukan cuci tangan. Jika tak ada tissu gunakan lengan atas bagian dalam sebagai penutup hidung dan mulut ketika batuk/bersin.

Page 4: LAMPIRAN.docx

4

Selanjutnya, pasien yang mempunyai gejala batuk atau gejala penyakit pernapasan lainnya diinstruksikan untuk memakai masker bedah sampai dinyatakan sembuh secara medis. Pasien harus diberi jarak minimal 1 meter dengan pasien lainnya, termasuk di ruang tunggu pemeriksaan atau ruang rawat jalan.

c. Prosedur Punksi Lumbal: petugas yang melakukan punksi atau injeksi ke spinal atau epidural/lumbal atau pemasangan kateter epidural diharuskan memakai masker bedah.

d. Penyuntikan yang Aman: 1) Gunakan teknik aseptik untuk mencegah kontaminasi pada alat

injeksi yang steril. 2) Gunakan alat injeksi steril sekali pakai (single used). Jangan

memberikan obat dengan satu alat suntik yang dipakai bersama untuk beberapa pasien, walaupun jarum suntik (needle) sudah diganti dengan yang baru atau bahkan jika pemberian melalui injection port atau melalui selang/botol infus.

3) Kateter Intra Vena (IV Cateter), cairan infus, Three Way Stopcock, Extension Tube, Selang Infus, dan Konektor hanya untuk satu orang pasien, tidak dapat dipakai ulang dan harus segera dibuang ke tempat sampah infeksius setelah digunakan. Alat suntik, jarum suntik (needle) atau kateter dinyatakan terkontaminasi jika sudah pernah tersambung atau ditusukkan pada injection port, selang infus atau botol infus.

4) Utamakan pemberian obat injeksi dalam vial dosis sekali pakai. 5) Jangan gunakan obat vial/ampul sekali pakai untuk beberapa

pasien secara bersama-sama. 6) Sisa obat dalam vial/ampul sekali pakai tidak boleh digunakan lagi. 7) Pencampuran obat-obatan injeksi dalam satu alat suntik harus

dihindari. 8) Pemberian beberapa macam obat injeksi untuk satu pasien,

gunakan satu alat suntik steril yang baru untuk satu macam obat yang akan diberikan.

9) Jika memang ada kebutuhan bahwa satu vial obat untuk beberapa kali pemberian terhadap satu pasien, gunakan alat suntik yang baru dalam setiap pengambilan obat.

10)Obat-obat dalam vial multi dosis harus disimpan sesuai dengan ketentuan yang direkomendasikan pada kemasan oleh pabrik pembuat obat.

11)Obat-batan harus segera dibuang jika terjadi perubahan fisik/warna obat atau sterilitas-nya diragukan.

12)Cairan infus bekas pakai tidak boleh digunakan untuk pasien lainnya.

2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi Jika dengan kewaspadaan standar saja diperkirakan tak cukup untuk memutus rute transmisi infeksi maka diperlukan penerapan kewaspadaan berdasarkan transmisi, yang terdiri dari: kewaspadaan kontak, kewaspadaan droplet, dan/atau kewaspadaan airborne, sebagai kombinasi kewaspadaan standar.

Page 5: LAMPIRAN.docx

5

Kewaspadaan berbasis transmisi dilaksanakan bila dijumpai pasien mengalami gejala atau tanda penyakit infeksi menular. Walaupun untuk mendapatkan hasil tes laboratorium membutuhkan waktu sedikitnya 2 sampai 3 hari, kewaspadaan berdasarkan transmisi sudah harus diterapkan jika dijumpai riwayat gejala klinis dan patogenesis penyakit mengarah kepada penyakit infeksi menular. Tidak mungkin dalam waktu singkat untuk mengidentifikasi semua pasien yang membutuhkan Kewaspadaan Berbasis Transmisi sehingga melalui gejala klinis tertentu dan kondisi pasien yang berpotensi membawa risiko penyebaran infeksi sudah cukup untuk menjamin secara empiris keputusan penerapan kewaspadaan berbasis transmisi sementara menunggu didapatkannya hasil tes untuk konfirmasi. Semua hasil laboratorium mikrobiologi telah disertai dengan cap rekomendasi Komite/Tim PPIRS mengenai penerapan Kewaspadaan Berbasis Transmisi yang harus dilaksanakan oleh unit kerja tempat perawatan pasien. Petugas kesehatan yang merawat pasien harus melaksanakan teknik isolasi berdasarkan pola transmisi kuman sesuai dengan rekomendasi Komite/Tim PPIRS tersebut.

a. Kewaspadaan kontakKewaspadaan kontak diterapkan bila mikroorganisme berpotensi untuk menular melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan pasien lainnya atau lingkungan. Kewaspadaan kontak juga diterapkan pada pasien yang menderita luka dengan drainase cairan luka berlebihan, inkontinensia fekal, atau pengeluaran cairan tubuh lain yang dapat meningkatkan kontaminasi dan resiko penyebaran penyakit. 1) Diutamakan pasien ditempatkan pada kamar tersendiri. Bila tidak

memungkinkan kamar tersendiri dimana pada kondisi pasien satu ruangan bersama dengan pasien lain, maka jarak antar tempat tidur harus minimal 1 meter (3 kaki) dan diberi sekat/skerm pembatas.

2) Bila pasien pada ruangan tersendiri pasang peringatan “Kewaspadaan Kontak” pada pintu masuk kamar, sedangkan bila pasien satu ruangan bersama dengan pasien lain maka peringatan “Kewaspadaan Kontak” digantungkan pada sisi tempat tidur bagian kaki pasien. Peringatan “Kewaspadaan Kontak” juga ditempelkan pada catatan medik pasien.

3) Petugas yang merawat pasien harus menggunakan gaun pelindung kedap air/apron plastik dan sarung tangan bila melakukan kegiatan yang bersentuhan langsung dengan pasien atau dengan benda atau lingkungan yang terkontaminasi. Gaun dan sarung tangan dipakai saat memasuki ruangan dan dilepaskan sebelum meninggalkan ruangan pasien dekat pintu keluar atau di ante room. Lakukan kebersihan tangan pada saat masuk dan keluar kamar pasien dan setelah melepaskan APD, mengikuti 5 momen kebersihan tangan.

4) Petugas maupun pengunjung tidak perlu memakai gaun pelindung dan sarung tangan bila memasuki ruangan pasien hanya untuk interaksi secara verbal.

5) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di dalam kamar kecuali jika pasien harus ditransportasi ke tempat lain untuk

Page 6: LAMPIRAN.docx

6

kepentingan prosedur atau tes diagnostik yang dipandang perlu dan tidak dapat dilakukan di dalam ruangan pasien.

b. Kewaspadaan Droplet Kewaspadaan droplet diterapkan bila mikroorganisme berpotensi menular melalui kontak jarak dekat antara saluran pernapasan atau membran mukosa dengan sekresi saluran napas pasien. Beberapa agen infeksius yang dapat menular melalui droplet adalah B. Pertussis, influenza, adenovirus, rhinovirus, N. meningitides, dan streptococcus Group A.

1) Diutamakan pasien ditempatkan pada kamar tersendiri. Bila tidak memungkinkan kamar tersendiri dimana pada kondisi pasien satu ruangan bersama dengan pasien lain, maka jarak antar tempat tidur harus minimal 1,5 dan diberi sekat pembatas.

2) Tidak diperlukan ruangan bertekanan negatif.3) Bila pasien pada ruangan tersendiri pasang peringatan

“Kewaspadaan Droplet” pada pintu masuk kamar, sedangkan bila pasien satu ruangan bersama dengan pasien lain maka peringatan “Kewaspadaan Droplet” digantungkan pada sisi tempat tidur bagian kaki pasien. Peringatan “Kewaspadaan Droplet” juga ditempelkan pada catatan medik pasien.

4) Petugas dan pengunjung harus menggunakan masker untuk segala kegiatan pelayanan kepada pasien. Lakukan kebersihan tangan pada saat masuk dan keluar kamar pasien dan setelah melepaskan APD, mengikuti 5 momen kebersihan tangan.

5) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di dalam kamar dan jika pasien harus ditransportasi ke tempat lain untuk kepentingan prosedur atau tes diagnostik maka pasien dipakaikan masker bedah bila memungkinkan dan mematuhi standar etika batuk.

c. Kewaspadaan Airborne Kewaspadaan airborne digunakan terhadap mikroorganisme yang dapat menyebarkan infeksi dalam jarak yang jauh terbawa oleh udara. Terhadap pasien dengan airborne disease diberlakukan teknik pemisahan dengan penempatan pada ruangan isolasi bertekanan negatif:

Memiliki sistem ventilasi udara sendiri terpisah dengan sistem air conditioner sentral.

Ruangan bertekanan udara negatif, memiliki sistem ventilasi campuran dilengkapi dengan exhaust fan yang menjamin pertukaran udara 6 sampai 12 kali per jam.

Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang memadai atau memiliki sistem penyaringan udara yang efisien sebelum udara disirkulasikan ke ruangan lain dengan exhauster.

Ventilasi tidak mengarah secara langsung ke ruangan perawatan lainnya, tetapi mengarah ke area bebas yang mendapatkan cahaya matahari dan berjarak minimal 5 meter dibatasi oleh area terbuka yang cukup mendapatkan sinar matahari dengan unit perawatan pasien lainnya.

Page 7: LAMPIRAN.docx

7

Pintu harus selalu tertutup dan pasien harus selalu berada di dalam ruangan.

Harus dilakukan pemantauan tekanan udara secara berkala dan terdokumentasi.

Dalam Ruangan Isolasi Airborne bertekanan udara negatif diutamakan pasien ditempatkan pada kamar tersendiri atau memenuhi persyaratan berikut:1) Pasien dengan penyakit airborne dalam kategori New Emerging

dan Re-emerging Disease, seperti SARS, Flu Burung, Flu Babi dan MERS ditempatkan di Ruangan Isolasi Airborne Non TB di Irna Non Bedah bagi pasien dewasa dan Ruangan Isolasi Airborne non TB di Irna Kebidanan dan Anak bagi pasien pediatrik. a) Pasien dalam status suspect harus ditempatkan dalam kamar

tersendiri sampai diagnosa definitif didapatkan dari pemeriksaan laboratorium

b) Bila terbukti positif, pasien dapat ditempatkan di dalam satu kamar bersama pasien lain dengan kasus yang sama di ruangan isolasi airborne.

2) Pasien rubeola virus [measles], dan varicella virus [chickenpox] ditempatkan di Ruangan Isolasi Airborne Non TB di Irna Non Bedah bagi pasien dewasa dan Ruangan Isolasi Airborne non TB di Irna Kebidanan dan Anak bagi pasien pediatrik. Diutamakan pasien dalam kamar sendiri-sendiri dan bila tidak memungkinan kamar tersendiri, pasien dapat ditempatkan bersama pasien lain yang memiliki kasus yang sama.

3) Pasien TB Paru di tempatkan secara terpisah dalam 4 kategori di Ruangan Isolasi TB Paru di Irna Non Bedah II Penyakit Paru: a) Ruangan isolasi suspek tuberkulosis bagi pasien yang diduga

menderita tuberkulosis paru (Suspevt TB Paru) dengan fasilitas masing-masing pasien ditempatkan pada kamar tersendiri sampai didapatkan hasil pemeriksaan BTA 3 kali berturut-turut. Bila BTA negatif pasien bisa ditempatkan sesuai dengan kelas perawatannya atau bergabung bersama pasien lainnya dengan BTA negatif. Bila BTA positif maka pasien ditempatkan di ruangan isolasi BTA positif. Ruangan isolasi ini memiliki sistem ventilasi udara sendiri terpisah dengan sistem air conditioner sentral. Ruangan bertekanan udara negatif, memiliki sistem ventilasi campuran dilengkapi dengan exhaust fan yang menjamin pertukaran udara 12 kali perjam. Ventilasi tidak mengarah secara langsung ke ruangan perawatan lainnya, tetapi mengarah ke area bebas yang mendapatkan cahaya matahari dan berjarak minimal 5 meter dengan unit perawatan pasien lainnya. Pasien ditempatkan pada

b) Ruangan isolasi BTA positif bagi pasien tuberkulosis paru dengan hasil pemeriksaan BTA positif. Diutamakan pasien dalam kamar tersendiri atau bila tak memungkinkan maka pasien dapat di tempatkan satu kamar bersama dengan penderita TB BTA positif lainnya. Ruangan Memiliki sistem

Page 8: LAMPIRAN.docx

8

ventilasi udara sendiri terpisah dengan sistem air conditioner sentral. Memiliki tekanan udara negatif dengan sistem ventilasi campuran dilengkapi dengan exhaust fan yang menjamin pertukaran udara 12 kali per jam. Ventilasi tidak mengarah secara langsung ke ruangan perawatan lainnya, tetapi mengarah ke area bebas yang mendapatkan cahaya matahari dan berjarak minimal 5 meter dengan unit perawatan pasien lainnya.

c) Ruangan Isolasi Tuberkulosis Resistent Multi Obat/MDR TB bagi penderita tuberkulosis dengan MDR. Diutamakan pasien dalam kamar tersendiri atau bila tak memungkinkan maka pasien dapat di tempatkan satu kamar bersama dengan penderita TB dengan MDR lainnya. Ruangan Memiliki sistem ventilasi udara sendiri terpisah dengan sistem air conditioner sentral. Memiliki tekanan udara negatif dengan sistem ventilasi campuran dilengkapi dengan exhaust fan yang menjamin pertukaran udara 12 kali perjam. Ventilasi tidak mengarah secara langsung ke ruangan perawatan lainnya, tetapi mengarah ke area bebas yang mendapatkan cahaya matahari dan berjarak minimal 5 meter dengan unit perawatan pasien lainnya.

d) Ruangan perawatan penderita TB Paru BTA negatif sesuai dengan kelas jaminan/paket perawatan pasien. Diberlakukan terhadap pasien TB yang sudah dinyatakan tidak infeksius (sudah mendapat pengobatan Obat Anti TB secara efektif minimal 2 minggu dengan gejala klinis (seperti: batuk) membaik dan hasil pemeriksaan BTA sputum negatif pada 2 kali pemeriksaan di hari yang berbeda).

4) Untuk semua kasus yang dirawat di Ruangan Isolasi Airborne, pada pintu masuk ruangan isolasi airborne perawatan pasien ditempelkan peringatan “Kewaspadaan Airborne” Peringatan “Kewaspadaan Airborne” juga ditempelkan pada catatan medik pasien.

5) Petugas kesehatan dan pengunjung harus memakai masker N-95, sarung tangan, penutup kepala dan gaun lengan panjang ketika memasuki ruangan perawatan pasien dan melepaskannya setelah keluar ruangan di ruangan ganti/ante room. Khusus pada ruangan isolasi airborne yang merawat pasien infeksi saluran pernapasan akut dalam kategori New Emerging dan Re-emerging Disease diberlakukan Isolasi Ketat dimana setiap petugas yang memasuki ruangan isolasi harus menggunakan APD lengkap. Pengunjung tidak diperkenankan memasuki ruangan perawatan pasien.

6) Untuk semua pasien dengan airborne disease, jika pasien harus ditransportasi ke tempat lain/dibawa ke luar ruangan maka pasien dipasangkan masker bedah bila memungkinkan dan mematuhi standar etika batuk.

7) Jaga pintu kamar agar selalu tertutup dan pasien selalu di dalam kamar kecuali jika harus dibawa ke tempat lain untuk prosedur atau tes diagnostik dipandang perlu dan tidak dapat dilakukan di dalam ruangan pasien.

Page 9: LAMPIRAN.docx

9

E. Keputusan mengakhiri perlakuan isolasiPemberlakuan kewaspadaan isolasi dengan kewaspadaa berbasis transmisi dapat dihentikan atau pasien dapat dikembalikan ke tempat perawatan umum jika: Telah didapatkan bukti melalui hasil laboratorium bahwa pasien tidak

mengalami kolonisasi ataupun infeksi penyakit menular. Untuk pasien suspek TB Paru harus didapatkan hasil negatif pada pemeriksaan BTA sputum 3 kali berturut-turut (Sewaktu–Pagi-Sewaktu)

Pasien dinyatakan sembuh secara klinis oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)

Walaupun telah ada keputusan untuk mengakhiri perlakuan kewaspadaan isolasi, kewaspadaan standar tetap diberlakukan.

F. Perawatan paska terinfeksi dan kolonisasi penyakit menular Jika seorang pasien dengan riwayat infeksi atau kolonisasi penyakit menular yang sudah keluar dari RS..... masuk kembali untuk mendapatkan perawatan (readmission) maka terhadap pasien tersebut tetap diberlakukan penerapan kewaspadaan isolasi yang sesuai dengan resiko penyebaran infeksi yang dialaminya sampai didapatkan bukti-bukti secara klinis atau laboratorium yang cukup untuk keputusan mengakhiri perlakuan kewaspadaan isolasi

G. Isolasi ProtektifPenerapan isolasi protektif membutuhkan fasilitas gedung/ ruangan khusus yang didesain dengan sistem tekanan udara positif (+). Tidak diperkenankan adanya bunga-bungaan atau tanaman dalam pot, baik tanaman hidup maupun replika. Tidak diperkenankan adanya buah-buahan atau sayuran ditempatkan atau disimpan dalam ruangan perawatan pasien. Ruangan pasien dengan imunitas menurun harus memiliki fasilitas :1. Ruang Ante-Room.2. Tersedia fasilitas wastafel cuci tangan minimal 1 setiap ruangan3. Tersedia handrub di setiap tempat tidur.4. Menggunakan laminary air flow dan bertekanan positif (AC dengan HEPA

filter), dibersihkan secara periodik minimal tiap 3 bulan.5. Mempunyai fasilitas komunikasi yang menghubungkan orang yang berada

di dalam dan di luar ruangan.6. Tersedia kamar mandi dengan shower dan tanpa bak mandi.

Pemberlakukan isolasi protektif diutamakan terhadap pasien dengan kekurangan sistem imunitas (imunocompromissed) akibat penyakit-penyakit atau keganasan pada sistem hematopoetik, seperti: pasien dengan neutropenia (neutrofil < 1000 sel/mm, Leukemia, Hemofilia, hematopoietic stem cell transplant (HSCT) dan lain-lain:1. Petugas memakai Pakaian kerja khusus dan APD seperti topi, masker,

gaun, sarung tangan dan sandal khusus sebelum masuk ke ruang ante-room, dan tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti cincin, gelang dan jam tangan. Petugas yang sedang sakit tidak boleh masuk ke ruangan pasien.

2. Pakaian pasien setelah masuk ke kamar perawatan diganti dengan baju khusus yang disediakan rumah sakit.

3. Pengunjung dilarang masuk ruangan perawatan pasien kecuali satu orang penunggu pasien bila dibutuhkan untuk mendampingi pasien dan tetap

Page 10: LAMPIRAN.docx

10

berada dalam ruangan perawatan, keluar atau masuk dibenarkan hanya untuk keperluan khusus atas seizin petugas.

4. Tidak diperkenankan siapapun baik petugas atau pengunjung yang sedang menderita gejala demam atau infeksi lainnya masuk ke ruangan perawatan pasien.

5. Pasien yang mendapatkan perlakuan isolasi protektif harus menggunakan masker, diutamakan masker N95 bila mampu mentoleransi ketika pasien di transportasi/dibawa keluar ruangan.

6. Pada keadaan pasien yang memerlukan isolasi protektif dan diketahui bahwa pasien ternyata menderita atau suspek infeksi penyakit airborne, petugas yang merawat harus berkonsultasi dengan Tim PPI dan mendapatkan rekomendasi Komite PPI terlebih dahulu.

7. Semua petugas dan penunggu pasien harus menggunakan APD yang sesuai dengan persyaratan (masker bedah, gaun/apron dan sandal khusus) yang disediakan rumah sakit. APD dipakai saat memasuki ruangan dan dilepaskan sebelum meninggalkan ruangan pasien dekat pintu keluar atau ante room.

8. Semua petugas dan penunggu pasien harus mematuhi 5 momen kebersihan tangan selama merawat pasien.

9. Semua peralatan yang digunakan dan masuk ke ruangan pasien harus melewati proses dekontaminasi dengan larutan disinfektan atau UV.

10.Alat-alat tulis (pulpen, dokumen medik, surat konsul dan lain-lain) tidak diperkenankan keluar masuk dari ruang ante-room.

H. Mengelola pengunjung pasien di Kamar Isolasi 1. Lakukan skrining terhadap pengunjung:

a. Pasang peringatan bahwa keluarga dan pengunjung yang memiliki tanda dan gejala penyakit menular tidak diperkenankan masuk ke ruangan perawatan isolasi pasien.

b. Petugas ruangan isolasi secara aktif melakukan pemeriksaan terhadap pengunjung yang memiliki tanda dan gejala penyakit infeksi menular.

c. Pengunjung dengan penyakit infeksi yang berpotensi menyebarkan infeksi dilarang mengunjungi pasien sampai menjalankan pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan yang tepat dan secara medis dinyatakan tidak berpotensi menularkan infeksi.

d. Dalam keadaan yang tidak memungkinkan membatasi kunjungan/kehadiran anggota keluarga pasien terutama keluarga inti pada pasien dengan kondisi kritis atau penyakit terminal, maka jika keluarga tersebut memiliki tanda dan gejala penyakit infeksi harus diinstruksikan menggunakan APD yang sesuai untuk mencegah potensi pemaparan.

2. Gunakan teknik pengamanan “Barrier Precautions” terhadap pengunjung Pengunjung pasien harus memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang sama dengan yang perlakuan kewaspadaan isolasi.

I. Pembatasan personil (Area Personil Terbatas)1. Petugas kesehatan yang rentan dan tidak memiliki imunisasi sebaiknya

tidak ikut merawat pasien yang diketahui atau diduga menderita measles (rubeola)/gondongan, varicella (chickenpox)/cacar air, herpes zoster, atau smallpox jika, ada petugas kesehatan lain yang telah mendapatkan

Page 11: LAMPIRAN.docx

11

vaksinasi atau telah memiliki kekebalan aktif terhadap penyakit tersebut di atas.

2. Dalam kondisi petugas kesehatan yang rentan harus memasuki ruangan perawatan pasien, maka petugas kesehatan tersebut harus memakai masker N-95 dan APD lainnya yang sesuai panduan penggunaan APD.

3. Petugas kesehatan yang dianggap telah memiliki kekebalan terhadap penyakit measles (rubeola), rubella, influenza, atau varicella zoster harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan potensi penularan, termasuk Masker, Sarung Tangan, dan Gaun Panjang ketika merawat pasien yang diketahui atau diduga menderita measles, chickenpox, mumps, atau herpes zoster.

J. Transportasi pasien isolasi 1. Pasien yang dirawat di ruangan isolasi tidak boleh meninggalkan kamar

isolasi kecuali untuk kepentingan medis (pemeriksaan atau pengobatan yang tidak memungkinkan dilakukan di ruangan perawatannya).

2. Saat melakukan transportasi pada pasien dengan isolasi droplet atau airborne, pasien harus dipasangkan masker (pada isolasi airborne diutamakan Masker N-95) bila pasien mentoleransi dan menganjurkan higienis pernapasan dan etika batuk.

3. Pasien dengan luka terbuka dan lesi pada kulit harus dalam kondisi tertutup saat transportasi.

4. Segala kantong/botol penampung cairan tubuh: NGT, drainase, urine bag, WSD dan sebagainya harus dalam kondisi tertutup dengan baik saat transportasi.

5. Sebelum dilakukan transportasi pada pasien yang mendapat perlakukan isolasi terlebih dahulu unit kerja tempat perawatan pasien menghubungi unit kerja penerima agar dapat menyiapkan segala sesuatu keperluan.

K. Fasilitas dan peralatan 1. Barang-barang atau peralatan hanya dibawa ke ruangan perawatan

pasien ketika hendak digunakan saja.2. Kertas blangko/formulir yang umumnya juga dipakai untuk semua pasien

tidak boleh disimpan dalam ruangan perawatan pasien. Untuk meminimalisasi terjadinya infeksi silang maka patuhi 5 momen kebersihan tangan.

3. IV pump/ syringe pump dan peralatan elektronik lainnya harus dibersihkan dan didisinfeksi dengan menggunakan klorin 0,05% atau Miliseptol setelah digunakan.

4. Benda tajam bekas pakai dibuang ke dalam Safety Box. 5. Kursi roda atau kereta dorong sesudah dipakai untuk psien yang

mendapatkan perlakuan isolasi harus segera dibersihkan oleh petugas cleaner dengan larutan disinfektan (klorin 0,05%) sebelum disimpan atau digunakan kembali.

L. Linen and Laundry Semua linen yang telah digunakan oleh pasien dinyatakan telah terkontaminasi. Linen tidak boleh dikibaskan. Linen yang telah dipakai dimasukkan ke dalam kantong linen kotor dengan terlebih dahulu dimasukkan

Page 12: LAMPIRAN.docx

12

ke dalam plastik linen berwarna kuning dan bagian mulut plastik diikat dengan kuat untuk selanjutnya diantar ke Instalasi Binatu.Gunakan sarung tangan dan APD lainnya sesuai dengan standar dalam mengeloloa linen kotor.

M. Urine dan Feses Urine dan feses pasien yang mendapatkan perlakuan isolasi dapat dibuang langsung ke toilet. Pasien harus menggunakan urinal dan bedpan masing-masing dan tidak boleh tertukar dengan milik pasien lain. Bila pasien telah bebas dari infeksi atau kolonisasi maka urinal dan bedpan diganti dengan yang baru. Pada pasien dengan kewaspadaan kontak, urinal, bedpan dan urine bag bekas pakai dibuang ke tempat sampah infeksius.

N. Pembuangan Darah dan Cairan Tubuh selain Urine dan Feses Gunakan APD yang sesuai (apron/gaun, sarung tangan, masker, dan/atau google) saat pembuangan darah dan cairan tubuh.

O. Penanganan spesimen laboratorium Hati-hati dalam mengambil spesimen agar tidak mengkontaminasi bagian luar wadah penampung spesimen. Jika bagian luar wadah terkontaminasi segera dibuang ke tempat sampah infeksius dan usahakan untuk mengambil spesmen yang baru. Bila pengambilan spesimen baru tak memungkinkan, tutup rapat wadah penampung spesimen agar tidak bocor dan lakukan disinfeksi bagian luar wadah penampung dengan klorin 0,05%. Selanjutnya spesimen dibawa ke laboratorium menggunakan kontainer spesimen. Spesimen dalam vacutainer boleh dikirim langsung dengan sistem pneumatic tube.

P. Penanganan Kontaminasi Pakaian 1. Linen yang terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien harus dikemas dalam

kantong linen kotor dengan terlebih dahulu dibungkus dengan katong plastik warna kuning yang tertutup rapat dan diberi label peringatan pola transmisi kuman untuk selanjutnya diproses di Instalasi Binatu.

2. Pakaian pasien yang memiliki kutu dimasukkan ke dalam kantong plastik warna kuning dan ditutup rapat selama 48 jam agar kutu yang ada di linen mati.

Q. Penanganan sampahSampah yang berasal dari kamar isolasi tidak dianggap sebagai sampah infeksius kecuali terkontaminasi oleh cairan tubuh pasien. Sampah yang berasal dari kamar isolasi penderita Multi-Drug Resistant Organism (MDRO) dapat disalin ke tempat sampah pada ruangan ante room atau di ruangan perawatan pasien.

R. Isolasi pada Pasien Pediatrik Pada beberapa kasus pediatrik memerlukan modifikasi penerapan teknik isolasi, namun prinsip kewaspadaan standar tetap diterapkan kepada semua pasien tanpa terkecuali. 1. NICU dan Ruangan Perawatan Perinatologi

Page 13: LAMPIRAN.docx

13

a. Neonatus yang tidak membutuhkan ruangan bertekanan negatif dapat tetap ditempatkan dalam inkubator/crib/isolette. Tidak tersedia ruangan khusus perorangan bagi neonatus. Bayi harus ditempatkan di area yang sebaik mungkin meminimalisasi resiko transmisi dan pertahankan jarak minimal 1,5 meter antara inkubator satu dan lainnya.

b. Bayi yang memiliki resiko transmisi airborne yang membutuhkan ruangan bertekanan negatif ditempatkan sementara di ruangan tindakan yang dilengkapi sistem ventilasi HEPA filter. Jika memungkinkan ruangan tindakan dalam waktu singkat dimodifikasi dengan pemasangan sistem ventilasi campuar dengan exhaust fan yang menjamin pertukaran udara 6 sampai 12 kali perjam oleh teknisi Instalasi Pemeliharaan Sarana Non Medik atas rekomendasi Tim PPIRS. Untuk sementara segala tindakan rutin yang dilakukan di ruangan tindakan dikerjakan di ruangan lain atau langsung di tempat perawatan.

c. Penempatan bayi di NICU dapat dilakukan secara kohorting melalui kordinasi dengan Tim PPIRS.

d. Peringatan kewaspadaan isolasi berdasarkan pola transmisi infeksi yang sesuai ditempelkan/ digantungkan pada dinding inkubator/crib/isolette dan dapat dengan mudah terlihat.

2. Anak (umum) a. Anak dengan penyakit non infeksius dapat ditempatkan secara

langsung ke ruangan perawatan sesuai dengan kelas perawatan dan jenis penyakit pasien tersebut dengan penerapan kewaspadaan standar disertai dengan kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak dan droplet pada awal masa perawatan sementara menunggu hasil uji skrining MRSA untuk memastikan status infeksi/kolonisasi MRSA pada anak tersebut.

b. Bagi pasien yang tidak memiliki fasilitas perawatan kamar sendiri terutama pasien Kelas 1, 2 dan 3, maka pasien bisa ditempatkan satu ruangan dengan pasien lainnya dengan jarak antara tempat tidur minimal 1 meter dengan tempat tidur pasien lainnya diberi sekat/tabir pembatas dan jika hanya ada satu kamar mandi maka setiap pasien tersebut menggunakan kamar mandi segera didisinfeksi setelah digunakan.

c. Bila didapatkan hasil MRSA positif maka pemberlakukan kewaspadaan standar disertai dengan kewaspadaan berdasarkan transmisi kontak dan droplet dilanjutkan sampai didapatkan hasil pemeriksaan MRSA negatif. Sedangkan bila didapatkan hasil uji MRSA negatif dan anak bukan penderita penyakit infeksius maka pemberlakukan kewaspadaan berbasis transmisi kontak dan droplet dapat dihentikan, tetapi tetap menerapkan kewaspadaan standar.

d. Pemberlakuan teknik isolasi disesuaikan dengan pola transmisi penyakit infeksi anak(kewaspadaan kontak, kewaspadaan droplet dan kewaspadaan airborne).

e. Anak yang memiliki resiko transmisi airborne yang membutuhkan ruangan bertekanan negatif dapat ditempatkan di Ruangan Isolasi Penyakit Airborne yang memiliki sistem ventilasi HEPA filter dan pertukaran udara 12 kali perjam.

Page 14: LAMPIRAN.docx

14

f. Peringatan kewaspadaan isolasi berdasarkan pola transmisi infeksi yang sesuai ditempelkan/ digantungkan pada pintu kamar, sisi tempat tidur bagian kaki, dan pada rekam medik pasien

S. Routine and Terminal Cleaning Ruangan dan segala peralatan pasien di ruangan isolasi harus selalu dibersihkan menurut Standar Prosedur Kebersihan Rutin. Pembersihan ruangan dilakukan dua kali sehari atau bila tampak kotor dengan cairan desinfektan. Air dan kain pembersih untuk pel dan moping/ lap harus diganti dengan yang baru untuk setiap kali pembersihan satu ruangan. Petugas Cleaner harus menggunakan APD yang sesuai. Setelah pasien meninggalkan ruangan perawatan maka dilakukan prosedur terminal cleaning agar ruangan bisa dipakai untuk pasien berikutnya.Lakukan pemeriksaan kultur (udara, air, dan peralatan) minimal setiap 6 bulan.

T. Penanganan Post Mortem Gunakan kewaspadaan standar bagi setiap personil yang merawat jenasah pasien. Jika pasien diketahui memiliki penyakit infeksi (Hepatitis B, C, HIV, dan sebagainya), maka pasien diberi label penanda sebagai pedoman dalam penerapan Kewaspadaan Berbasis Transmisi selama dan sesudah proses otopsi.

U. Sumber Daya1. Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi/Infection Prevention and

Control Nurse (IPCN) Mengawasi semua aspek Prosedur ini; Memantau kinerja petugas RS..... dalam Prosedur ini;

2. Petugas diwajibkan untuk: Memastikan mereka mematuhi persyaratan Prosedur ini; Mematuhi semua Kebijakan dan Prosedur Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi di RS.....; Mematuhi semua Kebijakan dan Prosedur Kesehatan dan

Keselamatan Kerja Rumah Sakit di RS...... V. Sarana dan Peralatan

Kantong plastik kedap air warna putih dan kuning untuk pembungkus linen kotor

Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan potensial hazard yang akan dihadapi

Fasilitas Gel/Handrub alkohol kebersihan tangan Gedung/Ruangan Isolasi bertekanan udara negatif dan bertekanan

udara positif bagi isolasi protektif dengan kamar single dan mandi/toilet pribadi untuk perawatan pasien

Ruangan Anteroom/Kamar ganti dengan Lemari Alat Pelindung Diri sebelum masuk ruangan

Alat-alat khusus bagi pasien isolasi misalnya: manset tekanan darah, stetoskop, dan oximeter nadi yang selalu didekontaminasi setelah pemakaian

Fasilitas bahan disinfektan untuk dekontaminasi

Page 15: LAMPIRAN.docx

15

W. Pembinaan dan PengawasanPembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Dewan Direksi RS..... melalui Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS). Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis dan temu konsultasi dan lain-lain.Pengawasan dilaksanakan dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh atasan langsung unit kerja/bagian/instalasi di lingkungan RS....., dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.

III. Penutup

Demikianlah kebijakan ini dibuat untuk dilaksanakan semestinya.

Ditetapkan di ……Pada tanggalDIREKTUR UTAMA,