lalala
-
Upload
federika-rosilawati -
Category
Documents
-
view
7 -
download
4
description
Transcript of lalala
![Page 1: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Kista adalah pertumbuhan berupa kantung yang tumbuh dibagian tubuh tertentu. Kista
ovarium adalah suatu kantung yang berisi cairan atau materi semisolid yang tumbuh dalam
ovarium. Penemuan kista ovarium pada seorang wanita akan sangat ditakuti oleh karena
adanya kecenderungan menjadi ganas, tetapi kebanyakan kista ovarium memiliki sifat yang
jinak (80-84%). Pada wanita usia muda (biasanya kurang dari 40 tahun) resiko pertumbuhan
menjadi ganas berkurang, oleh karena itu kista dapat dikontrol dengan USG pelvis. Ada
beberapa yang menjadi ganas, dengan risiko terjadinya karsinoma terutama pada wanita
wanita yang mulai menopause.
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan. Indikasi umum operasi
dilakukan apabila besar tumor melebihi 5 cm baik dengan gejala maupun tanpa gejala. Hal
tersebut diikuti dengan pemeriksaan patologi anatomi untuk memastikan keganasan sel dari
tumor tersebut.
Setiap pasien yang akan menjalani tindakan invasif, seperti tindakan bedah pengangkatan
kista, akan menjalani prosedur anestesi. Anestesi sendiri secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.1
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total , yaitu hilangnya kesadaran
secara total, anestesi lokal , yaitu hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh), anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih
luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
dengannya. Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran. Teknik anestesi ini dapat dilakukan salah satunya dalam menangani proses operasi
kasus kista ovarium.
1
![Page 2: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Miftahurohmah
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Lada no. 20
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 24 Agustus 2015
B. ANAMNESIS
Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan keluar menstruasi yang tidak
kunjung selesai sejak 2 bulan yang lalu. Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan
pasien pada tanggal 24 Agustus 2015, di Instalasi Gawat Darurat RSUD Cilegon. Pasien
merupakan pasien bagian Obstetri dan Ginekologi dengan diagnosis kista ovarium bilateral.
- Keluhan utama
Os datang dengan keluhan menstruasi yang tidak kunjung selesai sejak 2 bulan lalu.
- Riwayat Penyakit Sekarang
Os mengeluh menstruasi yang tidak kunjung selesai sejak 2 bulan lalu. Setiap hari os
mengganti pembalut sebanyak 2-3 kali. Os mengaku darah yang keluar tampak encer,
terkadang terdapat gumpalan. Os mengaku baru pertama kali mengalami keluhan
tersebut. Os mengeluh terdapat nyeri pinggang yang hilang timbul sejak 2 bulan
terakhir. Nyeri pinggang muncul tiba-tiba dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas.
Selama mengalami keluhan, os merasa mudah lelah dalam beraktivitas. Keluhan yang
2
![Page 3: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/3.jpg)
dialami pasien tidak disertai dengan mual muntah, nyeri perut, penurunan berat badan
yang drastis, perdarahan lain seperti mimisan atau gusi yang mudah berdarah. Tidak
terdapat masalah pada siklus menstruasi sebelumnya, buang air kecil dan buang air
besar.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Os menyakal memiliki riwayat penyakit asma, diabetes melitus, hipertensi, dan alergi.
- Riwayat tindakan Operatif
Os mengaku belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan Fisik pada tanggal 24 Agustus 2015.
1. Keadaan Umum
a. Kesan Sakit : Tampak sakit Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Berat Badan: 65 Kg
2. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 80 X/mnt
c. Respirasi : 20 x/mnt
d. Suhu : 36 °C
3. Status Generalis
A. Kepala
i. Rambut : rambut berwarna hitam, distribusi merata
ii. Kepala : normocephali, tidak ada deformitas
iii. Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
iv. Telinga : tidak hiperemis, tidak oedem, tidak ada nyeri tekan atau nyeri
tarik, tidak ada sekret yang keluar dari telinga
v. hidung : tampak simetris, tidak tampak deformitas
vi. mulut : bibir tampak pucat, tidak sianosis dan tidak kering, tidak ada
trismus
3
![Page 4: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/4.jpg)
vii. gigi : tidak ada karies, tidak menggunakan gigi palsu
B. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak teraba ada pembesaran
massa, trakea ditengah
C. Thoraks
i. Pulmo
1. Inspeksi : bentuk dada simetris, dan gerak hemitoraks kanan kiri simetris
dalam kondisi dinamis dan statis.
2. palpasi : Vocal fremitus teraba simetris di kedua hemithoraks,
pergerakan dinding dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi
3. perkusi : sonor diseluruh lapag paru
4. Auskultasi : suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing.
ii. cor
1. inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
2. palpasi : teraba ictus cordis pada sela iga ke 5 pada linea
midclavicularis sinistra
3. perkusi : batas atas kiri sela iga ke 2 line parasternalis sinistra, batas
atas kanan jantung sela iga ke 2 pada linea sternalis dextra,
batas kiri jantung sela iga ke 5 linea midclavicularis sinisra.
4. auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, tidak terdengan bunyi jantung
tambahan, gallop (-), murmur(-)
D. Abdomen
1. Inspeksi : tampak kulit sawo matang, efloresensi (-)
2. auskultasi : bising usus (+) sebanyak 2x/menit
3. perkusi : timpani
4.palpasi : nyeri tekan (-) hepatosplenomegali (-)
E. ekstremitas
I. superior : sianosis(-), edem (-), ikterik (-), tidak ada deformitas, akral
teraba hangat
4
![Page 5: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/5.jpg)
ii. inferior : sianosis (-), edem (-), ikterik(-), tidak ada deformitas, akral
teraba hangat
F. Punggung
Tidak ada kelainan bentuk vertebrae
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab darah
Jenis Pemeriksaan Nilai Pasien Nilai normal
Keterangan
Gula darah Gula darah sewaktu 70 <200 mg/dl
Normal
Darah Rutin Hemoglobin 7,3 g/dl 12-16 g/dl
Menurun
Leukosit 7.800/uL 5000-10.000
Normal
Hematokrit 25,6% 37-43 % Menurun
Trombosit 225.000/uL 150-450rb uL
Normal
Hematologi Masa pembekuan 9 menit 5-15 menit
Normal
Masa perdarahan 2 menit 1-6 menit
Normal
Elektrolit Klorida 104,6 mmol/L 95 - 107 Normal
Natrium 139,9 mmol/L 135 - 155
Normal
Kalium 3,34 mmol/L 3,6 – 5,5 Menurun
Fungsi ginjal Ureum 10 mg/dL 17 – 43 Normal
Kreatinin 0,5 mg/dL 0,6 – 1,2 Normal
Fungsi hati SGOT 12 U/L <31 Normal
5
![Page 6: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/6.jpg)
SGPT 22 U/L <31 Normal
Golongan darah/rhesus O Rh+ - -
HbsAg Negatif - -
Anti HIV Non reaktif - -
Foto rontgen thoraks : cor dan pulmo dalam batas normal.
USG abdomen : kista ovarium bilateral
E. KESAN ANESTESI
Pasien seorang perempuan berusia 25 tahun dengan diagnosis kerja kista ovarium,
menometroagia dan anemia. Pasien termasuk dalam ASA I yaitu pasien penyakit bedah tanpa
disertai dengan penyakit sistemik.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
diagnosis preoperative berupa kista ovarium, menometroagia dan anemia. Diagnosis anastesi
ASA I. Jenis operasi yatu kistektomi. Jenis anaestesia yang digunakan adalah regional
anestesia (subarachnoid block anesthesia).
BAB III6
![Page 7: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/7.jpg)
LAPORAN ANESTESI
A. Preoperatif
1. Informed consent mengenai rencana tindakan kistektomi dengan metode anestesi
regional
2. Melakukan rontgen
3. Pengambilan sampel darah
4. Pemasangan infus ringer laktat 500 cc, mengalir lancar
5. Pemberian transfusi sebanyak 2 kantong untuk memperbaiki kadar Hb.
6. Skin test cefotaxime dan injeksi cefotaxime 1 gr
7. Konsultasi dokter spesialis obstetri dan ginekologi
8. Keadaan umum tampak lemah
9. Kesadaran composentis
10. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
b. Nadi : 80 X/mnt
c. Respirasi : 20 x/mnt
d. Suhu : 36 °C
B. Premedikasi Anestesi
Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan antiemetik berupa ondansetron 4 mg
secara bolus IV.
C. Tindakan Anestesi
Pasien diposisikan dalam posisi duduk, kepala menunduk, setelah itu ditetntukan
lokasi penyuntikan obat anestesi di L3-L4 yaitu di atas titik hasil perpotongan antara garis
yang menghubungkan crista iliaca dextra dan sinistra dengan garis vertical tulang vertebra
yang berpotongan di vertebra lumbal 4. Setelah itu, dilakukan tindakan asepsis-antisepsis
dengan kasa steril dan povidone iodin pada lokasi penyuntikan dan sekitarnya. Kemudian,
dilakukan penyuntikan obat anestesi pada daerah yang telah ditentukan, penyuntikan
7
![Page 8: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/8.jpg)
dilakukan menggunakan jarum spinal no. 27 GA, setelah mencapai ruang subarachnoid,
jarum spinal dilepaskan sehingga hanya tersisa kanulnya, lalu dipastikan sampai LCS keluar
melalui kanul, baru kemudian dilakukan penyuntikan obat anestesi regional yaitu,
Bupivacaine 20 mg, dengan terlebih dahulu melakukan aspirasi, melihan penambahan
volume cairan didalam spuit yang menandakan jarum masih berada di ruang subarachnoid
yang berisi LCS. Penyuntikan dilakukan sampai setengah dosis obat, lalu dilakukan aspirasi
kembali untuk memastikan jarum tidak bergeser, baru kemudian dilakukan penyuntikan obat
yang tersisa di spuit.
Setelah semua obat sudah disuntikan, luka bekas suntikan ditutup dengan kasa steril
dan micropore. Kemudian pasien dibaringkan ke posisi operasi, sambil dilakukan
pemasangan duk steril sehingga hanya daerah operasi yang terlihat. Selain itu juga dilakukan
tes apakah obat anestesi sudah mulai bekerja dengan menanyakan apakan kedua tungkai
bawah pasien, mengalami kesemutan atau mulai sulit dan tidak bisa digerakan, ditanyakan
juga adakah keluhan mual, nyeri kepala dan sesak.
D. Pemantauan selama tindakan anestesi
Pemantauan keadaan pasien terhadap tindakan anestesi dilakukan mulai dari
masuknya pasien ke kamar operasi sampai tindakan operasi selesai. Pemantauan dilakukan
terhadap fungsi kardiovaskuler, fungsi respirasi dan pemberian carain. Pemantauan fungsi
kardiovaskuler dilakukan terhadap tekanan darah dan frekuensi nadi, pemantuan fungsi
respirasi dilakukan terhadap inspeksi pernapasan spontan dan saturasi oksigen, kedua
pemantuan itu dilakukan setiap 5 menit selama tindakan berlangsung.
Lampiran Monitoring tindakan operasi
Jam Tindakan Tekanan Darah Nadi Saturasi
13.30 Pasien masuk kamar operasi, dibaringkan
di meja operasi, dilakukan pemasangan
manset di lengan kiri atas, dan diberikan
ondansetron 4 mg secara bolus pada IV
line.
126/80 82 100
8
![Page 9: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/9.jpg)
13.35 Dilakukan spinal anestesi pada L3-L4. 120/70 80 100
13.40 Operasi dimulai 108/73 80 100
13.45 Diberikan dormicum sebanyak 5 mg
secara IV.
100/65 82 100
13.50 Dberikan efedrin sebanyak 10 mg secara
IV.
89/60 80 100
13.55 Diberikan tramadol 100 mg secara drip. 130/80 80 100
14.00 - Diberikan pronalges suppositoria
- Operasi selesai
120/75 75 100
E. Laporan Anestesi
1. Diagnosis Pra Bedah : kista ovarium bilateral
2. Diagnosis Pasca Bedah : kista ovarium bilateral
3. Penatalaksanaan Preoperasi : infus RL 500 cc, transfusi PRC sebanyak 2 kantong
4. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis pembedahan : kistektomi
b. Jenis anestesi : anestesi regional
c. Teknik anestesi : Sub Arachnoid Block, L3-L4, LCS +, jarum spinal no
27 GA
d. Mulai anestesi : pukul 13.40
e. Mulai Operasi : pukul 13.45
f. Premedikasi : Ondansetron 4 mg
g. Medikasi : Bupivacaine 20 mg, Dormicum 5 mg, Efederin 10 mg,
Tramadol 100 mg drip, Pronalges Supp 100 mg
h. Respirasi : pernapasan spontan
i. Cairan Durante operasi: RL 500cc
j. Tensi dan HR : terlampir
k. Selesai Operasi : pukul 14.00
9
![Page 10: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/10.jpg)
F. Post Operatif
1. Pasien masuk ke dalam ruang pemulihan pada pukul 14.05.
Keluhan: mual (-), muntah (-), sesak (-), pusing (-), nyeri (-)
2. Keadaan umum : tampak lemah
3. Kesadaran : compos mentis
4. Tanda vital :
1. Tensi : 120/70
2. Nadi / : 80x/menit
3. RR : 20x/menit
4. Saturasi oksigen : 100
5. Pemeriksaan fisik :
Dilakukan pemeriksaan dan observasi kesadaran, aktivitas motorik, warna
kulit dan mukosa yang dapat menggambarkan saturasi oksigen.
Pemindahan pasien dari ruang pemulihan ke ruang perawatan dilihat dari Modified Aldrete
Scoring System. Adapaun penilaiannya sebagai berikut:
Index Kondisi Score
Kesadaran Tidak dapat dibangunkan 0
Dapat dibangunkan 1
Sadar, orientasi baik 2*
Saturasi oksigen <92% dengan tambahan oksigen 0
>92% dengan tambahan oksigen 1
>92% dengan udara ruangan 2*
Aktivitas motorik Tidak ada ekstremitas yang bergerak 0
2 ekstremitas dapat bergerak 1*
4 ekstremitas dapat bergerak 2
Respirasi Apnoe, terdapat obstruksi 0
10
![Page 11: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/11.jpg)
Napas dangkal, sesak 1
Dapat napas dalam, batuk 2*
Kardiovaskular Berubah >50% dari nilai sebelumnya 0
Berubah 20-50% dari nilai sebelumnya
1
Berubah <20% dari nilai sebelumnya 2*
Keterangan: * = nilai yang terdapat pada pasien
Pasien dapat dipindahkan dari ruang pemulihan / recovery room apabila nilai yang
didapatkan 9 atau 10. Pada pasien telah didapatkan nilai 9 sehingga pasien dapat dipindahkan
ke ruang perawatan.
BAB IV
11
![Page 12: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/12.jpg)
ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, maka diagnosis yang dapat ditegakkan adalah kista ovarium bilateral. Salah satu
tatalaksana yang diberikan terhadap pasien adalah tindakan operatif untuk mengangkat kista
yang ada atau disebut dengan kistektomi. Tindakan anestesi yang dilakukan dapat berupa
anestesi regional dengan teknik subarachnoid block. Selain pemberian informed consent
mengenai tindakan yang akan dilakukan, terdapat beberapa pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui apabila pasien memiliki penyakit penyerta lain yang mungkin dapat
mempengaruhi proses anestesi ataupun operasi. Pada kasus ini, pasien dapat digolongkan
dalam ASA 1 karena pada pasien tidak terdapat gangguan atau penyakit sistemik.
Pada hasil pemeriksaan darah rutin yang dilakukan saat pasien datang, didapatkan
hasil bahwa Hb pasien sebesar 7,3 g/dL. Hal ini dapat disebabkan karena pasien mengalami
perdarahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Tindakan operasi yang akan dilakukan
juga rentan menyebabkan penurunan kadar Hb akibat pasien mengalami kehilangan darah.
Kadar Hb yang rendah dapat memberikan efek yang kurang baik bagi pasien baik selama
operasi atau pasca operasi. Karena itu, sebelum operasi dilaksanakan, pasien telah ditransfusi
PRC sebanyak 2 kantung. Transfusi darah umumnya dilakukan perioperatif dengan tujuan
untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskular. Setelah
transfusi selesai, dilakukan pemeriksaan darah rutin kembali dan Hb pasien telah meningkat
menjadi 11,3 g/dL.
Sebelum operasi dimulai, pasien dikondisikan untuk merasa nyaman, tenang, dan
kooperatif untuk menjalankan operasi. Cairan infus dipastikan berjalan lancar agar
memudahkan pemberian obat-obatan melalui intravena dan agar asupan cairan tercukupi.
Pasien dipasangkan tensimeter pada lengan atas dan pulse oxymetri pada ibu jari yang
terhubung dengan monitor sehingga tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dapat dipantau
selama operasi berjalan melalui monitor. Hal ini dilakukan karena pengaruh dari obat-obatan
anestesi dapat mempengaruhi tekanan darah dan fungsi pernapasan. Lalu dimasukan
ondansentron 4 mg sebagai premedikasi secara IV untuk mencegah pasien mual dan muntah.
Setelah semua persiapan dan premedikasi sudah dilakukan, dilakukan tindakan
anestesi. Jenis anestesia yang dilakukan pada pasien ini adalah regional anestesi dengan
teknik spinal anestesi subarachnoid block dengan posisi duduk. Anestesi dilakukan setinggi
12
![Page 13: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/13.jpg)
antara L3-L4. Obat yang digunakan pada anestesi pasien ini adalah bupivacaine dengan dosis
20mg (4ml). Pasien direncanakan dilakukan operasi kistektomi.
Pada pasien ini dilakukan teknik anestesi spinal subarachnoid block karena
pembedahan dilakukan pada daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 kebawah, sesuai dari
indikasi teknik anestesi spinal ini. Karena saat pasien berbaring obat anestesi akan
terdistribusi. Pada pasien ini juga tidak terdapat kontra indikasi absolut maupun relatif untuk
dilakukan teknik anestesi spinal subarakhnoid block.
Terapi cairan operasi pada pasien ini dipilih menggunakan ringer laktat. Ringer laktat
digunakan karena cairan yang paling cocok kadar elektrolitnya seperti di dalam tubuh.
Medikasi lain yang diberikan terhadap pasien adalah dormicum (midazolam)
sebanyak 10 mg untuk mengatasi cemas yang dialami pasien. Pemberian efedrin sebanyak 10
mg ditujukan untuk meningkatkan tekanan darah. Setelah operasi selesai, pasien diberikan
tramadol 100 mg dalam ringer laktat, dan pronalges suppositoria 100 mg (ketoprofen) yang
merupakan analgetika golongan NSAID untuk mengatasi rasa nyeri pasca operasi.
Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room untuk dilakukan
pemantauan. Indikasi dapat kembali ke ruangan dilihat dari Modified Aldrete Scoring System.
Adapaun penilaiannya sebagai berikut:
Index Kondisi Score
Kesadaran Tidak dapat dibangunkan 0
Dapat dibangunkan 1
Sadar, orientasi baik 2*
Saturasi oksigen <92% dengan tambahan oksigen 0
>92% dengan tambahan oksigen 1
>92% dengan udara ruangan 2*
Aktivitas motorik Tidak ada ekstremitas yang bergerak 0
2 ekstremitas dapat bergerak 1*
4 ekstremitas dapat bergerak 2
Respirasi Apnoe, terdapat obstruksi 0
Napas dangkal, sesak 1
13
![Page 14: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/14.jpg)
Dapat napas dalam, batuk 2*
Kardiovaskular Berubah >50% dari nilai sebelumnya 0
Berubah 20-50% dari nilai sebelumnya
1
Berubah <20% dari nilai sebelumnya 2*
Keterangan: * = nilai yang terdapat pada pasien
Pasien dapat dipindahkan dari ruang pemulihan / recovery room apabila nilai yang
didapatkan 9 atau 10. Pada pasien telah didapatkan nilai 9 sehingga pasien dapat dipindahkan
ke ruang perawatan.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
14
![Page 15: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/15.jpg)
I. ANESTESI REGIONAL
Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls
syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara
(reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap
sadar.1
Pembagian anestesi regional
1. Blok sentral (blok neuroaksial), meliputi blok spinal, epidural dan kaudal
2. Blok perifer (blok saraf) misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, blok
saraf, dan regional intravena
Obat analgetik lokal/regional
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :
1. Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan
inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan
amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai
prototip.
2. Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
Absorbsi obat:
15
![Page 16: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/16.jpg)
- Absorbsi melewati mukosa, tapi tidak dapat melewati kulit yang utuh, harus disuntik
kejaringan subkutis.
- Obat vasokonstriktor yang ditambahkan pada larutan analgetik lokal memperlambat
absorbsi sistemik dengan akibat memperpanjang masa kerja dan mempertinggi dosis
maksimum.
- Mempengaruhi semua sel tubuh, dengan pedileksi khusus memblokir hantaran saraf
sensorik
- Kecepatan detoksikasi tergantung jenis obat berlangsung dengan pertolongan enzim
dalam darah dan hat. Sebagian dikeluarkan dalam bentuk bahan-bahan degradasi dan
sebagian dalam bentuk asal melalui ginjal (urin)
- Untuk daerah yang diperdahari oleh arteri buntu (end artery) seperti jari dan penis
dilarang menambah vasokonstriktor. Penambahan vasokonstriktor hanya dilakukan
untuk daerah tanpa arteri buntu umumnya digunakan adrenalin dengan konsentrasi
1:200 000.
Komplikasi obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis
obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat bersifat lokal atau
sistemik
Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan
antisepsis.
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang
disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu.
Komplikasi sistemik
1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.
16
![Page 17: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/17.jpg)
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi
miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
Persiapan Anesthesia Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan GA karena untuk mengantisipasi
terjadinya toksik sistemik reaction yg bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi.
Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah → kolaps kardiovaskular
sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa
dilanjutkan dg anestesi umum. 2,3
Keuntungan Anestesia Regional
1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
2. Relatif aman untung pasien yg tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh)
karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
Kerugian Anestesia Regional
1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
17
![Page 18: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/18.jpg)
I. BLOK SENTRAL
Spinal dan Epidural Anestesi
Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blok simpatis,
analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume obat
anestesi lokal). 4
Terdapat perbedaan fisiologis dan farmakologis bermakna antara keduanya.
A. Anestesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid. Anestesi
spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis subkutis
lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum ruang epidural durameter
ruang subarachnoid.
18
![Page 19: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/19.jpg)
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal,
dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir
setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. 1
Indikasi Anestesi Spinal
1. Bedah ekstremitas bawah.
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum-perineum
4. Bedah obstetri ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
Kontra Indikasi Anestesi Spinal
Terdapat kontra indikasi absolut dan kontra indikasi relatif dalam penggunaan anestesi spinal
Kontra indikasi absolut :
a. Pasien menolak untuk dilakukan anestesi spinal
b. Terdapat infeksi pada tempat suntikan
c. Hipovolemia berat sampai syok19
![Page 20: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/20.jpg)
d. Menderita koagulopati dan sedang mendapat terapi
antikoagulan
e. Tekanan intrakranial yang meningkat
f. Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim
g. Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi
Kontra indikasi relatif :
a. Menderita infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )
b. Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan
c. Kelainan neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Menderita penyakit jantung
g. Hipovolemia
h. Nyeri punggung kronis.
Persiapan anestesi spinal
Persiapan anestesi spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah disekitar tempat
tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang
punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain
itu harus puladilakukan :
1. Informed consent
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Peralatan anestesi spinal
1. Peralatan monitor, untuk memonitor tekanan darah, nadi, oksimeter denyut dan
EKG
2. Peralatan resusitasi /anestesia umum
20
![Page 21: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/21.jpg)
3. Jarum spinal
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi
yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja operasi tanpa dipindahkan
lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam
30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. 1
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau duduk dan buat
pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus mudah teraba.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang
punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya L2-L3, L3-L4 atau
L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.
5. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa
21
Jarum pinsil (whitecare)
Jarum tajam (Quincke-
Babcock)
![Page 22: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/22.jpg)
semprit 10cc. Jarum akan menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum,
ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan ruang
subarachnoid. Setelah mandrin jarum spinal dicabutcairan serebrospinal akan menetes
keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang
subarachnoid tersebut. 5
Keuntungan anestesi spinal dibandingkan anestesi epidural :
Obat anestesi lokal lebih sedikit
Onset lebih singkat
Level anestesi lebih pasti
Teknik lebih mudah
B. Anestesi Epidural
Blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada diantara
ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian
posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akarsaraf spinal yang
terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal,
sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga lebih lemah.
22
![Page 23: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/23.jpg)
Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
Bisa segmental
Tidak terjadi headache post op
Hypotensi lambat terjadi
Efek motoris lebih kurang
Dapat 1–2 hari dengan kateter ® post op pain
Kerugian epidural dibandingkan spinal :
Teknik lebih sulit
Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
Reaksi sistemis
Total spinal anestesi
Obat 5–10x lebih banyak untuk level analgesi yang sama
B. Anestesi Caudal
Indikasi : operasi perineal
Cara :
a. Cari cornu sacralis kanan-kiri
23
![Page 24: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/24.jpg)
b. Diantaranya adalah membran sacro coccygeal ® hiatus sacralis
Efek Fisiologis Neuroaxial Block
1. Efek Kardiovaskuler
- Akibat dari blok simpatis , akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek
simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal , 2-6 dermatom diatas level
blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi block pada level yang sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk mengurangi
hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi,
dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan
vasopressor seperti efedrin.
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-
T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan
terjadinya respiratory arrest.
- Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan gangguan
gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
3. Efek Gastrointestinal
- Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan
hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh
24
![Page 25: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/25.jpg)
simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena
kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal.
- Mual muntah juga bisa akibat hipotensi, dikarenakan oleh hipoksia otak yg
merangsang pusat muntah di CTZ (dasar ventrikel ke IV)
II. BLOK PERIFER
A. ANESTESI LOKAL
Definisi
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada
jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan
saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade koduksi atau blockade lorong natrium
pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika
digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan
dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf. 2
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
2. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran
mukosa
3. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
4. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil
dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang paling banyak
digunakan adalah lidokain dan bupivakain.
25
![Page 26: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/26.jpg)
Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel), mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga terjadi
depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan
protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)
menentukan awal kerja. 1
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar
concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
Awal bekerja bergantung beberapa factor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat
dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat
2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
Lama kerja dipengaruhi oleh:
1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah protein
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian
Farmakokinetik
a. Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh:
26
![Page 27: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/27.jpg)
1. Tempat suntikan
- Kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan banyaknya vaskularisasi
tempat suntikan : absorpsi intravena > trakeal > interkostal > kaudal >
paraservikal > epidural > plexus brakial > skiatik > subkutan
2. Penambahan vasokonstriktor
- Adrenalin 5 µg/ml atau 1:200 000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah
pada tempat suntikan sehingga dapat memperlambat absorpsi sampai 50%
3. Karakteristik obat anestesi lokal
- Obat anestesi lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorpsi secara
lambat
b. Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan ditentukan oleh factor-
faktor:
1. Perfusi jaringan
2. Koefisen partisi jaringan/darah
- Ikatan kuat dengan protein plasma obat lebih lama di darah
- Kelarutan dalam lemak tinggi meningkatkan ambilan jaringan
3. Massa jaringan
- Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal
c. Metabolisme dan ekskresi
1. Golongan ester
- Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma).
Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit diekskresi melalui urin
2. Golongan amida
- Metabolisme terutama oelh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan
metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat anestesi lokal.
Metabolisme nya lebih lamabat dari hidrolisa ester. Metabolit lewat
urindan sebagian diekskresi dalam bentuk utuh.
Efek samping terhadap sistem tubuh
Sistem kardiovaskular
- Depresi automatisasi miokard
- Depresi kontraktilitas miokard
27
![Page 28: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/28.jpg)
- Dilatasi arteriolar
- Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi
Sistem pernafasan
- Relaksasi otot polos bronkus
- Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus
- Paralisis interkostal
- Depresi langsung pusat pengaturan nafas
Sistem saraf pusat
- Parestesia lidah
- Pusing
- Tinnitus
- Pandangan kabur
- Agitasi
- Depresi pernafasan
- Tidak sadar
- Konvulsi
- Koma
Imunologi
- Reaksi alergi
Sistem musculoskeletal
- Miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)
B. INFILTRASI LOKAL
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi
C. BLOK LAPANGAN (FIELD BLOCK)
Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)
D. ANALGESIA PERMUKAAN (TOPIKAL)
28
![Page 29: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/29.jpg)
Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa
E. ANALGESIA REGIONAL INTRAVENA
Penyuntikan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi
bagian proksimalnya dengan torniket pneumatik dari sirkulasi sistemik. 1,2
Beberapa anastetik lokal yag sering digunakan
1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama kerja 2-
30 menit.
2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB dan
lama kerja 30-60 menit.
3. Lidokain konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi
otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding
lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.
29
![Page 30: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/30.jpg)
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien adalah seorang perempuan berusia 25 tahun dengan keluhan menstruasi yang
tidak kunjung berhenti selama 2 bulan terakhir. Pasien datang ke IGD pada tanggal 24
Agustus 2015. Dari anamnesis diperoleh informasi bahwa pasien datang ke IGD dengan
keluhan menstruasi yang berlangsung lama disertai nyeri pinggang yang hilang timbul dan
merasa mudah lelah semenjak mengalami keluhan. Pasien mengaku tidak memiliki masalah
pada menstruasi sebelumnya. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi, diabetes
melitus, asma bronkiale dan alergi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda
anemia seperti konjungtiva yang tampak pucat. Pada pemeriksaan penunjang awal didapatkan
penurunan Hb (7,3 g/dl) dan pada USG didapatkan gambaran kista pada kedua ovarium
pasien. Tindakan yang diberikan terhadap pasien adalah pemeriksaan lebih lanjut guna
mempersiapkan pasien menjalani proses operasi. Pasien juga diberikan 2 kantung PRC
dengan harapan dapat meningkatkan kadar Hb pasien yang rendah. Tindakan anestesi yang
dilakukan adalah anestesi regional dengan blok subarachnoid. Teknik ini dipilih karena
keadaan pasien sesuai dengan indikasi teknik anestesi regional. Berdasarkan American
Socieety of Anesthesiology pasien digolongkan dalam ASA I.
Evaluasi pre operatif pada pasien didapatkan dalam batas normal. Tidak didapatkan
keadaan yang menjadi kontraindikasi anestesi regional. Pasien diberikan premedikasi berupa
Ondansetron 4 mg. Setelah itu dilakukan anestesi regional dengan teknik blok subarachnoid
pada L3-L4 dengan menggunakan jarum spinal no. 27 untuk memasukan obat anestesi
regional yaitu Bupivacaine 20 mg. Pasien diberikan dormicum, efedrin 10 mg, tramadol 100
mg dan pronalges suppositoria 100 mg.
Evaluasi post operatif dilakukan dengan pemantauan kondisi pasien di ruang pemulihan,
tidak didapatkan keluhan dan tanda syok pada pasien. Kondisi post operatif pasien relative
stabil dengan skor Modified Aldrete sebesar 9 sehingga dapat dipindahkan ke ruang
perawatan.
30
![Page 31: lalala](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022062712/563db9d6550346aa9aa06081/html5/thumbnails/31.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. 2009.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI
2. dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan,
Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI
3. Boulton TB, Blogg CE, Anestesiologi, Edisi 10. EGC : Jakarta 1994
4. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia, Updated: Aug 7, 2009. Accessed on 6th December 2010 at www.emedicine.com
5. Miller RD. Anesthesia, 5th ed. Churchill Livingstone. Philadelphia. 2000
6. Mulroy MF. Regional Anesthesia, An Illustrated Procedural Guide. 2nd ed. Little, Brown and Company. Boston 1996
31