LAKNAT DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN -...
Transcript of LAKNAT DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN -...
LAKNAT DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN
(Analisis Ayat-Ayat Laknat dalam Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wîl Ay Al
Qur’ân karya Ibn Jarîr al-Tabarî)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh :
LAILA FIRDAUS
NIM: (11140340000068)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M/1440 H
i
ABSTRAK
Laknat berarti dijauhkan dari kebaikan, Laknat Allah berarti dikutuk
dan dijauhkan oleh Allah dari rahmat-Nya. Adapun laknat manusia berarti dimaki dan didoakan agar ditimpa kejahatan (keburukan). Di dalam al
Qur’ân banyak sekali ditemukan kata laknat. Ada yang diberi nikmat terus oleh Allah, tetapi itu bukan nikmat melainkan laknat yang sering disebut sebagai istidrâj. Kata laknat sendri dalam al Qur’ân secara garis besar
hampir sama dengan ‘adzâb, dan musîbah. Jika dikaitkan dengan fenomena alam atau kejadian-kejadian yang menimpa manusia secara umum belum
dapat dipastikan yakni, suatu musîbah atau ‘adzâb yang dirasakan oleh seseorang atau suau kaum apakah dapat dikategorikan sebagai laknat atau bukan. Di sisi lain, apakah sebab laknat diturunkan, mengapa laknat
diturunkan, dan siapa saja orang-orang yang terkena laknat. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendasari pembahasan laknat dalam persepektif
Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Al Qur’ân karya Imâm Ibn Jarîr al-Tabarî.
Adapun metode penulisan yang gunakan dalam skripsi ini adalah metode (library research) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai
literatury yang relevan dengan pokok masalah laknat yang penulis jadikan sebagai sumber penulisan, yang kemudian diindentifikasi secara sistematis dan analisis dengan berbagai sumber primer dan sekunder. Sumber primer
adalah kitab Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Al Qur’ân karya Imâm Ibn Jarîr al-Tabarî dan sumber sekundernya adalah buku-buku yang berkaitan tentang laknat.
Hasil dari penelitian ini penulis menemukan bahwa laknat menurut Ibn Jarîr ath-Tabarî adalah menjauhkan. Jadi apabila seseorang yang dilaknat Allah, maka mereka dijauhkan dari rahmat-Nya baik dunia maupun
di akhirat. Berbeda dengan kata laknat yang dipakai buat manusia atau makhluk lainnya yang berarti bahwa mereka mendoakan atau memohon
agar Allah menimpakan balasan atau ‘adzâb terhadap perbuatan mereka yang dilaknat oleh Allah.
Kata kunci: Laknat, ‘Adzâb, dan Musîbah, istidraj, al-Tabarî
ii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Taufiq, Hiddayah dan Inayah-Nya, sehingga skripsi yang
berjudul “LAKNAT DALAM PERSPEKTIF AL QUR’AN” (Analisis
Ayat-Ayat Laknat Dalam Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wîl Ay Al Qur’ân
karya Imâm Ibn Jarîr al-Tabarî) dapat penulis selesaikan.
Sholawat dan salam tak lupa pula kita haturkan kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan para sahabatnya, dan juga para
pengikutnya.
Kemudian, penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bantuan dan juga dukungan dari kedua orang tua,
keluarga dosen pembimbing, dan teman-teman yang selalu mensupport atau
mendukung penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
ebanyak-banyaknya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. Selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
iii
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-
Qur’ân dan Tafsîr dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd Selaku
Sekretaris Jurusan Ilmu al- Qur’ân dan Tafsîr
4. Muslih, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang
telah banyak membimbing, memberi masukan dan saran kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Ibu dan keluarga
sehat selalu, panjang umur, dan dimudahkan segala urusannya.
5. Seluruh Dosen Fakltas Ushuluddin, khususnya dosen-dosen
Jurusan Ilmu al- Qur’ân dan Tafsîr, yang telah sabar dalam
mendidik dan telah banyak memberikan berbagai macam ilmu.
Mudah-mudahan ilmu yang penulis dapatkan bermanfaat untuk
kehidupan dunia dan akhirat.
6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin,
Perpustakaan Utama (PU), Perpustakaan Iman Jama’, dan Pusat
Studi al- Qur’ân.
7. Untuk kedua Orang Tuaku tercinta, Aba Ahmad Firdaus dan
Umi Siti Rosita yang senantiasa mendoakan, memberikan
semangat, dan juga motivasi kepada penulis. Semoga senantiasa
Allah sehatkan badannya, panjangkan umurnya, dan dimurahkan
rezekinya dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.
8. Untuk saudara kandung penulis yaitu Rifa’at Hanifa Muslimah,
Puti Aini Qolbi dan Muhammad Sofa, yang selalu nanya kapan
penulis wisuda dan selalu memotivasi penulis untuk segera
iv
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT.
9. Untuk teman-teman seperjuangan dari zamannya masih di
pondok sampai sekarang yaitu Iffah Mawaddah, Fani
Hayatunnisa, Zahra Luthfiana dan Rizki Nur oktaviani, yang
selalu memberikan masukan serta motivasi agar terselesainya
skripsi ini.
10. Untuk teman-teman seperjuangan yang ada digrup 2018, yaitu
Imas Maulida, Azizah Wijayani, Tria Meldiana, Husnil
Mardiyyah, Sholihatina Sadita, Himma tur rif’ah, Mia
Milatussa’adah, Nur Fikriyah, yang super rame klau ngumpul
dan selalu ngasih motivasi kepada penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
11. Untuk teman-teman jurusan Ilmu al- Qur’ân dan Tafsîr angkatan
2014 khususnya kelas TH B, dan terkhusus untuk Pramudita
Suciati yang selalu bawel dan marah-marah klau penulis mulai
bermalas-malasan dalam menulis skripsi, dan selalu memotivasi
dan memberi semangat serta dukungan kepada penulis untuk
segera menyelesaikan penulisan skirpsi ini
12. Dan semua teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Dalam karya tulis bidang keagamaan (Islam), alih aksara, atau yang
lebih dikenal dengan istilah transliterasi, tampaknya merupakan sesuatu
yang tak terhindarkan. Oleh karenanya, untuk menjaga konsistensi, aturan
yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.
Pengetahuan tentang ketentuan alih aksara ini seyogyanya diketahui
dan dipahami, tidak saja oleh mahasiswa yang akan menulis karya tulis,
melainkan juga oleh dosen, khususnya dosen pembimbing dan dosen
penguji, agar terjadi saling kontrol dalam penerapan konsistensinya.
Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih
aksara, antara lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari
Kementrian Agama dan Diknas RI, serta versi Paramadina. umumnya,
kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara tersebut meniscayakan
digunakannya jenis huruf (font) tertentu, seperti font TranslitLS,
Transliterasi, atau Times New Roman Special.
Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulisan tugas akhir,
pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti ketentuan salah
satu versi di atas, melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi
beberapa ciri hurufnya, kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta ini disusun oleh logika yang sama, sesuai dengan Surat
Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nomor 507 tahun 2017
tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padananya dalam aksara latin:
Huruf
Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
بB Be
T Te ت
ثTs Te dan es
J Je ج
حẖ Ha dengan garis di bawah
Kh Ka dan ha خ
D De د
ذDz De dan zet
R Er ر
زZ Zet
vii
سS Es
Sy Es dan ye ش
S Es dengan garis di bawah ص
ضḏ De dengan garis di bawah
ṯ Te dengan garis di bawah ط
ظẕ Zet dengan garis di bawah
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
غGh Ge dan ha
F Ef ف
Q Ki ق
كK Ka
L El ل
مM Em
viii
نN En
W We و
H Ha ه
ء, Apostrof
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam Bahasa Arab, seperti vokal Bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab Tanda Vokal Latin
Keterangan
A fatẖah
I Kasrah
U ḏammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
ix
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal Latin Keterangan
ي Ai a dan i
و Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam Bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal Latin Keterangan
ــ ا Â a dengan topi di atas
Î i dengan topi di atas ــي
Û u dengan topi di atas ـــو
4. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ال, dialih aksarakan menjadi huruf/l/, baik di ikuti huruf
syamsiyyah maupun huruf qomariyyah. Contoh: al- rijâl bukan ar- rijâl, al-
dîwân bukan ad-dîwân.
x
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda , dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan
tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah.
6. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihkan menjadi huruf
/h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah
tersebut diikuti kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jikah huruf ta
marbûṯah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialih
aksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
ṯarîqah طريقة 1
2 الجامعة االءسالمية
al-jâmi’ah al-islâmiyyah
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan
xi
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD) Bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting
diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
kata sandangnya. (Contoh: al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak
miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu
ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya.
Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia nusantara sendiri, tidak diarahkan dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari Bahasa Arab. Misalnya ditulis Nuruddin
al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf
(ẖarf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam Bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
ت اذ س ب اال Dzahaba al-ustâdzu ذ ه
xii
ر Tsabata al- ajru ثـ ب ت اال ج
رية ة ال ع ص ر ك Al-ẖarakah al-‘asriyyah ا ل ح
د أ ن ال اله اال الله ه Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أ ش
ن ا م لك ال صالح Maulâna Malik al- Sâliẖ م و ال
ثركم الله Yuatstsrukum Allâh يـؤ
ظ اهر ال ع ق لية Al-maẕâhir al-‘Aqliyyah ا ل م
نية و ي ات ال ك Al-âyât al- kauniyyah ا ال
ظو ر اتا لضرو ر ة تبي ح ح ال م Al-ḏarûrat tubîẖu al-mahẕûrât
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................v
DAFTAR ISI ......................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ..........................5
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................5
D. Kajian Pustaka .............................................................................6
E. Metode Penelitian .........................................................................7
F. Sistematika Penulisan .................................................................8
BAB II MENGENAL IBN JARÎR AL-TABARÎ DAN TAFSIRNYA ....10
A. Biografi dan Perjalanan Intelektual Ibn Jarîr al-Tabarî ................10
B. Sekilas tentang Tafsîr al-Tabarî ...................................................12
C. Latar Belakang Penulisan Tafsîr al-Tabarî...................................13
D. Metode dan Corak Tafsîr al-Tabarî ..............................................14
E. Sistematika Penulisan Tafsîr al-Tabarî.........................................15
BAB III PENGERTIAN LAKNAT..............................................................17
A. Pengertian Laknat dan Perbedaannya dengan ‘Adzâb, dan
Musîbah) .......................................................................................17
B. Sebab Diturunkannya Laknat .......................................................21
C. Kepada Siapa Laknat Diturunkan .................................................22
D. Cara Menjauhkan Diri dari Laknat Allah .....................................28
xiv
BAB IV PENAFSIRAN IBN JARÎR AL-TABARÎ TERHADAP.............
AYAT AYAT LAKNAT.................................................................31
A. Identifikasi Ayat tentang Laknat ..................................................31
B. Penafsiran Ayat Ayat Laknat dalam Tafsîr al-Tabarî ..................38
C. Analisis terhadap Penafsiran Ibn Jarîr al-Tabarî tentang Laknat .72
BAB V PENUTUP ........................................................................................77
A. Kesimpulan ...................................................................................77
B. Saran-Saran ..................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah memberikan nikmat kepada setiap hamba-Nya, terkadang
nikmat itu bisa berupa kebahagiaan dan kesenangan dalam hidup manusia
itu sendiri, Sehingga mereka dapat mensyukurinya. Sebab, ketika Allah
menggambarkan nikmat yang dilimpahkan kepada hamba-Nya, Allah
selalu menyebutkan sebagai kesenangan (QS. Ali Imrân{3};14), berkah
(QS. al-A’râf{7};96), dan karunia (QS. al Taubah{9};76). Namun, ada
suatu kondisi di mana nikmat bisa berubah menjadi laknat dan karunia
yang diberikan merupakan murka Allah SWT. Inilah yang disebut sebagai
istidrâj. Istidrâj adalah pemberian Allah kepada orang yang sering
melakukan maksiat kepada-Nya. Semakin mereka melupakan Allah, Allah
tetap akan menambahkan kesenangan bagi mereka. Akibatnya, semakin
terjerumus dan Allah akan menjatuhkan siksa yang sangat pedih. Banyak
sekali kata laknat dalam al Qur’ân, dan sebenarnya ayat ayat laknat di
dalam al Qur’ân ditunjukan untuk siapa saja, nanti akan dikaji lebih dalam
lagi.
Rasulullah SAW mengingatkan,
ف1 إس ت ن ت فس إ و مإ ف إن فمإ فيوحنفب، ف يهن تيإ فعإلإىفمإعإ صن ، فسل نإ فمن إ فسللهإفي وعتطنيفسلتعإبت إأإيتتإ إنذإسف
“Jika kamu melihat Allah memberikan kemewahan dunia kepada
seseorang yang suka melanggar perintah-Nya maka itu adalah istidraaj”. (HR Ahmad).
1 Abû ‘Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbâl bin Hilâl bin Asâd al Syaibânî,
Musnad Imâm Ahmad bin Hanbâl (Bairut:Dar al-Kotob al-Ilmiyah,1971), h 745
2
Ada beberapa golongan yang berpotensial ditimpa istidrâj di
antaranya adalah orang-orang yang diberi nikmat kekuasaan, lalu ia
menjadi sombong dan sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Maka, Allah
memperpanjang masa kekuasaannya sehingga ia semakin terjerumus
dalam kesombongan dan kesewenang-wenangan tersebut. Seperti sosok
Fir’aun yang ketika Allah memberi kekuasaan, Fir’aun sering bertindak
semena-mena. Lalu, Allah tambahkan kekuasaannya, dan Fir’aun semakin
takabbur hingga mengaku dirinya sebagai Tuhan.2 Dan Allah akhirnya
menjatuhkan ‘adzâb yang sangat pedih dengan menenggelamkan Fir’aun
di Laut Merah.
Sejak tahun 2017, nyaris berbagai ujian dan cobaan melanda negeri
Indonesia, mulai dari kejadian longsor di Ponorogo, banjir, dan Kawah
Sileri Dieng meletus di Jawa Tengah. Semuanya adalah musîbah yang
harus disikapi dengan sabar, tabah, dan lapang dada. Apabila terjadi
musîbah, itu peringatan dari Allah untuk kita kembali kepada Allah.
Dalam al Qur’ân ada beberapa terminologi seperti musîbah,
‘adzâb, dan laknat. Kategori ‘adzâb sebagian besar ditimpahkan kepada
orang kafir. Seperti banjir Nabi Nuh, yang selamat hanya orang orang
beriman yang mengikuti ajaran Nabi Nuh. Kaum Nabi Lut hancur tetapi
orang orang yang saleh selamat. Pasukan raja Abrahah dan pasukan
gajahnya yang dikalahkan oleh burung Ababil dengan batu sijjil ini ada
dalam al Qur’ân surah Al Fîl. Klau musîbah, itu lebih bersifat ujian untuk
2 Dapertemen Agama RI, Al Qur’ân dan Terjemah, Surah An Nazi’at:24 (Jakarta:
DEPAG RI.,1997)
3
menguji ketebalan iman kita. Tapi, itu tingkatannya lebih massif (tidak
memilih agama, warna kulit, jenis kelamin apapun).3
Dalam bahasa Arab la’ana bermakna “terhina karena dikutuk,
kalimat ini digunakan ketika pada zaman pemerintahan jâhiliyyah, seperti
ucapan Raja; kamu terhina karena dikutuk, yang bermakna kamu terkutuk
karena terhina oleh raja. Sedangkan kata al-la’nu yaitu jauh dan tersingkir
dari kebaikan”, atau “tersingkir dan jauh dari Allah”. Sedangkan laknat
dari manusia yaitu mendoakan.4
Kata laknat berasal dari kata al-la’n artinya “mengusir dan
menjauhkan sesuatu atau seorang akibat perbuatan yang menimbulkan
kemarahan”. Orang yang mendapat laknat Allah berarti ia dijauhkan dari
rahmat-Nya disertai dengan murka Allah di dunia dan hukuman neraka di
akhirat kelak.5
Dalam al Qur’ân kata ‘laknat’ diulang dalam berbagai bentuk
sebanyak 40 kali yang tersebar di beberapa surah dalam berbagai kasus
yang melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya.6 Kata ‘laknat’ sendiri
dalam bahasan al Qur’ân secara garis besar hampir sama dengan musibah,
‘adzâb, nikmat dan bala’. Para mufasir pun berbeda-beda dalam
menafsirkannya. Namun, jika dikaitkan dengan fenomena alam atau
kejadian-kejadian yang menimpa manusia secara umum, kepastian tentang
laknat atau nikmat masih belum dapat dipastikan. Yakni, suatu musîbah,
3 http:/www.republika.co.id/berita/ensiklopedi-islam/hikmah/10/07/10/124132-
waspadalaknat-tersamar-di-balik-nikmat 4 Ibnu Manzûr, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dar Sadir, tt), Juz 4, h. 504 5 Depertemen Agama RI, al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan),
(Jakarta:Dapertemen Agama RI, 2004), h 218. 6 Mengenal jumlah dapat di lihat Fathurrahman, (Surabaya: Maktabah: Dahlan, ttp), h.
398-399
4
atau kenikmatan yang dirasakan oleh seseorang atau suatu kaum apakah
dapat dikategorikan sebagai laknat atau bukan. Di sisi lain, apakah laknat
dapat terjadi di dunia ini atau hanya di akhirat. Lalu siapakah orang-orang
yang tergolong dalam laknat Tuhan dan kenapa laknat itu menimpa
mereka. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendasari penulis untuk
membahas laknat dalam persepekti Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Ay Al
Qur’ân karya Ibn Jarîr al-Tabarî.
Pemilihan Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Ay Al Qur’ân karya Ibn
Jarîr al-Tabarî karena Tafsîr ini merupakan Tafsîr bi al-ma’tsur yang
sempurna, yakni penulisnya melakukan tarjih terhadap riwayat maupun
pendapat yang dikutip’ melakukan pengambilan (istinbath) hukum;
membahas masalah qira’at, dan terkadang penulisnya mengutip syair-syair
Arab untuk memperjelas makna yang tertuang dalam ayat al Qur’ân.7
Selain itu, Ibn Jarîr al-Tabarî mempunyai keistimewaan tersendiri berupa
istinbath hukum yang hebat, pemberian isyarat terhadap kata-kata yang
samar i’rabnya. Dengan itulah, antara lain tafsîr tersebut berada di atas
lainnya. Sehingga Ibnu Katsîr pun banyak menukil darinya.8
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Untuk memperjelas dan menghindari pembahasan yang tidak
mengarah pada maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, penulis akan
7 Faizah Ali Syibrimalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern,
(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) h 12 8 Manna al Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al Qur’ân (Jakarta: pustaka al kautsar,2005) h
478.
5
membatasi permasalahan dengan menitikberatkan kepada penafsiran
Ibn Jarîr al-Tabarî terhadap ayat-ayat yang membahas masalah laknat.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan
permasalahannya pada : “Bagaimana Penafsiran Ibn Jarîr al-Tabarî
tentang ayat-ayat laknat dalam al Qur’ân?”
C. Tujuan Penelitian
Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang pasti ada maksud dan
tujuannya, segitupun dengan penulisan skripsi ini yang mempunyai tujuan-
tujuan tertentu, antara lain:
1. Sebagai kontribusi ilmiah terhadap khazanah kepustakaan Islam,
terutama dalam bidang tafsîr.
2. Untuk mengetahui penafsiran Ibn Jarîr al-Tabarî terhadap ayat ayat
laknat dalam al Qur’ân
3. Untuk memenuhi kewajiban dalam memenuhi tugas akademik yang
merupakan syarat dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka
menyelesaikan studi tingkat Sarjana Program Strata Satu (S1) di
Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah, pada Fakultas
Ushuluddin (FU), Jurusan Ilmu al Qur’ân dan Tafsîr dengan
mendapatkan gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi
ini dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah
dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan
6
menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat metodologi yang sama,
sehingga diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah
ada.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penulis menemukan ada
satu karya yang membahas permasalahan ini, yaitu skripsi oleh Mahfuz
yang berjudul “Takhrij Hadis tentang Laknat Allah Bagi Pelaku Suap
Menyuap”, tahun 2007. Skripsi ini membahas pada kajian hadis-hadis
yang berkenaan dengan laknat Allah bagi pelaku suap menyuap.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penulis menemukan ada
satu karya yang membahas permasalahan ini, yaitu skripsi oleh Ismail
Amir yang berjudul “ Laknat dalam pandangan al Qur’ân (analisis ayat
ayat laknat dalam Tafsîr al Marâghî)”, tahun 2011. Skripsi ini membahas
ayat ayat laknat yang ditinjau dari Tafsîr al Marâghî. Perbedaan skripsi ini
YYdengan dengan skripsi yang sebelum nya adalah, bahwa skripsi
sebelumnya mengunakan analisis Tafsîr al Marâghî sedangkan skripsi ini
mengunakan Tafsir al Jāmi’ ‘An Ta’wīl Ay al-Qur’ān karya Ibn Jarīr al
Tabarī.
Penulis juga menemukan ada salah satu jurnal yang membahas
tentang laknat yang ditulis oleh Muhammad Tho’in yang berjudul
“Larangan Riba dalam Teks dan Konteks (Studi atas Hadis Riwayat
Muslîm tentang Pelaknatan Riba)”. Jurnal ini hanya menjelaskan tentang
hadis hadis riwayat Muslîm yang berkaitan tentang pelaknatan riba lalu
dikaitan dengan konteks yang ada.
7
Penulis juga menemukan ada salah satu jurnal lainnya yang ditulis
oleh Anwar Hafidzi dan Binti Musyarrofah yang berjudul “Penolakan
Nasab Anak Li’an dan Dhihar dengan Ta’liq (Analisis Komparatif Naskah
Kitab Fiqh al-Islam wa adillatuhu dengan al Mughni). Jurnal ini hanya
menjelaskan tentang penolakan nasab anak li’an dan dhihar dengan ta’liq
yang di tinjau dari segi komperatif dari Kitab Fiqh al-Islam wa adillatuhu
dengan al Mughni.
Penulis juga menemukan ada salah satu jurnal lainnya yang ditulis
oleh Endah Mayangsari yang berjudul "Hubungan Keperdataan Anak
Luar Nikah Akibat Perceraian Li’an Menurut Kompilasi Hukum Islam dan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak”.
Jurnal ini hanya menjelaskan tentang hubungan keperdataan anak luar
nikah akibat perceraian li’an dilihat dari kompilasi hukum Islam dan
undang-undang tentang perlindungan anak nomer 35 tahun 2014.
Penulis juga menemukan ada salah satu jurnal lainnya yang ditulis
oleh Zaisika Khairunnisak yang berjudul “Perceraian karena Li’an dan
Akibat Hukum dalam Persepektif Fiqih Islam dan Kompilasi Hukum
Islam”. Jurnal ini hanya menjelaskan tentang perceraian karena li’an dan
efek hukumnya diliat dari persepektif fiqih Islam dan kompilasi hukum
Islam.
Penulis juga menemukan ada salah satu jurnal lainnya yang ditulis
oleh Suryani yang berjudul “Li’an dalam Persepektif Yuridis, Psikologis,
Sosiologis dan Ekonomis. Jurnal ini hanya membahas li’an ditinjau dari
segi yuridis, psikologis, sosiologis, dan ekonomis.
8
Penulis juga menemukan ada salah satu skripsi lainnya yang ditulis
oleh Afton Muzzaqi yang berjudul “Analisis Pendapat Imam Abu Hanifah
tentang Akibat Li’an terhadap Perkawinan dalam Kitab Bada’i al Shana’i
karya Alauddin Abi Bakri Bin Mas’ud al Kasani”. Skripsi ini hanya
menjelaskan tentang akibat li’an terhadap perkawinan menurut pendapat
Imam Abu Hanifa yang terdapat di daalam kitab Bada’i al Shana’i karya
Alauddin Abi Bakri Bin Mas’ud al Kasani
Penulis juga menemukan ada salah satu skripsi lainnya yang ditulis
oleh Camila Rizky Ramadhani yang berjudul “Perceraian Li’an dalam
Persepektif Hukum Islam”. Skripsi ini hanya menjelaskan tentang
perceraian li’an ditinjau dari hukum Islam.
Penulis juga menemukan ada salah satu skripsi lainnya yang ditulis
oleh Muhammad Romdhon yang berjudul Analisis Pendapat Imam Syafi’i
tentang Perceraian Akibat Li’an. Skripsi ini hanya menjelaskan tentang
perceraian akibat li’an menurut pendapat Imam Syafi’i.
Penulis juga menemukan ada salah satu skripsi lainnya yang ditulis
oleh Ziamul Umam yang berjudul “Status Hukum Isteri Pasca Li’an (Studi
Komparasi Fiqih Mazhab Abu Hanifah Dengan Hukum Positif)”. Skripsi
ini hanya membahas pemikiran yang kontradiktif pada fiqih mazhab Abu
Hanifa dengan Hukum Positif tentang Status Hukum Isteri Pasca Li’an.
Dari tinjauan diatas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan
skripsi ini berbeda dengan karya di atas. Dikarnakan jurnal di skripsi
sebelumnya hanya membahas tentang hadis hadis pelaknatan riba dan suap
menyuap, dan ada juga skripsi yang membahas laknat menurut Tafsîr al
9
Marâghî sedangkan skripsi ini mengunakan Tafsir al Jāmi’ ‘An Ta’wīl Ay
al-Qur’ān karya Ibn Jarīr al Tabarī dan adapula yang membahas tentang
Perceraian Li’an menurut beberapa Tokoh, jurnal dan skripsi tersebut lebih
memfokuskan pada hukum.
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini ada tiga aspek metode penelitian, yaitu:
1. Pengumpulan Data
Adapun metode penulis gunakan yaitu metode (library research)
yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai literatury yang relevan
dengan pokok masalah Laknat yang penulis jadikan sebagai sumber
penulisan, yang kemudian diindentifikasi secara sistematis dan analisis
dengan berbagai sumber primer dan sekunder. Sedangkan data-data
yang diperlukan itu berasal dari sumber utama. Dalam hal ini yang
menjadi sumber utama adalah kitab Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil
Ay Al Qur’ân karya Ibn Jarîr al-Tabarî
2. Metode Pembahasan
Dalam hal ini, penulis menggunakan metode “maudhu’i”
(tematik), yaitu dengan cara membahas bentuk bentuk
pengungkapannya dalam al Qur’ân yang berkaitan dengan laknat.
Menurut al Farmawi metode “maudhu’i” (tematik) adalah
menghimpun atau mengumpulkan ayat-ayat al Qur’ân yang
mempunyai tujuan satu dalam surah al Qur’ân yang sama membahas
topik atau judul tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin dengan
masa turunnya, selaras dengan masa turunnya, kemudian
10
memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan penjelasan dan
berhubungannya dengan ayat lain kemudian menistinbathkan hukum
hukum.9 Langkah-langkah metode “maudhu’i” (tematik), sebagai
berikut:
1. Menetapkan atau memilih tema yang akan dikaji secara
maudhu’i.
2. Melacak dan mengumpulkan ayat-ayat al Qur’ân yang
berkaitan dengan tema tersebut.
3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis
masa turunnya, disertai pengetahuan tentang sebab-sebab
turunnya.
4. Menjelaskan munasabah atau kolerasi ayat-ayat tersebut di
dalam masing-masing surahnya.
5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas,
sistematis, sempurna dan utuh.
6. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadis hadis Nabi, bila
dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin
sempurna dan gamblang.10
Kemudian menghubungkan dengan beraneka ragam masalah yang
terdapat dalam ayat tersebut kedalam suatu tema. Serta
mengungkapkan kesimpulan dari seluruh bahasan sebelumnya dan
sekaligus membahas pokok permasalahan yang dikemukakan di atas.
9 Abdul Hayy al Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar Terj. Surya A.
Samran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h 36, Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan
Al Qur’an, (Jakarta: Mizan, 1992), Cet ke-1, hal 115. 10 Abdul Hayy al Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar Terj. Surya A.
Samran, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h 45-46
11
3. Metode Penulisan
Secara teknis penulisan skripsi ini sesuai dengan Surat Keputusan
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nomor 507 tahun 2017 tentang
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sitematika Penulisan
Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari
beberapa sub-sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam
penyusunan serta mempelajarinya, dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi: latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah , kajian pustaka dan
tujuan penelitian, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika
penulisan. Bab ini berusaha memberikan gambaran singkat tentang
masalah yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
Bab kedua membahas tentang penulis Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an
Ta’wil Ay Al Qur’ân yang meliputi: Biografi dan Perjalanan
Intelektual Ibn Jarîr al-Tabarî, Sekilas Tentang Tafsîr al-Tabarî, Latar
Belakang Penulisan Tafsîr al-Tabarî, Metode dan Corak Tafsîr al-
Tabarî, dan Sistematika Penulisan Tafsîr al-Tabarî.
Bab ketiga membahas tentang laknat menurut al Qu’ân yang
meliputi: pengertian laknat, Sebab Diturunkannya Laknat dan Bentuk-
12
bentuk Laknat, kepada siapa laknat diturunkan dan cara menjauhkan
diri dari laknat Allah.
Bab keempat merupakan ini pembahasan mengenai laknat dalam
Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Ay Al Qur’ân yang meliputi:
indentifikasi ayat tentang laknat, penasiran ayat-ayat laknat dalam
Tafsîr Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Ay Al Qur’ân, kemudian dilanjutkan
dengan analisa penafsiran.
Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri dari
kesimpulan yang didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan
yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, juga memuat saran-
saran yang diperlukan.
13
BAB II
MENGENAL IBN JARÎR AL-TABARÎ DAN TAFSIRNYA
A. Biografi dan Perjalanan Intelektual Ibn Jarîr al-Tabarî
Ibn Jarîr al-Tabarî terkenal sebagai imam, mujtahid, sejarawan, ahli
fiqih, dan mufasir. Nama aslinya adalah Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr
bin Yazîd bin Katsîr bin Ghâlib al-Tabarî. Ia dilahirkan pada tahun 224
H/839 M di Amol, nama daerah di Thabaristan. al-Tabarî tumbuh dewasa
dalam keluarga yang mementingkan pendidikan dan di lingkungan yang
religius. Semasa hidupnya dihabiskan untuk mencari ilmu pengetahuan dan
mempelajari ilmu-ilmu agama. Beliau telah menghapal al Qur’ân ketika
berusia 7 tahun, pernah menjadi imam shalat ketika berusia 8 tahun, dan
mulai menulis hadis ketika umurnya belum genap 9 tahun.1
Dia banyak dikenal orang sebagai salah satu ulama yang besar
adalah disebabkan keluasan ilmu dan keistimewaannya dan dari
keilmuaanya adalah beliau telah menulis hadits dan tafsir yang keduanya
menjadi bahan rujukan bagi para ulama, mufassir dan manusia dari zaman
ke zaman.2
Setelah Ibn Jarîr al-Tabarî menginjak usia 12 tahun, ia sangat
gandrung mencari ilmu. Kemudian ia berpindah-pindah dengan tanpa
tujuan yang jelas dan melakukan perjalanan ke berbagai negara dan
1 Faizah Ali Syibromalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern,
(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) h 1 2 Ismail Ubaidillah “Kata Serapan Bahasa Asing dal al Qur’andalam pemikiran at tabari”
Jurnal at Ta’dib, Vol. 8, No. 1, Juni 2013, h 122
14
kawasan semata-mata untuk mencari ilmu.3 Ia banyak belajar ke beberapa
daerah dan berguru ke beberapa ulama yang ahli di bidangnya masing-
masing. Perjalanan pertamanya adalah ke Ray, sebuah kota yang terletak di
Tehran, Iran. Di kota ini, beliau belajar hadis kepada salah satu guru
utamanya yaitu Muhammad bin Humaid al Râzî ketika ia berusia 17 tahun.
Selain itu, Ibn Humaid juga mengajarkan tentang sejarah kehidupan Nabi
Muhammad SAW. (al-Sirah) karya Ibn Ishâq, sejarah pra-Islam dan Islam
awal. Kemudian al-Tabarî pergi ke Baghdad pada 241 H untuk belajar fikih
kepada Imâm Ahmad bin Hanbâl, namun sayang Imâm Ahmad bin Hanbâl
terlebih dulu wafat beberapa saat sebelum al-Tabarî samapi di kota itu.4
Pada tahun 242 H, al-Tabarî melanjutkan perjalanan intelektualnya
ke Bashrah. Di kota ini, Ia belajar hadis kepada Muhammad bin al-Ma’alli
dan Muhammad bin Basyar. Kemudian beliau pergi ke Kufah dan berguru
kepada Hanna bin al-Sary dan Abû Kuraib Muhammad bin al-‘Ala’ al-
Hamdânî. Setelah itu, beliau pergi ke Baghdad dan tinggal di sini untuk
beberapa lama sebagai tahap pertama petualangan intelektualnya.5
Tahap kedua petualangan intelektualnya di mulai pada tahun 245 H.
Beliau pergi ke Syam (Syiria) untuk belajar ilmu Qira’at kepada al-‘Abbâs
bin al-Wâlid al-Bairunî dengan qira’at syamiyyin (qira’at yang diriwayatkan
oleh orang-orang Syam). Selanjutnya, Ia meneruskan perjalanannya ke
Mesir untuk belajar fikih kepada sahabat Imâm as Syâfi’i, yaitu al-Muzanî
(w. 268 H), dan belajar fikih Mâliki kepada Muhammad bin Abd Allah bin
3 Ali Hasan al-Aridl, Sejarah dan Metodelogi Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1994) h 28 4 Faizah Ali Syibromalisi, Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik -Modern, h 1-2 5 Faizah Ali Syibromalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik -Modern, h 2
15
Al Hakam dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah. Pada tahun 290 H
(291 H), al-Tabarî kembali ke Thabaristan dan bermukin sejenak hingga
beliau pergi ke Baghdad dan tinggal di sana sampai akhir khayatnya pada
tahun 310 H. Beliau kemudian dimakamkan di dalam rumahnya dan tetap
tidak di pindahkan hingga sekarang.6
B. Sekilas tentang Tafsîr al-Tabarî
Jika karya-karya al-Tabarî dalam berbagai bidang keilmuan banyak
yang hilang, dan ini termasuk hilangnya warisan pusaka Arab dan Islam
maka merupakan karunia Allah SWT bahwa Allah masih menyelamatkan
kitab yang paling agung dalam tafsir yaitu “Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Ay
Al Qur’ân”, sebuah karya monumental yang sangat spesifik dan pantas
mendudukannya pada posisi paling tinggi di antara karya-karya tafsîr
sepanjang masa. 7
Al-Tabarî telah merasakan sejak lembaran-lembaran awal penulisan
bahwa ia sedang membuat sebuah karya yang diharapkan lebih sempurna
dari yang pernah di tulis oleh para pendahulunya. Dalam hal itu ia
mengatakan, “Ketika saya mencoba menjelaskan tafsîr Al Qur’ân dan
menerangkan makna-maknanya yang insya Allah akan menjadi sebuah
kitab yang mencakup semua hal yang perlu diketahui oleh manusia,
melebihi seluruh kitab lain yang telah ada sebelumnya. Saya berusaha
menyebutkan dalil-dalil yang telah disepakati oleh umat dan yang
diperselisihkannya, menjelaskan alasan setiap mazhab yang ada dan
6 Faizah Ali Syibromalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik -Modern, h 2-3 7 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 1,h 40
16
menerangkan alasan yang benar menurut saya dalam permasalahan terkait
secara singkat.8
Tafsîr al-Tabarî adalah kitab tafsîr paling tua yang sampai kepada
kita secara lengkap. Sementara Tafsîr tafsîr yang mungkin pernah ditulis
orang sebelumnya tidak ada yang sampai kepada kita kecuali hanya sedikit
sekali. Itupun terselip di celah-celah kitab al-Tabarî tersebut.9
Barangkali dapat dikatakan bahwa Tafsîr al-Tabarî adalah
penggabungan antara dua sisi tersebut secara seimbang dan sempurna. Di
dalamnya terdapat sejumlah riwayat hadis yang melebihi riwayat hadis yang
ada dalam kitab kitab Tafsîr bil ma’tsur yang ada pada masanya. Kemudian
lebih dari itu di dalamnya terdapat teori ilmiah yang dibangun atas dasar
perbandingan dan penyaringan antar pendapat. Itu semua dilakukan dengan
mengkaji ‘illah, secab-sebab dan qarinah (sisi indikasi dalil). Hal itu tampak
pada al-Tabarî sebelum menjadi ciri utama yang kemudian dikenal dengan
istilah Tafsîr bir ra’yi (Tafsîr dengan nalar).10
C. Latar Belakang Penulisan Tafsîr al-Tabarî
Nama lengkap kitab Tafsîr al-Tabarî adalah Jâmi’ al Bayân ‘an Ta’wil Ay
Al Qur’ân, nama tersebut dapat ditemui pada naskah-naskah yang telah
8 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 1,h 40 9 Manna Khalil al Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu al Qur’ân, (Bogor: Pustaka Litera Antara
Nusa,2012), cet ke 15, h. 502 10 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 1,h 43
17
diterbitkan. Sementara dalam kitab tarikh karangannya sendiri nama yang
tertera adalah Jâmi’ al Bayân Ay Al Qur’ân.11
Kitab tafsir ini disusun oleh Imam al-Tabarî sebelum menulis kitab
tarikhnya pada penghujung abad ketiga. Menurut pendapat Abu bakr al-
Kamil, “al-Tabarî telah membacakan tafsirnya kepada para muridnya
pada tahun 270 H”, sementara itu Abu Bakr Ibn Balwaih mengatakan
bahwa “al-Tabarî telah membacakan tafsirnya pada tahun 283 H sampai
dengan tahun 290 H”.12
Beberapa keterangan menyebutkan latar belakang penulisan Jâmi’
al Bayân ‘an Ta’wil Ay Al Qur’ân adalah karena keprihatinan al-Tabarî
terhadap umat Islam dalam memahami Al Qur’ân. Mereka bisa membaca
Al Qur’ân tanpa mengetahui makna sesungguhnya. Karena itulah, al-Tabarî
menunjukkan berbagai kelebihan Al Qur’ân dengan mengungkap berbagai
makna hingga kelebihan susunan bahasanya seperti nahwu, balaghah, dan
lain sebagainya. Bahkan jika dilihat dari namanya, kitab ini merupakan
kumpulan keterangan (Jâmi’ al Bayân) pengetahuan yang cukup luas
meliputi berbagai disiplin keilmuan seperti qira’at, fiqih, dan aqidah.13
Imâm as Suyûtî, seorang mufasir menyatakan seperti berikut: “Kitab
Ibn Jarîr adalah kitab tafsîr paling agung (yang sampai kepada kita). Di
dalamnya beliau mengemukakan berbagai macam pendapat dan
11 Harun Nasution, al-Tabarî, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta:Depag RI, 1993)
h. 1235 12 al Baghdadi, Tarikh al Baghdad, (Madinah: al Maktabah as Salafiyah ,t.t.) Jilid 2, h. 162 13 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al Qur’an, (Yogyakarta: Insan Madani, 2007),
h. 68
18
mempertimbangkan mana yang lebih kuat, serta membahas i’rab dan
istinbat. Karena itulah ia melebihi tafsîr tafsîr karya para pendahulu.14
D. Metode dan Corak Tafsîr al-Tabarî
Metode tafsir yang digunakan oleh al-Tabarî adalah metode tahlîlî15,
yaitu suatu metode menafsirkan ayat-ayat Al Qur’ân dengan memaparkan
segala aspek yang terkandung di dalamnya yang urutannya disesuaikan
dengan tertib surah yang ada dalam Mushaf Utsman. Metode tafsîr ini
menjelaskan pula kosakata (susunan kalimat), munasabah (korelasi) antar
ayat maupun antarsurah, menjelaskan asbâb al nuzûl, dan mengutip dalil-
dalil dari Nabi SAW, sabahat, dan tabi’in. Metode tahlîlî ini merupakan
metode tafsîr yang menganalisis ayat al Qur’ân dari berbagai bidang
keilmuan.16
Metode penafsiran yang digunakan oleh seorang mufassir dengan
mufassir lainnya dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’ân mengalami
perbedaan. Adapun metode yang digunakan oleh Ibn Jarîr al-Tabarî dalam
menafsirkan ayat-ayat al Qur’ân adalah:
1. Kecenderungan terhadap Tafsir bil Ma’tsur
Ibn Jarîr al-Tabarî bila hendak menafsirkan suatu ayat al
Qur’ân beliau berkata: “Pendapat mengenai takwil (tafsir)
firman Allah ini adalah begini dan begitu”. Kemudian beliau
14 Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodelogi tafsir “Kajian Komprehensif Metode Para Ahli
Tafsir”, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2006), h. 67 15 Metode tahlili adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat -ayat al
Qur’an dari seluruh aspeknya, segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufasir, tahlili
diuraikan, bermula dari kosakata, asbab an nuzul, munasabah, dan lain lain yang berkaitan dengan
teks atau kandungan ayat. Lihat M Fatih Surya Dilaga,dkk, metodelogi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta:
Titian Illahi, 1996), h. 41-42 16 Faizah Ali Syibromalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik -Modern, h 6-7
19
menafsirkan ayat tersebut dengan mendasarkan pada pendapat
para sahabat dan tabi’in yang diriwayatkan dengan sanad yang
lengkap, yakni tafsir bil ma’tsur berasal dari mereka. Ibn Jarîr
al-Tabarî banyak meriwayatkan hadis dari para ulama Tubristan.
Mayoritas ulama menilai Tafsîr al-Tabarî sebagai tafsir bil
ma’tsur, dengan pengertian bahwa corak tafsir ini adalah yang
titik tolak serta garis besar uraiannya berdasarkan riwayat-
riwayat.17
2. Menjauhi Penafsiran bil Ra’yi
Maksud penafsiran bil ra’yi di sini menurut al-Tabarî ialah: “Membawa penafsiran kepada pendapat seseorang menurut kepentingan hawa nafsu, politik, partai, primordial, dan
golongan serta lainnya yang jauh dari maksud al Qur’ân al Karîm”.18
3. Ketelitian dan Selektifitas dalam Menulis Sanad
Ibn Jarîr al-Tabarî seorang yang terpecaya serta teliti dalam
menyebutkan sanad dan mencantumkan nama perawi, karena
beliau banyak bergaul dengan para ulama disamping juga ahli
hadis. Terkadang ia mengkritik sanad, maka ia me-ta’dil-kan
beberapa perawi dan men-tarjih-kan perawi lain yang memiliki
cacat dan menolak riwayat yang tidak dijamin keshahihannya.19
Apabila beliau menerima suatu riwayat bersama orang lain
dengan jalan mendengarnya sendiri, baliau menyatakan kalimat
17 Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al Qur’ân, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka
Litera AntarNusa,1996),Cet ke-3, h. 502 18 Ahmad Muhammad Al Hufi, al-Tabarî, (Kaira: al Majlis al A’la Lisyuni al Islamiyah,
1970), h. 109 19 Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al Qur’ân, terj. Mudzakir AS, h. 502
20
sedang bila beliau sendiri yang mendengarnya ,(حدثنا)
digambarkan dengan kalimat (حدثني), apabila beliau lupa nama
seseorang, maka beliau menyatakan hal tersebut sambil
mengemukakan yang dimaksudnya.
4. Penafsiran melalui pendekatan bahasa
Imam al-Tabarî telah cukup piawai dalam memahami ayat-
ayat al Qur’ân lewat bahasa dan berbagai macam gayanya,
sehingga diperlukan kesungguhan dan ketelitian ekstra untuk
memahami kandungannya. Dalam hal ini Mahmusd Syakir
berkomentar:
“Banyaknya pasal-pasal dalam tafsir al-Tabarî menyulitkan saya untuk memahami kitab ini. Untuk memahami maknanya saya haru membaca dua sampai tiga kali. Hal ini terjadi sebab
metode penulisan saya berbeda dengan metode yang digunakan al-Tabarî. Akan tetapi, tanda baca dalam kitab itu sedikit
menolong memperjelas setiap ungkapan-ungkapannya”.20 5. Menggunakan Data-data yang Ada pada Syair-syair Kuno.
Salah satu metode penafsiran al-Tabarî ialah menggunakan
syair-syair Arab kuno sebagai penunjang dalam memahami
ayat-ayat al Qur’ân didukung pula oleh syair. Terkadang ketika
ditanya tentang makna al Qur’ân beliau berkata: “Maksudnya
begini, bukankah kalian telah mendengar bahwa syair berkata
demikian”. Beliau juga berkata “Bila dalam al Qur’ân terdapat
sesuatu yang sulit dimengerti maknanya, carilah keterangannya
20 Abd al Mu’in al Namr, Ilm al Tafsir Kaif Nasya’a aw Tatawwara Ila Ashrina al hadis,
(Beirut:Dar al Kitab al Libanon,1985), h. 110
21
dari syair-syair kuno, karena syair-syair itu adalah sastra Arab
kuno”.21
6. Pencantuman Beberapa Perbedaaan bacaan (Qira’at)
Al-Tabarî mempunyai pengetahuan luas tentang qira’ah al
Qur’ân. Ia menulis sebuah kitab mengenai qira’ah yang terdiri
dari 18 jilid, di dalamnya tercakup semua macam qira’ah yang
ada dan disajikan secara selektif serta kritis.22 Dalam
menafsirkan ayat-ayat al Qur’ân, al-Tabarî sering kali
mencantumkan beberapa perbedaan qira’ah dan memilih mana
yang menurutnya paling benar.
7. Mendebat Pendapat para ahli fiqh dan pendiskusian masalah
kalam
Karena al-Tabarî seorang ahli fiqh, maka tak segan baliau
mendebat pendapat beberapa ahli fiqh dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan fiqh, misalnya mengenai persoalan
apakah daging kuda, bagal, dan kedelai boleh dimakan (An-Nahl
{16}:8). Dan dalam masalah kalam ia umpamanya menentang
aliran Qadariyah dan Mu’tazillah.23
8. Menggunakan Kata “Takwil” dalam pengertian “Tafsir”
sebagaimana umumnya para mufassir lain menggunakannya.
21 Abd al Mu’in al Namr, Ilm al Tafsir Kaif Nasya’a aw Tatawwara Ila Ashrina al hadis,
h. 110 22 Abd al Mu’in al Namr, Ilm al Tafsir Kaif Nasya’a aw Tatawwara Ila Ashrina al hadis,
h. 110 23 Harun Nasution, al-Tabarî Ansiklopedi Islam Di Indonesia , (Jakarta:Depag RI, 1993)h.
1234
22
9. Meggunakan Metode Tahlili dalam Menafsirkan Ayat
Berdasarkan Susunan Mushafi.
10. Menggunakan Orientasi (ittijah) Gabungan yaitu
Menggabungkan antara Orientasi Penafsiran bil ma’tsur dan bil
ra’yi.24
Dengan orientasinya ini, al-Tabarî mencoba melakukan
terobosan baru atas tradisi penafsiran yang berlaku sebelumnya.
Ia mengecam orang-orang yang hanya berpegang pada
pemikiran bebas dan hanya mengandalkan pengertian-
pengertian bahasa dalam menafsirkan al Qur’ân, tetapi ia pun
menolak penafsiran al Qur’ân yang tidak diertai pertimbangan
kritis. Sikapnya itu dapat dilihat ketika ia menafsirkan al Qur’ân.
Dalam menafsirkan al Qur’ân, petama-tama ia menuturkan
makna-makna kata dalam terminologi bahasa Arab, menjelaskan
struktur linguistiknya, dan melengkapinya dengan penguat-
penguat (Syawahid), baik berupa syair maupun prosa. Kemudian
ia menuturkan riwayat-riwayat yang berkaitan dengan
penafsiran ayat, baik riwayat yang shahih atau yang tidak shahih.
Ia terkadang mengkritiknya tetapi terkadang pula
membiarkannya. Setelah itu ia menjelaskan penafsirannya
sendiri tanpa mengikatnya, kecuali bila penafsiran itu sudah
pasti benar.
24 Rosihan Anwar, Melacak Unsur-unsur Isra’iliyyat dalam Tafsir al-Tabarî dan Tafsir Ibn
Katsir, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 56
23
11. Memasukkan Riwayat-riwayat Isra’iliyyat dalam Kitab
Tafsirnya, Namun Disusul Pembahasan dan Kritikan.
Dalam usaha memberikan keterangan selengkapnya tentang
makna ayat, ia menerima riwayat-riwayat dari orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang telah memeluk agama Islam sperti Ka’ab al-
Akhbar, Wahhab Ibn Munabbih, ‘Abdullah Ibn Salam, dan Ibn
Juraiz, namun riwayat-riwayat itu ia susul dengan pembahasan dan
kritikan serta memilih mana yang lebih kuat dan lebih dikenal oleh
masyarakat Arab.
Tafsîr al-Tabarî tidak memiliki corak khusus dalam penafsiran,
karena al-Tabarî menafsirkan ayat-ayat al Qur’ân berdasarkan riwayat.
Meskipun seringkali beliau melakukan tarjih terhadap riwayat dan pendapat
yang ia kutip.25
Ibn Jarîr al-Tabarî menguasai berbagai disiplin ilmu termasuk di
dalamnya fiqih, sehingga tidak diherankan jika dalam menafsirkan ayat-
ayat hukum Ia selalu mengungkap pendapat Ulama yang punya keterkaitan
dengan masalah yang dimaksud, lalu mengemukakan pendapatnya. Ibn Jarîr
al-Tabarî dalam menyelesaikan persoalan fiqih, Ia menjelaskan semua
pendapat ulama tentang hal itu, kemudian dikemukakan pendapatnya
mengenai masalah tersebut.26
25 Faizah Ali Syibromalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik -Modern, h 11 26 M. Fatih Surya Dilaga,dkk, Metodelogi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2010), h. 41
24
Ada beberapa orang yang berpendapat bahwa Tafsîr al-Tabarî ini
menggunakan corak fiqih, karena istinbath hukum yang kuat dalam
tafsirnya, namun adapula yang mengatakan bahwa Tafsîr al-Tabarî ini tidak
memiliki corak khusus karna banyak pemamaran dari al-Tabarî ini sangat
lengkap dan mencakup semuanya.
E. Sistematika Penulisan Tafsîr al-Tabarî
Sedangkan sistematika penafsiran al-Tabarî adalah sebagai berikut:
1. Setelah pencantuman nama surah dan ayat al Qur’ân yang dibahas, al-
Tabarî menampilkan riwayat-riwayat dari Nabi SAW, sahabat, dan
tabi’in yang berkaitan dengan ayat al Qur’ân yang dibahas.
2. Beliau juga menjelaskan tentang sabâb al nuzûl dari ayat al Qur’ân yang
dibahas.
3. Setelah itu, beliau juga menjelaskan perbedaan Qira’at bila ayat al
Qur’ân yang dibahas mengandung perbedaan-perbedaan Qira’at.
4. Kemudian al-Tabarî menjelaskan ayat al Qur’ân. Apabila terdapat
perbedaan riwayat tentang makna kata dari suatu ayat al Qur’ân, beliau
menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu, kemudian beliau
melakukan tarjih (memilih riwayat/pendapat yang lebih atau paling
kuat) terhadap riwayat/pendapat yang baliau kutip.27
27 Faizah Ali Syibromalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik -Modern, h 17
25
BAB III
PENGERTIAN LAKNAT
A. Pengertian Laknat dan Perbedaannya dengan ‘Adzâb, dan Musîbah)
1. Pengertian Laknat
Li’än berasal dari kosakata Arab yang kalimat dasarnya terdiri dari ل- yang jika kita spesifikasikan ke dalam bentuk fi’il madî (lam-‘ain-nun)ع-ن
mujarrodnya menjadi لعن (la'ana) sehingga bentuk masdarnya
menjadi لعنا (la’nan) atau لعنة (la’natan) , dalam kamus Al-Munaŵir kata
atau kalimat tersebut diartikan dengan arti “Mengutuk”.1
Secara bahasa arab la’ana bermakna “terhina karena dikutuk, kalimat
ini digunakan ketika pada zaman pemerintahan jâhiliyyah, seperti ucapan
Raja “Kamu terhina karena dikutuk”, yang bermakna kamu terkutuk karena
terhina oleh raja. Sedangkan kata al-la’nu yaitu jauh dan tersingkir dari
kebaikan.”, atau “tersingkir dan jauh dari Allah”.2
Jika yang melaknat adalah Allah SWT berarti Allah SWT menjauhkan
dari kabaikan dan kasih sayangnya. Tetapi jika yang melaknat adalah
mahluk (seperti malaikat) berarti ia berdoa agar dijauhkan dari kebaikan dan
kasih sayang Allah SWT. 3Allah berfirman:
ماي ؤمنون قليل هماللهبكفرهمف وقالواق لوب ناغلفبللعن
1 Ibnu Manzur, Lisân al Arab, (Beirut: Dar Sadir, tt) juz 4, h. 504 2Ahmad Warson Munawwir , Kamus al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, (Yogyakarta
: Pustaka progressif ,1984), Edisi kedua, hlm. 1274 3 Purwidianto, “Pendidikan dalam Urusan Rumah Tangga (Sebuah Analisis Hadis Rasul)”,
Jurnal Pendidikan Islam, vol 7, no. 2 (September 2016) H. 7
26
Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah
telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman (Q.S. Al-Baqarah/2:88)4
Maksud dari mengutuk di sini adalah menjauhkan mereka dari-Nya. Li’
ân atau mulâ’anah berarti saling mengutuk antara dua orang atau lebih.
Sedangkan al-Lu’anah berarti sekelompok orang (banyak orang) mengutuk
orang lain. Al-la’în berarti yang di laknat, yaitu predikat yang diberikan
kepada iblis [setan] karena dia terusir dari langit dan dijauhkan dari rahmat
Allah SWT.5
1. Pengertian ‘Adzâb
Dalam kamus al Mu’jam al Wasît kata ‘adzâb itu didefinisikan sebagai
siksaan, sanski, hukuman atau suatu kesukaran yang ditimpakan kepada diri
yang membuat diri tersebut merasakan sangat kesusahan dan kesakitan.6
Kata al-‘adzâb biasanya digunakan dalam konteks hukuman atau
siksaan kelak di hari akhir.7 Kata “adzâb” secara literal berarti al-nakâl wa
al-‘uqûbah (peringatan dan hukuman).8 Dan dalam bahasa Indonesia,
‘adzâb adalah siksaan yang dihadapi manusia dan makhluk Tuhan lainnya.9
4 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen Agama RI., 1997 5 Majid Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, (Jakarta: Gema Insan Press,
1995) cet 17, h. 11 6 Syauqi Dhaif, Kamus al Mu’jam al Wasît, (Kairo: Maktabah al Syuruq al Dauliyyah,
2010), cet ke 5,h 610 7 Ibnu Manzur, Lisân al Arab, (Beirut: Dar Sadir, tt) juz 4, h. 585 8 A. W Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002), cet ke 25,
h. 1463) 9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1080)
27
Hal ini dapat dilihat pada ayat-ayat di dalam al-Qur’ân yang berisi
ancaman kepada orang-orang kafir, di antaranya adalah seperti terdapat
pada Surah al-Baqarah{2}:7.
يمغشاوةولهمختماللهعلىق لوبهموعلىسمعهموعلىأبصارهم ع ا ع
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat
Secara terminologi:
Menurut Quraish Shihab: ‘adzâb adalah suatu kemurkaan Allah
akibat pelanggaran yang dilakukan manusia yaitu pelanggaran sunatullah di
alam semesta dan pelanggaran syariat Allah yang diturunkan kepada para
Nabi dan Rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad SAW.10
Dari definisi di atas menyimpulkan bahwa ‘adzâb adalah suatu
peringatan akan kemurkaan Allah pada makhluknya (manusia) yang telah
melanggar perintah Allah yaitu perbuatan yang dilarang baik berupa ibadah,
amal, iman dan lain-lain, dibalasnya dengan teguran berupa bencana alam.
2. Pengertian Musîbah
Dalam bahasa Indonesia kata “Musîbah” diartikan kejadian (peristiwa)
menyedihkan yg menimpa: dia mendapat — yg beruntun, setelah ibunya
meninggal, dia sendiri sakit sehingga harus dirawat di rumah sakit, dan
kata “Musîbah” diartikan sebagai malapetaka atau bencana, yaitu segala
kejadian atau peristiwa menyedihkan yang menimpa manusia, seperti
10 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’ân ,(Jakarta: Mizan, 2004) h 153
28
gempa, banjir, kebakaran dan kematian. Peristiwa-peristiwa tersebut pada
umumnya menimbulkan kerugian berupa harta benda maupun jiwa
manusia.11
Sedangkan dalam bahasa Arab kata musîbah (مصيبة) berasal dari kata
dasar yang terdiri dari huruf sad, wau, dab ba’; صو (sawaba) yang
mempunyai makna الرميةlemparan.12 Musibah juga bisa dikatakan kejadian
(peristiwa) menyedihkan yang menimpa.13
Menurut Quraish Shihab: Musibah pada mulanya berarti “sesuatu yang
menimpa atau mengenai”. 14Sebenarnya sesuatu yang menimpa itu tidak
selalu buruk. Hujan bisa menimpa kita dan itu dapat merupakan sesuatu
yang baik. Memang, kata musibah konotasinya selalu buruk , tetapi boleh
jadi apa yang kita anggap buruk itu, sebenarnya baik, maka al Qur’ân
menggunakan kata ini untuk sesuatu yang baik dan buruk (Q.S. al-
Baqarah{2}:216)
ئ ا كرهلكموعسىأنتكرهواشي القتالوهو رلكموعسىوهوخكتبعليكم ي
علمون لكمواللهي علموأن تملت ئ اوهوشر أنتحبواشي
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
11 Pusat Bahasa Depdiknas RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses tanggal 22 Mei
2009 dari http:/pusatbahasa,diknas.go.id/kbbi/index.php 12 Al Raghib al Asfahani, Mu’jam Mufradat fi al Fadz al Qur’ân (Beirut: Dar al-Kutub al
‘Ilmiyah, 2004) h. 322 13 Anonim,Al Quran dan Terjemah(Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir
Al Quran,1971),hal 941 14 M. Quraish Shihab, Wawasan Al qur’an (Jakarta: Mizan, 2004) h 167
29
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui
A. Sebab Diturunkannya Laknat
1. Karena menentang dan mengingkari Allah dan Rasul-Nya maka
Allah menjauhkan rahmat-Nya15
2. Karena berdusta, dan itu termasuk menyebabkan laknat Allah
diturunkan.16
3. Karena membunuh seorang muslim dengan sengaja dengan kesan
pembunuh didorong oleh kebenciannya maka Allah melaknat,
memurkai dan tidak memberinya sedikitpun rahmat serta
menyediakan ‘adzâb yang besar baginya.17
4. Karena ingkar dengan peringatan Allah dan menyembah Tâghût,
maka Allah memurkai mereka dan dikutuknya mereka atas
perbuatan mereka.18
5. Karena menuduh wanita baik-baik dan mukminat, yang lalai dari
perbuatan dosa dan terbebas dari ikatan-ikatan nista. Oleh karena itu,
para pelakunya dihukum langsung dengan laknat Allah atas
perbuatan mereka dan pengusiran diri mereka dari rahmat Allah.19
Dan masih banyak lagi penyebab diturunkannya laknat Allah.
15 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007), jilid 2, h 194 16 “Laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Q.S. Ali Imran/3:61) 17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’ân, (Jakarta:
Lentera hati) vol. 2, h. 529 18 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen agama RI, 1997 (Q.S al Maidah:60) 19 Sayyid Qutb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an, (Beirut: Darusy-Syuruq), Jilid 10, h. 226
30
B. Kepada Siapa Laknat Diturunkan
Dalam kitab suci-Nya, Allah melaknat orang yang melakukan
kerusakan di bumi, orang yang memutus hubungan kekeluargaan, orang
yang menyakiti-Nya, dan orang yang menyakiti Rasulullah SAW.
Allah melaknat orang-orang yang menyembunyikan keterangan dan
petunjuk yang diturunkan-Nya, menuduh zina para wanita mukmin
yang menjaga kehormatan, orang yang menganggap jalan kaum kafir
sebagai jalan yang lebih tepat dari pada jalan kaum beriman. Rasulullah
SAW melaknat laki-laki yang memakai baju wanita dan wanita yang
memakai baju laki-laki dan Dia juga melaknat orang yang menyuap dan
orang yang menerima suap termasuk perantaranya serta dosa-dosa yang
lain.
Seandainya pelaku dosa tidak senang dilaknat oleh Allah, Rasul-
Nya dan para malaikat-Nya, tentu ia akan meninggalkan maksiat dan
dosa.20
1. Iblis yang Dilaknat Allah
Ada beberapa makhluk yang Allah laknat. Yang pertama kali
mendapatkan laknat Allah adalah Iblis. Dia patut diusir dari rahmat
Allah SWT karena dia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk
menyesatkan anak Adam, dan selalu menipu dan memperdayakan
mereka, sebagaimana Allah berfirman, Q.S al-A’râf {7}:16-17
20 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Kiat Memebersihkan Hati Dari Kotoran Dan Maksiat,
(Jakarta: Islam klasik) h. 46
31
لهمصراطك عدن ن هممنب ين61المستقيم)قالفبماأغوي تنيلق (ثملتي
رهمشاكرين ولتجدأكث وعنأيمانهموعنشمائلهم أيديهمومنخلفهم
(61)
16. Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya
tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus
17. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari
belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat.21
Iblis patut dilaknat karena seluruh upaya yang dilakukan adalah
bertujuan menjerumuskan manusia ke jurang syirik dengan melakukan
penyembahan selain Allah,
Firman Allah SWT Q.S. al-Hasyr {59}:16;
كفرقال لما نساناكفرف إذقاللل منكإن يإن يبريءكمثلالشيطان
العالمين أخافاللهر
(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: "Kafirlah kamu", maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: "Sesungguhnya aku
berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam"22
Apabila setan tidak berhasil mencapai tujuannya yang pertama,
yaitu menjerumuskan manusia kelembah syirik, maka dia akan merayu
21 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen agama RI, 1997. 22 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen agama RI, 1997.
32
serta membujuk manusia agar berbuat kejahatan, kekejian dan dusta
terhadap Allah SWT.23
2. Yang Menyembunyikan Ilmu (Yang Hak) Terkutuk Disisi Allah
Allah mengutuk mereka yang mempunyai ilmu (yang hak) tetapi
tidak disebarkan malah disembunyikan. Hal ini diterangkan dalam
firman-Nya Q.S. al-Baqarah {2}:159
ي ناتوالهدىمنب عدماب ي ن ينيكتمونماأن زلنامنالب ال فياإن هللناس
عنون أولئكي لعن هماللهوي لعن همالل الكتا
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al
Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka
terhadap mereka itulah aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang (QS. Al-Baqarah{2}:159)24
Sebagain ulama berpendapat bahwa segala ‘ibrah berlaku secara
umum dan bukan berlaku khusus terhadap asbâb al-nuzûl saja. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan ayat-ayat tersebut adalah siapa saja
yang menyembunyikan hak dan kebenaran, serta yang
mencampakkannya kebelakang punggung mereka apa-apa yang
diperlukan umat dari ajaran-ajaran dinullah yang benar.25 Para ulama
23 Ismail Amir, “Laknat dalam Pandangan al Qur’ân (Analisis Ayat -ayat Laknat dalam
Tafsîr al Marâghî)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011), h 27 24 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen agama RI, 1997. 25 Departemen Agama RI, al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2004) h. 219
33
berbeda pendapat tentang arti “semua makhluk yang dapat melaknati”
dalam ayat tersebut di atas. Ada yang berpendapat bahwa yang
melaknati adalah para malaikat dan orang-orang beriman. Dan ada pula
yang berpendapat bahwa tidak sebatas itu saja tetapi juga termasuk
hama serangga, dan hewan-hewan yang dapat menimbulkan kerusakan.
Hal ini sebagai pelajaran terhadap dosa-dosa para ulama jahat [suu’]
yang telah menyembunyikan hak dan kebenaran.26
3. Pendusta Patut Mendapat Laknat
إن لعنةاللهعليه أن منالكاذبينوالخامسة كان
“Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang berdusta”( QS. Al Nûr/24:7)
Dusta adalah akhlak yang paling buruk. Seorang yang berdusta
sebenarnya karena terdorong oleh kerendahan dirinya. Kalau dia berjiwa
mulai maka dia tidak akan berdusta. Dusta adalah salah satu sifat dari
tiga sifat orang munafik, 27sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Bila berbicara dusta, bila
janji mengingkari , dan bila diamanati dia khianat”. (HR. Bukhârî, Muslim, at-Tirmidzî, dan an-Nasâ’î).28
26 Majid Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, (Jakarta; gema insani press,
1995)h.18-19 27 Ismail Amir, “Laknat dalam Pandangan al Qur’ân (Analisis Ayat-ayat Laknat dalam
Tafsîr al Marâghî)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011), h 30 28 Abî Abdillah Muhammad bin Ismâil al Bukhârî, Shahîh Bukhârî bin Hasyah al Sanadî,
Kitab al Iman, juz 1 (T.tp: Dar Nahr al-Nayl, t.t.) h. 142
34
Namun dalam beberapa hal orang dibolehkan berdusta, seperti
dalam peperangan, waktu mengislah (mendamaikan) anatara manusia
yang sedang berselisih, kepada istri untuk menghindari timbulnya
pertengkaran, dan sebaliknya istri terhadap suami demi kebaikan.
Para ulama memperbolehkan dusta terhadap orang zhalîm dengan
maksud membunuh atau merampas hartanya, dan berdusta untuk
menyelamatkan barang titipan (amanah) yang ada di tangannya.29
4. Membunuh Orang Mukmin dengan Sengaja akan menerima
Laknat dari Allah.
Firman Allah SWT Q.S al-Nisâ’{4}: 93
افيهاوغضباللهعليهولعنه افجزاؤهجهنمخالد د عم مت ومني قتلمؤمن ا
ا يم اب اع لهع وأعد
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja
maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang
besar baginya30
Allah SWT mengharamkan membunuh nyawa seorang mukmin
kecuali karena tiga alasan, yaitu laki-laki beristri dan wanita bersuami
bila berzina, sebagai qishâsh nyawa yang dibalas dengan nyawa, dan
seorang muslim yang meninggalkan agamanya (murtad).
29 Majid Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, (Jakarta; Gema Insani
Press, 1995)h.20-21 30 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen agama RI, 1997.
35
Hanya tiga sebab di atas yang dihalalkan, karena mengalirkan darah
itu merupakan hak, kehormatan, dan wewenang Allah, maka masalah
pembunuhan ini kelak pada hari kiamat menjadi perkara pertama yang
dipersoalkan.31
Berkata Ibnu Mas’ûd bahwa Rasulullah SAW bersabda:
فيالد ماءي ومالقيامةأولماي قضىب ينالناس
“Perkara pertama yang diselesaikan di antara manusia pada hari kiamat adalah tentang darah (pembunuhan).” (HR. Bukhârî dan
Muslim).32
Rasulullah SAW mengingatkan umatnya tentang besarnya nilai
kejahatan membunuh dan menjelaskan bahwa apabila terjadi saling
membunuh diantara manusia maka mereka itu tergolong kafir.33
5. Laknat Allah terhadap Orang-orang Kafir Banî Isrâil
Allah SWT berfirman: (Q.S. Al Mâidah {5}:78-80)
منبنيإسرائيلعلىلسانداوودوعيسىابنمريمذلكبما كفروا ين لعنال
ي عتدون) كانوا17عصواوكانوا علوهلبئسما ناهونعنمنكرف كانوالي ت )
31 Ismail Amir, “Laknat dalam Pandangan al Qur’ân (Analisis Ayat-ayat Laknat dalam
Tafsîr al Marâghî)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011), h 31 32 Abî Abdillah Muhammad bin Ismâil al Bukhârî, Shahîh Bukhârî, (T.tp: Dar Nahr al-
Nayl, t.t.) h. 11 33 Majid Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, (Jakarta; Gema Insani
Press, 1995)h.22-23
36
هم17ي فعلون) من رىكثير ا ت لبئسماقدمتلهمأن فس( كفروا ين ولونال همي ت
همخالدون) ا (78أنسخطاللهعليهموفيالع
78. Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan
mereka durhaka dan selalu melampaui batas
79. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu
mereka perbuat itu
80. Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu
kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan34
Sejarah Banî Isrâil yang berjalan di lembah kekufuran dan dalam
kutukan Allah sudah berjalan begitu lama. Perilaku mereka yang buruk
terhadap nabi-nabi mereka, mengakibatkan mareka dikutuk dan
dijaukan dari rahmat Allah SWT.
Maka Allah sangat melaknat orang-orang kafir Bani Israil karena
perbuatan dan kekufurannya terhadap Allah dan Nabi-Nya.35
C. Cara Menjauhkan Diri dari Laknat Allah
Untuk menjauhkan diri dari laknat Allah, manusia harus selalu patuh
kepada perintah-perintah Allah SWT dan melaksanakannya dalam
bentuk amal perbuatan. Barang siapa mengabaikan dan menyia-nyiakan
hak Allah, sesungguhnya dia itu lebih menyia-nyiakan hak dirinya
34 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen agama RI, 1997. 35 Majid Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, (Jakarta; gema insani
press, 1995)h.22-23
37
sendiri dan hak manusia lainnya dan harus menjauhi segala larangan-
Nya seperti berbuat maksiat serta berbuat kemungkaran.36
Di antara perbuatan yang harus dihindari agar terhindar dari laknat
Allah diantaranya:
1. Tinggalkan perbuatan syirik, dusta dan yang dilarang oleh Nabi,
seperti saat Nabi Muhammad SAW melaknat pelaku kejahatan
pada umumnya, Nabi Muhammad SAW juga melaknat wanita
yang membuat tato pada wajah wanita lain dan wanita yang
meminta wajahnya ditato, terhadap wanita yang memasang dan
menyuruh dipasangkan rambut palsu, terhadap wanita yang
mencukur dan yang menyuruh dicukur seluruh alisnya.37
2. Hindari perbuatan riba. Allah SWT berfirman dalam Q.S al
Baqarah ayat 278-279;
تممؤمنينيا كن ينآمنواات قوااللهوذروامابقيمنالر باإن أي هاال
لكم817) تمف مناللهورسولهوإنت ب فعلوافأذنوابحر فإنلمت )
لمو لمونولت (817ن)رءوسأموالكملت
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman
36 Ismail Amir, “Laknat dalam Pandangan al Qur’ân (Analisis Ayat -ayat Laknat dalam
Tafsîr al Marâghî)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011), h 33 37 Majid Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, (Jakarta; Gema Insani
Press, 1995),h.14
38
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya38
3. Jauhi minuman arak, penuangnya, pembuatnya, yang menyuruh
membuatnya, penjualnya, yang membeli,yang memakan uang
laba, yang membawanya, dan yang menerimanya.
4. Jauhi perbuatan mencaci maki kedua orang tua.
5. Jauhi perbuatan homoseks, suap menyuap dan perbuatan
maksiat.39
38 Al Qur’an dan Terjemahnya, Dapartemen agama RI, 1997. 39 Majid Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, (Jakarta; Gema Insani
Press, 1995),h.14
39
BAB IV
PENAFSIRAN IBN JARÎR AL-TABARÎ
TERHADAP AYAT AYAT LAKNAT
A. Identifikasi Ayat-ayat Tentang Laknat
Lafal-lafal dalam al Qur’ân jika dilihat dari segi tartib al nuzûl
surahnya urutannya sebagai berikut:1
No Nama
Surat
No Ayat Lafal Keterangan
1 Shâd {38}:78 ين Kutukan-Nya لعنتي إلى ي وم الد
sampai hari
pembalasan (Iblis)
2 Al-A’râf {7}:38 ها Dia mengutuk أمة لعنت أخت
(Yang
menyesatkannya)
أن لعنة الله على 44:{7}
الظالمين
Kutukan Allah di
timpakan kepada
orang-orang yang
zalim, janji Allah
ketika di dunia
3 Al-
Qashâsh
ن يا لعنة 42:{28} -Pemimpin في هذه الد
pemimpin yang
menyeru ke
1 Tartib Nu-zul al-Surah digital versi 3.21
40
neraka, mereka
dilaknat di dunia
ini.
4 Al-Isrâ’ {17}:60 والشجرة الملعونة في
القرءان
Ancaman Allah
yaitu pohon kayu
yang terkutuk
dalam al Qur’ân
(Zaqqum adalah
jenis pohon yang
tumbuh di neraka)
5 Hûd {11}:18 أل لعنة الله على
الظالمين
Ingatlah, kutukan
Allah
(ditimpakan) atas
orang-orang yang
zalim (dusta)
ن يا 60:{11} Mereka selalu وأتبعوا في هذه الد
diikuti dengan
kutukan di dunia
ini
وأتبعوا في هذه لعنة وي وم 99:{11}
القيامة
(Begitu pula)
mereka diikuti
dengan kutukan di
hari kiamat
41
6 Al-Hijr {15}:35 إلى ي وم وإن عليك اللعنة
ين الد
Laknat atau
kutukan tetap
menimpa sampai
hari kiamat (Iblis)
7 Ghâfir {23}:52 ولهم اللعنة ولهم سوء
الدار
Bagi merekalah
laknat dan bagi
merekalah tempat
tinggal tinggal
yang buruk
8 Al-
‘Ankabût
Sebahagian kamu وي لعن ب عضكم ب عض ا 25:{29}
mela’nati
sebahagian (yang
lain)
9 Al-
Baqarah
هم الله بكفرهم 88:{2} Sebenarnya Allah لعن
telah mengutuk
mereka karena
keingkaran
mereka
لعنة الله على الكافري 89:{2} ن ف Maka laknat Allah
lah atas orang-
orang yang ingkar
itu
42
أولئك ي لعن هم الله 159:{2}
عنون وي لعن هم الل
Mereka itu
dilaknati Allah
dan dila’nati
(pula) oleh semua
(makhluk) yang
dapat melaknati
لعنة الله والملئكة 161:{2}
والناس أجمعين
Mendapat laknat
Allah, para
Malaikat dan
manusia
seluruhnya
10 Ali-
Imrân
Laknat Allah atas لعنة الله على الكاذبين 61:{3}
orang-orang yang
dusta
لعنة الله والملئكة 87:{3}
والناس أجمعين
Laknat Allah
ditimpakan
kepada mereka,
(demikian pula)
laknat para
Malaikat dan
manusia
seluruhnya.
43
11 Al-
Ahzâb
ن يا 57:{33} هم الله في الد لعن
والخرة
Laknat bagi
orang-orang yang
menyakiti Allah
dan Rasul-Nya
Dalam keadaan ملعونين 61:{33}
terlaknat. (orang
munafik dan
dusta) akan
dibunuh
Allah mela’nati إن الله لعن الكافرين 64:{33}
orang-orang kafir
dan menyediakan
bagi mereka
neraka
هم لعن ا كبير ا 68:{33} Mereka dikutuk والعن
dengan kutukan
yang besar
12 Al-Nisâ’ {4}:46 هم الله بكفرهم Allah mengutuk لعن
mereka, karena
kekafiran mereka
هم كما لعنا 47:{4} أو ن لعن
أصحاب السبت
Kutuki mereka
sebagaimana
Kami telah
mengutuki orang-
44
orang (yang
berbuat maksiat)
pada hari Sabtu
لن تجد له 52:{4} ومن ي لعن الله ف
نصير ا
Barang siapa yang
dikutuki Allah,
niscaya kamu
sekali-kali tidak
akan memperoleh
penolong baginya
اولعنه وأعد له عذاب ا عظ 93:{4} يم Laknat Allah dan
‘adzab bagi yang
membunuh
seorang mukmin
Laknat Allah dan لعنه الله 118:{4}
‘adzab bagi yang
membunuh
seorang mukmin
13 Muham
mad
هم الله فأصمهم 23:{47} Laknat Allah dan لعن
menulikan telinga
mereka
14 Al-Ra’d {13}:25 أولئك لهم اللعنة Orang yang
ingkar dan
membuat
kerusakan akan
45
dilaknat Allah
dengan tempat
yang buruk
15 Al-Nûr {24}:23 ن يا والخرة Laknat bagi لعنوا في الد
penuduh zina
wanita mukminat
16 Al-Fath {48}:6 هم وأعد لهم جهنم Laknat dan neraka ولعن
bagi orang
musyrik
17 Al-
Mâidah
لعناهم وجعلنا ق لوب هم 13:{5}
قاسية
Laknat Allah bagi
yang ingkar janji
atau khianat
Allah mengutuk لعنه الله وغضب عليه 60:{5}
dan memurkai
mereka yang
menyembah
Thagut
غلت أيديهم ولعنوا بما 64:{5}
قالوا
Laknat bagi orang
yang
berprasangka
buruk kepada
Allah
46
لعن الذين كفروا من بني 78:{5}
إسرائيل
Laknat Allah bagi
kafir Bani Israil
18 Al-
Taubah
هم الله ولهم عذاب 68:{9} ولعن
مقيم
Allah mela’nati
mereka dan bagi
mereka ‘adzab
yang kekal
Jika lafal laknat di atas dilihat dari segi Asbâb al Nuzûl surahnya,
maka di sini lafal laknat dilihat dari urutan dalam kitab Majma al-Mufahras
al-Fadz al Qur’an al-Karim sebagai berikut: QS. Al-Baqarah
{2}:88,89,159,161; Ali-Imrân {3}:61,87; Al-Nisâ’{4}: 46,47,52,93,118; Al-
Mâidah {5}:13,60,78,64; Al-A’râf {7}:38,44; Al-Taubah {9}: 68; Hûd
{11}:18,60,99; Al-R’ad {13}:25; Al-Hijr {15}:35; Al-Isrâ’{17}:60; Al-Nûr
{24}:23; Al-Qashâsh {28}:42; Al-‘Ankabût {29}:25; Al-Ahzâb
{33}:64,57,68,61; Shâd {38}:78; Ghâfir {40}:52; Muhammad {47}:23; Al-
Fath {48}:6.2
B. Penafsiran Ibn Jarîr al-Tabarî terhadap Ayat-Ayat Laknat (Tafsir
Tahlîlî)
Penafsiran Ibn Jarîr al-Tabarî terhadap orang yang mendapatkan
laknat dalam al-Qur’an:
2 Muh. Fuad ‘Abdul Baqî, Majmâ’ al-Mufahros al-Fazh al-Qur’ân al-Karîm, (Libanon;
Maktabah Islamiyyah 1984), h 649-650.
47
1. Orang-Orang yang Berdusta
Di dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan laknat bagi pelaku dusta
di antaranya terdapat dalam QS. Ali-Imrân /3:61, QS. Al-Baqarah/2:159,
QS. Al-Nûr /24:7,23
ي نات والهدى من ب عد ما ب إن الذين يكتمون ما أن زلنا من ي ناه للناس في الب
عنون الكتاب أولئك ي لعن هم الله وي لعن هم الل
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al
Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati (QS. Al-Baqarah/2:159)
Abû Ja’fâr mengatakan : Firman Allah ن زلنا من إن الذين يكتمون ما أ
ي نات maksudnya, para Rahib Yahudi dan pendeta Nashrani kerena الب
merahasiakan keberadaan Muhammad dari umat manusia, tidak mengikuti
ajaran Muhammad, padahal mereka mendapatkan nama Nabi SAW tertulis
dalam kitab suci mereka, Taurat dan Injil, (merahasiakan) keterangan-
keterangan yang diturunkan Allah yang menjelaskan kenabian Muhammad
SAW, kerasulan dan sifatnya yang tertuang dalam kedua kitab suci tersebut,
sesuai firman Allah bahwa mereka sebenarnya sudah mengetahui sifat
kenabian tersebut.3
3 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007), jilid 2,h 077
48
Kata الهدى berarti penjelasan tentang identitas Muhammad dalam
kitab suci yang telah diwahyukan Allah kepada para Nabi-Nya, lalu Allah
berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang merahasiakan apa yang kami
cantumkan dalam kitab suci mereka, yakni tentang identitas Muhammad,
sifat kenabian dan kebenaran agama yang dibawanya, mereka tidak
memberitahukan, tidak menyebarluaskan penjelasan-Ku kepada umat
manusia, yang tertuang dalam kitab suci yang telah aku turunkan kepada
para Nabi mereka4 ال ال ذين تابوا .
Abû Ja’fâr mengatakan : Firman Allah من ب عد ما ب ي ناه للناس
sebagian manusia; karena pengetahuan tentang kenabian Muhammad SAW,
sifat dan kerasulannya, hanya diketahui oleh Ahli Kitab, tidak ada lagi orang
yang tahu hal itu. Dan kepada mereka Allah berfirman: للناس في الكتاب
yakni Taurat dan Injil.5
Walaupun ayat ini diturunkan kepada orang-orang tertentu, namun
maksudnya seluruh orang-orang yang merahasiakan ilmu yang diwajibkan
Allah untuk disampaikan.
Serupa dengan khabar yang diriwayatkan dari Rasulullah, bahwa
baliau bersabda. “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui
4 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 077 5 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 072
49
lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dibelenggu dari belenggu neraka
pada hari kiamat kelak.6
Abû Ja’fâr mengatakan: Firman Allah أولئك ي لعن هم الله mereka
adalah orang-orang yang merahasiakan identitas Muhammad, sifat dan
informasi bahwa agama Muhammad itu benar, setelah Allah
menjelaskannya kepada mereka dalam kitab suci, maka Allah akan
melaknati mereka dengan sikap mereka yang merahasiakan dan tidak
menyebarluaskan kepada umat manusia. Kata اللعنة mengikuti wazan الفعلة
dari kata لعنه اللهartinya, menjauhkan. Kata اللعن dari kata الطرد (mengusir),
seperti kata Syamakh bin Dhahar:
ذع رت به القطا و ن فيت عنه # مقام الذئب كالرجل اللعين
Kata مقام الذئب orang yang diusir dan kata اللعن sifat singa (dzi’b).
Jadi makna ayat ini adalah: mereka itulah orang-orang yang
dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, dan dimohonkan laknat oleh para
pelaknat dari Allah atas mereka. Karena laknat Bani Adam dan seluruh
makhluk adalah mengatakan: ya Allah laknatlah ia, di mana makna laknat
seperti yang kami jelaskan adalah menghindarkan dan menjauhkan.7
6 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 077 7 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 077-704
50
Asbâb al- Nuzûl: Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Muâdz
bin Jabâl, Sa’d bin Mu’âdz dan Kharîjah bin Zaid bertanya kepada golongan
Padri Yahudi tentang beberapa hal yang terdapat di dalam Taurat. Para Padri
menyembunyikan hal tersebut dan enggan untuk memberitahukannya, maka
Allah menurunkan ayat tersebut di atas yang membeberkan keadaan mereka
(Padri-padri).8
Munasabah Ayat: Dalam ayat 146 telah diterangkan bahwa orang
Yahudi mengenal Nabi Muhammad dari kitab-kitab mereka seperti
mengenal anak-anak mereka sendiri, karena di sana disebutkan segala sifat-
sifatnya dengan jelas dan bahwa ia akan di utus sebagai Rasul, tetapi mereka
tetap mengingkarinya dan selalu menyembunyikan apa yang mereka
ketahui itu. Dalam ayat ini disebutkan lagi sifat-sifat Ahli kitab tersebut, dan
bahwa mereka mendapat laknat dari Allah, malaikat dan manusia
seluruhnya.9
عالوا ندع أب ناءنا وأب ن فمن حاجك فيه من ب عد قل ت اءكم ما جاءك من العلم ف
نجعل لعنة الله تهل ف على ونساءنا ونساءكم وأن فسناوأن فسنا وأن فسكم ثم ن ب
الكاذبين
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), Marilah
kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya
8 Qamaruddin Shaleh, Asbâb al Nuzûl, (Bandung: cv.dip Ponogoro 1995)h.50 9 Departemen Agama RI, Al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). (Jakarta;
Departemen Agama RI,2004), h. 218-219
51
laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”( QS. Ali
Imran/3:61)
Abû Ja’fâr Berkata: Maksudnya adalah, “Barangsiapa
mendebatmu wahai Muhammad tentang al Masih Isa bin Maryam.”
Huruf ha pada lafal فيه bisa kembali kepada cerita Isa, dan bisa pula
kembali kepada lafaz الحق dalam firman-Nya الحق من رب ك “(Apa yang telah
kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu”.
Firman-Nya من ب عد ما جاءك من العلم “sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu)”, maksudnya adalah setelah datang ilmu, yakni
penjelasan-Ku tentang Isa, bahwa ia adalah hamba Allah.
عالوا قل ت ”,’...Maka katakanlah (kepadanya), ‘Marilah kita“ ف
marilah kita memanggil.
تهل وأن فسناوأن فسنا وأن فسكم ثم أب ناءنا وأب ناءكم ونساءنا ونساءكم -Anak“ ن ب
anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, dari
kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah.”
Bermubahalah maksudnya adalah saling melaknat.
52
Diungkapkan dalam bahasa Arab ماله ؟ ب هله الل ه “Ada apa
dengannya? Allah melaknatnya.” Demikian pula kalimat وماله ؟ عليه ب هلة
”.ada apa dengannya? Laknat Allah menimpanya“ الل ه
Jadi, mubahalah artinya melaknat.
Lubaid berkata ketika menceritakan satu kaum yang telah hancur,
هل نظر الدهر اليهم فا ب ت
“Masa meliriknya, lalu merekapun terlaknat (hancur).
Maksudnya ia mendoakan mereka dengan kehancuran.10
نجعل لعنة الله على الكاذبين Dan kita minta supaya laknat Allah“ ف
ditimpakan kepada orang-orang yang dusta,” maksudnya, “siapa saja di
antara kita yang mendustakan Isa, bahwa ia adalah hamba Allah...”11
Asbâb al- Nuzûl: Dalam riwayat dikemukakan bahwa sebelum
turun ayat 31 surah 27, Rasulullah SAW menulis surat kepada orang Najran
seperti berikut: “Dengan nama Tuhan Ibrâhîm dan Ishâq dan Ya’qûb, dari
Muhammad Nabi Allah” sampai akhir hadis. Dan selanjutnya dalam hadis
itu dikemukakan bahwa kaum Najran mengutus Syarahbil bin Wada’ah al-
10 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 5,h 428 11 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 5,h 429
53
Hamdanî dan Abdullah bin Syarahbil al-Ashbahî dan Jabbar al-Hartsî untuk
menghadap kepada Rasulullah SAW dan terjadilah dialog, akan tetapi
masih tertunda satu masalah, yaitu pertanyaan mereka: “Bagaimana
pendapat tuan tentang Isa”. Nabi menjawab: “Belum ada isyarat padaku
tentang itu, tetapi cobalah kalian bermalam sampai besok, agar aku dapat
terangkan hal itu. Keesokan harinya turunlah ayat di atas (S.3: 59, 60, 61,
62) yang menegaskan siapa Isa. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqî di dalam
kitab ad-Dalail dari Salamah bin Abî Yasyu’ dari bapaknya, yang bersumber
dari datuknya).12
Munasabah Ayat: dalam ayat-ayat lalu diterangkan bahwa Nabi Isa
yakin akan keingkaran Banî Isrâîl kepada agama yang dibawanya, serta
yakin pula akan pernyataan dari sahabat-sahabat setianya (Hawariyyun)
bahwa mereka sanggup untuk menjadi pembantu-pembantunya; beliau juga
yakin terhadap sikap orang-orang kafir yang selalu membuat tipu daya
untuk menghalang-halangi tersiarnya agama Allah. Kemudian dalam ayat
ini diterangkan tentang sanggahan terhadap tipu daya mereka, yaitu bahwa
Allah akan melahirkan Isa dari tipu daya mereka dengan mengangkatnya
kepada-Nya, guna menyelamatkan dirinya dari siksaan dan hinaan orang-
orang kafir.13
ان من الكاذبين والخامسة أن لعنة الله عليه إن ك
12 Qamaruddin Shaleh, Asbâb al Nuzûl, (Bandung: cv.di ponogoro, 1995)h. 96
13 Departemen Agama RI, Al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). (Jakarta;
Departemen Agama RI,2004), jilid 1, h. 484
54
“Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika dia
termasuk orang-orang berdusta”( QS. Al Nûr/24:7)
أن Dan (sumpah) yang kelima,” persaksian yang kelima“ والخامسة
Bahwa laknat Allah atasnya.” Maksudnya, laknat Allah pasti“ لعنة الله عليه
menimpanya jika dia berdusta tentang tuduhan perbuatan keji kepada istri.
Penjelasan kami sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh
sebagian ahli ta’wîl.14
ن يا والخرة وله إن الذين ي رمون المحصنا م ت الغافلت المؤمنات لعنوا في الد
عذاب عظيم
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di
dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar.” ( QS. Al Nur/24:23)
Allah Ta’ala berfirman, إن الذين ي رمون “Sesungguhnya orang-orang
yang menuduh,” dengan perbuatan keji. المحصنات “Wanita yang baik-
baik,” yakni mereka yang menjaga diri. الغافلت “Yang Lengah” dari
perbuatan keji. المؤمنات “Lagi beriman” kepada Allah, Rasul-Nya, dan
14 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007), jilid 18,h 922-923
55
yang datang dari-Nya. ن يا والخرة Mereka kena laknat di dunia“ لعنوا في الد
dan akhirat.” Yaitu dijauhkan dari rahmat Allah di dunia dan akhirat. ولهم
“Dan bagi mereka” di akhirat. عذاب عظيم “Adzâb yang besar,” yaitu
siksaan Jahannam.15
Abû Ja’fâr mengatakan: bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan Aisyah, akan tetapi hukumnya umum, yaitu bagi siapa saja yang
memiliki sifat yang diterangkan oleh Allah dalam ayat tersebut.16
Kami katakan, bahwa pendapat tersebut lebih tepat bila
dibandingkan dengan berbagai macam pentakwilan yang telah disebutkan,
karena dalam ayat, إن الذين ي رمون المحصنات الغافلت المؤمنات
“sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik yang
lengah lagi beriman (berbuat zina).” Allah menyebutkannya secara umum,
yaitu semua wanita yang baik dan beriman, yang dituduh melakukan
perbuatan keji, dengan tanpa mengkhususkan sebagian dari mereka. Jadi,
setiap orang yang menuduh wanita yang baik dengan memiliki sifat-sifat
yang disebutkan oleh Allah dalam ayat ini, akan dilaknat di dunia dan
akhirat. Serta mendapatkan siksa yang amat pedih, kecuali dia bertobat dari
15 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan
Askan; editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) , jilid 19,h 55
16 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 19,h 60
56
dosanya sebelum mati, karena dalam pengecualian itu Allah berfirman, ال
Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu“ الذين تاب وا ذلك واصلحوا
dan memperbaiki (dirinya).” Itulah hukum bagi orang yang menuduh setiap
wanita yang baik, dan beriman, siapa pun wanita tersebut.17
Firman Allah ن يا والخرة ولهم عذاب عظيم لعنوا في الد “Mereka kena
laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar,”
maksudnya adalah, itulah hukuman bagi mereka jika mati, sedangkan
mereka belum bertaubat.18
Menurut istilah, li’an adalah sumpah yang diucapkan oleh suami
ketika menuduh isterinya berbuat zina dengan empat kali kesaksian bahwa
ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada kesaksian
kelima disertai persyaratan bahwa ia bersedia menerima laknat Allah jika ia
berdusta dalam tuduhannya itu.19
Asbâb al- Nuzûl: Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat
diatas turun khusus berkenaan dengan istri-istri Nabi. (Diriwayatkan oleh
al-Tabranî yang bersumber dari Al-Dhahhak bin Muzahim).20
17 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 19,h 60 18 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 19,h 61 19 Tutiek Retnowati & Nurhadi “Pengakuan Sebagai Alat Bukti dalam Perkara
Pengingkaran Keabsaha Anak” Hal 35 20 Qamaruddin Shaleh, Asbâb al Nuzûl, (Bandung: cv.di ponogoro,1995)h.379
57
Pada ayat di atas dapat dipahami bahwa Nabi SAW, memerintahkan
agar mendoakan orang-orang yang berhujjah dan membantah masalah Isa,
yang terdiri dari kalangan Ahli Kitab, agar berkumpul, lelaki, wanita dan
anak-anaknya. Nabi pun berserta kaum Mukminin laki-laki, wanita, atau
anak-anak. Lalu, bersama-sama berbtihal kepada Allah SWT agar dia
melaknat orang yang bohong dalam ucapannya tentang Nabi Isa As.21
Sedangkan ayat sesudahnya menerangkan tantang Ahli Kitab yang
menyembunyikan agama Islam dan kenabian Muhammad SAW, padahal
mereka mengetahui dari kitab Taurat dan Injil-maka mereka itu termasuk
orang yang pantas dijauhkan dari rahmat Allah. Mereka juga pantas
medapat laknat dari para malaikat dan ummat manusia karena perbuatan
mereka, yakni menyembunyikan kebenaran, 22 Allah menjelaskan para
suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa mempunyai saksi yang
menguatkan kebenaran tuduhannya itu, maka suami itu wajib bersumpah
empat kali bahwa ia telah berkata benar dalam tuduhannya itu, dan pada
sumpah yang kelima dia mengatakan bahwa laknat Allah ditimpakan
kepadanya jika dia termasuk orang-orang yang berkata dusta dalam
tuduhannya itu.23
Dan kemudian dilanjutkan dengan ancaman atau hukuman orang
yang menuduh orang-orang baik sebagai orang sering perbuatan yang keji
21 Ahmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1, h. 154-156 22 Ahmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 1, h. 54 23 Ahmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 6, h. 73
58
dan penyebaran kekejian di tengah-tengah kaum mukmin, sera contoh
telada yang buruk bagi orang-orang yang berbicara tentang kekejian itu,
maka mereka berhak menerima dosa penyebaran kekejian itu dan dosa yang
membicarakannya.24
2. Laknat terhadap Orang yang Zalim
Ada beberapa ayat al Qur’an yang mengecam orang-orang zalim
dengan laknat Allah. Diantaranya ialah terdapat pada Q.S Al-A’râf/7:44,
Q.S. Hûd/11:18, Al Ghâfir/40:52
هل ونادى أصحاب الجنة أصحاب النار أن قد وجدنا ما وعدنا رب نا حقا ف
هم أن لعنة الله على ن وجدتم ما وعد ربكم حقا قالوا ن عم فأذن مؤذ ن ب ي
الظالمين
“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan), ‘sesungguhnya kami dengan
sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah
memperoleh dengan sebenarnya apa (adzab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?” Mereka menjawab, ‘Betul’. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara
kedua golongan itu, ‘Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zhalim” (Q.S Al-A’raf/7:44)
Abû Ja’fâr berkata: Allah SWT berfirman, “Para penghuni surga
menyeru penghuni neraka setelah mereka memasuki keduanya, ‘Hai
penduduk neraka, kami sudah apa yang telah dijanjikan Tuhan kami di
dunia melalui lidah para Rasul-Nya, berupa ganjaran pahala beriman
24 Ahmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah,
1992), jilid 6, h. 152
59
kepada-Nya dan mentaati-Nya. Apakah kalian sudah mendapatkan apa yang
telah dijanjikan Tuhan kalian melalui lidah para Rasul-Nya berupa siksaan
karena kafir kepada-Nya dan memaksiati-Nya’? Penduduk neraka
menjawab, ‘Ya, kami sudah mendapatkan semua itu’.”25
Abû Ja’fâr berkata: menurut kami, qira’at yang benar dalam
membaca ayat tersebut adalah ن عم, karena ini merupakan qira’at yang
banyak dipakai di kalangan ahli qira’at seluruh negeri, dan merupakan logat
yang populer di kalangan masyarakat Arab.
Adapun firman-Nya, هم فأذ ن ن مؤذ ن ب ي “kemudian seorang penyeru
(malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu.” Maknanya
adalah, “Seorang tukan seru dan seorang tukang umum mengumumkan di
antara mereka, أن لعنة الله على الظالمين “Kutukan Allah ditimpakan kepada
orang-orang yang zhalim’.” Dia berkata, “Kemarahan Allah, kemurkaan
dan siksaan-Nya ditimpakan atas orang yang kafir kepada-Nya.”26
Kami telah menjelaskan pendapat, bahwa apabila ان menyertai jenis
kalimat yang menyerupai cerita, dan bukannya cerita nyata, maka orang
Arab kadangkala men-tasydid-kannya ان ,meletakkannya fi’il sesudahnya,
25 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 11,h 120-121
26 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 11,h 123-124
60
lalu membaris fathah-kannya. Kadangkala juga meringankannya (tidak ber-
tasydid [an]) serta memberlakukan fungsinya pada fi’il dengan me-nashab-
kannya dan membatalkan fungsinya dari isim sesudahnya, sebagaimana
yang lalu, sehingga tidak perlu mengulangnya lagi di sini.
Jika demikian, berarti membaca ان dengan ber-tasydid ataupun tidak
dalam ayat tersebut adalah sama, sebab makna kalimat tetap sama, dengan
cara baca manapun yang dipakai seseorang, dan keduanya merupakan
qira’at yang populer di kalangan ahli qira’at seluruh negeri.27
رى على الل ت و ه كذب ا أولئك ي عرضون على رب هم وي ق ومن أظلم ممن اف
الشهاد هؤلء الذين كذبوا على رب هم أل لعنة الله على الظالمين
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat-
buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka’. Ingatlah, kutukan
Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim.” (Q.S. Hud/11:18)
Abû Ja’fâr berkata: Allah SWT berfirman untuk
menginformasikan kepada Nabi-Nya, “Apakah ada manusia yang lebih kuat
siksaannya daripada orang yang telah membuat-buat kebohongan terhadap
Allah SWT, lalu mendustakan Allah? Mereka akan dihadapkan kepada
Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata, ‘Mereka inilah orang-orang
yang dihadapkan kepada Tuhan mereka pada Hari Kiamat, lalu ia akan
27 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 11,h 124
61
bertanya kepada mereka tentang apa yang mereka kerjakan pada saat hidup
di dunia.” 28
Firman-Nya: وي قو الشهاد “Dan para saksi akan berkata.”
Maksudnya adalah malaikat dan para Nabi, mereka akan menjadi saksi
orang-orang yang telah membuat-buat kebohongan terhadap Allah dan
mengawasi apa yang telah mereka perbuat. Mereka الشهاد ‘asyhâd’
merupakan bentuk jamak dari asal kata syahid , seperti kata ashhâb yang
menjadi jamak dari kata shahib: هؤلء الذين كذبوا على رب هم “orang-orang
inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka” ia berkata, “Para saksi
akan menjadi saksi akhirat atas orang-orang yang mengada-adakan
kedustaan terhadap Allah pada masa hidup di dunia. Mereka akan berkata,
“Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka saat hidup
di dunia.”29
Allah SWT berfirman, أل لعنة الله على الظالمين “ingatlah kutukan
Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim.” Ia berkata, “Ingatlah,
murka Allah akan diturunkan kepada orang-orang yang melanggar dan
melampaui batas, yaitu orang-orang yang mengingkari Tuhan mereka.”30
28 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007), jilid 13,h 881-882 29 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 13,h 882 30 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 13,h 883
62
فع الظالمين معذرت هم ولهم اللعنة ولهم سوء الدار ي وم ل ي ن
“(Yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zhalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah
tempat tinggal yang buruk.” (Al Ghâfir/40:52)
Firman-Nya, فع الظالمين معذرت هم ي وم ل ي ن “Hari yang tidak berguna
bagi orang-orang zalîm permintaan maafnya,” maksudnya adalah, itulah
hari yang pada hari itu permintaan maaf orang-orang musyrik tidak berguna,
karena Allah telah memberikan peringatan kepada mereka dan telah
memberikan bukti-bukti kebenaran. Oleh sebab itu, tiada artinya ucapan
mereka, ت هم إل أن قالوا والله رب نا ما كنا مشركين ن ,Demi Allah“ ثم لم تكن فت
Tuhan kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah (Qs. Al An’âm [6]: 23)31
Firman-Nya, ولهم اللعنة “Dan bagi merekalah laknat,” maksudnya
adalah, laknat Allah bagi orang-orang yang zalîm, yaitu jauh dari rahmat
Allah. ولهم سوء الدار “Dan bagi mereka tempat tinggal yang buruk,” dan
adzab yang pedih.32
Munasabah Ayat: Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan bahwa
yang mengingkari ayat-ayat Allah itu hanyalah orang-orang kafir saja. Juga
terdapat bantahan Allah terhadap orang-orang kafir itu dengan
31 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 22,h 602 32 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 22,h 603
63
mengemukakan bukti-bukti kebenaran ayat-ayat-Nya, untuk menghibur hati
Rasulullah SAW dan orang-orang beriman dalam menghadapi tantangan
serta sikap permusuhan kaumnya. Pada ayat-ayat berikut ini diterangkan
bahwa Allah berjanji akan menolong para Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman serta memberikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.33
3. Orang-Orang Yang Ingkar (Kafir, Musyrik)
Seperti yang terdapat dalam al Qur’ân tentang laknat bagi orang-
orang yang ingkar (kafir, musyrik) di antaranya Q,S. Al-Qashâsh/28:42,
Q.S. Hûd/11:60, Q.S. Al-Baqarah/2:88,89, Q.S. Ali Imrân/3:87, Q.S. Al-
Ra’d/13:25 dan Q.S. al-Mâidah/5:13,60.
ن يا لعنة وي وم القيامة هم من المقبوحين عناهم في هذه الد ب وأت
Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari
rahmat Allah) (Q,S. Al-Qashash/28:42)
Firman-Nya, ن يا لعنة وي وم القيامة عناهم في هذه الد ب Dan Kami“ وأت
ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada Hari kiamat,”
maksudnya adalah, di dunia ini Kami pastikan Fir’aun dan dan kaumnya
mendapatkan kerugian dan murka dari Kami. Di dunia mereka di binasakan,
dikecam dan di hina. Kemudian Kami sertakan laknat lain bagi mereka di
akhirat kelak. Kerugian mereka di dunia merupakan kerugian yang kekal
33 Departemen Agama RI, Al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). (Jakarta;
Departemen Agama RI,2004), jilid 8, h.554
64
abadi, dan kehinaan mereka merupakan kehinaan yang pasti mereka
terima.34
Firman-Nya, هم من المقبوحين “Mereka termasuk orang-orang yang
dijauhkan (dari rahmat Allah),” maksudnya adalah, mereka merupakan
orang-orang yang dianggap jelek oleh Allah, maka Allah membinasakan
mereka karena kekufuran mereka kepada Tuhan mereka dan pendustaan
mereka terhadap Mûsa, Rasul utusan Allah. Allah menjadikan mereka
sebagai pelajaran bagi orang-orang yang mengambil pelajaran dan menjadi
nasihat bagi orang-orang yang menjadikannya sebagai nasihat.35
ا ل ن يا لعنة وي وم القيامة أل إن عاد ا كفروا رب هم أل ب عد عاد وأتبعوا في هذه الد
وم هود ق
Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ´Ad itu kafir
kepada Tuhan mereka. Ingatlah kebinasaanlah bagi kaum ´Ad (yaitu) kaum Huud itu (Q.S. Hud/11:60)
Abû Ja’fâr berkata: Allah SWT berfirman untuk menyampaikan
berita tersebut, “Di dunia ini, kaum Aad, yaitu kaum Hud, selalu diikuti
dengan kemurkaan dan kemarahan dari Allah bagitu juga di akhirat, seperti
34 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 27,h 222 35 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 27,h 222
65
kutukan demi kutukan didatangkan dari Allah, datang dan menimpa mereka
pada masa lalu pada kehidupan dunia.”36
وم هود ا لعاد ق Ingatlah, sesungguhnya“ أل إن عاد ا كفروا رب هم أل ب عد
kaum Aad itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi
kaum Aad (yaitu) kaum Hud itu.” Dia berkata, “Allah menjauhkan mereka
dari kebaikan.” Dikatakan, كفر فلن ربه و كفر برب ه“Fulan kafir kepada
Tuhan-Nya, dan ia kafir terhadap Tuhan-Nya.” وشكرت لك و شكرتك“Aku
berterima kasih kepadamu, dan aku bersyukur kepadamu.”
Dikatakan, “Sesungguhnya makna kafir mereka terhadap Tuhan
mereka adalah pengingkaran mereka atas nikmat dan karunia Tuhan
mereka.37
قليل ما ي ؤمنون هم الله بكفرهم ف وقالوا ق لوب نا غلف بل لعن
Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah
telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman (Q.S. Al-Baqarah/2:88)
Abû Ja’fâr Mengatakan: para ahli qira’at berselisih pendapat
dalam membaca ayat ini. Sebagian mereka membaca وقالوا ق لوب نا غلف
dengan meringankan huruf laam yang bersukun, dan ini merupakan bacaan
36 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 42,h 470 37 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 42,h 471
66
yang umum di seluruh penjuru negeri. Sebagian yang lain membaca وا وقال
dengan memberatkan bacaan laam yang berdhammah yang ق لوب نا غلف
membaca dengan mensukunkan huruf laam dan meringankan bacaannya,
mereka menafsirkan bahwa mereka berkata, “Hati kami berada dalam
sarang dan tertutup”, dan الغلفdalam bacaan mereka adalah jamak dari kata
yaitu sesuatu yang terbungkus dan tertutup.38اغللف
Abû Ja’fâr Berkata: Akan tetapi Allah telah menjauhkan,
mengusir, menghinakan dan menghancurkan mereka disebabkan kekafiran
mereka terhadap ayat-ayat Nya, bukti-bukti Nya, risalah yang dibawa oleh
para rasul-Nya, dan mereka mendustakan nabi-nabi-Nya.39
Abû Ja’fâr Berkata: pada ayat ini هم الله بكفرهم terdapat بل لعن
pengingkaran Allah terhadap orang-orang yang mengatakan ق لوب نا غلف
yakni orang-orang Yahudi, karena firman-Nya بل menunjukkan
pengingkaran-Nya dan penentangan-Nya terhadap sesuatu yang mereka
38 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 2,h 111 39 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 137
67
seru. Karena kalimat بل tidak masuk dalam sebuah ungkapan kecuali untuk
menyangkal sesuatu yang diingkari.40
Jika demikian, maka jelas arti ayat tersebut adalah: Dan berkatalah
orang-orang Yahudi: hati kami dalam keadaan tertutup terhadap apa yang
engkau seru kepadanya, wahai Muhammad. Maka Allah berfirman, hal itu
tidaklah seperti yang mereka kira, akan tetapi Allah menjauhkan orang-
orang Yahudi dari rahmat-Nya dan mengusir mereka, serta menghinakan
nya disebabkan penentangan mereka kepada-Nya dan Rasul-Nya, kerena itu
hanya sedikit sekali dari mereka yang beriman.41
Abû Ja’fâr Berkata: para ahli tafsir berbeda pendapat dalam
menafsirkan ما ي ؤمنون فقليلا sebagian mereka mengatakan bahwa artinya
“Maka sedikit dari mereka yang beriman” yakni “Tidaklah beriman dari
mereka kecuali sedikit orang.” Riwayat yang menyatakan hal tersebut:
Bisyr bin Mu’âdz memberitahukan kepada kami, katanya, Yazîd bin
Zurai’ memberitahukan kepada kami, katanya, Sa’îd memberitahukan
kepada kami dari Qatadah mengenai firman-Nya: قليل هم الله بكفرهم ف بل لعن
ia berkata, “Demi Dzat yang memberiku kehidupan, sungguh ما ي ؤمنون
mereka yang murtad dari seseorang musyrik lebih banyak daripada yang
40 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 132 41 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 132
68
murtad dari ahli kitab, sungguh mereka yang beriman dari kalangan ahli
kitab itu sedikit.42
Abû Ja’fâr berkata: penafsiran yang paling utama untuk
dibenarkan menurut kami mengenai ayat قليل ما ي ؤمنون yaitu bahwa Allah ف
Yang Maha Suci memberitahukan bahwa Dia melaknat orang yang
memiliki sifat yang Allah sebutkan dalam ayat ini, kemudian Allah
memberitahukan bahwa mereka sangat sedikit yang beriman terhadap apa
yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya SAW, oleh karena itu kata قليل ف
menjadi manshûb (mengikuti sifat mashdâr yang tidak disebutkan) dan
artinya: “Akan tetapi Allah telah melaknat mereka disebabkan kekafiran
mereka, maka sangat sedikit keimanan mereka. Oleh sebab itu menjadi jelas
dengan apa yang kami terangkan kekeliruan perkataan yang diriwayatkan
dari Qatadah, karena makna tersebut jika seperti yang diriwayatkan, maka
memiliki arti: maka mereka tidak beriman kecuali hanya sedikit, atau sangat
sedikit dari mereka yang beriman, tentulah hanya sedikit, atau sangat sedikit
dari mereka yang beriman, tentulah kalimat القليلmenjadi marfû’ dan bukan
manshûb, karena jika ditafsirnya seperti ini, maka القليلsaat itu menjadi
marfû’ karena lafaz ماmeskipun القليل manshûb, dan kalimat ما yang
42 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 132-195
69
memiliki arti man (siapa) atau ال ذىtetap ما menjadi tidak di-marfû’-kan dan
hal itu tidak diperbolehkan.43
Munasabah Ayat: Di dalam ayat yang lalu Allah memberikan
penegasan tentang akibat yang akan menimpa orang-orang Yahudi, bahwa
mereka akan mendapat siksa yang berat karena mereka telah mementingkan
kebahagiaan dunia daripada kebahagiaan akhirat. Kemudian ayat-ayat
berikut ini Allah menerangkan kejahatan orang-orang Yahudi di luar batas
perikemanusiaan. Karena meskipun mereka telah diberi petunjuk melalui
beberapa Rasul yang datang secara berturut-turut, namun tidak saja
petunjuk-petunjuk itu mereka abaikan, bahkan di antara Rasul-rasul itu ada
yang didustakan dan ada pula yang dibunuh.44
فتحون بل يست ولما جاءهم كتاب من عند الله مصد ق لما معهم وكانوا من ق
لعنة الله على الكافرين لما جاءهم ما عرفوا كفروا به ف على الذين كفروا ف
Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat
kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar
kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu (Q.S. Al-Baqarah/2:89)
43 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 135-196 44 Departemen Agama RI, Al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). (Jakarta;
Departemen Agama RI,2004), jilid 8, h. 132
70
Abû Ja’fâr berkata: yang dimaksud dalam firman-Nya ولما جاءهم
adalah: “Ketika datang kepada orang-orang كتاب من عند الله مصد ق لما معهم
Yahudi dari bani israil yang Allah sebutkan sifat mereka كتاب من عند الله
yang dimaksud dengan كتاب adalah: Al Qur’an yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW bahwa مصد ق لما معهم yakni “Membenarkan apa
yang ada pada mereka dari kitab yang Allah turunkan sebelum Al Qur’an.”
45
Abû Ja’fâr Berkata: maksud dari firman Allah: بل وكانوا من ق
فتحون على الذين كفرو ايست bahwasanya orang-orang Yahudi yang ketika
datang kepada mereka kitab dari Allah yang membenarkan apa yang ada
pada mereka dari kitab yang telah Allah turunkan sebelum Al Qur’ân,
mereka mengkafirinya-mereka meminta untuk mendapatkan kemenangan
dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW.46
Dan makna تاح الستف :adalah memohon kemenangan, yakni
memohon kepada Allah dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW atas
45 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 138 46 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 133
71
orang musyrik Arab sebelum kerasulannya, yaitu sebelum diutus menjadi
Rasul.47
Abû Ja’fâr Berkata: Jika ada yang berkata kepada kami “Di
manakah letak jawaban dari firman Allah: ولما جاءهم كتاب من عند الله
? مصد ق لما معهم
Dikatakan: Ahli bahasa berbeda pendapat mengenai letak
jawabannya. Sebagian dari mereka mengatakan: itu termasuk dari susunan
kalimat yang tidak dicatumkan jawabannya karena yang diperintah sudah
mengetahui artinya. Sebagaimana banyak dicontohkan dalam Al Qur’ân.
Dan terkadang orang Arab memakai susunan itu jika kalimat yang ada
terlalu panjang, maka mereka menggunakan kalimat yang memiliki
jawaban, kemudian jawaban itu dihapuskan karena pendengar telah
mengetahui tentang arti dan makna kalimat itu sendiri. Sebagaimana firman
Allah: ه ولو أن ق رآن ا سي رت به الجبا أو قط عت به الرض أو كل م به الموتى بل لل
yang artinya: “dan sekiranya ada sesuatu bacaan (kitab suci) yangالمر
dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi jadi
terbelah atau kerenanya orang yang mati dapat berbicara, sebenarnya
segala urusan itu adalah kepunyaan Allah”. (Qs. Ar Ra’d [13] : 31) maka
tidak dicatumkan jawabannya, dan artinya: seandainya bacaan selain Al
47 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 133
72
Qur’an yang menjadikan gunung-gunung itu berjalan, maka pasti akan
berjalan dengan Al Qur’an, karena pengetahuan pendengar tentang artinya.
Mereka berkata, begitu pula firman Allah: ولما جاءهم كتاب من عند الله
-Dan sebagian yang lain mengatakan: jawaban dari firman . مصد ق لما معهم
Nya: ولما جاءهم كتاب من عند الله adalah huruf faa’ yang berada dalam lafaz
لما جاءهم م لعنة الله على الكافرين ف ا عرفوا كفروا به ف dan jawaban yang kedua
terdapat dalam lafaz كفروا به seperti perkataan: ketika aku bangkit dan kamu
datang, maka kamu baik, sama artinya: ketika kamu mendatangi kami, aku
bangun maka kamu baik.48
Abû Ja’fâr berkata: Pada bahasan yang lalu telah cukup banyak
kami paparkan mengenai arti ن الع dan الكفر, dengan demikian arti ayat
tersebut adalah: Maka penghinaan dan pengusiran Allah terhadap orang
yang menentang, disebabkan oleh kebenaran yang mereka ketahui terhadap
Allah dan Rasul-Nya yang mereka ingkari, ketika telah nyata kebenaran
bagi mereka, yaitu kenabian Muhammad SAW. Dan dalam firman Allah
tentang orang Yahudi yang Allah kabarkan kepada mereka dalam firman-
Nya: لما جاءهم ما عرفوا كفروا به ف adalah keterangan yang jelas bahwa mereka
48 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 274-205
73
sengaja mengingkari Muhammad SAW setelah adanya bukti atas mereka
tentang kenabiannya dan Allah telah membantah alasan mereka dan bahwa
dia adalah seorang Rasul (utusan) kepada mereka.49
Asbâb al- Nuzûl: Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum
Yahudi Khaibar dahulu memerangi kaum Ghathafan (Bangsa Arab). Tiap
kali bertempur, kaum Yahudi kalah. Kemudian kaum Yahudi meminta
pertolongan dengan do’a ini: “Ya Allah, sesungguhnya kami meminta
kepada-Mu dengan hak Muhammad, Nabi yang Ummi, yang telah engkau
janjikan kepada kami, akan Engkau utus Dia diakhir zaman. Tidaklah
Engkau akan menolong kami untuk mengalahkan mereka?”
Apabila bertempur, mereka tetap berdoa dengan do’a ini, sehingga
kalahlah kaum Ghathafan. Tetapi ketika Rasulullah diutus, mereka kufur
terhadap Nabi SAW. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2:89) sebagai
laknat kepada orang-orang yang memohon pertolongan Allah, yang setelah
dikabulkan mengingkarinya. (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab Al-
Mustadrak dan al-Baihaqî dalam kitab ad-Dala’il dengan sanad yang lemah
yang bersumber dari Ibnu Abbâs).50
أولئك جزاؤهم أن عليهم لعنة الله والملئكة والناس أجمعين
Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya laknat Allah ditimpakan
kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya (Q.S. Ali Imrân/3:87)
49 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 2,h 205-206 50 Qamaruddin Shaleh, Asbâb al Nuzûl, (Bandung: cv.di ponogoro,1995)h.28
74
Allah menjelaskan bahwa balasan bagi mereka (orang yang kufur
setelah beriman) adalah laknat dari Allah SWT (maksudnya di jauhkan dari
Allah SWT, para malaikat, dan seluruh manusia, yang semuanya
mendoakan keburukan mereka).51
Sebelumnya kami telah menjelaskan makna laknat manusia kepada
orang kafir, sehingga hal itu tidak perlu diulang kembali.52
Asbâb al- Nuzûl: dalam suatu riwayat lain dikemukakan bahwa
seorang laki-laki dari kaum Ansar murtad setelah masuk islam. Ia menyesal
atas kemurtadannya. Ia meminta kepada kaumnya agar mengutus seseorang
menghadap Rasulullah SAW untuk menanyakan apakah di terima
taubatnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. 3 Ali Imrân:87), dan
disampaikan oleh utusan itu kepadanya, sehingga ia pun kembali memeluk
islam. (Diriwayatkan oleh Musaddad di dalam musnâd-nya dan
‘Abdurrazzaq, yang bersumber dari mujahid).53
Munasabah Ayat: Ayat yang lalu telah membantah orang Yahudi
yang tidak mengakui kedatangan seorang Nabi dari bangsa arab karena nya
kesombongan dan kedengkian mereka. Maka pada ayat ini Allah
menetapkan kenabian Muhammad dengan mengemukakan alasan-alasan.54
51 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 5,h 570 52 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 5,h 570 53 Qamaruddin Shaleh, Asbâb al Nuzûl, (Bandung: cv.di ponogoro,1995)h. 105
54 Departemen Agama RI, Al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). (Jakarta;
Departemen Agama RI,2004), jilid 8, h.513
75
قضون عهد الله من ب عد ميثاقه وي قطعون ما أمر الله به أن يوص والذين ل ي ن
وي فسدون في الرض أولئك لهم اللعنة ولهم سوء الدار
Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan
teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman
yang buruk (Jahannam) (Q.S. Ar-Ra’d/13:25)
Abû Ja’fâr berkata: Allah SWT berfirman, قضون عهد الله وا لذين ي ن
“Orang-orang yang merusak janji Allah,” serta pelanggaran mereka
terhadap janji, menyalahi perintah Allah dan perbuatan maksiat mereka, من Setelah diikrarkan dengan teguh,” atas diri mereka untuk“ ب عد ميثاقه
menjalankan apa yang dijanjikan kepada mereka. وي قطعون ما أمر الله به أن Dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya“ يوصل
dihubungkan”. Mereka memutuskan tali silaturrahim yang Allah
perintahkan untuk menyambungkan وي فسدون في الرض “Dan mengadakan
kerusakan di bumi”. Yaitu perbuatan mereka di dunia dengan maksiat
kepada Allah. أولئك لهم اللعنة “orang-orang yang memperoleh kutukan,”
yakni jauh dari rahmat-Nya dan jauh dari surga-Nya. ولهم سوء الدار “Dan
bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).” Mereka
mendapatkan apa yang buruk bagi mereka diakhirat.55
55 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007)jilid 15,h 213
76
هم لعناهم وجعلنا ق لوب هم قاسية يحر فون الكلم عن فبما ن قضهم ميثاق
هم إل قليل مواضعه زا تطلع على خائنة من ونسوا حظا مما ذك روا به ول ت
هم واصفح إن الله يحب المحسنين هم فاعف عن من
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka
(sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan
melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik )Q.S. al-Maidah/5:13(
Abû Ja’fâr berkata: Allah SWT berfirman kepada Nabi
Muhammad SAW, “Wahai Muhammad, janganlah kamu merasa heran
terhadap orang-orang Yahudi yang ingin mencelakaimu dan mencelakai
sahabat-sahabatmu, serta melanggar perjanjian antara kamu dengan mereka
dengan cara menghianatimu dan teman-temanmu, karena itu memang
kebiasaan mereka dan para pendahulu mereka. Oleh karena itu, Aku
mengambil janji pendahulu mereka. Oleh karena itu, Aku mengambil janji
pendahulu mereka pada masa Mûsa AS untuk taat kepada-Ku, dan Aku
mengutus 12 orang diantara mereka, dan mereka adalah orang-orang yang
dipilih untuk mencari informasi tentang negeri yang kuat. Aku telah
menjanjikan pertolongan kepada mereka, dan Aku akan mewariskan negeri,
rumah, serta harta mereka setelah Aku memperlihatkan kepada mereka
penyebrangan serta bukti kehancuran Fir’aun dan kaumnya di laut, dan
77
terbelahnya laut kepada mereka serta semua penyebrangan yang Aku
perlihatkan kepada mereka.56
Tetapi mereka melanggar perjanjian yang mereka ikatkan kepada-
Ku dan melanggar janji-Ku, maka Aku melaknat mereka. Jika itu adalah
perbuatan orang-orang baik diantara mereka dengan bantuan-Ku kepada
mereka, maka janganlah kalian bertanya tentang contoh perbuatan orang-
orang buruk diantara mereka.57
Dalam kalimat itu terdapat bagian yang dibuang karena sudah
dianggap jelas dengan petunjuk zâhir, yakni makna kalimat tersebut adalah,
“Barangsiapa diantara kalian ada yang kafir setelah itu, berarti ia telah
tersesat dari jalan yang lurus. Kemudian mereka melanggar janji, maka
Allah melaknat mereka. Kami kutuk mereka.”58
Oleh karena itu, cukup dengan pertanyaan, ه اهم م لعن فبما ن قضهم ميثاق
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka” tanpa
menyebut, قضوا ن ”.Kemudian mereka melanggar“ ف
Takwil firman Allah : وجعلنا ق لوب هم قاسية (dan Kami jadikan hati
mereka keras membatu)
56 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 8,h 591 57 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 8,h 591 58 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 8,h 591
78
“Oleh karena itu, Kami laknat orang-orang yang melanggar janji-Ku
dan tidak memenuhi perjanjian-Ku dari kalangan bani israil. Kami jadikan
hati mereka keras dan padat dari keimanan kepada-Ku dan petunjuk kepada
ketaatan-Ku, sehingga tercabut dari hati tersebut kelembutan dan kasih
sayang.”59
Takwil firman Allah: يحر فون الكلم عن مواضعه (Mereka suka
merubah perkataan [Allah] dari tempat-tempatnya)
Abû Ja’fâr Berkata: Allah SWT berfirman, “Kami menjadikan
hati orang-orang yang melanggar janji-janji Kami dari kalangan bani Israil
keras membantu, tercabut darinya kebaikan dan diangkat darinya petunjuk,
sehingga mereka tidak beriman dan tidak mendapat petunjuk. Mareka pun
merubah perkataan-perkataan Tuhan mereka yang diturunkan kepada Nabi
mereka, Musa, yakni Taurat. Kemudian mereka menggantinya dengan
tulisan tangan mereka sendiri, lalu berseru kepada orang-orang bodoh,
‘Inilah kalam Allah yang diwahyukan kepada nabi-Nya, Mûsa AS’. Ini
merupakan sifat-sifat orang Yahudi setelah masa Mûsa yang menjumpai
masa Nabi Muhammad SAW, akan tetapi Allah SWT memasukkan mereka
kedalam orang-orang yang semasa, yang mulai mengabarkan mereka dari
orang-orang yang berjumpa dengan Musa, karena mereka adalah anak-anak
mereka dan mengikuti perilaku mereka dalam berdusta kapada Allah,
59 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 8,h 597-594
79
membuat-buat atas nama-Nya dan melanggar janji yang Allah ambil dari
mereka dalam Taurat.60
Takwil firman Allah: ونسوا حظا مما ذك روا به “Dan mereka [sengaja]
melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan
dengannya)”.
Maksud firman-Nya, ونسوا حظا “Dan mereka [sengaja] melupakan
sebagian.” Dan mereka meninggalkan sebagian, yakni seperti firman-Nya,
هم نسي Mereka telah lupa kepada Allah , maka Allah melupakan“ نسوا الله ف
mereka.” (Qs. At Taubah [9] : 67) Maksudnya mereka meninggalkan Allah,
maka Allah meninggalkan mereka . penjelasan mengenai hal ini yang
disertai dengan bukti-buktinya, telah diberikan sebelumnya, sebingga tidak
perlu kami ulang lagi disini.61
Dikatakan, هم زا تطلع على خائنة من Dan kamu (Muhammad)“ ول ت
senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka,” karena permulaannya,
dengan menyebut sekelompok orang, sehingga ditutp dengan menyebut
sekelompok orang juga adalah lebih utama.62
60 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 8,h 595-596 61 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 8,h 597 62 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 8,h 598
80
Takwil firman Allah: هم واصفح إن الله يحب المحسنين Maka) فاعف عن
maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik)
Abû Ja’fâr Berkata: ini merupakan perintah dari Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberi maaf kepada orang-orang
Yahudi yang hendak mencelakainya.
Allah SWT berfirman kepadanya, “Berilah maaf wahai Muhammad,
orang-orang yang hendak mencelakai dengan cara membunuhmu dan
membunuh sahabat-sahabatmu, dan biarkanlah mereka dengan perbuatan
jahat mereka dengan tidak membalas dengan cara membenci mereka,
karena Aku menyukai orang yang memberi maaf dan membiarkan orang
yang hendak berlaku buruk terhadapnya”.63
ليه ئكم بشر من ذلك مثوبة عند الله من لعنه الله وغضب ع قل هل أن ب
هم القردة والخنازير وعبد الطاغوت أولئك شر مكان ا وأضل عن وجعل من
سواء السبيل
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu
disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih
tersesat dari jalan yang lurus. (Q.S. al-Maidah/5: 60(
63 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 8,h 601-602
81
Takwil firman Allah: قل هل أن ب ئكم بشر من ذلك مثوبة عند الله من لعنه
هم القردة والخنازير الله وغضب عليه وجعل من (Katakanlah, “Apakah akan aku
beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya
dari [orang-orang fasik] itu di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki
dan dimurkai Allah, diantara mereka [ada] yang dijadikan kera dan
babi).64
Abû Ja’fâr Berkata: Allah SWT berfirman kepada Nabi
Muhammad SAW, “Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang yang
menjadikan agamamu mainan dan bahan cemoohan, yakni orang-orang
yang telah diberikan kitab sebelummu dan orang-orang Kafir, ‘Bagaimana
aku memberitahukan kepadamu hai ahli kitab dengan kejelekan ganjalan
yang kalian lakukan kepada kami, orang yang beriman kepada Allah dan
kitab Allah yang diturunkan kepada kami, serta kitab-kitab yang diturunkan
sebelum kitab kami’?”.65
Takwil firman Allah: وعبد الطاغوت أولئك شر مكان ا وأضل عن سواء
Dan [orang yang] menyembah thaghut?” Mereka itu lebih buruk“ السبيل
tempatnya dan lebih tersesat dari jalan lurus”.66
64 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007) jilid 9,h 158 65 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 9,h 158 66 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 9,h 162
82
Abû Ja’fâr Berkata: ayat itu menyatakan bahwa Allah SWT
bermaksud sebagai khabar yang memberitahukan mengenai orang Yahudi,
yang sifat mereka telah disebutkan dalam ayat-ayat sebelum ini, dengan
buruknya perilaku mereka, akhlak yang tercela dan memperbolehkan
sesuatu yang diharamkan, serta banyaknya dosa dan maksiat yang dilakukan
oleh mereka. Hingga kemudian Allah merubah bantuk mereka. Ada yang
menjadi kera, dan ada yang menjadi babi.67
Semua itu, sebagai ayat dari Allah yang ditunjukkan kepada mereka
-(orang Yahudi), sebagaimana telah ditunjukkan, dan menjadi keliru bagi
mereka dengan apa yang mereka ketahui maknanya dari kalimat tersebut
dengan sebaik-baik pengetahuan. Juga memberitahukan kepada Nabi SAW
mengenai perilaku yang terbaik. Allah berfirman kepada baliau,
“Katakanlah kepada mereka wahai Muhammad, ‘Apakah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan kitab-kitab-Nya yang mereka caci maki itu lebih
baik dan lebih utama, ataukah orang-orang yang telah Allah laknat?”. 68
4. Laknat bagi Orang-orang Munafik
Diantara ayat yang dijelaskan oleh Allah tentang laknat bagi orang
munafik ialah yang terdapat dalam Q.S. Al Fath/48:6, Q.S. Al Taubah/9:68
67 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 9,h 167 68 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 9,h 167
83
ب المنافقين والمنافقات والمشركين والمشركات الظان ين بالله ظن وي عذ
هم وأعد لهم جهنم السو ء عليهم دائرة السوء وغضب الله عليهم ولعن
وساءت مصير ا
Dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan
mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka
neraka Jahannam. Dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali. (Q.S. Al Fath/48:6)
Maksudnya, sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
kemenangan yang nyata, supaya Allah mengampunimu, memasukkan
orang-orang beriman laki-laki dan perempuan ke dalam surga-surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan supaya Allah mengadzab orang-
orang munafik, laki-laki dan perempuan, dengan sebab kemenangan dari
Allah untukmu, hai Muhammad. Yakni kemenanganmu atas orang-orang
musyrik Quraisy. Mereka berduka dan bersedih karena kemenanganmu itu
dan pupuslah harapan mereka melihat ahli iman mengalami kelemahan serta
kehinaan, dan karena mereka berpaling darimu di dalam dunia dan masuk
neraka serta kekal di dalamnya di akhirat.69
69 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007), jilid 23,h 554
84
وعد الله المنافقين والمنافقات والكفار نار جهنم خالدين فيها هي حسب هم
هم الله ولهم عذاب مقيم ولعن
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan
dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (Q.S. At Taubah/9:68)
Takwil firman Allah: وعد الله المنافقين والمنافقات والكفار نار جهنم
هم الله ولهم عذاب مقيم -Allah mengancam orang) خالدين فيها هي حسب هم ولعن
orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan
neraka Jahannam, mereka kekal didalamnya. Cukuplah neraka itu bagi
mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka adzâb yang kekal)
Abû Ja’fâr berkata: Allah berfirman, والمنافقات وعد الله المنافقين
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan“ والكفار
dan orang-orang kafir,” yakni kepada Allah.70
Neraka Jahannam”. Allah akan memasukkan mereka“نار جهنم
kedalam Neraka Jahannam semuanya.
70 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 13, h 1
85
Mereka kekal di dalamnya.” Dan tidak hidup juga tidak“ خالدين فيها
mati”.
Cukuplah neraka bagi mereka,” ia berkata, “Adzab itu“ هي حسب هم
cukup bagi mereka, dan itu merupakan balasan atas kekufuran mereka
kepada Allah.”
هم الله Dan Allah melaknat mereka,”ia berkata, “Allah“ ولعن
menjauhkan mereka dari rahmatnya.”
,Ðan bagi mereka adzâb yang kekal,” dia berkata ولهم عذاب مقيم
“Adzâb bagi kedua kelompok, yaitu orang-orang munafik dan orang-orang
kafir, selama-lamanya, tidak akan pernah berakhir dan juga tidak pernah
musnah.”71
C. Analisis terhadap Penafsiran Ibn Jarîr al-Tabarî tentang Laknat
Dalam melakukan analisis ini, penulis hanya mengambil dari sisi
objek yang terkena laknat dan sebab Allah menurunkan laknat kepada
mereka. Ada beberapa objek/pelaku yang terkena laknat dari Allah di
antaranya: orang-orang zalim, orang-orang berdusta, ingkar (kafir atau
musyrik) dan orang-orang munafik.
71 Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsîr al-Tabarî; penerjemah, Ahsan Askan;
editor, Besus Hidayat Amin, jilid 13,h 2
86
1. Orang-Orang yang Berdusta
Dusta adalah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik
dengan ucapan lisan secara tegas maupun dengan isyarat seperti
menggelengkan kepala atau mengangguk.
Di dalam al Qur’ân orang-orang yang berdusta juga dapat terkena
laknat, termasuk orang yang menyembunyikan ilmu akan dilaknat oleh
Allah, para malaikat, dan seluruh umat manusia, ini merupakan ancaman
keras bagi orang yang menyembunyikan keterangan yang menjelaskan
tujuan-tujuan baik dan petunjuk yang bermanfaat bagi hati, yang dibawa
pleh para Rasul-Nya, setelah Allah SWT. Menjelaskan kepada hamba-
hamba-Nya dalam kitab-kitab-Nya yang telah diturunkan kepada para
Rasul-Nya, dan di dalam al Qur’ân juga dijelaskan akan melaknat orang-
orang yang berdusta tentang peristiwa Isa. Laknat juga akan diturunkan
kepada orang yang bersaksi dengan nama Allah empat kali persaksian,
bahwa dia adalah benar dalam tuduhannya itu. Kemudian dia bersaksi sekali
lagi bahwa dia akan terkena laknat Allah jika dia berdusta. Allah juga
melaknat orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik yang sedang
dalam keadaan lengah berbuat zina sedangkan mereka adalah wanita-wanita
yang beriman.
Menurut Ibn Jarîr al-Tabarî orang berdusta juga bisa mendapatkan laknat
dari Allah, penulis setuju dengan hal ini dikarnakan orang yang berdusta
bisa sangat merugikan banyak orang disekelilingnya, bukan hanya itu,
mereka juga termasuk orang-orang yang menyembunyikan kebenaran yang
ada. Maka dari itu orang berdusta pantas untuk mendapatkan laknat.
87
2. Orang-Orang Zalîm
Zalîm berasal dari kata zalama-yazlimu-zulman yang artinya
aniaya. Zalîm (Arab: ظلم, Zalîm) adalah meletakkan sesuatu/ perkara
bukan pada tempatnya. Zalîm merupakan perilaku tercela. Sesungguhnya
perbuatan zalim dapat merugikan pelakunya dalam kehidupan dunia
maupun akhirat.
Kezhaliman yang terbesar dari jenis ini adalah kufur (mengingkari
Allah), Syirik (Menyekutukan Allah), dan Musyrik. Mempersekutukan
yang lain dengan Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa
pecah berderai. Menurut Hamka bahwa bukan hanya kepada Rabbnya
seseorang bisa terkena laknat, tetapi kepada diri sendiri atau kepada orang
lain. Seperti menzalimi diri sendiri, contohnya mabuk-mabukan, membuat
keonaran dan lain-lainnya.72
Allah juga melaknat orang-orang yang zalîm terhadap dirinya
sendiri, keluarga dan masyarakat. Allah juga melaknat orang-orang yang
melanggar dan melampaui batas, yaitu orang-orang yang mengingkari
Tuhan mereka dan orang-orang yang zalîm juga akan di jauhkan dari rahmat
Allah.
Menurut Ibn Jarîr al-Tabarî orang-orang zalîm juga bisa
mendapatkan laknat, penulis setuju dengan hal ini karena orang-orang zalîm
itu termasuk orang-orang yang merusak diri mereka sendiri salah satu
72 Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989) h. 179
88
contohnya seperti mabuk-mabukan. Walaupun menurut mereka mabuk-
mabukan itu terasa enak, padahal sebenarnya mereka merusak diri mereka
sendiri.
3. Orang-Orang yang Ingkar (Kafir)
Kata kafir digunakan dalam al-Qurân adalah kata kafir yang
mempunyai arti pendustaan atau pengingkaran terhadap Allah Swt dan
Rasul-RasulNya, khususnya Nabi Muhammad dan ajaran-ajaran yang
dibawanya
Hamka mengatakan bahwa orang-orang kafir adalah siapa saja
menolak islam membencinya, memusuhinya, memeranginya, membuat dan
melaksanakan hukum selain hukum Allah. Kategori kafir juga dapat
dikenakan kepada mereka yang merendahkan serta menganggap bahwa
hukum ciptaan manusia lebih baik dan lebih tepat untuk dilaksanakan serta
lebih mampumenjawab problema masyarakat modern yang terdiri dari
berbagai suku, agama, ras, dari pada hukum Allah. Termasuk kafir juga
orang yang mengangkat pemimpin selain orang yang beriman (Yahudi,
Nashrani dan sejenisnya), sebagai pemimpin mereka dengan meninggalkan
orang-orang kafir, mereka tidak menyukai kejayaan dan kemajuan orang-
orang Islam, sebaliknya merasa gembira jika umat Islam mendapat musibah
dan kekalahan, merekalah orang-orang kafir lagi zhalim.73
Allah menjelaskan dalam al Qur’ân bahwa Fir’aun dan pengikutnya
mendapatkan laknat baik di dunia maupun di akhirat dan di jauhkannya dari
73 Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989) h. 99
89
rahmat Allah karena kekufuran mereka kepada Tuhan mereka dan
pendustaan mereka terhadap Mûsa, Rasul utusan Allah. Dan laknat
selanjutnya juga diturunkan kepada kaum Aad karena mereka kafir terhadap
Tuhan mereka, dan Allah juga menjauhkan mereka dari kebaikan. Allah
juga melaknat orang-orang Yahudi, disebabkan penentangan mereka
kepada Allah dan Rasul-Nya, kerena itu hanya sedikit sekali dari mereka
yang beriman. Allah juga melaknat orang yang menentang, disebabkan oleh
kebenaran yang mereka ketahui terhadap Allah dan Rasul-Nya yang mereka
ingkari, ketika telah nyata kebenaran bagi mereka, yaitu kenabian
Muhammad SAW. Mereka sengaja mengingkari Muhammad SAW setelah
adanya bukti atas mereka tentang kenabiannya dan Allah telah membantah
alasan mereka dan bahwa dia adalah seorang Rasul (utusan) kepada mereka.
Allah juga menjelaskan bahwa balasan bagi mereka (orang yang kufur
setelah beriman) adalah laknat dari Allah SWT (maksudnya di jauhkan dari
Allah SWT, para malaikat, dan seluruh manusia, yang semuanya
mendoakan keburukan mereka). Allah juga melaknat orang-orang yang
merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-
apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan
kerusakan di bumi dengan melakukan kekafiran dan perbuatan maksiat.
Allah juga melaknat mereka yang melanggar janji dari segala sisi yaitu
mendustakan para Rasul yang datang kepada mereka setelah Musa, maksud
dengan janji disini dikatakan oleh Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitaf
tafsir ath thabari itu adalah janji yang Allah ambil dari Ahli Taurat (Yahudi)
kemudian mereka melanggarnya. Allah juga melaknat mereka yang
90
menghina dan mengejek agama dan ritual-ritual kaum Muslimin serta
mengganggu mereka seperti yang dilakukan oleh orang-orang kafir.
Menurut Ibn Jarîr al-Tabarî orang-orang kafir juga akan
mendapatkan laknat dari Allah, penulis sepakat dengan hal ini dikarnakan
orang-orang kafir adalah orang-orang yang mengingkari Tuhan dan mereka
tidak beriman kepada Allah, padahal mereka diciptakan oleh Allah guna
hanya untuk menyembah-Nya, tetapi mereka malah mengingkari-Nya.
4. Orang-Orang Munafiq
Secara bahasa, kata munafiq berasal dari kata Nafaqa ( ن فق), nifaqan
,yang mengandung arti mengadakan, mengambil bagian dalam(نفق ا)
membicarakan sesuatu yang dalam pandangan keagamaan. Pengakuannya
dari satu orang berbeda-beda dengan lainnya. Adapun menurut istilah
Munafiq adalah menyembunyikan kebatilan dan menampakkan kebaikan.
Dalam kitab tafsirnya Ibnu Katsir berkata, yang dikutip Hamka “Inilah
sifat orang Munafik terhadap suatu malam semulia-mulianya dan seutama-
utamanya dan sebaik-baiknya yaitu sembahyang. Kalau mereka berdiri akan
mengerjakannya merapun merasa malas, karena tidak ada niat terhadap
sembahyang itu tidak ada imannya, dan tidak ada rasa takutnya kepada
Allah dalam perasaan malam. Tetapi hendaklah ia berdiri dengan muka
jernih berseri. Dengan sebesar-besar keinginan kegembiraan. Sebab dia
akan menyampaikan permohonan kepada Allah dan akan berhadapan
dengan dia, dan allah akan memberinya ampun dan akan memperkenankan
91
doanya “Mereka hendak menonjol-nonjolkan kepada manusia”, artinya
meskipun mereka mengerjakan sembahyang juga, namun maksud mereka
hanya semata-mata riya. Yaitu hendak mempertontonkan kepada manusia
bahwa dia orang sembahyang yang akan mengangguk kesenangan nafsunya
masalah dia mengerjakan.74
Di dalam al Qur’ân orang-orang munafiq pun terkena laknat dari Allah,
Allah melaknat orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan dan orang-
orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk
terhadap Allah, dan Allah akan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya.
Menurut Ibn Jarîr al-Tabarî orang Munafiq juga termasuk golongan
orang yang mendapatkan laknat dari Allah, penulis setuju dengan hal ini
dikarnakan mereka sangat merugikan orang lain, dan mereka itu termasuk
orang-orang yang menyembunyikan kebatilan dan menampakan kebaikan,
dan mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan dari rahmat Allah.
74 Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989) h. 332
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan dari tulisan ini dengan merujuk
kepada rumusan masalah sebagai berikut:
Laknat menurut Ibn Jarîr al-Tabarî adalah menjauhkan, jadi apabila
seseorang yang dilaknat Allah, mereka dijauhkan dari rahmat-Nya baik
dunia maupun di akhirat. Berbeda dengan kata laknat yang dipakai buat
manusia atau makhluk lainnya yang berarti bahwa mereka mendoakan atau
memohon agar Allah menimpakan balasan atau adzab terhadap mereka
perbuatan yang dilaknat oleh Allah. Ibn Jarîr al-Tabarî mengemukakan
bahwa orang-orang yang terkena laknat Allah tidak lain adalah orang-orang
yang menyakiti Allah, Rasul-Nya, berbuat zhalim, baik kepada dirinya
sendiri maupun orang lain, ingkar, dusta dan berbuat kemaksiatan, dan
laknat juga diberikan kepada Bani Israil dan orang-orang kafir, Allah
sangatlah melaknat
B. Saran-saran
Dalam skripsi ini penulis hanya memfokuskan pada ayat-ayat laknat
dalam al Qur’ân yang ditafsirkan al-Tabarî dalam tafsirnya. Maka dari itu
penulis berharap di kemudian hari ada penulis yang menyempurnakan
penelitian ini dengan bahasan dan penafsiran yang lebih luas lagi. Karena
93
penulis sadar kesimpulan akhir dari skripsi ini tidak menutup kemungkinan
ada kesimpulan lain dari analisis yang dilakukan penulis.
Penulis juga berharap ada penelitianlanjutan yang lebih
komprehensif, terhadap ayat-ayat laknat dalam al Qur’ân dan tidak hanya
menggunakan Tafsîr al-Tabarî.
94
DAFTAR PUSTAKA
Amir . Ismail, “Laknat dalam Pandangan al Qur’ân (Analisis Ayat-ayat Laknat
dalam Tafsîr al Marâghî)”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011
Anonim. al Qur’ân dan Terjemah . Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Penafsir al Qur’ân ,1971.
Anwar. Rosihan, Melacak Unsur-unsur Isra’iliyyat dalam Tafsir al-Tabarî dan
Tafsir Ibn Katsir, Bandung: CV Pustaka Setia.1999 Al-Aridl Ali Hasan. Sejarah dan Metodelogi Tafsir. Jakarta: raja grafindo
persada. 1994
Al Asfahani.Al Raghib, Mu’jam Mufradat fi al Fadz al Qur’ân .Beirut: Dar al-
Kutub al ‘Ilmiyah. 2004
Al Baghdadi. Tarikh al Baghdad. Madinah: al Maktabah as Salafiyah.t.t.. Jilid 2
Baqî. Muh. Fuad ‘Abdul. Majmâ’ al-Mufahros al-al Fazh al-Qur’ân al-Karîm.
Libanon: Maktabah Islamiyyah 1984
Al Bukhârî.Abî Abdillah Muhammad bin Ismâil. Shahîh Bukhârî bin Hasyah al Sanadî. Kitab al Iman, juz 1.T.tp: Dar Nahr al-Nayl, t.t
Al Bukhârî .Abî Abdillah Muhammad bin Ismâil. Shahîh Bukhârî. T.tp: Dar Nahr al-Nayl, t.t
Depertemen Agama RI al Qur’ân dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan) Jakarta:Dapertemen Agama RI. 2004
Departemen Agama RI. al Qur’ân dan terjemah. Jakarta: Dapertemen Agama RI
1997
Dhaif .Syauqi. Kamus al Mu’jam al Wasît. Kairo: maktabah al syuruq al
dauliyyah, 2010
Dilaga .M. Fatih Surya,dkk. Metodelogi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras. 2010
Al Farmawi Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar Terj. Surya
A. Samran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1996
Ghofur. Saiful Amin. Profil Para Mufasir Al Qur’an. Yogyakarta: Insan Madani. 2007
Hamka. Tafsir al Azhar,. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1989
95
Al Hufi. Ahmad Muhammad. al-Tabarî. Kaira: al Majlis al A’la Lisyuni al
Islamiyah. 1970
Ibrahim. Majid Assayid. Wanita dan Laki-aki yang Dilaknat. Jakarta: Gema Insan Press. 1995
Al Jauziyyah. Ibn Qayyim. Kiat Memebersihkan Hati dari Kotoran dan Maksiat.
Jakarta: Islam klasik
Mahmud. Mani’ Abd Halim. Metodelogi Tafsir “Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir”. Jakarta: PT Grafindo Persada. 2006
Munawwir. Ahmad Warson . Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap
Yogyakarta : Pustaka progressif .1984
Manzur Ibnu. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Sadir, Juz 4
Al-Marâghî. Ahmad Mustafa. Tafsîr al-Marâghî. jilid 1. Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah. 1992
_______. Tafsîr al-Marâghî, jilid 6, Kairo: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992
al Namr. Abd al Mu’in .Ilm al Tafsir Kaif Nasya’a aw Tatawwara Ila Ashrina al
hadis. Beirut:Dar al Kitab al Libanon.1985
Nasution.Harun. al-Tabarî Ansiklopedi Islam Di Indonesia. Jakarta:Depag RI. 1993
Purwidianto, “Pendidikan dalam Urusan Rumah Tangga (Sebuah Analisis Hadis
Rasul)”, Jurnal Pendidikan Islam, vol 7, no. 2 September 2016
Pusat Bahasa Depdiknas RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. diakses tanggal 22 Mei 2009 dari http:/pusatbahasa,diknas.go.id/kbbi/index.php
Al Qaththan Manna. Pengantar Studi Ilmu al Qur’ân .Jakarta: pustaka al
kautsar.2005
96
_______ Studi Ilmu-Ilmu al Qur’ân. terj. Mudzakir AS.Bogor:Pustaka Litera
AntarNusa.1996.Cer ke-3
Qutb. Sayyid. Tafsir fi Zhilalil al Qur’ân . Jilid 10. Beirut: Darusy-Syuruq
Retnowati. Tutiek & Nurhadi “Pengakuan Sebagai Alat Bukti dalam Perkara Pengingkaran Keabsahan Anak” H. 31-48
Shaleh. Qamaruddin .Asbâbun Nuzûl. Bandung: CV. DIPONEGORO. 1995
Shihab M. Quraish. Membumikan al Qur’ân . Jakarta: Mizan. 1992. Cet ke-1
_______. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’ân . jilid 2. Jakarta: Lentera hati
_______. Wawasan al Qur’ân .Jakarta: Mizan. 2004
Al Syaibani Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad. Musnad Imam Ahmad bin Hambal .Bairut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah .1971
Syibromalisi Faizah Ali & Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern.
Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011
Al-Tabarî .Abû Ja’far Muhammad bin Jarîr . Tafsîr al-Tabarî .penerjemah. Ahsan Askan. Jakarta: Pustaka Azzam. 2007
Tartib Nu-zul al-Surah digital versi 3.21
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1080
Ubaidillah. Ismail. “Kata Serapan Bahasa Asing dal al Qur’an dalam pemikiran at tabari” Jurnal at Ta’dib. Vol. 8. No. 1. Juni 2013
97
W Munawwir. Kamus Arab-Indonesia .Surabaya: Pustaka Progresif. 2002
http:/www.republika.co.id/berita/ensiklopediislam/hikmah/10/07/10/124132-waspadalaknat-tersamar-di-balik-nikmat