Laju Pertumbuhan PDRB - file · Web viewMeskipun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara...
Transcript of Laju Pertumbuhan PDRB - file · Web viewMeskipun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara...
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah Tahun 20142.1.1 Laju Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan
sebesar 2,22% (yoy) pada kurun waktu tahun 2010-2012, namun kemudian
mengalami penurunan selama kurun waktu 2012-2014. Perekonomian Provinsi
Sulawesi Tenggara pada triwulan IV Tahun 2014 tumbuh sebesar 5,31% (yoy)
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh mencapai 5,86%
(yoy). Melambatnya perekonomian Sulawesi Tenggara disebabkan terkontraksinya
ekspor luar Negeri seiring dengan pelarangan ekspor nikel mentah (ore) sejak
diberlakukannya UU Minerba pada 12 januari 2014 yang lalu.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara cenderung mengalami
penurunan selama kurun waktu 2012-2014, namun bila dibandingkan dengan
perekonomian secara Nasional, perekonomian Sulawesi Tenggara, masih berada di
atas level pertumbuhan ekonomi Nasional yang hanya tumbuh 5% (yoy) pada Tahun
2014. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Sulawesi Tenggara masih memiliki
potensi untuk tumbuh lebih tinggi lagi di periode mendatang. Gambaran tingkat
pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara dan Nasional selama kurun
waktu 2010-2014 dapat dilihat pada gambar berikut ini:
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 1
Gambar 2.1 Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2011-2014 (persen)
2010 2011 2012 2013 20140
2
4
6
8
10
12
8.19 8.6810.41
7.286.36.1 6.2 6 5.6 5
Pertumbuhan Ekonomi Su-lawesi Teng-gara
Pertumbuhan Ekonomi Na-sional
Sumber: BPS Sultra, 2015
2.1.2. Struktur PDRB1) PDRB Menurut Sisi Penawaran
Secara umum distribusi PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas 9
sektor usaha yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri
pengolahan; (4) listrik/gas/air bersih; (5) kontruksi dan bangunan; (6) perdagangan,
hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan; (9) jasa-jasa. Seluruh sektor ini memiliki keterkaitan yang erat
satu sama lain sehingga jika salah satu sektor mengalami perubahan maka akan
ikut mempengaruhi sektor lainnya.
Kontribusi PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014 menurut sisi
penawaran masih didominasi oleh sektor pertanian. Meski demikian, sektor ini terus
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dapat dilihat pada tabel bahwa pada
Tahun 2008 sektor pertanian mencapai 36,44 persen dan terus menurun hingga
pada Tahun 2014 hanya sebesar 29,39 persen. Penurunan kontribusi sektor
pertanian karena dipengaruhi oleh menurunnya produksi beberapa komoditas
selama kurun waktu Tahun 2008-2014. Kecenderungan kontribusi PDRB sektor
pertanian yang terus mengalami penurunan berbanding terbalik dengan kontribusi
sektor lain yang cenderung mengalami peningkatan dalam kurun waktu Tahun 2008-
2014.
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 2
Sektor pertanian masih memberikan kontribusi yang terbesar dalam
pembentukan PDRB provinsi Sulawesi Tenggara, oleh karena itu sektor tersebut
menjadi prioritas pembangunan daerah dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2013-2018, terutama untuk mewujudkan agenda pembangunan ekonomi,
melalui peningkatan produksi pangan strategis, meliputi: perbaikan infratsruktur
pendukung produksi pertanian, perikanan dan peternakan; peningkatan akses petani
dan peternak atas sarana produksi (pupuk, bibit, dll); penguatan permodalan;
peningkatan kompetensi SDM petani maupun peternak; serta pemanfaatan teknologi
berupa penguatan kerjasama antar dinas terkait dengan penyuluh ataupun
akademisi.
Tabel 2.1. Distribusi PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara Menurut Sektor Usaha Tahun 2008-2014 (Persen)
No. Sektor-sektor ekonomi Tahun2008 2009 2010 2011 2012 2013* 2014**
1. Pertanian 36,44 35,02 33,19 31,87 30,61 30,02 29,392. Pertambangan dan
Penggalian4,60 4,28 4,90 6,07 7,75 7,74 6,49
3. Industri Pengolahan 7,62 6,43 7,14 6,91 6,35 6,11 6,014. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,87 0,93 0,93 0,92 0,98 1,08 1,145. Bangunan 7,40 7,72 8,26 8,54 8,78 8,89 9,436. Perdagangan, Hotel dan
Restoran16,26 17,45 18,12 18,57 19,06 19,71 20,26
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8,47 9,26 9,29 9,19 8,97 8,82 8,72
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
5,37 5,30 5,53 5,93 5,96 6,23 6,36
9. Jasa – Jasa 12,97 13,61 12,64 12,00 11,54 11,41 12,19* Angka Sementara
** Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS Prov. Sultra, 2015
2) PDRB Menurut Sisi Permintaan
Secara umum PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara menurut penggunaan terdiri
atas 6 (enam) komponen yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT, konsumsi
pemerintah, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan ekspor dan impor.
Keenam komponen ini mempunyai saling keterkaitan yang erat dimana apabila salah
satu kelompok mengalami perubahan maka kelompok lainnya juga akan ikut
berubah.
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 3
Tabel 2.2 PDRB Sulawesi Tenggara Menurut Komponen Penggunaan/Sisi
Permintaan Tahun 2010-2014
Sumber: BPS Prov. Sultra, 2014
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa selama periode 2010 – 2014, produk
yang dikonsumsi di wilayah domestik sebagian besar masih untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi akhir rumah tangga (di atas 50 persen). Ekspor juga
mempunyai peran yang relatif besar, karena sekitar 22 s.d 40 persen produk
Sulawesi Tenggara mampu menembus pasar nasional maupun internasional;
demikian halnya impor masih mempunyai peran yang relatif besar, karena sekitar 32
s.d 46 persen permintaan domestik masih dipenuhi oleh produk dari impor. Di sisi
lain, pengeluaran untuk kapital (PMTB) juga mempunyai peran relatif besar dengan
kontribusi sekitar 35 s.d 43 persen. Proporsi konsumsi akhir pemerintah berada pada
rentang 14,93 – 17,37 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam
menyerap produk domestik tidak terlalu besar.
Konsumsi akhir rumah tangga menempati porsi terbesar dalam PDRB
menurut pengeluaran. Data berikut menunjukan hal tersebut, di mana sebagian
besar produk domestic dan produk impor digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir
rumah tangga. Data berikut, menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2010 – 2014
konsumsi akhir rumah tangga mengalami peningkatan signifikan, sejalan dengan
kenaikan jumlah penduduk maupun jumlah rumah tangga. Kenaikan jumlah
penduduk mendorong terjadinya kenaikan nilai konsumsi rumah tangga, yang pada
gilirannya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Porsi
pengeluaran konsumsi rumah tangga terhadap PDRB pada periode tahun 2010 s.d
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 4
2014 cukup fluktuatif. Titik tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu 52,56 persen dan
titik terendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 50,08 persen.
Gambar 2.2. PDRB Sulawesi Tenggara Menurut Komponen Penggunaan/Sisi
Permintaan Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 20140
20406080
100120140160180200
52.56 50.62 50.08 51.32 51.44
1.32 1.25 1.12 1.07 1.1115.93 17.37 15.51 15.27 14.93
43.44 40.38 36.35 35.83 37.13
22.66 29.25 27.94 31.32 40.96
36.55 37.9532.6 36.06
46.33
ImporEksporPerubahan InventoriPMTBKonsumsi PemerintahKonsumsi LNPRT Konsumsi Rumah Tangga
Sumber: BPS Sultra, 2015
Konsumsi akhir LNPRT peranannya dalam PDRB menurut pengeluaran
sangat minor dibandingkan dengan komponen pengeluaran lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa peranan institusi ini dalam perekonomian suatu wilayah
semestinya dapat lebih ditingkatkan lagi.
Konsumsi akhir pemerintah bersama dengan pengeluaran akhir rumah tangga
dan LNPRT merupakan jumlah dari konsumsi akhir dalam suatu perekonomian suatu
wilayah. Menarik untuk dicermati lebih lanjut bahwa proporsi pengeluaran akhir
pemerintah terhadap PDRB mengalami penurunanan, dari hanya 15,93 persen di
tahun 2010 hingga menjadi 14,93 persen pada tahun 2014. Sepanjang periode
tersebut, proporsi terendah terjadi pada tahun 2014; sedangkan proporsi tertinggi
pada tahun 2011 yang mencapai 17,37 persen. Peningkatan tersebut cenderung
didominasi oleh pengeluaran pemerintah untuk konsumsi kolektif.
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 5
2.1.3. PDRB Per Kapita dan Distribusi PendapatanSalah satu tolok ukur untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah
dapat dilihat dari besarnya PDRB per kapita, yang dihitung berdasarkan total PDRB
dibagi dengan jumlah penduduk berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan.
Tren peningkatan pendapatan perkapita masyarakat atas dasar harga berlaku dan
atas dasar harga konstan disajikan pada table dan gambar berikut :
Tabel 2.3. PDRB Perkapita Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013* 2014**0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
6.12 6.386.95
7.558.23
3.74.84
6.34 6.5 6.47
Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan
Sumber: BPS Prov. Sultra, 2015
PDRB per-kapita Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun, seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Indikator ini
menunjukkan bahwa secara ekonomi setiap penduduk Sulawesi Tenggara rata-rata
mampu menciptakan PDRB (atau nilai tambah) sebesar nilai perkapita di masing-
masing tahun tersebut. Sementara itu pertumbuhan per-kapita secara “riil” juga
selalu meningkat di kisaran 4 sampai 9 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut
diikuti pula oleh penambahan jumlah penduduk, yang meningkat rata-rata pada
kisaran 2 persen setiap tahunnya, dengan demikian maka pertumbuhan per-kapita
tersebut tidak saja terjadi secara “riil” tetapi juga terjadi secara kualitas. Gambaran
tersebut memberikan informasi bahwa kesejahteraan penduduk Sulawesi Tenggara
selama Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2014 mengalami peningkatan. Fakta ini
menunjukkan bahwa strategi danh kinerja pelaksanaan pembangunan yang
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 6
dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat di daerah ini telah memberikan
manfaat terhadap perekonomian daerah.
Gambar 2.3 PDRB Perkapita Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 20140
10000200003000040000500006000070000
21572.99 24302.0227582.17 29641.29 32114.86
21572.9923337.99
25489.426817.62
27898.67
PDRB perkapita ADHK
PDRB perkapita ADHB
Sumber: BPS Sultra, 2015
2.1. 4. Laju InflasiGambaran umum tingkat inflasi Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat dari
laju inflasi di Kota Kendari dan Kota Bau-bau. Berdasarkan rilis inflasi yang
dikeluarkan oleh BPS mengenai tingkat inflasi Kota Kendari dan Kota Baubau,
menunjukkan bahwa tingkat inflasi secara agregat provinsi Sulawesi Tenggara
mencapai 8,45% (yoy) pada triwulan IV 2014. Angka inflasi tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan laju laju inflasi di periode triwulan sebelumnya yang mencapai
1,83% (yoy). Peningkatan laju inflasi Sulawesi Tenggara sejalan dengan
meningkatnya laju inflasi yang terjadi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau.
Tingginya laju inflasi baik di Kota Kendari maupun di Kota Baubau turut
disebabkan oleh fenomena nasional yakni naiknya harga BBM bersubsidi. Di
Kota Kendari, kelompok transportasi dan komunikasi di Kota Kendari mengalami
laju inflasi tertinggi yakni sebesar12,50% (yoy), diikuti kelompok perumahan
sebesar 8,55% (yoy) dan kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi
sebesar 6,69% (yoy). Sedikit berbeda dengan kondisi di Kota Kendari, tingkat inflasi
di Kota Baubau secara dominan didorong oleh pergerakan tingkat inflasi kelompok
bahan makanan sebesar 17,02% (yoy), sementara kelompok transportasi
mengalami inflasi sebesar 5,71% (yoy).
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 7
Gambar 2.6 Perkembangan Inflasi Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 20140
2
4
6
8
3.875.09 5.25
5.92
8.45
INFLASI
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, 2014
Gambar tersebut di atas menunjukkan laju inflasi dalam kurun waktu 2010-
2014 dimana sebelumnya inflasi cukup dapat terkendali pada Tahun 2010-2013
yang peningkatannya hanya berkisar satu digit dan pada Tahun 2014 terjadi
peningkatan inflasi sampai dua digit.
Peningkatan tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada Tahun 2014,
terutama bersumber dari komponen administered prices dan volatile food.
Komponen administered prices menjadi faktor terbesar yang mendorong
peningkatan pada periode tersebut. Peningkatan inflasi di kelompok tersebut
sudah terjadi sejak bulan Oktober 2014, dimana terdapat kebijakan peningkatan
tarif tenaga listrik (TTL). Pada bulan tersebut, peningkatan tarif listrik di Kota
Kendari mencapai 4,71% (mtm) dan di Kota Baubau sebesar 4,27% (mtm). Selain itu,
pada bulan tersebut tercatat pula kenaikan harga rokok kretek dan rokok putih di
Kota Kendari masing-masing sebesar 1,45% (mtm) dan 0,63% (mtm) yang
turut memberikan sumbangan inflasi di komponen administered prices. Selanjutnya,
tekanan inflasi dari komponen administered prices semakin tinggi di bulan
November 2014 seiring dengan kebijakan peningkatan harga BBM bersubsidi pada
tanggal 18 November 2014. Sejak tanggal tersebut, harga bensin premium naik
dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 dan harga komoditas solar dari Rp 5.500 menjadi
Rp 7.500. Kenaikan Rp 2.000 pada kedua komoditas tersebut telah memicu
terjadinya kenaikan tarif angkutan darat dalam kota untuk perorangan oleh para
pelaku usaha yaitu dari yang semula Rp4.000 menjadi Rp5.000.
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 8
Adapun untuk komponen volatile food, selama triwulan IV 2014
juga menunjukkan perkembangan harga yang meningkat, terutama pada
bulan November dan Desember 2014. Peningkatan harga yang terjadi
tersebut disebabkan oleh terhambatnya produksi, kenaikan biaya transportasi
dan adanya faktor spekulan terutama di komoditas cabai rawit. Sementara
itu, di Kota Baubau, tingginya gelombang laut selama rentang bulan
November menyebabkan kelangkan stok ikan di pasaran yang pada
akhirnya mendorong kenaikan indeks harga komoditas ikan segar di Kota
Baubau. Kondisi tersebut terus berlanjut di bulan Desember 2014, sehingga
di Kota Kendari terjadi peningkatan harga terutama pada sub-kelompok ikan
segar seperti komoditas kerang (14,60%, mtm) dan ikan tembang (13,37%,
mtm). Disamping itu, dari sub kelompok bumbu-bumbuan, komoditas yang
mengalami peningkatan harga yang cukup signifikan adalah komoditas cabai
rawit (39,64%, mtm) serta cabai merah (66,78%, mtm). Bahkan di Kota
Baubau, komoditas cabai rawit meningkat sebesar 70,60% (mtm) dan cabai
merah 64,66% (mtm).
2.1.5. Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan Provinsi Sulawesi Tenggara menunjukkan adanya
penurunan pada kurun Tahun 2010-2013. Pada Tahun 2014 tingkat kemiskinan
Provinsi Sulawesi Tenggara menurun menjadi 12,77 % dibandingkan tingkat
kemiskinan Tahun 2013 yaitu sebesar 12,83 %. Kondisi tingkat kemiskinan Provinsi
Sulawesi Tenggara pada Tahun 2010-2014 dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 2.7 Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 20140
5
10
15
2017.05
14.61 13.06 12.83 12.77
Tingkat Kemiskinan
Sumber: BPS Prov. Sultra, 2015
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 9
Berdasarkan data dari BPS Sulawesi Tenggara, jumlah penduduk miskin
(penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada
bulan Maret 2014 adalah 342,26 ribu orang (14,05) persen dan menurun menjadi
314,09 ribu orang (12,77) persen pada bulan November 2014 yang artinya penduduk
miskin di Sulawesi Tenggara berkurang 28,17 ribu orang seiring dengan berbagai
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada bulan September 2013 yang berjumlah 330.840 orang, berarti
jumlah penduduk miskin naik 11.420 orang. Selama periode September 2013–Maret
2014, penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 340 orang, sementara di
daerah perkotaan bertambah 11.080 orang.
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan pedesaan tidak
banyak berubah. Pada bulan September 2013, sebagian besar penduduk miskin
berada di daerah perdesaan yakni 293.670 orang (88,76 persen) dari total penduduk
miskin di Sulawesi Tenggara, dan pada bulan Maret 2014 penduduk miskin yang
berada di daerah pedesaan berjumlah 294.010 orang (85,90 persen) dari total
penduduk miskin.
Gambar 2.8 Jumlah Penduduk Miskin di Perkotaan dan Pedesaan di Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2009-2014
2009 2010 2011 2012 2013 20140
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
500,000
26,190 22,180 28,330 29,560 31,72052,250
408,150378,520
305,950270,470 269,990
290,010
Jumlah Penduduk Miskin Pedesaan
Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan
Sumber: BPS Prov. Sultra, 2014
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 10
2.1.6. Pangsa Angkatan Kerja MenganggurTingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Tenggara meningkat dari 4,38%
pada tahun 2013 menjadi 4,43% pada tahun 2014. Meskipun sempat mengalami
penurunan dari 4,77% pada tahun 2010 menjadi 3,06% pada tahun 2011. Namun,
secara umum selama kurun waktu lima tahun terakhir tingkat pengangguran terbuka
di Sulawesi Tenggara cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada Agustus
2014, jumlah penduduk yang menganggur meningkat sebanyak 2.374 orang, atau
sebesar 5,19%, yoy.
Gambar 2.9 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Tenggara
2010 2011 2012 2013 20140123456
4.77
3.064.04 4.38 4.43
Tingkat Pengangguran Terbuka/ TPT (%)
Sumber: BPS Sultra, 2014
Bertambahnya penduduk yang menganggur juga tercermin dari jumlah
lapangan pekerjaan yang berkurang. Dari hasil Survei Konsumen, masyarakat
merasakan bahwa terjadi penurunan ketersediaan lapangan pekerjaan di triwulan IV
2014. Penduduk bekerja di Sulawesi Tenggara terkonsentrasi di sektor pertanian,
maka pekerja yang berada sektor informal juga mendominasi struktur
ketenagakerjaan di Provinsi ini. Pekerja informal dalam perekonomian Sulawesi
Tenggara mencapai sebesar 67,86% atau 703.948 orang lebih tinggi dibandingkan
Agustus 2013 sebesar 67,44% atau 672.498 orang. Meskipun demikian, dari sisi
kualitas input tenaga kerja mengalami peningkatan. Hal tersebut tercemin dengan
pangsa pekerja dengan pendidikan tinggi (Diploma dan Universitas) mencapai
13,27% pada Agustus 2014, lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang baru
mencapai 13,05% dari keseluruhan penduduk yang bekerja. Selain itu, pekerja yang
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 11
memiliki pendidikan dasar (SD-SMP) juga semakin berkurang dari 61,23% di
Agustus 2013 menjadi 60,85% di Agustus 2014.
Dilihat secara sektoral, sektor pertanian, sektor jasa dan sektor perdagangan
dan rumah makan merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar di
Sulawesi Tenggara dengan pangsa masing-masing sebesar 42,62%, 18,89% dan
18,65%. Meskipun demikian, peningkatan terbesar terjadi pada sektor konstruksi
dengan pertumbuhan tenaga kerja sebesar 12,81% (yoy). Sebaliknya, penurunan
terbesar terjadi di sektor pertambangan sebesar 13,2% (yoy) seiring dengan
pembatasan ekspor mineral mentah sesuai dengan UU Minerba tahun 2009. Meskipun jumlah penduduk yang bekerja juga meningkat, namun belum
pulihnya kinerja semua sektor ekonomi utama berpengaruh terhadap penyerapan
tenaga kerja di Sulawesi Tenggara. Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat
kesejahteraan mengalami penurunan terutama pada masyarakat pedesaan. Hal
tersebut terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang masih berada di bawah level 100
dan bahkan semakin menurun dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Perkembangan jumlah penduduk yang telah bekerja dapat juga diketahui dari
tingkat partisipasi angkatan kerja, yang sejak Tahun 2010 cenderung menurun setiap
Tahunnya, namun pada Tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 66,87 persen
disbanding Tahun 2013 sebesar 65,79 persen seperti yang ditunjukkan seperti
gambar berikut
Gambar 2.10 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) (%)
2010 2011 2012 2013 201462
64
66
68
70
72
74
71.84 71.42
67.35
65.7966.87
Sumber: BPS Sultra 2014
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 12
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa peningkatan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari Tahun 2013 ke Tahun 2014 sebesar 1,08
persen, hal tersebut terjadi karena disebabkan meningkatnya kegiatan investasi baik
dalam bidang infrastruktur maupun pembangunan smelter nikel.
2.2. Rencana Target Ekonomi Makro Tahun 2015 dan 2016Kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada tahun 2015 mulai
menunjukan peningkatan yang ditandai dengan terjadinya pertumbuhan Selama
triwulan II 2015 sebesar 7,4 persen (yoy) terakselerasi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh 5,8 persen (yoy), angka tersebut juga tercatat
berada di atas pertumbuhan nasional sebesar 4,71% (yoy). Peningkatan kinerja
ekonomi Sulawesi Tenggara tersebut didorong oleh perbaikan kinerja konsumsi
rumah tangga dan investasi serta ekspor luae Negeri. Peningkatan konsumsi rumah
tangga didorong oleh peningkatan permintaan masyarakat dalam Bulan Ramadhan,
masa liburan sekolah dan persiapan Tahun ajaran baru.
Peningkatan investasi didorong oleh investasi pemerintah daerah atas
pembangunan sarana prasarana infrastruktur seperti pembangunan jalan dan
jembatan, pelabuhan laut khususnya pelabuhan penyeberangan, peningkatan nilai
tambah sumberdaya alam seperti hasil pertanian dalam arti luas, pertambangan
terutama nikel, aspal dan emas, serta focus pembangunan daerah pada kawasan
strategis provinsi seperti pusat kawasan industry pertambangan, perkebunan,
perikanan, pertanian, pariwisata, perdagangan serta kawasan strategis Teluk
Kendari. Peningkatan investasi tersebut diharapkan mampu mendorong
perekonomian daerah Sulawesi Tenggara.
Perkembangan pembangunan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2015 menunjukan perkembangan yang berkualitas dan siginifikan terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat, hal ini ditandai dengan capaian-capaian indikator makro
ekonomi yang semakin baik dari tahun ke tahun sehingga perekonomian Sulawesi
Tenggara Tahun 2016 diperkirakan dapat tumbuh sebanding dengan Tahun-tahun
sebelumnya. Pembangunan ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015
adalah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkualitas mengalami
pertumbuhan yang berkelanjutan yang mampu meningkatkan pendapatan perkapita
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 13
masyarakat dan mengurangi pengangguran serta tingkat kemiskinan, sehingga
dapat meningkatkan daya saing perekonomian Sulawesi Tenggara sebagaimana visi
pembangunan daerah 2013-2018. Melalui optimalisasi pemanfaatan dan
pemgelolaan sumberdaya yang kita miliki seperti sumber daya manusia maupun
sumber daya alam seperti pertanian dalam arti luas, pertambangan pariwisata, dan
sumberdaya lainnya. Mempertahankan pertumbuhan seperti pada tahun-tahun
sebelumya merupakan rencana pembangunan perekonomian Sulawesi Tenggara,
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara perlu berupaya untuk mempertahankan
pertumbuhan ekonomi tersebut, hal ini penting dilakukan untuk dapat mengejar
ketinggalan dibidang ekonomi yang saat ini masih relatif kecil dibanding rata-rata
Provinsi secara Nasional.
Kategori pertanian, kehutanan dan perikanan masih menunjukkan tren
penurunan, bahkan selama tahun 2015 usaha di kategori ini masih mengalami
kontraksi. Pada periode laporan kategori tersebut tercatat mengalami kontraksi
sebesar 1,9% (yoy) setelah di periode sebelumnya juga terkontraksi sebesar 0,6%.
Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan kinerja kategori perikanan akibat
tingginya gelombang laut selama periode laporan.. Sementara itu, kinerja tanaman
perkebunan yang secara dominan diwakili oleh tanaman kakao juga masih rendah..
Meskipun demikian, panen raya padi yang terjadi pada periode laporan mampu
menahan kontraksi pada kategori pertanian, kehutanan dan perikanan lebih dalam.
Berdasarkan hasil liaison dengan beberapa instansi serta beberapa pelaku usaha di
lapangan, saat ini terjadi pergeseran musim panen raya di hampir seluruh sentra
produksi padi di Sulawesi Tenggara. Pola panen raya yang biasanya terjadi di
rentang periode triwulan I (bulan Maret), pada tahun ini bergeser menjadi bulan April-
Mei. Pergeseran musim panen itu sendiri disebabkan oleh relatif tingginya tingkat
curah hujan selama awal periode triwulan I (bulan Februari) sehingga mengganggu
pola masa tanam komoditas padi.
Tahun 2008-2014 peran sektor pertanian terus menurun dari 36,44 persen
pada Tahun 2008 menjadi 29 persen saja pada Tahun 2014. Kondisi ini tidak hanya
disebabkan oleh semakin meningkatnya kontribusi sektor lain seperti pertambangan
dan industri pengolahan tetapi juga dipengaruhi oleh tingkat produksi pangan.
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 14
Dalam rangka peningkatan peran sektor pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara
terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Peningkatan produksi pangan strategis, meliputi: perbaikan infratsruktur
pendukung produksi pertanian, perikanan dan peternakan; peningkatan akses
petani dan peternak atas sarana produksi (pupuk, bibit, dll); penguatan
permodalan; peningkatan kompetensi SDM petani maupun peternak; serta
pemanfaatan teknologi berupa penguatan kerjasama antar dinas terkait
dengan penyuluh ataupun akademisi.
2) Peningkatan kelancaran pasokan dan distribusi hasil pertanian, meliputi:
Pembangunan infrastruktur logistik pertanian dan pedesaan, serta pelabuhan
penghubung; identifikasi pola perdagangan intra maupun antar daerah;
mempersingkat rantai perdagangan antar daerah; serta pembangunan sub-
terminal agribisnis dan perikanan.
Kondisi perekonomian Sulawesi Tenggara pada awal tahun 2015 mulai
menunjukan peningkatan yang didorong oleh perbaikan kinerja sektor pertambangan
dan stabilnya kinerja sektor industri pengolahan. Sejalan dengan telah berlakunya
UU Minerba terkait pelarangan ekspor mineral mentah, maka fokus pemerintah saat
ini beralih kepada realisasi pembangunan dan pengembangan industri pengolahan di
wilayah Sulawesi Tenggara. Diharapkan dengan berdirinya pabrik pengolahan dan
pemurnian mineral (smelter) tersebut akan memberikan nilai tambah yang jauh
lebih tinggi terhadap hasil pertambangan di Sulawesi Tenggara, selain itu juga
dapat menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi di sektor tambang sekaligus
turut mendorong berkembangnya sektor industri pengolahan. Meningkatkan
investasi dan mempercepat pembangunan industri olahan pertambangan (smelter)
merupakan kunci keberlanjutan pertumbuhan tinggi di industri pertambangan. Upaya
pemerintah saat ini terlihat dari telah berdirinya 2 (dua) pabrik pengolahan dan
pemurnian mineral di Kabupaten Konawe dan Kolaka.
Kinerja kategori pertambangan masih terus menunjukkan perbaikan, setelah
pada tahun 2014 mengalami kontraksi dan memberikan andil negatif, maka pada
triwulan II 2015 kategori pertambangan tumbuh terakselerasi cukup tinggi, yaitu
sebesar 12,0% (yoy). Peningkatan tersebut cukup tinggi dikarenakan di triwulan
sebelumnya kinerja kategori ini tumbuh pada level 9,4% (yoy). Tingginya tingkat
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 15
pertumbuhan kategori tambang di periode laporan, selain disebabkan oleh based
point effect pasca pemberlakuan UU Minerba di tahun 2014, juga disebabkan oleh
tingginya kebutuhan akan pasokan bahan tambang berupa ore nickel dalam proses
pembuatan nikel olahan. Kondisi tersebut sejalan dengan pesatnya perkembangan di
kategori industri olahan seiring dengan pembangunan smelter baru di beberapa
wilayah di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pemantauan terakhir di lapangan,
diketahui bahwa saat ini sudah terdapat 2 (dua) smelter yang telah beroperasi
secara penuh.
Berbeda dengan kinerja di kategori pertambangan, pada triwulan II 2015
kinerja usaha kategori industri pengolahan mengalami perlambatan dengan hanya
tumbuh sebesar 11,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kinerja di triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 18,2% (yoy). Perlambatan tersebut menahan
laju akselerasi perekonomian di periode laporan. Hal ini disebabkan karena produksi
feronikel di salah satu perusahaan industri pengolahan terbesar di Sulawesi
Tenggara mengalami penurunan. Pada triwulan II 2015, produksi feronikel di
perusahaan tersebut tumbuh sebesar 16,1% (yoy), jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 35,6% (yoy).
Sejalan dengan penurunan yang terjadi pada kinerja kategori pengolahan,
realisasi kredit perbankan di kategori ini juga mengalami penurunan. Pada triwulan II
2015, kredit ke kategori industri pengolahan hanya tumbuh sebesar 3,7% (yoy), lebih
rendah daripada pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 8,3% (yoy).
Meskipun demikian, kondisi tersebut tidak terlalu mempengaruhi kinerja sektor ini
dan tetap menunjang perkembangan ekonomi di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan
hasil konfirmasi dari beberapa pelaku usaha terkait, diketahui bahwa mayoritas
pelaku usaha kategori industri olahan relatif cenderung memilih memenuhi
kebutuhan modalnya melalui pemenuhan modal sendiri dibandingkan melalui
fasilitas kredit perbankan.
Disamping industri pengolahan tambang (industri pengolahan logam dasar
besi dan baja), industri pengolahan makanan, minuman, dan tembakau cukup
potensial dikembangkan di Sulawesi Tenggara. Potensi industri pengolahan
makanan, minuman, dan tembakau tidak hanya terlihat dari nilai kontribusinya yang
cukup besar, tapi juga dari pertumbuhannya yang juga relatif pesat di Sulawesi
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 16
Tenggara sehingga dapat menjadi salah satu tujuan diversifikasi untuk menopang
pertumbuhan sektor industri dalam waktu dekat di Sulawesi Tenggara.
Dari sisi permintaan, Komponen ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2015 tercatat mengalami akselerasi sebesar 20,5% (yoy). Kondisi ini
menujukkan adanya perbaikan karena kontraksi ekspor tersebut tidak sedalam
triwulan sebelumnya yang mencapai 43,1% (yoy). Terkontraksinya ekspor Sulawesi
Tenggara pada periode laporan masih disebabkan dampak atas pemberlakuan UU
Minerba No. 4 Tahun 2009 terkait pelarangan aktivitas ekspor hasil tambang berupa
mineral mentah. Komoditas ekspor Sulawesi Tenggara yang didominasi oleh
komoditas bahan tambang mentah yang mayoritas adalah ore nikel terkena
dampak secara langsung atas diberlakukannya UU Minerba tersebut. Aktivitas
ekspor tambang Sulawesi Tenggara berhenti secara total memasuki bulan Februari
tahun 2014 terutama berasal dari perusahaan yang tidak memiliki smelter.
Perbaikan kinerja ekspor tersebut terlihat dari data ekspor di Bea Cukai yang
menunjukkan bahwa ekspor nonmigas Sulawesi Tenggara di triwulan II 2015
mencapai US$70,7 juta. Nilai ekspor tersebut tumbuh teraksalerasi sebesar 9,6%
(yoy), lebih baik daripada triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 47,7%
(yoy). Perbaikan tersebut terutama didorong oleh peningkatan ekspor feronikel, ikan
hidup dan rajungan. Sementara itu aktivitas impor luar negeri di Sulawesi Tenggara
mengalami perlambatan di periode laporan. Selama triwulan II 2015, nilai tambah
dari aktivitas impor tersebut hanya tumbuh sebesar 33,6% (yoy), lebih rendah
daripada triwulan sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar 62,4% (yoy).
Perlambatan impor tersebut tercermin pada nilai impor yang mengalami penurunan
dari US$17,1 juta di triwulan I 2015 menjadi US$11,9 juta pada periode laporan.
Melambatnya impor tersebut disebabkan oleh penurunan impor barang modal yang
terkontraksi sebesar 0,48% (yoy).
Tingkat pengangguran terbuka meningkat dari 2,1% (Februari 2014) menjadi
3,6% (Februari 2015). Meskipun jumlah penduduk yang bekerja juga meningkat,
namun belum pulihnya kinerja semua sektor ekonomi utama berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Tenggara. Sejalan dengan kondisi
ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan mengalami penurunan terutama pada
masyarakat pedesaan. Hal tersebut terlihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang masih
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 17
berada di bawah level 100 dan bahkan semakin menurun dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Dilihat secara sektoral, sektor pertanian, sektor perdagangan dan rumah
makan serta sektor jasa merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar di
Sulawesi Tenggara sejak tahun 2013 dengan pangsa masing-masing sebesar
39,2%, 20,7% dan 20,2%. Meskipun demikian, peningkatan terbesar terjadi pada
sektor industri dengan pertumbuhan tenaga kerja sebesar 52,42% (yoy). Sebaliknya,
penurunan terbesar terjadi di sektor pertambangan sebesar 48,35% (yoy).
Dengan jumlah penduduk bekerja di Sulawesi Tenggara terkonsentrasi di
sektor pertanian, maka pekerja yang berada di sektor informal juga masih
mendominasi struktur ketenagakerjaan di provinsi ini. Pekerja informal dalam
perekonomian Sulawesi Tenggara mencapai sebesar 71,58% atau 742.629 orang,
lebih rendah dibandingkan Februari 2014 sebesar 75,85% atau 756.424 orang.
Meskipun demikian, dari sisi kualitas input tenaga kerja mengalami peningkatan. Hal
tersebut tercemin dengan pangsa pekerja dengan pendidikan tinggi (Diploma dan
Universitas) mencapai 17,50% pada Februari 2015, lebih tinggi daripada tahun
sebelumnya yang baru mencapai 13,36% dari keseluruhan penduduk yang bekerja.
Selain itu, pekerja yang memiliki pendidikan dasar (SD-SMP) juga semakin
berkurang dari 59,52% di Februari 2014 menjadi 53,91% di Februari 2015.
Dibanding tingkat Nasional, pertumbuhan di Sulawesi Tenggara relatif efektif
dalam menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT), namun relatif belum efektif
terhadap pengurangan kemiskinan. Menggunakan data tahun 2007 sampai 2012,
setiap satu persen pertumbuhan di Sulawesi Tenggara diiringi oleh penurunan
tingkat kemiskinan secara rata-rata -1,5 poin persen. Angka ini masih jauh dibawah
rata-rata EKP nasional yang sudah mencapai -2,0 persen. Namun demikian,
pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara mampu mengurangi tingkat
pengangguran relatif lebih besar dibanding nasional. Menggunakan metode yang
sama dengan cara mengukur EKP, setiap satu persen pertumbuhan di Sulawesi
Tenggara rata-rata mampu dibarengi dengan penurunan TPT sebesar -2,3 persen,
sementara elastisitas pengangguran atas pertumbuhan (EPP) nasional hanya -1,5
persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa kualitas pertumbuhan di Sulawesi
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 18
Tenggara relatif lebih pro-job namun kurang pro-poor dibanding pada tingkat
nasional.
Memelihara pertumbuhan pada sektor-sektor yang menjadi lapangan usaha
mayoritas masyarakat miskin dapat membantu meningkatkan EKP. Pada periode
tahun 2007-2012, EKP tertinggi di Sulawesi Tenggara terjadi pada tahun 2011 (-2,2
persen), sementara nilai EKP terendah terjadi pada tahun 2009 (-0,6 persen). Pada
tahun 2009 beberapa sub-sektor seperti perkebunan, tanaman pangan, dan
penggalian mengalami kontraksi. Karakteristik tenaga kerja mayoritas yang bekerja
di sektor-sektor tersebut adalah tenaga kerja yang berasal dari pedesaan,
berpendidikan rendah (SMP ke bawah), pekerja tidak tetap, serta dengan rata-rata
upah/gaji bersih yang rendah. Oleh karena itu, kontraksi di sektor-sektor tersebut
pada tahun 2009 berdampak cukup signifikan terhadap melambannya EKP di
Sulawesi Tenggara. Sementara tingginya EKP pada tahun 2011 disumbang oleh
pulihnya sektor-sektor diatas hingga mencapai 6-7 persen pertumbuhan.
Orientasi pada peningkatan EKP lebih cepat mengurangi tingkat kemiskinan
dibanding orientasi pertumbuhan. Berdasarkan perhitungan proyeksi tingkat
kemisinan untuk tahun 2017 (akhir masa pemerintahan periode 2013-2018) yang
didasarkan pada berbagai skenario pertumbuhan ekonomi dan nilai EKP, terlihat
bahwa strategi memelihara EKP-tinggi (-2,2 persen) lebih memiliki dampak yang
lebih besar terhadap penurunan tingkat kemiskinan dibanding strategi
mempertahankan pertumbuhan tinggi (10,4 persen). Pada tahun 2017, dengan
skenario EKP terbaik, maka tingkat kemiskinan dapat diturunkan dari 13,3 persen
tahun 2012 hingga 5,4 persen tahun 2017 meskipun dengan skenario rata-rata
pertumbuhan ekonomi berada pada asumsi terendah (7,3 persen atau pertumbuhan
terendah pada periode 2007-2012). Sementara itu, dengan skenario rata-rata
pertumbuhan tertinggi (10,4 persen), penurunan tingkat kemiskinan relatif lebih
lamban meskipun EKP berada pada posisi moderat (rata-rata periode 2007-2012).
Kondisi ideal tentu terdapat pada skenario pertumbuhan tinggi (10,4 persen) dan
EKP tinggi (-2,2).
Proyeksi indikator makro ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara ditunjukan
pada tabel berikut:
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 19
Tabel 2.4 Proyeksi Indikator Makro Ekonomi Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2015 dan 2016
No. Indikator Makro Ekonomi
Realisasi Proyeksi2013 2014 2015 2016
1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi 7,28 6,24 7,20 - 7,60 7,00 - 7,502. PDRB Per Kapita
a. Atas Harga Berlaku (Juta Rupiah) 15,52 17,01 17,50 18,00b. Atas Harga Konstan (Juta Rupiah) 6,04 6,27 7,00 7,50
3. Tingkat Inflasi 4,03 2,23 3,00 -4,00 4,00 - 4,504. Struktur PDRB Pendekatan
Pengeluaran (%)a. Konsumsi Rumah Tangga 51,86 52,85 51,00 50,00b. Konsumsi Pemerintah 21,15 21,70 21,00 20,00c. PMTB 33,77 33,84 34,00 35,00d. Ekspor Netto (6,78) (10,36) (5,00) (4,00)
5. Jumlah Penduduk Miskin (%) 13,06 12,83 13,00 -12,50 12,50 -11,506. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 4,04 4,46 4,00 -3,50 3,50 - 3,00
Sumber : BPS Prov. Sultra (diolah), 2015
Berdasarkan tabel terebut di atas, bahwa target indikator makro tersebut di
atas dapat dicapai berdasarkan beberapa pertimbangan dan asumsi, yaitu sebagai
berikut:
a. Ketersediaan sumberdaya alam yang cukup potensial terutama pertanian dalam
arti luas sangat penting ditingkatkan baik produksi maupun produktifitasnya
maupun pertambangan terutama nikel, emas dan aspal perlu dikelola dengan
baik dalam upaya peningkatan nilai tambah sehingga diharapkan terbangunnya
industri pengolahan komoditas tersebut, yang dapat memberikan multiplayer
efek bagi perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara
b. Peningkatan infrastruktur publik berupa pembangunan dan pemeliharaan jalan
dan jembatan, pelabuhan, bandara, listrik dan air bersih, dapat membuka
aksesibilitas barang dan jasa sehingga dapat memicu pertumbuhan ekonomi
c. Kegiatan investasi semakin meningkat terutama sektor swasta yang ditunjukan
oleh peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto, yang dapat memberikan
kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara.
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 20
2.3 Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2016 dan Tahun 2017.
a. Tantangan Perekonomian
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penetapan target ekonomi
makro akan tetap optimistis, dengan mempertimbangkan realitas dan dinamika
ekonomi global yang terus bergerak, sehingga akan memberi pengaruh positif
terhadap ekonomi regional Sulawesi Tenggara, dengan prediksi bahwa kondisi
ekonomi pada tahun 2015 dan 2016 akan tetap berkembang walaupun saat ini
secara nasional dihadapkan pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap sejumlah
mata uang negara lain. Pemerintah juga dihadapkan pada akan berlakunya Asean
Economy Community 2015. Dengan akan berlakunya penghapusan tarif, maka
Indonesia akan berhadapan dengan masalah pada bagaimana industri-industri yang
ada tetap dapat tumbuh dan mampu bersaing dengan barang-barang impor yang
memasuki pasar Indonesia, khususnya Sulawesi Tenggara.
Tantangan dan prospek perekonomian Provinsi Sulawesi Tenggara, tentunya
akan banyak dipengaruhi oleh tantangan dan prospek pada tataran global, nasional,
maupun lingkungan regional Sulawesi Tenggara sendiri. Proyeksi perekonomian global
dan nasional Tahun 2015 berdasarkan sumber dari IMF, ditunjukan oleh grafik berikut ini
Gambar 3.14Proyeksi Perekonomian Global dan Nasional
Sumber: IMF, 2014
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 21
Berdasarkan gambar tersebut, kondisi ekonomi internasional dan nasional
secara umum diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Pertumbuhan ekonomi global diprediksi akan meningkat dari 3,3 persen pada 2014
menjadi 3,8 persen pada Tahun 2015. Begitupun dengan Amerika Serikat yang
pertumbuhan ekonominya diperkiran akan meningkat dari 2,2 persen menjadi 3,1
persen. Perekonomian Eropa juga akan memiliki kondisi perekonomian yang lebih
baik, LPE positif sebesar 0,8 persen pada Tahun 2014 diperkirakan akan meningkat
menjadi 1,3 persen di Tahun 2015. Jepang diperkirakan akan tetap tumbuh stabil di
angka 0,8 persen, walaupun dalam dua triwulan terakhir pertumbuhan ekonominya
mengalami kontraksi sehingga target tersebut masih dalam skenario pesimis.
Di negara berkembang pertumbuhan PDB secara keseluruhan diperkirakan
akan meningkat dari 4,4 persen pada Tahun 2014 menjadi 5 persen pada Tahun
2015, sedangkan ASEAN diproyeksikan akan mengalami peningkatan dari 4,7
persen menjadi 5,4 persen. Kondisi tersebut jelas sangat menguntungkan bagi
daerah-daerah yang ada di Indonesia karena diharapkan dapat memicu peningkatan
ekspor dan investasi di berbai sektor.
Membaiknya kondisi perekonomian secara global, diharapkan mampu
mendongkrak kondisi perekonomian Indonesia menuju 5,8% pada Tahun 2015
(ADB, 2014). Angka tersebut mendukung target pertumbuhan ekonomi yang tertuang
dalam RAPBN 2015 yang berada dikisaran 5,4% - 5,8%. Angka tersebut akan
memberikan dampak positif terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara yang akan berada diatas 6,8% mengingat Sulawesi Tenggara selalu
berada di atas nasional dalam hal pencapaian pertumbuhan ekonomi. Proyeksi
pertumbuhan ekonomi ini diharapkan dapat memberikan stimulus positif terhadap
indikator makro ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan mengingat Sulawesi
Tenggara harus berupaya keras untuk dapat memperbaiki Quality of performance
(kinerja) yang belum optimal. Hal ini ditunjukan dengan walaupun pertumbuhan
ekonomi relatif tinggi namun masih disertai dengan rendahnya kualitas dari indikator
pembangunan yang ada seperti tingginya kemiskinan dan ketimpangan pendapatan
(Gini Rasio).
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 22
Sehubungan dengan hal itu untuk tetap mempertahankan kondisi
perekonomian yang terus bertumbuh, serta meningkatkan daya saing daerah maka
pemerintah dihadapkan pada tantangan untuk terus meningkatkan dan menyiapkan
infrastruktur wilayah melalui ketersediaan infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan,
bandara dan listrik dalam rangka untuk menarik investasi baik Penanaman Modal
Asing maupun Penanaman Modal dalam Negeri. Sulawesi Tenggara juga
dihadapkan pada tantangan untuk tetap menjaga atau menciptakan iklim yang
kondunsif bagi para investor yang ada dan berminat melakukan investasi.
b. Prospek Perekonomian
Prospek ekonomi Sulawesi Tenggara berdasarkan beberapa indikator
pendukung, hasil survei dan liaison (Beberapa Lembaga Pemerintah: BPS, BI),
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III 2015 diprakirakan berada
pada kisaran 7,4% - 7,8% (yoy) Peningkatan tersebut diperkirakan didorong oleh
peningkatan kinerja sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sector
konstruksi. Hal tersebut juga sejalan dengan perkiraan membaiknya kondisi
perekonomian global, khususnya pada negara tujuan ekspor komoditas utama
Sulawesi Tenggara.
Sehubungan dengan hal itu maka perekonomian Sulawesi Tengara
diperkirakan tetap akan mengalami peningkatan pada tahun 2015 dan 2016, karena
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
1. Sarana dan prasarana infrastruktur seperti pelabuhan, bandara, listrik dan
kualitas jalan dan jembatan yang terus semakin baik, yang dapat membuka
aksesibilitas wilayah dalam upaya akselerasi percepatan pembangunan ekonomi
daerah.
2. Kebijakan pengembangan klaster prioritas dalam pemanfaatan potensi
sumberdaya alam terutama sektor pertambangan dan pertanian dalam arti luas
untuk meningkatkan nilai tambah yang dapat mempercepat pembangunan
ekonomi daerah.
3. Kebijakan pengembangan daya saing beberapa komoditas unggulan daerah
yang semakin baik dengan pembagian beberapa komoditi berdasarkan klaster,
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 23
seperti pusat industri pertambangan nikel di Konawe Utara, Kolaka Utara dan
Bombana, Pusat Industri Kakao di Ladongi Kolaka, pusat pengembangan
perikanan terpadu di Wawonii Konawe Kepulauan, pusat pengembangan Industri
Semen di Muna dan Pusat Pengembangan Wisata Wakatobi.
KU – APBD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016II- 24