Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB...

71
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang ini kedudukan sastra semakin meningkat dan semakin penting. Sastra tidak hanya memberikan kenikmatan dan kepuasan batin, tetapi juga sebagai sarana penyampaian pesan moral kepada masyarakat atas realitas sosial. Salah satu bentuk “susastra” sebagai penuangan ide kreatif pengarang adalah novel. Berikut penulis coba hadirkan beberapa pengertian karya sastra dan novel yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk melangkah lebih jauh dalam melaksanakan penelitian. 2.1.1 Pegertian Karya Sastra Sastra selalu memiliki keterikatan dengan situasi dan kondisi di sekitarnya. Hal itu tersirat dalam pernyataan yang dikemukakan Wellek dan Warren (2014: 98), sebagai berikut: Sastra adalah institusi masyarakat yang menggunakan medium bahasa. (…) Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan social, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang memiliki status khusus. Penyair mendapatkan pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai massa-walaupun hanya secara teoritis. Sastra sering memiliki kaitan dengan institusi social tertentu. (…) Sastra mempunyai fungsi social atau “manfaat” yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. (Wellek dan Warren, 2014: 98) Dalam kutipan di atas, Wellek dan Warren merinci alasan mengapa sastra dan lingkungannya disebut mempunyai keterikatan yang erat satu sama lain. Pertama, sastra merupakan suatu institusi sosial yang juga menggunakan medium ciptaan

Transcript of Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB...

Page 1: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karya Sastra dan Novel

Pada zaman modern sekarang ini kedudukan sastra semakin meningkat dan

semakin penting. Sastra tidak hanya memberikan kenikmatan dan kepuasan batin,

tetapi juga sebagai sarana penyampaian pesan moral kepada masyarakat atas

realitas sosial. Salah satu bentuk “susastra” sebagai penuangan ide kreatif

pengarang adalah novel. Berikut penulis coba hadirkan beberapa pengertian karya

sastra dan novel yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk melangkah lebih

jauh dalam melaksanakan penelitian.

2.1.1 Pegertian Karya Sastra

Sastra selalu memiliki keterikatan dengan situasi dan kondisi di sekitarnya. Hal itu

tersirat dalam pernyataan yang dikemukakan Wellek dan Warren (2014: 98),

sebagai berikut:

Sastra adalah institusi masyarakat yang menggunakan medium bahasa.(…) Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagianbesar terdiri dari kenyataan social, walaupun karya sastra juga “meniru”alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yangmemiliki status khusus. Penyair mendapatkan pengakuan dan penghargaanmasyarakat dan mempunyai massa-walaupun hanya secara teoritis. Sastrasering memiliki kaitan dengan institusi social tertentu. (…) Sastramempunyai fungsi social atau “manfaat” yang tidak sepenuhnya bersifatpribadi. (Wellek dan Warren, 2014: 98)

Dalam kutipan di atas, Wellek dan Warren merinci alasan mengapa sastra dan

lingkungannya disebut mempunyai keterikatan yang erat satu sama lain. Pertama,

sastra merupakan suatu institusi sosial yang juga menggunakan medium ciptaan

Page 2: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

16

masyarakat, yaitu bahasa. Hal itu merupakan konsekuensi logis, sebab sastra

memerlukan bahasa agar dapat tersampaikan pada masyarakat dengan baik.

Kedua, sastra mewakili “kehidupan”, yang dalam arti luas disebut sebagai sebuah

realitas sosial. Meskipun hanya rekaan pengarang, ‘kehidupan’ dalam karya sastra

dapat dikatakan sebagai sebuah tiruan (mimesis) yang disusun berdasarkan

kehidupan nyata. Ketiga, pengarang adalah anggota masyarakat, implikasinya ia

terikat status social tertentu serta berhubungan dengan pembaca yang mengakui

dan mengapresiasi eksistensi pengarang melalui karya-karyanya.

Keempat, sastra mempunyai pertalian erat dengan institusi-institusi tertentu.

Sering masyarakat menggunakan puisi dalam melakukan upacara adat, ritual

tertentu, atau hanya sekadar permainan. Kelima, sastra juga berfungsi sosial atau

memiliki “kegunaan” sosial.

Wellek dan Warren (1949:3) dengan tegas menyebutkan,

“Pertama-tama kita harus membedakan sastra dan studi sastra. Sastraadalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sedangkan studi sastraadalah sebuah cabang ilmu pengetahuan.”

Jadi harus dibedakan antara sastra dan studi sastra. Sastra adalah hasil kreatifitas

(kegiatan kreatif) dari sebuah karya seni. Studi sastra akan dipertanyakan, apakah

karya sastra itu? Apa sajakah jenis karya sastra itu? Bagaimana sifat salah satu

jenis karya sastra tertentu? Aspek-aspek spesifik apa sajakah yang dimiliki karya

sastra itu?

Page 3: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

17

Keterikatan sastra pada masyarakat dipertegas oleh Jabrohim (2003: 157), sastra

bukan sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat

dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan. Merupakan

suatu hal yang pasti bahwa semua penyair, pengarang, atau seniman mana pun

pada umumnya selalu hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Ruang dan waktu

tersebut mempunyai bentuk riil dalam suatu masyarakat atau sebuah keadaan

sosial yang pada saat bersamaan juga memuat berbagai macam permasalahan

hidup. Di dalam masyarakat banyak elemen berinteraksi, bergumul satu sama lain.

Damono (2002: 2) menyatakan bahwa karya sastra menyajikan gambaran

kehidupan dan kehidupan itu sendiri merupakan sebuah kenyataan sosial. Hal itu

menjadi penjelasan mengapa karya sastra dapat dipakai pengarang untuk

mencurahkan segala permasalahan kehidupan manusia di dalam masyarakat.

Melalui karya sastra, pembaca dapat mengetahui dan memahami salah satu atau

beberapa persoalan yang dapat ditemui dalam kehidupan. Dengan kata lain, sastra

memiliki suatu fungsi, yaitu sebagai cermin dari kenyataan.

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata-mata

sebuah imitasi (Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil

sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang

mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh

sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang

melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatarbelakangi adanya

dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya.

Page 4: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

18

Jan van Luxemburg, dkk., (1989: 21) menyatakan bahwa sastra terikat oleh

dimensi waktu dan budaya, karena sastra merupakan hasil kebudayaan. Dalam

sastra terdapat penangganan bahan yang bersifat khusus, termasuk di dalamnya

ialah bagaimana cara penanganan potensi bahasa bagi pengungkapan karya sastra.

Seorang pengarang dapat mengolah dan mengeksploitasi potensi potensi yang

terdapat pada bahasa untuk mencapai efek-efek tertentu.

Oleh karena itu, kekhususan dan keunikan pemakaian bahasa dalam karya sastra

merupakan salah satu ciri khasnya. Fenomena yang khas terlihat pada cara

pengolahan materi cerita. Karya sastra memiliki kebenaran cerita dan logika

bercerita sendiri. Urutan penyajian cerita maupun logika bercerita dalam karya

sastra juga memiliki kebenaran sendiri yang sama sekali berbeda dari kebenaran

dan logika umum. Secara umum dapat dinyatakan bahwa semua teks sastra

bersifat fiktif atau rekaan.

Kebenaran cerita dalam karya sastra bukanlah kebenaran faktual atau nyata,

melainkan kebenaran fiksionalitas berdasarkan daya imajinasi dan kreatifitas

pengarang. Tipe dan pola atau peristiwa dan karakter tokoh-tokoh serta nama

tokoh barangkali dapat ditemukan dalam dunia objektif (dunia nyata). Oleh karena

itu apa yang ada dalam karya sastra tertentu hanya bersifat rekaan (karangan)

belaka.

Karya sastra dapat berupa fiksi, puisi, ataupun drama. Karya sastra yang

dikategorikan karya sastra fiksi adalah roman sosial, roman sejarah, cerita pendek.

Hal ini tidak terbatas pada segala sesuatu yang tercetak atau tertulis saja, akan

Page 5: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

19

tetapi mencangkup segala sesuatu yang tidak tercetak atau tertulis (lisan). Karya

sastra tidak tunduk pada metode-metode tertentu pada saat seorang sastrawa

menciptakan karyanya sastra tersebut, meskipun sastra tersebut mengandung

unsur-unsur kesejarahan. Hal itu berbeda dengan karya sejarah di mana penulis

harus mengikuti prosedur tertentu yaitu harus tertib dalam penempatan ruang dan

waktu, harus konsisten dengan unsur-unsur lain seperti topografi dan kronologi

serta harus berdasarkan bukti-bukti (Kuntowijoyo, 2006: 3).

Dengan demikian penulis karya sastra mempunyai kebebasan imajinatif yang agak

berlebih jika dibandingkan dengan penulis sejarah. Karya sastra sebagai seni kata

mengandung estetika atau keindahan yaitu berupa estetika bahasa. Estetika atau

keindahan yang terdapat dalam karya seni adalah hasil usaha seniman, bukan

keindahan alamiah, dan juga bukan keindahan azali dan abadi.

Salah satu unsur yang mendukung keindahan karya sastra adalah adanya

penggunaan bahasa yang bersifat konotatif. Bahasa ini banyak menggunakan

simbol-simbol atau lambang-lambang. Lambang dan simbol tersebut beraneka

warna sesuai dengan individu senimannya dimana ia berada di suatu tempat dan

pada suatu jaman. Oleh karena itulah untuk memahami karya sastra dianjurkan

untuk memahami tiga macam kode, yaitu kode bahasa, kode budaya, dan kode

sastra (Teeuw, 1984: 334).

2.1.2 Hakikat Novel

Kata ‘novel’ berasal dari kata latin novellus yang diturunkan dari kata novies yang

berarti baru (Tarigan, 1994: 164). The American College Dictionary (dalam

Page 6: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

20

Tarigan, 1994: 830) menyebutkan bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang

fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta

adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur.

Novel adalah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia yang imajiner dan

fantastis. Dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner

yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya (Nurgiyantoro, 1995: 4). Oleh

karenanya sangat wajar jika kita menemukan novel imajinatif fantastis yang

kadang berada di luar nalar manusia dan dunia yang berusaha dibangun pun tak

pernah lepas dari alam pikiran pengarang dari hasil mediasi antara subjek nyata

dan imajiner yang ada.

Novel dalam arti umum adalah cerita berbentuk prosa dengan ukuran yang luas.

Ukuran yang luas disini dapat berarti cerita dengan plot yang kompleks, multi

karakter, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam dan setting cerita

yang beragam pula. Keberagaman inilah yang membedakan novel dengan cerpen.

Novel merupakan salah satu genre sastra di samping cerpen dan roman. Novel

menyajikan cerita yang lebih panjang daripada cerpen sehingga terbagi menjadi

beberapa bagian. Cerita yang terdapat dalam novel diangkat dari realitas

masyarakat. Di dalam novel terdapat plot tertentu, artinya tidak sekedar

menyajikan sebuah cerita, peristiwa yang ada memiliki hubungan kausalitas.

Dilihat dari temanya, novel tidak hanya menyajikan tema pokok (utama). Ada

tema-tema tambahan yang fungsinya mendukung tema utama. Tokoh yang ada

Page 7: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

21

dalam sebuah novel memiliki karakter yang berbeda-beda. Pembedaan ini dapat

ditandai dengan penggolongan-penggolongan berdasarkan fungsi atau

peranannya. Terdapat tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis biasanya

digambarkan dengan tokoh yang berkarakter tetap, sedangkan tokoh dinamis

adalah sebaliknya.

Novel dapat dipandang sebagai hasil dialog, mengangkat dan mengungkapkan

kembali berbagai permasalahan hidup dan kehidupan. Hal tersebut dapat tercapai

setelah melewati penghayatan yang intens, seleksi subjektif; dan diolah dengan

daya imajinatif-kreatif oleh pengarang ke dalam bentuk rekaan (Nurgiyantoro,

1995: 71).

Goldmann mendefinisikan novel sebagai cerita mengenai pencarian yang

tergradasi akan nilai-nilai yang otentik dalam dunia yang juga ikut tergradasi.

Pencarian itu dilakukan oleh seorang tokoh utama (hero) yang problematik.

Goldmann juga mengatakan bahwa novel merupakan satu bagian dari karya sastra

yang bercirikan keterpecahan yang tidak terdamaikan dalam hubungan antara sang

hero dengan dunia. Keterpecahan itulah yang menyebabkan dunia dan hero

menjadi sama-sama terdegradasi dalam hubungannya dengan nilai-nilai yang

otentik yang berupa totalitas di atas. Keterpecahan itulah yang membuat sang hero

menjadi problematik (Faruk, 1994: 18).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah

bagian dari karya sastra berupa prosa yang mengungkapkan kembali

permasalahan kehidupan yang luas melalui unsur-unsur yang saling berkaitan dan

Page 8: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

22

memiliki hero yang mengemban misi-misi tertentu. Peristiwa yang terjalin pun

sangat kompleks karena tidak hanya menceritakan hidup seorang tokohnya saja

tetapi juga seluruh tokoh yang terlibat dalam cerita.

2.2 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat refelektif. Penelitian

ini banyak diminati karena kemampuannya untuk melihat sastra sebagai cermin

kehidupan masyarakat. Kehidupan sosial senantiasa menjadi picu lahirnya karya

sastra. Untuk itu, pada bagian ini penulis akan menyajikan beberapa pengertian

sosiologi sastra dari para ahli, serta pendekatannya dalam upaya menganalisis

karya sastra.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari

katasos (Yunani) yang berarti bersama, bersatu, kawan, teman, dan logi (logos)

berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta)

berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi petunjuk dan instruksi.

Akhiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari definisi tersebut, keduanya memiliki

objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian, hakikat

sosiologi dan sastra sangat berbeda bahkan bertentangan secara dianetral.

Sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi

dewasa ini (das sain) bukan apa yang seharusnya terjadi (das solen). Sebaliknya

karya sastra bersifat evaluatif, subjektif, dan imajinatif. Sosiologi sastra

merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa

juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan

Page 9: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

23

sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana

karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan disini mengandung arti yang

cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu

oleh karya sastra. Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian

pada aspek dokumenter sastra, dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra

merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena

sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi,

difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali

menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi,

refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra.

Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar

terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup

hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa

yang terjadi dalam batin seseorang. Maka, memandang karya sastra sebagai

penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada

karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran, atau yang hendak digambarkan.

Namun Wellek dan Warren mengingatkan, bahwa karya sastra memang

mengekspresikan kehidupan, tetapi keliru kalau dianggap mengekspresikan

selengkap-lengkapnya. Hal ini disebabkan fenomena kehidupan sosial yang

terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak disengaja dituliskan oleh

pengarang, atau karena hakikat karya sastra itu sendiri yang tidak pernah langsung

mengungkapkan fenomena sosial, tetapi secara tidak langsung, yang mungkin

pengarangnya sendiri tidak tahu.

Page 10: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

24

Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang- orang

yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang

pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya

sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa

pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah

dihayatinya. Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari

kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial

masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan yang

melatarbelakanginya.

Endraswara dalam bukunya Metodologi Pengajaran Sastra, memberi pengertian

bahwa sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia,

karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam

menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi

(2003:79).

Faruk (1994:1) memberi pngertian bahwa sosiologi sastra sebagai studi ilmiah dan

objektf mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga dan

proses-proses sosila. Selanjutnya, dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab

pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara

kerjanya, dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup. Sosiologi dikatakan

memperoleh gambaran mengenai cara-cara menyesuaikan dirinya dengan dan

ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme

Page 11: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

25

sosialitas, proses belajar secara kultural yang dengannya individu-individu

dialokasikannya pada dan menerima peranan tertentu dalam struktur sosial itu.

2.3 Sosiologi Sastra Sebagai Pendekatan Menganalisis Karya Sastra

Menurut Ratna (2003:2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra yang

perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan antara

karya sastra dengan masyarakat, antara lain :

1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangn aspek

kemasyarakatannya.

2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek

kemasyarakatan yang terkandung didalamnya.

3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat

yang melatar belakangi.

4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah (dialektik) anatara sastra dengan

masyarakat.

5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdependensi antara sastra

dengan masyarakat.

Wellek dan Warren (2014:111) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :

1. Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra, masalah yang

berkaitan disini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status

pengarang, dan idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang

diluar karya sastra, karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat

dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi

Page 12: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

26

studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal

ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang

akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek

dan Warren, 2014:112)

2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang

menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa

yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini

mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial.

(Wellek dan Warren, 2014:122). Beranggapan dengan berdasarkan pada

penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa

sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Bagi Warton dan

para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah

peradaban.

3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra,

pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat, seni tidak hanya meniru

kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-

tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.

Klasifikasi Wellek dan Warren sejalan dengan klasifikasi Ian Watt (dalam

Damono, 1989:3-4) yang meliputi hal-hal berikut :

1. Konteks Sosial Pengarang

Ada kaitannya dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat, dan kaitannya

dengan masyarakat, pembaca termasuk juga faktor-faktor sosial yang dapat

Page 13: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

27

mempengaruhi karya sastranya, yang terutama harus diteliti yang berkaitan

dengan :

1) Bagaimana pengarang mendapat mata pencahariannya, apakah ia mendapatkan

dari pengayoman masyarakat secara langsung, atau pekerjaan yang lainnya;

2) Profesionalisme dalam kepengaragannya; dan

3) Masyarakat apa yang dituju oleh pengarang.

2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat

Maksudnya seberapa jauh sastra dapat dianggap carmin keadaan masyarakat.

Pengertian “cermin” dalam hal ini masih kabur, karena itu, banyak disalah

tafsirkan dan disalah gunakan. Yang harus diperhatikan dalam klasifikasi sastra

sebagai cermin masyarakat adalah :

1) Sastra mungkin tidak dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu

ditulis, sebab banyak ciri-ciri masyarakat ditampilkan dalam karya itu sudah tidak

berlaku lagi pada waktu ia ditulis;

2) Sifat “lain dari yang lain” seorang pengarang sering mempengaruhi pemilihan

dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya;

3) Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan

sikap sosial seluruh mayarakat;

4) Sastra yang berusaha untuk menampilkan keadaan masyarakat secermat-

cermatnya mungkin saja tidak dapat dipercaya sebagai cermin masyarakat.

Sebaliknya, sastra yang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggambarkan

masyarakat mungkin masih dapat digunakan sebagai bahan untuk mendapatkan

Page 14: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

28

informasi tentang masyarakat tertentu. Dengan demikian, pandangan sosial

pengarang diperhitungkan jika peneliti karya sastra sebagai cermin masyarakat.

3. Fungsi Sosial Sastra

Maksudnya seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai-nilai sosial. Dalam

hubungan ini ada tiga hal yang harus diperhatikan

1) Sudut pandang ekstrim kaum Romantik yang menganggap sastra sama

derajatnya dengan karya pendeta atau nabi. Karena itu, sastra harus berfungsi

sebagai pengbaharu dan perombak;

2) Sastra sebagai penghibur saja;

3) Sastra harus mengajarkan sesuatu dengan cara menghibur.

Dalam bukunya A Glossary of Literature Term. Abrams menulis bahwa dari

sosiologi sastra ada tiga perhatian yang dapat dilakukan oleh kritikus atau peneliti

yaitu :

1. Penulis dengan lingkungan budaya tempat ia tinggal.

2. Karya dengan kondisi sosial yang direfleksikan didalamnya.

3. Audien atau pembaca (1981:178).

Lain halnya dengan Grebsten (dalam Damono,1989) dalam bukunya

mengungkapkan istilah pendekatan sosiologi kultural terhadap sastra sebagai

berikut :

1. Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari

lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Ia harus

dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya dan tidak hanya dirinya sendiri.

Page 15: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

29

Setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal-balik yang rumit dari faktor-

faktor sosial dan kultural. Karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang

rumit. Bagimanapun karya sastra bukanlah suatu gejala yang tersendiri.

2. Gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk dan

teknik penulisannya, bahkan boleh dikatakan bahwa bentuk dan teknik itu

ditentukan oleh gagasan tersebut. Tak ada karya sastra yang besar yang diciptakan

berdasarkan gagasan sepele dan dangkal, dalam pengertian ini sastra adalah

kegiatan yang sungguh-sunggug.

3. Setiap karya sastra yang bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu

moral, baik dalam hubungannya dengan kebudayaan sumbernya maupun dalam

hubungannya dengan orang per orang. Karya sastra bukan merupakan moral

dalam arti yang sempit, yaitu yang sesuai dengan suatu kode atau tindak tanduk

tertentu, melainkan dalam pengertian bahwa ia terlibat didalam kehidupan dan

menampilkan tanggapan evaluatif terhadapnya. Dengan demikian sastra adalah

eksprimen moral.

4. Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah. Pertama, sebagai

sesuatu kekuatan atau faktor material, istimewa. Kedua, sebagai tradisi yakni

kecenderungan spiritual kultural yang bersifat kolektif. Dengan demikian bentuk

dan isi karya sastra dapat mencerminkan perkembangan sosiologi, atau

menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak kultural.

5. Kritik sastra seharusnya lebih dari sekedar perenungan estetis yang tanpa

pamrih ia harus melibatkan diri dalam suatu tujuan tertentu. Kritik adalah kegiatan

yang terpenting yang harus mampu mempengaruhi penciptaaan sastra tidak

Page 16: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

30

dengan cara mendikte sastrawan agar memilih tema tertentu misalnya, melainkan

dengan menciptakan iklim tertentu yang bermanfaat bagi penciptaan seni besar.

6. Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra

masa depan. Dari sumber sastra yang sangat luas itu kritikus harus memilih yang

sesuai untuk masa kini. Perhatiannya bukanlah seperti pengumpul benda-benda

kuno yang kerjanya hanya menyusun kembali, tetapi memberi penafsiran seperti

yang dibutuhkan oleh masa kini. Dan karena setiap generasi membutuhkan pilihan

yang berbeda-beda, tugas kritikus untuk menggali masa lalu tak ada habisnya.

Damono (1989:14) juga mengemukakan bahwa segala yang ada di dunia ini

sebenarnya merupakan tiruan dari kenyataan tertinggi yang berada di dunia

gagasan. Seniman hanyalah meniru apa yang ada dalam kenyataan dan hasilnya

bukan suatu kenyataan.

Pandangan senada dikemukakan oleh Teeuw (1984:220) mengatakan bahwa dunia

empiriris tak mewakili dunia sesungguhnya, hanya dapat mendekatinya lewat

mimesis, penelaahan, dan pembayangan ataupun peniruan. Lewat mimesis,

penelaahan kenyataan mengungkapkan makna, hakikat kenyataan itu. Oleh karena

itu, seni yang baik harus truthful, berani dan seniman harus bersifat modest,

rendah hati. Seniman harus menyadari bahwa lewat seni dia hanya dapat

mendekati yang ideal.

Menurut Ratna (2003:332) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan

mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian

harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut:

Page 17: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

31

1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh

penyalin, dan ketiganya adalah anggota masyarakat.

2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang

terjadi dalam masyarakat yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.

3. Medium karya sastra baik lisan maupun tulisan dipinjam melalui kompetensi

masyarakat yang dengan sendirinya telah mengandung masalah kemasyarakatan.

4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat dan tradisi yang lain,

dalam karya sastra terkandung estetik, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas

sangat berkepentigan terhadap ketiga aspek tersebut.

5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,

masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti

melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti

menganalisisnya sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan

sebaliknya. Kedua, persepektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi

pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan

latar kehidupan sosial, budayanya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti

menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

Sebagaimana yang dikemukakan Damono, Swingewood (1972:15) pun

mengingatkan bahwa dalam melakukan analisis sosiologi terhadap karya sastra,

kritikus harus berhati-hati dengan slogan “sastra adalah cermin masyarakat’’. Hal

ini melupakan pengarang, kesadaran, dan tujuannya. Dalam melukiskan

Page 18: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

32

kenyataan, selain melalui refleksi, sebagai cermin, juga dengan cara refleksi

sebagai jalan belok. Seniman tidak semata melukiskan keadaan sesungguhnya,

tetapi mengubah sedemikian rupa kualitas kreativitasnya.

Dalam hubungan ini Teeuw (1984:18-26) mengemukakan ada empat cara yang

mungkin dilalui, yaitu:

1) Afirmasi, melupakan norma yang sudah ada;

2) Restorasi, sebagai ungkapan kerinduan pada norma yang sudah usang

3) Negasi, dengan mengadakan pemberontakan terhadap norma yang sedang

beralaku; dan

4) Inovasi, dengan mengadakan pembaharuan terhadap norma yang ada.

Berkenaan dengan kaitan antara sosiologi dan sastra tampaknya Swingewood

(1972:15) mempunyai cara pandang bahwa suatu jagad yang merupakan tumpuan

kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia, karena disamping sebagai makhluk

sosial budaya akan sangat sarat termuat dalam karya sastra. Hal inilah yang

menjadi bahan kajian dalam telaah sosiologi sastra.

2.4 Hubungan Karya Sastra dengan Peristiwa Sejarah

Fakta sejarah merupakan salah satu sumber inspirasi bagi para sastrawan untuk

menuliskan karya-karya sastranya. Seperti pernah dikatakan oleh Damono

(2002:1-2) bahwa karya sastra tidak pernah jatuh begitu saja dari langit, tetapi

sastra berhubungan dengan sastrawan dan masyarakat yang melahirkannya. Di

tangan seorang sastrawan peristiwa sejarah dapat menjadi sumber inspirasi untuk

Page 19: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

33

untuk penulisan karya-karya sastranya. Oleh karena itu, dikenal adanya istilah

sastra sejarah, novel sejarah atau pun puisi epik.

Peristiwa sejarah dalam hal ini mengacu pada peristiwa, tokoh, perbuatan, pikiran,

dan perkataan yang pernah terjadi di masa lampau yang dipahami sebagai gejala

yang memanjang dalam waktu, tetapi dalam ruang yang terbatas (Kuntowijoyo,

2006:5). Sejarah, sebagai ilmu yang bersifat diakronik, menurut Kuntowijoyo

(2006:10) harus didukung oleh data yang otentik, terpercaya, dan tuntas. Dengan

ruang yang terbatas, maka sejarah dapat membahas berbagai pertumbuhan dan

perkembangan sejumlah masalah, antara lain sejarah politik, sejarah keluarga,

sejarah intelektual, sejarah moralitas, sejarah kesenian, dan sebagainya.

A. Teeuw (1984:221) menuturkan karya sastra sejarah adalah karya tulis yang

bersifat ganda, yaitu bersifat sastra dan sejarah. Dilihat dari sudut sastra, karya

sastra sejarah termasuk salah satu jenis sastra. Karya sastra yang bernilai sejarah

biasanya bahannya diambil dari sejarah. Demikian halnya dengan penggunaan

bahasa, antara tulisan sejarah dan karya sastra berbeda. Sejarah lebih cenderung

menggunakan referential simbolism dengan menunjuk secara tegas kepada objek,

pikiran, kejadian, dan hubungan-hubungan. Sedangkan sastra lebih banyak pesan-

pesan subjektif pengarang.

Sartono Kartodirdjo berpandangan bahwa karya sastra sejarah merupakan karya

sejarah atau historiografi (Ekadjati, 1983:19). Hanya berdasarkan unsur-unsur

yang dikandungnya karya sejarah tersebut digolongkan menjadi karya sejarah

tradisional sehingga menghasilkan karya sejarah yang bersifat dan mengandung

Page 20: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

34

unsur-unsur tradisonal. Sebagian besar sejarawan mengatakan bahwa karya sastra

merupakan alat bantu dari ilmu sejarah. Akan tetapi, tidak bias dipungkiri bahwa

karya sastra mempunyai sumbangsih besar untuk sejarawan dan historiografi. Dari

karya sastra bisa diambil pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki oleh

dokumen tertulis maupun arsip yang berperspektif pemerintah.

Dengan demikian dengan karya sastra sejarah pembaca dapat menerobos ruang

kosong yang tidak dimiliki arsip maupun dokumen tertulis lainnya. Sastra, baik

tertulis maupun lisan, yang memberikan keterangan tentang masa lampau yang

memberikan informasi pantas untuk disebut sebagai bahanbahan dokumenter bagi

studi sejarah. Sebagai sumber dokumenter, sastra mempunyai kekhasan yaitu

sifatnya yang naratif sehingga dapat dikategorikan sebagai accepted history,

misalnya babad, hikayat, tambo, atau kronik dan annals.

Berkaitan dengan karya sastra tersebut, seni sastra dianggap sebagai jejak sejarah

yang mengandung informasi tentang apa yang dianggap terjadi dan bermakna

dalam skala luas dan sempit. Sastra termasuk sumber sejarah dilihat dari corak

informasinya dapat digolongkan menjadi sumber naratif. Sumber naratif ialah

sumber yang berisi uraian lengkap, kebanyakan adalah sumber tertulis terutama

yang menyangkut masalah sosial, politik, kultural, dan agama.

Sumber naratif juga di dalamnya memuat historiografi tradisional, biografi,

kenang-kenangan (memoir), kronik, annals, atau inkripsi. (Sugihastuti, 2009:160)

Relasi antara teks sastra dan kenyataan sejarah dibangun sesuai dengan teks itu

sendiri, tetapi teks kesusastraan tidak dapat berhubungan simplistic dengan

Page 21: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

35

kenyataan sejarah. Dalam beberapa novel (misalnya novel sejarah) pembaca akan

lebih memahami sebagai wacana sejarah daripada karya sastra, artinya teks

kesusastraan hanya dapat dipahami sebagai penanda langsung dari kenyataan

sejarah. karya sastra mungkin berisi kenyataan dan akurasi data sejarah, namun

operasi data tersebut tetap diperlakukan secara fiktif dan mengikuti hokum

produksi realitas tekstual.

Relevansi antara realitas tekstual dan sejarah yang dirujuk menempatkan ideologi

dalam realitas sejarah sebagai kekuatan produksi. Eagleton (1976:70) menegaskan

bahwa bagian dari sejarah sudah difiksikan dan ditafsirkan sesuai dengan

terminologi ideologi produksi sebagai model perantara sisipan ideology dalam

karya sastra. Jadi realitas sejarah secara ideologis menjadi kekuatan kedua.

Ketentuan masuknya sejarah dalam karya sastra tidak hanya sebagai kesejarahan

teks, tetapi masuk secara ideologis sebagai ukuran pembuktian penentu kehadiran

dan penyimpangannya. Sejarah dalam teks sastra berfungsi sebagai penanda akhir

dalam kesusastraan (Eagleton, 1976:72). Hal ini terjadi karena secara ideologis

sejarah menjadi struktur dominan yang menandai karakter teks dan pengaturan

dari pembelokan kenyataan yang dibangun dalam karya sastra. Hal yang

membedakan antara teks sastra dan penulisan sejarah yaitu objeknya.

Historiografi mempunyai objeknya sendiri yaitu sejarah itu sendiri. Sedangkan

karya sastra merupakan hermeneutik dari historigrafi. Karya sastra merekontruksi

kenyataan sejarah keluar dari kategori yang mengikatnya. Teks dikarakterkan oleh

keganjilan antara abstrak dan kenyataan. Karya sastra berada dalam fenomena

Page 22: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

36

wacana historiografi dan filsafat. Karya sastra menyerupai historiografi dalam

kepadatan tekturnya dan juga beranalogi dengan wacana filsafat pada keadaan

yang umum terjadi. Hanya saja kekurangan yang Nampak dalam karya sastra

adalah kurangnya referensi nyata (Eagleton, 1976:78).

Jika diamati dengan seksama, teks narasi dan teks sejarah memiliki suatu

persamaan. Keduanya sama-sama dikonstruksi dengan berdasarkan pada waktu

lampau (past time). Hal itu lebih terlihat jika kalimat-kalimat yang menyusun

kedua jenis teks tersebut ditulis dalam bahasa asing, misalnya bahasa Inggris.

Kebanyakan kalimat dalam kedua jenis teks itu menggunakan pola yang dalam

tata bahasa Inggris disebut sebagai past tense. Pola itu harus digunakan untuk

menunjukkan pada pembaca bahwa suatu hal atau peristiwa terjadi atau

bereksistensi di masa lalu.

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa meskipun teks narasi (fiksional) dan teks

sejarah (faktual) bertolak belakang dalam hal sifat, keduanya mempunyai struktur

yang sama. Sebagai konsekuensi logis dari persamaan tersebut, terdapat

kemungkinan untuk saling tertukar dan saling berbaur karena sulitnya

mengidentifikasi teks mana yang tergolong fiksional dan mana yang tergolong

faktual. Walaupun memiliki kesamaan sebagaimana yang telah dijelaskan

sebelumnya, sejarah dan sastra mempunyai tujuan yang sama sekali berbeda,

tetapi pada dasarnya saling melengkapi satu sama lain (Ratna, 2005:337).

Pernyataan itu telah disinggung sebelumnya oleh Jauss (1983:25) bahwa sejarah

sastra (suatu rangkaian peristiwa sastra) berperan sebagai suatu metode resepsi

Page 23: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

37

sastra dan memposisikan sejarah dan sastra sebagai dua entitas yang saling

melengkapi. Hutcheon (Ratna, 2005:337-338), mengemukakan bahwa sejarah,

menurut Aristoteles, sastra sejarah tidak hanya mampu menceritakan masa lalu

saja tetapi juga mampu menceritakan hal-hal yang belum terjadi karena sastra

dihasilkan dengan perenungan atau kontemplasi yang menjadikannya lebih

bersifat filosofis sejarah yang hanya menceritakan masa lalu tanpa perenungan.

Perbedaan di atas diwariskan pada dua macam karya sastra yang berkaitan erat

dengan sejarah; yaitu sastra sejarah dan novel sejarah. Keduanya berbeda menurut

konsep hubungan yang terjadi di antaranya, sesuai dengan zamannya.

Kelahiran karya sastra tidak lepas dari kemampuan intersubjektivitas pengarang

untuk menggali kekayaan masyarakat, memasukkannya ke dalam karya sastra,

yang pada akhirnya dapat dinikmati oleh pembaca. Kemampuan pengarang dalam

melukiskan pengalaman yang diperoleh dalam masyarakat dan kemampuan

pembaca untuk memahami suatu karya sastra menjadi unsur penting yang

menentukan kekayaan suatu karya sastra. Hubungan karya sastra dengan

masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan

hubungan yang hakiki. Karya sastra mempunyai tugas penting baik dalam

usahanya untuk menjadi pelopor pembaharuan maupun memberikan pengakuan

terhadap suatu gejala kemasyarakatan.

Kebebasan sekaligus kemampuan karya sastra untuk memasukkan hampir seluruh

aspek kehidupan manusia menjadikan karya sastra sangat dekat dengan aspirasi

masyarakat. Demikian juga dengan cara-cara penyajian yang berbeda

Page 24: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

38

dibandingkan dengan ilmu sosial dan humaniora membawa ciri-ciri tersendiri

terhadap sastra. Penyajian secara tak langsung, dengan menggunakan bahasa

metaforis konotatif, memungkinkan untuk menanamkan secara lebih intens

masalah-masalah kehidupan terhadap pembaca. Artinya, ada kesejajaran antara

ciri-ciri karya sastra dengan hakikat kemanusiaan. Fungsi sosial karya sastra

sesuai dengan hakikatnya yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya

dalam menampilkan dunia kehidupan yang lain yang berbeda dengan dunia

kehidupan sehari-hari. Selama membaca karya sastra pembaca secara bebas

menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain.

Penggunaan karya sastra dari sebuah peristiwa sejarah diharapkan akan membuat

pembelajaran sejarah semakin dinamis dengan mengajarkan sejarah dari

pendekatan arus bawah masyarakat yang terpinggirkan oleh sejarah dan

kekuasaan (history from bellow). Berbagai bentuk karya sastra baik novel dan

yang lainnya menjadi lebih dari sekedar alat bantu karena bisa menjelaskan lebih

detail dinamika yang terjadi dalam peristiwa sejarah, artinya bahwa karya sastra

merupakan alat untuk berdialektika dalam sejarah dengan semangat zaman (zeit

gheist) yang terkandung didalamnya.

Kuntowijoyo (2006:171), yang akrab dengan dunia karya sastra mengatakan

bahwa sastra dan sejarah pada era sekarang mempunyai perbedaan yang tipis.

Bahkan tidak sedikit pula karya sastra seperti novel memuat fakta-fakta dalam

suatu peristiwa sejarah. Hal itu seakan-akan menunjukkan sastra dan sejarah

mempunyai hubungan yang erat. Karya sastra sebagai simbol verbal mempunyai

Page 25: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

39

beberapa peranan di antaranya cara pemahaman (model of comprehension), cara

perhubungan (mode of communication), dan cara penciptaan (mode of creation).

Objek karya sastra adalah realitas yaitu realitas yang dimaksudkan oleh pengarang

itu sendiri.

Karya sastra sejarah ditulis berdasarkan bukti sejarah dan dengan sendirinya nilai

kesejarahan dapat lebih dipertangungjawabkan. Tentu saja dalam karya sastra di

dalamnya secara sengaja pencipta memasukkan hal-hal yang sifatnya fiktif,

terutama dalam penokohan. Di samping memang terdapat tokohtokoh yang

memang diakui keberadaannya dalam peristiwa sejarah, dalam karya sastra juga

muncul tokoh-tokoh tambahan yang muncul dan lahir dari daya cipta pengarang.

Dalam hal-hal tertentu, tidak mustahil seluruh tokoh yang muncul merupakan

tokoh fiktif (misalkan namanya).

Dalam konteks ilmu sastra, hubungan antara karya sastra dengan peristiwa sejarah

telah lama menjadi perhatian para ilmuwan sastra. Munculnya berbagai

pendekatan dalam kajian sastra, seperti sosiologi sastra, sastra perbandingan, dan

sejarah baru (new historicism), yang mencoba memahami hubungan tersebut

merupakan bukti adanya upaya memahami hubungan antara karya sastra dengan

peristiwa sejarah.

Meneliti karya sastra dengan menggunakan pendekatan historisme harus mengacu

pada catatan-catatan dan teks lain di luar karya sastra, yaitu keseluruhan informasi

yang berhubungan dengan karya itu. Dalam buku 9 Jawaban Sastra Indonesia,

Mahayana menekankan pada beberapa hal berikut, yang dijadikan acuan dalam

Page 26: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

40

menyusun catatan-catatan tersebut : (1) teks atau catatan yang menjadi acuan

pastilah teks yang dapat dipercaya; (2) bahasa dari karya sastra yang bersangkutan

berfungsi pada waktu dan tempat tertentu; (3) penelitian terhadap sebuah karya

pastilah berkaitan dengan kehidupan pengarangnya, keadaan materialnya, dan

perlu juga dipertimbangkan konteks karya yang bersangkutan dalam keseluruhan

karier pengarang; (4) kehadiran sebuah teks sangat mungkin diilhami,

dipengaruhi, atau bahkan ada kaitannya dengan teks sebelumnya; (5) diyakini pula

bahwa sebuah karya tidak lain merupakan milik zamannya; dan (6) sebuah karya

yang diteliti mesti ditempatkan dalam tradisi, konvensi, dan kecenderungan yang

sering kali ikut menentukan hubungan-hubungannya dengan karya-karya lain

yang sejenis.

Dalam pandangan Historisme Baru, sastra dan sejarah merupakan dua teks yang

saling berkaitan dan saling mengisi (Mahayana, 2005:369). Sejarah dapat menjadi

inspirasi pengarang untuk membuat karya sastra, dan sastra dapat menjadi

dokumenter sejarah. Di samping saling mengisi, sejarah itu sendiri terdiri atas

berbagai teks yang masing-masing menyusun satu versi tentang kenyataan

(Budianta, 2006:4). Mengenai hubungan antara teks sejarah dan teks sastra,

Sugihastuti (2009:164) menulis, telah banyak bukti menunjukkan bahwa teks-teks

sastra, dapat dipakai sebagai pelengkap studi sejarah, misalnya A History of

Malaya.

Hubungan yang saling menguntungkan dalam kritik historis ini sebenarnya

hendak menekankan pentingnya pengetahuan (historis) dalam kegiatan kritik

Page 27: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

41

sastra (Mahayana, 2005:368). Persoalannya adalah bahwa hubungan antara karya

sastra dan sejarah, itu negatif atau positif, atau bagaimana? Relasi positif berarti

referensial, ada referensi yang nyata pada struktur intrinsik sastra dengan realitas.

Relasi negatif berarti nonreferensial (Sugihastuti, 2009:167). Sejarah sering

ditafsirkan sebagai fotokopi, nostalgia masa lalu atau sebuah idealisme yang

masing-masing mempunyai signifikasi, akurasi, dan kewajarannya dalam teks

(Mahayana, 2005:372). Begitu pula dengan teks sastra. Dalam perspektif yang

baru, karya sastra ikut membangun, mengartikulasikan dan mereproduksi

konvensi, norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinatif

kreatifnya (Budianta, 2006:4).

Wolfgang Iser (Teeuw, 1984:249) telah menegaskan “rekaan bukan merupakan

lawan kenyataan, tetapi memberitahukan sesuatu mengenai kenyataan”.

Hubungan antara kenyataan dan rekaan dalam karya sastra adalah hubungan

dialektik (bertetangga). Mimesis tidak mungkin tanpa kreasi tetapi kreasi tidak

mungkin tanpa mimesi. Takaran dan perkaitan antara kedua-duanya dapat berbeda

menurut kebudayaannya, menurut jenis sastra, jaman, pribadi pengarang dan

banyak lagi.

Terakhir, perpaduan antara mimesis dan kreasi tidak hanya berlaku dan benar

untuk penulis sastra. Hal ini pun penting bagi pembaca. Pembaca harus sadar

menyambut karya sastra menharuskan dia untuk memperpadukan aktifitas

mimetic dan kreasi. Pemberian makna pada karya sastra adalah perjalanan bolak-

balik tanpa henti antara dunia kenyataan dan dunia khayalan.

Page 28: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

42

2.5 Analisis Struktur

Pendekatan struktural adalah pendekatan yang digunakan dalam usaha memahami

karya sastra dengan memperhitungkan struktur atau unsur-unsru pembentuk karya

sastra sebagai jalinan yang utuh. Pendekatan struktural yang digunakan di dalam

analisis bermaksud untuk membongkar dan memaparkan secermat mungkin

keterjalinan dan keterkaitan semua unsur-unsur karya sastra yang bersama-sama

menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984:36).

Pendekatan yang bertolak dari dalam karya sastra itu disebut pendekatan objektif.

Analisis struktural adalah bagian yang terpenting dalam merebut makna di dalam

karya sastra itu sendiri. Penelitian struktural dipandang lebih objektif karena

hanya berdasarkan sastra itu sendiri. Peneliti strukturalis biasanya mengandalkan

pendekatan egosentrik yaitu pendekatan penelitian yang berpusat pada teks sastra

itu sendiri. Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks

mandiri. Penelitian dilakukan secara objektif yaitu menekankan aspek intrinsik

karya sastra (Endraswara, 2013:25).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan analisis struktural adalah penguraian

karya sastra atas bagian-bagian atau norma-normanya, atau atas unsur-unsur yang

membangunnya. Dengan pendekatan tersebut karya sastra yang kompleks dan

rumit dapat dipahami. Lewat pendekatan ini pula, dimungkinkan orang untuk

memberikan penilaian terhadapnya. Karya sastra mempunyai sebuah sistem yang

terdiri atas berbagai unsur pembangunnya. Untuk mengetahui unsur yang ada

Page 29: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

43

dalam karya sastra itu sangat tepat jika penelaahan teks sastra diawali dengan

pendekatan struktural.

Strukturalisme sering digunakan oleh peneliti untuk menganalisis seluruh karya

sastra dimana kita harus memperhatikan unsur-unsur yang terkandung di dalam

karya sastra tersebut. Struktur yang membangun sebuah karya sastra sebagai unsur

estetika dalam analisis struktur dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi,

mengkaji, mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang

bersangkutan (Nurgiyantoro, 1998:37).

Mulanya proses identifikasi terhadap plot, tokoh, penokohan, latar dan sudut

pandang. Tahap selanjutnya penjelasan terhadap fungsi masing-masing unsur

dalam menunjang makna keseluruhannya serta hubungan antar unsur intrinsik.

Namun, penelitian ini menekankan pada dua unsur pembentuk karya sastra yang

bersifat intrinsik. Unsur intrinsik tersebut adalah alur atau plot dan tokoh. Tetapi,

tidak sampai pada fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik. Dipilihnya kedua

unsur tersebut karena keduanya merupakan unsur isi dari sebuah karya sastra yang

dapat membangun sebuah cerita yang menarik. Sehubungan dengan hal di atas,

diharapkan dengan menganalisis kedua unsur tersebut dapat membantu

mengungkapkan unsur pembangun cerita dalam karya sastra.

2.5.1 Strukturalisme Robert Stanton

Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,

seteliti, semendetail dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua

anasir dan aspek karya sastra yang bersama- sama menghasilkan makna

Page 30: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

44

menyeluruh (Teeuw, 1988:135). Pendekatan struktural yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan struktural model Robert Stanton. Robert Stanton

(2007:97), menyatakan bahwa untuk menganalisis novel sebaiknya dilihat terlebih

dahulu prinsip kepaduan sebuah novel. Kepaduan di sini berarti seluruh aspek dari

karya sastra harus berkontribusi penuh pada maksud utama atau tema.

Dengan demikian, pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai suatu

kesatuan yang utuh, terdiri dari unsur-unsur yang memiliki suatu keterkaitan dan

dapat membentuk suatu makna yang menyeluruh. Robert Stanton menyatakan

bahwa struktur karya sastra meliputi 3 kategori, yaitu: fakta cerita, sarana cerita,

dan tema.

2.5.1.1. Fakta Cerita

Karakter, alur, dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini

berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum

menjadi satu, semua elemen ini dinamakan struktur faktual atau tingkatan faktual

cerita. Struktur faktual bukanlah hal terpisah dari sebuah cerita. Struktur faktual

merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari

satu sudut pandang (Stanton, 2007:22).

1. Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.

Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara

kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau

menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena

Page 31: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

45

akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada

hal-hal yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencakup

perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-

keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya

(Stanton, 2007:26).

Alur merupakan tulang punggung cerita. Sebuah cerita tidak akan pernah

seutuhnya dimengerti tanpa danya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang

mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan keberpengaruhannya. Sama halnya

dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri; alur hendaknya

memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat

menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri

ketegangan-ketegangan (Stanton, 2007:28).

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Konflik

utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatan-

kekuatan tertentu. Konflik semacam inilah yang menjadi inti struktur cerita, pusat

yang pada gilirannya akan tumbuh dan berkembang seiring dengan alur yang

terus-menerus mengalir dan disebut klimaks. Klimaks adalah saat ketika konflik

terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks

merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan

menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan (Stanton, 2007:32).

Sementara itu Nurgiyantoro (1995: 153-156) membedakan alur berdasarkan

kriteria urutan waktu yaitu sebagai berikut.

Page 32: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

46

1. Alur lurus yaitu jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis,

peristiwa-peristiwa pertama diikuti oleh peristiwaperistiwa yang kemudian.

Secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan,

pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir

(penyelesaian). Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot

tersebut akan berwujud sebagai berikut.

A B C D E

Simbol A melambangkan tahap awal cerita, B-C-D melambangkan tahap tengah

atau inti cerita, dan E merupakan tahap penyelesaian cerita.

2. Alur sorot balik yaitu jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat tidak

kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin dari tahap

tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Jika

dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot tersebut akan berwujud

sebagai berikut.

D1 A B C D2 E

Simbol D1 berupa awal cerita, A-B-C adalah peristiwa yang disorot balik, D2

(sengaja dibuat demikian untuk menegaskan pertalian kronologisnya dengan D1),

dan E berupa kelanjutan langsung peristiwa cerita awal D1.

3. Alur campuran merupakan gabungan dari alur lurus dan alur sorot balik. Jika

dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot tersebut akan berwujud

sebagai berikut.

E D1 A B C D2

Page 33: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

47

A-B-C berisi inti cerita, diceritakan secara runtut-progresif kronologis yang

mengantari adegan D1 dan D2 yang juga lurus kronologis, dan E merupakan

kelanjutan dari D2 yang ditempatkan di awal dan menjadikan sebuah novel sorot

balik atau flash back.

2. Karakter

Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, kartakter

merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua,

karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi,

dan prinsip moral dari individu-individu tersebut (Stanton, 2007:33). Karakter

utama yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung

dalam cerita. Biasanya, peristiwa-peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri

sang karakter atau pada sikap kita terhadap karakter tersebut. Alasan seorang

karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan dinamakan motivasi

(Stanton, 2007:33).

Karakter merupakan seseorang yang ada dalam sebuah cerita maupun sebuah

drama. Karakter cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang ditampilkan

dalam sebuah karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki

kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam

ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Nurgiyantoro 2002: 165).

Penokohan atau penetapan karakter seseorang sebagai sosok berpengaruh

sangatlah mewakili keberagaman masyarakat dalam sebuah perubahan sosial.Tak

bisa dipungkiri, dalam sejarah dunia, perubahan sosial di masyarakat kerap

Page 34: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

48

dilakukan seorang karakter yang dianggap berpengaruh, karismatis, jenius, atau

berpandangan politik yang mampu memengaruhi publik.

Penokohan sebenarnya karakter yang kita ciptakan ditentukan oleh perwatakan

yang kita berikan pada karakter tersebut. Mungkin saja nama karakternya sama,

tetapi ketika kita beri perwatakan yang berbeda, maka karakter tersebut akan

menjadi berbeda. Pemberian watak karakter ini merupakan seni tersendiri, yaitu

seni ”mencipta” manusia. Karena dengan memberikan perwatakan seperti yang

kita inginkan kita menciptakan ”manusia baru” dalam dunia yang kita ciptakan,

yaitu ”dunia fiksi”.

Nurgiyantoro (2002: 176-194) membedakan karakter menjadi beberapa jenis,

antara lain sebagai berikut.

1. Karakter Utama dan Karakter Tambahan

1). Karakter utama adalah karakter yang diutamakan penceritaannya dalam novel

yang bersangkutan. Ia merupakan karakter yang paling banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

2). Karakter tambahan adalah karakter yang dalam keseluruhan cerita paling

sedikit muncul, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada

keterkaitannya dengan karakter utama baik secara langsung maupun tidak

langsung.

2. Karakter Protagonis dan Karakter Antagonis

1). Karakter Protagonis adalah karakter yang dikagumi, yang salah satu jenisnya

secara popular disebut hero, karakter yang merupakan pengejawantahan norma-

Page 35: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

49

norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Karakter protagonist menampilkan sesuatu

yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita.

2). Karakter Antagonis adalah karakter penyebab terjadinya koflik. Karakter

Antagonis barangkali bisa disebut, beroposisi dengan karakter protagonis, secara

langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.

3. Karakter Sederhana dan Karakter Bulat

1). Karakter Sederhana adalah karakter yang hanya memiliki satu kualitas pribadi

tertentu, suatu sifat-watak yang tertentu saja. Karakter sederhana adalah karakter

yang stereotip, karakter yang tidak memiliki unsur kebaruan atau keunikannya

sendiri. Karakter ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan

tidak berubah sama sekali (misalnya karakter kartun, kancil, film animasi).

2). Karakter bulat adalah karakter yang memiliki dan diungkap berbagai

kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya. Karakter bulat

lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping

memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan

kejutan (Abrams, 1981:20-21).

4. Karakter Statis dan Karakter Berkembang

1). Karakter Statis adalah karakter cerita yang secara esensial tidak mengalami

perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-

peristiwa yang terjadi. Karakter jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak

terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena

adanya hubungan antarmanusia.

Page 36: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

50

2). Karakter Berkembang adalah karakter cerita yang mengalami perubahan dan

perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa

dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik

lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan

mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya.

5. Karakter Tipikal dan Karakter Netral

1). Karakter Tipikal adalah karakter yang hanya sedikit ditampilkan keadaan

individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau

kebangsaannya , atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili. Karakter

tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan terhadap

orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga atau seorang

individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada didunia nyata.

2). Karakter Netral adalah karakter cerita yang bereksistensi demi cerita itu

sendiri. Ia benar-benar merupakan karakter imajiner yang hanya hidup dan

bereksistensi dalam dunia fiksi.

3. Latar

Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta

yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar

dapat berwujud dekor. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari,

bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung

merangkum sang karakter utama, latar juga dapat merangkum orang-orang yang

menjadi dekor dalam cerita (Stanton, 2007: 35).

Page 37: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

51

Latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang

melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah atmosfer.

Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang

karakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada di luar diri sang

karakter (Stanton, 2007: 36).

2.5.1.2 Sarana Cerita

Sarana kesastraan (literary devices) adalah teknik yang dipergunakan oleh

pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita (peristiwa dan kejadian)

menjadi pola yang bermakna. Metode semacam ini perlu karena dengannya

pembaca dapat melihat berbagai fakta melalui kacamata pengarang, memahami

apa maksud fakta-fakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi (Stanton,

2007: 46 47).

1. Judul

Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya

membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada

sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akan tetapi, bila judul tersebut

mengacu pada satu detail yang tidak menonjol. Judul semacam ini acap menjadi

petunjuk makna cerita bersangkutan (Stanton, 2007:51).

2. Sudut Pandang

Pusat kesadaran tempat kita dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita,

dinamakan sudut pandang. Dari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat

tipe utama, yaitu (1) orang pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan

Page 38: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

52

kata-katanya sendiri, (2) orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu

karakter bukan utama (sampingan), (3) orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu

pada semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang

karakter saja, (4) orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap

karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga (Stanton, 2007:53-54).

Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau

berpikir saat tidak ada satu karakter pun hadir.

3. Gaya dan Tone

Dalam sastra, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski dua

orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil tulisan

keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak pada

bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-

pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora.

Di samping itu, gaya juga bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah cerita.

Seorang pengarang mungkin tidak memilih gaya yang sesuai bagi dirinya akan

tetapi gaya tersebut justru pas dengan tema cerita (Stanton, 2007:61-62).

Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone adalah sikap

emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam

berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai

mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2007:63).

Page 39: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

53

4. Simbolisme

Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan

untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Dalam fiksi,

simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada

bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul

pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut.

Dua, satu simbol yang ditampilkan berulang- ulang mengingatkan kita akan

beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Tiga, sebuah simbol yang muncul

pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema (Stanton,

2007:64-65).

5. Ironi

Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu

berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya (Stanton, 2007:71). Dalam

dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas yaitu ironi dramatis dan tone

ironis. Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras

diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang

karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi

Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang

mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton, 2007:72).

2.5.1.3 Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajr dengan makna dalam pengalaman

manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Sama seperti

Page 40: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

54

makna pengalaman manusia, tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek

kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita.

Tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak.

Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat

keberadaan tema. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa

dan detail sebuah cerita (Stanton, 2007:37).

Tema hendaknya memenuhi beberapa kriteria: (1) selalu mempertimbangkan

berbagai detail menonjol dalam sebuah cerita, (2) tidak terpengaruh oleh berbagai

detail cerita yang saling berkontradiksi, (3) tidak sepenuhnya bergantung pada

bukti-bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya disebut secara implisit), (4)

diujarkan secara jelas oleh cerita bersangkutan (Stanton, 2007:45).

2.6 Representasi

Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat manusia semakin mudah

mendapatkan sumber informasi dari segala sumber baik itu melalui media cetak,

media elektronik, hingga sebuah karya sastra seperti cerpen, puisi atau novel.

Media-media tersebut memiliki andil yang besar dalam membentuk dan

membangun stereotip dalam pikiran masyarakat melalui bingkainya masing-

masing yang merepresentasikan kehidupan sekitar masyarakat. Penyampaian yang

dikemas sedemikian apik sehingga terkadang tidak menyadari bahwa sebenarnya

itulah fakta yang terjadi di lingkungan sekitar.

Menyimak lebih jauh tentang penggambaran atau representasi. Banyak hal yang

sebenarnya dikiaskan dengan tanda atau simbol lain dengan maksud tertentu.

Page 41: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

55

Maksud dan tujuan digunakannya tanda pun bermacam ada yang dengan sengaja

untuk mengalihkan atau memberikan isyarat atau memberikan semacam sinyal

yang hanya diketahui oleh individu, kelompok ataupun masyarakat dimana

mereka memiliki pengetahuan yang sama.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia representasi dimaknai sebagai

perbuatan mewakili (penggambaran) terhadap suatu objek (KBBI, 1989:744).

Representasi merekonstruksi serta menampilkan berbagai fakta sebuah objek

sehingga eksplorasi makna dapat dilakukan dengan maksimal (Ratna, 2005: 612).

Jika dikaitkan dengan bidang sastra, maka representasi dalam karya sastra lebih

diartikan sebagai penggambaran karya sastra terhadap suatu fenomena sosial.

Penggambaran ini tentu saja melalui pengarang sebagai kreator. Representasi

dalam sastra muncul sehubungan dengan adanya pandangan atau keyakinan

bahwa karya sastra sebetulnya hanyalah merupakan cermin, gambaran, bayangan,

atau tiruan kenyataan. Dalam konteks ini karya sastra dipandang sebagai

penggambaran yang melambangkan kenyataan (mimesis) (Teeuw, 1984:220).

Plato mengungkapkan bahwa seni (sastra) melalui mimesis melakukan

penggambaran melalui ide pendekatan sehingga apa yang dihasilkan tidak sama

persis dengan kenyataan. Seni hanya dapat menggambarkan dan membayangkan

hal-hal dalam kenyataan, seni berdiri di bawah kenyataan itu sendiri (Teeuw,

1984: 220). Aristoteles juga mengungkapkan bahwa seni melalui mimesis

melakukan proses representasi fakta-fakta sosial. Proses representasi yang terjadi

Page 42: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

56

dalam seni tidak semata-mata meniru kenyataan seperti pantulan gambar cermin,

tetapi melibatkan renungan yang kompleks atas kenyataan alam.

Dalam pandangan Aristoteles, seni bekerja seperti sejarah, yakni menghadirkan

peristiwa atau kenyataan faktual dan khusus. Di samping itu, seni juga harus

mampu menunjukkan ciri-ciri general dan universalnya yang berlaku untuk zaman

kapan pun (Teeuw, 1984:222). Karya sastra sebagai bagian dari seni mengambil

bahan dari masyarakat, bahan yang dimaksud adalah fakta-fakta sosial. Fakta-

fakta sosial yang ada dengan sendirinya dipersiapkan dan dikondisikan oleh

masyarakat, eksistensinya selalu dipertimbangkan dalam antarhubungannya

dengan fakta sosial yang lain, yang juga telah dikondisikan secara social.

Poses representasi yang dilakukan pengarang dalam karyanya menggunakan

bahasa sebagai media. Karya sastra memiliki kelebihan dalam menggambarkan

kenyataan sosial. Dengan memanfaatkan kualitas manipulatif medium bahasa,

karya sastra mampu menggambarkan sesuatu yang sama dengan cara yang

berbeda. Melalui bahasa, dunia sosial dikukuhkan dan sekaligus dipelihara.

Melalui bahasa pula, dunia sosial yang objektif diinternalisasikan ke dalam

kesadaran subjektif para warga dunia sosial.

Representasi yang merupakan kajian utama dalam cultural studies sendiri

dimaknai bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita

dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Giles dan Tim Middleton setidaknya

memberikan tiga definisi dari kata ‘to represent’, yakni:

Page 43: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

57

1. to stand in for. Hal ini dapat dicontohkan dalam kasus bendera suatu negara,

yang jika dikibarkan dalam suatu event olahraga, maka bendera tersebut

menandakan keberadaan negara yang bersangkutan dalam event tersebut.

2. to speak or act on behalf of. Contoh kasusnya adalah Paus menjadi orang yang

berbicara dan bertindak atas nama umat Katolik.

3. to re-present. Dalam arti ini, misalnya tulisan sejarah atau biografi yang dapat

menghadirkan kembali kejadian-kejadian di masa lalu. (Giles dan Tim Middleton,

1999:55-57)

Dalam prakteknya, ketiga makna dari representasi ini dapat saling tumpang tindih.

Oleh karena itu, untuk mendapat pemahaman lebih lanjut mengenai apa makna

dari representasi dan bagaimana caranya beroperasi dalam masyarakat budaya,

teori Hall akan sangat membantu.

Menurut Hall dalam bukunya Representation: Cultural Representation and

Signifying Practices, “Representation connects meaning and language to culture.

. . . Representation is an essential part of the process by which meaning is

produced and exchanged between members of culture.” (Hall, 2003:17)

Melalui representasi, suatu makna diproduksi dan dipertukarkan antar anggota

masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa, representasi secara singkat adalah salah

satu cara untuk memproduksi makna. Representasi bekerja melalui sistem

representasi. Sistem representasi ini terdiri dari dua komponen penting, yakni

konsep dalam pikiran dan bahasa. Kedua komponen ini saling berelasi. Konsep

Page 44: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

58

dari sesuatu hal yang kita miliki dalam pikiran kita, membuat kita mengetahui

makna dari hal tersebut.

Namun, makna tidak akan dapat dikomunikasikan tanpa bahasa. Sebagai contoh

sederhana, kita mengenal konsep ‘gelas’ dan mengetahui maknanya. Kita tidak

akan dapat mengomunikasikan makna dari ‘gelas’ (misalnya, benda yang

digunakan orang untuk minum) jika kita tidak dapat mengungkapkannya dalam

bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain. Oleh karena itu, yang terpenting

dalam sistem representasi ini pun adalah bahwa kelompok yang dapat berproduksi

dan bertukar makna dengan baik adalah kelompok tertentu yang memiliki suatu

latar belakang pengetahuan yang sama sehingga dapat menciptakan suatu

pemahaman yang (hampir) sama.

Menurut Stuart Hall, berpikir dan merasa juga merupakan sistem representasi.

Sebagai sistem representasi berarti berpikir dan merasa juga berfungsi untuk

memaknai sesuatu. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan hal tersebut,

diperlukan latar belakang pemahaman yang sama terhadap konsep, gambar, dan

ide (cultural codes).

Dalam Theory of Representation, Stuart Hall (1997:25) memberikan tiga

pendekatan untuk menjelaskan bagaimana representasi dari bahasa menghasilkan

sebuah makna. Ketiga pendekatan tersebut adalah the reflective, the intentional

dan the constructionis (contructionist approach). Di dalam the reflective

approach, makna ditujukan untuk mengelabuhi objek yang dimaksudkan, baik itu

orang, ide ataupun suatu kejadian di dunia yang nyata, dan fungsi bahasa sebagai

Page 45: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

59

cermin, untuk merefleksikan maksud sebenarnya seperti keadaan yang sebenarnya

di dunia. Sedangkan intentional approach merupakan pendekatan yang berkaitan

erat dengan pembicara atau penulis yang menekankan pada diri sendiri mengenai

pemaknaan yang unik di dunia ini melalui bahasa. Kata-kata yang dihasilkan

memiliki makna sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis.

Terakhir, contructionist approach menurut Hall yaitu:

" Konstruktivis tidak menyangkal keberadaan dunia materi . Namun,bukan dunia materi yang menyampaikan makna: itu adalah sistem bahasaatau apa pun sistem yang kita gunakan untuk mewakili konsep-konsepkita. Ini adalah aktor sosial yang menggunakan sistem konseptual budayadan sistem representasi linguistik lainnya untuk membangun makna, untukmembuat dunia yang berarti dan untuk berkomunikasi tentang dunia yangpenuh makna kepada orang lain." (Hall, 2003:27)

Pemaknaan terhadap sesuatu dapat sangat berbeda dalam budaya atau kelompok

masyarakat yang berlainan karena pada masing-masing budaya atau kelompok

masyarakat tersebut ada cara-cara tersendiri dalam memaknai sesuatu. Kelompok

masyarakat yang memiliki latar belakang pemahaman yang tidak sama terhadap

kode-kode budaya tertentu tidak akan dapat memahami makna yang diproduksi

oleh kelompok masyarakat lain.

Makna tidak lain adalah suatu konstruksi. Manusia mengonstruksi makna dengan

sangat tegas sehingga suatu makna terlihat seolah-olah alamiah dan tidak dapat

diubah. Makna dikonstruksi melalui sistem representasi dan difiksasi melalui

kode. Kode inilah yang membuat masyarakat yang berada dalam suatu kelompok

budaya yang sama mengerti dan menggunakan nama yang sama, yang telah

melewati proses konvensi secara sosial.

Page 46: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

60

Misalnya, ketika kita memikirkan ‘rumah’, maka kita menggunakan kata

RUMAH untuk mengkomunikasikan apa yang ingin kita ungkapkan kepada orang

lain. Hal ini karena kata RUMAH merupakan kode yang telah disepakati dalam

masyarakat kita untuk memaknai suatu konsep mengenai ‘rumah’ yang ada di

pikiran kita (tempat berlindung atau berkumpul dengan keluarga). Kode, dengan

demikian, membangun korelasi antara sistem konseptual yang ada dalam pikiran

kita dengan sistem bahasa yang kita gunakan.

Teori representasi seperti ini memakai pendekatan konstruksionis, yang

berargumen bahwa makna dikonstruksi melalui bahasa. Menurut Stuart Hall

dalam artikelnya, “things don’t mean: we construct meaning, using

representational systems-concepts and signs.” (Hall, 2003:25). Oleh karena itu,

konsep (dalam pikiran) dan tanda (bahasa) menjadi bagian penting yang

digunakan dalam proses konstruksi atau produksi makna.

Jadi dapat disimpulkan bahwa representasi adalah suatu proses untuk

memproduksi makna dari konsep yang ada dipikiran kita melalui bahasa. Proses

produksi makna tersebut dimungkinkan dengan hadirnya sistem representasi.

Namun, proses pemaknaan tersebut tergantung pada latar belakang pengetahuan

dan pemahaman suatu kelompok sosial terhadap suatu tanda. Suatu kelompok

harus memiliki pengalaman yang sama untuk dapat memaknai sesuatu dengan

cara yang nyaris sama.

Page 47: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

61

2.7 Teori Pemerintahan

Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau beberapa

kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam

daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat (Mahfud, 2000:64).

Mengenai tugas negara dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, negara harus

memberikan perlindungan kepada penduduk dalam wilayah tertentu. Kedua,

Negara mendukung atau langsung menyediakan berbagai pelayanan kehidupan

masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Ketiga, negara menjadi

wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak yang berkonflik dalam masyarakat

serta menyediakan suatu sistem yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam

hubungan kemasyarakatan (Pudyatmoko, 2009:1).

Tugas negara menurut faham modern sekarang ini (dalam suatu Negara

Kesejahteraan atau Social Service State), adalah menyelenggarakan kepentingan

umum untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya

berdasarkan keadilan dalam suatu Negara Hukum. Dalam mencapai tujuan dari

negara dan menjalankan negara, dilaksanakan oleh pemerintah. Mengenai

pemerintah, terdapat dua pengertian, yaitu pemerintah dalam arti luas dan

pemerintah dalam arti sempit.

Pemerintah dalam arti luas (regering) adalah pelaksanaan tugas seluruh badan-

badan, lembaga-lembaga dan petugas-petugas yang diserahi wewenang mencapai

tujuan Negara Sedangkan, pemerintah dalam arti sempit (bestuur) mencakup

organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan (Purbopranoto,

Page 48: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

62

1981:1). Mengenai pembagian pengertian dari pemerintah ini, juga terdapat dalam

buku SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD yang berjudul Pokok-Pokok Hukum

Administrasi Negara, namun terdapat sedikit perbedaan rumusan mengenai arti

pemerintah dalam arti luas maupun dalam arti sempit.

Pengertian pemerintah dalam arti sempit adalah organ/alat perlengkapan negara

yang diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan undang-undang. Dalam

pengertian ini pemerintah hanya berfungsi sebagai badan Eksekutif (Bestuur).

Pemerintah dalam arti luas adalah semua badan yang menyelenggarakan semua

kekuasaan di dalam negara baik kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif

dan yudikatif (Marbun, 2006:8). Dari uraian mengenai pengertian pemerintah di

atas, maka dalam tulisan ini yang dimaksud pemerintah adalah pemerintah dalam

arti luas.

Hal ini mengingat, bentuk pemerintahan Indonesia saat pasca kemerdekaan,

tepatnya dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia saat itu masih

berbentuk parlementer. Dimana seorang Mohammad Hatta bertindak sebagai

kepala pemerintahan yang mengatur Negara secara absolut. Sedangkan Ir

Soekarno kala itu merupakan sosok kepala Negara yang menjadi presiden

sekaligus simbol Negara.

Artinya, pada saat itu hingga diberlakukannya sistem pemerintahan presidensial

tahun 1950 dan diberlakukannya kembali UUD 1945, seluruh kebijakan politik,

ekonomi, social, budaya, pertahanan dan keamanan berada di tangan perdana

Page 49: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

63

menteri. Dalam hal ini, ditangani oleh kepala departemen yang bertanggungjawab

kepada perdana menteri.

2.7.1 Konsep Pemerintahan Darurat

Pemerintahan darurat berasal dari dua kata yaitu pemerintahan dan darurat.

Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal dan urusan dalam memerintah. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia darurat adalah keadaan terpaksa yang terjadi

akibat peperangan ataupun bencana (Poerwadarminta, 2006 : 267).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintahan darurat

adalah pemerintahan yang dibentuk karena dalam keadaan terpaksa yang terjadi

akibat perang.

Keadaan darurat atau biasa dikenal dengan sebagai staat van oorlog en beleg

(SOB). Yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai state of emergency adalah

suatu pernyataan dari pemerintah yang bisa mengubah fungsi fungsi

pemerintahan, memperingatkan warganya untuk mengubah aktfitas atau

memerintahkan badan badan pemerintah atau negara untuk menggunakan

rencana-rencana penanggulangan terhadap keadaan darurat yang mengancam.

(Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Keadaan_darurat diakses tanggal 25 Mei

2015 Pukul 21.10 WIB)

Menurut Herman Sihombing hukum tata negara dalam keadaan bahaya yakni :

Sebuah rangkaian pranata dan wewenang secara luar biasa dan istimewa untuk

dalam waktu sesingkat-singkatnya dapat menghapuskan keadaan darurat atau

Page 50: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

64

bahaya yang mengancam, ke dalam kehidupan biasa menurut perundang-

undangan dan hukum yang umum dan biasa. Dalam sebuah pemerintahan

kadangkala terjadi sebuah keadaan yang tidak dapat diprediksi dan bersifat

mendadak. Keadaan demikan sering menimbulkan keadaan darurat. Keadaan

darurat disini berarti keadaan yang dapat menimbulkan akibat yang tidak dapat

diprediksi. Ketika keadaan darurat terjadi maka pranata hukum yang ada

terkadang tidak berfungsi untuk menjangkaunya. Untuk itulah dibutuhkan

perangkat aturan hukum tertentu yang dapat melakukan pengaturan dalam

keadaan darurat.( http://id.wikipedia.org/wiki/Keadaan_darurat diakses tanggal 25

Mei 2015 Pukul 21.10 WIB).

Menurut Jimly Asshidiqie ada delapan asas dalam pemberlakuan keadaan darurat

suatu negara, yaitu:

1. Asas Proklamasi

Keadaan darurat harus diumumkan atau diproklamirkan kepada seluruh

masyarakat, dan apabila keadaan darurat tersebut tidak diproklamirkan maka

tindakan yang diambil tidak mendapat keaabsahan.

2. Asas Legalitas

Asas legalitas disini berkaitan dengan tindakan yang diambil oleh negara dalam

keadaan darurat, tindakan yang diambil harus tetap dalam koridor hukum baik

hukum nasional maupun hukum internasional.

Page 51: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

65

3. Asas Komunikasi

Negara yang mengalami keadaan darurat harus mengkomunikasikan keadaan

tersebut kepada seluruh warga negara.Selain itu juga harus memberitahukan

kepada negara lain secara resmi.

4. Asas Kesementaraan

Dalam penetapan keadaan darurat harus ada kepastian hukum yakni jangka waktu

pemberlakuan keadaan darurat.Yaitu mengenai awal pemberlakuan hingga waktu

berakhirnya.

5. Asas Keistimewaan Ancaman

Krisis menimbulkan keadaan darurat harus benar benar terjadi atau minimal

mengandung potensi bahaya yang siap mengancam negara.Ancaman tersebut

harus bersifat istimewa karena menimbulkan ancaman terhadap kehidupan.

6. Asas Proporsional

Tindakan yang diambil harus sesuai dengan gejala yang terjadi.Jangan sampai

negara mengambil tindakan yang tidak sesuai dan cenderung berlebihan.

7. Asas Intangibility

Asas ini terkait dengan Hak Asasi Manusia.Dalam keadaan darurat pemerintah

tidak boleh tidak boleh membubarkan organ pendampingnya yakni legislatif dan

yudikatif.

8. Asas Pengawasan

Pemberlakuan keadaan darurat juga harus mendapatkan pengawasan dan kontrol.

Harus mematuhi prinsip negara hukum dan demokrasi

Page 52: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

66

(http://id.wikipedia.org/wiki/Keadaan darurat diakses tanggal 25 Juni 2015 Pukul

21.10 WIB).

Sementara itu, substansi pengertian negara dalam keadaan darurat diterjemahkan

kedalam tiga kategori yaitu:

1. Keadaan Darurat Sipil (KDS)

Keadaan ini merujuk pada suatu peristiwa yang timbul dari pergerakan sosial arus

bawah ke atas,sebagai suatu gerakan yang timbul dari gejala kesenjangan sosial.

2. Keadaan Darurat Militer (KDM)

Keadaan ini merujuk pada suatu peristiwa yang berasal dari dalam internal

angkatan bersenjata sendiri oleh fenomena dualisme dalam puncak pimpinan

kemiliteran yang pro dan kontra.

3. Keadaan Darurat Perang (KDP)

Keadaan ini lebih merujuk pada suatu keadaan yang tergolong genting, yang harus

segera ditindaklanjuti melalui suatu komando dipundak presiden selaku kepala

negara dan kepala pemerintahan beserta MenHanKam dalam hal pengambilan

keputusan menyatakan perang dan tindakan lainnya yang berguna untuk

menyelamatkan Negara. (Amos, 2005:201).

Berdasarkan teori darurat tersebut maka pembentukan Pemerintahan Darurat

Republik Indonesia adalah sesuai dengan teori tentang Keadaan Darurat Perang

(KDP) yaitu terjadinya Agresi Militer Belanda. Hal ini dapat dilihat dari bahwa

yang melatar belakangi keluarnya mandat presiden Soekarno kepada Mr.Sjafrudin

Page 53: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

67

Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera adalah

terjadinya perang antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi di Yogyakarta.

2.7.2 Pelaksanaan Pemerintahan Darurat

Pelaksanaan adalah perbuatan atau usaha untuk melaksanakan (Poerwadarminta,

2006:650). Jadi pelaksanaan pemerintahan darurat adalah perbuatan atau usaha

untuk melaksanakan pemerintahan yang terjadi karena dalam keadaan darurat.

Menurut teori tentang asas pemberlakuan keadaan darurat yaitu asas pengawasan

bahwa dalam keadaan darurat juga harus mendapat pengawasan, kontrol dan harus

mematuhi prinsip hukum dan demokrasi.

Indonesia adalah negara demoksasi, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat

dan untuk rakyat. Menurut Hans Kelsen seperti dikutip Kansil terdapat tiga cara

untuk melaksanakan sistem demokrasi :

1. Yang melaksanakan kekuasaan negara demokrasi adalah wakil rakyat yang

terpilih dimana rakyat yakin bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan

diperhatikan dalam melaksanakan keputusan tersebut

2. Caranya melaksanakan kekuasaan negara demokrasi adalah senantiasa

mengingat kehendak dan keinginan rakyat. Jadi dalam melaksanakan kekuasaan

negara tidak bertentangan dengan kehendak dan kepentingan rakyat

3. Banyaknya kekuasaan negara demokrasi yang boleh melaksanakan tidaklah

dapat ditentukan dengan angka angka akan tetapi sebanyak mungkin untuk

memperoleh hasil yang diinginkan rakyat (Kansil, 1986:40).

Page 54: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

68

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

pemerintahan darurat harus sesuai dengan prinsip demokrasi. Pada penelitian ini

pelaksanaan pemerintahan darurat yang dilaksanakan di Bukit Tinggi tahun 1948

– 1949 adalah harus sesuai dengan prinsip Demokrasi mengingat Syarifuddin

Prawiranegara yang merupakan Ketua PDRI dipilih secara langsung oleh pejabat

tinggi yang ada di Sumatera Barat. Prawiranegara dinilai sosok paling cakap

diantara kandidat lain yang memiliki kematangan dalam karier politik.

2.7.3 Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Pemimpin republik di Jawa telah menduga kemungkinan agresi Belanda II dan

telah membuat rencana menghadapi kemungkinan itu. Pada bulan November

1948, wakil presiden Hatta mengajak Mr. Syafruddin Prawiranegara yang kala itu

menjabat sebagai Menteri Kemakmuran ke Bukittinggi. Sementara Hatta kembali

ke Yogyakarta, Syafruddin tetap tinggal untuk mempersiapkan kemungkinan

pembentukan sebuah pemerintahan darurat di Sumatra seandainya ibu kota

Republik di Jawa jatuh ke tangan Belanda.

Pertengahan Desember 1948, perdana menteri India Jawaharlal Nehru mengirim

sebuah pesawat untuk membawa Soekarno dan Hatta keluar Jawa. Dalam

perjalanan keluar Jawa, pesawat itu akan singgah di Bukitinggi, di sini Hatta akan

tinggal untuk mengepalai pemerintahan darurat sementara presiden Soekarno

terbang ke New Delhi, dan dari sana ke New York mengajukan masalah Republik

ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tetapi sebelum pesawat Nehru sampai di

Yogyakarta, pesawat tersebut tertahan di Singapura karena pemerintah Belanda

Page 55: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

69

menolak member izin melintasi daerah mereka dan memberikan hak mendarat di

Jakarta. Jadi, Soekarno dan Hatta masih berada di Yogyakarta pada tanggal 19

Desember ketika belanda menyerang dan menduduki kota itu.

2.7.3.1 Masa Sebelum Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Awal mula lahirnya pemerintahan darurat republik Indonesia tidak bisa lepas dari

agresi militer Belanda kedua. Sebuah serangan yang yang menjadi awal

pengkhianatan Belanda atas apa yang disepakati dalam perundingan Renville,

dimana Belanda dan Indonesia harus melaksanakan gencatan senjata dan

menyerahkan urusan perdamaian kepada Komisi Jasa Baik atau Komisi Tiga

Negara bentukan PBB.

Alih-alih menerima menyepakati dan patuh atas perjanjian yang telah dibuat,

Belanda justru memilih melancarkan aksi polisionil bersandi Gagak Hitam pada

19 Desember 1948 di Yogyakarta. Syafruddin Prawiranegra yang merupakan

menteri kemakmuran sedang berada di Bukitinggi, kala itu mendengar berita

serangan Belanda ke Yogyakarta hanya bualan. Syafruddin pada mulanya tidak

percaya bahwa pemerintahan Republik dapat hancur sedemikian cepatnya atau

bahwa hampir semua anggota cabinet, termasuk Soekarno dan Hatta telah

membiarkan diri mereka tertahan.

Pada kenyataannya, Belanda hanya butuh kurang dari sehari menghancurkan

Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu. Serangan ini dilakukan oleh pihak

Belanda sebagai serangan terakhir yang bertujuan untuk menghancurkan Republik

Indonesia. Dengan pasukan lintas udara, serangan langsung ditujukan ke ibu kota

Page 56: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

70

Republik Indonesia, Yogyakarta. Lapangan terbang Maguwo dapat dikuasai

Belanda, dan selanjutnya seluruh kota Yogyakarta. Dengan keberhasilan ini maka

Belanda beranggapan bahwa mereka dapat dengan mudah menduduki dan

melumpuhkan ibu kota Republik Indonesia. Dengan adanya Agresi Militer II ini

secara fisik Belanda berhasil menangkap dan menawan Presiden Soekarno yang

diterbangkan ke Prapat dan kemudian dipindahkan ke Bangka, Wakil Presiden

Mohammad Hatta yang diasingkan di Bangka, dan beberapa petinggi lainnya

seperti Agus Salim (Menteri Luar Negeri), Mohammad Roem dan beberapa

menteri lainnya.

Sebelum para petinggi Republik Indonesia ini di tawan oleh pihak Belanda,

mereka mengadakan sidang Kabinet dan mengambil sebuah keputusan untuk

memberikan mandat melalui radiogram yang akan dikirimkan kepada Menteri

Kemakmuran yaitu Mr. Syarifuddin Prawiranegara yang sedang berada di

Sumatera. Mandat atau materi kawat ini dikirim pada menit-menit terakhir

sebelum Soekarno-Hatta ditawan. Mandat tersebut berisikan agar Mr. Syarifuddin

Prawiranegara mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Dengan tertangkapnya para petinggi Republik Indonesia lantas tidak berarti

bahwa pemerintah Republik Indonesia telah berakhir. Pada umumnya tentara

Republik Indonesia tidak dapat memahami alasan menyerahnya para politisi sipil

pada Belanda sementara para prajurit mengorbankan jiwa mereka demi Republik.

Seluruh kekuatan TNI yang ada di Yogyakarta di perintahkan keluar kota untuk

bergerilya. Pasukan-pasukan Republik Indonesia mengundurkan diri ke luar kota-

Page 57: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

71

kota dan memulai perang gerilya secara besar-besaran di kedua belah garis Van

Mook. Selain menteri kawat yang dikirimkan kepada Mr. Syarifuddin

Prawiranegara, wakil presiden Mohammad Hatta dan Menteri Luar Negeri Hadji

Agoes Salim mengirim Kawat kedua kepada Dr. Soedarsono, A.N. Palar, Mr.

A.A. Maramis di New Delhi.

Materi kawat atau radiogram itu ternayata tidak pernah diterima oleh Mr.

Syarifuddin, hal ini diperkirakan bahwa dalam keadaan perang itu sangat dituntut

mobilitas yang tinggi dengan berpindah-pindah kedudukan yang dimaksudkan

untuk menghindari serangan dari lawan. Kekhawatiran inilah yang menyebabkan

Hatta mengirimkan radiogram kepada Dr. Sudardono, A.N. Palar, Mr. A.A.

Maramis. Namun, kontroversi mengenai sampai tidaknya radiogram itu berhenti

pada tanggal 22 Desember 1948, ketika di desa Halaban, dekat Payakumbuh,

Sumatra Barat, diadakan rapat dengan beberapa tokoh, yang akhirnya

memutuskan untuk membentuk pemerintah darurat. Mr. Syafruddin

Prawiranegara, terpilih sebagai PDRI dan pada tanggal 31 Maret 1949 berhasil

membentuk pemerintah darurat.

Susunan Kabinet PDRI

1. Mr. Sjafruddin Prawiranegara: Ketua merangkap Menteri Pertahanan dan

Penerangan

2. Mr. Soesanto Tirtoprodjo: Wakil Ketua merangkap Menteri Kehakiman dan

Menteri Pembangunan dan Pemuda

3. Mr. AA. Maramis: Menteri Luar Negeri (berkedudukan di New Delhi, India)

4. dr. Soekirman: Menteri Dalam Negeri merangkap Menteri Kesehatan

Page 58: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

72

5. Mr. Loekman Hakiem: Menteri Keuangan

6. Mr. IJ. Kasimo: Menteri Kemakmuran dan Pengawas Makanan Rakyat

7. KH. Masjkoer: Menteri Agama

8. Mr. T. Moh. Hasan: Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan

9. Ir. Indratjahja: Menteri Perhubungan

10. Ir. Mananti Sitompoel: Menteri Pekerjaan Umum

11. Mr. St. Moh. Rasjid: Menteri Perburuhan dan Sosial

Sejak itu PDRI memainkan peranan penting dan menjamin bahwa perjuangan

melawan Belanda tetap di pimpin oleh pemerintahan yang sah yang di akui oleh

republik di seluruh nusantara. PDRI merupakan symbol nasional dan faktor

pemersatu, khususnya bagi pasukan gerilya yang terpencar di seluruh Jawa dan

Sumatra, karena pemerintahan Syafruddin diakui oleh pasukan Republik (dibawah

panglima besar sudirman). Sebagai pengganti yang sah dari pemerintahan

Soekarno dan Hatta.

2.7.3.2 Masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Pemerintahan darurat republic Indonesia secara resmi dibentuk di bukit Halaban.

Di tengah hutan Sumatera ini, Syafruddin Prawiranegara dan tokoh republic

melanjutkan roda pemerintahan Indonesia yang baru saja mendapatkan

kemerdekaannya. Namun ditengah agresifnya serangan Belanda yang juga

menyasar Bukittinggi yang tidak termasuk dalam daerah garis Van Mook,

Syafruddin dan tokoh lain harus meninggalkan Halaban.

Page 59: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

73

Pemimpin republik berpencar. Syafruddin dan kebanyakan menterinya berangkat

ke selatan untuk mendirikan pemerintahan mobil di Bidar Alam, di perbatasan

Sumatra barat dengan Jambi. Kolonel Hidayat dan komandemen militer Sumatra

berangkat ke utara, berhenti untuk beberapa minggu di Rao, di bagian utara

Sumatra barat dan kemudian melanjutkan “long march” ke Aceh disana Hidayat

membentuk markas komando, militer Sumatra di daerah yang tidak pernah

terjamah oleh Belanda. Mr. Rasjid dan anggota pemerintahan Sumatra Barat

pindah ke Kototinggi, suatu nagari di pegunungan di luar Suliki, sebelah utara

Payakumbuh. Ia ditemani oleh Chatib Sulaiman dan Anwan Sutansaidi, sampai

disana 24 desember dan membentuk pemerintahan militer Sumatra barat di kantor

perwakilan nagari.

Setelah ditawannya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta dan beberapa

Menteri lainnya. Sesuai dengan rencana awal dalam sidang kabinet tanggal 19

Desember 1948 bahwa seluruh kekuatan TNI yang masih ada di Yogyakarta

diperintahkan ke luar kota untuk melakukan gerilya. Angkatan perang yang telah

membagi wilayah pertahanan republik menjadi dua komando, yaitu Jawa dan

Sumatra siap melaksanakan rencana di bidang pemerintahan tersebut. Untuk

melancarkan rencananya telah disiapkan konsepsi baru dalam bidang pertahanan.

Konsepsi tersebut dituangkan dalam perintah siasat nomor 1 tahun 1948 yang

pokok isinya adalah sebagai berikut:

1. Tidak melakukan pertahanan yang linear

2. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total, serta

bumi hangus total

Page 60: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

74

3. Membentuk kantong-kantong di tiap onderdistrik yang mempunyai

kompleks di beberapa pegunungan, dan

4. Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke

belakang garis musuh dan membentuk kantong-kantong sehingga seluruh pulau

Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas.

Siasat ini berhasil untuk melawan Belanda yang bersenjatakan lengkap. Perlahan

TNI bergerilya ke luar Yogyakarta. Di Jawa, berdasarkan siasat tersebut

berlangsung long march Siliwangi yang sangat terkenal. Sejumlah 11 Bathalion

Divisi Siliwangi dengan keluarga mereka dan penduduk lainnya mulai bergerak

kembali ke Jawa Barat dengan jalan kaki. Namun, setibanya di Jawa Barat mereka

dihadang oleh Tentara Islam Indonesia yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Namun,

setelah dua bulan melakukan long march, mereka berhasil untuk menguasai atau

memperoleh kedudukan di Jawa Barat sesuai dengan yang diharapkan.

Berkat Perjuangan Mr. Syafruddin Prawiranegara dengan PDRI di Bukittinggi

Sumatra Barat dan exile government di India, serta perjuangan A.N. Palar selaku

wakil Indonesia di PBB, menyebabkan dewan keamanan PBB mengeluarkan

resolusi pada tanggal 28 Januari 1949.

Kemudian pada tanggal 1 Maret 1949 terjadilah serangan umum terhadap kota

Yogyakarta yang diduduki oleh Belanda ketika itu. Penyerangan inii dilakukan

oleh TNI dan dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Komandan Brigade 10

daerah wehrkreise ketiga yang membawahi daerah Yogyakarta. Awal

penyerangan ini dibentuk sektor-sektor untuk mempermudah pengepungan.

Page 61: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

75

Seckor barat dipimpin oleh major Fentje Sumual, sektor untuk selatan dan timur

dipimpin oleh major Sarjono, sektokr utara dipimpin oleh major Kusno. Untuk

sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki. Serangan

dilakukan dari berbagai penjuru kota, sehingga dalam waktu 6 jam Yogyakarta

behasil di kepung dan di kuasai oleh TNI. Dan serangan umum ini berhasil

mencapai tujuannya yaitu mendukung perjuangan secara diplomasi dan

meninggikan moral rakyat serta TNI yang sedang bergerilya, menunjukkan

kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan yang mampu

mengadakan ofensif serta mematahkan moral pasukan Belanda.

2.7.3.3 Masa Akhir Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Belanda menerima himbauan PBB supaya mengadakan gencatan senjata pada

tanggal 31 Desember 1948 di Jawa dan tanggal 5 Januari 1949 di Sumatra, tetapi

perang gerilya terus berlangsung. Sebagian besar satuan tentara beroperasi secara

otonom selama perang gerilya ini. Di samping banyak kemenangan kecil mereka

atas pihak Blanda, pasukan-pasukan Republik yang berada di bawah pimpinan

Letnan Kolonel Soeharto mendapat suatukemenangan besar ketika mereka

berhasil merebutkembali dan menguaasai Yogyakarta selama eman jam pada

tanggal 1 Maret 1949. (Ricklefs, 349)

PBB dan Amerika Serikat mulai mengambil sikap yang lebih tegas terhadap

Belanda. Dengan memberikan berbagai tekanan dan ancaman yang dilakukan oleh

militer Rrepublik dan Amerika Serikat, akhirnya pada bulan April Belanda telah

sepakat untuk menyerah , tetapi mendesak untuk mengadakan perbincangan-

Page 62: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

76

perbincangan dengan pemerintah Republik. Pada tangal 6 Juli 1949 pemerintah

Republik kembali ke Yogyakarta.

Berakhirnya keperintahan PDRI ini kemudian berkaitan erat dengan perundingan

Roem-Royen dimana Belanda menyetujui pemerintahan republik ke Yogyakarta.

Dan membebaskan tahanan politik yang ditahan sejak 19 Desember 1948

tersebut, hal ini juga berarti pemerintahan kedaulatan akan segera di serahkan oleh

Belanda kepada Padaris, ditambah dengan menginggalnya Panglima Militer

Belanda Simon H. Spoor yaitu salah satu tokoh yang memprakarsai perebutan

kedaulatan pemerintah Indonesia.

Walaupun begitu, pertahanan Indonesia di Sumatra tak sepenuhnya aman Belanda

yang berkubu di Bukittinnggi beruasaha berkali-kali mengusir pasukan kita yang

berpangkal di Palupuh. Hingga sampai pada penyerahan kedaulatan oleh Belanda

ke Republik Indonesisa. Pertempuran-pertempuran tidak sering terjadi terlebih

setelah gerakan gencatan senjata Belanda yang tertuju pada keamanan saja.

Beberapa tokoh agak sedikit bertentangan dengan delegasi-delegasi Belanda yang

berdampak pada putusan pengembalian mandat PDRI kepada pemerintahan di

Yogyakarta. Pemerintahan yang berlangsung kurang lebih selama 7 bulan ini

berakhir ketika penyerahan mandat dari PDRI kepada Hatta pada tanggal 14 Juli

1948. Setelah perjanjian Roem-Royen disahkan dimana Hatta dan Natsir

meyakinkan Prawiranegara untuk datang dan menyelesaikan duailisme

pemerintahan yang ada pada saat itu.

Page 63: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

77

Dengan adanya PDRI dan Mr. Sjafruddin dipilih sebagai pejabat Presiden

sementara maka eksistensi Negara Indonesia tetap ada serta merdeka dan

berdaulat karena dihadapan pemerintah Belanda, pemerintahan RI de facto di

pimpin oleh Soekarno dari penjara, meskipun sebenarnya de jure pemerintahan

berada di tangan Syafruddin Prawiranegara dan kedudukan Soekarno yang berada

dalam tahanan bukan lagi sebagai kepala Negara yang merdeka dan berdaulat.

Jadi, dengan diberikan mandat dari Presiden kepada kepala pemerintahan darurat

RI maka posisi Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat Presiden sementara

(Ketua PDRI) dan bukan dianggap sebagai Presiden RI yang utuh karena ia hanya

sebagai pemegang jabatan sementara saja berdasarkan mandat yang diterimanya

dari mandatory yaitu Presiden Pertama RI sendiri. Maka dari fakta sejarah ini, Mr.

Syafruddin Prawiranegara tidak menyalahgunakan amanah pembentukan

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk mengangkat dirinya

sebagai Presiden PDRI melainkan hanya sebagai ketua PDRI.

2.7.4 Representasi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dalam Novel

Presiden Prawiranegara. Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin

Indonesia karya Akmal Nasery Basral

Kaitannya dengan representasi pemerintahan darurat, penulis menjelaskan

landasan berpikir yang akan dituangkan pada Bab Pembahasan. Landasan berpikir

yang penulis pilih ialah pengambilan arti berbagai bidang yang termasuk dalam

kebijakan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia seperti politik, ekonomi,

Page 64: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

78

sosial, dan pertahanan keamanan yang diambil dari Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) dan kemudian diartikan secara teknis. Artinya penulis

menjelaskan arti bidang kebijakan pemerintahan tersebut secara leksikal dan

secara teknis.

1. Politik, secara leksikan memiliki arti berupa pengetahuan mengenai

ketatanegaraan atau kenegaraan seperti sistem pemerintahan dan dasar

pemerintahan (KBBI,886).

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional

maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut

pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga

negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)

Pengertian Politik atau definisi dan makna politik secara umum yaitu sebuah

tahapan dimana untuk membentuk atau membangun posisi-posisi kekuasaan

didalam masyarakat yang berguna sebagai pengambil keputusan-keputusan

yang terkait dengan kondisi masyarakat. Kata Politik ini berasal dari bahasa

Yunani yaitu polis dan teta. Arti dari kata polis sendiri yaitu kota/negara

sedangkan untuk kata teta yaitu urusan.

Jika dilihat secara Etimologis yaitu kata "politik" ini masih memiliki

keterkaitan dengan kata-kata seperti "polisi" dan "kebijakan". Melihat kata

"kebijakan" tadi maka "politik" berhubungan erat dengan perilaku-perilaku

yang terkait dengan suatu pembuatan kebijakan. Sehingga "politisi" adalah

orang yang mempelajari, menekuni, mempraktekkan perilaku-perilaku

didalam politik tersebut.

Page 65: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

79

Oleh karena itu secara garis besar definisi atau makna dari politik adalah

sebuah perilaku atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan

kebijakan-kebijakan dalam tatanan Negara agar dapat merealisasikan cita-cita

Negara sesungguhnya, sehingga mampu membangun dan membentuk negara

sesuai rules agar kebahagian bersama didalam masyarakat disebuah negara

tersebut lebih mudah tercapai.

2. Ekonomi secara leksikal memiliki pengertian ilmu mengenai asas asas

produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti hal

keuangan, perindustrian dan perdagangan (KBBI, 287). Ekonomi adalah

sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mencukupi kebutuhannya

hidupnya seperti produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa.

Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti

“keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos) yang berarti “peraturan, aturan,

hukum”. Jadi pengertian ekonomi pada dasarnya adalah ilmu yang mengatur

rumah tangga. Dari penggabungan kedua kata tersebut, juga dapat diartikan

menunjukkan sebuah kondisi yang merujuk pada pengertian tentang aktivitas

manusia. Terutama pada usaha agar mampu mengolah sumber daya di

lingkungan sekitarnya. Ekonomi juga dikategorikan sebagai Ilmu Sosial.

Karena terkait dengan masalah manusia yang menjadi pokok bahasan dalam

kajian ilmu sosial.

3. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sosial memiliki arti berkenaan dengan

masyarakat (KBBI, 1085). Di kehidupan kita sebagai anggota masyarakat

Page 66: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

80

istilah sosial sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan

manusia dalam masyarakat, seperti kehidupan kaum miskin di kota, kehidupan

kaum berada, kehidupan nelayan dan seterusnya. Sering juga diartikan sebagai

suatu sifat yang mengarah pada rasa empati terhadap kehidupan manusia

sehingga memunculkan sifat tolong menolong, membantu dari yang kuat

terhadap yang lemah, mengalah terhadap orang lain, sehingga sering dikataka

sebagai mempunyai jiwa sosial yang tinggi.

Sosial disini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai

acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau

komunitas, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-

simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi

untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu

sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah

mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu kesatuan

interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti terdapat hak dan

kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan

lainnya. Sehingga dapat dimaksudkan bahwa sosial merupakan rangkaian

norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari kebudayaan suatu

masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan dalam berhubungan

antar manusia agar tercipta kehidupan yang harmonis.

4. Pertahanan memiliki kata dasar, yaitu tahan. Tahan sendiri memiliki

pengertian tetap pada tempatnya tidak beranjak (KBBI, 1119). Sedangkan

Page 67: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

81

pertahanan diartikan perihal bertahan mempertahankan, pembelaan negara

(KBBI,1120).

Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan

negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan segenap bangsa dari

ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Hakikat

pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang

penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga

negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini

dengan sistem pertahanan negara. Pertahanan nasional merupakan kekuatan

bersama (sipil dan militer) diselenggarakan oleh suatu negara untuk menjamin

integritas wilayahnya, perlindungan dari orang dan/atau menjaga kepentingan-

kepentingannya. Pertahanan nasional dikelola oleh Departemen Pertahanan.

Angkatan bersenjata disebut sebagai kekuatan pertahanan seperti TNI dan

POLRI.

5. Keamanan memiliki kata dasar yaitu aman dengan rti leksikal yaitu bebas dari

bahaya (KBBI, 35). Keamanan adalah kemampuan bangsa melindungi nilai-

nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam. Keamanan

dan ketahanan suatu negara akan menimbulkan kesejahteraan bagi negara itu

sendiri. Dimana kesejahteraan berarti kemampuan bangsa dalam

menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-

besarnya kemakmuran yang adil dan merata rohani dan jasmani.

Page 68: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

82

2.8 Pembelajaran Sastra di Perguruan Tinggi

Karya sastra adalah karya seni yang berbicara tentang masalah hidup dan

kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan yang menggunakan bahasa sebagai

mediumnya (Esten, 1980). Seirama dengan itu (Rusyana, 1982) menyatakan,

“Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam pengungkapan

penghayatannya tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan

yang menggunakan bahasa.” Dari kedua pendapat itu dapat ditarik makna bahwa

karya sastra adalah karya seni, mediumnya (alat penyampainya) adalah bahasa,

isinya adalah tentang manusia, bahasannya adalah tentang hidup dan kehidupan,

tentang manusia dan kemanusiaan. Dari situ pun dapat dimunculkan pertanyaan,

“Apakah peserta didik perlu belajar sastra?” Jika ia, apa hasil akhir yang

diharpkan dari pembelajaran ini? Bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan?

Pembelajaran sastra tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran bahasa. Namun,

pembelajaran sastra tidaklah dapat disamakan dengan pembelajaran bahasa.

Perbedaan hakiki keduanya terletak pada tujuan akhirnya.

Oemarjati (1992), seperti berikut ini. “Pengajaran sastra pada dasarnya

mengemban misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan

menjadikannya (lebih ) tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya.

Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan

terhadap masalah-masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap

tata nilai baik dalam konteks individual, maupun sosial.”

Page 69: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

83

Jika disimak ketiga pendapat di atas, dapat diungkapkan bahwa pembelajaran

sastra sangatlah diperlukan. Hal itu bukan saja ada hubungan dengan konsep atau

pengertian sastra, tetapi juga ada kaitan dengan tujuan akhir dari pembelajaran

sastra. Dewasa ini sama-sama dirasakan, kepekaan manusia terhadap peristiwa-

peristiwa di sekitar semakin tipis, kepekaan terhadap masalah-masalah manusiawi

semakin berkurang. Apakah ada celah alternatif melalui pembelajaran sastra untuk

mengobatai kekurangpekaan itu?

Inilah barangkali yang perlu menjadi bahan renungan sebagai dasar untuk

mempersiapkan pembelajaran sastra di kelas. Pembelajaran sastra adalah

pembelajaran apresiasi. Efendi dkk. (1998), “Apresiasi adalah kegiatan

mengakrabi karya sastra secara sungguh-sungguh. Di dalam mengakrabi tersebut

terjadi proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan setelah itu

penerapan.” Pengenalan terhadap karya sastra dapat dilakukan melalui membaca,

mendengar, dan menonton. Hal itu tentu dilakukan secara bersungguh-sungguh.

Kesungguhan dalam kegiatan tersebut akan bermuara kepada pengenalan secar

bertahap dan akhirnta sampai ke tingkat pemahaman. Pemahaman terhadap karya

sastra yang dibaca, didengar, atau ditonton akan mengantarkan peserta didik ke

tingkat penghayatan. Indikator yang dapat dilihat setelah menghayati karya sastra

adalah jika bacaan, dengaran, atau tontonan sedi ia akan ikut sedih, jika gembira

ia ikut gembira, begitu seterusnya. Hal itu terjadi seolah-olah ia melihat,

mendengar, dan merasakan dari yang dibacanya. Ia benar-benar terlibat dengan

karya sastra yang digeluti atau diakrabinya.

Page 70: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

84

Setelah menghayati karya sastra, peserta didik akan masuk ke wilayah

penikmatan. Pada fase ini ia telah mampu merasakan secara mendalam berbagai

keindahan yang didapatkannya di dalam karya sastra. Perasaan itu akan

membantunya menemukan nilai-nilai tentang manusia dan kemanusiaan, tentang

hidup dan kehidupan yang diungkapkan di dalam karya itu.

Rusyana (1984:322), “kemampuan mengalami pengalaman pengarang yang

tertuang di dalam karyanya dapat menimbulkan rasa nikmat pada pembaca.”

Selanjutnya dikatakan, “Kenikmatan itu timbul karena:

(1) merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain;

(2) bertambah pengalaman sehingga dapat menghadapi kehidupan lebih baik;

(3) menikmati sesuatu demi sesuatu itu sendiri, yaitu kenikatan estetis.”

Fase terakhir dalam pembelajaran sastra adalan penerapan. Penerapan merupakan

ujung dari penikmatan. Oleh karena peserta didik merasakan kenikmatan

pengalaman pengarang melalui karyanya, ia mencoba menerapkan nilia-nilai yang

ia hayati dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan itu akan menimbulkan

perubahan perilaku. Itulah yang diungkapkan oleh Oemarjati (1992), “Dengan

sastra mencerdaskan siswa: Memperkaya Pengalaman dan Pengetahuan.”

Hal yang dikemukakan di atas ternyata sangat relevan dengan tujuan

pembelajaran bahasa Indonesia yang tertuang pada standar isi (Permendiknas

Nomor 22/2006) nomor lima dan enam sebagai berikut

Page 71: Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan ...digilib.unila.ac.id/30903/20/BAB II.pdfBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karya Sastra dan Novel Pada zaman modern sekarang

85

(5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa

(6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya

dan intelektual manusia Indonesia.