Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

28
Laboratorium Satuan Operasi 2 Semester V 2015/2016 LAPORAN PRATIKUM Distilasi Fraksionasi Oleh : Kelompok I Ahmad Ali (331 13 029) Pembimbing Lab. : Ir.Swastanti Brotowati.,M.Si. Tanggal Praktikum : 07 & 14 September 2015 JURUSAN TEKNIK KIMIA

Transcript of Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Page 1: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Laboratorium Satuan Operasi 2Semester V 2015/2016

LAPORAN PRATIKUM

Distilasi Fraksionasi

Oleh :Kelompok I

Ahmad Ali(331 13 029)

Pembimbing Lab. : Ir.Swastanti Brotowati.,M.Si.

Tanggal Praktikum : 07 & 14 September 2015

JURUSAN TEKNIK KIMIAPOLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

2015

Page 2: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

DESTILASI FRAKSIONASI

I. TUJUAN

1. Memisahkan komponen-komponen dari campuran Ethanol-Air sebaik mungkin

dengan menggunakan destilasi fraksionasi.

2. Menentukan fraksi mol Etanol dan Air.

3. Menentukan jumlah plat pada destilasi fraksionasi secara teori

4. Membandingkan neraca massa secara teori dan secara praktikum.

II. PERINCIAN KERJA

1. Membuat kurva kalibrasi % volume campuran Ethanol-Air.

2. Melakukan destilasi fraksionasi campuran Ethanol-Air.

3. Menghitung fraksi mol dan density Ethanol-Air.

III. ALAT dan BAHAN

1. Alat yang digunakan:

Gelas kimia 250 ml

Piknometer 25 ml

Gelas Plastik 2000 ml

Corong kaca

Gelas kima 50 ml

Alat Destilasi fraksionasi

Neraca analitik

Gelas ukur 250 ml

Erlenmeyer 150 ml

2. Bahan yang digunakan :

Ethanol PA

Aquadest

IV. DASAR TEORI

Destilasi fraksionasi merupakan suatu teknik pemisahan untuk larutan yang mempunyai

perbedaan titik didih yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 30oC atau lebih. Dalam destilasi

fraksional atau destilasi bertingkat proses pemisahan parsial diulang berkali-kali dimana

setiap kali terjadi pemisahan lebih lanjut. Hal ini berarti proses pengayaan dari uap yang lebih

volatil juga terjadi berkali-kali sepanjang proses destilasi fraksional itu berlangsung.

Page 3: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Karakteristik bahan pada destilasi fraksinasi adalah cairan yang mempunyai perbedaan

titik didih yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 30oC atau lebih . Aplikasi dari distilasi jenis ini

digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam

minyak mentah.

Destilasi terfraksi ini berbeda dengan destilasi biasa, karena terdapat suatu kolom

fraksionasi dimana terjadi suatu proses refluks. Proses refluks pada destilasi ini dilakukan

agar pemisahan campuran dapat terjadi dengan baik. Kolom fraksionasi berfungsi agar

kontak antara cairan dengan uap terjadi lebih lama. Sehingga komponen yang lebih ringan

dengan titik didih yang lebih rendah akan terus menguap dam masuk kondensor. Sedangkan

komponen yang lebih besar akan kembali kedalam labu destilasi.

Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom fraksionasi.

Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap

platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian distilat yang lebih dari

plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya.

Kolom fraksionasi digunakan untuk memberikan luas permukaan yang besar agar uap

yang berjalan naik dan cairan yang turun dapat bersentuhan.dalam praktek, kolom tutup

gelembung kurang efektif untuk pekerjaan di laboratorium. Hasilnya relatif terlalu sedikit bila

dibandingkan dengan besar bahan yang tergantung di dalam kolom. Dengan kata lain kolom

tutup gelembung memiliki keluaran yang kecil dengan sejumlah besar bahan yang masih

tertahan di dalam kolom.

Keefektifan kolom ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cara pengaturan

materi di dalam kolom, pengaturan temperatur, panjang kolom dan kecepatan penghilangan

hasil destilasi. Satuan dasar efisiensi adalah tinggi setara dengan sebuah lempeng teoritis

(HETP atau H). Besarnya H sama dengan panjang kolom dibagi dengan jumlah plat teoritis.

Banyaknya plat teoritis H bergantung pada sifat campuran yang dipisahkan.

Destilasi banyak dilakukan dalam industri minyak bumi untuk memisahkan fraksi-

fraksi minyak bumi yang diinginkan. Kelompok lain adalah destilasi campuran alcohol-air

dengan tujuan memperoleh alcohol dengan konsentrasi lebih tinggi. Pemisahan air dari air

garam tidak disebut destilasi tetapi penguapan (Evaporasi) karena di sini fase uapnya hanya

satu komponen yaitu air.

Secara teoritis tidak dapat diperoleh suatu zat yang mutlak (100%) tetapi dengan cara

penguapan dan kondensasi secara berulang-ulang dapat diperoleh zat dengan kemurnian yang

lebih tinggi untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Sukar mudahnya pemisahan secara

Page 4: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Pt = ΣPi atau Pt = PA +PB+PC…….

destilasi bergantung pada besarnya perbedaan sifat-sifat zat-zat yang mirip satu sama lain,

pemisahan secara destilasi sukar dilakukan.

1. Kesetimbangan Uap Cair

Keberhasilan penerapan cara distilasi sangat bergantung kepada pemahaman dan

tersedianya data kesetimbangan antara fasa uap dan fasa cairan campuran yang akan di

dislitasi. Data kesetimbangan uap cair cair dapat diperoleh dari percobaan.

2. Diagram Titik Didih Komposisi

Titik didih (titik gelembung/buble point) suatu campuran bergantung kepada tekanan dan

komposisinya. Demikian pula kebalikannya yaitu titik embun campuran menunjukkan

lengkungan (kurva) yang menggambarkan hubungan komposisi dengan titik didih dan titik

embun untuk komponen dua campuran (biner).

Zat A lebih cepat menguap dibandingkan dengan zat B. Tiap titik menunjukkan komposisi

campuran fasa uap. Titik–titik pada kedua kurva yang dihubungkan dengan garis mendatar

menunjukkan komposisi fasa uap dan komposisi fasa cair yang berbeda dalam

kesetimbangan. Jadi cairan dengan komposisi x (titik d) dan uap dengan komposisi y (titik e)

berada dalam kesetimbangan.

Pada beberapa sistem, terdapat suatu harga tertentu komposisi pada mana komposisi dalam

fasa uap sama dengan komposisi dalam fasa cairnya. Campuran ini disebut campuran

Azeotrop atau campuran alkohol (etanol) air dengan komposisi 89,4 % mol etanol (1 atm,

78,2 OC) telah dari 3000 campuran azeotrop telah ditentukan orang.

3. Tinjaulah suatu campuran biner yang dipanaskan dalam sebuah bejana tertutup sehingga

tidak ada bahan keluar dan tekanan dijaga tetap pada 1 atm.

4. Hukum-hukum Dalton, Hendry, dan Raoult.

Diagram titik didih dibuat berdasarkan data kesetimbangan uap cair yang diperoleh dari

percobaan untuk sistem-sistem atau keadaan tertentu. Data kesetimbangan dapat dihitung

dari data tekanan uap zat murni. Perhitungan ini berdasarkan kepada hukum Hendry atau

Raoult.

Untuk sistem gas ideal, komposisi campuran dapat dinyatakan dengan tekanan parsial

komponen-komponennya. Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan total suatu campuran

gas merupakan jumlah tekanan parsial semua komponen-komponennya.

.................... (2-1)

Page 5: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

PA = HA . XA

PA = P . HA . XA

PA - P*A . XA

PB - P*B (1-X)*

Dimana P adalah tekanan total, Pi takanan parsial komponen i (A, B, C, dst).

Tekanan parsial suatu komponen sebanding dengan banyaknya mol komponen tersebut fraksi

mol suatu komponen adalah :

.................... (2-2)

Hukum Hendry menyatakan bahwa tekanan parsial suatu parsial suatu komponen (A)

diatas larutan sebanding larutan sebanding dengan fraksi mol komponen tersebut.

...................(2.3)

Dimana H adalah tetapan hukum Hendry. Hukum ini berlaku untuk larutan encer (XA,

rendah, XB (pelarutnya) tinggi).

Hukum Roult juga memberikan hubungan antara tekanan parsial suatu zat diatas larutan

dengan fraksi molnya.

.................... (2-4)

P*A = tekanan uap zat A murni. Hukum ini berlaku untuk XA yang tinggi (berarti XB

rendah)

Dengan hukum-hukum tersebut diatas, komposisi, kesetimbangan cair-uap (X-Y, dapat

dihitung dari data tekanan uap zat-zat murni. Untuk suatu campuran biner (2 kompenen A

dan B), dimana fraksi mol zat A (yang lebih mudah menguap) sama dengan X, maka :

....................... (2-5)

Tekanan total P – PA – PB – P*A + P*B (1 – X) ....................... (2-6)

Fraksi mol A dalam fasa uapnya.

PAPA +PB

= P∗AxP∗Ax−P∗B(1−x )

= P∗AxP ……….......... (2-7)

Y i−Pi

P atau YA− PA

PA +PB+PC +.. . .. ..

Page 6: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Sebagai contoh campuran dan toluena pada 100OC :

Tekanan uap benzena murni : 1350 mmHg

Tekanan uap toluena murni : 556 mmHg

Tekanan sistem masing-masing komponen

Tekanan parsial benzena, PA - 1350 x grafik 1

Tekanan parsial toluena, PB - 556 (1 – x) grafik 2

Tekanan total, P – 1350 x + 556 (1 – x) grafik 3

Dari persamaan-persamaan ini atau grafiknya diperoleh data untuk titik didih 100OC.

Misalkan untuk tekanan total 1 atm (760 mmHg)

XA = 0,257

XB = 1 – 0,257 = 0,743

PA = 347 mmHg

YA = 347 / 760 = 0,456

Dengan cara yang sama dan data tekanan uap pada suhu yang lain, dapat di hitung x dan

y untuk suhu tersebut. Misalnya pada suhu 82,2 OC.

P*A – 811 mmHg : P*B – 314 mmHg

Untuk tekanan total 760 mmHg :

760 – 811 x + 314 (1 – x)

x = 0,897

y =

(811)(0 ,897 )760

=0 , 958

Pada akhirnya diperoleh data sebagai berikut :

T, OC x y

82,2

100

0,897

0,257

0.958

0,456

Dari data ini dibuat diagram titik didih

Hukum Raoult berlaku untuk campuran komponen-komponen yang secara kimia mirip

satu sama lain (contoh benzena dan toluena). Banyak sistem campuran yang dikenal dalam

Page 7: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

praktik menyimpang dari hukum. Kalaupun berlaku biasanya hanya dalam selang komposisi

yang sempit. Untuk larutan encer, hukum Raoult berlaku bagi pelarutnya. Sebaiknya hukum

Hendry berlaku untuk zat terlarut dalam larutan yang encer.

5. Volativitas Relatif

Hubungan komposisi kesetimbangan dalam fasa uap (Y) dengan komposisi fasa cairnya

dapat dinyatakan dengan cara lain, yaitu dengan istilah volatilitas (volatility). Volatilitas

didefinisikan sebagai perbandingan tekanan parsial dengan fraksi mol dalam cairan.

Volatilitas zat A – PA/XA dan volatilitas zat B – PB/XB.

Perbandingan kedua volatilitas ini disebut volatilitas relatif, diberi lambang α (alpha).

Dengan mengganti Y dengan YP, maka :

α=YA / XAYB / XB

=YAXBYBXA ......................... (2-8)

YA / YB = α (XA / XB) ......................... (2-9)

Untuk campuran biner YB = 1 – YA dan XB = 1 – XA, maka :

α= YA(1−YA )

=(1−XA )

XA .....................(2-10)

YA=YA / XAYB / XB

=YAXBYBXA dan

XA= XAα−( α−1 ) yA .....................(2-11)

Jadi apabila α diketahui, maka komposisi kesetimbangan (y,x) dapay dihitung. Untuk sistem

ideal hukum Raoult berlaku, maka :

y− P∗AP

dan 1− y−P∗B(1−x )

P

Subtitusi persamaan-persamaan ini kepersamaan (2-10) akan memperoleh :

α− P∗AP∗B ......................(2-12)

6. Diagram Kesetimbangan

Untuk membahas distilasi seringkali digunakan bentuk yang disederhanakan yaitu

menjadi diagram hubungan antara komposisi fasa uap (Y) dengan komposisi fasa cair

Page 8: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

kesetimbangannya (X) pada tekanan uap. Diagram ini disebut dengan kesetimbangan atau

diagram x,y.

Grafik tekanan uap campuran Benzena-Toluena dan data tekanan uap zat, maka :

Diagram Kesetimbangan

D i stilasi Re k tifikasi secara Batch

Distilasi ini sering digunakan untuk memisahkan komponen-komponen zat padat kualitas

yang sangat kecil dan hasilnya dapat berubah-ubah (versatile). Hal ini disebabkan oleh

perubahan komposisi umpan sesuai dengan banyaknya pengurangan komponen yang lebih

Pressure mercuriTotal Pressure

Parsial Pressure benzene

Parsial Pressure toluena

Mole Fraksion Benzene

Y

X1 100

100

0

Page 9: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

volatil. Cara destilasi ini umpan ditempatkan didalam labu (ketel) pemanas. Akibat

mengalami pemanasan sampai pada titik didihnya maka akan terbentuk uap. Uap tersebut

akan melewati kolom atau plate-plate yang dikondensasikan. Pada saat awal (start up) seluruh

kondensat dikembalikan dalam kolom agar terjadi pengontakan dengan fase uap yang datang

dari ketel hingga suatu saat komposisi pada puncak kolom konstan. Apabila telah mencapai

kesetimbangan baru dapat dilakukan pengaturan refluks. Bila refluks dipertahankan konstan

maka konsentrasi produk juga akan semakin menurun seiring dengan menurunnya komposisi

umpan.

Metoda analisis juga dapat digunakan diagram Mc. Cabe-Thiele, dengan persamaan garis

operasi yang sama dengan yang digunakan untuk bagian rektilikasi pada destilasi kontinyu.

Y a+1=RO . X D

RD' .1

+X D

RD+1

Sistem ini dapat juga dioperasikan untuk membuat komposisi puncak konstan dengan

cara meningkatkan rasio refluks bersamaan dengan perubahan komposisi umpan dalam ketel.

Diagram Mc. Cabe-Thiele dalam hal ini akan mempunyai berbagai garis-garis operasi dengan

kemiringan yang berbeda-beda yang letaknya adalah sedemikian rupa sehingga jumlah tetap

ideal yang diperlukan untuk peluruhan dan XD, kC, XB selalu sama. Untuk menentukan rasio

refluks yang diperlukan XD konstan dan XB tertentu diperlukan perhitungan dengan metoda

coba-coba, karena jenjang terakhir pada garis operasi yang diandaikan itu harus jatuh tepat

pada XB . akan tetapi jika rasio ref luks awal sudah dipilih (RO > R min) dengan metode ini

nilai XB untul tahap-tahap berikut pada distilasi itu bisa didapatkan dengan mengandaikan

nilai untul RD lalu menggambarkan garis operasi, dan membuat jumlah jenjang yang tepat

dan ujungnya adalah XB.

Metoda alternatif dalam menjalankan distilasi Rektifikasi secara bacth adalah dengan

menetapkan rasio refluks dan membiarkan kemurnian hasil atas berubah menurut waktu dan

menghentikan distilasi apabila kualitas hasil atau konsentrasi rata-rata didalam hasil total

telah mencapai suatu nilai tertentu.

Untuk menghitung kinerja dari pendidih ulang kita gambarkan garis-garis operasi dengan

kemiringan konstan dengan bermula pada titik Xdi dan kemudian XB, terus berubah kenilai

yang lebih kecil dan membuat jenjang-jenjang yang sesuai dengan jumlah tahap ideal yang

ada untuk persamaan sebagai berikut :

Misalkan jumlah mol dalam ketel B dengan komposisi XB jika menguap sejumlah dB

yang fraksinya XD, maka sisanya menjadi ( B - dB ) dengan fraksi ( XB - dXB ).

Page 10: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Neraca komponen : B - XB + XB - dXB + ( B - dB )( XB - dXB ).

dB

B−

−dX B

(X B−X D )−

dX B

( XB−XD )

Persamaan ini dapat diselesaikan secara integrasi grafik dengan batasan awal dan akhir

operasi destilasi sehingga persamaan menjadi :

Dimana F = Jumlah mol saat awal destilat

B = Jumlah mol residu pada saat destilasi dihentikan

XD = Fraksi ol destilat

XB = Fraksi mol residu

Xi = Fraksi mol umpan pada saat destilasi

XDi = Fraksi mol residu pada saat destilasi dihentikan

Dari persamaan diatas dengan dibantu oleh diagram Mc. Cabe – Thiele maka dapat

diselesaikan secara grafik seperti dibawah ini :

b\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\

Dari gambar tersebut dapat dihitung luas total (AT) dengan cara membagi-bagi atas beberapa

segmen. Semakin banyak segmen uang dibuat maka semakin banyak teliti hasil

AT

XB XD

1X D−X B

XB

∫B

FdBB

=ln BB

=∫XB

XD dXB

( X D−X B)

Page 11: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

perhitungannya. Dari hasil besar AT yang didapat maka dapat disubtitusikan kedalam

persamaan diatas sehingga :

Ln F - Ln B – AT

Dengan demikian jumlah mol residu (bottom) dapat dihitung dan jumlah mol produk

juga dapat dihitung. Komposisi produk rata-rata dapat dihitung dengan persamaan :

X rata=F . X D−B . X B

DDimana : F = Jumlah mol umpan mula-mula

D = Jumlah mol destilat total setelah destilasi dihentikan

XF = Fraksi mol umpan mula-mula

XD = Fraksi mol residu pada saat destilasi dihentikan

Karakteristik Rancang dan Operasi Kolom Piring

Factor-faktor yang penting dalam merancang dan mengoprasikan kolom piring ialah

jumlah piring yang diperlukan untuk mendapatkan pemisahan yang dikehendaki, diameter

kolom, kalor yang dikonsumsi dalam pendidih, kalor yang dibuang pada kondensor, jarak

antar piring yang dipilih, dan rinci konstruksi piring.

Sesuai dengan asas-asas umum, analisis untuk kerja kolom piring didasarkan atas

neraca bahan, neraca energi, dan keseimbangan fase.

Neraca bahan menyeluruh untuk system dua komponen. Gambar di bawah

menunjukkan diagram neraca bahan untuk contoh umum fasilitas destilasi. Kolom itu

diumpankan dengan F mol/jam umpan yang konsentrasinya xF, dan menghasilkan D mol/jam

hasil-atas yang konsentrasinya xD, serta W mol/jam hasil-bawah yang konsentrasinya xB. Ada

dua neraca bahan yang saling tidak bergantung yang dapat kita tuliskan

Neraca massa total : F = D + W

Neraca komponen A : F xF = D xD+ W xW

V. PROSEDUR KERJA

Page 12: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

A. alibrasi piknometer

1. Disiapkan larutan (H2O) yang telah diketahui nilai 𝞺 nya.

2. Ditimbang bobot pikno kosong yang telah bersih dan kering

3. Ditimbang bobot pikno + laruatn

4. Dihitung nilai volume piknometer hasil kalibrasi

Vol pik no= Bobot larutanρlarutan

B. Pembuatan kurva kalibrasi %Ethanol-Air

1. Membuat campuran Ethanol-Air 30 mL dalam %volume sebagai berikut:

No.% vol. camp.

etanol-air(30 ml)Etanol Air

1 0 1002 10 903 20 804 30 705 40 606 50 507 60 408 70 309 80 2010 90 1011 100 0

2. Menimbang berat masing %volume Ethanol-Air dalam piknometer untuk

menghitung densitasnya .

3. Membuat kurva kalibrasi campuran Ethanol-Air (%Ethanol vs density

campuran)

C. Destilasi fraksionasi

Page 13: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

1. Disiapkan Feed campuran antara air-etanol. Diambil 30 ml feed untuk

diukur 𝞺 nya dan sebanyak 4 l (4000 ml) lalu dimasukkan ke dalam labu

destilat.

2. Dinyalakn alat distilasi fraksionasi, diatur nilai refluksnya, dan diatur suhu

tiap plat nya. Perlu dicatat pada alat yang digunakan nilai T2 tidak boleh

lebih dari 80°C karena akan menyebabkan koil pemanas sangat berpijar dan

menimbulakn resiko yang besar.

3. Dijalankan proses distilasi selama 20 menit.

4. Setelah 20 menit, diambil distilat dan bottom product nya, untuk diukur

volume dan 𝞺 nya.

5. Ditentukan fraksi mol etanol masing-masing sampel melalui kurva kalibrasi.

VI. DATA PENGAMATAN

a) Kurfa kalibrasi campuran etanol-air

Tabel 1.1. data kalibrasi campuran etanol-air

No.

% vol. camp. etanol-air(30

mL)Pikno

Kosong

Berat pikno + camp.

Etanol Air1 0 100

16,9362

2 10 90 41,81913 20 80 41,55834 30 70 41,13585 40 60 40,76736 50 50 40,26797 60 40 39,67868 70 30 39,11069 80 20 38,09310 90 10 37,688211 100 0

Density (ρ) air T 280C : 0,996 g/ml

BM Etanol : 46 g/mol

BM Air : 18 g/mol

b) Destilasi fraksionisasi

Page 14: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Tabel 1.2 data estilasi fraksionisasi

tvolume destilat

(ml)

volume bottom

(ml)

pikno kosong (gram)

pikno+bottom (gram)

pikno+destilat (gram)

t1 158 4842

16,9362

40,6633 37,3994t2 165 4677 40,4383 36,9307t3 164 4513 40,6232 36,9348t4 164 4349 40,7984 36,962t5 162 4187 40,848 36,9406t6 178 4009 40,9919 37,0783t7 164 3845 41,1251 37,07508t8 160 3685 41,2751 37,2667t9 159 3526 41,3701 37,3013

t10 186 2577 41,4897 37,0891

Rasio Refluks =20/4=5

Feed (Umpan)

Volume Feed = 5000 ml

Berat pikno + Feed = 40,2393 gram

Volume bottom akhir = 2577 mL

VII. PERHITUNGAN

A. Kalibrasi Piknometer

Dik: Berat piknometer kosong = 16,9362 g

Berat piknometer + air = 42,2233 g

Berat jenis air (28°C) = 0,996 g/ml

BJ= MASSAVOLUME

Volume Pikno=(M . PIKNO+ AIR)−(PIKNO KOSONG)

BJ H 2 O 28° C

Volume Pikno=(42,2233−16,9362 ) gram

0,996 gr /ml

Volume Pikno=25,3810 ml

B. kurva kalibrasi

Dik :

Page 15: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Masssa etanol 10 % : 41,8191 gram

Massa pikno kosong : 16,9362 gram

Volume pikno : 25,8310 gram

Penyelesaian :

BJ= Massa etanol 10 %−Massa pikno kosongvolume pikno

BJ=(41,8191−16,9362)gram

25,8310 gr /ml

BJ=0,9804 gr /ml

Untuk perihitungan % etanol nilai nya dapat dilihat pada tabel 1.3

Tabel 1.3 data densitas %etanol

% etanol

Bj sampel (gram/ml)

0 0,99610 0,000020 0,000030 0,000040 0,000050 0,000060 0,000070 0,000080 0,000090 0,0311

100 0,7890

Berat jenis feed

Massa feed + pikno : 40,2392 gram

Pikno kosong : 16,9362 gram

Volume pikno : 25,8310 ml

BJ= Massa feed−Massa pikno kosongvolume pikno

BJ=(40,2933−16,9362 ) gram

25,3810 gr /ml

BJ=0,9181 gr /ml

Page 16: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Berat jenis destilat t10

Massa + pikno : 37, 0891gram

Pikno kosong : 16,9362 gram

Volume pikno : 25,8310 ml

BJ= Massa feed−Massa pikno kosongvolume pikno

BJ detilat t 10= Massa destilat−Massa piknokosongvolume pikno

BJ destilat t 10=(37,0891−16,9361 ) gram

25,8310

BJ destilat t 10=0,7940 gr /ml

Untuk perihitungan BJ Destilat nilai nya dapat dilihat pada tabel 1.4

Berat jenis bottom t10

Massa + pikno : 41,4890 gram

Pikno kosong : 16,9362 gram

Volume pikno : 25,8310 ml

BJ bottomt 10=Massa bottom−Massa pikno kosongvolume pikno

BJ bottomt 10=(41,4890−16,9362)gram

25,8310 gr /ml

BJ bottomt 10=0,9674 gr /ml

Untuk perihitungan BJ Bottom nilainya dapat dilihat pada tabel 1.4

Tabel 1.4 data densitas feed,destilat, dan bottom

tBJ

Bj bottom Bj Destilat Bj Feedt1 0,9348367 0,80624058

Page 17: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

t2 0,9259718 0,78777402t3 0,9332568 0,78793556t4 0,9401596 0,78900722t5 0,9421138 0,78816407t6 0,9477834 0,79358939t7 0,9530314 0,82008558t8 0,9589414 0,80101226t9 0,9626843 0,80237549

t10 0,9673965 0,7940149feed 0,918131

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 1000.78

0.8

0.82

0.84

0.86

0.88

0.9

0.92

0.94

0.96

0.98

1

kurva kalibrasi

% etanol

Kadar etanol umpan : 52 %

Kadar etanol destilat : 96 %

Kadar etanol bottom produk : 22 %

C. Perhitungan volume etanol dan air dalam feed, bottom, dan destilat

1. feed

perhitungan volume

Bj(gr/ml)

Page 18: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

v . etanol umpan=%tanol umpan× v . totalumpa n

v . etanol umpan=52 %× 5000 ml

v . etanol umpan=2600 ml

v . etanol H 2 O=% H 20 × v .total umpan

v . etanol umpan=48 %×5000 m l

v . etanol umpan=2400 m l

2. destilat

v . etanol destlat=%e tanol destil at × v . destilat

v . etanol destilat=96 %×186 m l

v . etanol destilat=17 8 , 56 ml

v . H 2O destilat=%H20 × v . destilat

v . H 2O destilat=4 %×186 m l

v . H 2O destilat=7,44ml

3. bottom

v . etanol bottom=%e tanol bottom × v . bottom

v . etanol bottom=22 %× 2577 ml

v . etanol bottom=597,825 m l

v . H 2O bottom=%H20 × v .bottom

v . H 2O bottom=66 %× 2577 ml

v . H 2O bottom=1997,175 ml

D. neraca massa

1. Neraca kesetimbangan volum etanol

Page 19: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

Vol. etanol umpan = Vol. etanol bottom + Vol. etanol destilat

2600 mL = 579,825 ml + 178,56 ml

2600 mL = 758,385 ml

Didapatkan selisih volume antara vol etanol umpan dengan volume hasil

destilat sebesar 1741,615 mL.

2. Necara kesetimbangan volume air

Volume air dalam umpan = Vol. air bottom + Vol. air destilat

2400 mL = 1997,175 ml + 7,44 ml

2400 mL = 2004,615 ml

Didapatkan selisih volume antara vol air umpan dengan volume air hasil

bottom + destilat sebesar 495,385 ml.

E. fraksi mol etanol

1. Perhitungsan fraksi mol etanol umpan (XF)

XF=

v . etanol umpan× Bj etanolBM etanol

v .etanol umpan× BjetanolBM etanol

+v . air × Bj air

BM air

XF=

2600ml × 0,789gr /ml46 gr /mol

2600 ml× 0,789 gr /ml46 gr /mol

+2400 ml×0,9963

18 gr /mol

XF=0,2516

2. Perhitungsan fraksi mol etanol destilat (XD)

Page 20: Laboratorium Satuan Operasi 2.docx

XD=

v . etanol Destilat × Bj etanolBM etanol

v . etanol Destlat × BjetanolBM etanol

+v . air × Bj air

BM air

XD=

186ml×0,789 gr /ml46 gr /mol

179,4 ml× 0,789gr /ml46 gr /mol

+7,44 ml×0,9963

18 gr /mol

XD=0,8858

3. Perhitungsan fraksi mol etanol bottom (XB)

XB=

v . etanol Bottom× Bj etanolBM etanol

v . e tanol Bottom× BjetanolBM etanol

+v . air × Bj air

BM air

XB=

2577 ml ×0,789 gr /ml46 gr /mol

579,825 ml×0,789 gr /ml46 gr /mol

+1997,715 ml× 0,9963

18 gr /mol

XB=0,2859

4. Perhitungan YD

YD= XDR+1

YD=0,88585+1

YD=0,1476

VIII. PEMBAHASAN

IX. KESIMPULAN

X. DAFTAR PUSTAKA