laahaulawalaaquwwata

54
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil pada perubahan gaya hidup, hal ini memacu semakin meningkatnya penyakit tidak menular. Perubahan pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular dikenal dengan istilah ‘Transisi Epidemiologi’ dan Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, mengalami beban akibat dari perubahan tersebut. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi belum dapat diatasi secara tuntas sementara penyakit tidak menular terus meningkat (Bustan , 2007). Penyakit tidak menular masing-masing memiliki gejala-gejala klinis yang beragam. Beberapa penyakit memiliki gejala klinis yang sama. WHO dalam laporannya yang dimuat dalam WHO Technical Report Series Nomor 919 tahun 2003 yang berjudul "The Burden of Musculoskeletal Conditions at The Start of The New Millenium" menyatakan terdapat kira-kira 150 jenis gangguan muskuloskeletal yang diderita ratusan juta manusia, yang mengakibatkan nyeri dan inflamasi berkepanjangan dan disabilitas, sehingga menyebabkan gangguan psikologik dan sosial penderita. Nyeri yang 1

Transcript of laahaulawalaaquwwata

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak

memberi andil pada perubahan gaya hidup, hal ini memacu semakin meningkatnya

penyakit tidak menular. Perubahan pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit

tidak menular dikenal dengan istilah ‘Transisi Epidemiologi’ dan Indonesia sebagai

salah satu negara berkembang, mengalami beban akibat dari perubahan tersebut. Hal

ini disebabkan karena penyakit infeksi belum dapat diatasi secara tuntas sementara

penyakit tidak menular terus meningkat (Bustan , 2007).

Penyakit tidak menular masing-masing memiliki gejala-gejala klinis yang

beragam. Beberapa penyakit memiliki gejala klinis yang sama. WHO dalam

laporannya yang dimuat dalam WHO Technical Report Series Nomor 919 tahun 2003

yang berjudul "The Burden of Musculoskeletal Conditions at The Start of The New

Millenium" menyatakan terdapat kira-kira 150 jenis gangguan muskuloskeletal yang

diderita ratusan juta manusia, yang mengakibatkan nyeri dan inflamasi

berkepanjangan dan disabilitas, sehingga menyebabkan gangguan psikologik dan

sosial penderita. Nyeri yang diakibatkan oleh gangguan tersebut salah satunya adalah

keluhan nyeri punggung bawah yang merupakan keluhan paling banyak ditemukan

diantara keluhan nyeri. Laporan ini berhubungan dengan penetapan dekade 2000-

2010 oleh WHO sebagai dekade tulang dan persendian (Bone and Joint Decade

2000-2010), dimana penyakit gangguan muskuloskeletal telah menjadi masalah yang

banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia (WHO, 2003).

Lima puluh sampai dengan delapan puluh persen penduduk di negara industri

pernah mengalami nyeri punggung bawah (NPB). Persentase nyeri punggung

meningkat dengan bertambahnya usia. NPB menghilangkan banyak jam kerja dan

membutuhkan banyak biaya untuk penyembuhannya. Survei pada 3000 laki-laki dan

1

3500 wanita usia 20 tahun ke atas menunjukkan lima puluh satu persen laki-laki dan

lima puluh tujuh persen wanita mengeluhkan nyeri punggung, lima puluh persen

tidak bugar untuk bekerja selama beberapa waktu dan delapan persen harus alih

pekerjaan (Suharto, 2005).

Di negara maju seperti Amerika Serikat, nyeri pada punggung dan tulang

belakang merupakan penyebab tersering dari semua kelainan kronis yang

menyebabkan keterbatasan aktivitas masyarakat berusia dibawah 45 tahun dan

menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung, arthritis dan rematik pada usia

45 hingga 65 tahun (Kim, 2005). Nyeri punggung bawah merupakan keluhan yang

sering disampaikan oleh pasien, dimana insidensi nyeri punggung bawah di beberapa

negara berkembang berkisar tiga belas hingga dua puluh persen dari total populasi

(Wirawan, 2004).

Di Indonesia diperkirakan empat puluh persen penduduk Jawa Tengah berusia

diatas 65 tahun pernah menderita NPB dan prevalensinya pada laki-laki delapan belas

persen dan wanita empat belas persen. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan

meningkatnya usia. Proporsi berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit

di Indonesia berkisar antara tiga hingga tujuh belas persen (Mahadewa, 2009). Di

rumah sakit wilayah Jakarta, Yogyakarta dan Semarang proporsi kasus baru sekitar

5,4 - 5,8 persen dengan frekwensi terbanyak pada usia 45-65 tahun (Tunjung, 2009).

Prevalensi dari NPB di Indonesia sampai saat ini belum pernah diketahui

secara pasti. Pendataan serta penelitian untuk ini perlu dilakukan mengingat beban

nyeri serta penyebab disabilitas penderita yang mengakibatkan kehilangan jam kerja

cukup tinggi, problema kesehatan kerja, keterbatasan fungsional aktivitas sehari-hari

dan penurunan kualitas hidup seseorang (Purba, 2006; Yudiyanta, 2007).

Disabilitas atau keterbatasan fungsional yang diakibatkan oleh Nyeri

Punggung Bawah (NPB) menyebabkan tingginya biaya yang dibutuhkan setiap tahun,

sehingga terhadap penderita perlu dilakukan evaluasi seberapa besar disabilitas yang

terjadi dan faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya hal tersebut. Kekurangan

dalam mengidentifikasi penyebab NPB menyebabkan banyak klinisi memusatkan

2

perhatian pada besarnya hendaya, keterbatasan fungsi dan beratnya disabilitas.

(Liebenson, 1999).

Menurut Thomas (1999) Penelitian tentang NBP yang berhubungan dengan

disabilitas dan keterbatasan fungsional belum banyak dilakukan. Dari 180 Penderita

NPB akut yang difollow-up selama satu tahun ternyata tiga puluh delapan persen

mengalami disabilitas menetap. Disabilitas yang menetap bukan saja dipengaruhi

oleh beratnya nyeri tetapi juga oleh faktor premorbid antara lain faktor distress

psikologi, rendahnya aktivitas fisik, merokok, ketidakpuasan dalam pekerjaan dan

faktor yang berhubungan dengan lamanya gejala, luasnya nyeri dan terbatasnya

mobilitas spinal.

Dengan adanya data-data di atas yang menunjukkan pengurangan hari kerja,

maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara nyeri punggung bawah dengan

disabilitas aktivitas sehari-hari, khususnya pada pasien RSUD Dr.Moewardi

Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat

hubungan antara intensitas nyeri dengan disabilitas aktivitas sehari-hari pada pasien

nyeri punggung bawah di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

C. Tujuan

Mengetahui hubungan antara intensitas nyeri dengan disabilitas aktivitas

sehari-hari pada pasien nyeri punggung bawah di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

3

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang

kedokteran

b. Penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai bahan acuan dan

masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya

2. Manfaat praktis

Jika penelitian ini dapat membuktikan adanya hubungan intensitas nyeri

terhadap disabilitas aktivitas sehari-hari penderita NPB, maka klinisi dapat

memberikan pilihan pengobatan yang lebih baik pada penderita NPB.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Nyeri Punggung Bawah (NPB) / Low Back Pain (LBP)

a. Definisi

Menurut Rachmawati (2006) nyeri punggung bawah termasuk dalam nyeri

musculoskeletal, yaitu nyeri yang berasal dari sistem musculoskeletal, yang terdiri

dari tulang, sendi dan jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen, tendo dan bursa.

Keluhan yang berasal dari jaringan lunak khususnya otot paling sering terjadi

dibandingkan dari tulang dan sendi.

Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan

daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau

keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah

yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri

ke arah tungkai dan kaki (Harrianto et al., 2009). Nyeri punggung bawah (NPB) ialah

perasaan nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliaka (Harsono, 2007).

Definisi NPB berdasarkan International Association for the Study of Pain

(IASP) didasarkan pada topografi anatomik, yaitu yang terdiri dari (1) Lumbar Spinal

Pain, (2) Sacral Spinal Pain dan (3) Lumbosacral Pain (Lamsudin, 2001).

b. Anatomi Tulang Belakang

Tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah

ruas tulang yang disebut columna vertebralis yang tersusun atas 33 ruas vertebra.

Struktur ini lentur karena tersusun atas vertebrae, sendi-sendi, dan bantalan

fibrocartilago yang disebut discus intervertebralis (Snell, 2006). Vertebra di

kelompokkan menjadi beberapa bagian dan diberi nama sesuai dengan daerah yang

ditempatnya yaitu:

1) Vertebra servikal (ruas tulang leher) membentuk daerah tengkuk yang terdiri

dari 7 buah ruas.

5

2) Vertebra torakalis (ruas tulang punggung) membentuk bagian belakang torak

atau dada yang terdiri dari 12 buah ruas.

3) Vertebra lumbalis (ruas tulang pinggang) membentuk daerah lumbal atau

pinggang yang terdiri 5 buah ruas.

4) Vertebra sakralis (ruas tulang selangkang) membentuk sacrum yang terdiri

dari 5 buah ruas.

5) Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) membentuk tulang koksigeus yang

terdiri dari 4 buah ruas.

Tulang punggung akan saling membentuk persendian dan berfungsi sebagai

penyangga, sedang otot-otot pinggang berfungsi sebagai alat gerak. Gerakan tubuh

yang terbanyak ialah gerakan fleksi dan ekstensi. Gerakan ini paling banyak

dilakukan oleh sendi L5 – S1. Vertebra lumbal lebih berat dan besar dibanding

vertebra lainnya sesuai peran utamanya menyangga berat badan (Aulina, 2003).

Di antara dua badan ruas tulang pinggang terdapat suatu sekat atau bantalan,

yang tersusun dari serabut-serabut yang berjalan secara menyilang konsentris, seperti

gulungan per, mengelilingi suatu cairan kental yang disebut nukleus pulposus, yang

terdapat di bagian tengah dari bantalan tersebut. Fungsi bantalan tersebut adalah

sebagai peredam kejut bila ada tekanan dari atas ke bawah atau sebaliknya. Pada ruas

tulang pinggang yang pertama akan mulai menyempit sehingga lembaran yang

menyelubungi bantalan tersebut hanya tinggal separuh saja. Karena adanya

penyempitan, ada bagian yang tidak terlindungi yang merupakan daerah rawan, oleh

karena itu ada kemungkinan bantalan atau nukleus pulposus dapat menerobos keluar

sehingga menekan saraf di tempat tersebut (Harsono, 2007).

c. Etiologi

Nyeri punggung bawah terjadi sebagai hasil dari suatu penyebab yang

bervariasi dan juga kondisi patologis, karena terkadang sulit untuk mendiagnosis,

ada kalanya dokter tidak memiliki pilihan lain selain untuk membuat diagnosis nyeri

punggung bawah yang hanya menjelaskan gejala. Namun, ketika memeriksa nyeri

6

pinggang pasien, upaya harus dilakukan untuk membuat diagnosis sesuai dengan

etiologi yang berdasarkan anamnesis riwayat, pemeriksaan fisik, dan hasil

pemeriksaan peninjang. Berikut ini merupakan etiologi nyeri punggung bawah :

1. Trauma

Nyeri punggung bawah yang terjadi secara tiba-tiba akibat jejas eksternal,

misalnya tubrukan, mengangkat beban berat, kerusakan otot dan fasia,

herniasi diskus intervertebralis regio lumbal (diskus intervertebralis

mengalami kolaps dan terjadi kompresi pada saraf), dan fraktur vertebra yang

terjadi karena kolapsnya vertebra sebagai akibat dari trauma mekanik. Nyeri

punggung bawah kronik berkembang ketika penggunaannya berulang dan

struktur vertebral yang semakin rapuh seperti pada fraktur akibat osteoporosis.

2. Inflamasi

Ankylosing spondylitis pada tuberkulosis atau spondylitis purulen terjadi

ketika basil tuberkulosis atau bakteri piogenik menghancurkan struktur

vertebra dan diskus intervertebralis.

3. Neoplasma

Tumor ganas, seperti kanker paru-paru, kanker lambung, kanker payudara,

kanker prostat dapat bermetastasis ke vertebra lumbalis, dan metastasis ini

merupakan gambaran patologis dari beberapa myeloma. Ketika tumor seperti

neuroma atau angioma berkembang di korda lumbalis atau vertebra lumbal,

pasien mengalami nyeri punggung bawah yang berkelanjutan.

4. Degenerasi

Semakin bertambahnya usia pekerja konstruksi, insiden nyeri punggung

bawah semakin meningkat, dan peningkatan dapat disebabkan karena

perkembangan lesi yang berhubungan dengan degenerasi vertebra lumbalis

dan jaringan sekitarnya. Degenerasi mengarah ke perkembangan spondylosis

deformans, degenerasi diskus intervertebralis, intervertebralis artikular,

lumbar spondylolisthesis non-spondylolytic, spondylitis hyperostosis tulang

belakang, dan stenosis vertebra lumbalis.

7

5. Penyebab lain

Selain penyakit yang timbul pada struktur pembentuk punggung bawah, rasa

sakit juga timbul dari penyakit organ intra-abdominal, termasuk hepar,

kandung empedu, dan pankreas. Nyeri alih juga bermanifestasi pada penyakit

yang dapat menimbulkan NPB. Nyeri juga timbul dari posterior organ

abdomen, termasuk ovarium, serviks dan kandung kemih. Keberadaan nyeri

psikogenik yang terkait dengan histeria dan depresi juga perlu diwaspadai

(Hayashi, 2004).

d. Faktor Resiko

Berikut ini merupakan faktor yang meningkatkan risiko nyeri pinggang.

a. Pekerjaan

Berdiri dan duduk terlalu lama, mengangkat benda berat dan bekerja dengan alat

yang bergetar dapat menimbulkan masalah punggung.

b. Usia

Studi menunjukkan bahwa risiko nyeri punggung meningkat pada pasien yang

bertambah usia, namun begitu mencapai usia sekitar 65 risiko berhenti

meningkat. Nyeri punggung adalah penyebab paling sering menyebabkan

keterbatasan aktivitas pada usia kurang dari 45 tahun.

c. Alkohol, rokok dan penyalahgunaan Narkoba

Alkohol dan penggunaan narkoba dapat meningkatkan risiko pada nyeri

pinggang. Perokok memiliki 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar risiko nyeri

pinggang dibanding bukan perokok, dikarenakan suplai oksigen menuju diskus

berkurang dan penurunan saturasi oksigen darah dari efek nikotin yang

mengakibatkan penyempitan pembuluh darah.

d. Riwayat keluarga

Riwayat nyeri punggung pada keluarga menyebabkan peningkatkan risiko nyeri

punggung.

8

e. Jenis Kelamin

Laki-laki berada pada risiko lebih besar untuk nyeri pinggang, sementara

penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin untuk mengalami

NPB. Wanita yang pernah mengalami dua atau lebih kehamilan memiliki risiko

lebih tinggi terkena nyeri pinggang.

f. Tingkat Aktivitas (Kebugaran Fisik)

Kekuatan dan daya tahan dan otot punggung telah terbukti berhubungan dengan

perkembangan nyeri punggung. Kebugaran fisik dapat membantu mencegah

cedera punggung.

g. Obesitas

Beberapa penelitian telah menunjukkan peningkatan sakit punggung pada pasien

obesitas, terutama pada wanita.

h. Postur Tubuh

Postur tubuh yang buruk dapat menyebabkan stress yang tidak semestinya pada

area tertentu pada punggung, sehingga menyebabkan nyeri bertambah dari waktu

ke waktu.

i. Riwayat Cedera

Prediktor terbaik dari NPB adalah adanya cedera punggung sebelumnya dan juga

relaps setelah mengalami NPB.

j. Psikologis, Sosial dan Faktor Spiritual

Penelitian menunjukkan bahwa kecemasan, depresi, tanggung jawab berlebihan,

ketidakpuasan kerja, stres mental di tempat kerja dapat meningkatan risiko dalam

memperberat nyeri punggung. Rasa takut sakit, keyakinan negatif dan gejala

somatisasi (merasa sakit tanpa penyakit sebenarnya) juga dapat meningkatkan

risiko. Faktor spiritual, termasuk kurangnya memaknai hidup atau kurangnya

kedamaian batin, dapat mempengaruhi seseorang menderita nyeri punggung.

k. Faktor-faktor lain

Faktor lain yang berperan dalam perkembangan akut menuju kronis pada NPB,

termasuk kondisi tulang belakang seperti osteoporosis, spondylolysis, penyakit

9

diskogenik, penyakit sendi degenerative, seperti osteoarthritis, osteoporosis, dan

scoliosis (Department of Pain Medicine, 2011).

e. Klasifikasi

Oleh karena macam-macam penyebab dapat mendasari nyeri punggung

bawah, klasifikasi diperlukan sebagai pegangan praktis. Klasifikasi dapat ditinjau dari

berbagai sudut. Ada yang membagi menjadi dua kelompok besar, yaitu penyebab

yang berasal dari punggung bawah sendiri dan penyebab yang berasal dari luar

punggung bawah. Ada pula yang membagi NPB menjadi : NPB Viserogenik, NPB

Vaskulogenik, NPB Neurogenik, NPB Spondilognik, NPB Psikogenik (Harsono,

2007).

1) NPB Viserogenik

Nyeri yang disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau organ dalam

daerah pelvis, serta tumor retro peritoneal. Rasa nyeri menggeliat, tidak

bertambah berat dengan adanya aktifitas tubuh, dan sebaliknya tidak berkurang

dengan istirahat.

2) NPB Vaskulogenik

Dapat di sebabkan oleh aneurisma atau penyakit vaskuler perifer. Seperti

insufisiensi arteria glutealis superior yang menimbulkan nyeri di daerah pantat,

yang makin memberat saat berjalan dan akan mereda saat diam berdiri. Rasa nyeri

menyerupai iskialgia, dan tidak ada hubungan dengan aktivitas tubuh. Dapat pula

timbul rasa nyeri intermiten pada betis.

3) NPB Neurogenik

Dapat disebabkan oleh :

a. Neoplasma (neurinoma, hematoma, ependimoma dan

meningioma): Gejala pertama adalah rasa nyeri kemudian timbul gejala

neurologik yaitu gangguan motorik, sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri

sering timbul waktu sedang tidur dan berkurang saat berjalan.

10

b. Arakhnoiditis: Terjadi perlengketan, timbul nyeri bila ada

penjepitan terhadap radiks.

c. Stenosis kanalis spinalis: Gejala klinik yang timbul ialah

adanya klaudikasio intermitten disertai rasa kesemutan dan nyeri menetap

saat istirahat.

4) NPB Spondilogenik

Disebabkan berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari

unsur tulang (osteogenik), diskus intervertebralis (diskogenik), dan miogenik.

5) NPB Psikogenik

Umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa, kecemasan, depresi atau campuran

kecemasan dan depresi. Pada saat anamnesis penderita mudah tersinggung, sulit

tidur, mudah terbangun, kurang tenang, mudah terkejut, cemas dan khawatir.

f. Patofisiologi

Tubuh dilengkapi berbagai mekanisme, kompensasi dan perlindungan yang

digunakan untuk mengantisipasi perubahan baik oleh karena lingkungan dalam

maupun luar tubuh. Mekanisme tersebut ada yang didasari dan tidak didasari nyeri.

Rangsangan nyeri dapat membangkitkan dua reaksi yaitu reaksi yang secara sadar

mengalami rasa nyeri dan reaksi yang tidak disadari berupa reflek-reflek yang

menyertai nyeri seperti menghindari sendi yang mengalami kerusakan dan

ketegangan otot (Everet, 1999).

NPB aspesifik adalah nyeri pinggang reversible yang salah satu penyebabnya

adalah penguncian sendi faset antara torakal dan lumbal. Hal ini dapat terjadi karena

factor trauma atau proses biomekanis tulang belakang yang salah seperti pada saat

mengangkat beban berat. Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk

menyamping menyebabkan otot tidak mampu mempertahankan posisi tulang

belakang torakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas dan disertai tarikan

dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet sendi sehingga

11

menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya menimbulkan

keterbatasan gesekan pada tulang belakang (Everet, 1999).

Keluhan utama penderita nyeri punggung bawah adalah nyeri. Pada dasarnya

nyeri dibagi dalam tiga macam (Ngoerah, 2001) yaitu :

1) Nyeri Radikuler

2) Nyeri yang tidak meluas

3) Reffered pain (nyeri alih)

Berdasarkan ketiga macam nyeri tersebut, maka penyakit-penyakit yang dapat

menimbulkan nyeri pinggang bawah dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok :

1) Penyakit-penyakit yang menimbulkan nyeri radikuler :

a) Hernia Nuklei Pulposi (HNP)

b) Trauma (berat atau ringan tetapi berulang kali) pada tulang belakang

c) Spondilosis deformans

d) Artritis sakro-iliaka

e) Tumor kauda

f) Metastasis suatu karsinoma di korpus vertebrae lumbosakral (tulang belakang)

g) Spondilitis tuberkulosa

h) Kelainan kongenital

Dalam hal ini penderita memperlihatkan NPB serta nyeri radikuler sepanjang

nervus iskhiadikus. Gejala nyeri radikuler sepanjang nervus iskiadikus dinamai

iskhialgia

Iskhialgia timbul karena terangsangnya serabut-serabut yang membentuk nervus

iskhiadikus. Perangsangan tersebut dapat terjadi pada radiks atau pleksus lumbo-

sakralis dan dari iskhiadikus (perifer) itu sendiri. Menurut penyebabnya maka

iskhialgia itu dibagi lagi dalam :

a) Iskhialgia diskogenik, yang tampak pada penderita dengan Hernia Nuklei

Pulposi.

b) Iskhialgia mekanik, yang tampak pada :

(1) Spondilosis deformans

12

(2) Spondilolistesis

(3) Tumor kauda

(4) Metastasis karsinoma di korpus vertebra lumbosakral

(5) Spondilitis tuberkulosa pada korpus vertebra lumbosakral

(6) Fraktura korpus vertebra lumbosakral

(7) Fraktura pelvis, radang atau neoplasma pada alat-alat dalam rongga

panggul yang menimbulkan tekanan pada pleksus lumbosakralis

c) Iskhialgia non-mekanik (medik), yang tampak pada penyakit-penyakit seperti :

(1) Radikulitis tuberkulosa

(2) Radikulitis luetika

(3) Adhesi dalam ruang subarakhnoidal atau karena penyuntikan obat-obat

secara intratekal

(4) Herpes zoster

(5) Penyuntikan obat-obat (penisilion, paraldehid) pada nervus iskhiadikus

(6) Neuropatika rematika, diabetika, dan lain-lain.

2) Penyakit-penyakit yang menimbulkan nyeri yang tidak meluas :

a) Osteoporosis

b) Spondilitis ankilopoetika

c) Nyeri punggung bawah akibat sikap yang salah

3) Penyakit-penyakit yang menimbulkan ”referred pain” di daerah lumbo sakral.

g. Diagnosis

Menurut Purwanto (2003) diagnosis Nyeri Punggung Bawah didasarkan pada :

1. Anamnesis

2. Pemeriksaan klinis umum

3. Pemeriksaan neurologik

4. Pemeriksaan penunjang

1. Anamnesis mempunyai peranan penting dalam membantu menegakkan

diagnosis, anamnesis harus teliti dan terarah, perlu ditanyakan :

13

a. Kapan mulai timbulnya nyeri

Biasanya pasien tahu dengan pasti, misalnya saat yang bersangkutan

sedang bangkit dari duduk, mendorong mobil, mengangkat benda berat,

jatuh terpeleset, jatuh terduduk dan sebagainya.

b. Bagaimana mulai timbulnya

Umumnya awitan mendadak tetapi dapat juga tanpa awitan yang jelas.

c. Lokasi nyeri, terlokalisir atau menjalar ke tungkai/ jari kaki.

d. Sifat nyeri, tajam, menusuk, pegel, seperti terbakar.

e. Kualitas nyeri.

f. Apakah nyeri yang diderita diawali dengan kegiatan fisik tertentu.

g. Faktor yang memperberat atau memperingan nyeri.

Misalnya pada HNP nyeri akan bertambah bila ada kenaikan tekanan

intratekal atau intrdiskal, seperti pada saat penderita mengejan, bersin,

mengangkat benda dan membungkuk.

h. Apakah ada riwayat trauma sebelumnya.

i. Apakah ada keluarga penderita yang sakit serupa.

2. Pemeriksaan Klinik Umum

a. Inspeksi

Banyak informasi yang diperoleh dari inspeksi punggung, pantat, dan

tungkai, dalam berbagai posisi dan gerakan dengan tujuan evaluasi

neurologik, antara lain :

1. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya

angulasi, pelvis miring atau asimeris, muskulatur paravertebral

atau pantat yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.

2. Observasi punggung, pelvis dan tungkai selama bergerak apakah

ada hambatan dalam melakukan gerakan

3. Pada saat penderita melapas atau mengenakan pakaian, apakah

ada gerakan yang tidak wajar atau terbatas.

14

4. Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun

berbaring dan bangun dari berbaring.

5. Perlu dicari kemungkinan adanya atrofi otot, fasikulasi,

pembengkakan, dan perubahan warna kulit.

b. Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mencari spasme otot, nyeri tekan, adanya

skoliosis, gibus dan deformitas yang lain.

3. Pemeriksaan neurologik

a. Pemeriksaan Sensorik

Pada pemeriksaan ini dicari ada atau tidaknya gangguan sensorik.

Dengan mengetahui dermatom mana yang terkena akan diketahui pula

radiks saraf mana yang terganggu.

b. Pemeriksaan Motorik

Dicari apakah ada tanda kelemahan (paresis), atrofi dan fasikulasi otot.

c. Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Bila ada kelainan pada suatu refleks tendon berarti ada gangguan pada

lengkung refleks.

d. Pemeriksaan Refleks Patologis

1. Tes untuk merenggangkan saraf iskhiadikus, yaitu : Tes Laseque

dan Tes Laseque Silang

2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal, yaitu : Tes Valsava dan

Tes Naffziger

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Neurofisiologi

1. Elektromiografi (EMG)

Termasuk EMG jarum, pengukuran kecepatan hantar saraf tepi.

Dengan pemeriksaan EMG dapat ditentukan akar saraf mana yang

terkena dan sejauh mana gangguannya, masih dalam taraf iritasi

atau sudah ada kompresi.

15

2. Somato Sensoric Evoked Potential

Berguna untuk penilaian pasien spinal stenosis atau mielopati.

b. Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Polos

Pada pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Bagaimana kelengkungan tulang pinggang.

b. Apakah ada penyempitan antar badan ruas.

c. Apakah ada tanda-tanda kerusakan tulang.

d. Apakah ada pergeseran dari ruas tulang pinggang.

2. Diskografi

Dilakukan dengan cara penyuntikan diskus dengan media

kontras pada tiga tempat yaitu diskus L3-4, L4-5 dan L5-S1.

3. Computerize Tomography (CT-Scan)

4. Mielografi

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI).

h. Tatalaksana

Penatalaksanaan dalam keadaan akut dilakukan dengan berbagai intervensi

misalnya dengan bedrest, orthoses, pemberian NSAID, muskulo relaksan serta terapi

manual tidak terlalu berperan namun penanganan yang diikuti dengan penanganan

biopsikososial akan memberikan dampak yang jauh lebih efisien. Dalam keadaan

kronik, maka penanganannya mengarah pada rehabilitasi secara multidisiplin baik

dalam penyesuaian perangkat kerja sepihak (ergonomik) maupun terhadap penderita

sendiri. Tujuan utama adalah supaya secepat mungkin penderita bisa kembali bekerja.

Karena nyeri punggung bawah bisa menyangkut nyeri neuropatik atau

nosiseptif maka obat kelompok anti nyeri yang dapat digunakan adalah kelompok

analgesik seperti NSAID (misalnya clecoxib, etodolak, diklofenak, dll.) atau analgesik

(parasetamol, asam mefenamat, dll.) Permasalahan nyeri punggung bawah juga

16

menyangkut masalah biopsikososial maka bagian dari penanggulangannya juga harus

diarahkan pada dasar permasalahan termasuk penggunaan anti depresan (Purba, 2006).

Menurut Asnawi (2003) terapi alternatif dapat digunakan seperti manipulasi

spinal (kiropraksi) dan terapi fisik (akupunktur dan pemijatan). Operasi hanya

dilakukan bila terapi konservatif tidak berhasil atau dengan indikasi HNP, skiatika,

dan spondilolitesis.

2. Nyeri

a. Definisi Nyeri

Menurut Purba (2006) nyeri seperti yang didefinisikan oleh International

Pain Society (IPS) adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang dapat diakibatkan oleh faktor mekanik,

kimia, trauma, inflamasi, tumor, iskemik serta proses autoantigen pada persendian di

daerah lumbosakral. Selain itu juga akibat regangan yang terjadi secara intensif pada

proses degenerasi dari diskus di daerah lumbal yang akan memacu sekresi kimiawi

serta beragam mediator yang akan menimbulkan nyeri nosiseptif ataupun nyeri

neuropatik.

b. Mekanisme Nyeri

Secara patofisiologik nyeri dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Nyeri Fisiologik

Nyeri yang sederhana, di mana stimuli berjalan singkat tanpa menimbulkan

kerusakan jaringan. Tidak memerlukan terapi khusus

2. Nyeri Inflamasi (Nosiseptif)

Stimuli kuat dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau inflamasi

jaringan. Jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator

inflamasi seperti prostaglandin dan bradikinin yang akan mensesitasi nosiseptor

dan menjadi nyeri.

3. Nyeri Neuropatik

17

Diketahui bahwa saraf perifer terdiri dari akson somatik dan motorik, akson

otonomik dan saraf aferen somatik sensoris viseral. Kesemuanya ini akan

berkomunikasi ke SSP melalui kornu dorsalis dan ventralis medula spinalis.

Lapisan luar dari saraf perifer yang disebut epineurium berfungsi sebagai

pelindung yang terdiri dari serabut serat bebas, pembungkus kolagen, vaskuler,

lemak, serta nervinervorum. Gangguan pada nervinervorum merupakan

penyebab neuritis yang menyebabkan nyeri neuropatik.

Baik nyeri neuropatik maupun nyeri nosiseptif mempunyai kebersamaan

dalam menimbulkan perubahan pada saraf perifer, yaitu peningkatan eksitasi, dis-

inhibisi baik di kornu dorsalis maupun di jaras supra spinalis (Purba, 2006).

c. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah beratnya nyeri yang dirasakan penderita, merupakan

suatu hal yang penting dalam evaluasi penderita NPB, walaupun hal ini merupakan

salah satu aspek nyeri yang sulit karena tidak dapat diukur secara pasti. Evaluasi

intensitas nyeri tergantung pada pernyataan pasien dan kemampuan pemeriksa dalam

menilai kepribadian pasien dan status fisiknya, sebab seringkali dijumpai keluhan

subyektif tidak sebanding dengan kelainannya. Pada seseorang dengan kelainan

struktur yang minimal mungkin keluhannya sangat hebat, tetapi sebaliknya pada yang

lain dengan kelainan struktur yang hebat keluhannya sedikit sekali (Loeser, 2001).

d. Pengukuran Intensitas Nyeri

Kesulitan dalam mengukur rasa nyeri disebabkan oleh tingkat subyektivitas

yang tinggi. Selain itu, kesulitan juga berasal dari deskripsi pasien mengenai rasa

nyeri, kebingungan, kesulitan mengingat pengalaman, dan penyangkalan intensitas

nyeri. Pengukuran nyeri sebaiknya dilakukan seobyektif mungkin dan dapat

menggunakan metoda pengukuran yang tepat seperti dengan kuisioner, serta observasi

pola perilaku terkait dengan rasa nyeri (Setiohadi, 2009).

Pengukuran nyeri dilakukan berdasarkan laporan pribadi pasien, atau

kesimpulan yang diambil dokter berdasar perilaku penderita. Pasien dapat

mendeskripsikan nyerinya dengan cara memberikan tingkatan intensitas, memberikan

18

rerata nyeri yang dialaminya secara retrospektif. Nyeri cenderung bervariasi dari

waktu ke waktu dan dengan aktivitas yang berbeda. Informasi yag lebih valid dapat

diperoleh dengan menanyakan tentang peringkat nyeri yang dirasakan saat itu.

Banyak instrumen yang dapat mengukur intensitas nyeri yang diderita

seseorang, ada yang dapat mengukur dimensi nyeri secara lengkap (sensorik, afektif,

dan evaluatif), seperti McGill Pain Questinnaire maupun yang sederhana dengan

menggunakan Visual Analogue Scale (Kambodji, 2003).

Instrumen yang umum digunakan untuk mengukur rasa nyeri secara

subyektif adalah visual analogue scale (VAS), yaitu dengan bertanya kepada pasien

mengenai derajat nyeri yang diwakili dengan angka 0 (tidak ada nyeri) sampai 10

(nyeri sangat hebat). Sesuai dengan kriteria dari Borges et al (2006) derajat rasa nyeri

berdasarkan skala VAS dibagi dalam beberapa kategori yaitu 0,5 – 1,9 derajat sangat

ringan; 2,0 – 2,9 ringan; 3,0 – 4,9 sedang; 5,0 – 6,9 kuat; 7,9 – 9,9 sangat kuat dan 10

sangat kuat sekali (Rachmawati, 2006). Pengukuran nyeri dengan VAS adalah cara

yang paling sering digunakan dan paling sensitif, serta direkomendasikan oleh

American College of Rheumatology dalam penelitian Rheumatologi (Ibrahim, 2000)

3. Disabilitas

a. Definisi Disabilitas

Disabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk terlibat dalam

aktivitas penting yang berguna oleh karena keterbatasan fisik/mental yang dapat

ditentukan secara medis dan dapat berakibat kematian atau telah berlangsung atau

diperkirakan akan berlangsung secara terus menerus dalam kurun waktu tidak kurang

dari 12 bulan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas

sebagai keadaan terbatasnya kemampuan (disebabkan karena adanya hendaya) untuk

melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal oleh manusia. Tiga

syarat yang harus dipenuhi untuk mengatakan terdapat disabilitas yaitu durasi waktu,

tidak adanya aktivitas penting yang berguna, dan adanya keterbatasan yang dapat

ditentukan secara medis (Gilbovsky, 2006).

19

Disabilitas merupakan suatu keterbatasan atau ketidakmampuan seseorang

dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari yang dianggap dapat dilakukan oleh

orang normal akibat dari adanya impairment. Secara sederhana disabilitas sama

dengan ketidakmampuan dalam bekerja (Robinson, 2001).

Dalam menentukan disabilitas, beberapa tolak ukur subyektif dan

terkadang tidak akurat harus dipertimbangkan. Faktor nonmedis seperti jenis kelamin,

pelatihan sebelumnya, keahlian, pengalaman, pendidikan, lingkungan sosial,

ketersediaan pekerjaan yang cocok secara lokal/nasional, masalah transportasi dari

dan ke tempat kerja, serta kemampuan bekerja bersama orang lain. Disabilitas juga

dipengaruhi faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan pekerjaan, geografi, dan tipe

pekerjaan. Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan latar belakang permintaaan

kemampuan atau ketidakmampuan secara pasif maupun aktif, juga memperhitungkan

mengenai kemampuan menghasilkan uang, keterbatasan dalam hidup sehari-hari, dan

ketidakmampuan dari status sosioekonomi (Gilbovsky, 2006).

b. Pengukuran Disabilitas

Kebutuhan yang paling penting dalam menetapkan outcome NPB adalah

penilaian terhadap nyeri, keterbatasan fungsi atau disabilitas, kenyamanan, dan

kepuasan dalam terapi (Deyo et. al, 1998). Pengukuran fungsional produktivitas kerja

atau disabilitas sangat penting pada penderita NPB untuk mengevaluasi perjalanan

penyakit maupun kemajuan yang dicapai dalam terapi. Evaluasi dilakukan dengan

menggunakan alat ukur yang adekuat dan spesifik (Kambodji, 2003).

Beberapa instrumen mengukur kemampuan penderita untuk masuk ke

dalam aktivitas fungsional seperti berjalan menaiki anak tangga, duduk untuk

sementara waktu, mengangkat beban dengan berat tertentu, melakukan aktivitas

hidup sehari-hari, dan beratnya nyeri pada saat melakukan aktivitas tersebut. Terdapat

berbagai skala penilaian fungsional singkat seperti skala disabilitas Roland Morris,

indeks status fungsional, dan skala disabilitas Oswestry. Pengukuran memakan waktu

tidak lebih dari 5 hingga 10 menit. Instrumen yang digunakan untuk penilaian yang

lebih luas adalah Sickness Impact Profile (SIP), di dalamnya terdapat 120 pertanyaan

20

untuk asesmen kemampuan aktivitas fisik dan gambaran psikologik penderita

(Meliala, 2003)

Roland-Morris Scale (RMS) adalah suatu kuesioner yang digunakan

untuk pengukuran disabilitas fungsional yang difokuskan pada intoleransi aktivitas

yang berhubungan dengan NPB. RMS ini dikembangkan dari SIP (Sickness Impact

Profile) suatu kuesioner disabilitas yang telah digunakan secara luas, RMS lebih

sederhana, cepat, dan mudah digunakan dibandingkan dengan SIP. Bentuk original

dari RMS telah dimodifikasi dan divalidasi menjadi versi yang lebih singkat terdiri

dari 18 pertanyaan (Kuijer, 2006). Pengukuran dapat dilakukan dari waktu ke waktu

serta dapat digunakan untuk keberhasilan suatu terapi (Liebenson, 1999).

Skala disabilitas Oswestry adalah alat yang sangat penting bagi para

peneliti dan evaluator disabilitas dimana instrumen ini digunakan untuk mengukur

pasien dengan disabilitas fungsional permanen. Tes ini dianggap standar ‘emas’ untuk

outcome disabilitas fungsional pada nyeri punggung (Fairbank, 2000). Kuesioner

Oswestry terbukti bermanfaat dan dapat diandalkan sebagai self-assessment penderita

nyeri punggung bawah, kuesioner ini terdiri dari 10 item dengan dengan skala ordinal

yang membutuhkan waktu 3,5 hingga 5 menit untuk mengisinya, dan hanya perlu

waktu 1 menit untuk menghitungnya (Ibrahim, 2000)

Kuesioner terdiri dari 10 pokok pertanyaan mengenai intensitas nyeri,

perawatan diri, mengangkat barang, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kehidupan seks,

kehidupan sosial dan bepergian. Setiap pokok pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaan

pilihan mulai dari tingkat terendah dengan skor 0 sampai pada skor tertinggi 5. Skor

yang diberikan pada kuesioner yang telah diisi oleh subjek penelitian yang dinyatakan

dalam persen (%) merupakan hasil bagi antara jumlah nilai jawaban dibagi jumlah

skor tertinggi. Kuesioner Oswestry yang asli dalam bahasa inggris telah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, kemudian dibandingkan hasil terjemahan

tersebut dengan bentuk aslinya dan setelah dinilai banyak kesepadanannya (Ibrahim,

2000).

21

4. Hubungan Intenitas Nyeri terhadap Disabilitas Penderita NPB

Nyeri dapat menyebabkan impairment dan disabilitas. Impairment adalah

abnormalitas atau hilangnya fungsi anatomik, fisiologik, maupun psikologik. Sedangkan

disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan

untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Setiohadi, 2009).

Episode nyeri dan disabilitas pada NPB akut hanya sementara tapi pada NPB kronis

dapat menyebabkan disabilitas yang berat. Mekanisme terjadinya NPB kronis dapat

disebabkan adanya nyeri nosisepif yang persisten, ataupun adanya proses sensitasi sentral

akibat nyeri yang berkepanjangan (Meliala, 1999 cit. Kambodji, 2003).

Banyak faktor yang menyebabkan disabilitas pada penderita NPB, antara lain nyeri

baik intensitas, durasi, dan perluasannya, kurangnya aktivitas fisik dan gerakan lumbal,

faktor psikososial, stress, depresi (terutama pada NPB kronis), serta ketidakpuasan dalam

pekerjaan (Werneke et al. 2001).

Prediktor yang dapat meningkatkan terjadinya disabilitas antara lain, NPB yang

dialami lebih dari 2 tahun, skor disabilitas yang tinggi pada fase akut, dan nyeri yang

diperberat oleh batuk (Robinson, 2001). Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh

Kambodji (2003) menunjukkan bahwa disabilitas dipengaruhi oleh intensitas nyeri, nyeri

yang diperberat oleh batuk, status pengobatan dan hasil pemeriksaan Laseque.

Studi mengenai hubungan antara intensitas nyeri dengan disabilitas pada penderita

NPB masih terus dilakukan (Robinson, 2001). Penelitian observasional yang dilakukan

McGorry et al. (2000) pada penderita NPB, menunjukkan bahwa ada hubungan yang

sinifikan antara intensitas nyeri dengan disabilitas dimana peningkatan nyeri yang

intermitten menyebabkan perubahan pada disabilitas.

22

Kerangka Pemikiran

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Hipotesis

23

Gangguan

pada saraf

(Neurogenik)

Gangguan

organ dalam

(Viserogenik)

Stress dan

depresi

(Psikogenik)

Ganggguan

vaskuler

(Vaskulogenik

Nyeri Punggung Bawah

(NPB)

Disabilitas

aktivitas sehari-hari

Intensitas Nyeri

Riwayat Pengobatan

Kelainan

muskuloskeletal

(Spondilogenik)

Usia

Jenis Kelamin

Jenis Pekerjaan

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan antara keluhan nyeri

pungung bawah terhadap disabilitas aktivitas sehari-hari pada pasien RSUD

Dr.Moewardi Surakarta.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasi dengan pendekatan

cross sectional. Variabel bebas maupun variabel tergantung dinilai hanya satu kali

saja dan diukur menurut keadaan atau status saat dilakukan observasi.

Dalam penelitian cross sectional digunakan pendekatan transversal,

dimana observasi (faktor resiko) dan variabel terikat (efek) dilakukan sekali pada

saat yang sama.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta, pada bulan Juli –

Agustus 2011.

C. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita nyeri punggung bawah di

RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

D. Sampel dan Teknik Sampling

1. Sampel

Pasien dengan keluhan nyeri pinggang bawah yang terdaftar di bagian

neurologi RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

2. Teknik Sampling

24

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah pencuplikan non

random dengan teknik convenience sampling (incidental sampling).

E. Kriteria Restriksi

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah akut maupun kronik, jenis

kelamin laki-laki dan perempuan, dan berusia lebih dari 20-65 tahun.

b. Mau menandatangani surat persetujuan ikut dalam penelitian.

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien dengan NPB viserogenik dan psikogenik.

b. Pasien menolak ikut dalam penelitian.

c. Pasien kurang lengkap dalam pengisian kuisioner.

E. Estimasi Besar Sampel

Jumlah sampel minimal yang diperlukan untuk penelitian ini

menggunakan rumus untuk menaksir proporsi sebuah populasi dimana

prevalensi pada populasi tidak diketahui, tetapi besarnya populasi pada

penelitian sebelumya diketahui, menurut Bhisma Murti (1997) adalah:

N. Z21-α/2 p.q

d2 (N-1) + Z21-α/2 p.q

60. (1,96)2 0,25

(0,05)2 (58-1) + (1,96)2 0,25

60 . 0,9604

0,0025 . 57 + 0,9604

57,624

1,1029

25

n =

n =

n =

n = 51,95

n = 52

n =

Keterangan :

n = Ukuran sampel

N = Besar sampel populasi dari penelitian sebelumnya (berdasar penelitian

pada pasien NPB di RSUD Dr. Moewardi tahun 2008).

Z1-α/2 = Statistik Z (Z=1,96 untuk kepercayaan 95%)

D = Delta, margin of error yang diinginkan (0,05 untuk kepercaayan 95%)

G. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Intensitas nyeri

2. Variabel Terikat : Disabilitas aktivitas sehari-hari

3. Variabel Perancu : Usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan riwayat

pengobatan.

H. Definisi Operasional Variabel

1. Intensitas Nyeri pada LBP

Intensitas nyeri adalah beratnya nyeri yang dirasakan penderita,

merupakan suatu hal yang penting dalam evaluasi penderita NPB, adanya

NPB ditentukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh dokter

berdasarkan prosedur tetap RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

Intensitas nyeri diukur dengan mengguankan VAS (Visual Analogue

Scale) yaitu suatu garis lurus lurus dari 0 sampai 10 cm (100 mm) dimana

angka 0 = tidak nyeri dan angka 10 adalah nyeri yang paling berat yang

pernah dirasakan. Pengukuran dilakukan dengan meminta subyek memberi

tanda titik pada garis yang menggambarkan nyeri yang dialami. Skor

diperoleh dengan mengukur jarak antara titik nol sampai titik yang ditandai

pasien, biasanya dalam millimeter.

Keuntungan VAS adalah sederhana dan cepat untuk mendapatkan

skor, terhindar dari istilah yang tidak tepat dan memberikan kesempatan

26

beberapa titik yang dipilih. Namun diperlukan konsentrasi dan kerjasama

yang baik (Kambodji, 2003).

Skala : Ordinal

2. Disabilitas

Disabilitas merupakan suatu keterbatasan atau ketidakmampuan

seseorang dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari yang dianggap

akibat dari adanya impairment. Secara sederhana disabilitas sama dengan

ketidakmampuan dalam bekerja (Robinson, 2001).

Skala disabilitas Oswestry merupakan standar ‘emas’ untuk

outcome disabilitas fungsional pada nyeri punggung. Kuesioner ini terdiri

dari 10 pokok pertanyaan mengenai intensitas nyeri, perawatan diri,

mengangkat barang, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kehidupan seks,

kehidupan social dan bepergian. Setiap pokok pertanyaan terdiri dari 6

pertanyaan pilihan mulai dari tingkat terendah dengan skor 0 sampai pada

skor tertinggi 5. Skor yang diberikan pada kuesioner yang telah diisi oleh

subjek penelitian yang dinyatakan dalam persen (%) merupakan hasil bagi

antara jumlah nilai jawaban dibagi jumlah skor tertinggi (Ibrahim, 2000).

Skala : Ordinal

I. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang berisi pertanyaan

yang harus diisi oleh responden. Kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui status

responden secara lengkap dan terjaga kerahasiaannya. Kuesioner ini berisikan

pernyataan bahwa kesediaan menjadi subjek dalam penelitian tanpa suatu paksaan

dari pihak manapun. Dan bersedia menjawab pertanyaan dengan sejujur-jujurnya.

Tingkatan nyeri akan diukur menggunakan alat VAS. Disabilitas aktivitas

sehari-hari akan diukur menggunakan The Oswestry and Disability Questionnaire.

27

Pembahasan

J. Rancangan Analisis Data

Setelah dilakukan pencuplikan dengan metode convenience sampling

(incidental sampling) dengan cara penyebaran kuisioner ke populasi yang akan

diperiksa akan diperoleh data yang dilanjutkan dengan Chi-Square. Seluruh data

yang diperoleh diolah dengan menggunakan metode komputerisasi dengan

program SPSS.

K. Skema Penelitian

Pemilihan pasien nyeri punggung bawah

bedasar diagnosis dokter di RSUD

Dr.Moewaedi Surakarta

Memenuhi kriteria inklusi

Wawancara dan pemberian kuisioner

menggunakan VAS dan Oswestry Disability

Questionnaire

Pemasukan data

Analisis data

Hasil analisis data

28

DAFTAR PUSTAKA

Aulina S., 2003. Nyeri Punggung Bawah, Dalam: Anatomi dan Fisiologi NPB, Perdossi.

Bhisma-Murti, 1997. Prinsip dan Metoda Riset Epidemiologi, Gadjah Maja UniversityPress.

Bustan, M N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta: Rineka Cipta.

Borges JBC, Ferreira DLM, Silva MMA, 2006. Pain Intensity and postoperative functional assesment after heart surgery. Braz J Cardiovasc Surg

Dellito, A., 1994. Are measures of function and disability important in low back care, Physical Therapy.

Department of Pain Medicine, 2011. Low Back Pain : Predisposing Factor. http://www.stoppain.org , diakses 6 Juni 2011.

Deyo, 2003. Outcome measures for Low Back Pain Research. A Proposal for Standarized Use, Spine.

Everet.J, 1999. Nyeri Kronis Pengobatan Baru Untuk Memeranginya, Jakarta: Higina.

Fairbank JC, 2000. The Oswestry Disability Index, Spine.

Gilbovsky A, 2006, Impaired and Disabled Patients. In: Legal Medicine, American College of Legal Medicine Textbook Committee, 3rd ed. St.Louis: Mosby.

Harrianto R., Samara D., Tjhin P., 2009. Manual Handling as Risc Factor of Low Back Pain, Jakarta: Universa Medicina.

29

Harsono S., 2007. Nyeri Punggung Bawah, dalam Kapita Selekta Neurologi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hayashi Y., 2004. Classification, Diagnosis, and Treatment of Low Back Pain, Tokyo: JMAJ.

Ibrahim, 2000. Penilaian dan Pengukuran pada Nyeri Punggung Bawah Non Spesifik, MKS.

Kambodji J., 2003. Pengaruh Intensitas Nyeri Terhadap Keterbatasan Fungsional Aktivitas Sehari-hari Penderita Nyeri Punggung Bawah Kronis, Suplemen Berkala Neurosains.

Kim D.H., 2005. Epidemiology, Pathophysiology, and Clinical Evaluation of Low Back Pain, In: Low Back Pain.

Kuijer W., 2006. Measuring disability in patients with chronic low back pain: the usefulness of different instruments, University of Groningen.

Lamsudin R., 2001. Manajemen nyeri pinggang bawah berdasarkan Evidence-based Healthcare, Dalam: Simposium Diagnosis dan Manajemen mutakhir nyeri neuroosteomuskular, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Liebenson C., 1999. How do I justify the medical Necissity of my care? Part II: The Roland-Morris Questionnaire, The Chiropractic Resource Organization.

Loeser, JD. 2001. Medical Evaluation of the Patient with Pain. Dalam: Bonica’s Management of Pain Part II, Lippincott Williams & Wilkins.

Mahadewa, T. G. B., 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Tulang Belakang, Jakarta: Sagung Seto.

McGorry, RW, 2000. The relation beween pain intensity, disability, and the episodic nature of chronic and recurrent low back pain, Spine.

Meliala, A., 2003, Nyeri Punggung Bawah, Dalam: Assesmen NPB, Perdossi.

Meliala A., 1999. Uji reliabilitas kuesioner nyeri McGill pada penderita dengan keluhan nyeri di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta: IP Saraf.

30

Ngoerah IG, 2001. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf, Surabaya: Universitas Airlangga.

Purba JS, 2006. Nyeri Punggung Bawah. Studi Epidemiologi, Patofisiologi dan Penanggulangan, Jakarta: Universitas Indonesia.

Purwanto T., 2003. Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis, Perdossi.

Rachmawati MR., 2006. Nyeri Muskuloskeletal dan Hubungannya dengan Kemampuan Fungsional Fisik pada Lanjut Usia, Universa Medicina.

Robinson, JP. 2001. Evaluation of Function and Disabillity. Dalam: Bonica’s Management of Pain Part II. Lippincott Williams Wilkins.

Setiyohadi B., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Universitas Indonesia.

Snell R., 2006. Clinical Anatomy for Medical Students. Lippincott & Wilkins.

Suharto. 2005. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Nyeri Pinggang Bawah Aspesifik Akibat Joint Block Thorakal dan Lumbal, dalam : Cermin Dunia Kedokteran, Makasar : Akademi Fisioterapi Departemen Kesehatan RI..

Thomas, E. 1999. Redicting who develops chronic low back pain in primary care: a prospective study, BMJ.

Tunjung, R., 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah di Puskesmas. http://elearning-po.unp.ac.id/ . Diakses 19 Oktober 2009 .

Werneke, M., Hart, DL., 2001. Centralization phenomenon as a prognostic factor for chronic low back pain, Spine.

WHO Scientific Group, 2003. WHO Technical Report Series 919. The Burden Of Musculoskeletal Conditions at The Start of The New Millenium, WHO Library Cataloguing in Publication Data.

Wirawan RB., 2004, Diagnosis dan Manajemen Nyeri Pinggang. Dalam: Kumpulan makalah Towards Mechanism-Based pain Treatment, the Recent Trends and Current Evidences, Jogjakarta.

31

Yudiyanta A., 2007. Gejala Radikulo Diskogenik sebagai Prediktor Diagnosis Radikulopati Luumbosakral Pada Pasien NPB, Berkala Neurosains.

Lampiran1

Kuesioner Disabilitas Oswestry

Versi Bahasa Indonesia

Kami mengharap anda dapat melengkapi

pertanyaan di bawah ini. Pertanyaan dibawah ini

kami rancang untuk memperoleh keterangan

sehubungan dengan gangguan pada pinggang dan

kaki yang telah anda alami dan mengganggu

kehidupan anda sehari-hari. Anda diminta untuk

menjawab setiap bagian dengan memberi tanda (x)

hanya pada satu kotak saja yang menurut anda erat

hubungannya dengan keadaan anda.

Bagian 1 - Intensitas Nyeri[ ] Saya tidak merasa nyeri pada saat ini [ ] Nyeri yang saya rasakan saat ini ringan [ ] Nyeri yang saya rasakan sedang saja [ ] Nyeri yang saya rasakan agak berat[ ] Nyeri yang saya rasakan sangat berat [ ] Nyeri yang saya rasakan adalah yang terburuk dari yang pernah terjadi

Bagian 2 - Perawatan Pribadi (Mencuci, merias dan lain-lain) [ ] Saya dapat merawat diri saya sendiri secara normal tanpa menimbulkan nyeri [ ] Saya dapat merawat diri saya sendiri secara normal tetapi disertai rasa nyeri[ ] Saya merasa nyeri bila merawat diri saya sendiri, saya menjadi lamban dan hati-hati[ ] Saya memerlukan beberapa bantuan untuk sebagian besar perawatan diri saya[ ] Saya memerlukan bantuan setiap hari bagi setiap segi perawatan diri saya[ ] Saya tidak dapat berpakaian, susah mencuci dan tinggal di tempat tidur

Bagian 3 - Mengangkat [ ] Saya dapat mengangkat beban berat tanpa nyeri yang berarti [ ] Saya dapat mengangkat beban berat namun menimbulkan nyeri [ ] Karena nyeri saya tidak dapat mengangkat benda yang berat dari lantai, tetapi saya dapat melakukannya bila letak benda tersebut mudah dicapai, misalnya di atas meja.[ ] Karena nyeri, saya tidak dapat mengangkat benda yang berat dari lantai, tetapi saya dapat mengangkat benda yang tidak terlalu berat bila letaknya mudah dicapai[ ] Saya hanya dapat mengangkat benda yang tidak terlalu berat bila letaknya mudah dicapai[ ] Saya tidak dapat mengangkat benda apapun

Bagian 4 - Berjalan[ ] Saya dapat berjalan lebih dari 1 mil karena nyeri[ ] Saya tidak dapat berjalan lebih dari 2 kilometer karena nyeri[ ] Saya tidak dapat berjalan lebih dari 1 kilometer karena nyeri[ ] Saya tidak dapat berjalan lebih dari 500 meter karena nyeri[ ] Saya hanya bisa berjalan menggunakan tongkat atau kruk [ ] Saya berada di tempat tidur sebagian besar waktu dan harus merangkak menuju kamar mandi atau WC

Bagian 5 - Duduk [ ] Saya dapat duduk pada setiap kursi kursi selama mungkin sesuka saya [ ] Saya dapat duduk dikursi saya selama mungkin sesuka saya [ ] Karena nyeri, saya tidak dapat duduk lebih dari 1 jam

32

[ ] Karena nyeri, saya tidak dapat duduk lebih dari 1/4 jam[ ] Karena nyeri, saya tidak dapat duduk lebih dari 10 menit [ ] Karena nyeri, saya tidak dapat duduk sama sekali

Bagian 6 - Berdiri[ ] Saya bisa berdiri selama saya inginkan tanpa nyeri yang berat [ ] Saya bisa berdiri selama saya inginkan, menimbulkan nyeri [ ] Saya tidak dapat berdiri selama lebih dari 1 jam [ ] Saya tidak dapat berdiri selama lebih dari 30 menit (1/2 jam)[ ] Saya tidak dapatberdiri lebih dari 10 menit [ ] Saya tidak dapat berdiri sama sekali

Bagian 7 - Tidur [ ] Tidur saya tidak pernah terganggu karena nyeri [ ] Tidur saya jarang terganggu karena nyeri[ ] Karena nyeri saya tidur kurang dari 6 jam [ ] Karena nyeri saya tidur kurang dari 4 jam [ ] Karena nyeri saya tidur kurang dari 2 jam [ ] Karena nyeri saya tidak dapat tidur sama sekali

Bagian 8 – Kehidupan seksual (bila melakukan) [ ] Kehidupan seksual saya normal dan tidak menimbulkan nyeri [ ] Kehidupan seksual saya normal, tetapi menimbulkan sedikit nyeri [ ] Kehidupan seksual saya normal, tetapi lebih nyeri

[ ] Kehidupan seksual saya sangat terbatas karena nyeri [ ] Kehidupan seksual saya hampir tidak ada karena nyeri [ ] Kehidupan seksual saya tidak ada sama sekali karena nyeri

Bagian 9 - Kehidupan sosial [ ] Kehidupan sosial saya normal tidak menimbulkan nyeri berarti[ ] Kehidupan sosial saya normal, tetapi meningkatkan derajat nyeri [ ] Nyeri tidak berpengaruh yang berarti terhadap kehidupan sosial saya selain dari minat yang lebih besar yang memerlukan tenaga misalnya olahraga [ ] Nyeri telah membatasi kegiatan sosial saya dan saya tidak dapat sering keluar rumah[ ] Sakit telah membatasi kegiatan sosial dan dilakukan di rumah saja [ ] Nyeri menyebabkan hilangnya kehidupan sosial saya

Bagian 10 - Bepergian [ ] Saya dapat melakukan perjalanan mana saja tanpa nyeri[ ] Saya dapat melakukan perjalanan di mana saja, menimbulkan nyeri tambahan[ ] Nyeri yang saya rasakan hebat, tetapi saya dapat melakukan perjalanan lebih dari 2 jam[ ] Nyeri memperpendek waktu bepergian saya sehingga kurang dari setengah jam[ ] Nyeri memperpendek waktu bepergian saya yang penting kurang dari 30 menit[ ] Nyeri menyebabkan saya tidak bepergian sama sekali kecuali untuk berobat

33

Lampiran2

Visual Analogue Scale

Nama :_________________________

Jenis Kelamin :_________________________

Usia :_________________________

Pekerjaan :_________________________

Berilah tanda titik tebal pada skala VAS sesuai derajat nyeri yang anda rasakan

(0 = tidak nyeri; 10 = nyeri yang paling berat)

34

Tanpa nyeri Ringan, nyeri, mengganggu

Nyeri, sangat mengganggu

dan merepotkan

Nyeri, menyengsara

kan, menyedihkan

Intens, rasa sakit yang teramat

sangat, mengerikan

Terburuk, tak tertahankan,

sakit luar biasa

Lampiran3

Skoring Indeks Disabilitas Oswestry

Instruksi Penilaian Untuk setiap bagian, skor total 5: jika pernyataan pertama ditandai nilai bagian = 0, jika yang terakhir pernyataan dinilai dengan = 5. Jika semua 10 bagian selesai skor dihitung sebagai berikut: Contoh: 16 (skor total jawaban) 50 (skor total pertanyaan) x 100 = 32% Jika satu bagian yang tidak terjawab atau tidak berlaku skor dihitung: 16 (skor total jawaban) 45 (skor total pertanyaan) x 100 = 35,5% terdeteksi perubahan Minimum (90 keyakinan%): poin 10% (perubahan kurang dari ini mungkin timbul kesalahan dalam pengukuran)

Interpretasi skor 0% sampai 20%: disabilitas minimal: Pasien dapat mengatasi segala aktivitas sehari-hari dengan sangat baik. Biasanya tidak ada pengobatan, ditunjukkan selain dari nasihat tentang mengangkat duduk dan olahraga. 21% -40%: disabilitas sedang: Pasien mengalami rasa sakit dan kesulitan duduk, mengangkat dan berdiri. Perjalanan dan kehidupan sosial yang lebih sulit dan mereka mungkin dinonaktifkan dari pekerjaan. perawatan pribadi, aktivitas seksual dan tidak tidur , dan pasien biasanya diterapi.41% -60%: disabilitas berat: Nyeri tetap menjadi masalah utama dalam kelompok ini, tetapi kegiatan sehari-hari hidup terpengaruh. Pasien-pasien ini memerlukan penyelidikan rinci. 61% -80%: disabilitas sangat berat:

35

Sakit punggung berpengaruh pada semua aspek kehidupan pasien.Intervensi positiv diperlukan. 81% -100%: disabilitas sangat berat sekali:Pasien-pasien ini baik tempat tidur-terikat atau membesar-besarkan gejalanya.

36