L2F309056_MTA

7
[1] Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP Semarang [2] Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro UNDIP Semarang Makalah Seminar Tugas Akhir PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN PEMBEBANAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTG DI PLTGU TAMBAK LOROK Basuki Sri Wantoro [1] , Hermawan [2] , Susatyo Handoko [2] Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia [1] [email protected] Abstract Generator scheduling is an important part in the power systems operation. In the absence of good scheduling can lead to huge costs incurred in the operation of power systems, especially on the generation side, and can cause lack of coordination in meeting the needs of the load and distribution of electric power. Optimization of generator scheduling can be obtained by using artificial intelligence techniques such as Particle Swarm Optimization (PSO). In this final project, optimization method of Particle Swarm Optimization (PSO) solved by using Matlab software and the characteristics of a power plant generating units is determined by the method of Least Squares Parabolic Approach proposed to the solution of generator scheduling problems on a power plant generating units (GTG) in block 1 Tambak Lorok Power Plant. From the simulation results of optimization with PSO method showed good performance. Greatest savings obtained on the power requirements (demand) between 90 P 210 MW is above 1000 liters / hour, while at the power requirements (demand) between 210 <P 315 MW obtained a smaller savings are below 1000 liters / hour. The simulation results are identical with other optimization methods such as Genetic Algorithm and Lagrange Multiplier. Keywords: Optimal generator scheduling, PSO, Genetic Algorithms, Lagrange Multiplier. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkitan tenaga listrik merupakan komponen biaya terbesar didalam suatu sistem tenaga listrik. Sedangkan pada unit-unit pembangkit tenaga listrik memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal biaya pembangkitannya. Untuk mendapatkan pengoperasian yang optimal dalam memenuhi kebutuhan beban maka penjadwalan pengoperasian suatu generator pada pembangkit dan koordinasi antar pembangkitan sangat diperlukan dalam upaya melakukan optimalisasi pembebanan yang bertujuan untuk memperoleh biaya operasi yang optimal dan ekonomis dengan memperhatikan batasan-batasan dari kapasitas unit pembangkit itu sendiri. Salah satu teknik solusi untuk menyelesaikan permasalahan optimalisasi ini yaitu dengan menggunakan teknik Particle Swarm Optimization (PSO). Banyak penelitian telah dilakukan dengan menggunakan metode optimasi PSO,diantaranya metode PSO dengan pendekatan Constriction Factor [5,7] dan metode optimasi Modified Improved PSO pada pembangkit termal sistem 500kV Jawa-Bali [6] . Kelebihan utama algoritma PSO adalah mempunyai konsep yang sederhana, mudah diimplementasikan, dan efisien dalam perhitungan jika dibandingkan dengan algoritma matematika dan teknik optimisasi heuristik lainnya. PLTGU Tambak Lorok merupakan salah satu pembangkit yang mensuplai kebutuhan tenaga listrik di sistem jawa-bali. Pada penelitian sebelumnya digunakan metode Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) sebagai solusi dari masalah penjadwalan pembebanan pada unit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok [2] . Dalam penelitian ini, metode PSO digunakan untuk menyelesaikan optimal pembebanan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok. Untuk melihat tingkat kekakuratannya maka hasil simulasi dengan PSO akan dibandingkan dengan metode Algorima Genetika dan metode konvensional Lagrange Mulptiplier. 1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini yaitu : 1 Menentukan nilai optimal penjadwalan beban pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok dengan metode Particle Swarm Optimazion (PSO). 2 Membandingkan keakuratan hasil dari simulasi yang di dapat dengan metode pembanding Algoritma Genetik dan Lagrange Multiplier. 3 Menghitung biaya penghematan yang didapat bila simulasi ini diaplikasikan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok. 1.3 Pembatasan Masalah Untuk Dalam pembuatan tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan sebagai berikut : 1. Metode solusi untuk masalah optimalisasi penjadwalan pembebanan generator menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO). 2. Tidak membahas metode Algoritma Genetika dan Lagrange Multiplier sebagai metode pembanding dari hasil metode Particle Swarm Optimization. 3. Aplikasi dari metode ini ditujukan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok dengan memperhatikan batasan dari kapasitas unit pembangkit. 4. Tidak membahas daya yang dihasilkan pada STG apabila unit PLTG dioperasikan pada sistem Combined Cycle. 5. Karakteristik unit PLTG pada blok 1 PLTGU Tambak Lorok ditentukan dengan metode pendekatan Least Square Parabolic Approach.

Transcript of L2F309056_MTA

Page 1: L2F309056_MTA

[1] Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP Semarang [2] Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro UNDIP Semarang

Makalah Seminar Tugas Akhir PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN

PEMBEBANAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTG DI PLTGU TAMBAK LOROK

Basuki Sri Wantoro[1]

, Hermawan[2]

, Susatyo Handoko[2]

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia [1]

[email protected]

Abstract

Generator scheduling is an important part in the power systems operation. In the absence of good scheduling can

lead to huge costs incurred in the operation of power systems, especially on the generation side, and can cause lack of

coordination in meeting the needs of the load and distribution of electric power. Optimization of generator scheduling can

be obtained by using artificial intelligence techniques such as Particle Swarm Optimization (PSO).

In this final project, optimization method of Particle Swarm Optimization (PSO) solved by using Matlab software

and the characteristics of a power plant generating units is determined by the method of Least Squares Parabolic

Approach proposed to the solution of generator scheduling problems on a power plant generating units (GTG) in block 1

Tambak Lorok Power Plant.

From the simulation results of optimization with PSO method showed good performance. Greatest savings

obtained on the power requirements (demand) between 90 ≤ P ≤ 210 MW is above 1000 liters / hour, while at the power

requirements (demand) between 210 <P ≤ 315 MW obtained a smaller savings are below 1000 liters / hour. The simulation

results are identical with other optimization methods such as Genetic Algorithm and Lagrange Multiplier.

Keywords: Optimal generator scheduling, PSO, Genetic Algorithms, Lagrange Multiplier.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangkitan tenaga listrik merupakan komponen

biaya terbesar didalam suatu sistem tenaga listrik.

Sedangkan pada unit-unit pembangkit tenaga listrik

memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal biaya

pembangkitannya. Untuk mendapatkan pengoperasian

yang optimal dalam memenuhi kebutuhan beban maka

penjadwalan pengoperasian suatu generator pada

pembangkit dan koordinasi antar pembangkitan sangat

diperlukan dalam upaya melakukan optimalisasi

pembebanan yang bertujuan untuk memperoleh biaya

operasi yang optimal dan ekonomis dengan

memperhatikan batasan-batasan dari kapasitas unit

pembangkit itu sendiri.

Salah satu teknik solusi untuk menyelesaikan

permasalahan optimalisasi ini yaitu dengan menggunakan

teknik Particle Swarm Optimization (PSO). Banyak

penelitian telah dilakukan dengan menggunakan metode

optimasi PSO,diantaranya metode PSO dengan pendekatan

Constriction Factor[5,7]

dan metode optimasi Modified

Improved PSO pada pembangkit termal sistem 500kV

Jawa-Bali[6]

.

Kelebihan utama algoritma PSO adalah mempunyai

konsep yang sederhana, mudah diimplementasikan, dan

efisien dalam perhitungan jika dibandingkan dengan

algoritma matematika dan teknik optimisasi heuristik

lainnya.

PLTGU Tambak Lorok merupakan salah satu

pembangkit yang mensuplai kebutuhan tenaga listrik di

sistem jawa-bali. Pada penelitian sebelumnya digunakan

metode Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) sebagai

solusi dari masalah penjadwalan pembebanan pada unit

PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok [2]

.

Dalam penelitian ini, metode PSO digunakan untuk

menyelesaikan optimal pembebanan pada unit pembangkit

PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok. Untuk melihat

tingkat kekakuratannya maka hasil simulasi dengan PSO

akan dibandingkan dengan metode Algorima Genetika dan

metode konvensional Lagrange Mulptiplier.

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini

yaitu :

1 Menentukan nilai optimal penjadwalan beban pada unit

pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok

dengan metode Particle Swarm Optimazion (PSO).

2 Membandingkan keakuratan hasil dari simulasi yang di

dapat dengan metode pembanding Algoritma Genetik

dan Lagrange Multiplier.

3 Menghitung biaya penghematan yang didapat bila

simulasi ini diaplikasikan pada unit pembangkit PLTG

di PLTGU blok 1 Tambak Lorok.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk Dalam pembuatan tugas akhir ini penulis

membatasi permasalahan sebagai berikut :

1. Metode solusi untuk masalah optimalisasi penjadwalan

pembebanan generator menggunakan metode Particle

Swarm Optimization (PSO).

2. Tidak membahas metode Algoritma Genetika dan

Lagrange Multiplier sebagai metode pembanding dari

hasil metode Particle Swarm Optimization.

3. Aplikasi dari metode ini ditujukan pada unit pembangkit

PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok dengan

memperhatikan batasan dari kapasitas unit pembangkit.

4. Tidak membahas daya yang dihasilkan pada STG

apabila unit PLTG dioperasikan pada sistem Combined

Cycle.

5. Karakteristik unit PLTG pada blok 1 PLTGU Tambak

Lorok ditentukan dengan metode pendekatan Least

Square Parabolic Approach.

Page 2: L2F309056_MTA

2

6. Data yang digunakan adalah data 3 bulan terakhir

pengoperasian unit pembangkit PLTG di PLTGU blok

1 Tambak Lorok sebelum Reserve Shut Down (RSH).

7. Software yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah

Matlab 7.6 (R2008a).

II. DASAR TEORI 2.1 Operasi Ekonomis Sistem Tenaga

[1,2]

2.1.1 Biaya Operasi Pembangkit Thermal

Biaya pengoperasian pembangkit tergantung dari

beberapa hal antara lain effisiensi biaya bahan bakar dan

rugi-rugi yang terjadi pada saluran transmisi. Setiap unit

pembangkit dalam suatu stasiun mempunyai karakteristik

tersendiri dalam pengoperasiannya. Dengan mengetahui

perbedaan karakteristik inilah optimalisasi pengoperasian

pembangkit dapat diperoleh.

Secara umum, biaya pengoperasian pembangkit

dalam hal ini adalah biaya bahan bakar yang digunakan

digambarkan oleh fungsi kuadrat dari daya aktif yang

dibangkitkan pada generator sebagaimana yang ditunjukan

pada gambar 2.1

Hubungan antara biaya bahan bakar terhadap daya

aktif yang dihasilkan pembangkit dirumuskan oleh

persamaan sebagai berikut :

...................... (1) Dengan,

= biaya bahan bakar (masukan unit i), dollar/jam

= daya yang dihasilkan (keluaran unit i), MW

= karakteristik unit pembangkit

Gambar 2.1 Kurva karakteristik biaya bahan bakar

(Ci) terhadap daya aktif (Pi)

2.1.2 Optimasi Operasi Pembangkit Dengan

Mengabaikan Rugi-Rugi Dan Memperhitungkan

Batasan Pada Generator[1,2,7,8]

Pada umumnya pengoperasian pembangkit mem

punyai batasan daya yang dibangkitkan. Generator dari

setiap unit pembangkit seharusnya membangkitkan daya

tidak melebihi nilai maksimumnya serta tidak boleh

dioperasikan untuk membangkitkan daya dibawah nilai

minimumnya. Untuk itu diperlukan suatu optimasi

pengoperasian pembangkit agar biaya pengoperasian yang

diperlukan tetap ekonomis. Misalnya batas minim dan

maksimum dari suatu unit pembangkit adalah sebagai

berikut :

i=1,….. ..... (2)

2.2 Particle Swarm Optimazion (PSO)

[4]

2.2.1 Dasar PSO

Particle Swarm Optimazion (PSO) adalah teknik

optimasi berdasarkan populasi stokastik yang terinspirasi

oleh perilaku sosial kawanan burung atau kawanan ikan.

PSO memiliki banyak kesamaan dengan teknik komputasi

evolusi seperti algoritma genetika. Sistem ini diinisialisasi

dengan populasi secara acak dan mencari solusi optimal

dengan memperbarui generasi.

Dalam PSO, solusi potensial yang disebut partikel,

bergerak melalui penelusuran ruang dengan velocity yang

dinamis hingga ditemukan posisi yang relatif tidak

berubah, atau sampai keterbatasan komputasi terlampaui.

Oleh karena itu, particle-particle mempunyai

kecenderungan untuk bergerak ke area penelusuran yang

lebih baik setelah melewati proses penelusuran.

Beberapa istilah umum yang digunakan dalam PSO

dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Swarm : populasi dari suatu algoritma.

2. Particle : anggota (individu) pada suatu swarm.

3. Pbest (Personal Best) : posisi Pbest suatu particle yang

menunjukkan posisi particle yang dipersiapkan untuk

mendapatkan suatu solusi yang terbaik.

4. Gbest (Global Best) : posisi terbaik particle pada swarm

atau posisi terbaik diantara Pbest yang ada.

5. Velocity (V) : kecepatan yang menggerakkan proses

optimasi yang menentukan arah dimana particle

diperlukan untuk berpindah dan memperbaiki posisinya

semula.

6. Learning Rates (C1 dan C2) : suatu konstanta untuk

menilai kemampuan particle (C1) dan kemampuan

sosial swarm (C2) yang menunjukkan bobot dari

particle terhadap memorinya. Nilai C1 dan C2 antara

0-2.

7. Inertia Weight (θ) : parameter yang digunakan untuk

mengontrol dampak dari adanya velocity.

2.2.2 Algoritma PSO

Algoritma dari PSO yaitu :

1. Menentukan ukuran swarm dan menentukan nilai

awal masing-masing partikel secara random.

2. Mengevaluasi nilai fungsi tujuan untuk setiap partikel.

3. Menentukan kecepatan / velocity mula-mula.

4. Menghitung Pbest dan Gbest mula-mula.

5. Menghitung kecepatan pada iterasi berikutnya dengan

Persamaan (3).

Vj(i) = θ Vj (i - 1) + c1 r1 [ Pbest,j - Xj (i-1) ] + c2 r2

[Gbest - Xj (i-1)] ................................. (3)

Dengan,

(

) .......................... (4)

i = iterasi; j = 1,2,3,...,N; r1 dan r2 adalah bilangan

random; θmax dan θmin adalah random.

6. Menentukan posisi partikel pada iterasi berikutnya

menggunakan Persamaan (5).

Xj(i) = Xj(i – 1) + Vj(i) ...........................(5)

7. Mengevaluasi nilai fungsi tujuan pada iterasi

selanjutnya.

8. Mengupdate Pbest dan Gbest.

9. Mengecek apakah solusi sudah optimal atau belum.

Bila sudah optimal, maka proses algoritma berhenti,

namun bila belum optimal maka kembali ke langkah 5.

III. PERANCANGAN SISTEM 3.1 Pemodelan Unit-Unit Pembangkit

[2]

Pemodelan unit pembangkit menunjukan

karakteristik dari suatu unit pembangkit. Dalam membuat

pemodelan ini biaya-biaya operasi dari setiap variable unit

Page 3: L2F309056_MTA

3

tersebut harus dinyatakan sebagai fungsi keluaran daya

dan dimasukan kedalam rumus biaya bahan bakar. Grafik

yang menunjukan pemodelan dari suatu unit pembangkit

merupakan pemetaan (plot) antara fungsi bahan bakar yang

diperlukan terhadap keluaran daya dari unit tersebut.

Dari data lapangan yang diperoleh, karakteristik

bahan bakar yang dibutuhkan terhadap daya keluarannya

pada PLTG unit 1, 2 dan 3 di PLTGU blok 1 Tambak

Lorok dapat dilihat pada gambar 3.1, 3.2, dan 3.3.

Gambar 3.1 Grafik karakteristik pembangkit unit 1, Konsumsi

bahan bakar (liter/jam) terhadap Daya (KW)

Gambar 3.1 menunjukan kurva karakteristik pembangkit

unit 1 dimana dari gambar tersebut diperoleh persamaan

sebagai berikut :

C1= 11539,596 + 0,1697564 P + (1,168 x 10-6) P2

Gambar 3.2 Grafik karakteristik pembangkit unit 2, Konsumsi

bahan bakar (liter/jam) terhadap Daya (KW)

Gambar 3.2 menunjukan kurva karakteristik pembangkit

unit 2 dimana dari gambar tersebut diperoleh persamaan

sebagai berikut :

C2= 16346,351 + 0,015187438 P + (2,3297 x 10-6)

Gambar 3.3 Grafik karakteristik pembangkit unit 3, Konsumsi

bahan bakar (liter/jam) terhadap Daya (KW)

Gambar 3.3 menunjukan kurva karakteristik pembangkit

unit 3 dimana dari gambar tersebut diperoleh persamaan

sebagai berikut :

C3= 13978,2174 + 0,11871682 P + (1,3703 x 10-6) P2 3.2 Pembuatan Program Simulasi

Perancangan program simulasi optimasi ini

menggunakan program Matlab 7.6 (R2008a) dengan

metode optimasi algoritma PSO (Particle Swarm

Optimization). Algoritma pembuatan program simulasi

ditunjukkan pada Gambar 3.4. di bawah ini :

Mulai

Inisialisasi Parameter

Inisialisasi Posisi Individu Secara Acak

Inisialisasi Velocity Individu Secara acak

Evaluasi Fungsi Objektif Pada Individu i

Update Velocity Individu i,

Vik+1

Update Posisi Individu i,

Xik+1

Update Pbest dan Gbest

Stopping Criteria

Terpenuhi?

Hasil/Output

Selesai

Tidak

Ya

Gambar 3.4 Algoritma Pembuatan Program Simulasi

Program simulasi ini dibuat dalam 7 tahap, tahap

pertama adalah inisialisasi parameter, tahap kedua adalah

inisialisasi individu secara acak, tahap ketiga adalah

inisialisasi velocity individu secara acak, tahap keempat

adalah evaluasi fungsi objektif pada individu-i, tahap

kelima adalah update velocity individu-i, tahap keenam

adalah update posisi individu-i, tahap ketujuh adalah

update Pbest dan Gbest. Sedangkan untuk nilai C1 dan C2

adalah 2 dan θmax , θmin masing-masing adalah 0,5 dan 0,1.

Pada program simulasi ini, fungsi objektif yang

digunakan adalah untuk meminimalkan nilai total

konsumsi bahan bakar (CTot) yang dibutuhkan untuk

permintaan daya tertentu, dimana fungsi objektif pada

algoritma PSO ini adalah sebagai berikut

.......................................(6)

…........................(7)

Dimana, CTot = total konsumsi bahan bakar (liter/jam)

terhadap total daya (KW)

Page 4: L2F309056_MTA

4

IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Hasil Simulasi PSO

4.1.1 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 30 ≤ P < 60 MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 30 ≤ P <

60 MW, maka hanya ada satu kemungkinan unit

pembangkit GTG yang beroperasi, karena untuk

mengoperasikan dua atau tiga unit pembangkit GTG

secara bersama-sama tidak mungkin dilakukan karena

tidak memenuhi syarat pembebanan minimum operasi

pembangkit yaitu minimum 30 MW. Hasil simulasi

metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat dilihat pada

table 4.1 berikut. Tabel 4.1 Beban 30 ≤ P < 60 MW

4.1.2 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 60 ≤ P < 90 MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 60 ≤ P <

90 MW, maka ada dua pola kemungkinan unit pembangkit

GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya dengan satu

unit pembangkit GTG atau dengan dua unit pembangkit

GTG yang dioperasikan secara bersama-sama. Sedangkan

untuk mengoperasikan tiga unit pembangkit GTG secara

bersama-sama tidak mungkin dilakukan karena tidak

memenuhi syarat pembebanan minimum operasi

pembangkit yaitu minimum 30 MW. Hasil simulasi

metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat dilihat pada

tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Beban 60 ≤ P < 90 MW

Dari hasil simulasi metode PSO pada saat

kebutuhan beban (demand) antara 60 ≤ P < 90 MW

dihasilkan pola pengoperasian pembangkit yang optimal

yaitu yang hanya mengoperasikan satu unit pembangkit

GTG saja.

4.1.3 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 90 ≤ P ≤ 105

MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 90 ≤ P ≤

105 MW, maka ada tiga pola kemungkinan unit

pembangkit GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya

dengan satu unit pembangkit GTG atau dengan dua unit

pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama

atau dengan tiga unit pembangkit GTG yang dioperasikan

secara bersama-sama. Hasil simulasi metode PSO pada

kebutuhan daya ini dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Beban 90 ≤ P ≤ 105 MW

Dari hasil simulasi metode PSO pada saat

kebutuhan beban (demand) antara 90 ≤ P ≤ 105 MW

dihasilkan pola pengoperasian pembangkit yang optimal

yaitu yang hanya mengoperasikan satu unit pembangkit

GTG saja.

4.1.4 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 105 < P ≤ 210

MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 105 < P

≤ 210 MW, maka ada dua pola kemungkinan unit

pembangkit GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya

dengan dua unit pembangkit GTG yang dioperasikan

secara bersama-sama atau dengan tiga unit pembangkit

GTG yang dioperasikan secara bersama-sama. Hasil

simulasi metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat

dilihat pada tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4 Beban 105 < P ≤ 210 MW

Dari hasil simulasi metode PSO pada saat

kebutuhan beban (demand) antara 105 < P ≤ 210 MW

dihasilkan pola pengoperasian pembangkit yang optimal

yaitu yang mengoperasikan dua unit pembangkit GTG

secara bersama-sama.

4.1.4 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 210 < P ≤ 315

MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 210 < P

≤ 315 MW, maka hanya ada satu pola kemungkinan unit

pembangkit GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya

Page 5: L2F309056_MTA

5

dengan tiga unit pembangkit GTG yang dioperasikan

secara bersama-sama. Hasil simulasi metode PSO pada

kebutuhan daya ini dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Beban 210 < P ≤ 315 MW

4.2 Hasil Pembanding Simulasi PSO

4.2.1 Hasil Perbandingan Simulasi Metode PSO,

Algoritma Genetik dan Iterasi Lambda

Metode optimasi PSO, Algoritma Genetik dan

Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) merupakan metode

optimasi yang dapat digunakan untuk solusi dari masalah

economy dispatch. Hasil perbandingan antara metode

PSO, Algoritma genetik dan Iterasi Lambda dapat dilihat

pada tabel 4.6 berikut. Tabel 4.6 Perbandingan PSO, Algen dan Iterasi Lambda

Gambar 4.1 Grafik perbandingan konsumsi BBM terhadap

Daya (MW), antara metode optimasi PSO,Algen

dan Iterasi Lambda

Dari tabel 4.6 dan grafik 4.1 diatas dapat dilihat

hasil perbandingan simulasi antara metode optimasi PSO,

Algen dan Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) memiliki

kemampuan yang identik sama.

Metode optimasi Algoritma PSO memiliki

beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan metode

Algoritma Genetik diantaranya yaitu algotrima yang lebih

sederhana, iterasi yang jauh lebih cepat dalam

mendapatkan nilai optimum dan fleksibilas pencarian lebih

tinggi karna memiliki operator bobot inersia (inertia

weight) yang dapat diatur sesuai kebutuhan.

Sedangkan metode optimasi Lagrange Multiplier

(Iterasi Lambda) merupakan metode optimasi dengan

basis perhitungan secara matematis dengan angka-angka

yang pasti.

4.2.2 Hasil Perbandingan Simulasi Metode PSO

Dengan Pendistribusian Beban Merata

Dalam memenuhi kebutuhan daya (demand), pola

operasi yang dilakukan pada unit pembangkit PLTG di

PLTGU blok 1 Tambak Lorok umumnya adalah dengan

menggunakan pola operasi pendistribusian beban secara

merata. Artinya pengoperasian unit pembangkit diberikan

beban yang sama pada masing-masing unit pembangkit

yang beroperasi.

Apabila kebutuhan daya (demand) tertentu di

asumsikan dipenuhi dengan cara pendistribusian beban

merata pada masing-masing unit pembangkit GTG maka

dari hasil perbandingan antara simulasi metode PSO

dengan pendistribusian beban merata dapat dilihat

penghematan yang didapat yaitu dengan melihat selisih

dari biaya pembangkitan (konsumsi BBM) pada beban

tertentu yang didapatkan antara metode PSO dengan

metode pendistribusian beban merata.

Untuk mengoperasikan setiap unit pembangkit

GTG memiliki syarat minimum pembebanan yaitu 30

MW, berdasarkan hal tersebut maka data perbandingan

yang dilakukan untuk permintaan beban (demand) tertentu

dengan mengoperasikan tiga unit pembangkit GTG secara

bersama-sama yaitu dimulai pada saat kebutuhan beban

minimal (demand) 90 MW sampai dengan maksimal 315

MW. Hasil perbandingan antara metode PSO dengan

pendistribusian beban merata dapat dilihat pada tabel 4.7

berikut.

Page 6: L2F309056_MTA

6

Tabel 4.7 Perbandingan PSO dengan Distribusi Beban Merata

Dari tabel 4.7 dapat dilihat penghematan yang

didapat pada beban antara 90 ≤ P ≤ 210 MW cukup besar

yaitu diatas 1000 liter/jam. Hal ini dikarenakan kurang

efisiennya suatu unit pembangkit apabila dibebani dengan

beban yang kecil. Pada metode optimasi dengan PSO

hanya memilih dua unit pembangkit GTG yang beroperasi

secara bersama-sama, sedangkan pada pendistribusian

beban merata mengoperasikan tiga unit pembangkit GTG

yang dioperasikan secara bersama-sama untuk memenuhi

kebutuhan daya (demand).

Sedangkan pada beban antara 210 < P ≤ 315 MW

didapat penghematan yang cukup kecil yaitu dibawah

1000 liter/jam. Hal ini dikarenakan pada saat kebutuhan

daya (demand) antara 210 < P ≤ 315 MW maka seluruh

unit pembangkit GTG beroperasi sehingga penghematan

yang didapat lebih kecil bila dibandingkan dengan

kebutuhan daya (demand) antara 90 ≤ P ≤ 210 MW.

Gambar 4.2 Grafik perbandingan konsumsi BBM terhadap

Daya (MW), antara metode optimasi PSO dengan

Distribusi Beban Merata

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengujian dan analisis yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut :

1. Metode Particle Swarm Optimization (PSO) dapat

digunakan untuk solusi dari masalah penjadwalan

pembebanan optimal pada unit pembangkit PLTG

di PLTGU blok 1 Tambak Lorok.

2. Dari hasil pengujian, untuk penghematan terbesar

yang didapat berada pada kebutuhan daya (demand)

antara 90 ≤ P ≤ 210 MW yaitu diatas 1000 liter/jam,

sedangkan pada saat kebutuhan daya (demand)

antara 210 < P ≤ 315 MW didapat penghematan

yang lebih kecil yaitu dibawah 1000 liter/jam.

3. Dari hasil pengujian, metode optimasi PSO

menunjukan performa yang baik untuk masalah

optimasi penjadwalan pembebanan. Ini dapat dilihat

dari hasil perbandingan metode-metode optimasi

lain seperti metode Algoritma Genetika dan metode

Lagrange Multiplier (iterasi Lambda) yang

digunakan sebagai metode pembanding memiliki

hasil yang mirip dan identik sama.

5.2 Saran

1 Perlu dikembangkan untuk optimasi penjadwalan

pembebanan pada unit pembangkit PLTG di

PLTGU Tambak lorok dengan mempertimbangkan

daya yang dihasilkan pada Turbin Uap (STG) pada

saat pola operasi Combine Cycle.

2 Perlu dikembangkan untuk optimasi penjadwalan

pembebanan untuk sistem yang lebih besar dan

kompleks dengan mempertimbangkan rugi-rugi

pada jaringan.

3 Dapat dikembangkan sistem optimasi penjadwalan

pembebanan dengan metode optimasi lainnya

seperti metode Ant Colony, Simulated Annealing

Algorithm (SAA), Fuzzy System, Tabu Search

Algorithm dan lain - lain untuk melihat performa

dari masing-masing metode optimasi.

Page 7: L2F309056_MTA

7

DAFTAR PUSTAKA

[1] Cekdin,Cekmas, 2007. “Sistem Tenaga Listrik,

Contoh Soal dan Penyelesaian Menggunakan

MATLAB”.Yogyakarta : CV Andi Offset

[2] Siswanto,Marno, 2005. “Optimasi Pembagian

Beban Pada Unit Pembangkit PLTG Tambak

Lorok Dengan Metode Lagrange Multiplier”.

Skripsi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Semarang : tidak diterbitkan

[3] Wood Allen J, Wollenberg Bruce F, 1996,

“Power Generation, Operational, and Control”,

Second Edition, Jhon Wiley & Sons, Inc

[4] S.A Soliman, A.H. Mantawy, 2010, ”Modern

Optimization Techniques with Application in

Electric Power System”. USA : Springers Science

+ Bussines Media,LCC

[5] Maickel Tuegeh, Soeprijanto, Mauridhi H

Purnomo, 2009.”Modified Improved Particle

Swarm Optimazion For Optimal Generator

Scheduling”.Yogyakarta : Jurnal Seminar

Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009

(SNATI 2009)

[6] AM. Ilyas, Ontoseno Penangsang, Adi

Soeprijanto, 2010.”Optimisasi Economic

Dispatch Pembangkit Termal Sistem 500 kV Jawa

Bali Menggunakan Modified Improved Particle

Swarm Optimization (MIPSO)”.Surabaya : Jurnal

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS [7] Shi Yao Lim, Mohammad Montakhab, and

Hassan Nouri, 2009.”Economic Dispatch of

Power System Using Particle Swarm

Optimization with Constriction Factor”.

International Journal of Innovations in Energy

Systems and Power (Vol. 4 no. 2, October 2009)

[8] Kwang Y. Lee, Jong-Bae Park.

2006.”Application of Particle Swarm

Optimization to Economic Dispatch Problem:

Advantages And Disanvantages”. IEEE

1­4244­0178­X/06/$20.00

[9] Jong-Bae Park, Ki-Song Lee, Joong Rin Shin,

Kwang Y. Lee, 2005.”A Particle Swarm

Optimization For Economic Dispatch With

Nonsmooth Cost Fungtions”. IEEE Transactions

On Power System.Vol.20.No.1

BIODATA PENULIS

Basuki Sri Wantoro lahir di

Jakarta pada 21 Februari 1986.

Menempuh pendidikan di SDN

11 Ciracas Jakarta, SMPN 9

Jakarta, SMAN 64 Jakarta, D3

Politeknik Negeri Jakarta

konsentrasi Teknik Energi dan

saat ini sedang menyelesaikan

studi Strata-1 di Jurusan Teknik

Elektro Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro

Semarang dengan mengambil

konsntrasi Power / Ketenagaan.

Semarang, Juli 2012

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Hermawan, DEA

NIP. 196002231986021001

Dosen Pembimbing II

Susatyo Handoko,S.T., M.T.

NIP. 197305262000121001